Anda di halaman 1dari 48

LI.

1 Memahami dan menjelaskan anatomi dan fisiologis nervus cranialis dan sistem motorik
LO 1.1 Anatomi dan fisiologi Nervus Cranialis

Nomor Nama Jenis Fungsi


I Olfaktori Sensori Menerima rangsang dari hidung dan menghantarkannya ke otak
untuk diproses sebagai sensasi bau
II Optik Sensori Menerima rangsang dari mata dan menghantarkannya ke otak
untuk diproses sebagai persepsi visual
III Okulomotor Motorik Menggerakkan sebagian besar otot mata
IV Troklear Motorik Menggerakkan beberapa otot mata
V Trigeminal Gabungan Sensori: Menerima rangsangan dari wajah untuk diproses di
otak sebagai sentuhan
Motorik: Menggerakkan rahang
VI Abdusen Motorik Abduksi mata
VII Fasial Gabungan Sensorik: Menerima rangsang dari bagian anterior lidah untuk
diproses di otak sebagai sensasi rasa
Motorik: Mengendalikan otot wajah untuk menciptakan ekspresi
wajah
VIII Vestibulokoklear Sensori Sensori sistem vestibular: Mengendalikan keseimbangan
Sensori koklea: Menerima rangsang untuk diproses di otak
sebagai suara
IX Glosofaringeal Gabungan Sensori: Menerima rangsang dari bagian posterior lidah untuk
diproses di otak sebagai sensasi rasa
Motorik: Mengendalikan organ-organ dalam
X Vagus Gabungan Sensori: Menerima rangsang dari organ dalam
Motorik: Mengendalikan organ-organ dalam
XI Aksesori Motorik Mengendalikan pergerakan kepala
XII Hipoglosal Motorik Mengendalikan pergerakan lidah

SARAF OLFAKTORIUS (N.I)


Sistem olfaktorius dimulai dengan sisi yang menerima rangsangan olfaktorius. Sistem ini terdiri
dari bagian berikut: mukosa olfaktorius pada bagian atas kavum nasal, fila olfaktoria, bulbus subkalosal
pada sisi medial lobus orbitalis.
Saraf ini merupakan saraf sensorik murni yang serabut-serabutnya berasal dari membran mukosa
hidung dan menembus area kribriformis dari tulang etmoidal untuk bersinaps di bulbus olfaktorius, dari
sini, traktus olfaktorius berjalan dibawah lobus frontal dan berakhir di lobus temporal bagian medial sisi
yang sama.
Sistem olfaktorius merupakan satu-satunya sistem sensorik yang impulsnya mencapai korteks
tanpa dirilei di talamus. Bau-bauan yang dapat memprovokasi timbulnya nafsu makan dan induksi salivasi
serta bau busuk yang dapat menimbulkan rasa mual dan muntah menunjukkan bahwa sistem ini ada
kaitannya dengan emosi. Serabut utama yang menghubungkan sistem penciuman dengan area otonom
adalah medial forebrain bundle dan stria medularis talamus. Emosi yang menyertai rangsangan olfaktorius
mungkin berkaitan ke serat yang berhubungan dengan talamus, hipotalamus dan sistem limbik.

SARAF OPTIKUS (N. II)


Saraf Optikus merupakan saraf sensorik murni yang dimulai di retina. Serabut-serabut saraf ini, ini
melewati foramen optikum di dekat arteri optalmika dan bergabung dengan saraf dari sisi lainnya pada
dasar otak untuk membentuk kiasma optikum. Orientasi spasial serabut-serabut dari berbagai bagian
fundus masih utuh sehingga serabut-serabut dari bagian bawah retina ditemukan pada bagian inferior
kiasma optikum dan sebaliknya.
Serabut-serabut dari lapangan visual temporal (separuh bagian nasal retina) menyilang kiasma,
sedangkan yang berasal dari lapangan visual nasal tidak menyilang. Serabut-serabut untuk indeks cahaya
yang berasal dari kiasma optikum berakhir di kolikulus superior, dimana terjadi hubungan dengan kedua
nuklei saraf okulomotorius. Sisa serabut yang meninggalkan kiasma berhubungan dengan penglihatan dan
berjalan di dalam traktus optikus menuju korpus genikulatum lateralis. Dari sini serabut-serabut yang
berasal dari radiasio optika melewati bagian posterior kapsula interna dan berakhir di korteks visual lobus
oksipital.
Dalam perjalanannya serabut-serabut tersebut memisahkan diri sehingga serabut-serabut untuk
kuadran bawah melalui lobus parietal sedangkan untuk kuadaran atas melalui lobus temporal. Akibat dari
dekusasio serabut-serabut tersebut pada kiasma optikum serabut-serabut yang berasal dari lapangan
penglihatan kiri berakhir di lobus oksipital kanan dan sebaliknya.
SARAF OKULOMOTORIUS (N. III)
Nukleus saraf okulomotorius terletak sebagian di depan substansia grisea periakuaduktal (Nukleus
motorik) dan sebagian lagi di dalam substansia grisea
(Nukleus otonom).

Nukleus motorik bertanggung jawab untuk


persarafan otot-otot rektus medialis, superior, dan
inferior, otot oblikus inferior dan otot levator
palpebra superior. Nukleus otonom atau nukleus
Edinger-westhpal yang bermielin sangat sedikit
mempersarafi otot-otot mata inferior yaitu spingter
pupil dan otot siliaris.

SARAF TROKLEARIS (N. IV)


Nukleus saraf troklearis terletak
setinggi kolikuli inferior di depan substansia
grisea periakuaduktal dan berada di bawah
Nukleus okulomotorius. Saraf ini merupakan
satu-satunya saraf kranialis yang keluar dari
sisi dorsal batang otak. Saraf troklearis
mempersarafi otot oblikus superior untuk
menggerakkan mata bawah, kedalam dan
abduksi dalam derajat kecil.

SARAF TRIGEMINUS (N. V)


Saraf trigeminus bersifat campuran terdiri dari serabut-
serabut motorik dan serabut-serabut sensorik. Serabut motorik
mempersarafi otot masseter dan otot temporalis. Serabut-serabut
sensorik saraf trigeminus dibagi menjadi tiga cabang utama yatu
saraf oftalmikus, maksilaris, dan mandibularis. Daerah
sensoriknya mencakup daerah kulit, dahi, wajah, mukosa mulut,
hidung, sinus. Gigi maksilar dan mandibula, dura dalam fosa
kranii anterior dan tengah bagian anterior telinga luar dan kanalis
auditorius serta bagian membran timpani.
SARAF ABDUSENS (N. VI)

Nukleus saraf abdusens terletak pada masing-masing sisi


pons bagian bawah dekat medula oblongata dan terletak
dibawah ventrikel ke empat saraf abdusens mempersarafi otot
rektus lateralis.

SARAF FASIALIS (N. VII)


Saraf fasialis mempunyai fungsi motorik dan fungsi sensorik fungsi motorik berasal dari Nukleus
motorik yang terletak pada bagian ventrolateral dari tegmentum pontin bawah dekat medula oblongata.
Fungsi sensorik berasal dari Nukleus
sensorik yang muncul bersama nukleus
motorik dan saraf vestibulokoklearis yang
berjalan ke lateral ke dalam kanalis
akustikus interna.
Serabut motorik saraf fasialis
mempersarafi otot-otot ekspresi wajah
terdiri dari otot orbikularis okuli, otot
buksinator, otot oksipital, otot frontal, otot
stapedius, otot stilohioideus, otot
digastriktus posterior serta otot platisma.
Serabut sensorik menghantar persepsi
pengecapan bagian anterior lidah.

SARAF VESTIBULOKOKLEARIS (N. VIII)

Saraf vestibulokoklearis terdiri dari dua komponen yaitu serabut-serabut aferen yang mengurusi
pendengaran dan vestibuler yang mengandung serabut-serabut aferen yang mengurusi keseimbangan.
Serabut-serabut untuk pendengaran berasal dari organ corti dan berjalan menuju inti koklea di pons, dari
sini terdapat transmisi bilateral ke korpus genikulatum medial dan kemudian menuju girus superior lobus
temporalis. Serabut-serabut untuk keseimbangan mulai dari utrikulus dan kanalis semisirkularis dan
bergabung dengan serabut-serabut auditorik di dalam kanalis fasialis. Serabut-serabut ini kemudian
memasuki pons, serabut vestibutor berjalan menyebar melewati batang dan serebelum.
SARAF GLOSOFARINGEUS (N. IX)
Saraf Glosofaringeus menerima gabungan dari saraf
vagus dan asesorius pada waktu meninggalkan kranium melalui
foramen tersebut, saraf glosofaringeus mempunyai dua ganglion,
yaitu ganglion intrakranialis superior dan ekstrakranialis inferior.
Setelah melewati foramen, saraf berlanjut antara arteri karotis
interna dan vena jugularis interna ke otot stilofaringeus. Di antara
otot ini dan otot stiloglosal, saraf berlanjut ke basis lidah dan
mempersarafi mukosa faring, tonsil dan sepertiga posterior lidah.

SARAF VAGUS (N. X)

Saraf vagus juga


mempunyai dua ganglion yaitu ganglion superior atau jugulare dan
ganglion inferior atau nodosum, keduanya terletak pada daerah
foramen jugularis, saraf vagus mempersarafi semua visera toraks
dan abdomen dan menghantarkan impuls dari dinding usus, jantung
dan paru-paru.

SARAF ASESORIUS (N. XI)


Saraf asesorius
mempunyai radiks spinalis dan
kranialis. Radiks kranial adalah
akson dari neuron dalam nukleus ambigus yang terletak dekat neuron dari
saraf vagus. Saraf aksesoris adalah saraf motorik yang mempersarafi otot
sternokleidomastoideus dan bagian atas otot trapezius, otot
sternokleidomastoideus berfungsi memutar kepala ke samping dan otot
trapezius memutar skapula bila lengan diangkat ke atas.

SARAF HIPOGLOSUS (N. XII)

Nukleus saraf hipoglosus terletak pada medula oblongata


pada setiap sisi garis tengah dan depan ventrikel ke empat dimana
semua menghasilkan trigonum hipoglosus. Saraf hipoglosus
merupakan saraf motorik untuk lidah dan mempersarafi otot lidah
yaitu otot stiloglosus, hipoglosus dan genioglosus.
LO 1.2 Menjelaskan Jaras Motorik dan Sensorik
Motorik
Sistem motorik merupakan sistem yang mengatur segala gerakan pada manusia. Gerakan diatur
oleh pusat gerakan yang terdapat di otak, diantaranya yaitu area motorik di korteks, ganglia basalis, dan
cerebellum. Jaras untuk sistem motorik ada dua, yaitu traktus piramidal dan ekstrapiramidal :
A. Traktus piramidal atau traktus corticospinalis
Merupakan jaras motorik utama yang pusatnya di girus precentralis (area 4 Broadmann), yang
disebut juga korteks motorik primer. Impuls motorik dari pusat motorik disalurkan melalui traktus
piramidal berakhir pada cornu aanterior medulla spinalis.
Pusat jaras Motorik
1) Neuron Motorik Atas
Semua serabut saraf turun yang berasal dari sel pyramid cortex cerebri (Pusat Supraspinal). Meliputi :
a) Ganglia basalis tractus corticostriata
b) Di-encephalon tractus cortico-diencephalon
c) Batang otak cortico bulbaris
Motorik atas terletak pada cortex cerebri, neuron yang ada dicortex cerebri sebagai Neuron orde
pertama (sel pyramidalis). Axo neuron pertama turun melalui corona radiata masuk crus posterior
capsula interna mes-encephalon, pons, medulla oblongata dan medulla spinalis bersinap dengan neuron
orde kedua pada cornu anterior subt.grisea medulla spinalis.
Asal Neuron Orde pertama :
o 1/3 berasal dari Area 4 Brodmann (pusat motorik primer) pada gyrus precentralis
o 1/3 berasal dari Area 6 Brodmann (pusat motorik sekunder) pada gyrus precentralis
o 1/3 berasal dari Area 3,2,1 Brodmann (pusat somastesi) pada gyrus postcentralis

2) Neuron Motorik Bawah (Pusat Spinal)


Cornu anterius medulla spinalis (Pusat Spinal) tractus corticospinalis. Letak columna
subt.grisea medulla spinalis terdapat dua neuron :
a) Neuron orde kedua (neuron antara) terletak pada pangkal columna anterior subt.grisea
b) Neuron orde ketiga axon neuron ketiga keluar dari medulla spinalis sebagai radix anterior
n.spinalis yang bergabung dengan radix posterior membentuk n.spinalis dan akhirnya pergi ke
efektor sadar
B. Traktus Ekstrapyramidal
Datang dari Batang Otak menuju Medulla Spinalis
1. Tractus reticulospinalis
Asal : Formatio reticulare yang terletak sepanjang mes-encephalon, pons dan medulla oblongata
(neuron orde pertama).
Jalan :
Dari neuron yang ada di pons, dikirmkan axon lurus kebawah : traktus reticulospinlis
pontinus
Dari neuron di medulla oblongata, menyilang garis tengah baru turun ke medulla spinalis
: traktus reticulospinalis medulla spinalis
Tujuan : cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal: neuron orde kedua dan ketiga)
Fungsi : mengontrol neuron orde kedua dan ketiga dalam bentuk fasilitasi dan inhibisi kontraksi
otot skelet berkaitan dengan fungsi kseimbangan tubuh.

2. Tractus Tectospinalis
Asal : colliculus superior mes-encephalon (neuron orde pertama)
Jalan : menyilang garis tengah dan turun melalui pons, medulla oblongata. Jalannya dekat
sekali dengan fasciculus longitudinale medialis
Tujuan : cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal) dan bersinaps dengan neuron orde kedua
dan ketiga
Fungsi :
1) terjadinya reflex pupilodilatasi sbg. respon kalau lagi berada dalam ruang gelap
2) terjadinya reflex gerakan tubuh sbg. respon terhadap ransang penglihatan

3. Tractus Rubrospinalis
Asal : nucleus ruber (neuron orde pertama) pada tegmentum mes-encephalon setinggi
coliculus superior.
Jalan : axon neuron orde pertama menyilang garis tengah turun kebawah melewati pns,
medulla oblongata menuju cornu anterior meulla spinalis subt. grisea (pusat spinal)
Fungsi : memacu kontraksi otot fleksor dan menghambat kontraksi otot ekstensor berkaitan
dengan fungsi keseimbangan tubuh

4. Tractus vestibulospinalis
Asal : nuclei vestibularis = neuron orde pertama (dalam pons dan med. oblongata), menerima
akson dari auris interna melalui N.vestibularis dan cerebelum
Tujuan : cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal)
Fungsi : memacu kontraksi otot ekstensor dan menghambat kontraksi otot fleksor berkaitan
dengan fungsi keseimbangan tubuh

5. Tractus olivospinalis
Asal : nucleus olivarius inferius (neuron orde pertama), menerima axon dari : cortex cerebrii,
corpus striatum, nuceu ruber
Tujuan : cornu anterius med. spinalis (pusat spinal)
Fungsi : mempengaruhi kontraksi otot skelet berkaitan dengan fungsi keseimbangan tubuh

Datang dari Cortex Cerebri menuju Batang Otak


1) Tractus Corticothalamus
a. Asal : area brodmann 10, 11, 12
Tujuan : nucleus medialis thalami
b. Asal : area brodmann 9 dan 11
Tujuan : nuclei septi thalami

c. Asal : area brodmann 9


Tujuan : nucleus medialis et lateralis thalami

d. Asal : area brodmann 6


Tujuan : nuclei septi thalami, nucleus medualis et lateralis thalami

e. Asal : area brodmann 4


Tujuan : nuclei lateralis thalami

2) Tractus corticohypothalamicus
Asal : cortec hypocampi
Tujuan : hypothalamus
3) Tractus corticosubthalamicus
Asal : area brodman 6
Tujuan : subthalamus

4) Tractus Corticonigra
Asal : area brodmann 4, 6 dan 8
Tujuan : substantia nigra
5) Tractus yang berasal dari area brodmann 4 dan 6
Tujuan : tegmentum (mes-encephalon), nuclei pontis (pons), nucleus olivarius inferius
(medulla oblongata)

Sensorik
Reseptor adalah sel atau organ yang berfungsi menerima rangsang atau stimulus. Dengan alat ini
sistem saraf mendeteksi perubahan berbagai bentuk energi di lingkungan dalam dan luar. Setiap reseptor
sensoris mempunyai kemampuan mendeteksi stimulus dan mentranduksi energi fisik ke dalam sinyal
(impuls) saraf.
Menurut letaknya, reseptor dibagi menjadi:
1) Exteroseptor : perasaan tubuh permukaan (kulit), seperti sensasi nyeri, suhu, dan raba
2) Proprioseptor : perasaan tubuh dalam, seperti pada otot, sendi, dan tendo.
3) Interoseptor : perasaan tubuh pada alat-alat viscera atau alat-alat dalam, seperti jantung, lambung,
usus, dll.

Menurut tipe atau jenis stimulus, reseptor dibagi menjadi :


a) Mekanoreseptor
Kelompok reseptor sensorik untuk mendeteksi perubahan tekanan, memonitor tegangan pada
pembuluh darah, mendeteksi rasa raba atau sentuhan. Letaknya di kulit, otot rangka, persendn dna
organ visceral. Contoh reseptornya : corpus Meissner (untuk rasa raba ringan), corpus Merkel dan
badan Paccini (untuk sentuhan kasar dan tekanan).
b) Thermoreseptor
Reseptor sensoris unuk mendeteksi perubahan suhu. Contohnya : bulbus Krause (untuk suhu
dingin), dan akhiran Ruffini (untuk suhu panas).
c) Nociseptor
Reseptor sensorik untuk mendeteksi rasa nyeri dan merespon tekaan yang dihasilkan oleh adanya
kerusakan jaringan akibat trauma fisik maupun kimia. Contoh reseptornya berupa akhiran saraf
bebas (untuk rasa nyeri) dan corpusculum Golgi (untuk tekanan).
d) Chemoreseptor
Reseptor sensorik untuk mendeteksi rangsang kimiwa, seperti : bu-bauan yang diterima sel
reseptor olfaktorius dalam hidung, rasa makanan yang diterima oleh sel reseptor pengecap di
lidah, reseptor kimiawi dalam pembuluh darah untuk mendeteksi oksigen, osmoreseptor untuk
mendeteksi perubahan osmolalitas cairan darah, glucoreseptor di hipotalamus mendeteksi
perubahan kadar gula darah.
e) Photoreseptor
Reseptor sensorik untuk mendeteksi perbahan cahaya, dan dilakukan oleh sel photoreceptor
(batang dan kesrucut) di retina mata.

Jaras somatosensorik yang dilalui oleh sistem sensorik adalah sebagai berikut :
A. Untuk rasa permukaan (eksteroseptif) seperti rasa nyeri, raba, tekan, dan suhu : sinyal diterima
reseptor dibawa ke ganglion spinale melalui radiks posterior menuju cornu posterior
medulla spinalis berganti menjadi neuron sensoris ke-2 lalu menyilang ke sisi lain medulla
spinalis membentuk jaras yang berjalan ke atas yaitu traktus spinotalamikus menuju
thalamus di otak berganti menjadi neuron sensoris ke-3 menuju korteks somatosensorik
yang berada di girus postsentralis (lobus parietalis)
B. Untuk rasa dalam (proprioseptif) seperti perasaan sendi, otot dan tendo :
sinyal diterima reseptor ganglion spinale radiks posterior medulla spinalis lalu naik
sebagai funiculus grasilis dan funiculus cuneatus berakhir di nucleus Goll berganti menjadi
neusron sensoris ke-2 menyilang ke sisi lain medulla spinalis menuju thalamus di otak
berganti menjadi neuron sensoris ke-3 menuju ke korteks somatosensorik di girus postsentralis
(lobus parietalis).

LO 1.3 Menjelaskan tentang kapsula interna


Kapsula interna adalah bagian otak yang terletak di antara nukleus lentikularis dan nukleus
kaudatus. Struktur ini adalah sekelompok saluran serat termyelinasi, termasuk akson dari jaras piramidalis
dan extrapyramidal upper motor neurons yang menghubungkan korteks ke badan sel dari jaras motorik
yang lebih rendah. Karena begitu banyaknya akson yang berkumpul dalam kapsula interna, bagian ini
kadang-kadang juga disebut sebagai leher botol serat (bottleneck of fibers). Hal ini juga membuat lesi pada
kapsula interna sangat buruk dampaknya.
Ujung kapsula interna berakhir dalam otak, tepat di atas otak tengah, namun akson-akson yang
melewatinya terus ke bawah melalui batang otak dan sumsum tulang belakang. Mereka turun melalui
batang otak dalam dua bundel besar yang disebut pedunkulus serebri atau crus serebri.
Merupakan berkas serabut saraf berbentuk pita lebar substansia alba yang memisahkan nucleus
lenticularis dengan nucleus caudatus dan thalamus. Mengandung serabut saraf penghubung bolak-balik
antara cortex cerebri dengan thalamus dan medula spinalis. Pada penampang lintang berventuk huruf V,
dimana titik sudutnya disebut genu menghadap ke medial dan kaki-kakinya disebut crus anterior dan
crusposterior.
Kapsula Interna terdiri dari :
A. Krus Anterior
Berisi serat-serat talamokortikal dan kortikotalamik, jaras-jaras frontopontin dan serat-serat saraf
yang menghubungkan nucleus kaudatus dan putamen
B. Krus Posterior
Terdiri dari 3 bagian :
1. Bagian Sentral ( 2/3 depan )
Berisi jaras jaras kortikobulbaris, kortikospinalis dan kortikorubralis
2. Bagian Retrolentikular (1/3 belakang)
Berisi jaras jaras sensorik dari inti posterolateral thalamus ke girus post-sentralis
3. Bagian Sublentikular (dibawah nucleus lentikularis)
Berisi serat serat parietotemporopontin, radiasio auditorik (pendengaran) dan serat serat
(penglihatan) genikulokalkarina.
LI.2 Memahami dan menjelaskan Fisiologi Sistem Saraf
Hampir semua fungsi pengendalian tubuh manusia dilakukan oleh sistem saraf. Secara umum
sistem saraf mengendlikan aktivitas tubuh yang cepat seperti kontraksi otot. Daya kepekan dan daya
hantaran merupakan sifat utama dari makhluk hidup dalam bereaksi terhadap perubahan sekitarnya.
Rangsangan ini disebut dengan stimulus. Reaksi yang dihasilkan dinamakan respons. Dengan perantaraan
zat kimia yang aktif atau melalui hormon melalui tonjolan protoplasma dari satu sel berupa benang atau
serabut. Sel ini dinamakan neuron.
Setiap neuron terdiri dari satu badan sel yang disebut perikarion berisi nukleus. Di dalam sel
plasma perikarion, terdapat badan-badan yang disebut dengan subtansia nissel. Dari badansel keluar dua
macam serabut saraf, yaitu dendrit dan akson. Dendrit berfungsi mengirimkan impuls ke badan sel saraf,
sedangkan akson berfungsi mengirimkan impuls dari badan sel ke jaringan lain. Akson biasanya sangat
panjang dan sebaliknya dendrit berukuran pendek. Setiap neuron hanya mempunyai satu akson dan
minimal satu dendrit. Kedua serabut saraf ini berisi plasma sel.
Pada bagian luar akson terdapat lapisan lemak yang disebut mielin yang merupakan kumpulan sel
Schwann yang menempel pada akson. Sel Schwann adalah sel glia yang membentuk selubung lemak di
seluruh serabut saraf mielin. Membran plasma sel Schwann disebut neurilema. Fungsi mielin adalah
melindungi akson dan memberi nutrisi. Bagian dari akson yang tidak terbungkus mielin disebut nodus
Ranvier, yang berfungsi mempercepat penghantaran impuls. Sususnan saraf terdiri atas susunan saraf
sentral atau sitem saraf pusat, terdiri atas otak besar, otak kecil, batang otak dan medulla spinalis, saraf
perifer yaitu saraf somatis dan saraf otonom.
Neuron dikhususkan untuk menghasilkan sinyal listrik dan biokimia cepat. Neuron juga mampu
mengolah, memulai, mengkode, dan menghantarkan perubahan-perubahan pada potensial membrannya
sebagai suatu cara untuk menyalurkan pesan dengan cepat melintasi panjangnya. Selain itu, neuron telah
mengembangkan perantara kimiawi untuk menyampaikan informasi melalui jalur-jalur saraf yang berbeit-
belit dari neuron ke neuron serta ke otot dan kelenjar.
Sel saraf menurut jenis rangsangannya meliputi sel saraf (sel ganglion) dan serabut saraf(neurit)
atau akson. Sel saraf (neuron) besarnya bermacam-macam dilihat dari geriginya satu, dua, dan banyak.
Gerigi yang banyak bercabang menghubungkan sel itu dengan sesamanya, gerigi ini disebut dendrite.
Alat penghubung disebut neuron. Serabut saraf (neurit) atau akson adalah bagian utama serabut saraf, yang
disebut sumbu toraks, dan di bagian tengah disebut juga benang saraf. Sumbu saraf mempunyai benang
saraf yang terdiri atas zat lemak dinamakan myelin. Sumbu toraks yang tidak mempunyai selaput
kehilangankeabu-abuan atau serabut saraf gaib (saraf sulung) sekeliling serabut saraf ini ada selaput bening
yang disebut dengan selaput schwan.
Sistem saraf tersusun oleh 3 kelas neuron yaitu neuron aferen, neuron eferen, dan antarneuron.
Sistem Saraf Aferen terdiri dari neuron aferen yang memiliki reseptor sensorik yang menghasilakan
potensial aksi sebagai respons terhadap rangsangan spesifik. Potensial aksi dimulai di ujung reseptor
perifer sebagai respons terhadap rangsangan dan menjalar di sepanjang akson perifer dan akson sentral ke
arah medula spinalis. Neuron eferen berada pada sistem saraf perifer. Badan sel neuron eferen berada pada
SSP, tempat banyak masukan prasinaps yang berlokasi sentral berkonvergensi pada neuron tersebut untuk
mempengaruhi keluaran ke organ efektor. Akson-akson pada eferen meninggalkan sistem saraf pusat untuk
berjalan menuju ke otot dan kelenjar yang mereka persarafi, menyampaikan keluaran terintegrasi agar
melaksanakan perintah yang diinginkan.

Antarneuron atau interneuron terletak seluruhnya di dalam SSP. Neuron jenis ini memiliki dua
fungsi utama yaitu menghubungkan neuron aferen dengan neuron eferen dan bertanggung jawab atas
fenomena abstrak yang berkaitan dengan jiwa, misalnya berfikir, emosi, ingatan, kreativitas, intelektual
dan motivasi.
Kemampuan khusus yang dimiliki oleh sel saraf seperti iritabilita, sensitivitas terhadap stimulus,
konduktivitas, dan kemampuan mentranmisi suatu respon terhadap stimulusdiatur oleh sistem saraf
melalui 3 cara yaitu:
1. Input sensoris yaitu menerima sensasi atau stimulus melalui respor yang terletak di tubuh, baik
eksterneal maupun internal.
2. Akivitas intergratif yaitu respons mengubah stimulus mnjdi impuls listrik yang mejalar sepanjang
saraf sampai ke otak dan medulla spinalis, kemudian menginterpretasikan stimulus sehingga respons
terhadap informasi dapat terjadi.
3. Out put yaitu impuls dari otak dan medulla spinalis memperoleh respons yang sesuai dari otak dan
kelenjar yang disebut dengan efektor.
Sistem saraf memiliki tugas pokok yang meliputi 1) kontraksi otot seluruh tubuh, 2) kontraksi otot
polos dalam organ internal, 3) sekresi kelenjar eksokrin dan endokrin dalam tubuh. Kegitan tersebut secara
bersama-sama disebut dengan fungsi motorik.

Pengolahan Informasi pada Sistem Saraf


Informasi yang masuk diolah sedemikian rupa sehingga terjadi reaksi motorik yang tepat. Lebih
dari 99% dari semua informasi sensoris terus dibuang karena tidak penting, misal: orang menyadari bagian
tubuh yang bersentuhan dengan pakaian dan tidak menyadari tekanan pada tempat duduk ketika sedang
duduk. Perhatian ditujukan pada suatu objek khusus dalam lapangan penglihatan dan bunyi yang terus
menerus, biasanya dipindahkan ke latar belakang bila informasi sensoris penting telah dipilih maka
selanjutnya disalurkan ke dalam daerah motorik otak yang tepat unntuk menimbulkan reksi yang
diinginkan. Dalam hal ini sinaps berperan dalam mengolah informasi. Sinaps berfungsi sebagai tempat
hubungan satu neuron dengan neuron berikutnya untuk mengatur penghantaran isyarat dan menentukan
arah penyebaran isyarat saraf di dalam sistem saraf.
Biasanya sinaps neuron ke neuron yang lain melibatkan suatu pertautan antara sebuah terminal
akson di satu neuron dan dendrit atau badan sel saraf yang lain. terminal akson yaitu, yang menghantaran
potensial aksi menuju ke sinaps, berakhir di sebuah ujung yang sedikit menggelembung, yang disebut
kepala sinaps (synaptic knob). Kepala sinaps mengandungvesikel sinaps, yang menyimpan zat perantara
kimiawi spesifik, yaitu suatu neurotransmitter, yang telah disentesis dan dikemas oleh neuron prasinaps .
Kepala sinaps berada sangat dekat , tetapi tidak berkontak langsung dengan neuron pascasinaps, yaitu
neuron yang potensial aksinya menjalar menjauhi sinaps. Ruang antara neuron prasinaps dan pascasinaps
yaitu celah sinaps yang terlalu lebar untuk penyebran langsung arus dari satu sel ke sel lain dan dengan
demikian mencegah potensial aksi lewat secara elektris antar neuron. Bagian dari membrane
pascasinaps yang tepat berada di bawah kepala sinaps disebut sebagai membrane subsinaps. Sinaps hanya
beroprasi dalam satu arah. Proses hantaran impuls melalui sinaps harus melalui serentetan peristiwa fisika
dan kimia yang mengalami sederetan proses sebelumnya sehingga dapat menimbulkan potensial aksi di sel
pascasinaps. Penghantaran impuls melalu sinaps mudah dipengaruhi oleh obat-obatan dan zat kimia .
Neuron prasinaps mempengaruhi neuron pascasinaps tetapi neuron pasca sinaps tidak
mempengaruhi neuron prasinaps. Ketika suatu potensial aksi di neuron prasinaps telah merambat sampai
ke terminal akson perubahn potensial ini akan mencetuskan pembukaan saluran-saluran Ca++ ke gerbang
voltase. Melalui proses eksositosis ion Ca++ menginduksi pelepasan suatu neurotransmiter dari sebagian
vesikel sinaps ke dalam celah sinaps. Neurotransmiter yang dibebaskan akan berdifusi melewati celah dan
berikatan dengan reseptor protein spesifik di membrane subsinaps. Karena hanya terminal prasinaps yang
mengeluarkan neurrotransmiter dan hanya membrane subsinaps yang di neuron pascasinaps yang memiliki
reseptor untuk neurotransmiter, sinaps hanya dapat beroprasi dengan satu arah, yaitu arah dari neuron
prasinaps ke neuron pascasinaps.
Ada beberapa jenis hubungan sinaps diantaranya: 1) sinaps interneuronal yaitu hubungan kontak
fungsional antara dua neuron, 2) sinaps neuromuskular yaitu hubungan kontak fungsional antara satu
neuron dengan satu sel otot atau satu serat otot, 3) sinaps neuroglandular yaitu hubungan kontak antara
satu neuron dengan satu kelenjar.
Setiap saat terdapat perubahan potensial pada membrane sel. Potensial ini disebut dengan
potensial pascasinaps (post-sinaptic potensial/PSP) yang tergantung pada jenis potensialnya. Pada sel dapat
terjadi Excitatory Post Sinaptic Potensial (EPSP) atau Inhibitory Post Synaptic Potensial (IPSP). Eksitasi
pascasinaptic, yaitu potensial yang terdapat dalam sel pascasinaps berupa depolarisasi, yaitu proses
netralisasi keadaan polar yang besar dan sangat dipengaruhi oleh jumlah neurotransmiter yang dilepas oleh
sinaps. Inhibisi pascasinaptikmerupakan zat yang terdapat pada pasccasinaps berupa hiperpolarisasi yang
besarnya sangat dipengaruhi oleh jumlah neurotransmiter yang dilepas oleh prasinaps.
Hasil dari olahan informasi tersebut hanya sebagian kecil informasi sensoris penting yang
menyebabkan reaksi motorik segera. Sebagian besar disimpan untuk kegiatan motorik di masa yang akan
datang dan digunakan dalam proses berpikir. Penyimpanan ini terjadi dalam korteks serebri, tetapi tidak
semuanya karena daerah basal otak dan medula spinalis dapat menyimpan sejumlah kecil informasi.
Penyimpanan informasi merupakan proses daya ingat dan fungsi sinaps. Setiap kali suatu saraf sensoris
tertentu melalui serangkaian sinaps maka sinaps yang bersangkutan menghatarkan isyarat yang sama pada
kesempatan berikutnya. Proses ini disebut dengan fasilitasi.

LI.3 Memahami dan menjelaskan Pemeriksaan Fungsi Motorik dan Kelainan Saraf
Pemeriksaan Fungsi Sistem Motorik
Pemeriksaan sistem motorik sebaiknya dilakukan dengan urutan urutan tertentu untuk menjamin
kelengkapan dan ketelitian pemeriksaan.
1. Pengamatan.
Gaya berjalan dan tingkah laku.
Simetri tubuh dan ektremitas.
Kelumpuhan badan dan anggota gerak.
2. Gerakan Volunter.
Yang diperiksa adalah gerakan pasien atas permintaan pemeriksa, misalnya:
Mengangkat kedua tangan pada sendi bahu.
Fleksi dan ekstensi artikulus kubiti.
Mengepal dan membuka jari-jari tangan.
Mengangkat kedua tungkai pada sendi panggul.
Fleksi dan ekstensi artikulus genu.
Plantar fleksi dan dorso fleksi kaki.
Gerakan jari- jari kaki.
3. Palpasi otot.
Pengukuran besar otot.
Nyeri tekan.
Kontraktur
Konsistensi ( kekenyalan )
Konsistensi otot yang meningkat terdapat pada :
Spasmus otot akibat iritasi radix saraf spinalis, misal: meningitis, HNP.
Kelumpuhan jenis UMN ( spastisitas ).
Gangguan UMN ekstrapiramidal ( rigiditas ).
Kontraktur otot.
Konsistensi otot yang menurun terdapat pada :
Kelumpuhan jenis LMN akibat denervasi otot.
Kelumpuhan jenis LMN akibat lesi di motor end plate.

4. Perkusi otot.
Normal : otot yang diperkusi akan berkontraksi yang bersifat setempat dan berlangsung hanya 1
atau 2 detik saja.
Miodema : penimbunan sejenak tempat yang telah diperkusi ( biasanya terdapat pada pasien
mixedema, pasien dengan gizi buruk ).
Miotonik : tempat yang diperkusi menjadi cekung untuk beberapa detik oleh karena kontraksi otot
yang bersangkutan lebih lama dari pada biasa.
5. Tonus otot.
Pasien diminta melemaskan ekstremitas yang hendak diperiksa kemudian ekstremitas tersebut kita
gerak-gerakkan fleksi dan ekstensi pada sendi siku dan lutut . Pada orang normal terdapat tahanan
yang wajar.
Flaccid : tidak ada tahanan sama sekali ( dijumpai pada kelumpuhan LMN).
Hipotoni : tahanan berkurang.
Spastik : tahanan meningkat dan terdapat pada awal gerakan , ini dijumpai pada kelumpuhan
UMN.
Rigid : tahanan kuat terus menerus selama gerakan misalnya pada Parkinson.
6. Kekuatan otot.
Pemeriksaan ini menilai kekuatan otot, untuk memeriksa kekuatan otot ada dua cara:
Pasien disuruh menggerakkan bagian ekstremitas atau badannya dan pemeriksa menahan gerakan
ini.
Pemeriksa menggerakkan bagian ekstremitas atau badan pasien dan ia disuruh menahan.
Cara menilai kekuatan otot :
Dengan menggunakan angka dari 0-5.
0 Tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot, lumpuh total.
1 Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak didapatkan gerakan pada persendiaan yang
harus digerakkan oleh otot tersebut.
2 Didapatkan gerakan,tetapi gerakan ini tidak mampu melawan gaya berat (gravitasi).
3 Dapat mengadakan gerakan melawan gaya berat.
4 Disamping dapat melawan gaya berat ia dapat pula mengatasi sedikit tahanan yang
diberikan.
5 Tidak ada kelumpuhan ( normal ).
Anggota gerak atas.
Pemeriksaan otot oponens digiti kuinti ( C7,C8,T1,saraf ulnaris)
Pemeriksaan otot aduktor policis ( C8,T1 , saraf ulnaris ).
Pemeriksaan otot interosei palmaris ( C8,T1,saraf ulnaris ).
Pemeriksaan otot interosei dorsalis ( C8,T1, saraf ulnaris ).
Pemeriksaan abduksi ibu jari.
Pemeriksaan otot ekstensor digitorum (C7,8,saraf radialis ).
Pemeriksaan otot pektoralis mayor bagian atas ( C5-C8).
Pemeriksaan otot pektoralis mayor bagian bawah ( C5-C8).
Pemeriksaan otot latisimus dorsi ( C5-C8, saraf subskapularis).
Pemeriksaan otot seratus aterior ( C5-C7,saraf torakalis ).
Pemeriksaan otot deltoid ( C5,C5, saraf aksilaris ).
Pemeriksaan otot biseps ( C5,C6, saraf muskulokutaneus ).
Pemeriksaan otot triseps ( C6-C8, saraf radialis ).
Anggota gerak bawah.
Pemeriksaan otot kuadriseps femoris ( L2-L4,saraf femoralis ).
Pemeriksaan otot aduktor ( L2-L4, saraf obturatorius).
Pemeriksaan otot kelompok hamstring (L4,L5,S1,S2,saraf siatika ).
Pemeriksaan otot gastroknemius ( L5,S1, S2,saraf tibialis ).
Pemeriksaan otot fleksor digitorum longus ( S1, S2, saraf tibialis).

7. Gerakan involunter.
a) Gerakan involunter ditimbulkan oleh gejala pelepasan yang bersifat positif, yaitu dikeluarkan
aktivitas oleh suatu nukleus tertentu dalam susunan ekstrapiramidalis yang kehilangan kontrol
akibat lesi pada nukleus pengontrolnya. Susunan ekstrapiramidal ini mencakup kortex
ekstrapiramidalis, nuklues kaudatus, globus pallidus, putamen, corpus luysi, substansia nigra,
nukleus ruber, nukleus ventrolateralis thalami substansia retikularis dan serebelum.
b) Tremor saat istirahat : disebut juga tremol striatal, disebabkan lesi pada corpus striatum ( nukleus
kaudatus, putamen, globus pallidus dan lintasan lintasan penghubungnya ) misalnya kerusakan
substansia nigra pada sindroma Parkinson.
c) Tremor saat bergerak ( intensional ) : disebut juga tremor serebellar, disebabkan gangguan
mekanisme feedback oleh serebellum terhadap aktivitas kortes piramidalis dan ekstrapiramidal
hingga timbul kekacauan gerakan volunter.
d) Khorea : gerakan involunter pada ekstremitas, biasanya lengan atau tangan, eksplosif, cepat
berganti sifat dan arah gerakan secara tidak teratur, yang hanya terhenti pada waktu tidur. Khorea
disebabkan oleh lesi di corpus striataum, substansia nigra dan corpus subthalamicus.
e) Athetose : gerakan involenter pada ektremitas, terutama lengan atau tangan atau tangan yang agak
lambat dan menunjukkan pada gerakan melilit lilit , torsi ekstensi atau torsi fleksi pada sendi bahu,
siku dan pergelangan tangan. Gerakan ini dianggap sebagai manifestasi lesi di nukleus kaudatus.
f) Ballismus: gerakan involunter otot proksimal ekstremitas dan paravertebra, hingga menyerupai
gerakan seorang yang melemparkan cakram. Gerkaan ini dihubungkan dengan lesi di corpus
subthalamicus, corpus luysi, area prerubral dan berkas porel.
g) Fasikulasi: kontrasi abnormal yang halus dan spontan pada sisa serabut otot yang masih sehat pada
otot yang mengalami kerusakan motor neuron. Kontraksi nampak sebagai keduten keduten
dibawah kulit.
h) Myokimia: fasikulasi benigna. Frekwensi keduten tidak secepat fasikulasi dan berlangsung lebih
lama dari fasikulasi.
i) Myokloni : gerakan involunter yang bangkit tiba tiba cepat, berlangsung sejenak, aritmik, dapat
timbul sekali saja atau berkali kali ditiap bagian otot skelet dan pada setiap waktu, waktu bergerak
maupun waktu istirahat.
8. Fungsi koordinasi
Tujuan pemeriksaan ini untuk menilai aktivitas serebelum. Serebelum adalah pusat yang paling penting
untuk mengintegrasikan aktivitas motorik dari kortex, basal ganglia, vertibular apparatus dan korda
spinalis. Lesi organ akhir sensorik dan lintasan lintasan yang mengirimkan informasi ke serebelum
serta lesi pada serebelum dapat mengakibatkan gangguan fungsi koordinasi atau sering disebut
Cerebellar sign .
Macam-macam pemeriksaan Cerebellar sign
1) Test telunjuk hidung.
2) Test jari jari tangan.
3) Test tumit lutut.
4) Test diadokinesia berupa: pronasi supinasi, tapping jari tangan.
5) Test fenomena rebound.
6) Test mempertahankan sikap.
7) Test nistagmus.
8) Test disgrafia.
9) Test romberg.
Test romberg positif:
baik dengan mata terbuka maupun dengan mata tertutup , pasien akan jatuh kesisi lesi
setelah beberapa saat kehilangan kestabilan ( bergoyang goyang ).
Pasien sulit berjalan pada garis lurus pada tandem walking, dan menunjukkan gejala jalan
yang khas yang disebut celebellar gait
Pasien tidak dapat melakukan gerakan volunter dengan tangan,lengan atau tungkai dengan
halus. Gerakan nya kaku dan terpatah-patah.

Gait dan Station.


Pemeriksaan ini hanya dilakukan bila keadaan pasein memungkinkan untuk itu. Harus diperhitungkan
adanya kemungkinan kesalahan interpretasi hasil pemeriksaan pada orang orang tua atau penyandang cacat
non neurologis. Pada saat pasien berdiri dan berjalan perhatikan posture, keseimbangan , ayunan tangan
dan gerakan kaki dan mintalah pasien untuk melakukan.
Jalan diatas tumit.
Jalan diatas jari kaki.
Tandem walking.
Jalan lurus lalu putar.
Jalan mundur.
Hopping.
Berdiri dengan satu kaki.
Macam macam Gait:
Hemiplegik gait: gaya jalan dengan kaki yang lumpuh digerakkan secara sirkumduksi.
Spastik ( scissors gait ): gaya jalan dengan sirkumduksi kedua tungkai, misalnya spastik
paraparese.
Tabetic gait: gaya jalan pada pasien tabes dorsalis.
Steppage gait: gaya jalan seperti ayam jago, pada paraparese flaccid atau paralisis n. Peroneus.
Waddling gait: gaya berjalan dengan pantat dan pinggang bergoyang berlebihan, khas untuk
kelemahan otot tungkai proksimal, misalnya otot gluteus.
Parkinsonian gait: gaya berjalan dengan sikap tubuh agak membungkuk, kedua tungkai berfleksi
sedikit pada sendi lutut dan panggul. Langkah dilakukan setengah diseret dengan jangkauan yang
pendek-pendek.

Gerakan involuntar
Gerakan yang timbul sebagai akibat dari gangguan sistem ekstrapiramidal. Bercirikan terjadinya
diluar kehendak, tidak bertujuan, tidak terkoordinasi dan tidak dapat dikendalikan. Karena itu gerakan
involuntar digolongkan sebagai gerakan abnormal, bisa sebagai gejala ataupun sebagai suatu diagnosis
penyakit/ sindrom sendiri.
Adapun tiga jenis gerakan involunter meliputi
1. Gangguan gerakan hiperkinetik (hiperkinesia)
a) Tremor, dan mioklonus
b) Khorea, atetosis, balismus dan distonia
c) Gangguan gerakan karena obat- obatan
2. Gangguan gerakan hipokinetik (hipokinesia)
a) Sindrom parkinson
b) Paralisis supranuklear progresif
c) Gangguan serebelum dan hubungan spinoserebral

Secara klinik, marsden (1992) membagi penyakit- penyakit dengan gangguan gerakan sebagai berikut :
1. hipokinesia/akinesia disertai rigiditas misalnya penyakit parkinson, penyakit wilson
2. diskinesia (gerakan involuntar abnormal dan berlebihan)
Jenis- jenis gerakan involuntar
- Tics
gerakan involuntar yang sifatnya berulang, cepat, singkat, stereoptik, kompulsif dan tak berirama dapat
merupakan bagian dari kepribadian normal.
- Tremor
Suatu gerakan osilasi ritmik agak teratur, berpangkal pada pusat gerakan tetap dan biasanya dalam satu
bidang tertentu.
- Miokionus
Kontraksi suatu otot atau sekelompok otot yang tidak disadari dan bersifat mendadak, megakibatkan
gerakan yang dapat dilihat pada tempat/sendi yang bersangkutan.
- Khorea sydenham
Disebabkan oleh gangguan imunologik sehubungan dengan infeksi streptokokus atau demam
reumatik.
- Atetosis dobel
Disebabkan oleh anoxsia pada waktu lahir.
- Hemibalismus
Disebabkan oleh berbagai macam proses patologis antara lain gangguan vaskular, infeksi, trauma, dan
tumor.
- Distonia
Sering ditemukan pada berbagai penyakit, baik yang uum dan sistemik maupun yang terbatas pada
sistem saraf dan dapat membantu mebgidentifikasi penyakit yang mendasarinya.

Kelainan klinis neurologis gangguan fungsi motorik


1. Saraf Olfaktorius. (N.I)
Kelainan pada nervus olfaktovius dapat menyebabkan suatu keadaan berapa gangguan penciuman
sering dan disebut anosmia, dan dapat bersifat unilatral maupun bilateral. Pada anosmia unilateral
sering pasien tidak mengetahui adanya gangguan penciuman.Proses penciuman dimulai dari sel-
sel olfakrorius di hidung yang serabutnya menembus bagian kribiformis tulang ethmoid di dasar di
dasar tengkorak dn mencapai pusat penciuman lesi atau kerusakan sepanjang perjalanan impuls
penciuman akan mengakibatkan anosmia.
Kelainan yang dapat menimbulkan gangguan penciuman berupa:
Agenesis traktus olfaktorius
Penyakit mukosa olfaktorius bro rhinitis dan tumor nasal. Sembuhnya rhinitis berarti juga
pulihnya penciuman, tetapi pada rhinitis kronik, dimana mukosa ruang hidung menjadi
atrofik penciuman dapat hilang untuk seterusnya.
Destruksi filum olfaktorius karena fraktur lamina feribrosa.
Destruksi bulbus olfaktorius dan traktus akibat kontusi countre coup, biasanya disebabkan
karena jatuh pada belakang kepala. Anosmia unilateral atau bilalteral mungkin merupakan
satu-satunya bukti neurologis dari trauma vegio orbital.
Sinusitas etmoidalis, osteitis tulang etmoid, dan peradangan selaput otak didekatnya.
Tumor garis tengah dari fosa kranialis anterior, terutama meningioma sulkus olfaktorius
(fossa etmoidalis), yang dapat menghasilkan trias berupa anosmia, sindr foster kennedy, dan
gangguan kepribadian jenis lobus orbitalis.
Adenoma hipofise yang meluas ke rostral juga dapat merusak penciuman.
Penyakit yang mencakup lobus temporalis anterior dan basisnya (tumor intrinsik atau
ekstrinsik).
Pasien mungkin tidak menyadari bahwa indera penciuman hilang sebaliknya, dia mungkin
mengeluh tentang rasa pengecapan yang hilang, karena kemampuannya untuk merasakan
aroma, suatu sarana yang penting untuk pengecapan menjadi hilang.
2. Saraf Optikus (N.II)
Kelainan pada nervus optikus dapat menyebabkan gangguan penglihatan. Gangguan penglihatan
dapat dibagi menjadi gangguan visus dan gangguan lapangan pandang. Kerusakan atau
terputusnya jaras penglitan dapat mengakibatkan gangguan penglihatan kelainan dapat terjadi
langsung pada nevrus optikus itu sendiri atau sepanjang jaras penglihatan yaitu kiasma optikum,
traktus optikus, radiatio optika, kortek penglihatan. Bila terjadi kelainan berat makan dapat
berakhir dengan kebutaan.
Orang yang buta kedua sisi tidak mempunyai lapang pandang, istilah untuk buta ialah anopia atau
anopsia. Apabila lapang pandang kedua mata hilang sesisi, maka buta semacam itu dinamakan
hemiopropia.
Berbagai macam perubahan pada bentuk lapang pandang mencerminkan lesi pada susunan saraf
optikus.
Kelainan atau lesi pada nervus optikus dapat disebabkan oleh:
1. Trauma Kepala
2. Tumor serebri (kraniofaringioma, tumor hipfise, meningioma, astrositoma)
3. Kelainan pembuluh darah, misalnya pada trombosis arteria katotis maka pangkal artera
oftalmika dapat ikut tersumbat jug. Gambaran kliniknya berupa buta ipsilateral.
4. Infeksi.
Pada pemeriksaan funduskopi dapat dilihat hal-hal sebagai berikut:
Papiledema (khususnya stadium dini). Papiledema ialah sembab pupil yang si dan terkait
pada tekanan intrakkranial yang meninggi, dapat disebabkan oleh lesi desak ruang, antara
lain hidrocefalus, hipertensi intakranial benigna, hipertensi stadium IV. Trombosis vena
sentralis retina.
Atrofi optik, dapat disebabkan oleh papiledema kronik atau papilus, glaukoma, iskemia,
famitral, misal: retinitis pigmentosa, penyakit leber, ataksia friedrich.
.Neuritis optik.
3. Saraf Okulomotorius (N.III)
Kelainan berupa paralisis nervus okulomatorius menyebabkan bola mata tidak bisa bergerak ke
medial, ke atas dan lateral, kebawah dan keluar. Juga mengakibatkan gangguan fungsi parasimpatis
untuk kontriksi pupil dan akomodasi, sehingga reaksi pupil akan berubah. N. III juga menpersarafi otot
kelopak mata untuk membuka mata, sehingga kalau lumpuh, kelopak mata akan jatuh ( ptosis).
Kelumpuhan okulomotorius lengkap akan memberikan gambara dibawah ini:
o Ptosis, disebabkan oleh paralisis otot levator palpebra dan tidak adanya perlawanan dari kerja
otot orbikularis okuli yang dipersarafi oleh nervus fasialis.
o Fiksasi posisi mata, dengan pupil ke arah bawah dan lateral karena tidak adanya perlawanan dari
kerja otot rektus lateral dan oblikus superior.
o Dilatasi pupil, tak bereaksi terhadap cahaya dan akomodasi.
4. Saraf Troklearis (N. IV)
Kelainan berupa paralisis nervus troklearis menyebabkan bola mata tidak bisa bergerak kebawah dan
kemedial. .
Ketika pasien melihat lurus kedepan atas, sumbu dari mata yang sakit lebih tinggi daripada mata yang
lain. Jika pasien melihat kebawah dan ke medial, mata berotasi dipopia terjadi pada setiap arah tatapan
kecuali paralisis yang terbatas pada saraf troklearis jarang terjadi dan sering disebabkan oleh trauma,
biasanya karena jatuh pada dahi atu verteks.
5. Saraf Abdusens (N. VI)
Kelainan pada paralisis nervus abdusens menyebabkan bola mata tidak bisa bergerak ke lateral, ketika
pasien melihat lurus ke atas, mata yang sakit teradduksi dan tidak dapat digerakkan ke lateral, ketika
pasien melihat ke arah nasal, mata yang paralisis bergerak ke medial dan ke atas karena
predominannya ototoblikusinferior.
Jika ketiga saraf motorik dari satu mata semuanya terganggu, mata tampak melihat lurus keatas dan
tidak dapat digerakkan kesegala arah dan pupil melebar serta tidak bereaksi terhadap cahaya
(oftalmoplegia totalis). Paralisis bilateral dari otot-otot mata biasanya akibat kerusakan nuklear.
Penyebab paling sering dari paralisis nukleus adalah ensefelaitis, neurosifilis, mutiple sklerosis,
perdarahan dan tumor. Penyebab yang paling sering dari
kelumpuhan otot-otot mata perifer adalah meningitis, sinusistis, trombosis sinus kavernosus,
anevrisma arteri karotis interva atau arteri komunikantes posterior, fraktur basis kranialis.
6. Saraf Trigeminus (N. V)
Kelainan yang dapat menimbulkan gangguan pada nerus trigeminus antara lain : Tumor pada bagian
fosa posterior dapat menyebabkan kehilangan reflek kornea, dan rasa baal pada wajah sebagai tanda-
tanda dini.
Gangguan nervus trigeminus yang paling nyata adalah neuralgia trigeminal atau tic douloureux yang
menyebabkan nyeri singkat dan hebat sepanjang percabangan saraf maksilaris dan mandibularis dari
nervus trigeminus. Janeta (1981) menemukan bahwa penyebab tersering dari neurolgia trigeminal
dicetuskan oleh pembuluh darah. Paling sering oleh arteri serebelaris superior yang melingkari radiks
saraf paling proksimal yang masih tak bermielin.
Kelainan berapa lesi ensefalitis akut di pons dapat menimbulkan gangguan berupa trismus, yaitu
spasme tonik dari otot-otot pengunyah. Karena tegangan abnormal yang kuat pada otot ini mungkin
pasien tidak bisa membuka mulutnya.
7. Saraf Fasialis (N. VII)
Kelainan yang dapat menyebabkan paralis nervus fasialis antara lain:
Lesi UMN (supranuklear) : tumor dan lesi vaskuler.
Lesi LMN :
Penyebab pada pons, meliputi tumor, lesi vaskuler dan siringobulbia.
Pada fosa posterior, meliputi neuroma akustik, meningioma, dan meningitis kronik.
Pada pars petrosa os temporalis dapat terjadi Bells palsy, fraktur, sindroma Rumsay Hunt,
dan otitis media.
Penyebab kelumpuhan fasialis bilateral antara lain Sindrom Guillain Barre, mononeuritis
multipleks, dan keganasan parotis bilateral.
Penyebab hilangnya rasa kecap unilateral tanpa kelainan lain dapat terjadi pada lesi telinga
tengah yang meliputi Korda timpani atau nervus lingualis, tetapi ini sangat jarang.
Gangguan nervus fasialis dapat mengakibatkan kelumpuhan otot-otot wajah, kelopak mata
tidak bisa ditutup, gangguan air mata dan ludah, gangguan rasa pengecap di bagian belakang
lidah serta gangguan pendengaran (hiperakusis). Kelumpuhan fungsi motorik nervus fasialis
mengakibatkan otot-otot wajah satu sisi tidak berfungsi, ditandai dengan hilangnya lipatan
hidung bibir, sudut mulut turun, bibir tertarik kesisi yang sehat. Pasien akan mengalami
kesulitan mengunyah dan menelan. Air ludah akan keluar dari sudut mulut yang turun.
Kelopak mata tidak bisa menutup pada sisi yang sakit, terdapat kumpulan air mata di kelopak
mata bawah (epifora). Refleks kornea pada sisi sakit tidak ada.
8. Saraf Vestibulokoklearis
Kelainan pada nervus vestibulokoklearis dapat menyebabkan gangguan pendengaran dan
keseimbangan (vertigo).
Kelainan yang dapat menimbulkan gangguan pada nervus VIII antara lain:
Gangguan pendengaran, berupa : Tuli saraf dapat disebabkan oleh tumor.
Degenerasi misal presbiaksis.
Trauma, misal fraktur pars petrosa os temporalis, toksisitas misal aspirin, streptomisin atau
alkohol, infeksi misal, sindv rubella kongenital dan sifilis kongenital.
Tuli konduktif dapat disebabkan oleh serumen, otitis media, otoskleroris dan penyakit Paget.
Gangguan Keseimbangan dengan penyebab kelainan vestibuler. Pada labirin meliputi
penyakit meniere, labirinitis akut, mabuk kendaraan, intoksikasi streptomisin.
Pada vestibuler meliputi semua penyebab tuli saraf ditambah neuronitis vestibularis.
Pada batang otak meliputi lesi vaskuler, tumor serebelum atau tumor ventrikel IV
demielinisasi.
Pada lobus temporalis meliputi epilepsi dan iskemia.
9. Saraf Glosofaringeus (N. IX) dan Saraf Vagus (N. X)
Gangguan pada komponen sensorik dan motorik dari N. IX dan N. X dapat mengakibatkan hilangnya
refleks menelan yang berisiko terjadinya aspirasi paru.
Kehilangan refleks ini pada pasien akan menyebabkan pneumonia aspirasi, sepsis dan adult respiratory
distress syndome (ARDS) kondisi demikian bisa berakibat pada kematian. Gangguan nervus IX dan N.
X menyebabkan persarafan otot-otot menelan menjadi lemah dan lumpuh. Cairan atau makanan tidak
dapat ditelan ke esofagus melainkan bisa masuk ke trachea langsung ke paru-paru. Kelainan yang
dapat menjadi penyebab antara lain : Lesi batang otak (Lesi N IX dan N. X), Syringobulbig (cairan
berkumpul di medulla oblongata). Pasca operasi trepansi serebelu dan pasca operasi di daerah
kranioservikal
10. Saraf Asesorius (N. XI)
Gangguan N. XI mengakibatkan kelemahan otot bahu (otot trapezius) dan otot leher (otot
sterokleidomastoideus). Pasien akan menderita bahu yang turun sebelah serta kelemahan saat leher
berputar ke sisi kontralateral.
Kelainan pada nervus asesorius dapat berupa robekan serabut saraf, tumor dan iskemia akibatnya
persarafan ke otot trapezius dan otot stemokleidomastoideus terganggu.
11. Saraf Hipoglossus (N. XII)
Kerusakan nervus hipoglossus dapat disebabkan oleh kelainan di batang otak, kelainan pembuluh
darah, tumor dan syringobulbia. Kelainan tersebut dapat menyebabkan gangguan proses pengolahan
makanan dalam mulut, gangguan menelan dan gangguan proses pengolahan makanan dalam mulut,
gangguan menelan dan gangguan bicara (disatria) jalan nafas dapat terganggu apabila lidah tertarik ke
belakang.
Pada kerusakan N. XII pasien tidak dapat menjulurkan, menarik atau mengangkat lidahnya. Pada lesi
unilateral, lidah akan membelok kearah sisi yang sakit saat dijulurkan. Saat istirahat lidah membelok
ke sisi yang sehat di dalam mulut.

LI.4 Memahami dan menjelaskan Stroke


LO 4.1 Definisi
Stroke adalah sindrom hemiparesis atau hemiparalisis akibat lesi vaskular yang bisa bangkit dalam
beberapa detik sampai hari, tergantung pada jenis penyakit yang menjadi kausanya. WHO mendefinisikan
stroke sebagai manifestasi klinis dari gangguan fungsi otak, baik fokal maupun global (menyeluruh), yang
berlangsung cepat, berlangsung lebih dari 24 jam atau sampai menyebabkan kematian, tanpa penyebab lain
selain gangguan vaskuler (Hatano, 1976 dalam Davenport dan Dennis, 2000).

LO 4.2 Epidemiologi
Berdasarkan jenis kelamin, insidens stroke di Amerika Serikat 270 per 100.000 pada pria dan 201
per 100.000 pada wanita. Di Denmark, insidens stroke 270 per 100.000 pada pria dan 189 per 100.000
pada wanita. Di Inggris insidens stroke 174 per 100.000 pada pria dan 233 per 100.000 pada wanita. Di
Swedia, insidens stroke 221 per 100.000 pada pria dan 196 per 100.000 pada wanita (Fieschi, et al, 1998).
Data di Indonesia menunjukkan terjadinya kecendrungan peningkatan insidens stroke.
Berdasarkan data yang dikeluarkan WHO april 2011 kematian karena stroke di Indonesia
mencapai 138.268 atau 9,7% penyebab kematian di Indonesia, Indonesia termasuk . Sedangkan pada
penelitian di 28 rumah sakit di seluruh Indonesia diperoleh data jumlah penderita stroke akut sebanyak
2065 kasus selama periode awal Oktober 1996 sampai dengan akhir Maret 1997, mengenai usia sebagai
berikut : dibawah 45 tahun 12,9% , usia 45 65 tahun 50,5%, diatas 65 tahun 35,8% , dengan jumlah
pasien laki-laki 53,8% dan pasien perempuan 46,2% (Misbach, 1999).

LO 4.3 Etiologi
Stroke biasanya diakibatkan dari salah satu dari empat kejadian yaitu :
1. Trombosis serebral
Arteriosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab utama trombosis
serebral, yang merupakan penyebab paling umum dari stroke. Tanda-tanda trombosis serebral
bervariasi. Sakit kepala adalah awitan yang tidak umum. Beberapa pasien dapat mengalami
pusing, perubahan kognitif, atau kejang, dan beberapa mengalami awitan yang tidak dapat
dibedakan dari haemorrhagi intracerebral atau embolisme serebral.
Secara umum, trombosis serebral tidak terjadi dengan tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara,
hemiplegia, atau parestesia pada setengah tubuh dapat mendahului awitan paralisis berat pada
beberapa jam atau hari.
2. Embolisme serebral
Embolus biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau cabang-cabangnya, yang merusak
sirkulasi serebral. Awitan hemiparesis atau hemiplegia tiba-tiba dengan afasia atau tanpa afasia
atau kehilangan kesadaran pada pasien dengan penyakit jantung atau pulmonal adalah
karakteristik dari embolisme serebral.
3. Iskemia serebral
Iskemia serebral (insufisiensi suplai darah ke otak) terutama karena konstriksi ateroma pada arteri
yang menyuplai darah ke otak.
4. Haemorrhagi serebral
a) Haemorrhagi ekstradural (haemorrhagi epidural) adalah kedaruratan bedah neuro yang
memerlukan perawatan segera. Keadaan ini biasanya mengikuti fraktur tengkorak dengan
robekan arteri tengah arteri meninges lain, dan pasien harus diatasi dalam beberapa jam
cedera untuk mempertahankan hidup.
b) Haemorrhagi subdural pada dasarnya sama dengan haemorrhagi epidural, kecuali bahwa
hematoma subdural biasanya jembatan vena robek. Karenanya periode pembentukan
hematoma lebih lama danc menyebabkan tekanan pada otak. Beberapa pasien mungkin
mengalami haemorrhagi subdural kronik tanpa menunjukkan tanda atau gejala.
c) Haemorrhagi subarakhnoid dapat terjadi sebagai akibat trauma atau hipertensi, tetapi
penyebab paling sering adalah kebocoran aneurisme pada area sirkulus Willisi dan
malformasi arteri vena kongenital pada otak.
d) Haemorrhagi intracerebral adalah perdar ahan di substansi dalam otak paling umum pada
pasien dengan hipertensi dan aterosklerosis serebral, karena perubahan degeneratif karena
penyakit ini biasanya menyebabkan ruptur pembuluh darah. Biasanya awitan tiba -tiba,
dengan sakit kepala berat. Bila ha emorrhagi membesar, makin jelas defisit neurologik yang
terjadi dalam bentuk penurunan kesadaran dan abnormalitas pada tanda vital
Faktor Resiko
Penggolongan faktor risiko stroke didasarkan pada dapat atau tidaknya resiko tersebut
ditanggulangi / diubah :
A. Faktor resiko yang tak dapat diubah atau dicegah/dimodifikasi
B. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi
C. Faktor resiko yang sangat dapat dimodifikasi
Pengenalan faktorfaktor resiko ini penting, karena banyak pasien mempunyai faktor resiko lebih
dari 1 (satu) faktor atau bahkan kadangkadang faktor resiko ini diabaikan. Setelah mengetahui maka
perlu dikenal juga bagaimana cara pengatasan atau penghindaran faktorfaktor resiko dan caracara
pemeriksaan faktor.

A. Faktor Resiko Yang Tak Dapat Diubah


Umur
Kemunduran sistem pembuluh darah meningkat seiring dengan bertambahnya usia hingga makin
bertambah usia makin tinggi kemungkinan mendapat stroke. Dalam statistik faktor ini menjadi 2 x
lipat setelah usia 55 tahun.
Jenis.
Stroke diketahui lebih banyak lakilaki dibanding perempuan. Kecuali umur 35 44 tahun dan
diatas 85 tahun, lebih banyak diderita perempuan. Hal ini diperkirakan karena pemakaian
obatobat kontrasepsi dan usia harapan hidup perempuan yang lebih tinggi dibanding lakilaki.

Berat Lahir Yang Rendah


Statistik di Inggris memungkinkan orang dengan berat bayi lahir rendah menunjukkan angka
kematian yang lebih tinggi dibanding orang yang lahir dengan berat normal. Namun apa hubungan
antara keduanya belum diketahui secara pasti.
Ras
Penduduk Afrika Amerika dan Hispanic Amerika berpotensi stroke lebih tinggi dibanding
Eropa Amerika. Pada penelitian penyakit artherosklerosis terlihat bahwapenduduk kulit hitam
mendapat serangan stroke 38 % lebih tinggi dibanding kulit putih.
Faktor Keturunan
Adanya riwayat stroke pada orang tua menaikkan faktor resiko stroke. Hal ini diperkirakan
melalui beberapa mekanisme antara lain :
- Faktor genetik
- Faktor life style
- Penyakitpenyakit yang ditemukan
- Interaksi antara yang tersebut diatas
Kelainan Pembuluh Darah Bawaan : sering tak diketahui sebelum terjadi stroke

B. Faktor Resiko Yang Dapat Diubah


Banyak data menunjukkan bahwa penderita stroke yang pertama kali menunjukkan bahwa
penderita stroke yang pertama kali menunjukkan angka penurunan terjadinya stroke setelah
penanggulangan faktor resikonya, terutama pengatasan faktor resiko artherosklerosis.
Hypertensi/tekanan darah tinggi
Makin tinggi tensi darah makin tinggi kemungkinan terjadinya stroke, baik perdarahan maupun
bukan.
Merokok
Penelitian menunjukkan bahwa merokok merupakan faktor resiko terjadinya stroke, terutama
dalam kombinasi dengan faktor resiko yang lain misal pada kombinasi merokok dan pemakaian
obat kontrasepsi . Hal ini juga ditunjukkan pada perokok pasif. Merokok meningkatkan terjadinya
thombus, karena terjadinya artherosklerosis.

Diabetes
Penderita diabetes cenderung menderita artherosklerosis dan meningkat kan terjadinya hypertensi,
kegemukan dan kenaikan lemak darah. Kombinasi hypertensi dan diabetes sangat menaikkan
komplikasi diabetes termasuk stroke. Pengendalian diabetes sangat menurunkan terjadinya stroke.
Kenaikan kadar cholesterol/lemak darah
Penelitian menunjukkan angka stroke meningkat pada pasien dengan kadar cholesterol diatas 240
mg % Setiap kenaikan 38,7 mg % menaikkan angka stroke 25 %. Sedangkan kenaikan HDL 1 m
mol (38,7 mg %) menurunkan terjadinya stroke setinggi 47 %. Demikian juga kenaikan trigliserid
menaikkan jumlah terjadinya stroke. Pemberian obatobat anti cholesterol jenis statin sangat
menurunkan terjadinya stroke.
Penyempitan Pembuluh darah Carotis
Pembuluh darah carotis berasal dari pembuluh darah jantung yang menuju ke otak dan dapat
diraba pada leher. Penyempitan pembuluh darah ini kadangkadang tak menimbulkan gejala dan
hanya diketahui dengan pemeriksaan. Penyempitan > 50 % ditemukan pada 7 % pasien lakilaki
dan 5 % pada perempuan pada umur diatas 65 tahun. Pemberian obatobat aspirin dapat
mengurangi incidence terjadinya stroke, namun pada beberapa pasien dianjurkan dikerjakan
carotid endarterectomy.
Gejala Sickle cel
Penyakit ini diturunkan, kadangkadang tanpa gejala apapun. Beberapa menunjukkan gejala
anemia hemolytic dengan episode nyeri pada aanggota badan, penyumbatanpenyumbatan
pembuluh darah termasuk stroke.
Penggunaan terapi sulih hormon.
Penggunaan terapi sulih hormon dianjurkan untuk mencegah terjadinya stroke dan penyakit
jantung vaskuler, namun pada beberapa penelitian pada pemakaian 6 bulan berturutturut
meningkatkan terjadinya stroke pada pemakaian restradol. Pemakaian sulih hormon untuk
mencegah stroke tidak dianjurkan.
Diet dan Nutrisi
Asupan makanan yang mengandung banyak sayur dan buah mengurangi terjadinya stroke.
Pemakaian garam dapur berlebihan meningkatkan terjadianya stroke. Mungkin ini dikaitkan
dengan terjadinya kenaikan tensi. j. Latihan fisik Kegiatan fisik yang teratur dapat mengurangi
terjadinya stroke ( 30 menit gerakan moderate tiap hari)

Kegemukan
BMI (Body Mass Index) yaitu BB (kg) = TB (m) > 25 29,9 dikategorikan berat berlebih (over
weight). Sedang > 30 dikategorikan obesitas.

Central Obesitas/Gemuk perut:


Dihitung jika lingkar perut > 102 cm pad alakilaki dan > 88 cm pada perempuan. Kegemukan
meningkatkan terjadnya stroke, baik jenis penyumbatan ataupun perdarahan. Penurunan berat
badan akan menurunkan juga tekanan darah.

C. Faktor Resiko Yang Sangat Dapat Diubah


Metabolik Sindrom
Dikatakan metabolik sindrom jika terdapat 3 atau lebih gejalagejala sebagai berikut:
Gemuk perut
Trigliceride > 150 mg %
HDL < 40 mg %
Tensi 130 / 85 mm Hg
Gula puasa 110 mg %
Perubahan gaya hidup, pola makan, penurunan BB dan diet seimbang akan menurunkan
terjadinya stroke.

Pemakaian alkohol berlebihan


Pemakaian alkohol berlebihan memicu terjadinya stroke. Pemakaian jumlah sedikit
dapat menaikkan HDL cholesterol dan mengurangi perlengketan trombosit dan
menurunkan kadar fibrinogen. Alkohol berlebihan akan menyebabkan peningkatan
tensi darah, darah gampang menjendal, penurunan aliran darah dan juga atrium
fibrilasi.
Drug Abuse/narkoba
Pemakaian obatobat terlarang seperti cocain, auphetamine, heroin dsb meningkatkan
terjadinya stroke. Obatobat ini dapat mempengaruhi tensi darahsecara tibatiba,
menyebabkan terjadinya emboli, karena adanya endocarditis dan menaikkan
kekentalan darah dan perlengketan thrombosit.

Pemakaian obatobat kontrasepsi (OC)


Resiko stroke meningkat jika memakai OC dengan dosis obstradial 50 ug.
Umumnya resiko stroke terjadi jika pemakaian ini dikombinasi dengan adanya usia >
35 tahun, perokok, hipertensi, diabetes dan migrain.
Gangguan Pola Tidur
Penelitian membuktikan bahwa tidur ngorok meningkatkan terjadinya stroke. Pola
tidur ngorok sering disertai apneu (henti nafas) tidak hanya berpotensi menyebabkan
stroke tapi juga gangguan jantung. Hal ini disebabkan penurunan aliran darah ke otak,
kenaikan tensi dsb. Pengobatan dilakukan dengan pemeriksaan yang cermat dengan
mencari penyebabnya.
Kenaikan homocystein
Homocystein adalah sulpenydril yang mengandung asam amino dan diet yang
mengandung methirin. Kenaikan homocystein meningkatkan artheriosclerosis. Diet
kaya sayur dan buah akan menurunkan homocystein.
Kenaikan lipoprotein (a)
Lipid protein komplex yang meningkat merupakan resiko terjadinya penyakit jantung
dan stroke. Lp (a) merupakan partikel dari LDL dan peningkatannya akan
meningkatkan terjadinya thrombosis dengan mekanisme menghambat plasminogen
aktivator. Pengobatan dengan niacin akan menurunkan lp (a)
Hypercoagubility
Ada kecenderungan darah mudah menggumpal di karenakan adanya autiphospolipid
antibody. Test dapat dikerjakan dengan pemeriksaan anti crdiolipin antibody dan
anticoagulant lypus.
LO 4.4 Klasifikasi
Stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu: stroke iskemik maupun stroke hemorragik. Stroke
iskemik yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau
keseluruhan terhenti. 80% stroke adalah stroke Iskemik. Stroke iskemik ini dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Stroke Trombotik : Proses terbentuknya thrombus yang membuat penggumpalan.
2. Stroke Embolik : Tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah.
3. Hipoperfusion Sistemik : Berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian tubuh karena adanya gangguan
denyut jantung.

Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak. Hampir
70% kasus stroke hemoragik terjadi pada penderita hipertensi. Stroke hemoragik ada 2 jenis, yaitu:
1. Hemoragik Intraserebral : pendarahan yang terjadi didalam jaringan otak.
2. Hemoragik Subaraknoid :pendarahan yang terjadi pada ruang subaraknoid (ruang sempit
antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak).

Stroke dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria. Menurut Misbach (1999) dalam
Ritarwan (2002), klasifikasi tersebut antara lain:
A. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya:
1. Stroke iskemik
Transient Ischemic Attack (TIA)
Trombosis serebri
Emboli serebri
2. Stroke hemoragik
Perdarahan intraserebral
Perdarahan subarakhnoid
B. Berdasarkan stadium atau pertimbangan waktu:
1. Serangan iskemik sepintas atau Transient Ischemic Attack (TIA)
Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan
menghilang dalam waktu 24 jam.
2. Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24 jam, tetapi
tidak lebih dari seminggu.
3. Progressing stroke atau stroke in evolution
Gejala neurologik yang makin lama makin berat.
4. Completed stroke
Gejala klinis yang telah menetap
C. Berdasarkan sistem pembuluh darah:
Sistem karotis dan sistem vertebrobasiler.

Stroke juga umumnya diklasifikasikan menurut patogenesisnya. Dalam hal ini stroke terbagi dalam
dua klasifikasi, yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik. Berdasarkan penelitian, dijumpai prevalensi
stroke iskemik lebih besar dibandingkan dengan stroke hemoragik. Menurut Sudlow dan Warlow (1996)
dalam Davenport dan Dennis (2000), 80% dari seluruh kejadian stroke pada orang kulit putih merupakan
stroke iskemik.
LO 4.5 Patofisiologi
Stroke Iskemik
Iskemik otak mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak secara bertahap (Sjahrir,2003)
Tahap 1 :
a. Penurunan aliran darah
b. Pengurangan O2
c. Kegagalan energi
d. Terminal depolarisasi dan kegagalan homeostasis ion
Tahap 2 :
a. Eksitoksisitas dan kegagalan homeostasis ion
b. Spreading depression
Tahap 3 : Inflamasi
Tahap 4 : Apoptosis

Proses patofisiologi pada cedera SSP akut sangat kompleks dan melibatkan permeabilitas patologis dari
sawar darah otak, kegagalan energi, hilangnya homeostasis ion sel, asidosis, peningkatan kalsium
ekstraseluler, eksitotoksisitas dan toksisitas yang diperantarai oleh radikal bebas. (Sherki dkk,2002)
Stroke Hemoragik
Perdarahan intrakranial meliputi perdarahan di parenkim otak dan perdarahan subarachnoid.
Insidens perdarahan intrakranial kurang lebih 20 % adalah stroke hemoragik, dimana masing-masing 10%
adalah perdarahan subarachnoid dan perdarahan intraserebral (Caplan, 2000).
Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya mikroaneurisma (Berry aneurysm)
akibat hipertensi maligna. Hal ini paling sering terjadi di daerah subkortikal, serebelum, dan batang otak.
Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola berdiameter 100 400 mikrometer mengalami
perubahan patologi pada dinding pembuluh darah tersebut berupa lipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta
timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Pada kebanyakan pasien, peningkatan tekanan darah yang tiba-tiba
menyebabkan rupturnya penetrating arteri yang kecil. Keluarnya darah dari pembuluh darah kecil
membuat efek penekanan pada arteriole dan pembuluh kapiler yang akhirnya membuat pembuluh ini pecah
juga. Hal ini mengakibatkan volume perdarahan semakin besar (Caplan, 2000).
Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan
perfusi, menyebabkan neuron-neuron di dearah yang terkena darah dan sekitarnya lebih tertekan lagi.
Gejala neurologik timbul karena ekstravasasi darah ke jaringan otak yang menyebabkan nekrosis (Caplan,
2000).
Perdarahan subarachnoid (PSA) terjadi akibat pembuluh darah disekitar permukaan otak pecah,
sehingga terjadi ekstravasasi darah ke ruang subarachnoid. Perdarahan subarachnoid umumnya disebabkan
oleh rupturnya aneurisma sakular atau perdarahan dari arteriovenous malformation (AVM).

LO 4.6 Manifestasi Klinis


Berikut ini adalah manifestasi klinis stroke berdasarkan lokasi penyumbatan :
1. Pembuluh besar dalam sirkulasi anterior
a. Arteri cerebri media
Sumbatan total :
Contralateral hemiplegia, hemianasthesia, homonymous hemianopia, pandangan cenderung
pada sisi ipsilateral. Dapat pula terjadi global aphasia pada hemisphere yang dominan dan
ansognosia, constructional aphasia, dysarthria pada hemisphere non dominan.
Sumbatan partial :
Lemah tangan / lengan atau lemah wajah dengan aphasia broca dengan atau tanpa kelemahan
lengan. Ataupun dapat terjadi aphasia wernicke tanpa kelemahan.
b. Arteri cerebri anterior
Respons motorik dan verbal menurun, paraparesis, dan inkontinensia urin.
c. Arteri choroid anterior
Hemiplegia contralateral, hemianasthesia, homonymous hemianopia.
d. Arteri carotis interna
Gejala mirip dengan gejala pada arteri cerebri media, namun juga terdapat transient monocular
blindness.
e. Arteri carotis communis
Gejala sama dengan pada carotis interna.

2. Pembuluh darah besar dalam sirkulasi posterior


a. Arteri cerebri posterior
Infark pada lesi lateral subthalamus, thalamus medial, ipsilateral pedunculus cerebral, dan
midbrain. Dapat pula terjadi palsy N. III dengan ataxia contralateral atau hemiplegia contralateral.
Penyumbatan pada bagian distal arteri ini mengakibatkan infark pada temporal medial dan
occipital, yang kemudian menyebabkan contralateral homonymous hemianopia, gangguan ingatan
apabila hippocampus terlibat. Infark pada splenium corpus callosum menyebabkan alexia tanpa
agraphia.
b. Arteri vertebral dan cerebri posterior inferior
Vertigo, kaku wajah ipsilateral dan badan kontralateral, diplopia, hoarseness, dysarthria,
dysphagia, Wallenbergs syndrome.
Infark cerebral dan edema dapat mengakibatkan respiratory arrest.
c. Arteri basilaris
Gejala pusing (dizziness), diplopia, dysarthria, kaku wajah, gejala hemisensorik.
d. Arteri cerebelli superior
Ataxia cerebellar ipsilateral, mual muntah, dysarthria, rasa kebal kontralateral, tidak merasakan
sensasi suhu pada ekstremitas, badan, dan wajah.
e. Arteri cerebelli anterior inferior
Penurunan pendengaran ipsilateral, lemah wajah, vertigo, mual muntah, nystagmus, tinnitus,
cerebellar ataxia, kebal contralateral.

3. Pembuluh kecil (lacunar stroke)


Gejala dapat berupa hemiparesis motorik, ataxic hemiparesis, dysarthria, dan aphasia broca.

LO 4.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding


Anamnesis
a. Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, dokter yang merujuk, pemberi informasi (misalnya pasien, keluarga,dll),
dan keandalan pemberi informasi.
b. Keluhan utama
Pernyataan dalam bahasa pasien tentang permasalahan yang sedang dihadapinya.
c. Riwayat penyakit sekarang (RPS).
d. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
Berupa pengobatan yang dijalani sekarang, termasuk OTC, vitamin dan obat herbal.Allergi (alergi
obat dan yang lainnya yang menyebabkan manifestasi alergi spesifik), operasi, rawat inap di rumah
sakit, transfusi darah termasuk kapan dan berapa banyak jumlah produk darahnya, trauma dan riwayat
penyakit yang dulu.
Pada pasien dewasa : Tanya apakah menderita penyakti DM, HTN, stroke, PUD, asthma, emphysema,
tyroid, hepar dan ginjal, penyakit perdarahan, kanker, TB, hepatitis dan penyakit menular seksual.
Pada pasien anak-anak: mencakup riwayat prenatal dan kelahiran, makanan, intoleransi makana,
riwayat imunisasi, temperatur pemanas aiat dan penggunaan helm waktu bersepeda.
e. Riwayat Keluarga
Umur, status anggota keluarga (hidup, mati) dan masalah kesehatan pada anggota keluarga (tanya
apakah ada yang menderita kanker terutama payudara, kolon dan prostat), TB, asma, infark miokard,
HTN, penyakit tyroid, penyakit ginjal, PUD, DM, penyakit perdarahan, glaukoma, degenerasi makular
dan depresi atau penyalahgunaan alkohol atau obat-obatan. Gunakan skema keluarga (pedagre).
f. Riwayat psychosocial (sosial)
Stressor (finansial, hubungan spesial, lingkungan kerja atau sekolah, kesehatan) dan dukungan
(keluarga, teman, dll), faktor resiko gaya hidup (alkohol, obat-obatan, tembakau dan penggunaan
kafein, diet, olah raga, paparan terhadap agen lingkungan dan prilaku seksual, profil pasien (mencakup
status pernikahan, anak, orientasi seksual, pekerjaan sekarang dan sebelumnya, dukungan finansial dan
asurasi, pendidikan, agama, hoby, kepercayaan, kondisi tempat tinggal), untuk veteran mencakup
riwayat militer. Pasien pediatrik mencakup tingkat sekolah dan kebiasaan tidur dan bermain.

Pemeriksaan fisik nervus cranialis :


a. N.I : olfaktorius (daya penciuman)
Pasien memejamkan mata, disuruh membedakan yang dirasakan (kopi, tembakau,alkohol, dll)
b. N.II : optikus (tajam penglihatan)
Dengan snellen card, funduscope, dan periksa lapang pandang.
c. N.III : okulomorius (gerakan kelopak mata ke atas, kontriksi pupil, gerakan otot mata)
Tes putaran bola mata, menggerakkan konjungtiva, palpebra, refleks pupil dan inspeksi kelopak mata.
d. N.IV : trochearis (gerakan mata ke bawah dan ke dalam)
Sama seperti N.III
e. N.V : trigeminal (gerakan mengunyah, sensasi wajah, lidah dan gigi, refleks kornea dan refleks kedip)
:
Menggerakkan rahang ke semua sisi, pasien memejamkan mata, sentuh dengan kapas pada dahi dan
pipi. Reaksi nyeri dilakukan dengan benda tumpul. Reaksi suhu dilakukan dengan air panas dan
dingin, menyentuh permukaan kornea dengan kapas.
f. N.VI : abducend (deviasi mata ke lateral)
Sama seperti N.III.
g. N.VII : facialis (gerakan otot wajah, sensasi rasa 2/3 anterior lidah)
Senyum, bersiul, mengerutkan dahi, mengangkat alis maja, menutup kelopak mata dengan tahanan,
menjulurkan lidah untuk membedakan gula dengan garam.
h. N.VIII : vestibulocochlearis (pendengaran dan keseimbangan)
Tes webber dan rinne.
i. N.IX : glosofaringeus (sensasi rasa 1/3 posterior lidah)
Membedakan rasa manis dan asam (gula dan garam).
j. N.X : vagus (refleks muntah dan menelan)
Menyentuh pharing posterior, pasien menelan ludah / air, disuruh mengucap ah!.
k. N.XI : accesorius (gerakan otot trapezius dan sternocleidomastoideus)
Palpasi dan catat kekuatan otot trapezius, suruh pasien mengangkat bahu dan lakukan tahanan sambil
pasien melawan tahanan tersebut. Palpasi dan catat kekuatan otot sternocleidomastoideus, suruh pasien
memutar kepala dan lakukan tahanan dan suruh pasien melawan tahan.
l. N.XII : hipoglosus (gerakan lidah)
Pasien suruh menjulurkan lidah dan menggerakkan dari sisi ke sisi. Suruh pasien menekan pipi bagian
dalam lalu tekan dari luar, dan perintahkan pasien melawan tekanan tadi.
Pemeriksaan penunjang
Skor yang dapat digunakan oleh tenaga medis untuk mengarahkan diagnosis diantaranya :
A. Skor Siriraj
1. Kesadaran ( x 2,5 )
siaga 0
Pingsan 1
Semi koma, koma 2
2. Muntah ( x 2 )
No 0
Yes 1
3. Nyeri kepala dalam 2 jam ( x2)
No 0
Yes 1
4. Tekanan Diastolik ( DBP )
DBP x 0,1

5. Atheroma markers ( x -3 )
Done 0
Diabetes, angina, claudicatio intermitten 1
6. Konstanta 12

Siriraj Stroke Score (SSS): ( 2,5 x derajat kesadaran ) + ( 2 x vomitus ) + ( 2 x nyeri kepala ) + ( 0,1 x
tekanan diastolik ) ( 3 x petanda ateroma ) 12
Interpretasi score : Skor -1 = Infark, 1 = Hemoragik

Poin-poin pada masing-masih gejala klinis tersebut ditambahkan, dan ditemukan hasil dengan interpretasi
< -1 adalah kemungkinan strok non-hemorrhagic, sedangkan pada skor >1 maka kemungkinan strok
hemorrhagic.
Pemeriksaan radiologis
a. CT-scan
CT-scan merupakan alat pencitraan yang dipakai pada kasus-kasus emergensi seperti emboli paru,
diseksi aorta, akut abdomen, semua jenis trauma dan menentukan tingkatan dalam stroke. Pada kasus
stroke, CT-scan dapat menentukan dan memisahkan antara jaringan otak yang infark dan daerah
penumbra. Selain itu, alat ini bagus juga untuk menilai kalsifikasi jaringan. Berdasarkan beberapa
studi terakhir, CT-scan dapat mendeteksi lebih dari 90 % kasus stroke iskemik, dan menjadi baku
emas dalam diagnosis stroke.
b. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Secara umum lebih sensitif dibandingkan CT-scan. MRI juga dapat digunakan pada kompresi
spinal. Kelemahan alat ini adalah tidak dapat mendeteksi adanya emboli paru, udara bebas dalam
peritoneum dan fraktur. Kelemahan lainnya adalah prosedur pemeriksaan yang lebih rumit dan lebih
lama, hanya sedikit sekali rumah sakit yang mempunyai, harga pemeriksaan yang sangat mahal serta
tidak dapat dipakai pada pasien yang memakai alat pacemaker jantung dan alat bantu pendengaran.

Diagnosis Banding
Terdapat bebrapa penyakit yang dapat didiagnosis banding dengan stroke hemoragik akibat
perdarahan subarakhnoid, yaitu:
1. Stroke akibat perdarahan intrakranial
2. Stroke akibat malformasi arteriovena
3. Meningitis aseptic
4. Meningitis meningokokus
5. Trombosis arteri basilaris
6. Perdarahan serebelar
7. Aneurisma serebral
8. Thrombosis vena serebral
9. Hematoma epidural
10. Hidrosefalus
11. Migraine
12. Encephalitis
13. Transient Iskemik Attack
14. Temporal arteritis

LO 4.8 Penatalaksanaan
Dalam tatalaksana stroke waktu merupakan hal yang sangat penting mengingat jendela terapinya
hanya berkisar antara 3 sampai 6 jam. Tindakan di gawat darurat untuk stroke akut sebaiknya ditekankan
pada hal-hal berikut:
1. Stabilisasi pasien
2. Pemeriksaan darah, EKG dan rontgen toraks
3. Penegakan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik
4. Pemeriksaan CT Scan kepala atau MRI sesegera mungkin

Tindakan yang harus segera dilakukan di gawat darurat :


1. Pemasangan jalur intravena dengan cairan normal salin 0,9% dengan kecepatan 20 ml/jam. Cairan
hipotonis seperti dekstrosa 5% sebaiknya tidak digunakan karena dapat memperhebat edema
serebri.
2. Pemberian oksigen melalui nasal kanul.
3. Jangan memberikan apapun melalui mulut.
4. Pemeriksaan EKG
5. Pemeriksaan rontgen toraks.
6. Pemeriksaan darah:
Darah perifer lengkap dan hitung trombosit
Kimia darah (glukosa, ureum, kreatinin dan elektrolit)
PT (Prothrombin Time)/PTT (Partial Thromboplastin time)
7 Jika ada indikasi lakukan pemeriksaan berikut:
Kadar alcohol
Fungsi hepar
Analisa gas darah
Skrining toksikologi
8. Pemeriksaan CT Scan kepala tanpa kontras
9. Pasien dengan kesadaran yang sangat menurun (stupor/koma) ataupun dengan gagal nafas perlu
dipertimbangkan untuk dilakukan tindakan intubasi sebelum CT Scan.

Hal yang harus selalu diingat adalah komplikasi tersering yang dapat menyebabkan kematian.
Herniasi transtentorial dapat terjadi pada infark yang luas ataupun perdarahan luas dengan perluasan ke
ventrikel atau perdarahan subarakhnoid. Pneumonia aspirasi juga penyebab kematian yang cukup sering
pada stroke akut. Semua pasien stroke akut harus diperlakukan sebagai pasien dengan disfagia sampai
terbukti tidak. Komplikasi lainnya adalah infark miokard akut, sekitar 3% penderita stroke iskemik
mengalami komplikasi ini.

I. STADIUM AKUT
Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktor-faktor etiologik maupun penyulit. Juga dilakukan
tindakan terapi fisik, okupasi, wicara dan psikologis serta telaah sosial untuk membantu pemulihan pasien.
Penjelasan dan edukasi kepada keluarga pasien perlu, menyangkut dampak stroke terhadap pasien dan
keluarga serta tata cara perawatan pasien yang dapat dilakukan keluarga.
a. Stroke Iskemik
Terapi umum : Letakkan kepala pasien pada posisi 300, kepala dan dada pada satu bidang; ubah
posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah stabil.
Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil analisis
gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi. Demam diatasi dengan kompres dan antipiretik,
kemudian dicari penyebabnya; jika kandung kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan
kateter intermiten).
Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-2000 mL dan
elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa atau salin isotonik. Pemberian
nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannya baik; jika didapatkan gangguan menelan atau
kesadaran menurun, dianjurkan melalui selang nasogastrik.
Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah sewaktu 150 mg%
dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia (kadar gula darah <
60 mg% atau < 80 mg% dengan gejala) diatasi segera dengan dekstrosa 40% iv sampai kembali
normal dan harus dicari penyebabnya.
Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan sesuai gejala.
Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila tekanan sistolik 220 mmHg, diastolik
120 mmHg, Mean Arterial Blood Pressure (MAP) 130 mmHg (pada 2 kali pengukuran
dengan selang waktu 30 menit), atau didapatkan infark miokard akut, gagal jantung kongestif
serta gagal ginjal. Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%, dan obat yang
direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat ACE, atau
antagonis kalsium.
Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik 90 mm Hg, diastolik 70 mmHg, diberi
NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4 jam dan 500 mL selama 8 jam
atau sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum terkoreksi, yaitu tekanan darah sistolik masih <
90mmHg, dapat diberi dopamin 2-20g/kg/menit sampai tekanan darah sistolik 110 mmHg.
Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelan-pelan selama 3 menit, maksimal 100 mg
per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral (fenitoin, karbamazepin). Jika kejang
muncul setelah 2 minggu, diberikan antikonvulsan peroral jangka panjang.
Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus intravena 0,25
sampai 1g/kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena rebound atau keadaan umum
memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus dilakukan
pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai alternatif, dapat diberikan larutan hipertonik
(NaCl 3%) atau furosemid.

Terapi khusus : Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet seperti aspirin dan anti
koagulan, atau yang dianjurkan dengan trombolitik rt-PA (recombinant tissue Plasminogen
Activator).Dapat juga diberi agen neuroproteksi, yaitu sitikolin atau pirasetam (jika didapatkan
afasia).
b. Stroke Hemoragik
Terapi umum : Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume hematoma >30 mL,
perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan keadaan klinis cenderung memburuk.
Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan darah premorbid atau 15-20% bila tekanan
sistolik >180 mmHg, diastolik >120 mmHg, MAP >130 mmHg, dan volume hematoma
bertambah. Bila terdapat gagal jantung, tekanan darah harus segera diturunkan dengan labetalol iv
10 mg (pemberian dalam 2 menit) sampai 20 mg (pemberian dalam 10 menit) maksimum 300 mg;
enalapril iv 0,625-1.25 mg per 6 jam; kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per oral.
Jika didapatkan tanda tekanan intrakranial meningkat, posisi kepala dinaikkan 300, posisi
kepala dan dada di satu bidang, pemberian manitol (lihat penanganan stroke iskemik), dan
hiperventilasi (pCO2 20-35 mmHg).
Penatalaksanaan umum sama dengan pada stroke iskemik, tukak lambung diatasi dengan
antagonis H2 parenteral, sukralfat, atau inhi- bitor pompa proton; komplikasi saluran napas
dicegah dengan fisioterapi dan diobati dengan antibiotik spektrum luas.

Terapi khusus : Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator. Tindakan
bedah mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada pasien yang kondisinya kian
memburuk dengan perdarahan serebelum berdiameter >3 cm3, hidrosefalus akut akibat
perdarahan intraventrikel atau serebelum, dilakukan VP-shunting, dan perdarahan lobar >60 mL
dengan tanda peningkatan tekanan intrakranial akut dan ancaman herniasi.
Pada perdarahan subaraknoid, dapat digunakan antagonis Kalsium (nimodipin) atau
tindakan bedah (ligasi, embolisasi, ekstirpasi, maupun gamma knife) jika penyebabnya adalah
aneurisma atau malformasi arteri-vena (arteriovenous malformation, AVM).

II. STADIUM SUBAKUT


Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan, terapi wicara, dan bladder
training (termasuk terapi fisik). Mengingat perjalanan penyakit yang panjang, dibutuhkan penatalaksanaan
khusus intensif pasca stroke di rumah sakit dengan tujuan kemandirian pasien, mengerti, memahami dan
melaksanakan program preventif primer dan sekunder.

Terapi fase subakut:


Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya
Penatalaksanaan komplikasi
Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien), yaitu fisioterapi, terapi wicara, terapi kognitif, dan
terapi okupasi
Prevensi sekunder
Edukasi keluarga dan Discharge Planning

Penanganan Oedem Otak


Kematian dan deteriosasi neurologis minggu pertama stroke iskemia oleh adanya oedem otak.
Udem otak timbul dalam beberapa jam setelah stroke iskemik dan mencapai puncaknya 24-96 jam. Udema
otak mula-mula cytofosic, karena terjadi gangguan pada metabolisme seluler kemudian terdapat oedema
vasogenik karena rusaknya sawar darah otak setempat. Untuk menurunkan oedema otak,dilakukan sebagai
berikut:
a. Naikan posisi kepala dan badan bagian atas setinggi 20-30
b. Hindarkan pemberian cairan intravena yang berisi glukosa atau cairan hipotonik.
c. Pemberian osmoterapi yaitu:
1. Bolus marital 1gr/kg BB dalam 20-30 menit kemudian dilanjutkan dengan dosis 0,25 gr/kg BB
setiap 6 jam sampai maksimal 48jam. Target osmolaritas 300-320 mmol/liter.
2. Gliserol 50% oral 0,25-1 gr/kg BB setiap 4 atau 6 jam atau geiseral 10% intravena 10ml/kg BB
dalam 3-4 jam (untuk oedema cerebri ringan,sedang)
3. Furosemide 1 mg/kg BB intravena
d. Intubasi dan hiperventilasi terkontrol dengan oksigen hiperbarik sampai PCO2= 29-35 mmHg
e. Tindakan bedah dikompresif perlu dikerjakan apabila terdapat supra tentoral dengan pergeseran
linea mediarea atau cerebral infark disertai efek rasa.
f. Steroid dianggap kurang menguntungkan untuk terapi udara cerebral oleh karena disamping
menyebabkan hiperglikema juga naiknya resiko infeksi

Pengobatan Umum
Untuk pengobatan umum ini dipakai patokan 5 B yaitu:
1. Breathing
Harus dijaga agar jalan nafas bebas dan fungsi paru-paru baik. Pengobatan dengan oksigen hanya
perlu bila kadar oksigen darah berkurang.
2. Brain
Udem otak dan kejang-kejang harus dicegah dan diatasi. Bila terjadi udem otak, dapat dilihat dari
keadaan pasien yang mengantuk, adanya bradikardi atau dengan pemeriksaan funduskopi, dapat
diberikan manitol. Untuk mengatasi kejang-kejang yang timbul dapat diberikan Diphenylhydantoin
atau Carbamazepin.
3. Blood
Tekanan darah dijaga agar tetap cukup tinggi untuk mengalirkan darah ke otak. Pengobatan hipertensi
pada fase akut dapat mengurangi tekanan perfusi yang justru akan menambah iskemik lagi.
Kadar Hb dan glukosa harus dijaga cukup baik untuk metabolisme otak. Pemberian infus glukosa
harus dicegah karena akan menambah terjadinya asidosis di daerah infark yang akan mempermudah
terjadinya udem. Keseimbangan elektrolit harus dijaga.
4. Bowel
Defekasi dan nutrisi harus diperhatikan. Hindari terjadinya obstipasi karena akan membuat pasien
gelisah. Nutrisi harus cukup. Bila perlu diberikan nasogastric tube (NGT).
5. Bladder
Miksi dan balance cairan harus diperhatikan. Jangan sampai terjadi retentio urin. Pemasangan kateter
jika terjadi inkontinensia.

Perawatan suportif
Pelihara oksigenasi jaringan secara adekuat; membutuhkan bantuan saluran napas dan ventilasi.
Cek aspirasi pneumonia yang mungkin terjadi.
Tekanan darah; pada kebanyakan kasus, tekanan darah tidak boleh diturunkan secara cepat. Jika
terlalu tinggi, menurunkan tekanan darah secara berhati-hati, karena status neurologis dapat
bertambah buruk ketika tekanan darah diturunkan.
Status volume darah; koreksi hipovolemia dan elektrolit-elektrolit tetap pada batas normal.
Demam; harus dicari sumber dari demam dan diturunkan dengan anti piretik yang sesuai.
Hypoglycemia/dan atau hyperglycemia; harus dijaga dengan kontrol yang ketat. Hiperglikemia
dapat bertambah buruk pada cedera iskemik.
Profilaksis DVT; stroke dengan pasien yang mempunyai risiko tinggi untuk DVT. Penting untuk
menggunakan heparin subcutan 5,000 IU q. 8 atau 12 jam atau subkutan enoksaparin 30 mg q. 12
jam pada ambulasi awal.
a. Penatalaksanaan Stroke Hemoragik
Singkirkan kemungkinan koagulopati. Pastikan hasil masa protrombin dan masa tromboplastin
parsial adalah normal. Jika masa protrombin memanjang, berikan plasma beku segar (FFP) 4-8
unit intravena setiap 4 jam dan vitamin K 15 mg intravena bolus, kemudian 3 kali sehari 15 mg
subkutan sampai masa protrombin normal. Koreksi antikoagulasi heparin dengan protamin sulfat
10-50 mg bolus lambat (1 mg mengoreksi 100 unit heparin).
Kendalikan HT. Tekanan yang tinggi bisa menyebabkan perburukan perihematom. Tekanan darah
sisitolik >180mmHg dengan labetalol (20 mg intravena dalam 2 menit ulangi 40-80 mg intravena
dalam interval 10 menit sampai tekanan yang diinginkan kemudian infus 2 mg/menit dan dirasi
atau penghambat ACE 12,5 mg-25 mg, 2-3 kali sehari atau antagonis kalsium (nifedipin oral 4x
10 mg).
Pertimbangkan bedah saraf apabila perdarahan serebelum diameter lebih dari 3 cm atau volum
lebih dari 50 ml. Pemasangan ventrikulo-peritoneal bila ada hidroefalus obstruktif akut atau
kliping aneurisma.
Pertimbangkan angiografi untuk menyingkirkan aneurisma/malformasi arteriovenosa.
Berikan manitol 20% (1 mg/kg BB intravena dalan 20-30 menit). Steroid tidak terbukti efektif
pada perdarahan intraserebral.
Pertimbangkan fenitoin (10-20 mg/kg BB intravena atau peroral). Pada umumnya anti konvulsan
diberikan bila terdapat kejang.
Pertimbangkan terapi hipervolemik dan nimodipin untuk mencegah vasospasme.
Untuk mengatasi perdarahan intracerebral : obati penyebabnya, turunkan TIK, beri
neuroprotektor, tindakan bedah dengan pertimbangan GCS >4 dilakukan pada pasien dengan
perdarahan serebelum > 3cm, hidrosefalus akibat perdarahan intraventrikel atau serebelum,
perdarahan lobar diatas 60 cc dengan tanda peningkatan TIK akut dan encaman herniasi.

Pada TIK yang meninggi :


o Manitol bolus, 1 gr/kgBB dalam 20-30 menit lanjutkan dengan 0,25-0,5g/kgBB tiap 6 jam
smpai maksimal 48 jam.
o Gliserol 50% oral, 0,25-1 gr/kgBB setiap 4-6 jam atau gliserol 10% intravena 10 ml/kgBB
dalam 3-4 jam (untuk edema serebri ringan-sedang).
o Furosemid 1mg/ kg BB intravena.
o Intubasi dan hiperventilasi terkontrol sampai pCO2 29-35 mmHg
o Penggunaan steroid masih kontroversial.
o Kraniotomi dekompresif.

Perdarahan subaraknoid
o Nimodipin digunakan untuk mencegah vasospasme.
o Tindakan operasi dapat dilakukan pada perdarahan subaraknoid stadium I dan II akibat
pecahnya aneurisma sakular berry dan adanya komplikasi hidrosefalus obstruktif.

b. Penatalaksanaan Stroke Non-Hemoragik


Tujuan terapi:
1. Pencegahan stroke melalui reduksi faktor risiko.
2. Pencegahan sejak awal atau pada stroke yang rekuren dengan memodifikasi proses patologik
mendasar.
3. Mereduksi kerusakan otak sekunder dengan pemeliharaan perfusi yang adekuat pada daerah yang
secara garis besar mengalami iskemik dengan mengurangi dan atau menurunkan edema.
Penanganan dari Serangan Iskemia Akut
1. Mengeleminasi atau mengontrol faktor-faktor risiko.
2. Memberi edukasi pada pasien mengenai pengurangan faktor risiko dan tanda serta gejala-gejala dari
TIA dan stroke ringan.
3. Intervensi-Bedah
Endarterektomi karotis ( Cea)
Pengeluaran plak ateromatosa dengan cara bedah.
Pasien yang direservasi untuk pengeluaran bekuan atau lesi berulserasi yang mengoklusi > 70%
dari aliran darah pada arteri karotis.
Dapat menurunkan risiko dari strok > 60% selama tahun keduanya setelah dioperasi dan wajib
mengikuti mengikuti prosedur.
Endarterektomi vertebra umumnya tidak lagi digunakan.

a. Angioplasti balon
Menempatkan suatu balon kecil yang dideflasikan pada pembuluh darah yang yang mengalami
stenose Balon kemudian dipompakan menekan plak ateromatosa ke arah dinding. Mempunyai
risiko melepasnya emboli kecil yang dapat berpindah ke retina atau otak.
b. Penempatan Sten
Prosedur eksperimental; > 50-60% mengalami kekambuhan. Menempatkan suatu coil baja tahan-
karat kedalam pembuluh darah yang kemudian difiksasi pada salah satu dinding dari arteri; saat ini
coil ditambahkan dengan obat-obatan slow-release.

4. Agen-agen antiplatelet
Aspirin
Mekanisme kerja: a) Menghambat agregasi platelet. b) Menurunkan atau mengurangi pelepasan
substansi vasoaktif dari platelet. c) Menginaktivasi secara irreversibel siklooksigenase-platelet; dan
efeknya cukup berlangsung selama hidup dari platelet; 5-7 hari
Efikasi :
a. ASA telah menunjukkan pengurangan yang bermakna secara klinis (22-24%) pada risiko stroke
dan kematian, pada uji-uji klinis acak pasien-pasien yang telah mengalami suatu TIA sebelumnya
atau strok sebagai pencegahan sekunder.
b. Dosis berkisar dari 50 -1500 mg perhari.
Pada uji klinis terakhir; evaluasi dosis rendah (30-325 mg perhari); hasilnya
mengindikasikan bahwa dosis rendah mungkin lebih bermanfaat dengan berkurangnya efek-
efek tidak diinginkan dari asam salisilat pada lambung.
Pada beberapa studi menyatakan; bahwa ASA lebih efektif pada laki-laki dibanding sejumlah
kecil perempuan pada studi lain.
Peran pada pencegahan primer belum jelas.

Dipiridamol (Persantine)
Mekanisme kerja: a) Inhibitor lemah dari agregasi platelet. b) Sebagai inhibit fosfodiesterase platelet.
Efikasi: a) Pada uji klinis belum mempunyai bukti yang kuat dalam penggunaan dipiridamol pada
iskemia otak. b) Tidak ada efek aditif yang ditemukan bersama dengan aspirin.
Sulfinpirazon (Anturane)
Mekanisme kerja: Innhibisi reversibel dari siklooksigenase.
Efikasi: Uji klinis belum mempunyai dukungan rekomendasi penggunaan.
Tiklopidin (Ticlid)
Mekanisme Kerja: a) Inhibisi agregasi platelet dan menginduksi ADP. b) Inhibisi agregasi platelet
yang diinduksi oleh kolagen, PAF, epinefrin dan thrombin. c) Waktu perdarahan diperpanjang. d)
Berefek minimal pada siklooksigenase.

Efikasi:
a. Telah menunjukkan dapat mereduksi insidens stroke, kira-kira 22% pada pasien-pasien yang telah
mengalami TIAs sebelumnya atau stroke.
b. Lebih efektif dibanding aspirin dengan kurangnya efek gastrointestinal.
c. Tidak ada perbedaan gender yang memperlihatkan tiklopidin bereaksi sama; seperti halnya dengan
ASA.
d. Dosis 500 mg perhari dibagi menjadi dua dosis (250 mg peroral-bid)

Efek samping: diare, ruam pada kulit, total kolesterol serum yang meningkat.

Antikoagulasi (warfarin)
a. Belum ada studi-studi yang membuktikan superioritas dari antikoagulan ini sebagai agen antiplatelet.
b. Dapat mereduksi risiko dari stroke pada pasien dengan infark miokard sebelumnya.
c. Bermanfaat pada pasien yang menderita keluhan simptomatik pada terapi antiplatelet.
d. Eksepsi mayor adalah pada pasien dengan embolisme otak yang berasal kardiac;
1. Antikoagulasi kronik dengan warfarin telah dibuktikan untuk mencegah keadaan gangguan
serebrovaskuler pada pasien dengan AF (atrial fibrilasi).
2. Penanganan terhadap stroke infarction /dan atau ischemic serebral akut.

Obat Antihipertensi Pada Stroke

Golongan/Obat Mekanisme Dosis Interaksi Obat Efek Samping


Tiazid
Diazoksid Aktivasi ATP IV bolus: 50-100 Awitan < 5 Retensi cairan dan
sensitive K- mg; IV infus; 15- menit garam, hiperglikemia
channels 30 mg/menit berat, durasi lama (1-
12 jam).
ACEI
Enalaprit ACE inhibitor 0,625-1,25 mg IV Awitan < 15 Durasi lama (6 jam),
selama 15 menit. menit. disfungsi renal.
Calcium Channel Blocker
Nikardipin Penyekat kanal 5 mg/jam IV, 2.5 Awitan cepat (1- Bradikardia,
Clevidipin kalsium mg/jam tiap 15 5 menit), tidak hipotensi, durasi lama
Verapamil menit, sampai 15 terjadi rebound. (4-6 jam).
Diltiazem mg/jam. Eliminasi tidak
dipengaruhi oleh
disfungsi hati/
renal, potensi
interaksi obat
rendah.
Beta Blocker
Labetalol Antagonis reseptor 10-80 mg IV tiap Awitan cepat (5- Bradikardia,
1, 1, 2 10 menit sampai 10 menit). hipoglikemia, durasi
300 mg/hari; lama (2-12 jam).
infus 0,5-2 Gagal jantung
mg/menit. kongestif,
bronkospasme.
Antagonis selektif Bradikardia, gagal
Esmolol reseptor 1. 0,25-0,5 mg/kg Awitan segera, jantung kongestif.
IV bolus disusul durasi singkat <
dosis 15 menit.
pemeliharaan.
Alfa Blocker
Fentolamin Antagonis reseptor 5-20 mg IV. Awitan cepat (2 Takikardia, aritmia.
1, 2. menit), durasi
singkat (10-15
menit)
Vasodilator Langsung
Hidralasin NO terkait dengan 2,5-10 mg IV Serum sickness-like,
mobilisasi kalsium bolus (sampai 40 drug-induced lupus,
dalam otot polos. mg). durasi jam (3-4 jam),
awitan lambat (15-30
menit)
Thiopental Aktivasi reseptor 30-60 mg IV. Awitan cepat (2 Depresi miokardial
GABA menit), durasi
singkat (5-10
menit). Bronkospasme,
Trimetafan Blockade 1-5 mg/ menit IV Awitan segera, retensi urin,
ganglionik. durasi singkat (5- siklopegia, midriasis
10 menit) Hipokalemia,
takikardia,
Fenoldipam Agonis DA-1 dan 0,001- 1,6 g/kg/ Awitan < 15 bradikardia.
reseptor alfa 2 menit IV; tanpa menit, durasi 10- Keracunan sianid,
Nitrovasodilator bolus 20 menit. vasodilator serebral
Sodium 0,25-10/ kg/ Awitan segera, (dapat mengakibatkan
Nitroprusid menit IV. durasi singkat (2- peningkatan tekanan
3 menit) intracranial) refleks
takikardi.
Produksi
methemoglobin,
reflek takikardia.

Nitrovasodilator
Nitrogliserin 5-1000 Awitan 1-2
g/kg/menit IV menit, durasi 3-5
menit.

Obat-obat yang digunakan pada terapi serangan akut


A. Terapi trombolitik : tissue plasminogen activator (t-PA), Alteplase Mekanisme: mengaktifkan
plasmin dan menyebabkan melisiskan tromboemboli. Penggunaan t-PA sudah terbukti efektif jika
digunakan dalam 3 jam setelah serangan akut. Catatan: tetapi harus digunakan hati-hati karena
dapat menimbulkan resiko perdarahan.
B. Terapi antiplatelet : aspirin, clopidogrel, dipiridamol-aspirin , tiklopidin yang masih merupakan
mainstay dalam terapi stroke. Urutan pilihan : Aspirin atau dipiridamol-aspirin, jika alergi atau
gagal maka diberikan clopidogrel, dan jika gagal juga : tiklopidin
C. Terapi antikoagulan masih kontroversial karena resiko perdarahan intracranial Agen: heparin,
unfractionated heparin, low-molecular-weight heparins (LMWH), heparinoids warfarin

Terapi pemeliharaan (pencegahan) stroke


A. Terapi Antiplatelet
Aspirin menghambat sintesis tromboksan (senyawa yang berperan dlm proses pembekuan
darah)
Dipiridamol, atau kombinasi Dipiridamol Aspirin
Tiklopidin dan klopidogrel digunakan jika terapi aspirin gagal
Silostazol
B. Terapi Antikoagulan
Masih dalam penelitian, efektif untuk pencegahan emboli jantung pada pasien stroke
C. Terapi hormon estrogen
Pada wanita post-menopause terapi ini terbukti mengurangi insiden terjadinya stroke
D. Antihipertensi
Dibutuhkan karena hipertensi merupakan faktor resiko (50% pada stroke iskemik dan 60% pada
stroke hemoragik). Penggunaan antihipertensi harus memperhatikan aliran darah otak dan aliran
darah perifer menjaga fungsi serebral
E. Obat pilihan : golongan AIIRA (angiotensin II receptor antagonis) contoh : candesartan golongan
ACE inhibitor
F. Terapi memulihkan metabolisme otak
Tujuan:
meningkatkan kemampuan kognitif
Meningkatkan kewaspadaan dan mood
Meningkatkan fungsi memori
Menghilangkan kelesuan
Menghilangkan dizziness (citicholin, codergocrin mesilate, piracetal)
G. Terapi rehabilitasi
misal : fisioterapi, terapi wicara dan bahasa, dll.

LO 4.9 Komplikasi
1. Komplikasi Akut
Kenaikan tekanan darah. Keadaan ini biasanya merupakan mekanisme kompensasi sebagai upaya
mengejar kekurangan pasokan darah di tempat lesi. Oleh karena itu kecuali bila menunjukkan nilai
yang sangat tinggi (sistolik > 220/ diastolik >130) tekanan darah tidak perlu diturunkan, karena
akan turun sendiri setelah 48 jam. Pada pasien hipertensi kronis tekanan darah juga tidak perlu
diturunkan segera.
Kadar gula darah. Pasien stroke seringkali merupakan pasein DM sehingga kadar glukosa darah
pasca stroke tinggi. Akan tetapi seringkali terjadi kenaikan glukosa darah pasein sebagai reaksi
kompensasi atau akibat mekanisme stress.
Gangguan jantung. Baik sebagai penyebab maupun sebagai komplikasi. Keadaan ini memerlukan
perhatian khusus, karena seringkali memperburuk keadaan stroke bahkan sering merupakan
penyebab kematian.
Gangguan respirasi. Baik akibat infeksi maupun akibat penekanan di pusat napas.
Infeksi dan sepsis. Merupakan komplikasi stroke yang serius pada ginjal dan hati.
Gangguan cairan, elektrolit, asam dan basa.
Ulcer stres. Yang dapat menyebabkan terjadinya hematemesis dan melena.

2. Komplikasi Kronik
Akibat tirah baring lama di tempat tidur bias terjadi pneumonia, dekubitus, inkontinensia serta
berbagai akibat imobilisasi lain.
Rekurensi stroke.
Gangguan sosial-ekonomi.
Gangguan psikologis.

LO 4.10 Prognosis
Indikator prognosis adalah: tipe dan luasnya serangan, age of onset, dan tingkat kesadaran. Hanya
1/3 pasien bisa kembali pulih setelah serangan stroke iskemik. Umumnya, 1/3-nya lagi adalah fatal, dan
1/3- nya mengalami kecacatan jangka panjang. Jika pasien mendapat terapi dengan tepat dalam waktu 3
jam setelah serangan, 33% diantaranya mungkin akan pulih dalam waktu 3 bulan.Prognosis pasien dengan
stroke hemoragik (perdarahan intrakranial) tergantung pada ukuran hematoma hematoma > 3 cm
umumnya mortalitas tinggi, hematoma yang massive biasanya bersifat lethal.
Jika infark terjadi pada spinal cord prognosis bervariasi tergantung keparahan gangguan neurologis jika
kontrol motorik dan sensasi nyeri terganggu prognosis buruk.

LO 4.11 Pencegahan
Rekomendasi American Stroke Association (ASA) tentang pencegahan stroke adalah sebagai
berikut:
1. Pencegahan Primer Stroke
Pendekatan pada pencegahan primer adalah mencegah dan mengobati faktor-faktor risiko yang dapat
dimodifikasi.
Hipertensi
Hipertensi harus diobati, untuk mencegah stroke ulang maupun mencegah penyakit vaskular
lainnya. Pengendalian hipertensi ini sangat penting artinya bagi para penderita stroke iskemik dan
TIA. Target absolut dalam hal penurunan tekanan darah belum dapat ditetapkan, yang penting
adalah bahwa tekanan darah < 120 / 80 mm Hg. Modifikasi berbagai macam gaya hidup
berpengaruh terhadap upaya penurunan tekanan darah secara komprehensif.
Obatobat yang dianjurkan adalah diuretika dan ACE inhibitor; namun demikian pilihan obat
disesuaikan dengan kondisi / karakteristik masingmasing individu.
Diabetes melitus
Pada penderita diabetes melitus maka penurunan tekanan darah dan lipid darah perlu
memperoleh perhatian yang lebih serius. Dalam kasus demikian ini maka obat antihipertensi dapat
lebih dari 1 macam. ACE inhibitor merupakan obat pilihan untuk kasus gangguan ginjal dan
diabetes melitus
Pada penderita stroke iskemik dan TIA, pengendalian kadar gula direkomendasikan sampai
dengan mendekati kadar gula plasma normal (normoglycemic), untuk mengurangi komplikasi
mikrovaskular dan kemungkinan timbulnya komplikasi makrovaskular. Sementara itu kadar
HbA1c harus lebih rendah dari 7%.
Lipid
Penderita stroke iskemik atau TIA dengan kadar kolesterol yang tinggi, penyakit arteri
koroner, atau adanya bukti aterosklerosis, maka pasien harus dikelola secara komprehensif
meliputi modifikasi gaya hidup, diet secara tepat, dan pengobatan. Target penurunan kadar
kolesterol adalah sebagai berikut: LDL < 100 mg% dan kadar LDL < 70 mg% bagi penderita
dengan faktor risiko multipel.
Penderita stroke iskemik atau TIA yang dicurigai mengalami aterosklerosis tetapi tanpa
indikasi pemberian statis (kadar kolesterol normal, tanpa penyakit arteri koroner, atau tidak ada
bukti aterosklerosis) dianjurkan untuk diberi statin untuk mengurangi risiko gangguan vaskular.
Penderita stroke iskemik atau TIA dengan kadar HDL kolesterol rendah dapat
dipertimbangkan untuk diberi niasin atau gemfibrozil.
Merokok
Setiap pasien stroke atau TIA harus segera menghentikan kebiasaan merokok. Penghentian
merokok dapat diupayakan dengan cara penyuluhan dan mengurangi jumlah rokok yang dihisap /
hari secara bertahap.
Obesitas
Bagi setiap penderita stroke iskemik atau TIA dengan obesitas/overweight sangat dianjurkan
untuk mempertahankan bodymass index (BMI) antara 18,524,9 kg/m2 dan lingkat panggul
kurang dari 35 inci (perempuan) dan kurang dari 40 inci (lakilaki). Penyesuaian berat badan
diupayakan melalui keseimbangan antara asupan kalori, aktivitas fisik dan penyuluhan kebiasaan
hidup sehat
Aktivitas fisik
Setiap pasien stroke iskemik atau TIA yang mampu untuk melakukan aktivitas fisik sangat
dianjurkan untuk melakukan aktivitas fisik ringan selama 30 menit/hari. Untuk pasien yang tidak
mampu melakukan aktivitas fisik maka dianjurkan untuk melakukan latihan dengan bantuan orang
yang sudah terlatih.

2. Pencegahan Sekunder Stroke


Pencegahan sekunder stroke mengacu pada kepada strategi untuk mencegah kekambuhan stroke.
Pendekatan utama adalah mengendalikan hipertensi, CEA, dan memakai obat antiagregat
antitrombosit. Aggrenox adalah satu-satunya kombinasi aspirin dan dipiridamol yang telah terbukti
efektif untuk mencegah stroke sekunder.

LI.5 Memahami dan Menjelaskan hak dan kewajiban suami istri dalam Islam
Hak Bersama Suami Istri
- Suami istri, hendaknya saling menumbuhkan suasana mawaddah dan rahmah. (Ar-Rum: 21)
- Hendaknya saling mempercayai dan memahami sifat masing-masing pasangannya. (An-Nisa: 19
Al-Hujuraat: 10)
- Hendaknya menghiasi dengan pergaulan yang harmonis. (An-Nisa: 19)
- Hendaknya saling menasehati dalam kebaikan. (Muttafaqun Alaih)
Adab Suami Kepada Istri .
- Suami hendaknya menyadari bahwa istri adalah suatu ujian dalam menjalankan agama. (At-aubah:
24)
- Hendaknya senantiasa berdoa kepada Allah meminta istri yang sholehah. (AI-Furqan: 74)
- Diantara kewajiban suami terhadap istri, ialah: Membayar mahar, Memberi nafkah (makan,
pakaian, tempat tinggal), Menggaulinya dengan baik, Berlaku adil jika beristri lebih dari satu. (AI-
Ghazali)
- Jika istri berbuat Nusyuz, maka dianjurkan melakukan tindakan berikut ini secara berurutan: (a)
Memberi nasehat, (b) Pisah kamar, (c) Memukul dengan pukulan yang tidak menyakitkan. (An-
Nisa: 34) Nusyuz adalah: Kedurhakaan istri kepada suami dalam hal ketaatan kepada Allah.
- Suami tidak boleh kikir dalam menafkahkan hartanya untuk istri dan anaknya.(Ath-Thalaq: 7)
- Suami dilarang berlaku kasar terhadap istrinya. (Tirmidzi)
- Suami hendaknya bersabar dalam menghadapi sikap buruk istrinya. (Abu Yala)
- Suami wajib menggauli istrinya dengan cara yang baik. Dengan penuh kasih sayang, tanpa kasar
dan zhalim. (An-Nisa: 19)
- Suami wajib memberi makan istrinya apa yang ia makan, memberinya pakaian, tidak memukul
wajahnya, tidak menghinanya, dan tidak berpisah ranjang kecuali dalam rumah sendiri. (Abu
Dawud).
- Suami wajib selalu memberikan pengertian, bimbingan agama kepada istrinya, dan menyuruhnya
untuk selalu taat kepada Allah dan Rasul-Nya. (AI-Ahzab: 34, At-Tahrim : 6, Muttafaqun Alaih)
- Suami wajib mengajarkan istrinya ilmu-ilmu yang berkaitan dengan wanita (hukum-hukum haidh,
istihadhah, dll.). (AI-Ghazali)
- Suami wajib berlaku adil dan bijaksana terhadap istri. (An-Nisa: 3)
- Suami tidak boleh membuka aib istri kepada siapapun. (Nasai)
- Jika suami hendak meninggal dunia, maka dianjurkan berwasiat terlebih dahulu kepada istrinya.
(AI-Baqarah: ?40)
Adab Isteri Kepada Suami
- Hendaknya istri menyadari clan menerima dengan ikhlas bahwa kaum laki-Iaki adalah pemimpin
kaum wanita. (An-Nisa: 34)
- Hendaknya istri menyadari bahwa hak (kedudukan) suami setingkat lebih tinggi daripada istri.
(Al-Baqarah: 228)
- Istri wajib mentaati suaminya selama bukan kemaksiatan. (An-Nisa: 39)
- Diantara kewajiban istri terhadap suaminya, ialah:
a. Menyerahkan dirinya,
b. Mentaati suami,
c. Tidak keluar rumah, kecuali dengan ijinnya,
d. Tinggal di tempat kediaman yang disediakan suami
e. Menggauli suami dengan baik. (Al-Ghazali)
- Istri hendaknya selalu memenuhi hajat biologis suaminya, walaupun sedang dalam kesibukan.
(Nasa i, Muttafaqun Alaih)
- Apabila seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidur untuk menggaulinya, lalu sang istri
menolaknya, maka penduduk langit akan melaknatnya sehingga suami meridhainya. (Muslim)
- Istri hendaknya mendahulukan hak suami atas orang tuanya. Allah swt. mengampuni dosa-dosa
seorang Istri yang mendahulukan hak suaminya daripada hak orang tuanya. (Tirmidzi)
- Istri wajib menjaga harta suaminya dengan sebaik-baiknya. (Thabrani)
- Istri hendaknya senantiasa membuat dirinya selalu menarik di hadapan suami(Thabrani)
- Istri wajib menjaga kehormatan suaminya baik di hadapannya atau di belakangnya (saat suami
tidak di rumah). (An-Nisa: 34)
- Ada empat cobaan berat dalam pernikahan, yaitu: (1) Banyak anak (2) Sedikit harta (3) Tetangga
yang buruk (4) lstri yang berkhianat. (Hasan Al-Bashri)
- Wanita Mukmin hanya dibolehkan berkabung atas kematian suaminya selama empat bulan
sepuluh hari. (Muttafaqun Alaih)

Anda mungkin juga menyukai