1 Memahami dan menjelaskan anatomi dan fisiologis nervus cranialis dan sistem motorik
LO 1.1 Anatomi dan fisiologi Nervus Cranialis
Saraf vestibulokoklearis terdiri dari dua komponen yaitu serabut-serabut aferen yang mengurusi
pendengaran dan vestibuler yang mengandung serabut-serabut aferen yang mengurusi keseimbangan.
Serabut-serabut untuk pendengaran berasal dari organ corti dan berjalan menuju inti koklea di pons, dari
sini terdapat transmisi bilateral ke korpus genikulatum medial dan kemudian menuju girus superior lobus
temporalis. Serabut-serabut untuk keseimbangan mulai dari utrikulus dan kanalis semisirkularis dan
bergabung dengan serabut-serabut auditorik di dalam kanalis fasialis. Serabut-serabut ini kemudian
memasuki pons, serabut vestibutor berjalan menyebar melewati batang dan serebelum.
SARAF GLOSOFARINGEUS (N. IX)
Saraf Glosofaringeus menerima gabungan dari saraf
vagus dan asesorius pada waktu meninggalkan kranium melalui
foramen tersebut, saraf glosofaringeus mempunyai dua ganglion,
yaitu ganglion intrakranialis superior dan ekstrakranialis inferior.
Setelah melewati foramen, saraf berlanjut antara arteri karotis
interna dan vena jugularis interna ke otot stilofaringeus. Di antara
otot ini dan otot stiloglosal, saraf berlanjut ke basis lidah dan
mempersarafi mukosa faring, tonsil dan sepertiga posterior lidah.
2. Tractus Tectospinalis
Asal : colliculus superior mes-encephalon (neuron orde pertama)
Jalan : menyilang garis tengah dan turun melalui pons, medulla oblongata. Jalannya dekat
sekali dengan fasciculus longitudinale medialis
Tujuan : cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal) dan bersinaps dengan neuron orde kedua
dan ketiga
Fungsi :
1) terjadinya reflex pupilodilatasi sbg. respon kalau lagi berada dalam ruang gelap
2) terjadinya reflex gerakan tubuh sbg. respon terhadap ransang penglihatan
3. Tractus Rubrospinalis
Asal : nucleus ruber (neuron orde pertama) pada tegmentum mes-encephalon setinggi
coliculus superior.
Jalan : axon neuron orde pertama menyilang garis tengah turun kebawah melewati pns,
medulla oblongata menuju cornu anterior meulla spinalis subt. grisea (pusat spinal)
Fungsi : memacu kontraksi otot fleksor dan menghambat kontraksi otot ekstensor berkaitan
dengan fungsi keseimbangan tubuh
4. Tractus vestibulospinalis
Asal : nuclei vestibularis = neuron orde pertama (dalam pons dan med. oblongata), menerima
akson dari auris interna melalui N.vestibularis dan cerebelum
Tujuan : cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal)
Fungsi : memacu kontraksi otot ekstensor dan menghambat kontraksi otot fleksor berkaitan
dengan fungsi keseimbangan tubuh
5. Tractus olivospinalis
Asal : nucleus olivarius inferius (neuron orde pertama), menerima axon dari : cortex cerebrii,
corpus striatum, nuceu ruber
Tujuan : cornu anterius med. spinalis (pusat spinal)
Fungsi : mempengaruhi kontraksi otot skelet berkaitan dengan fungsi keseimbangan tubuh
2) Tractus corticohypothalamicus
Asal : cortec hypocampi
Tujuan : hypothalamus
3) Tractus corticosubthalamicus
Asal : area brodman 6
Tujuan : subthalamus
4) Tractus Corticonigra
Asal : area brodmann 4, 6 dan 8
Tujuan : substantia nigra
5) Tractus yang berasal dari area brodmann 4 dan 6
Tujuan : tegmentum (mes-encephalon), nuclei pontis (pons), nucleus olivarius inferius
(medulla oblongata)
Sensorik
Reseptor adalah sel atau organ yang berfungsi menerima rangsang atau stimulus. Dengan alat ini
sistem saraf mendeteksi perubahan berbagai bentuk energi di lingkungan dalam dan luar. Setiap reseptor
sensoris mempunyai kemampuan mendeteksi stimulus dan mentranduksi energi fisik ke dalam sinyal
(impuls) saraf.
Menurut letaknya, reseptor dibagi menjadi:
1) Exteroseptor : perasaan tubuh permukaan (kulit), seperti sensasi nyeri, suhu, dan raba
2) Proprioseptor : perasaan tubuh dalam, seperti pada otot, sendi, dan tendo.
3) Interoseptor : perasaan tubuh pada alat-alat viscera atau alat-alat dalam, seperti jantung, lambung,
usus, dll.
Jaras somatosensorik yang dilalui oleh sistem sensorik adalah sebagai berikut :
A. Untuk rasa permukaan (eksteroseptif) seperti rasa nyeri, raba, tekan, dan suhu : sinyal diterima
reseptor dibawa ke ganglion spinale melalui radiks posterior menuju cornu posterior
medulla spinalis berganti menjadi neuron sensoris ke-2 lalu menyilang ke sisi lain medulla
spinalis membentuk jaras yang berjalan ke atas yaitu traktus spinotalamikus menuju
thalamus di otak berganti menjadi neuron sensoris ke-3 menuju korteks somatosensorik
yang berada di girus postsentralis (lobus parietalis)
B. Untuk rasa dalam (proprioseptif) seperti perasaan sendi, otot dan tendo :
sinyal diterima reseptor ganglion spinale radiks posterior medulla spinalis lalu naik
sebagai funiculus grasilis dan funiculus cuneatus berakhir di nucleus Goll berganti menjadi
neusron sensoris ke-2 menyilang ke sisi lain medulla spinalis menuju thalamus di otak
berganti menjadi neuron sensoris ke-3 menuju ke korteks somatosensorik di girus postsentralis
(lobus parietalis).
Antarneuron atau interneuron terletak seluruhnya di dalam SSP. Neuron jenis ini memiliki dua
fungsi utama yaitu menghubungkan neuron aferen dengan neuron eferen dan bertanggung jawab atas
fenomena abstrak yang berkaitan dengan jiwa, misalnya berfikir, emosi, ingatan, kreativitas, intelektual
dan motivasi.
Kemampuan khusus yang dimiliki oleh sel saraf seperti iritabilita, sensitivitas terhadap stimulus,
konduktivitas, dan kemampuan mentranmisi suatu respon terhadap stimulusdiatur oleh sistem saraf
melalui 3 cara yaitu:
1. Input sensoris yaitu menerima sensasi atau stimulus melalui respor yang terletak di tubuh, baik
eksterneal maupun internal.
2. Akivitas intergratif yaitu respons mengubah stimulus mnjdi impuls listrik yang mejalar sepanjang
saraf sampai ke otak dan medulla spinalis, kemudian menginterpretasikan stimulus sehingga respons
terhadap informasi dapat terjadi.
3. Out put yaitu impuls dari otak dan medulla spinalis memperoleh respons yang sesuai dari otak dan
kelenjar yang disebut dengan efektor.
Sistem saraf memiliki tugas pokok yang meliputi 1) kontraksi otot seluruh tubuh, 2) kontraksi otot
polos dalam organ internal, 3) sekresi kelenjar eksokrin dan endokrin dalam tubuh. Kegitan tersebut secara
bersama-sama disebut dengan fungsi motorik.
LI.3 Memahami dan menjelaskan Pemeriksaan Fungsi Motorik dan Kelainan Saraf
Pemeriksaan Fungsi Sistem Motorik
Pemeriksaan sistem motorik sebaiknya dilakukan dengan urutan urutan tertentu untuk menjamin
kelengkapan dan ketelitian pemeriksaan.
1. Pengamatan.
Gaya berjalan dan tingkah laku.
Simetri tubuh dan ektremitas.
Kelumpuhan badan dan anggota gerak.
2. Gerakan Volunter.
Yang diperiksa adalah gerakan pasien atas permintaan pemeriksa, misalnya:
Mengangkat kedua tangan pada sendi bahu.
Fleksi dan ekstensi artikulus kubiti.
Mengepal dan membuka jari-jari tangan.
Mengangkat kedua tungkai pada sendi panggul.
Fleksi dan ekstensi artikulus genu.
Plantar fleksi dan dorso fleksi kaki.
Gerakan jari- jari kaki.
3. Palpasi otot.
Pengukuran besar otot.
Nyeri tekan.
Kontraktur
Konsistensi ( kekenyalan )
Konsistensi otot yang meningkat terdapat pada :
Spasmus otot akibat iritasi radix saraf spinalis, misal: meningitis, HNP.
Kelumpuhan jenis UMN ( spastisitas ).
Gangguan UMN ekstrapiramidal ( rigiditas ).
Kontraktur otot.
Konsistensi otot yang menurun terdapat pada :
Kelumpuhan jenis LMN akibat denervasi otot.
Kelumpuhan jenis LMN akibat lesi di motor end plate.
4. Perkusi otot.
Normal : otot yang diperkusi akan berkontraksi yang bersifat setempat dan berlangsung hanya 1
atau 2 detik saja.
Miodema : penimbunan sejenak tempat yang telah diperkusi ( biasanya terdapat pada pasien
mixedema, pasien dengan gizi buruk ).
Miotonik : tempat yang diperkusi menjadi cekung untuk beberapa detik oleh karena kontraksi otot
yang bersangkutan lebih lama dari pada biasa.
5. Tonus otot.
Pasien diminta melemaskan ekstremitas yang hendak diperiksa kemudian ekstremitas tersebut kita
gerak-gerakkan fleksi dan ekstensi pada sendi siku dan lutut . Pada orang normal terdapat tahanan
yang wajar.
Flaccid : tidak ada tahanan sama sekali ( dijumpai pada kelumpuhan LMN).
Hipotoni : tahanan berkurang.
Spastik : tahanan meningkat dan terdapat pada awal gerakan , ini dijumpai pada kelumpuhan
UMN.
Rigid : tahanan kuat terus menerus selama gerakan misalnya pada Parkinson.
6. Kekuatan otot.
Pemeriksaan ini menilai kekuatan otot, untuk memeriksa kekuatan otot ada dua cara:
Pasien disuruh menggerakkan bagian ekstremitas atau badannya dan pemeriksa menahan gerakan
ini.
Pemeriksa menggerakkan bagian ekstremitas atau badan pasien dan ia disuruh menahan.
Cara menilai kekuatan otot :
Dengan menggunakan angka dari 0-5.
0 Tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot, lumpuh total.
1 Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak didapatkan gerakan pada persendiaan yang
harus digerakkan oleh otot tersebut.
2 Didapatkan gerakan,tetapi gerakan ini tidak mampu melawan gaya berat (gravitasi).
3 Dapat mengadakan gerakan melawan gaya berat.
4 Disamping dapat melawan gaya berat ia dapat pula mengatasi sedikit tahanan yang
diberikan.
5 Tidak ada kelumpuhan ( normal ).
Anggota gerak atas.
Pemeriksaan otot oponens digiti kuinti ( C7,C8,T1,saraf ulnaris)
Pemeriksaan otot aduktor policis ( C8,T1 , saraf ulnaris ).
Pemeriksaan otot interosei palmaris ( C8,T1,saraf ulnaris ).
Pemeriksaan otot interosei dorsalis ( C8,T1, saraf ulnaris ).
Pemeriksaan abduksi ibu jari.
Pemeriksaan otot ekstensor digitorum (C7,8,saraf radialis ).
Pemeriksaan otot pektoralis mayor bagian atas ( C5-C8).
Pemeriksaan otot pektoralis mayor bagian bawah ( C5-C8).
Pemeriksaan otot latisimus dorsi ( C5-C8, saraf subskapularis).
Pemeriksaan otot seratus aterior ( C5-C7,saraf torakalis ).
Pemeriksaan otot deltoid ( C5,C5, saraf aksilaris ).
Pemeriksaan otot biseps ( C5,C6, saraf muskulokutaneus ).
Pemeriksaan otot triseps ( C6-C8, saraf radialis ).
Anggota gerak bawah.
Pemeriksaan otot kuadriseps femoris ( L2-L4,saraf femoralis ).
Pemeriksaan otot aduktor ( L2-L4, saraf obturatorius).
Pemeriksaan otot kelompok hamstring (L4,L5,S1,S2,saraf siatika ).
Pemeriksaan otot gastroknemius ( L5,S1, S2,saraf tibialis ).
Pemeriksaan otot fleksor digitorum longus ( S1, S2, saraf tibialis).
7. Gerakan involunter.
a) Gerakan involunter ditimbulkan oleh gejala pelepasan yang bersifat positif, yaitu dikeluarkan
aktivitas oleh suatu nukleus tertentu dalam susunan ekstrapiramidalis yang kehilangan kontrol
akibat lesi pada nukleus pengontrolnya. Susunan ekstrapiramidal ini mencakup kortex
ekstrapiramidalis, nuklues kaudatus, globus pallidus, putamen, corpus luysi, substansia nigra,
nukleus ruber, nukleus ventrolateralis thalami substansia retikularis dan serebelum.
b) Tremor saat istirahat : disebut juga tremol striatal, disebabkan lesi pada corpus striatum ( nukleus
kaudatus, putamen, globus pallidus dan lintasan lintasan penghubungnya ) misalnya kerusakan
substansia nigra pada sindroma Parkinson.
c) Tremor saat bergerak ( intensional ) : disebut juga tremor serebellar, disebabkan gangguan
mekanisme feedback oleh serebellum terhadap aktivitas kortes piramidalis dan ekstrapiramidal
hingga timbul kekacauan gerakan volunter.
d) Khorea : gerakan involunter pada ekstremitas, biasanya lengan atau tangan, eksplosif, cepat
berganti sifat dan arah gerakan secara tidak teratur, yang hanya terhenti pada waktu tidur. Khorea
disebabkan oleh lesi di corpus striataum, substansia nigra dan corpus subthalamicus.
e) Athetose : gerakan involenter pada ektremitas, terutama lengan atau tangan atau tangan yang agak
lambat dan menunjukkan pada gerakan melilit lilit , torsi ekstensi atau torsi fleksi pada sendi bahu,
siku dan pergelangan tangan. Gerakan ini dianggap sebagai manifestasi lesi di nukleus kaudatus.
f) Ballismus: gerakan involunter otot proksimal ekstremitas dan paravertebra, hingga menyerupai
gerakan seorang yang melemparkan cakram. Gerkaan ini dihubungkan dengan lesi di corpus
subthalamicus, corpus luysi, area prerubral dan berkas porel.
g) Fasikulasi: kontrasi abnormal yang halus dan spontan pada sisa serabut otot yang masih sehat pada
otot yang mengalami kerusakan motor neuron. Kontraksi nampak sebagai keduten keduten
dibawah kulit.
h) Myokimia: fasikulasi benigna. Frekwensi keduten tidak secepat fasikulasi dan berlangsung lebih
lama dari fasikulasi.
i) Myokloni : gerakan involunter yang bangkit tiba tiba cepat, berlangsung sejenak, aritmik, dapat
timbul sekali saja atau berkali kali ditiap bagian otot skelet dan pada setiap waktu, waktu bergerak
maupun waktu istirahat.
8. Fungsi koordinasi
Tujuan pemeriksaan ini untuk menilai aktivitas serebelum. Serebelum adalah pusat yang paling penting
untuk mengintegrasikan aktivitas motorik dari kortex, basal ganglia, vertibular apparatus dan korda
spinalis. Lesi organ akhir sensorik dan lintasan lintasan yang mengirimkan informasi ke serebelum
serta lesi pada serebelum dapat mengakibatkan gangguan fungsi koordinasi atau sering disebut
Cerebellar sign .
Macam-macam pemeriksaan Cerebellar sign
1) Test telunjuk hidung.
2) Test jari jari tangan.
3) Test tumit lutut.
4) Test diadokinesia berupa: pronasi supinasi, tapping jari tangan.
5) Test fenomena rebound.
6) Test mempertahankan sikap.
7) Test nistagmus.
8) Test disgrafia.
9) Test romberg.
Test romberg positif:
baik dengan mata terbuka maupun dengan mata tertutup , pasien akan jatuh kesisi lesi
setelah beberapa saat kehilangan kestabilan ( bergoyang goyang ).
Pasien sulit berjalan pada garis lurus pada tandem walking, dan menunjukkan gejala jalan
yang khas yang disebut celebellar gait
Pasien tidak dapat melakukan gerakan volunter dengan tangan,lengan atau tungkai dengan
halus. Gerakan nya kaku dan terpatah-patah.
Gerakan involuntar
Gerakan yang timbul sebagai akibat dari gangguan sistem ekstrapiramidal. Bercirikan terjadinya
diluar kehendak, tidak bertujuan, tidak terkoordinasi dan tidak dapat dikendalikan. Karena itu gerakan
involuntar digolongkan sebagai gerakan abnormal, bisa sebagai gejala ataupun sebagai suatu diagnosis
penyakit/ sindrom sendiri.
Adapun tiga jenis gerakan involunter meliputi
1. Gangguan gerakan hiperkinetik (hiperkinesia)
a) Tremor, dan mioklonus
b) Khorea, atetosis, balismus dan distonia
c) Gangguan gerakan karena obat- obatan
2. Gangguan gerakan hipokinetik (hipokinesia)
a) Sindrom parkinson
b) Paralisis supranuklear progresif
c) Gangguan serebelum dan hubungan spinoserebral
Secara klinik, marsden (1992) membagi penyakit- penyakit dengan gangguan gerakan sebagai berikut :
1. hipokinesia/akinesia disertai rigiditas misalnya penyakit parkinson, penyakit wilson
2. diskinesia (gerakan involuntar abnormal dan berlebihan)
Jenis- jenis gerakan involuntar
- Tics
gerakan involuntar yang sifatnya berulang, cepat, singkat, stereoptik, kompulsif dan tak berirama dapat
merupakan bagian dari kepribadian normal.
- Tremor
Suatu gerakan osilasi ritmik agak teratur, berpangkal pada pusat gerakan tetap dan biasanya dalam satu
bidang tertentu.
- Miokionus
Kontraksi suatu otot atau sekelompok otot yang tidak disadari dan bersifat mendadak, megakibatkan
gerakan yang dapat dilihat pada tempat/sendi yang bersangkutan.
- Khorea sydenham
Disebabkan oleh gangguan imunologik sehubungan dengan infeksi streptokokus atau demam
reumatik.
- Atetosis dobel
Disebabkan oleh anoxsia pada waktu lahir.
- Hemibalismus
Disebabkan oleh berbagai macam proses patologis antara lain gangguan vaskular, infeksi, trauma, dan
tumor.
- Distonia
Sering ditemukan pada berbagai penyakit, baik yang uum dan sistemik maupun yang terbatas pada
sistem saraf dan dapat membantu mebgidentifikasi penyakit yang mendasarinya.
LO 4.2 Epidemiologi
Berdasarkan jenis kelamin, insidens stroke di Amerika Serikat 270 per 100.000 pada pria dan 201
per 100.000 pada wanita. Di Denmark, insidens stroke 270 per 100.000 pada pria dan 189 per 100.000
pada wanita. Di Inggris insidens stroke 174 per 100.000 pada pria dan 233 per 100.000 pada wanita. Di
Swedia, insidens stroke 221 per 100.000 pada pria dan 196 per 100.000 pada wanita (Fieschi, et al, 1998).
Data di Indonesia menunjukkan terjadinya kecendrungan peningkatan insidens stroke.
Berdasarkan data yang dikeluarkan WHO april 2011 kematian karena stroke di Indonesia
mencapai 138.268 atau 9,7% penyebab kematian di Indonesia, Indonesia termasuk . Sedangkan pada
penelitian di 28 rumah sakit di seluruh Indonesia diperoleh data jumlah penderita stroke akut sebanyak
2065 kasus selama periode awal Oktober 1996 sampai dengan akhir Maret 1997, mengenai usia sebagai
berikut : dibawah 45 tahun 12,9% , usia 45 65 tahun 50,5%, diatas 65 tahun 35,8% , dengan jumlah
pasien laki-laki 53,8% dan pasien perempuan 46,2% (Misbach, 1999).
LO 4.3 Etiologi
Stroke biasanya diakibatkan dari salah satu dari empat kejadian yaitu :
1. Trombosis serebral
Arteriosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab utama trombosis
serebral, yang merupakan penyebab paling umum dari stroke. Tanda-tanda trombosis serebral
bervariasi. Sakit kepala adalah awitan yang tidak umum. Beberapa pasien dapat mengalami
pusing, perubahan kognitif, atau kejang, dan beberapa mengalami awitan yang tidak dapat
dibedakan dari haemorrhagi intracerebral atau embolisme serebral.
Secara umum, trombosis serebral tidak terjadi dengan tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara,
hemiplegia, atau parestesia pada setengah tubuh dapat mendahului awitan paralisis berat pada
beberapa jam atau hari.
2. Embolisme serebral
Embolus biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau cabang-cabangnya, yang merusak
sirkulasi serebral. Awitan hemiparesis atau hemiplegia tiba-tiba dengan afasia atau tanpa afasia
atau kehilangan kesadaran pada pasien dengan penyakit jantung atau pulmonal adalah
karakteristik dari embolisme serebral.
3. Iskemia serebral
Iskemia serebral (insufisiensi suplai darah ke otak) terutama karena konstriksi ateroma pada arteri
yang menyuplai darah ke otak.
4. Haemorrhagi serebral
a) Haemorrhagi ekstradural (haemorrhagi epidural) adalah kedaruratan bedah neuro yang
memerlukan perawatan segera. Keadaan ini biasanya mengikuti fraktur tengkorak dengan
robekan arteri tengah arteri meninges lain, dan pasien harus diatasi dalam beberapa jam
cedera untuk mempertahankan hidup.
b) Haemorrhagi subdural pada dasarnya sama dengan haemorrhagi epidural, kecuali bahwa
hematoma subdural biasanya jembatan vena robek. Karenanya periode pembentukan
hematoma lebih lama danc menyebabkan tekanan pada otak. Beberapa pasien mungkin
mengalami haemorrhagi subdural kronik tanpa menunjukkan tanda atau gejala.
c) Haemorrhagi subarakhnoid dapat terjadi sebagai akibat trauma atau hipertensi, tetapi
penyebab paling sering adalah kebocoran aneurisme pada area sirkulus Willisi dan
malformasi arteri vena kongenital pada otak.
d) Haemorrhagi intracerebral adalah perdar ahan di substansi dalam otak paling umum pada
pasien dengan hipertensi dan aterosklerosis serebral, karena perubahan degeneratif karena
penyakit ini biasanya menyebabkan ruptur pembuluh darah. Biasanya awitan tiba -tiba,
dengan sakit kepala berat. Bila ha emorrhagi membesar, makin jelas defisit neurologik yang
terjadi dalam bentuk penurunan kesadaran dan abnormalitas pada tanda vital
Faktor Resiko
Penggolongan faktor risiko stroke didasarkan pada dapat atau tidaknya resiko tersebut
ditanggulangi / diubah :
A. Faktor resiko yang tak dapat diubah atau dicegah/dimodifikasi
B. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi
C. Faktor resiko yang sangat dapat dimodifikasi
Pengenalan faktorfaktor resiko ini penting, karena banyak pasien mempunyai faktor resiko lebih
dari 1 (satu) faktor atau bahkan kadangkadang faktor resiko ini diabaikan. Setelah mengetahui maka
perlu dikenal juga bagaimana cara pengatasan atau penghindaran faktorfaktor resiko dan caracara
pemeriksaan faktor.
Diabetes
Penderita diabetes cenderung menderita artherosklerosis dan meningkat kan terjadinya hypertensi,
kegemukan dan kenaikan lemak darah. Kombinasi hypertensi dan diabetes sangat menaikkan
komplikasi diabetes termasuk stroke. Pengendalian diabetes sangat menurunkan terjadinya stroke.
Kenaikan kadar cholesterol/lemak darah
Penelitian menunjukkan angka stroke meningkat pada pasien dengan kadar cholesterol diatas 240
mg % Setiap kenaikan 38,7 mg % menaikkan angka stroke 25 %. Sedangkan kenaikan HDL 1 m
mol (38,7 mg %) menurunkan terjadinya stroke setinggi 47 %. Demikian juga kenaikan trigliserid
menaikkan jumlah terjadinya stroke. Pemberian obatobat anti cholesterol jenis statin sangat
menurunkan terjadinya stroke.
Penyempitan Pembuluh darah Carotis
Pembuluh darah carotis berasal dari pembuluh darah jantung yang menuju ke otak dan dapat
diraba pada leher. Penyempitan pembuluh darah ini kadangkadang tak menimbulkan gejala dan
hanya diketahui dengan pemeriksaan. Penyempitan > 50 % ditemukan pada 7 % pasien lakilaki
dan 5 % pada perempuan pada umur diatas 65 tahun. Pemberian obatobat aspirin dapat
mengurangi incidence terjadinya stroke, namun pada beberapa pasien dianjurkan dikerjakan
carotid endarterectomy.
Gejala Sickle cel
Penyakit ini diturunkan, kadangkadang tanpa gejala apapun. Beberapa menunjukkan gejala
anemia hemolytic dengan episode nyeri pada aanggota badan, penyumbatanpenyumbatan
pembuluh darah termasuk stroke.
Penggunaan terapi sulih hormon.
Penggunaan terapi sulih hormon dianjurkan untuk mencegah terjadinya stroke dan penyakit
jantung vaskuler, namun pada beberapa penelitian pada pemakaian 6 bulan berturutturut
meningkatkan terjadinya stroke pada pemakaian restradol. Pemakaian sulih hormon untuk
mencegah stroke tidak dianjurkan.
Diet dan Nutrisi
Asupan makanan yang mengandung banyak sayur dan buah mengurangi terjadinya stroke.
Pemakaian garam dapur berlebihan meningkatkan terjadianya stroke. Mungkin ini dikaitkan
dengan terjadinya kenaikan tensi. j. Latihan fisik Kegiatan fisik yang teratur dapat mengurangi
terjadinya stroke ( 30 menit gerakan moderate tiap hari)
Kegemukan
BMI (Body Mass Index) yaitu BB (kg) = TB (m) > 25 29,9 dikategorikan berat berlebih (over
weight). Sedang > 30 dikategorikan obesitas.
Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak. Hampir
70% kasus stroke hemoragik terjadi pada penderita hipertensi. Stroke hemoragik ada 2 jenis, yaitu:
1. Hemoragik Intraserebral : pendarahan yang terjadi didalam jaringan otak.
2. Hemoragik Subaraknoid :pendarahan yang terjadi pada ruang subaraknoid (ruang sempit
antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak).
Stroke dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria. Menurut Misbach (1999) dalam
Ritarwan (2002), klasifikasi tersebut antara lain:
A. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya:
1. Stroke iskemik
Transient Ischemic Attack (TIA)
Trombosis serebri
Emboli serebri
2. Stroke hemoragik
Perdarahan intraserebral
Perdarahan subarakhnoid
B. Berdasarkan stadium atau pertimbangan waktu:
1. Serangan iskemik sepintas atau Transient Ischemic Attack (TIA)
Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan
menghilang dalam waktu 24 jam.
2. Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24 jam, tetapi
tidak lebih dari seminggu.
3. Progressing stroke atau stroke in evolution
Gejala neurologik yang makin lama makin berat.
4. Completed stroke
Gejala klinis yang telah menetap
C. Berdasarkan sistem pembuluh darah:
Sistem karotis dan sistem vertebrobasiler.
Stroke juga umumnya diklasifikasikan menurut patogenesisnya. Dalam hal ini stroke terbagi dalam
dua klasifikasi, yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik. Berdasarkan penelitian, dijumpai prevalensi
stroke iskemik lebih besar dibandingkan dengan stroke hemoragik. Menurut Sudlow dan Warlow (1996)
dalam Davenport dan Dennis (2000), 80% dari seluruh kejadian stroke pada orang kulit putih merupakan
stroke iskemik.
LO 4.5 Patofisiologi
Stroke Iskemik
Iskemik otak mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak secara bertahap (Sjahrir,2003)
Tahap 1 :
a. Penurunan aliran darah
b. Pengurangan O2
c. Kegagalan energi
d. Terminal depolarisasi dan kegagalan homeostasis ion
Tahap 2 :
a. Eksitoksisitas dan kegagalan homeostasis ion
b. Spreading depression
Tahap 3 : Inflamasi
Tahap 4 : Apoptosis
Proses patofisiologi pada cedera SSP akut sangat kompleks dan melibatkan permeabilitas patologis dari
sawar darah otak, kegagalan energi, hilangnya homeostasis ion sel, asidosis, peningkatan kalsium
ekstraseluler, eksitotoksisitas dan toksisitas yang diperantarai oleh radikal bebas. (Sherki dkk,2002)
Stroke Hemoragik
Perdarahan intrakranial meliputi perdarahan di parenkim otak dan perdarahan subarachnoid.
Insidens perdarahan intrakranial kurang lebih 20 % adalah stroke hemoragik, dimana masing-masing 10%
adalah perdarahan subarachnoid dan perdarahan intraserebral (Caplan, 2000).
Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya mikroaneurisma (Berry aneurysm)
akibat hipertensi maligna. Hal ini paling sering terjadi di daerah subkortikal, serebelum, dan batang otak.
Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola berdiameter 100 400 mikrometer mengalami
perubahan patologi pada dinding pembuluh darah tersebut berupa lipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta
timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Pada kebanyakan pasien, peningkatan tekanan darah yang tiba-tiba
menyebabkan rupturnya penetrating arteri yang kecil. Keluarnya darah dari pembuluh darah kecil
membuat efek penekanan pada arteriole dan pembuluh kapiler yang akhirnya membuat pembuluh ini pecah
juga. Hal ini mengakibatkan volume perdarahan semakin besar (Caplan, 2000).
Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan
perfusi, menyebabkan neuron-neuron di dearah yang terkena darah dan sekitarnya lebih tertekan lagi.
Gejala neurologik timbul karena ekstravasasi darah ke jaringan otak yang menyebabkan nekrosis (Caplan,
2000).
Perdarahan subarachnoid (PSA) terjadi akibat pembuluh darah disekitar permukaan otak pecah,
sehingga terjadi ekstravasasi darah ke ruang subarachnoid. Perdarahan subarachnoid umumnya disebabkan
oleh rupturnya aneurisma sakular atau perdarahan dari arteriovenous malformation (AVM).
5. Atheroma markers ( x -3 )
Done 0
Diabetes, angina, claudicatio intermitten 1
6. Konstanta 12
Siriraj Stroke Score (SSS): ( 2,5 x derajat kesadaran ) + ( 2 x vomitus ) + ( 2 x nyeri kepala ) + ( 0,1 x
tekanan diastolik ) ( 3 x petanda ateroma ) 12
Interpretasi score : Skor -1 = Infark, 1 = Hemoragik
Poin-poin pada masing-masih gejala klinis tersebut ditambahkan, dan ditemukan hasil dengan interpretasi
< -1 adalah kemungkinan strok non-hemorrhagic, sedangkan pada skor >1 maka kemungkinan strok
hemorrhagic.
Pemeriksaan radiologis
a. CT-scan
CT-scan merupakan alat pencitraan yang dipakai pada kasus-kasus emergensi seperti emboli paru,
diseksi aorta, akut abdomen, semua jenis trauma dan menentukan tingkatan dalam stroke. Pada kasus
stroke, CT-scan dapat menentukan dan memisahkan antara jaringan otak yang infark dan daerah
penumbra. Selain itu, alat ini bagus juga untuk menilai kalsifikasi jaringan. Berdasarkan beberapa
studi terakhir, CT-scan dapat mendeteksi lebih dari 90 % kasus stroke iskemik, dan menjadi baku
emas dalam diagnosis stroke.
b. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Secara umum lebih sensitif dibandingkan CT-scan. MRI juga dapat digunakan pada kompresi
spinal. Kelemahan alat ini adalah tidak dapat mendeteksi adanya emboli paru, udara bebas dalam
peritoneum dan fraktur. Kelemahan lainnya adalah prosedur pemeriksaan yang lebih rumit dan lebih
lama, hanya sedikit sekali rumah sakit yang mempunyai, harga pemeriksaan yang sangat mahal serta
tidak dapat dipakai pada pasien yang memakai alat pacemaker jantung dan alat bantu pendengaran.
Diagnosis Banding
Terdapat bebrapa penyakit yang dapat didiagnosis banding dengan stroke hemoragik akibat
perdarahan subarakhnoid, yaitu:
1. Stroke akibat perdarahan intrakranial
2. Stroke akibat malformasi arteriovena
3. Meningitis aseptic
4. Meningitis meningokokus
5. Trombosis arteri basilaris
6. Perdarahan serebelar
7. Aneurisma serebral
8. Thrombosis vena serebral
9. Hematoma epidural
10. Hidrosefalus
11. Migraine
12. Encephalitis
13. Transient Iskemik Attack
14. Temporal arteritis
LO 4.8 Penatalaksanaan
Dalam tatalaksana stroke waktu merupakan hal yang sangat penting mengingat jendela terapinya
hanya berkisar antara 3 sampai 6 jam. Tindakan di gawat darurat untuk stroke akut sebaiknya ditekankan
pada hal-hal berikut:
1. Stabilisasi pasien
2. Pemeriksaan darah, EKG dan rontgen toraks
3. Penegakan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik
4. Pemeriksaan CT Scan kepala atau MRI sesegera mungkin
Hal yang harus selalu diingat adalah komplikasi tersering yang dapat menyebabkan kematian.
Herniasi transtentorial dapat terjadi pada infark yang luas ataupun perdarahan luas dengan perluasan ke
ventrikel atau perdarahan subarakhnoid. Pneumonia aspirasi juga penyebab kematian yang cukup sering
pada stroke akut. Semua pasien stroke akut harus diperlakukan sebagai pasien dengan disfagia sampai
terbukti tidak. Komplikasi lainnya adalah infark miokard akut, sekitar 3% penderita stroke iskemik
mengalami komplikasi ini.
I. STADIUM AKUT
Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktor-faktor etiologik maupun penyulit. Juga dilakukan
tindakan terapi fisik, okupasi, wicara dan psikologis serta telaah sosial untuk membantu pemulihan pasien.
Penjelasan dan edukasi kepada keluarga pasien perlu, menyangkut dampak stroke terhadap pasien dan
keluarga serta tata cara perawatan pasien yang dapat dilakukan keluarga.
a. Stroke Iskemik
Terapi umum : Letakkan kepala pasien pada posisi 300, kepala dan dada pada satu bidang; ubah
posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah stabil.
Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil analisis
gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi. Demam diatasi dengan kompres dan antipiretik,
kemudian dicari penyebabnya; jika kandung kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan
kateter intermiten).
Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-2000 mL dan
elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa atau salin isotonik. Pemberian
nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannya baik; jika didapatkan gangguan menelan atau
kesadaran menurun, dianjurkan melalui selang nasogastrik.
Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah sewaktu 150 mg%
dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia (kadar gula darah <
60 mg% atau < 80 mg% dengan gejala) diatasi segera dengan dekstrosa 40% iv sampai kembali
normal dan harus dicari penyebabnya.
Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan sesuai gejala.
Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila tekanan sistolik 220 mmHg, diastolik
120 mmHg, Mean Arterial Blood Pressure (MAP) 130 mmHg (pada 2 kali pengukuran
dengan selang waktu 30 menit), atau didapatkan infark miokard akut, gagal jantung kongestif
serta gagal ginjal. Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%, dan obat yang
direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat ACE, atau
antagonis kalsium.
Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik 90 mm Hg, diastolik 70 mmHg, diberi
NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4 jam dan 500 mL selama 8 jam
atau sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum terkoreksi, yaitu tekanan darah sistolik masih <
90mmHg, dapat diberi dopamin 2-20g/kg/menit sampai tekanan darah sistolik 110 mmHg.
Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelan-pelan selama 3 menit, maksimal 100 mg
per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral (fenitoin, karbamazepin). Jika kejang
muncul setelah 2 minggu, diberikan antikonvulsan peroral jangka panjang.
Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus intravena 0,25
sampai 1g/kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena rebound atau keadaan umum
memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus dilakukan
pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai alternatif, dapat diberikan larutan hipertonik
(NaCl 3%) atau furosemid.
Terapi khusus : Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet seperti aspirin dan anti
koagulan, atau yang dianjurkan dengan trombolitik rt-PA (recombinant tissue Plasminogen
Activator).Dapat juga diberi agen neuroproteksi, yaitu sitikolin atau pirasetam (jika didapatkan
afasia).
b. Stroke Hemoragik
Terapi umum : Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume hematoma >30 mL,
perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan keadaan klinis cenderung memburuk.
Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan darah premorbid atau 15-20% bila tekanan
sistolik >180 mmHg, diastolik >120 mmHg, MAP >130 mmHg, dan volume hematoma
bertambah. Bila terdapat gagal jantung, tekanan darah harus segera diturunkan dengan labetalol iv
10 mg (pemberian dalam 2 menit) sampai 20 mg (pemberian dalam 10 menit) maksimum 300 mg;
enalapril iv 0,625-1.25 mg per 6 jam; kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per oral.
Jika didapatkan tanda tekanan intrakranial meningkat, posisi kepala dinaikkan 300, posisi
kepala dan dada di satu bidang, pemberian manitol (lihat penanganan stroke iskemik), dan
hiperventilasi (pCO2 20-35 mmHg).
Penatalaksanaan umum sama dengan pada stroke iskemik, tukak lambung diatasi dengan
antagonis H2 parenteral, sukralfat, atau inhi- bitor pompa proton; komplikasi saluran napas
dicegah dengan fisioterapi dan diobati dengan antibiotik spektrum luas.
Terapi khusus : Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator. Tindakan
bedah mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada pasien yang kondisinya kian
memburuk dengan perdarahan serebelum berdiameter >3 cm3, hidrosefalus akut akibat
perdarahan intraventrikel atau serebelum, dilakukan VP-shunting, dan perdarahan lobar >60 mL
dengan tanda peningkatan tekanan intrakranial akut dan ancaman herniasi.
Pada perdarahan subaraknoid, dapat digunakan antagonis Kalsium (nimodipin) atau
tindakan bedah (ligasi, embolisasi, ekstirpasi, maupun gamma knife) jika penyebabnya adalah
aneurisma atau malformasi arteri-vena (arteriovenous malformation, AVM).
Pengobatan Umum
Untuk pengobatan umum ini dipakai patokan 5 B yaitu:
1. Breathing
Harus dijaga agar jalan nafas bebas dan fungsi paru-paru baik. Pengobatan dengan oksigen hanya
perlu bila kadar oksigen darah berkurang.
2. Brain
Udem otak dan kejang-kejang harus dicegah dan diatasi. Bila terjadi udem otak, dapat dilihat dari
keadaan pasien yang mengantuk, adanya bradikardi atau dengan pemeriksaan funduskopi, dapat
diberikan manitol. Untuk mengatasi kejang-kejang yang timbul dapat diberikan Diphenylhydantoin
atau Carbamazepin.
3. Blood
Tekanan darah dijaga agar tetap cukup tinggi untuk mengalirkan darah ke otak. Pengobatan hipertensi
pada fase akut dapat mengurangi tekanan perfusi yang justru akan menambah iskemik lagi.
Kadar Hb dan glukosa harus dijaga cukup baik untuk metabolisme otak. Pemberian infus glukosa
harus dicegah karena akan menambah terjadinya asidosis di daerah infark yang akan mempermudah
terjadinya udem. Keseimbangan elektrolit harus dijaga.
4. Bowel
Defekasi dan nutrisi harus diperhatikan. Hindari terjadinya obstipasi karena akan membuat pasien
gelisah. Nutrisi harus cukup. Bila perlu diberikan nasogastric tube (NGT).
5. Bladder
Miksi dan balance cairan harus diperhatikan. Jangan sampai terjadi retentio urin. Pemasangan kateter
jika terjadi inkontinensia.
Perawatan suportif
Pelihara oksigenasi jaringan secara adekuat; membutuhkan bantuan saluran napas dan ventilasi.
Cek aspirasi pneumonia yang mungkin terjadi.
Tekanan darah; pada kebanyakan kasus, tekanan darah tidak boleh diturunkan secara cepat. Jika
terlalu tinggi, menurunkan tekanan darah secara berhati-hati, karena status neurologis dapat
bertambah buruk ketika tekanan darah diturunkan.
Status volume darah; koreksi hipovolemia dan elektrolit-elektrolit tetap pada batas normal.
Demam; harus dicari sumber dari demam dan diturunkan dengan anti piretik yang sesuai.
Hypoglycemia/dan atau hyperglycemia; harus dijaga dengan kontrol yang ketat. Hiperglikemia
dapat bertambah buruk pada cedera iskemik.
Profilaksis DVT; stroke dengan pasien yang mempunyai risiko tinggi untuk DVT. Penting untuk
menggunakan heparin subcutan 5,000 IU q. 8 atau 12 jam atau subkutan enoksaparin 30 mg q. 12
jam pada ambulasi awal.
a. Penatalaksanaan Stroke Hemoragik
Singkirkan kemungkinan koagulopati. Pastikan hasil masa protrombin dan masa tromboplastin
parsial adalah normal. Jika masa protrombin memanjang, berikan plasma beku segar (FFP) 4-8
unit intravena setiap 4 jam dan vitamin K 15 mg intravena bolus, kemudian 3 kali sehari 15 mg
subkutan sampai masa protrombin normal. Koreksi antikoagulasi heparin dengan protamin sulfat
10-50 mg bolus lambat (1 mg mengoreksi 100 unit heparin).
Kendalikan HT. Tekanan yang tinggi bisa menyebabkan perburukan perihematom. Tekanan darah
sisitolik >180mmHg dengan labetalol (20 mg intravena dalam 2 menit ulangi 40-80 mg intravena
dalam interval 10 menit sampai tekanan yang diinginkan kemudian infus 2 mg/menit dan dirasi
atau penghambat ACE 12,5 mg-25 mg, 2-3 kali sehari atau antagonis kalsium (nifedipin oral 4x
10 mg).
Pertimbangkan bedah saraf apabila perdarahan serebelum diameter lebih dari 3 cm atau volum
lebih dari 50 ml. Pemasangan ventrikulo-peritoneal bila ada hidroefalus obstruktif akut atau
kliping aneurisma.
Pertimbangkan angiografi untuk menyingkirkan aneurisma/malformasi arteriovenosa.
Berikan manitol 20% (1 mg/kg BB intravena dalan 20-30 menit). Steroid tidak terbukti efektif
pada perdarahan intraserebral.
Pertimbangkan fenitoin (10-20 mg/kg BB intravena atau peroral). Pada umumnya anti konvulsan
diberikan bila terdapat kejang.
Pertimbangkan terapi hipervolemik dan nimodipin untuk mencegah vasospasme.
Untuk mengatasi perdarahan intracerebral : obati penyebabnya, turunkan TIK, beri
neuroprotektor, tindakan bedah dengan pertimbangan GCS >4 dilakukan pada pasien dengan
perdarahan serebelum > 3cm, hidrosefalus akibat perdarahan intraventrikel atau serebelum,
perdarahan lobar diatas 60 cc dengan tanda peningkatan TIK akut dan encaman herniasi.
Perdarahan subaraknoid
o Nimodipin digunakan untuk mencegah vasospasme.
o Tindakan operasi dapat dilakukan pada perdarahan subaraknoid stadium I dan II akibat
pecahnya aneurisma sakular berry dan adanya komplikasi hidrosefalus obstruktif.
a. Angioplasti balon
Menempatkan suatu balon kecil yang dideflasikan pada pembuluh darah yang yang mengalami
stenose Balon kemudian dipompakan menekan plak ateromatosa ke arah dinding. Mempunyai
risiko melepasnya emboli kecil yang dapat berpindah ke retina atau otak.
b. Penempatan Sten
Prosedur eksperimental; > 50-60% mengalami kekambuhan. Menempatkan suatu coil baja tahan-
karat kedalam pembuluh darah yang kemudian difiksasi pada salah satu dinding dari arteri; saat ini
coil ditambahkan dengan obat-obatan slow-release.
4. Agen-agen antiplatelet
Aspirin
Mekanisme kerja: a) Menghambat agregasi platelet. b) Menurunkan atau mengurangi pelepasan
substansi vasoaktif dari platelet. c) Menginaktivasi secara irreversibel siklooksigenase-platelet; dan
efeknya cukup berlangsung selama hidup dari platelet; 5-7 hari
Efikasi :
a. ASA telah menunjukkan pengurangan yang bermakna secara klinis (22-24%) pada risiko stroke
dan kematian, pada uji-uji klinis acak pasien-pasien yang telah mengalami suatu TIA sebelumnya
atau strok sebagai pencegahan sekunder.
b. Dosis berkisar dari 50 -1500 mg perhari.
Pada uji klinis terakhir; evaluasi dosis rendah (30-325 mg perhari); hasilnya
mengindikasikan bahwa dosis rendah mungkin lebih bermanfaat dengan berkurangnya efek-
efek tidak diinginkan dari asam salisilat pada lambung.
Pada beberapa studi menyatakan; bahwa ASA lebih efektif pada laki-laki dibanding sejumlah
kecil perempuan pada studi lain.
Peran pada pencegahan primer belum jelas.
Dipiridamol (Persantine)
Mekanisme kerja: a) Inhibitor lemah dari agregasi platelet. b) Sebagai inhibit fosfodiesterase platelet.
Efikasi: a) Pada uji klinis belum mempunyai bukti yang kuat dalam penggunaan dipiridamol pada
iskemia otak. b) Tidak ada efek aditif yang ditemukan bersama dengan aspirin.
Sulfinpirazon (Anturane)
Mekanisme kerja: Innhibisi reversibel dari siklooksigenase.
Efikasi: Uji klinis belum mempunyai dukungan rekomendasi penggunaan.
Tiklopidin (Ticlid)
Mekanisme Kerja: a) Inhibisi agregasi platelet dan menginduksi ADP. b) Inhibisi agregasi platelet
yang diinduksi oleh kolagen, PAF, epinefrin dan thrombin. c) Waktu perdarahan diperpanjang. d)
Berefek minimal pada siklooksigenase.
Efikasi:
a. Telah menunjukkan dapat mereduksi insidens stroke, kira-kira 22% pada pasien-pasien yang telah
mengalami TIAs sebelumnya atau stroke.
b. Lebih efektif dibanding aspirin dengan kurangnya efek gastrointestinal.
c. Tidak ada perbedaan gender yang memperlihatkan tiklopidin bereaksi sama; seperti halnya dengan
ASA.
d. Dosis 500 mg perhari dibagi menjadi dua dosis (250 mg peroral-bid)
Efek samping: diare, ruam pada kulit, total kolesterol serum yang meningkat.
Antikoagulasi (warfarin)
a. Belum ada studi-studi yang membuktikan superioritas dari antikoagulan ini sebagai agen antiplatelet.
b. Dapat mereduksi risiko dari stroke pada pasien dengan infark miokard sebelumnya.
c. Bermanfaat pada pasien yang menderita keluhan simptomatik pada terapi antiplatelet.
d. Eksepsi mayor adalah pada pasien dengan embolisme otak yang berasal kardiac;
1. Antikoagulasi kronik dengan warfarin telah dibuktikan untuk mencegah keadaan gangguan
serebrovaskuler pada pasien dengan AF (atrial fibrilasi).
2. Penanganan terhadap stroke infarction /dan atau ischemic serebral akut.
Nitrovasodilator
Nitrogliserin 5-1000 Awitan 1-2
g/kg/menit IV menit, durasi 3-5
menit.
LO 4.9 Komplikasi
1. Komplikasi Akut
Kenaikan tekanan darah. Keadaan ini biasanya merupakan mekanisme kompensasi sebagai upaya
mengejar kekurangan pasokan darah di tempat lesi. Oleh karena itu kecuali bila menunjukkan nilai
yang sangat tinggi (sistolik > 220/ diastolik >130) tekanan darah tidak perlu diturunkan, karena
akan turun sendiri setelah 48 jam. Pada pasien hipertensi kronis tekanan darah juga tidak perlu
diturunkan segera.
Kadar gula darah. Pasien stroke seringkali merupakan pasein DM sehingga kadar glukosa darah
pasca stroke tinggi. Akan tetapi seringkali terjadi kenaikan glukosa darah pasein sebagai reaksi
kompensasi atau akibat mekanisme stress.
Gangguan jantung. Baik sebagai penyebab maupun sebagai komplikasi. Keadaan ini memerlukan
perhatian khusus, karena seringkali memperburuk keadaan stroke bahkan sering merupakan
penyebab kematian.
Gangguan respirasi. Baik akibat infeksi maupun akibat penekanan di pusat napas.
Infeksi dan sepsis. Merupakan komplikasi stroke yang serius pada ginjal dan hati.
Gangguan cairan, elektrolit, asam dan basa.
Ulcer stres. Yang dapat menyebabkan terjadinya hematemesis dan melena.
2. Komplikasi Kronik
Akibat tirah baring lama di tempat tidur bias terjadi pneumonia, dekubitus, inkontinensia serta
berbagai akibat imobilisasi lain.
Rekurensi stroke.
Gangguan sosial-ekonomi.
Gangguan psikologis.
LO 4.10 Prognosis
Indikator prognosis adalah: tipe dan luasnya serangan, age of onset, dan tingkat kesadaran. Hanya
1/3 pasien bisa kembali pulih setelah serangan stroke iskemik. Umumnya, 1/3-nya lagi adalah fatal, dan
1/3- nya mengalami kecacatan jangka panjang. Jika pasien mendapat terapi dengan tepat dalam waktu 3
jam setelah serangan, 33% diantaranya mungkin akan pulih dalam waktu 3 bulan.Prognosis pasien dengan
stroke hemoragik (perdarahan intrakranial) tergantung pada ukuran hematoma hematoma > 3 cm
umumnya mortalitas tinggi, hematoma yang massive biasanya bersifat lethal.
Jika infark terjadi pada spinal cord prognosis bervariasi tergantung keparahan gangguan neurologis jika
kontrol motorik dan sensasi nyeri terganggu prognosis buruk.
LO 4.11 Pencegahan
Rekomendasi American Stroke Association (ASA) tentang pencegahan stroke adalah sebagai
berikut:
1. Pencegahan Primer Stroke
Pendekatan pada pencegahan primer adalah mencegah dan mengobati faktor-faktor risiko yang dapat
dimodifikasi.
Hipertensi
Hipertensi harus diobati, untuk mencegah stroke ulang maupun mencegah penyakit vaskular
lainnya. Pengendalian hipertensi ini sangat penting artinya bagi para penderita stroke iskemik dan
TIA. Target absolut dalam hal penurunan tekanan darah belum dapat ditetapkan, yang penting
adalah bahwa tekanan darah < 120 / 80 mm Hg. Modifikasi berbagai macam gaya hidup
berpengaruh terhadap upaya penurunan tekanan darah secara komprehensif.
Obatobat yang dianjurkan adalah diuretika dan ACE inhibitor; namun demikian pilihan obat
disesuaikan dengan kondisi / karakteristik masingmasing individu.
Diabetes melitus
Pada penderita diabetes melitus maka penurunan tekanan darah dan lipid darah perlu
memperoleh perhatian yang lebih serius. Dalam kasus demikian ini maka obat antihipertensi dapat
lebih dari 1 macam. ACE inhibitor merupakan obat pilihan untuk kasus gangguan ginjal dan
diabetes melitus
Pada penderita stroke iskemik dan TIA, pengendalian kadar gula direkomendasikan sampai
dengan mendekati kadar gula plasma normal (normoglycemic), untuk mengurangi komplikasi
mikrovaskular dan kemungkinan timbulnya komplikasi makrovaskular. Sementara itu kadar
HbA1c harus lebih rendah dari 7%.
Lipid
Penderita stroke iskemik atau TIA dengan kadar kolesterol yang tinggi, penyakit arteri
koroner, atau adanya bukti aterosklerosis, maka pasien harus dikelola secara komprehensif
meliputi modifikasi gaya hidup, diet secara tepat, dan pengobatan. Target penurunan kadar
kolesterol adalah sebagai berikut: LDL < 100 mg% dan kadar LDL < 70 mg% bagi penderita
dengan faktor risiko multipel.
Penderita stroke iskemik atau TIA yang dicurigai mengalami aterosklerosis tetapi tanpa
indikasi pemberian statis (kadar kolesterol normal, tanpa penyakit arteri koroner, atau tidak ada
bukti aterosklerosis) dianjurkan untuk diberi statin untuk mengurangi risiko gangguan vaskular.
Penderita stroke iskemik atau TIA dengan kadar HDL kolesterol rendah dapat
dipertimbangkan untuk diberi niasin atau gemfibrozil.
Merokok
Setiap pasien stroke atau TIA harus segera menghentikan kebiasaan merokok. Penghentian
merokok dapat diupayakan dengan cara penyuluhan dan mengurangi jumlah rokok yang dihisap /
hari secara bertahap.
Obesitas
Bagi setiap penderita stroke iskemik atau TIA dengan obesitas/overweight sangat dianjurkan
untuk mempertahankan bodymass index (BMI) antara 18,524,9 kg/m2 dan lingkat panggul
kurang dari 35 inci (perempuan) dan kurang dari 40 inci (lakilaki). Penyesuaian berat badan
diupayakan melalui keseimbangan antara asupan kalori, aktivitas fisik dan penyuluhan kebiasaan
hidup sehat
Aktivitas fisik
Setiap pasien stroke iskemik atau TIA yang mampu untuk melakukan aktivitas fisik sangat
dianjurkan untuk melakukan aktivitas fisik ringan selama 30 menit/hari. Untuk pasien yang tidak
mampu melakukan aktivitas fisik maka dianjurkan untuk melakukan latihan dengan bantuan orang
yang sudah terlatih.
LI.5 Memahami dan Menjelaskan hak dan kewajiban suami istri dalam Islam
Hak Bersama Suami Istri
- Suami istri, hendaknya saling menumbuhkan suasana mawaddah dan rahmah. (Ar-Rum: 21)
- Hendaknya saling mempercayai dan memahami sifat masing-masing pasangannya. (An-Nisa: 19
Al-Hujuraat: 10)
- Hendaknya menghiasi dengan pergaulan yang harmonis. (An-Nisa: 19)
- Hendaknya saling menasehati dalam kebaikan. (Muttafaqun Alaih)
Adab Suami Kepada Istri .
- Suami hendaknya menyadari bahwa istri adalah suatu ujian dalam menjalankan agama. (At-aubah:
24)
- Hendaknya senantiasa berdoa kepada Allah meminta istri yang sholehah. (AI-Furqan: 74)
- Diantara kewajiban suami terhadap istri, ialah: Membayar mahar, Memberi nafkah (makan,
pakaian, tempat tinggal), Menggaulinya dengan baik, Berlaku adil jika beristri lebih dari satu. (AI-
Ghazali)
- Jika istri berbuat Nusyuz, maka dianjurkan melakukan tindakan berikut ini secara berurutan: (a)
Memberi nasehat, (b) Pisah kamar, (c) Memukul dengan pukulan yang tidak menyakitkan. (An-
Nisa: 34) Nusyuz adalah: Kedurhakaan istri kepada suami dalam hal ketaatan kepada Allah.
- Suami tidak boleh kikir dalam menafkahkan hartanya untuk istri dan anaknya.(Ath-Thalaq: 7)
- Suami dilarang berlaku kasar terhadap istrinya. (Tirmidzi)
- Suami hendaknya bersabar dalam menghadapi sikap buruk istrinya. (Abu Yala)
- Suami wajib menggauli istrinya dengan cara yang baik. Dengan penuh kasih sayang, tanpa kasar
dan zhalim. (An-Nisa: 19)
- Suami wajib memberi makan istrinya apa yang ia makan, memberinya pakaian, tidak memukul
wajahnya, tidak menghinanya, dan tidak berpisah ranjang kecuali dalam rumah sendiri. (Abu
Dawud).
- Suami wajib selalu memberikan pengertian, bimbingan agama kepada istrinya, dan menyuruhnya
untuk selalu taat kepada Allah dan Rasul-Nya. (AI-Ahzab: 34, At-Tahrim : 6, Muttafaqun Alaih)
- Suami wajib mengajarkan istrinya ilmu-ilmu yang berkaitan dengan wanita (hukum-hukum haidh,
istihadhah, dll.). (AI-Ghazali)
- Suami wajib berlaku adil dan bijaksana terhadap istri. (An-Nisa: 3)
- Suami tidak boleh membuka aib istri kepada siapapun. (Nasai)
- Jika suami hendak meninggal dunia, maka dianjurkan berwasiat terlebih dahulu kepada istrinya.
(AI-Baqarah: ?40)
Adab Isteri Kepada Suami
- Hendaknya istri menyadari clan menerima dengan ikhlas bahwa kaum laki-Iaki adalah pemimpin
kaum wanita. (An-Nisa: 34)
- Hendaknya istri menyadari bahwa hak (kedudukan) suami setingkat lebih tinggi daripada istri.
(Al-Baqarah: 228)
- Istri wajib mentaati suaminya selama bukan kemaksiatan. (An-Nisa: 39)
- Diantara kewajiban istri terhadap suaminya, ialah:
a. Menyerahkan dirinya,
b. Mentaati suami,
c. Tidak keluar rumah, kecuali dengan ijinnya,
d. Tinggal di tempat kediaman yang disediakan suami
e. Menggauli suami dengan baik. (Al-Ghazali)
- Istri hendaknya selalu memenuhi hajat biologis suaminya, walaupun sedang dalam kesibukan.
(Nasa i, Muttafaqun Alaih)
- Apabila seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidur untuk menggaulinya, lalu sang istri
menolaknya, maka penduduk langit akan melaknatnya sehingga suami meridhainya. (Muslim)
- Istri hendaknya mendahulukan hak suami atas orang tuanya. Allah swt. mengampuni dosa-dosa
seorang Istri yang mendahulukan hak suaminya daripada hak orang tuanya. (Tirmidzi)
- Istri wajib menjaga harta suaminya dengan sebaik-baiknya. (Thabrani)
- Istri hendaknya senantiasa membuat dirinya selalu menarik di hadapan suami(Thabrani)
- Istri wajib menjaga kehormatan suaminya baik di hadapannya atau di belakangnya (saat suami
tidak di rumah). (An-Nisa: 34)
- Ada empat cobaan berat dalam pernikahan, yaitu: (1) Banyak anak (2) Sedikit harta (3) Tetangga
yang buruk (4) lstri yang berkhianat. (Hasan Al-Bashri)
- Wanita Mukmin hanya dibolehkan berkabung atas kematian suaminya selama empat bulan
sepuluh hari. (Muttafaqun Alaih)