Anda di halaman 1dari 30

ASUHAN KEPERAWATAN PADA

PASIEN DENGAN SYNDROM NEFROTIK


KATA PENGANTAR
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan Penulisan


BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi

Sindrom nefrotik adalah suatu kumpulan gejala gangguan klinis, meliputi


proteinuria masif > 3,5 gr/hr, hipoalbuminemia, edema, hiperlipidemia. Manifestasi
dari keempat kondisi tersebut yang sangat merusak membran kapiler glomerulus dan
menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus (Muttaqin, 2012). Sindrom
nefrotik terjadi tiba-tiba, terutama pada anak-anak. Biasanya berupa oliguria dengan
urin berwarna gelap, atau urin yang kental akibat proteinuria berat. Pada dewasa
terlihat adalah edema pada kaki dan genitalia (Mansjoer, 2001).
Nefrotik sindrom adalah gangguan klinik yang ditandai dengan peningkatan
protein urine (proteinuria), edema, penurunan albumin dalam darah
(hipoalbuminemia), dan kelebihan lipid dalam darah (hiperlipidemia). Kejadian ini
diakibatkan oleh kelebihan pecahan plasma protein ke dalam urine karena
peningkatan permeabilitas membran kapiler glomerulus. (dr.nursalam, dkk. 2009)
Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria,
hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia. Kadang-kadang terdapat hematuria,
hipertensi dan penurunan fungsi ginjal ( Ngastiyah, 2005). Sindroma nefrotik adalah
suatu keadaan klinik dan laboratorik tanpa menunjukkan penyakit yang mendasari,
dimana menunjukkan kelainan inflamasi glomerulus. Secara fungsional sindrom
nefrotik diakibatkan oleh keabnormalan pada proses filtrasi dalam glomerulus yang
biasanya menimbulkan berbagai macam masalah yang membutuhkan perawatan yang
tepat, cepat, dan akurat. (Alatas, 2002)
Sindrom nefrotik adalah keadaan klinik dengan proteinuria masif (>3,5
g/hari), hipoalbuminemia, edema dan hiperlipidimia, biasanya kadar BUN normal.
Disertai penyakit glomerulus (idiopatik) primer atau mungkin berkaitan dengan
berbagai gangguan sistemik dengan ginjal yang terserang secara sekunder. (sylvia A.
Price. 2005)

2.2 Etiologi

Menurut Mansjoer, 2001 Penyebab sindrom nefrotik yang pasti belum


diketahui, akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun, yaitu suatu
reaksi antigen antibodi. Umumnya etiologi dibagi menjadi :
1. Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Resisten
terhadap semua pengobatan. Prognosis buruk dan biasanya pasien meninggal
dalam bulan-bulan pertama kehidupannya.
2. Sindrom nefrotik sekunder
Disebabkan oleh : Malaria kuartana atau parasit lainnya, Penyakit kolagen seperti
lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid, Glumerulonefritis akut atau
kronik, Trombosis vena renalis, Bahan kimia seperti trimetadion, paradion,
penisilamin, garam emas, air raksa, Amiloidosis, penyakit sel sabit,
hiperprolinemia, nefritis membranoproliferatif hipokomplementemik.
3. Sindrom nefrotik ideopatik
Tidak diketahui sebabnya atau disebut sindroma nefrotik primer. Berdasarkan
histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dgn pemeriksaan mikroskop biasa
dan mikroskop elektron, terbagi menjadi :
a. Kelainan minima
Pada mikroskop elektron akan tampak foot prosessus sel epitel berpadu.
Dengan cara imunofluoresensi ternyata tidak terdapat IgG pada dinding
kapiler glomerulus.
b. Nefropati membranos
Semua glomerulus menunjukan penebalan dinding kapiler yang tersebar
tanpa proliferasi sel. Prognosis kurang baik.
c. Glomerulonefritis proliferatif
Glomerulonefritis proliferatif esudatif difus. Terdapat proliferasi sel
mesangial dan infiltrasi sel polimorfonukleus. Pembengkanan sitoplasma
endotel yang menyebabkan kapiler tersumbat, dengan penebalan batang
lobular, Terdapat prolefirasi sel mesangial yang tersebar dan penebalan
batang lobular, Dengan bulan sabit ( crescent), Didapatkan proliferasi sel
mesangial dan proliferasi sel epitel sampai kapsular dan viseral. Prognosis
buruk.
d. Glomerulonefritis membranoproliferatif
Proliferasi sel mesangial dan penempatan fibrin yang menyerupai membran
basalis di mesangium. Titer globulin beta-IC atau beta-IA rendah. Prognosis
buruk.
e. Glomerulosklerosis fokal segmental
Pada kelainan ini yang mencolok sklerosis glomerulus. Sering disertai atrofi
tubulus. Prognosis buruk.
Penyebab sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 menurut muttaqin. 2012 adalah:
1. Primer, berkaitan dengan berbagai penyakit ginjal, seperti:
a. Glomerulonefritis
b. Nefrotik sindrom perubahan minimal
2. Sekunder, akibat infeksi, penggunaan obat, dan penyakit sistemik lain,
seperti:
a. Diabetes mellitus
b. Sistema lupus eritematosus
c. Amyloidosis
2.3 Manifestasi Klinis

Manifestasi utama sindrom nefrotik adalah edema. Edema biasanya

bervariasi dari bentuk ringan sampai berat (anasarka). Edema biasanya lunak dan

cekung bila ditekan (pitting), dan umumnya ditemukan disekitar mata (periorbital)
yang tampak pada pagi hari, dan berlanjut ke abdomen terjadi penumpukan cairan

pada rongga pleura yang menyebabkan efusi pleura, daerah genitalia dan ekstermitas

bawah yaitu pitting (penumpukan cairan) pada kaki bagian atas, penumpukan cairan

pada rongga peritoneal yang menyebabkan asites.

1. Penurunan jumlah urin : urine gelap, berbusa, volume urin berkurang, warna
agak keruh dan berbusa, selama beberapa minggu mungkin terdapat hemturia dan
oliguri terjadi karena penurunan volume cairan vaskuler yang menstimulli sistem
renin-angio-tensin, yang mengakibatkan disekresinya hormon anti diuretik
(ADH)
2. Pucat
3. Hematuri
4. Anoreksia dan diare disebabkan karena edema mukosa usus.
5. Sakit kepala, malaise, nyeri abdomen, berat badan meningkat dan keletihan
umumnya terjadi.
6. Gagal tumbuh dan pelisutan otot (jangka panjang)
7. Proteinuria > 3,5 gr/hr pada dewasa atau 0,05 g/kg BB/hr pada anak-anak
8. Hipoalbuminemia < 30 gr/l
9. Hiperlipidemia, umumnya ditemukan hiperkolesterolemia
10. Hiperkoagulabilitas, yang akan meningkatkan risiko trombosis vena dan arteri
11. Kenaikan berat badan secara progresif dalam beberapa hari/minggu.
12. Klien mudah lelah atau lethargie tapi tidak kelihatan sakit payah.
13. Hipertensi (jarang terjadi) karena penurunan voulume intravaskuler yang
mengakibatkan menurunnya tekanan perfusi renal yang mengaktifkan sistem
renin angiotensin yang akan meningkatkan konstriksi pembuluh darah.
14. Pembengkakan jaringan akibat penimbunan garam dan air
2.4 Patofisiologi

2.5 Klasifikasi

Whaley dan Wong (1999 : 1385) membagi tipe-tipe sindrom nefrotik:


1. Sindrom Nefrotik Lesi Minimal ( MCNS : minimal change nephrotic
syndrome).
Kondisi yang sering menyebabkan sindrom nefrotik pada anak usia sekolah.
Anak dengan sindrom nefrotik ini, pada biopsi ginjalnya terlihat hampir
normal bila dilihat dengan mikroskop cahaya.
2. Sindrom Nefrotik Sekunder
Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler seperti lupus eritematosus
sistemik, purpura anafilaktik, glomerulonefritis, infeksi system endokarditis,
bakterialis dan neoplasma limfoproliferatif.
3. Sindrom Nefrotik Kongenital
Faktor herediter sindrom nefrotik disebabkan oleh gen resesif autosomal. Bayi
yang terkena sindrom nefrotik, usia gestasinya pendek dan gejala awalnya
adalah edema dan proteinuria. Penyakit ini resisten terhadap semua
pengobatan dan kematian dapat terjadi pada tahun-yahun pertama kehidupan
bayi jika tidak dilakukan dialysis.
Sindrom Nefrotik menurut terjadinya :

a. Sindrom Nefrotik Kongenital

Pertama kali dilaporkan di Finlandia, sehingga disebut juga SN tipe

Finlandia. Kelainan ini diturunkan melalui gen resesif. Biasanya anak

lahir premature (90%), plasenta besar (beratnya kira-kira 40% dari berat

badan). Gejala asfiksia dijumpai pada 75% kasus. Gejala pertama berupa

edema, asites, biasanya tampak pada waktu lahir atau dalam minggu

pertama. Pada pemeriksaan laboratorium dijumpai hipoproteinemia,


proteinuria massif dan hipercolestrolemia. Gejala klinik yang lain berupa

kelainan congenital pada muka seperti hidung kecil, jarak kedua mata

lebar, telinga letaknya lebih rendah dari normal. Prognosis jelek dan

meninggal Karen ainfeksi sekunder atau kegagalan ginjal. Salah satu cara

untuk menemukan kemungkinan kelainan ini secara dini adalah

pemeriksaan kadar alfa feto protein cairan amnion yang biasanya

meninggi.

b. Sindrom Nefrotik yang didapat:


Termasuk disini sindrom nefrotik primer yang idiopatik dan sekunder.
2.6 Pemeriksaan Diagnostik

1. Laboratorium

a. Urine

Volume biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguria). Warna

urine kotor, sediment kecoklatan menunjukkan adanya darah,

hemoglobin, mioglobin, porfirin. Berat jenis kurang dari 1,020

menunjukkan penyakit ginjal. Contoh glomerulonefritis, pielonefritis

dengan kehilangan kemampuan untuk meningkatkan, menetap pada

1,010 menunjukkan kerusakan ginjal berat. pH lebih besar dari 7

ditemukan pada infeksi saluran kencing, nekrosis tubular ginjal dan

gagal ginjal kronis (GGK). Protein urin meningkat (nilai normal

negatif).

b. Darah
Hemoglobin menurun karena adanya anemia. Hematokrit menurun.

Natrium biasanya meningkat, tetapi dapat bervariasi. Kalium

meningkat sehubungan dengan retensi seiring dengan perpindahan

seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah

merah). Klorida, fsfat dan magnesium meningkat. Albumin. Kimia

serum : protein total dan albumin menurun, kreatinin meningkat atau

normal, trigliserida meningkat dan gangguan gambaran lipid. pada

kadar serum dapat menunjukkan kehilangan Penurunan protein dan

albumin melalui urin, perpindahan cairan, penurunan pemasukan dan

penurunan sintesis karena kekurangan asam amino

essensial. Kolesterol serum meningkat (umur 5-14 tahun : kurang

dari atau sama dengan 220 mg/dl).

Pemeriksaan urin dan darah untuk memastikan proteinuria,

proteinemia, hipoalbuminemia, dan hiperlipidemia.

2. Biosi ginjal dilakukan untuk memperkuat diagnosa. Biopsi dengan

memasukkan jarum kedalam ginjal : pemeriksaaan histology jaringan

ginjal untuk menegakkan diagnosis.

3. Pemeriksaan penanda Auto-immune (ANA, ASOT, C3, cryoglobulins,

serum electrophoresis).

2.7 Penatalaksanaan

Tujuan terapi adalah untuk mencegah kerusakan ginjal lebih lanjut dan

menurunkan risiko komplikasi.


1. Penatalaksanaan Medis

Pengobatan sindroma nefrotik hanya bersifat simptomatik, untuk mengurangi

atau menghilangkan proteinuria dan memperbaiki keadaan hipoalbuminemia,

mencegah dan mengatasi komplikasinya, yaitu:

a. Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium sampai


kurang lebih 1 gram/hari secara praktis dengan menggunakan garam
secukupnya dan menghindari makanan yang diasinkan. Diet protein 2-3
gram/kgBB/hari.
b. Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat digunakan
diuretik, biasanya furosemid 1 mg/kgBB/hari. Bergantung pada beratnya
edema dan respon pengobatan. Bila edema refrakter, dapat digunakan
hididroklortiazid (25-50 mg/hari) selama pengobatan diuretik perlu
dipantau kemungkinan hipokalemi, alkalosis metabolik dan kehilangan
cairan intravaskuler berat.
c. Dengan antibiotik bila ada infeksi harus diperiksa kemungkinan adanya
TBC
d. Diuretikum
Boleh diberikan diuretic jenis saluretik seperti hidroklorotiasid,
klortahidon, furosemid atau asam ektarinat. Dapat juga diberikan antagonis
aldosteron seperti spironolakton (alkadon) atau kombinasi saluretik dan
antagonis aldosteron.
e. Kortikosteroid
International Cooperative Study of Kidney Disease in Children (ISKDC)
mengajukan cara pengobatan sebagai berikut :
Selama 28 hari prednison diberikan per oral dengan dosis 60
mg/hari/luas permukaan badan (lpb) dengan maksimum 80 mg/hari.
Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral selama 28 hari dengan
dosis 40 mg/hari/lpb, setiap 3 hari dalam satu minggu dengan dosis
maksimum 60 mg/hari. Bila terdapat respons, maka pengobatan ini
dilanjutkan secara intermitten selama 4 minggu.
Tapering-off: prednison berangsur-angsur diturunkan, tiap minggu: 30
mg, 20 mg, 10 mg sampai akhirnya dihentikan
f. Lain-lain
Pungsi asites, pungsi hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital. Bila ada
gagal jantung, diberikan digitalis. (Behrman, 2000)
g. Diet
Diet rendah garam (0,5 1 gr sehari) membantu menghilangkan edema.
Minum tidak perlu dibatasi karena akan mengganggu fungsi ginjal kecuali
bila terdapat hiponatremia. Diet tinggi protein teutama protein dengan ilai
biologik tinggi untuk mengimbangi pengeluaran protein melalui urine,
jumlah kalori harus diberikan cukup banyak.
Pada beberapa unit masukan cairan dikurangi menjadi 900 sampai 1200 ml/
hari dan masukan natrium dibatasi menjadi 2 gram/ hari. Jika telah terjadi
diuresis dan edema menghilang, pembatasan ini dapat dihilangkan.
Usahakan masukan protein yang seimbang dalam usaha memperkecil
keseimbangan negatif nitrogen yang persisten dan kehabisan jaringan yang
timbul akibat kehilangan protein. Diit harus mengandung 2-3 gram protein/
kg berat badan/ hari. Anak yang mengalami anoreksia akan memerlukan
bujukan untuk menjamin masukan yang adekuat.
Makanan yang mengandung protein tinggi sebanyak 3 4 gram/kgBB/hari,
dengan garam minimal bila edema masih berat. Bila edema berkurang
dapat diberi garam sedikit. Diet rendah natrium tinggi protein. Masukan
protein ditingkatkan untuk menggantikan protein di tubuh. Jika edema
berat, pasien diberikan diet rendah natrium.
h. Kemoterapi:
Prednisolon digunakan secra luas. Merupakan kortokisteroid yang
mempunyai efek samping minimal. Dosis dikurangi setiap 10 hari
hingga dosis pemeliharaan sebesar 5 mg diberikan dua kali sehari.
Diuresis umumnya sering terjadi dengan cepat dan obat dihentikan
setelah 6-10 minggu. Jika obat dilanjutkan atau diperpanjang, efek
samping dapat terjadi meliputi terhentinya pertumbuhan, osteoporosis,
ulkus peptikum, diabeters mellitus, konvulsi dan hipertensi.
Jika terjadi resisten steroid dapat diterapi dengan diuretika untuk
mengangkat cairan berlebihan, misalnya obat-abatan spironolakton dan
sitotoksik ( imunosupresif ). Pemilihan obat-obatan ini didasarkan
pada dugaan imunologis dari keadaan penyakit. Ini termasuk obat-
obatan seperti 6-merkaptopurin dan siklofosfamid.
2. Penatalaksanaan Keperawatan

a. Tirah baring: Menjaga pasien dalam keadaan tirah baring selama beberapa

harimungkin diperlukan untuk meningkatkan diuresis guna mengurangi

edema. Baringkan pasien setengah duduk, karena adanya cairan di rongga

thoraks akan menyebabkan sesak nafas. Berikan alas bantal pada kedua

kakinya sampai pada tumit (bantal diletakkan memanjang, karena jika

bantal melintang maka ujung kaki akan lebih rendah dan akan

menyebabkan edema hebat).

b. Terapi cairan: Jika klien dirawat di rumah sakit, maka intake dan output

diukur secara cermat da dicatat. Cairan diberikan untuk mengatasi

kehilangan cairan dan berat badan harian.

c. Perawatan kulit. Edema masif merupakan masalah dalam perawatan kulit.

Trauma terhadap kulit dengan pemakaian kantong urin yang sering, plester
atau verban harus dikurangi sampai minimum. Kantong urin dan plester

harus diangkat dengan lembut, menggunakan pelarut dan bukan dengan

cara mengelupaskan. Daerah popok harus dijaga tetap bersih dan kering

dan scrotum harus disokong dengan popok yang tidak menimbulkan

kontriksi, hindarkan menggosok kulit.

d. Perawatan mata. Tidak jarang mata anak tertutup akibat edema kelopak

mata dan untuk mencegah alis mata yang melekat, mereka harus diswab

dengan air hangat.

e. Penatalaksanaan krisis hipovolemik. Anak akan mengeluh nyeri abdomen

dan mungkin juga muntah dan pingsan. Terapinya dengan memberikan

infus plasma intravena. Monitor nadi dan tekanan darah.

f. Pencegahan infeksi. Anak yang mengalami sindrom nefrotik cenderung

mengalami infeksi dengan pneumokokus kendatipun infeksi virus juga

merupakan hal yang menganggu pada anak dengan steroid dan

siklofosfamid.

g. Perawatan spesifik meliputi: mempertahankan grafik cairan yang tepat,

penimbangan harian, pencatatan tekanan darah dan pencegahan dekubitus.

h. Dukungan bagi orang tua dan anak. Orang tua dan anak sering kali

tergangu dengan penampilan anak. Pengertian akan perasan ini merupakan

hal yang penting. Penyakit ini menimbulkan tegangan yang berta pada

keluarga dengan masa remisi, eksaserbasi dan masuk rumah sakit secara

periodik. Kondisi ini harus diterangkan pada orang tua sehingga mereka
mereka dapat mengerti perjalanan penyakit ini. Keadaan depresi dan

frustasi akan timbul pada mereka karena mengalami relaps yang memaksa

perawatan di rumah sakit.

i. Bila pasien seorang anak laki-laki, berikan ganjal dibawah skrotum untuk

mencegah pembengkakan skrotum karena tergantung (pernah terjadi

keadaan skrotum akhirnya pecah dan menjadi penyebab kematian pasien).

2.8 Komplikasi

1. Infeksi sekunder mungkin karena kadar imunoglobulin yang rendah akibat


hipoalbuminemia.
2. Shock hipovolemik: terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (< 1
gram/100ml) yang menyebabkan hipovolemia berat sehingga menyebabkan
shock.
3. Trombosis vaskuler : mungkin akibat gangguan sistem koagulasi sehingga
terjadi peninggian fibrinogen plasma.
4. Komplikasi yang bisa timbul adalah malnutrisi atau kegagalan ginjal.
5. Trombosis vena, akibat kehilangan anti-thrombin 3, yang berfungsi untuk
mencegah terjadinya trombosis vena ini sering terjadi pada vena renalis.
Tindakan yang dilakukan untuk mengatasinya adalah dengan pemberian
heparin.
6. Gagal ginjal akut akibat hipovolemia. Disamping terjadinya penumpukan
cairan di dalam jaringan, terjadi juga kehilangan cairan di dalam
intravaskuler.
7. Edema pulmonal, akibat kebocoran cairan, kadang-kadang masuk kedalam
paru-paru yang menyebabkan hipoksia dan dispnea.
8. Perburukan pernafasan (berhubungan dengan retensi cairan)
9. Kerusakan kulit
10. Peritonitis (berhubungan dengan asites)
11. Hipovolemia
12. Komplikasi tromboemboli- terombosis vena renal, trombosis vena dan arteri
ekstremitas dan trombosis arteri serebral
BAB III

KONSEP ASKEP

3.1 Pengkajian

1. Identitas Pasien

a. Umur: lebih banyak pada anak-anak terutama pada usia pra-sekolah (3-6

th). Ini dikarenakan adanya gangguan pada sistem imunitas tubuh dan

kelainan genetik sejak lahir.

b. Jenis kelamin: anak laki-laki lebih sering terjadi dibandingkan anak

perempuan dengan rasio 2:1. Ini dikarenakan pada fase umur anak 3-6

tahun terjadi perkembangan psikoseksual : dimana anak berada pada

fase oedipal/falik dengan ciri meraba-raba dan merasakan kenikmatan

dari beberapa daerah genitalnya. Kebiasaan ini dapat mempengaruhi

kebersihan diri terutama daerah genital. Karena anak-anak pada masa ini

juga sering bermain dan kebersihan tangan kurang terjaga. Hal ini

nantinya juga dapat memicu terjadinya infeksi.

c. Agama

d. Suku/bangsa

e. Status

f. Pendidikan

g. Pekerjaan
2. Keluhan Utama

Kaki edema, wajah sembab, kelemahan fisik, perut membesar (adanya

acites).

3. Riwayat Penyakit

a. Riwayat Penyakit Sekarang

Untuk pengkajian riwayat kesehatan sekarang, perawatan perlu

menanyakan hal berikut:

Kaji berapa lama keluhan adanya perubahan urine output


Kaji onset keluhan bengkak pada wajah atau kaki apakah disertai
dengan adanya keluhan pusing dan cepat lelah
Kaji adanya anoreksia pada klien
Kaji adanya keluhan sakit kepala dan malaise
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Perawat perlu mengkaji:
Apakah klien pernah menderita penyakit edema?
Apakah ada riwayat dirawat dengan penyakit diabetes melitus dan
penyakit hipertensi pada masa sebelumnya?
Penting juga dikaji tentang riwayat pemakaian obat-obatan masa
lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat
c. Riwayat Penyakit Keluarga

Kaji adanya penyakit keturunan dalam keluarga seperti DM yang

memicu timbulnya manifestasi klinis sindrom nefrotik.

4. Pola Fungsi Kesehatan

a. Pola nutrisi dan metabolisme: anoreksia, mual, muntah.


b. Pola eliminasi: diare, oliguria.
c. Pola aktivitas dan latihan: mudah lelah, malaise
d. Pola istirahat tidur: susah tidur
e. Pola mekanisme koping : cemas, maladaptif
f. Pola persepsi diri dan konsep diri : putus asa, rendah diri
5. Pemeriksaan Fisik

a. Pemeriksaan Umum

Keadaan Umum : klien lemah dan terlihat sakit berat

Kesadaran : biasanya compos mentis

TTV : sering tidak didapatkan adanya perubahan.

b. Pemeriksaan Fisik

B1 (Breathing)
Biasanya tidak didapatkan adanya hgangguan pola nafas dan jalan
nafas walau secara frekuensi mengalami peningkatan terutama pada
fase akut. Pada fase lanjut sering didapatkan adanya gangguan pola
nafas dan jalan nafas yang merupakan respons terhadap edema
pulmoner dan efusi pleura.
B2 (Blood)
Sering ditemukan penurunan curah jantung respons sekunder dari
peningkatan beban volume .
B3 (Brain)
Didapatkan edema terutama periorbital, sklera tidak ikterik. Status
neurologis mengalami perubahan sesuai dengan tingkat parahnya
azotemia pada sistem saraf pusat.
B4 (Bladder)
Perubahan warna urine output seperti warna urine berwarna kola
B5 (Bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia sehingga
didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan. Didapatkan
asites pada abdomen.
B6 (Bone)
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum, efek sekunder
dari edema tungkai dari keletihan fisik secara umum.
6. Pemerikasaan Diagnostik

Urinalisis didapatkan hematuria secara mikroskopik secara umum, terutama

albumin. Keadaaan ini juga terjadi akibat meningkatnya permeabilitas

membran glomerulus.

3.2 Diagnosa Keperawatan

1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein sekunder

terhadap peningkatan permiabilitas glomerulus.

2. Ketidakseimbangan nutrisi kuruang dari kebutuhan berhubungan dengan

malnutrisi sekunder terhadap kehilangan protein dan penurunan napsu

makan.

3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh yang menurun.

4. Ansietas berhubungan dengan lingkungan perawatan yang asing (dampak

hospitalisasi).

5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelelahan.

6. Gangguan body image berhubungan dengan perubahan penampilan

7. kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema, penurunan

pertahanan tubuh.
8. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan gangguan fungsi

pernafasan

3.3 Intervensi

Diagnosa Tujuan dan KH Intervensi Rasional

Kelebihan volume Tujuan : pasien a. Kaji masukan a. perlu untuk


tidak yang relatif menentukan fungsi
cairan menunjukkan terhadap ginjal, kebutuhan
bukti-bukti keluaran secara penggantian cairan
berhubungan
akumulasi cairan akurat. dan penurunan
dengan (pasien resiko kelebihan
mendapatkan cairan.
kehilangan protein volume cairan
yang tepat)
sekunder terhadap b. Timbang berat b. Mengkaji retensi
Kriteria hasil: badan setiap cairan
peningkatan hari (ataui lebih
Penurunan
sering jika
permiabilitas edema,
diindikasikan).
ascites
glomerulus. Kadar protein
darah
c. Kaji perubahan c. Untuk mengkaji
meningkat edema : ukur ascites dan karena
Output urine lingkar merupakan sisi
adekuat 600 abdomen pada umum edema.
700 ml/hari umbilicus serta
Tekanan pantau edema
darah dan sekitar mata.
nadi dalam d. Atur masukan d. Agar tidak
batas normal. cairan dengan mendapatkan lebih
cermat. dari jumlah yang
dibutuhkan
e. Pantau infus e. Untuk
intra vena mempertahankan
masukan yang
diresepkan
f. Kolaborasi : f. Untuk menurunkan
Berikan ekskresi
kortikosteroid proteinuria
sesuai
ketentuan. g. Untuk memberikan
penghilangan
g. Berikan sementara dari
diuretik bila edema.
diinstruksikan.

Ketidakseimbanga Tujuan : Dalam a. Catat intake a. Monitoring asupan


waktu 2x24 jam dan output nutrisi bagi tubuh
n nutrisi kuruang kebutuhan nutrisi makanan secara
akan terpenuhi akurat
dari kebutuhan
b. Kaji adanya b. Gangguan nuirisi
berhubungan Kriteria Hasil : anoreksia, dapat terjadi secara
Napsu hipoproteinemi perlahan. Diare
dengan malnutrisi makan baik a, diare. sebagai reaksi
Tidak terjadi edema
sekunder terhadap intestinalMencegah
hipoprtoeine
mia status nutrisi
kehilangan protein
Porsi makan menjadi lebih
dan penurunan yang buruk.
dihidangkan
napsu makan. dihabiskan c. Pastikan anak c. membantu
Edema dan mendapat pemenuhan nutrisi
ascites tidak makanan anak dan
ada. dengan diet meningkatkan daya
yang cukup. tahan tubuh anak

d. Beri diet yang d. asupan natrium


bergizi dapat memperberat
edema usus yang
menyebabkan
hilangnya nafsu
makan anak

e. Batasi natrium e. agar anak lebih


selama edema mungkin untuk
dan trerapi makan
kortikosteroid
f. Beri lingkungan f. untuk merangsang
yang nafsu makan anak
menyenangkan,
bersih, dan
rileks pada saat
makan
g. untuk mendorong
g. Beri makanan
agar anak mau
dalam porsi
makan
sedikit pada
awalnya dan
beri makanan
dengan cara
yang menarik
h. untuk menrangsang
h. Beri makanan
nafsu makan anak
spesial dan
disukai anak

Resiko tinggi Tujuan : a. Lindungi anak a. Meminimalkan


Tidak terjadi dari orang-orang masuknya
infeksi infeksi yang terkena organisme.
Kriteria hasil : infeksi melalui Mencegah
berhubungan
Tanda-tanda pembatasan terjadinya infeksi
dengan imunitas infeksi tidak pengunjung. nosokomial.
ada b. Tempatkan anak b. Mencegah
tubuh yang Tanda vital di ruangan non terjadinya infeksi
dalam batas infeksi. nosokomial.
menurun. c. Cuci tangan c. Membatasi
normal
Ada sebelum dan masuknya bakteri
perubahan sesudah ke dalam tubuh.
perilaku tindakan. Deteksi dini adanya
keluarga infeksi dapat
dalam mencegah sepsis.
melakukan d. Untuk
perawatan. meminimalkan
d. Lakukan pajanan pada
tindakan invasif organisme infektif
secara aseptik e. Untuk memutus
mata rantai
penyebaran infeksi
e. Gunakan teknik
mencuci tangan
yang baik
f. Karena kerentanan
terhadap infeksi
pernafasan
g. Indikasi awal
adanya tanda
f. Jaga agar anak infeksi
tetap hangat dan h. Memberi
kering pengetahuan dasar
tentang tanda dan
g. Pantau suhu. gejala infeksi

h. Ajari orang tua


tentang tanda
dan gejala
infeksi
Ansietas Tujuan : a. Validasi a. Perasaan adalah
Kecemasan perasaan takut nyata dan
berhubungan menurun atau atau cemas. membantu pasien
hilang untuk tebuka
dengan
Kriteria hasil : sehingga dapat
lingkungan Kooperatif menghadapinya.
pada b. Memantapkan
perawatan yang tindakan b. Pertahankan hubungan,
keperawatan kontak dengan meningkatan
asing (dampak Komunikatif klien. ekspresi perasaan.
pada c. Dukungan yang
hospitalisasi).
perawat terus menerus
Secara c. Upayakan ada mengurangi
verbal keluarga yang ketakutan atau
mengatakan menunggu kecemasan yang
tidak takur dihadapi.
d. Anjurkan orang
tua untuk d. Meminimalkan
membawakan dampak
mainan atau foto hospitalisasi
keluarga terpisah dari
anggota keluarga.

Intoleransi Tujuan : mampu a. Kaji a. sebagai pengkajian


melakukan kemampuan awal aktivitas
aktifitas aktivitas sesuai klien melakukan klien.
kemampuan aktivitas b. meningkatkan
berhubungan
Kriteria hasil : b. Tingkatkan tirah istirahat dan
dengan kelelahan. Terjadi baring / duduk. ketenangan klien,
peningkatan posisi telentang
mobilitas. meningkatkan
filtrasi ginjal dan
menurunkan
produksi ADH
sehingga
meningkatkan
diuresis.
c. pembentukan
c. Ubah posisi edema, nutrisi
dengan sering. melambat,
gangguan
pemasukan nutrisi
dan imobilisasi
lama merupakan
stressor yang
mempengaruhi
intregitas kulit.
d. melatih kekuatan
d. Berikan otot sedikit demi
dorongan untuk sedikit.
beraktivitas e. menurunkan
bertahap. kelelahan.
e. Ajarkan teknik
penghematan
energi contoh
duduk, tidak f. memenuhi
berdiri. kebutuhan
f. Berikan perawatan diri
perawatan diri klien selama
sesuai intoleransi
kebutuhan klien. aktivitas.
Gangguan body Tujuan: tidak a. Kaji a. memberikan
terjadi gangguan pengetahuan informasi untuk
image boby image pasien terhadap memformulasikan
Kriteria Hasil: adanya potensi perencanaan.
berhubungan
menytakan kecacatan yang
dengan perubahan penerimaan berhubungan
situasi diri, dengan
penampilan memasukka pembedahan
n dan perubahan.
perubahan b. Pantau b. ketidakmampuan
konsep diri kemampuan untuk melihat
tanpa harga pasien untuk bagian tubuhnya
diri negatif melihat yang terkena
Anak mau perubahan mungkin
mengungkap bentuk dirinya. mengindikasikan
kan kesulitan dalam
perasaannya. koping.
Anak c. Dorong pasien c. memberikan jalan
tertarik dan untuk untuk
mampu mendiskusikan mengekpresikan
bermain perasaan dirinya.
mengenai
perubahan
penampilan
d. Diskusikan d. meningkatkan
pilihan untuk control diri sendiri
rekontruksikan atas kehilangan.
dan cara-cara
untuk membuat
penampilan
yang kurang
menjadi
menarik.

kerusakan Tujuan : Kulit a. Berikan a. memberikan


anak tidak perawatan kulit kenyamanan pada
integritas kulit menunjukkan anak dan
adanya mencegah
berhubungan
kerusakan kerusakan kulit
dengan edema, integritas : b. Hindari pakaian b. dapat
kemerahan atau ketat mengakibatkan
penurunan iritasi Kerusakan area yang
integritas kulit menonjol tertekan
pertahanan tubuh. tidak terjadi
Kriteria hasil:
Menunjuk c. Bersihkan c. untuk mencegah
kan perilaku dan bedaki terjadinya iritasi
untuk permukaan pada kulit karena
mencegah kulit beberapa gesekan dengan
kerusakan kali sehari alat tenun
kulit. d. Topang organ d. untuk
Turgor edema, seperti menghilangkan aea
kulit bagus skrotum tekanan
Edema e. Ubah posisi e. karena anak
tidak ada. dengan sering ; dengan edema
pertahankan massif selalu
kesejajaran letargis, mudah
tubuh dengan lelah dan diam saja
baik f. untuk mencegah
f. Gunakan terjadinya ulkus
penghilang
tekanan atau
matras atau
tempat tidur
penurun
tekanan sesuai
kebutuhan

Ketidakefektifan TUJUAN : a. Posisikan untuk a. Posisi


pasien efisiensi membantumemaks
pola pernafasan menunjukkan ventilasi yang imalkan ekspansi
fungsi pernafasan maksimum paru dan
berhubungan
normal b. Atur aktifitas menurunkan upaya
dengan gangguan KRITERIA untuk pernafasan.
HASIL : memungkinkan
fungsi pernafasan anak penggunaan b. Menurunkan
beristirahat energy yang konsumsi/
dan tidur minimal, kebutuhan selama
dengan istirahat, dan periode penurunan
tenang tidur. pernafasan dapat
c. Hindari menurunkan
Pernafasan pakaian yang beratnya gejala.
tidak sulit ketat.
anak
pernafasan d. Berikan
tetap dalam oksigen c. Pakaian yang
batas normal tambahan yang terlalu ketat dapat
sesuai menyebabkan
kurang efisiennya
ventilasi
d. untuk
memperbaiki
hipoksemia yang
dapat terjadi
sekunder terhadap
penurunan
ventilasi

3.4 Implementasi

Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuaidengan

rencana yang telah ditetapkan.Selama pelaksanaan kegiatan dapat bersifat mandiri

dan kolaboratif.Selama melaksanakan kegiatanperlu diawasi dan dimonitor kemajuan

kesehatan klien (Santosa.NI,1989 : 162).

3.5 Evaluasi

Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulandata

subyektif dan obyektif yang akan menunjukkan apakah tujuanpelayanan keperawatan

sudah dicapai atau belum. Bila perlu langkahevaluasi ini merupakan langkah awal

dari identifikasi dan analisamasalah selanjutnya (Santosa.NI, 1989 : 162).

Anda mungkin juga menyukai