Anda di halaman 1dari 37

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. Ririn Riyanti
Umur :34tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status :Menikah
Agama :Islam
Pekerjaan : Iu rumah tangga
N!. "M : ##$%3&''
(anggal periksa : )*+))+'#)*

II. ANAMNESIS
Keluhan utama :
Pasien ,atang ke I- RSIJ "empaka Putih ,engan keluhan er/ak kemerahan pa,a
seluruh tuuh sejak ' hari ,isertai sesak.
Ri0ayat penyakit sekarang
Pasien ,atang ke I- RSIJ "empaka Putih ,engan keluhan er/ak kemerahan pa,a
seluruh tuuh sejak 'hari .Sesak aru ,irasakan pasien * jam SMRS. Pasien mengaku
mula+mula mata pasien memengkak .timul er/ak kemerahan ,isertai rasa gatal ,an
panas pa,a sekujur tuuhnya. Pasien mersakan iirnya terasa teal1seelumnya
pasien mengatakan mata pasien memengkak. Pasien mengaku er/ak kemerahan
timul setelah pasien meminum !at 2miagrip ,ari 0arung ,ekat rumah.
Ri0ayat penyakit ,ahulu
Pasien mengaku ) tahun yang lalu mengalami keluhan yang sama eerapa jam
setelah melakukan !perasi usus untu keluhan menghilang saat eerapa hari.
Pasien mengaku ti,ak memiliki penyakit asma
Ri0ayat alergi
Alergi terha,ap /ua/a ,an makanan ,isangkal !leh pasien
Ri0ayat penyakit keluarga
ikeluarga ti,ak a,a yang mengalami keluhan seperti pasien
Ri0ayat Peng!atan :
Pasien elum pernah k!nsumsi !at untuk menghilangkan keluhan sekarang. 'hari
yang lalu meminum !at 0arung 2miagrip.
Ri0ayat Psik!s!sial
Pasien sehari+hari hanya melakukan akti5itas rumah tangga .

III. PE).
MEKea,aan
RIKSAAumum N FISI: K
tampak kesakitan
'. Kesa,aran : /!mp!s mentis1 -"S )% 674M*8%9
3. 8ital sign :
a. (ekanan ,arah : )3#$# mm;g

1
. Na,i : &# menit
/. RR '#
: menit
,. Suhu : #"
3<
4. Status gi=i : kesan /ukup
%. Status generalis
a. Kepala : >entuk mes!/hepal1 ramut 0arna hitam1 mu,ah ,i/aut 6+91 luka 6+9
. Muka : tampak u,em1 hiperemis1 eritema
/. Mata : k!njungti?a anemis 6++91 pupil ulat1 /entral1 reguler1 3 mm ,an is!k!r1 lesi
6+91 nistagmus 6+9
,. ;i,ung : napas /uping 6+91 ,e5!rmitas 6+91 se/ret 6+91 lesi 6+91 ,arah 6+9
e. (elinga : serumen 6++91 lesi 6+91 ,arah 6+91 ,e5!rmitas 6+9
5. Mulut : iir u,em 6@91 sian!sis 6+91 lesi 6+91 ,arah 6+91 hemat!m 6+9
g. eher th!rak
"!r I : i/tus k!r,is ti,ak terlihat
P : i/ tus /! r,is teraa pa ,a I" S I8 ) +' /m k e ar ah me ,ial
mi,/la?ikula sinistra1 thrill 6+91 pulsus epigastrium 6+91 pulsus
parasternal 6+91 sternal li5t6+9
P :
>atas atas jantung : I"S II linea parasternal sinistra

>atas pinggang jantung : I"S III linea parasternal sinsitra

>atas kanan a0ah jantung : I"S 8 linea sternalis ,etra

>atas kiri a 0ah jantung : I"S I8 )+' /m ke arah me ,ial

mi,/la?ikula sinistra
K!n5igurasi jantung 6,alam atas n!rmal
A : unyi jantung I ,an II regular1 murmur 6+91 gall!p 6+9
Pulm! I : entuk ,a,a n!rmal1 hemithraks ,ektra ,an sinistra simetris
P : nyeri tekan 6+9
P : s!n!r pa,a ke,ua lapang paru
A : suara ,asar ?esikuler

h. A,!men
I : permukaan a,!men ,atar1 /aput me,usa 6+91 ?enektasi 6+9
A : ising usus n!rmal
P : timpani seluruh lapang a,!men
P : nyeri tekan a,!men 6+9
i. -enitelia : ti,ak ,ilakukan pemeriksaan

IV. Status Dermatologikus

2
istriusi -eneralisata

AR Regi!Ba/ialis

75l!resensi Bercak eritematous disertai mukosa bibir edema

Multiple, sirkumskripta, bentuk bulat ,ukuran milier sampai


esi
lentikuler

3
istriusi -eneralisata

AR Regi! t!ra/halis ,an a,!minalis

75l!resensi Bercak eritematous

Bercak eritematous, multipel, sirkrumskripta, bentuk bulat


esi
ukuran numular sampai plakat

4
istriusi -eneralisata

AR Antera/hi

75l!resensi Bercak eritematous

Bercak eritematous, multipel, sirkrumskripta, bentuk bulat


esi
ukuran numular sampai plakat

istriusi -eneralisata

5
AR "ruralis

75l!resensi Bercak eritematous

Bercak eritematous, multipel, sirkrumskripta, bentuk bulat


esi
ukuran numular sampai plakat

V. RESUME
Canita 34 tahun ,atang ke I- RSIJ ,engan keluhan er/ak kemerahan pa,a
seluruh tuuh sejak 'hari .Sesak aru ,irasakan pasien * jam SMRS. Pasien mengaku
mula+mula mata pasien memengkak .(imul er/ak kemerahan ,isertai rasa gatal ,an
panas pa,a sekujur tuuhnya. Pasien mersakan iirnya terasa teal. Pasien mengaku
er/ak kemerahan timul setelah pasien meminum !at 2miagrip ,ari 0arung ,ekat
rumah.

Pasien mengaku ) tahun yang lalu mengalami keluhan yang sama eerapa jam setelah
melakukan !perasi usus untu.

VI. DIAGNOSA BANDING


rug erupti!n ,engan mani5estasi klinis Urtikaria
rug erupti!n ,engan mani5estasi klinis angi!e,ema
Kelainan Kulit akiat Alergi Makanan

VII. DIAGNOSA KERA


rug erupti!n ,engan mani5estasi klinis Urtikaria

VIII. USU!AN PENUNANG


". ermat!gra5isme 62Skin Criting9
#. Pri/k test
3. Pemeriksaan la!rat!rium
I$. PENATA!AKSANAAN
". N!n me,ikament!sa
% Menghin,ari agen pen/etus yang ,apat menimulkan keluhan

#. Me,ikament!sa
Antihistamin : l!rata,in ' )# mg sehari
K!rtik!ster!i, : metil pre,nis!l!n 3 )* mg sehari
(erapi D'

$. PROGNOSIS
A. Eu!a,?itam :a,!nam
B. Eu! a, sanam : ,uia a, !nam
&. Eu! a, 5ungsi!nam : a, !nam

6
D. Eu! a, /!smetikam :a, !nam

DRUG ERUPTION

I. PENDAHULUAN
Erupsi obat alergik atau allergic drug eruption ialah reaksi alergik pada kulit
atau daerah mukokutan yang terjadi sebagai akibat pemberian obat yang
biasanya sistemik. Obat masuk ke dalam tubuh secara sistemik, dapat melalui
mulut, hidung, telinga, vagina, suntikan atau infus. Juga dapat sebagai obat
kumur, obat mata, tapal gigi dan obat topical. Obat adalah zat yang dipakai untuk
menegakkan diagnosis, profilaksis, dan pengobatan. Pemberian obat secara
topikal dapat pula menyebabkan alergi sistemik, akibat penyerapan obat oleh
1

kulit.
Obat semakin lama makin banyak digunakan oleh masyarakat, sehingga
reaksi terhadap obat juga meningkat yaitu reaksi simpan g obat (adverse drug
reaction) atau !O. !alah satu bentuk !O adalah reaksi obat alergik "O#$.
1
%anifestasi reaksi obat pada kulit disebut erupsi obat alergik "EO#$.
&onsekuensi dari penggunaan obat'obatan tersebut adalah peningkatan
morbiditas dan mortalitas secara signifikan. !atu macam obat dapat
menyebabkan lebih dari satu jenis erupsi, sedangkan satu jenis erupsi dapat
1
disebabkan oleh bermacam'macam obat.
Erupsi Obat dapat berkisar antara erupsi ringan sampai erupsi berat yang
mengancam ji(a manusia. eaksi obat dapat terjadi hanya pada kulit ataupun
pada kelainan sistemik, seperti !indrom )ipersensitivitas Obat (Drug
Hypersensitivity Syndrome) atau Toxic Epidermal Necrolysis.*

II. EPIDEMIOLOGI
+elum didapatkan angka kejadian yang tepat terhadap kasus erupsi alergi
obat, tetapi berdasarkan data yang berasal dari rumah sakit, studi epidemiologi,

uji klinis terapeutik obat dan laporan dari dokter, diperkirakan kejadian alergi obat
adalah * dari total pemakaian obat'obatan atau sebesar 1-'* dari
keseluruhan efek samping pemakaian obat'obatan./

7
III. ETIOPATOGENESIS
a. Reaksi Simpang Obat dan Reaksi Obat Alergik
eaksi !impang Obat "!O$ didefinisikan oleh 0)O sebagai respon
terhadap obat yang berbahaya dan tidak diharapkan, serta terjadi pada dosis

normal pada penggunaan sebagai profilaksis, diagnosis atau terapi penyakit,


atau untuk modifikasi fungsi fisiologis. 1,*
a(lin dan hompson membagi !O menjadi * kelompok yaitu tipe # dan
tipe +. eaksi tipe # adalah reaksi yang dapat diprediksi, lazim terjadi,
bergantung pada dosis, berhubungan dengan farmakologi obat, dan dapat
terjadi pada tiap individu. eaksi tipe # terjadi sekitar 2 dari kasus' kasus
!O. eaksi tipe + merupakan reaksi yang tidak dapat diprediksi, tidak lazim
terjadi, tidak bergantung pada dosis, dan sering tidak berhubungan dengan
farmakologi obat, serta hanya terjadi pada individu yang rentan. eaksi ini
meliputi intoleransi, reaksi idiosinkrasi, reaksi alergi "hipersensitivitas$, dan
pseudoalergi. !ekitar *- ' / reaksi tipe + merupakan reaksi obat alergik. 1,*
+elakangan ditambahkan beberapa tipe reaksi, yaitu reaksi yang
berhubungan dengan dosis dan (aktu "tipe 3$, reaksi lambat "tipe 4$, efek
withdrawal "tipe E$ dan kegagalan terapi yang tidk diharapkan "tipe 5$. eaksi
tipe 3 tidak 6azim terjadi, dan berhubungan dengan dosis kumulatif, misalnya
pada ketergantungan benzodiazepin, nefropati analgetik serta penekanan
aksis hypothalamic - pituitary - adrenal oleh kortikosteroid. ipe 4 dapat

dibagi menjadi * reaksi yaitu reaksi yang berhubungan dengan (aktu "yang
kemudian disebut sebagai tipe 4$, dan efek withdrawal "tipe E$. eaksi tipe 4
tidak lazim terjadi, biasanya berhubungan dengan dosis, dan terjadi atau
kadang ' kadang terlihat setelah penggunaan obat, misalnya efek
karsinogenik dan teratogenik dari obat. !edangkan reaksi tipe E tidak lazim
terjadi, dan timbul segera setelah penghentian obat, misalny a pada opiate
withdrawal syndrome. eaksi tipe 5 lazim terjadi, berhubungan dengan dosis,
dan seringkali disebabkan oleh interaksi obat, misalnya pemberian dosis
kontrasepsi oral yang tidak adekuat, khususnya pada pemakaian penginduksi
enzim spesifik. 1,*
eaksi Obat #lergik "O#$ adalah salah satu bentuk !O yang dihasilkan
dari respons imunologik terhadap obat atau metabolitnya. O# merupakan

8
7
bagian dari !O "reaksi tipe +$. O# memiliki beberapa karakteristik klinis
tertentu, yaitu 8
1. eaksi alergi jarang pada pemberian obat pertama kali.
*. eaksi alergi terbatas pada sejumlah sindroma tertentu.
/. 9mumnya reaksi alergi terjadi pada populasi kecil.
:. #danya kecendrungan pasien bereaksi terhadap obat pada dosis jauh
di ba(ah kisaran dosis terapeutik.
-. #danya eosinofilia pada darah atau jaringan mendukung keter libatan
proses alergi.
7. eaksi alergi biasanya hilang setelah penghentian obat.

+eberapa faktor risiko dapat mempengaruhi respons imun terhadap obat,


yaitu faktor yang berhubungan dengan obat dan pengobatan "sifat obat, dan

pajanan obat$, serta faktor yang berhubungan dengan pasien "usia, genetik,
reaksi obat sebelumnya, penyakit dan pengobatan medis yang menyertai$. 1,*

1. !ifat Obat
Obat dengan berat molekul besar "makromolekul$ misalnya antiserum,
streptokinase, ;'asparaginase dan insulin, merupakan antigen
kompleks yang potensial untuk menyebabkan sensitisasi pada pasien.
Obat' obatan dengan berat molekul rendah"diba(ah 1 4alton$
merupakan imunogen lemah atau tidak imunogenik. 1,*
*. Pajanan Obat
Pemberian obat secara topikal umumnya memiliki risiko terbesar untuk
tersensitisasi, sedangkan pemberian oral memiliki risiko paling kecil
untuk tersensitisasi. #plikasi topikal menginduksi reaksi
hipersensitivitas tipe lambat. Pemberian oral atau nasal menstimulasi
produksi imunoglobulin spesifik obat, yaitu 6g# dan 6gE, kadang <
kadang 6g%.
4osis dan lamanya pengobatan berperan pada perkembangan
respons imunologik spesifik obat, contohnya adalah pada lupus
eritematosus yang diinduksi obat, dosis dan lamanya pengobatan
hidralazin merupakan faktor penting, demikian juga pada anemia
hemolitik yang diinduksi penisilin 1,*
4osis profilaksis tunggal antibiotika kurang mensensitisasi

9
dibandingkan dengan pengobatan parenteral lama dengan dosis tinggi.
5rekuensi pemberian obat dapat berdampak sensitisasi. &erapnya
pemberian obat lebih memicu reaksi alergi, interval pengobatan makin
lama, maka reaksi alergi lebih jarang terjadi. 1,*
/. 9sia

!ecara umum reaksi obat alergik dapa terjadi pada seluruh golongan,
namun umumnya anak ' anak kurang tersensitisasi oleh obat
dibandingkan dengan de(asa, (alaupun demikian O# yang serius
dapat juga terjadi pada anak'anak. +ayi dan usia lanjut jarang
mengalami alergi obat dan kalau pun terjadi lebih ringan, hal tersebut
dikaitkan dengan imaturitas atau involusi sistem imun. 1,*
:. =enetik
=en );# spesifik dihubungkan dengan risiko terjadinya alergi obat.
&emungkinan alergi obat familial pernah dilaporkan. 4i antara individu
de(asa yang orang tuanya mengalami reaksi alergi terhadap
antibiotika, *-,7 mengalami reaksi alergi terhadap agen antimikroba>
sedangkan individu dengan orang tua tanpa reaksi alergi, hanya 1,?
mengalami reaksi alergi. 1,*
-. eaksi Obat !ebelumnya
5aktor risiko terpenting adalah adanya ri(ayat reaksi terhadap obat
sebelumnya. )ipersensitivitas terhadap obat tidak sama dalam jangka
(aktu tidak terbatas. !ensitisasi silang antara obat dapat terjadi,
misalnya antara berbagai kelompok sulfonamid. Pasien dengan ri(ayat
hipersensitivitas memiliki peningkatan tendensi untuk terjadinya
sensitivitas terhadap obat baru, contohnya pasien dengan alergi
penisilin memiliki peningkatan risiko 1 kali untuk terjadinya alergi
terhadap antimikroba non'@'laktam. eaksinya tidak terbatas pada
hipersensitivitas tipe cepat. 1,*
7. Penyakit medis yang menyertai
Pasien dengan penyakit medis yang menyertai yang mempengaruhi
sistem imun seperti )6A'#64! meningkatkan resiko dan frekuensi
terjadinya O#.- )al tersebut terjadi akibat tertekannya sistem imun
sehingga tubuh mengalami defisiensi limfosit supresor yang
mengatur sintesis antibodi 6gE. * 3ontoh lain adalah ruam
makulopapular setelah pemberian ampisilin yang lebih sering terjadi
selama infeksi virus Epstein-arr dan di antara pasien dengan

10
leukemia limfatik. 1,*
?. Pengobatan medis yang menyertai
+eberapa pengobatan dapat mengubah risiko dan beratnya reaksi
terhadap obat. 1,*

b. Erpsi Obat Aler gik

Erupsi obat alergik atau allergic drug eruption ialah reaksi alergik pada
kulit atau daerah mukokutan yang terjadi sebagai akibat pemberian obat yang
biasanya sistemik. 1,*
%ekanisme terjadinya erupsi obat dapat secara non imunologik dan
imunologik "alergik$, tetapi sebagian besar merupakan reaksi imunologik. 1
Erupsi obat dengan mekanisme imunologik disebut erupsi obat alergik
"EO#$.1,*
%ekanisme imunologik
EO# terjadi pada pemberian obat kepada penderita yang sudah
mempunyai hipersensitivitas terhadap obat tersebut. Obat dan metabolitnya
berfungsi sebagai hapten yang menginduksi antibody humoral. erjadinya
reaksi hipersensitivitas karena obat harus dimetabolisme terlebih dahulu
menjadi produk yang secara kimia sifatnya reakif. 9ntuk memudahkan
pemahaman mengenai terjadinya erupsi obat alergik dilakukan klasifikasi
1,*
secara imunopatogenesis, yaitu 8
1. eaksi yang diperantarai oleh antibodi 8
a$ 6gE 8 eritema, urtikaria, angioedema.
b$ 6g= 8 purpura, vaskulitis, erupsi morbiliformis.
*. eaksi yang diperantarai oleh sel 8 fotosensitivitas
/. eaksi yang kemungkinan didasari mekanisme imunologik
a$ Eksantema fikstum BfiCed drug eruption
b$ Eritema multifomis "Stevens !ohnson Syndrome$
c$ Dekrolisis epidermal toksik
:. eaksi tersangka alergi 8 reaksi Jarisch' )erCheimer.

eaksi alergik yang secara "immediate$, terjadi dalam beberappa menit


dan ditandai dengan urtikaria, hipotensi dan shok. +ila reaksi itu
membahayakan ji(a maka disebut syok anafilaksis. eaksi yang cepat

11
"accelerated$ timbul dari 1 sampai ?* jam sesudah pemberian obat dan
kebanyakan bermanifestasi sebagai urtikaria. &adang'kadang berupa rash
morbiliformis atau edema laring. eaksi yang lambat "late$ timbul lebih dari /
hari. 4iperkirakan reaksi jenis cepat dan lambat ini ditimbulkan oleh antibody
6g=, tetapi beberapa reaksi hemolitik dan eCanthema dihubungkan dengan
antibody 6g%. 1,*
#spek imnunopatogenesisnya adalah8
1. %etabolisme Obat dan )ipotesis )apten
!uatu subtansi dikatakan merupakan imunogen lemah atau tidak
imunogenik bila berat molekul kurang dari : 4alton. * !ebagian besar
obat'obatan merupakan senya(a kimia organik sederhana dengan berat
molekul rendah, sehingga merupakan imunogen lemah atau bahkan tidak
imunogenik.-,7 Obat'obatan dengan berat molekul rendah dapat menjadi

imunogenik bila obat atau metabolit obat berikatan dengan karier


makromolekul, seringkali melalui ikatan kovalen, membentuk kompleks
hapten'karier, sehingga pengolahan antigen menjadi efektif. ?,2 9ntungnya,
sebagian besar obat merupakan molekul yang stabil dan memiliki sedikit
kemampuan atau tidak mampu "tidak cukup reaktif$ membentuk ikatan
kovalen dengan komponen jaringan. )al ini menerangkan rendahnya
insidens alergi obat. ? ernyata terdapat beberapa obat dengan +% rendah
"misalnya polimiksin$, yang bersifat irnunogenik tanpa konjugasi dengan
jaringan. %eski mekanisme yang pasti belum diketahui, imunogenesitas
suatu obat mungkin berhubungan dengan kemampuan obat membentuk
polimer rantai panjang. !edangkan obat'obatan dengan berat molekul
tinggi merupakan antigen lengkap yang dapat menginduksi respons imun
dan memicu reaksi hipersensitivitas. 7,? &ecenderungan obat tertentu untuk
menimbulkan sensitisasi adalah karena obat tersebut memang cenderung
membentuk metabolit yang sangat reaktif.
Pemahaman baru tentang pengenalan obat oleh sistem imun
berdasarkan pada model hapten. Potensi obat untuk menjadi alergenik
sangat bergantung pada struktur kimia obat. Peningkatan ukuran molekul
dan kompleksitas berhubungan dengan peningkatan kemampuan untuk
memicu respons imun. 1,*

12
9mumnya obat ' obatan yang menyebabkan reaksi hipersensitivitas
harus mengalami bioaktivasi atau metabolisme menjadi produk kimia yang
reaktif. 9mumnya metabolisme obat dianggap sebagai proses
detoksifikasi, obat yang sebelumnya nonpolar dan larut lemak menjadi
lebih polar dan hidrofilik sehingga mudah dieksresi. Jika metabolit tidak
mengalami detoksifikasi yang adekuat, dapat menyebabkan toksisitas
langsung pada sel atau hipersensitivitas yang diperantarai imun. 1,*
%etabolisme obat dibagi menjadi * langkah, yaitu reaksi fase 6 dan
reaksi fase 66. eaksi fase 6 adalah oksidasi ' reduksi atau reaksi hidrolisis,
dan reaksi fase 66 adalah reaksi konjugasi yang menghasilkan
pembentukan senya(a inaktif yang mudah diekskresi. 1,7 eaksi oksidasi
membutuhkan isoenzim sitokrom P:-, prostaglandin sintetase, dan
bermacam' macam peroksidase jaringan. eaksi fase 66 diperantarai oleh

berbagai enzim antara lain epoksida hidrolase, glutation S-trans"erase


"=!$, dan N-asetyl trans"erase "D#$.1 9ntuk dapat menimbulkan reaksi
imunologik hapten harus bergabung dengan protein pemba(a (carrier)
yang ada di dalam sirkulasi atau protein jaringan hospes. 3arrier
diperlukan oleh obat atau metabolitnya untuk merangsang sel limfosit
agar merangsang sel limfosit + membentuk antibodi terhadap obat atau
metabolitnya. 1,*
Pada umumnya metabolit reaktif yang dibentuk pada fase 6 seringkali
mengalami detoksifikasi dan eliminasi secara cepat. 1,7 %etabolit reaktif
obat yang tidak didetoksifikasi dapat mengikat protein atau asam nukleat,
sehingga menyebabkan nekrosis sel atau menyebabkan perubahan
produk gen. eaksi tersebut merupakan efek toksik langsung. )al ini
terjadi pada metabolit reaktif sulfonamid. &emungkinan lain, metabolit
reaktif dapat bertindak sebagai hapten yang terikat secara kovalen dengan
makromolekul yaitu protein atau membran permukaan sel. Pengikatan
tersebut membentuk imunogen besar dan multivalen yang dapat
menginisiasi respon imun. espon imun dapat langsung terhadap obat
atau rnetabolitnya, dapat pula terhadap determinan antigen baru
"neoantigen$ yang terbentuk melalui kombinasi obat dengan protein,
misalnya trombositopelia karena kuinin, terbentuk antibodi 6g= yang

13
spesifik untuk kuinin yang terikat pada permukaan trombosit.
&emungkinan lain, ikatan antara obat dan protein jaringan "komponen
jaringan lain$ dapat mengubah tempat pengikatan obat pada molekul
protein jauh dari tempat pengikatan yang sesungguhnya. Perubahan pada
protein jaringan ini kemudian dapat dikenali sebagai benda asing oleh
sistem imun. %ekanisme ini terjadi pada drug-induced autoimmunity.
3ontoh fenomena ini adalah sindrom lupus eritematosus sistemik yang
diinduksi hidralazin. 1,*
#ntigen harus memiliki multipel com#ining site "multivalen$ sehingga
dapat memicu reaksi hipersensitivitas. )al ini menyebabkan bridging
molekul antibodi 6gE dan lg= atau reseptor antigen pada limfosit.
&onjugasi obat atau metabolitnya "hapten$ dengan karier makromolekul
membentuk hapten'karier yang multivalen yang penting untuk inisiasi

respon imun dan elisitasi reaksi hipersensitivitas. ;igan yang univalen


"obat atau metabolitnya$ dalam jumlah besar dapat menghambat respon
imun melalui kompetisi dengan konjugat multivalen pada reseptor yang
sama, oleh karena itu konsentrasi menentukan frekuensi, berat dan angka
1,*
kejadian O#.
&ulit merupakan organ yang aktif bermetabolisme, mengandung enzim
untuk memetabolisme obat baik fase 6 maupun 66. 6soenzim sitokrom P:-
multiple berada di kulit. Detrofil, monosit dan keratinosit memiliki enzim
yang potensial yang dapat mengoksidasi obat menjadi metabolit reaktif.
&ulit juga merupakan organ imunologis yang mengandung sel ;angerhans
dan sel dendritik pada pathogenesis O#. &ombinasi aktivitas metabolik
mungkin dapat menerangkan mengapa kulit merupakan organ yang paling
sering mengalami O#. 1,*
*. Pengenalan Obat Oleh !el
+erbeda dengan sel +, sel dapat mengenali antigen peptida hanya
melalui molekul ma$or histocornpati#itity complex "%)3$. #ntigen eksogen
misalnya protein ditangk ap oleh antigen presenting cell "#P3$, diproses
melalui perencanaan enzimatik menjadi peptida kecil, yang kemudian
dipresentasikan oleh molekul %)3 kelas 66 kepada sel 34:.
!edangkan peptida pendek dari antigen endogen dipresentasikan molekul

14
%)3 kelas 6 kepada se 34 2. !el tidak hanya mengenal suatu
peptida tetapi juga antigen nonpeptida baik alami atau sintetik, antara lain
lemak, fenil'pirofosfat, glukosa, logam, atau obat'obatan yang
dipresentasikan melalui %)3 atau molekul sepert %)3 kepada sel . 1,*
%ekanisme imunologik erupsi obat yang terpenting adalah presentasi
obat oleh #P3, yaitu sel dedritik termasuk sel ;angerhans kulit, kepada
limfosit . )al tersebut merupakan interaksi yang kompleks antara ikatan
haptenated peptide pada molekul %)3 pada #P3 dan reseptor sel .
Pengikatan ini dimodulasi oleh beberapa faktor termasuk sitokin,
haptenated peptide itu sendiri dan molekul adhesi antara sel dan #P3.
+eberapa kemungkinan presentasi obat oleh #P3 telah dikemukakan
sebagai berikut 8 1,*
a$ %etabolisme obat ekstra hepatik "aktivasi intraseluler$

&ebanyakan obat didetoksifikasi intraseluler melalui isoenzim sitokrom


P:-. %etabolisme obat melibatkan reaktive intermediate yang dapat
mengikat protein secara langsung. Jalan ini dialami sulfametoksasol,
dimana metabolit reaktif yang terbentuk "hidroksilamin dan nitroso
supranetoksasol$ mengikat protein secara kovalen.
b$ #ktivasi ekstraseluler
#ktivasi ekstraseluler dapat terjadi secara spontan atau melalui
metabolisme dependent myeloperoksidase. eaktive intermediate
dapat mengikat secara langsung kompleks peptida ' %)3 atau
mengikat protein ekstraseluler. 6katan protein obat tersebut akan
ditangkap #P3 dan diolah menjadi peptida ' obat, yang kemudian
dipresentasikan molekul %)3 pada permukaan.
/. idak ada aktivasi
Jalan ini melibatkan pengikatan obat secara langsung, dan agak labil
kepada kompleks peptida ' %)3. Obat ini dapat mengikat %)3, peptida
atau keduanya. idak dibutuhkan pengikatan dengan protein sebelumnya,
ambilan "uptake$ maupun pengolahan, serta metabolisme untuk
presentasi. 1,*
4iferensiasi subset h bergantung pada konsentrasi antigen, sifat
#P3, dan faktor lingkungan mikro "misalnya hormon$. &eberadaan 6;':
menyebabkan polarisasi kuat kepada h*, sedangkan diferensiasi h1

15
diinduksi oleh 65D'F atau =5 ' @, terutama tanpa keberadaaan 6;':. h*
menstimulasi produksi sel mast, eosinofil dan antibodi 6gE. 6;':
bertanggung ja(ab pada produksi 6gE, 6;'- untuk eosinofilia, dan
kombinasi 6;'/, 6;':, dan 6;'1 untuk produksi sel mast. !edangkan sitokin
yang dihasilkan h1 memperantarai respons imun yang berbeda'beda.
#ktivasi makrofag oleh 65D'F, dan lebih luas lagi oleh D5 dan
granulocyte macrophage colony stimulating "actor . h1 juga
memperantarai respon imflamasi seluler kompleks yang dikenal sebagai
hipersensitivitas tipe lambat, dan dengan sekresi 65DF dan D5, juga
berefek sitotoksik langsung ke berbagai tipe sel. Jadi, tiap subset h
menginduksi dan meregulasi kumpulan fungsi efektor yang saling
1,*
berkaitan yang bekerja pada antigen dan patogen yang spesifik.
#ktivasi h6 menyebabkan produksi sitokin seperti6 6;'* dan 65D'F,

yang mengakibatkan aktivasi sel sitotoksik, serta menyebabkan reaksi


seperti dermatitis kontak, eksim obat, DE, atau erupsi mortibiliformis.
#ktivasi h* menyebabkan produksi 6;':, 6;'-, 6;'1/, dan produksi
antibodi 6gE yang mengakibatkan reaksi klinis seperti urtikaria anafilaksis.
1,*

:. &lasifikasi eaksi #lergik


eaksi Obat #lergik dibagi dalam : tipe reaksi hipersensitivitas oleh
3oombs dan =ell yaitu ipe 6 "eaksi hipersensitivitas cepatBreaksi
anafilaktik$, tipe 66 "eaksi sitotoksik$, tipe 666 "eaksi komplek imun$, dan
tipe 6A "eaksi hipersensitivitas tipe lambat$. eaksi tipe 6 ' 666 diperantarai
oleh antibodi spesifik obat, sementara reaksi tipe 6A oleh limfosit spesifik
obat. O# pada beberapa keadaan dapat sesuai dengan salah satu dari
keempat tipe tersebut, namun pada umumnya sulit untuk
mengklasifikasikan O# ini ke dalam sistem 3oombs dan =ell, karena
mekanisme yang bertanggung ja(ab untuk elisitasi belum diketahui. 1,*
a! Tipe I "Reaksi Ana#ilaktik!
Pajanan pertama kali terhadap obat tidak menimbulkan reaksi yang
merugikan, tetapi pajanan selanjutnya dapat menimbulkan reaksi.
erjadi jika obat atau metabolitnya mengikat sekurang ' kurangnya *
molekul 6gE yang terikat pada permukaan sel mast atau basophil

16
sehingga mengakibatkan degranulasi sel mast dan basofil serta
pelepasan histamin dan berbagai mediator lain "misal serotonin,
bradikinin, heparin, !!# leukotrien dan prostaglandin$ dari sel.
=ambaran klinis yang khas tipe 6 adalah urtikaria dengan atau tanpa
angioederma. !elain itu juga bisa terjadi spasme bronkus, muntah dan
yang paling bahaya adalah reaksi anafilaktik. Penisilin merupakan
penyebab utama erupsi obat tipe cepat yang 6gE dependent. 1,*
b! Tipe II "Reaksi sit$t$ksik!
ipe 66 terjadi jika antibodi 6g= atau 6g% mengikat antigen di
permukaan sel. )al ini menyebabkan efek sitolitik atau sitotoksik oleh
sel efektor yang diperantarai komplemen. =abungan obat'antibodi'
komplemen terfiksasi pada sel sasaran. !ebagai sel sasaran ialah
eritrosit, leukosit, trombosit yang mengakibatkan lisis sel sehingga

reaksi tipe ini disebut juga reaksi sitolisis atau sitotoksik. 1,*
eaksi sitotoksik memiliki / kemungkinan mekanisme > pertama,
obat terikat secara kovalen pada membran sel dan antibodi kemudian
mengikat obat dan mengaktivasi komplemen "misalnya penisilin$>
kedua kompleks obat'antibodi yang terbentuk, terikat pada permukaan
sel dan mengaktivasi komplemen "rnisalnya sefalosporin$> ketiga obat
yang terikat pada permukaan sel menginduksi respons imun yang
mengikat langsung antigen spesifik jaringan "misalnya G'methyl'dopa$.
3ontoh obat yang menimbulkan reaksi ini adalah sedormid "sedatif$
yang dapat mengikat trombosit dan imunoglobulin yang terbentuk
terhadapnya sehingga menghancurkan trombosit "trombositopenia$
dan menimbulkan pulpura. &loramfenikol dapat mengikat sel darah
putih dan mengakibatkan agranulositosis. 5enasetin, klorpromazin,
penisilin, kina, dan sulfonamid dapat mengikat sel darah merah,
1,*
mengakibatkan anemia hemolitik.
%! Tipe I II " Reaksi & $mpleks Imn!
ipe 666 ditandai oleh pembentukan kompleks antigen'antibodi
"antibodi 6g= atau 6g%$ dalam sirkulasi darah atau jaringan dan
mengaktifkan komplemen.1 &omplemen yang teraktivasi kemudian
melepaskan berbagai mediator diantaranya enzim'enzim yang dapat

17
merusak jaringan seperti macrophage chermotatic factor. %akrofag
dikerahkan ketempat tersebut melepas enzim yang dapat merusak
jaringan. &omplemen juga membentuk 3/a dan 3-a "anafilatoksin$
yang merangsang sel mast dan basofil rnelepas granul. &omplemen
juga dapat menimbulkan lisis sel bila kompleks diendapkan di
jaringan.7
%ekanisme tipe 666 diduga terlibat pada banyak erupsi obat, meliputi
urtikaria, vaskulitis dan eritema multiforme. ;esi urtikaria dapal juga
terlihat pada a(al reaksi yang diikuti demam, limfadenopati, dan
artralgia.1 eaksi ini berhubungan dengan kompleks imun dalam
sirkulasi terdiri atas antibodi 6g= dan obat, yang mengaktifkan kaskade
komplemen, menyebabkan pembentukan anafilatoksin "3/a,
3-a$.!elanjutnya terjadi pelepasan histamin dan mediator lain dari sel

mas dan basofil. eaksi ini lebih sering disebabkan oleh sulfonamid
dan penisilin. Pada vaskulitis yang diinduksi obat, reaksi diperkirakan
disebabkan oleh deposit kompleks imun obat dan 6g= pada endotel
pembuluh kulit kecil yang menyebabkan peradangan yang diperantarai
komplemen. Pada eritema multiforme, peradangan yang diperantarai
kompleks imun mungkin berperan atau metabolisme yang diperantarai
6gE yang bertanggung ja(ab, melibatkan elemen reaksi fase lambat. 1,*
d! Tipe I '"Reaksi Alergi Se ller Tipe L ambat!
eaksi ini tidak melibatkan immunoglobulin, melainkan limfosit,
#P3 dan sel ;angerhans yang mempresentasikan antigen kepada
limfosit.1 ;imfosit yang sudah tersensitisasi mengenali antigen dan
1*':2 jam setelah pajanan terhadap antigen menyebabkan
pembebasan serangkaian limfokin, antara lain marcrophage inhi#ilition
"actor dan macrophage activation "actor . %akrofag yang diaktifikan
dapat menimbulkan kerusakan jaringan. 3ontoh klasiknya adalah
dermatitis kontak alergik. 1
Erupsi eksematosa, eritroderma, dan fotoalergik merupakan reaksi
tipe 6A. eaksi tipe ini melibatkan limfosit efektor yang spesifik yang
juga terlibat pada purpura, sindrom %yell&s, bulosa, likhenoid, dan
erupsi obat yang menyerupai lupus. %ekanisme tipe 6A bersama'sama

18
tipe 666 terlibat pada erupsi makulo'papular ' "ixed drug eruption , dan
eritema nodosum. 1,*
Pada kenyataannya, reaksi'reaksi ini tidak selalu berdiri sendiri,
namun dapat bersama sama. ;imfosit berperan pada inisiasi respons
antibodi, dan antibodi bekerja sebag ai essensial lin pada beberapa
reaksi yang diperantarai sel, misalnya #433.

%ekanisme Don'6munologis
eaksi pseudo-allergi* menstimulasi reaksi alergi yang bersifat anti#ody
dependent. !alah satu obat yang dapat menimbulkannya adalah aspirin dan
kontras media. #da teori yang menyatakan bah(a ada satu atau lebih
mekanisme yang terlibat, pelepasan mediator sel mast dengan cara
langsung, aktivasi langsung dari syHistem komplemen , atau pengaruh

langsung pada metabolisme enzim arakidonat sel. 1,*


Efek kedua diakibatkan oleh proses farmakologik obat terhadap tubuh
yang dapat menimbulkan gangguan seperti alopesia yang timbul karena
penggunaan kemoterapi antikanker. Penggunaan obat'obat tertentu secara
progresif ditimbun di ba(ah kulit, dalam jangka (aktu yang lama akan
mengakibatkan gangguan lain seperti hiperpigmentasi generalisata difus. 1,*

I'.GAM(ARAN &LINIS

O# dapat mengenai setiap organ, seperti darah, pulmo, hepar, dan renal,
tetapi yang tersering mengenai kulit "EO#$. /,? %anifestasi EO# yang tersering
"erupsi morbiliformis, urtikaria, angioedema, fiCed drug eruption$, yang terberat
"sindroma !tevens < Jhonson, nekrosis epidermal toksik$, serta beberapa
manifestasi lain berupa dermatitis kontak alergik, dermatitis eksfoliative, purpura,
vaskulitis, reaksi fotoalergik, eritema multiformis dan eritema nodosum.1,*
a. Erupsi %akulopapular atau %orbiliformis
Erupsi makulopapular atau morbiliformis atau disebut juga erupsi
eksantematosa merupakan EO# yang paling sering dijumpai dan dapat
diinduksi oleh hampir semua obat. Erupsi ini timbul generalisata dan
simetris, dan dapat terdiri atas eritema, makula yang berkonfluens,
danBatau papul yang tersebar di (ajah, telapak tangan dan kaki. %embran

19
mukosa tidak terkena. ;esi biasanya mucul dalam 1 < * minggu setelah
inisial terapi, tapi kadang'kadang dapat muncul setelah obat dihentikan.
;esi selalu diikuti dengan gejala pruritus, dapat pula diikuti demam, edema
fasial B kelopak mata, malaise, dan nyeri sendi yang biasanya hilang
dalam beberapa hari sampai minggu setelah obat dihentikan. Erupsi dapat
hilang tanpa penghentian obat, namun hal ini sangat jarang terjadi.
!ebaliknya, ruam dapat berkembang progresif menjadi eritroderma atau
dermatitis eksfoliativa dengan melanjutkan terapi.

=ambar 1. Erupsi Eksantematosa


Sumer: Re?us J1 Allan!re A8. Drugs Reaction. In: >!l!gnia ermat!l!gy. 8!lume Dne. 'n, e,iti!n.
7lser?e limite,1 Phila,elphia. Unite, States !5 Ameri/a. '##3. p: 333+3%'

ipe khusus erupsi ini adalah pustulosa eksantematosa generalisata


akut "PE=#$ yang ditandai dengan erupsi bulosa yang muncul mendadak
diikuti malaise dan demam tinggi. ;esi kulit berupa vesikopapula, pustul,
dan bula yang terjadi harnpir diseluruh tubuh. %ernbran mukosa jarang
terlibat. =ambaran klinis menyerupai psoriasis pustular.1,1
%ekanisme terjadinya erupsi makulopapular yang diinduksi obat belum
diketahui dengan jelas, nampaknya melibatkan lebih dari satu mekanisme,

yaitu mekanisme reaks i tipe 666 dan tipe 6A. eaksi ini terjadi setelah
beberapa hari pemberian obat dan tidak terjadi setelah pemberian dosis
pertama, hal ini menunjukkan perlunya periode sensitisasi sebelum reaksi
terjadi. +eberapa erupsi makulopapular diperantarai oleh sel . +aru'baru

20
ini dilaporkan keterlibatan sel 342 dalam mekanisme terjadinya erupsi
obat morbiliformis dan bulosa. &eterlibatan limfosit 342 dalam erupsi
obat dihasilkan dari bioaktivasi obat menjadi intemediate reaktif.
6ntemediate reaktif intraseluler ini mengikat protein sitoplasma secara
kovalen, kemudian dipresentasikan oleh %)3 kelas 6 kepada sel
342.1,*
Erupsi makulopapular sering dikaitkan dengan penggunaan ampisillin,
D!#64, sulfonamid, antikonvulsan, allopurinol, tetrasiklin, eritromisis,
1,*
fenobarbital, dan bahkan retinoid. Penyebab utama adalah antibiotika @
laktam, dan arti epilepsi. )arus diingat bah(a tidak semua eksantem
morbiliformis atau makulopapular diinduksi oleh obat. 6nfeksi tertentu
khususnya virus dapat menginduksi eksatem yang sukar dibedakan
dengan yang diinduksi oleh obat. &asus PE=# kebanyakan dihubungkan

dengan penggunaan antibiotika terutama kelompok penisilin. 1,*


b. 9rtikaria dan angioedema
9rtikaria dan angioedema merupakan erupsi obat tersering kedua.
9rtikaria merupakan reaksi vascular di kulit dengan adanya oedema
setempat yang pucat atau kemerahan dengan halo yang timbul mendadak
dan terasa gatal serta panas. ;esi urtika biasanya hilang dalam beberapa
jam, jarang lebih dari *: jam dan secara serentak muncul lesi urtika yang
baru pada tempat yang lain. 9kuran lesi urtika bervariasi antara beberapa
milimeter hingga 1'* cm. 9rtikaria yang diinduksi obat seringkali diikuti
demam dan gejala umum lain berupa malaise, vertigo, dan sakit
kepala./,7,2

=ambar *. 9rtikaria
!umber 8 !iregar !. #tlas +er(arna !aripati Penyakit &ulit. Edisi *. Jakarta 8 Penerbit +uku

21
&edokteran E=3 > *-.

#ngioedema terjadi bila pembengkakan juga terjadi pada dermis dan


jaringan subkutan, ditandai dengan edema setempat yang hanya
berkembang pada lokasi tertentu saja. 1 Edema biasanya simetris. 4aerah

predileksinya adalah bibir, kelopak mata, gentalia eksterna, dan punggung


tangan dan kaki.1,7 Edema pada glottis, laring dan lidah merupakan reaksi
edema yang paling berat dan tanpa pertolongan pertama dapat
menIakibatkan kematian akibat asfiksia. Penyebab tersering ialah
penisilin, asam asetilsalisilat dan D!#64. 1

=ambar /. #ngiooedema
!umber 8 evus J, #llanore #A. Drugs +eaction. 6n8 +olognia 4ermatology. Aolume One. *nd edition.
Elserve limited, Philadelphia. 9nited !tates of #merica. */

9rtikaria selain diperantarai reaksi tipe 6, juga dapat merupakan bagian


dari reaksi tipe 666. %ekanisme terjadinya urtikaria diperantarai 6gE, dan
juga melalui pembentukan kompeks imun. Penyebab tersering urtikaria
adalah penisillin, asam asetisalisilat, dan D!#64 lain. !ebuah penelitian
mengungkapkan bah(a antibiotika @'laktam "melalui mekanisme alergi$
bertanggung ja(ab pada sepertiga kasus, dan D!#64 "melalui mekanisme
pseudoalergi$ bertanggung ja(ab pada sepertiga kasus lainnya dari reaksi
urtikaria yang diinduksi obat.

c. 5iCed 4rug Eruption "54E$

22
54E atau disebut juga eCantema fikstum adalah satu'satunya EO#
yang selalu diprovokasi oleh obat atau bahan kimia. idak ada faktor
etiologi lain yang dapat mengelisitasi. 54E merupakan EO# yang sering
dijumpai ketiga. =ambaran 54E berupa eritema dan vesikel berbentuk
bulat atau lonjong dan biasanya numular, pada kasus yang berat dapat
timbul bula. empat predileksi adalah di sekitar mulut, di daerah bibir dan
daerah penis pada laki'laki sehingga sering disangka penyakit kelamin
karena berupa erosi yang kadang'kadang cukup luas disertai eritema dan
rasa panas setempat. 1 ;esi kemudian meninggalkan bercak
hiperpigmentasi yang lama dan baru hilang bahkan sering menetap.
&elainan akan timbul berkali'kali pada tempat yang sama. 1,*

=ambar :. 5iCed drug eruption


!umber 8 evus J, #llanore #A. Drugs +eaction. 6n8 +olognia 4ermatology. Aolume One. *nd edition.
Elserve limited, Philadelphia. 9nited !tates of #merica. */

Obat yang sering menyebabkan 54E ialah sulfonamide, barbiturate,


trimethoprim dan analgesic. 9kuran lesi bervariasi dari beberapa milimeter
hingga sentimeter. 4engan pemberian obat inisial, lesi soliter dapat
terbentuk. Pada pemberian ulang obat penyebab, lesi terjadi tidak hanya
pada lokasi biasanya, tapi juga pada tempat lain. 1

23
=ambar -. 5iCed drug erupsi pada genitalia akibat sulfonamide
!umber 8 evus J, #llanore #A. Drugs +eaction. 6n8 +olognia 4ermatology. Aolume One. *nd edition.
Elserve limited, Philadelphia. 9nited !tates of #merica. */

%ekanisme terjadinya 54E diduga melalui reaksi tipe 666 dan 6A.
erdapat peningkatan jumlah limfosit baik helper maupun supresor.
;imfosit helper B sitotoksik epidermis ditemukan dekat dengan keratinosit
yang nekrotik.-,? ;imfosit yang menetap di lesi kulit berperan dalam
memori imunologis dan menjelaskan rekurensi lesi pada tempat yang
sama. 4itemukannya keratinosit pada lesi kulit 54E menunjukkan

peningkatan 63#% 1 "yang terlibat dalam interaksi antara keratinosit dan


limfosit$ dan 56;#'4. Peningkatan ekspresi 63#%'1 menjelaskan migrasi
limfosit ke epidermis. +eberapa obat penyebab 54E adalah sulfonamid,
tetrasiklin, barbiturat, fenazon, fenitoin, trimetoprim, dan analgesik.1,*

d. 4ermatitis Eksfoliativa"Eritroderma$
4E atau eritroderma adalah terdapatnya eritema universal yang
biasanya disertai skuama. 4E biasanya muncul dalam beberapa minggu
atau bahkan beberapa hari setelah penggunaan obat. Erupsi berupa
eritema diseluruh tubuh diikuti deskuamasi terutama pada telapak tangan
dan kaki /. Proses dapat berlanjut beberapa minggu atau bulan setelah
penghentian obat. Pada eritroderma karena alergi obat terlihat eritema

24
1,*
tanpa skuama, skuama baru timbul pada stadium penyembuhan.

=ambar 7. 4ermatitis eksfoliativa, erupsi dan skuama di (ajah, lengan dan tubuh.
!umber 8 !iregar !. #tlas +er(arna !aripati Penyakit &ulit. Edisi *. Jakarta 8 Penerbit +uku
&edokteran E=3 > *-.

%ekanisme yang pasti belum diketahui, diduga melalui mekanisme tipe


6A. 4E dapat berasal dari erupsi eksantematosa jika obat penyebab masih
dilanjutkan.* 4E selain diinduksi obat, juga dapat merupakan perluasan
penyakit kulit yang sudah ada sebelumnya seperti psoriasis, atau
1,-
berkaitan dengan limfoma hodgkin, leukemia, dan keganasan lainnya.
+anyak obat yang dapat menjadi penyebab 4E, namun yang paling sering
adalah sulfonamid, penisilin, barbiturat, karbamazepin, fenitoin,
fenilbutason, allopurinol, dan garam emas. 1
e. Purpura
Purpura adalah perdarahan di dalam kulitBmukosa berupa
bercakBpembengkakan ber(arna merahBkebiruan yang tidak hilang bila
ditekan.1 Erupsi purpura dapat terjadi sebagai ekspresi tunggal alergi obat.
Erupsi biasanya simetris serta muncul di sekitar kaki, termasuk
pergelangan kaki atau tungkai bagian ba(ah dengan penyebar keatas.
Erupsi terdiri atas makula atau bercak kecil berbatas tegas ber(arna
merah kecoklatan yang tidak hilang dengan penekanan, dan disertai rasa
gatal.1,- &elainan dapat berupa Petekie "makula merah, diameter *'/ mm,

merah, kemudian coklat akhirnya menghilang$, Ekimosis "makula


kebiruan, sedikit bengkak, diameter K *'/ mm, letak kelainan lebih dalam>
kemudian menguning akhirnya menghilang$, Aebeses "purpura

25
berbentuk linear$ , )ematoma "kumpulan darah dalam jaringan kulit B
mukosa. +erjumlah cukup banyak pembengkakkan fluktuasi$ 1

=ambar ?. Purpura pada tungkai ba(ah


!umber evus J, #llanore #A.Drugs +eaction. 6n8 +olognia 4ermatology. Aolume One. *nd edition.
Elserve limited, Philadelphia. 9nited !tates of #merica. */

Purpura karena hipersensitivitas obat dapat diakibatkan oleh


trombositopenia. %ekanisme trombositopenia berhubung dengan
pembentukan kompleks antigen antibodi dengan afinitas pada trombosit.

eryata banyak obat yang menyebabkan kerusakan kapiler tanpa


mengenai tombosit. ipe ini dikenal sebagai purpura non trombositopenik
atau purpura vascularBpurpura primer. Purpura non
trombositopenikBpurpura sekunder secara umum berkaitan dengan deposit
kompleks imun di dinding venula.
+eberapa obat penyebab purpura trombositopenik adalah asam
asetilsalisilat, karbamazepin, indometasin, isoniazid, nitrofurantoin,
penisilinamin, fenitoin, dan derivatnya, derivat pirazolon, Iuinidin,
sulfonamid, dan tiourasil. !edangkan beberapa obat penyebab purpura
non trombositopenik adalah ampisilin, penisilin, sulfatrimetoprim,
sulfonamid, asam asetilsalisilat.*
f. Eritema %ultiforme "E%$

26
Eritema %ultiforme atau disebut juga )erpes iris, dermatostomatitis
dan eritema eksudativum multiforme merupakan erupsi mendadak dan
rekuren pada kulit dan kadang'kadang pada selaput lendir dengan
gambaran bermacam'macam spectrum"polimorfik$ dan gambaran khas
bentuk iris. Pada kasus yang berat disertai symptom konstitusi dan lesi
vesikel. Penyebab yang pasti belum diketahui. Obat merupakan penyebab
E% pada 1'* kasus, sisanya kemungkinan disebabkan oleh infeksi
dan penyakit lain.1,*
=ejala klinis berupa spektrum yang bervariasi dari erupsi lokal kulit dan
selaput lendir sampai bentuk berat berupa kelainan multi system yang
dapat menyebabkan kelainan. erdapat dua tipe dasar yaitu tipe macula
eritema dan tipe vesikobulosa.1,*

=ambar 11. Eritema %ultiformis


!umber8 %ansjoer #, !uprohaita, 0ardhani 06, !etio(ulan 0.Erupsi ,lergi #at.6n8
9niversitas
&apita !elekta &edokteran. Aolume *. /rd edition. 5akultas &edokteran
6ndonesia. %edia #esculapius. Jakarta. **. p81//'1/L

ipe makula'eritema mendadak, simetris dengan tempat predileksi di


punggung tangan, telapak tangan, bagian ekstensor ekstremitas , dan
selaput lender. Pada keadaan berat mengenai badan. ;esi tidak terjadi
serentak, tetapi berturut'turut dalam *'/ minggu. =ejala khas ialah bentuk
iris"target lesion$ yang terdiri atas / bagian, yaitu bagian tengah berupa

vesikel atau eritema yang keungu'unguan, dikelilingi oleh lingkaran


konsentris yang pucat dan kemudian lingkaran yang merah. *
Pada tipe vesikobulosa lesi mula'mula berupa macula, papul,dan urtika

27
yang kemudian timbul lesi vesikobulosa di tengahnya. +entuk ini dapaat
juga mengenai selaput lender. Pada pemeriksaan darah tepi tidak
ditemukan kelainan, pada kasus yang berat dapat terjadi anemia dan
proteinuria ringan.*

g. !indroma !tevens Johnson "!!J$


!indrom !teven Johnson "!!J$ disebut juga eritema multiforme mayor
merupakan sindrom yang mengenai kulit, selaput lender dan orifisium dan
mata dengan keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat> kelainan
paada kulit berupa eritema, vesikelBbula, dapat disertai purpura. 1
Penyebab utama dari !!J adalah alergi obat"K- kasus$. Penyebab
lainnya adalah infeksi, vaksinasi, penyakit gra"t-versus-host, neoplasma
dan radiasi. +anyak obat yang menjadi penyebab sindrom ini, yang

tersering adalah sulfonamid, antikonvulsan aromatik, beberapa D!#64


dan alopurinol yang bertaggung ja(ab pada *B/ kasus !!J.
#minopenisillin dan klormenazon juga dilaporkan sebagai penyebab
tersering. Penyakit ini serupa dengan DE disebabkan oleh reaksi
hipersensitivitas tipe 66 "sitolitik$. =ambaran klinis tergantung kepada sel
sasaran "target cell $. !asaran utama !!j dan DE adalah pada kulit
berupa destruksi keratinosit. Pada alergi obat akan terjadi aktivasi sel ,
termasuk 34: dan 342. 6;'- meningkat, juga sitokin'sitokin yang lain.
34: terutama terdapat di dermis, sedangkan 342 pada sel epidermis.
&eratinositepidermal mengekspresi 63#%'1, 63#%'* dan %)3 66. !el
;angerhans tidak ada atau sedikit. D5 di epidermis meningkat. 1,*
!indrom ini jarang dijumpai pada usia M / tahun karena imunitas belum
begitu berkembang.&eadaan umumnya dapat bervariasi dari ringan
sampai berat. %ulainya penyakit akut dapat disertai dengan gejala
prodromal berupa demam tinggi, malese, nyeri kepala, batuk, pilek dan
nyeri tenggorokan.1

28
=ambar 1*. 3ontoh lesi pada !indrom !tevens Johnson
!umber 8 !iregar !. #tlas +er(arna !aripati Penyakit &ulit. Edisi *. Jakarta 8 Penerbit +uku
&edokteran E=3 > *-.
Pada !!J terlihat trias kelainan berupa kelainan kulit, kelainan selaput
lender di orifisium dan kelainan mata. &elainan kulit terdiri atas eritema,
vesikel dan bula. / Aesikel dan bula kemudian memecah sehingga terjadi
erosi yang luas. 4isamping itu juga terdapat purpura. Pada bentuk yang
berat kelainannya generalisata. &elainan selaput lender di orifisium yang
tersering ialah pada mukosa mulut"1$, kemudian disusul oleh kelainan
di lubang alat genital"-$, sedangkan di lubang hidung dan anus
jarang"masing'masing 2 dan :$. &elainanna berupa vesikel dan bula
yang cepat memecah sehingga terjadi erosierosi dan ekskoriasi dan
krusta kehitaman. 4i mukosa mulut juga dapat terbentuk pseudomembran.
4i bibir kelainan yang sering tampaik ialah krusta ber(arna hitam yang

tebal. ;esi di mukosa mulut dapat juga terdapat di faring, traktus


respiratorius bagian atas dan esophagus. !tomatitis dapat menyebabkan
pasien sulitBtidak dapat menelan. #danya pseudomembran di faring dapat
menyebabkan keluhan sukar bernapas. &elainan mata terjadi pada 2
diantara semua kasus, yang tersering adalah konjungtivitis kataralis.
!elain itu dapat pula berupa konjungtivitis purulent, perdarahan,
simblefaron, ulkus kornea, iritis dan iridosiklitis. &omplikasi tersering ialah
bronkopneumonia, selain itu dapat pula terjadi kehilangan darahBcairan,
gangguan keseimbangan elektrolit, syok dan ebutaan karena gangguan
lakrimasi. )asil pemeriksaan laboratorium tidak khas. /

29
=ambar 1/. =ambaran pasien !indrom !tevens Jhonson

!umber 8 !iregar !. #tlas +er(arna !aripatiE=3


&edokteran Penyakit &ulit. Edisi *. Jakarta 8 Penerbit +uku
> *-.

=ambaran histopatologiknya sesuai dengan eritema multiforme,


bervariasi dari perubahan dermal ringan sampai nekrolisis epidermal yang
menyeluruh. &elainan berupa /8
1. 6nfiltrat sel mononuklear di sekitar pembuluh'pembuluh darah
dermis superficial
*. Edema dan ekstravasasi sel darah merah di dermis papilar
/. 4egenerasi hidropik lapisan basalis sampai terbentuk vesikel

subdermal
:. Dekrosis sel epidermal dan kadang'kadang di adneksa
-. !pongiosis dan edema intrasel di epidermis
4iagnosis banding !!J adalah DE karena DE merupakan bentuk
parah dari !!J. #pabila terdapat epidermolisis generalisata maka
/
diangnosanya adalah DE. &eadaan umum pada DE lebih buruk.
Obat yang dianggap sebagai kausanya harus dihentikan, termasuk
jamu dan adiktif. Pengobatan yang diberikan jika keadaan umum pasien
baik dan lesi tidak menyeluruh adalah dengan prednisone /':mg sehari.

Jika keadaan umum pasien kurangbaik atau lesi menyeluruh pasien harus
dira(at inap. Penggunaan kortikosteroid merupakan life'saving, dapat
digunakan injeksi deksametason dengan dosis permulaan :'7 C - mg

30
sehari. !etelah beberapa hari "*'/ hari$ bila masa krisis telah teratasi,
keadaan membaik dan tidak timbul lesi baru, sedangkan lesi lama tampak
mengalami involusi maka dosis diturunkan - mg setiap harinya dan
setelah mencapai - mg sehari lalu diganti dengan tablet kortikosteroid.
Jadi lama pengobatan kira'kira 1 hari. !elain deksametason dapat pula
digunakan metilprednisolon degan dosis setara. &elebihan
metilprednisolon adalah efek sampingnya lebih sedikit dibandingkan
dengan dengan deksametason namun harganya lebih mahal. 4engan
dosis kortikosteroid setinggi itu, maka imunitas pasien akan berkurang
sehingga harus diberikan antibiotic untuk mencegah infeksi, misalnya
bronkopneumonia yang menyebabkan kematian. 3ontoh antibiotic yang
biasa digunakan adakHlah ciprofloksasin * C : mg iv, klindamisin * C
7 mg iv sehari, ceftriakson * gr 1 C 1 sehari. 9ntuk mengurangi efek

samping kortikosteroid diberikan diet yang rendah garam dan tinggi


protein karena kortikosteroid bersifat katabolic.!etelah seminggu diperiksa
pula kadar elektrolit dalam darah. +ila terdapat penurunan & dapat
diberikan &3l / C - mg. 1
Pada pasien dengan lesi di mulut dan tenggorokan yang menyebabkan
sulitBtidak dapat menelan dapat diberikan infus seperti deCtrose -, Da3l
L dan inger ;aktat dengan perbandingan 18181 dalam 1 labu yang
diberikan 2 jam sekali. Jika dengan terapi tersebut belum tampak
perbaikan dalam * hari, maka dapat diberikan transfuse darah sebanyak
/ cc selama * hari berturut'turut. Efek transfusi darah " whole #lood $
adalah sebagai imunorestorasi. +ila terdapat leukopenia prognosisnya
menjadi buruk, setelah diberi transfuse leukosit cepat menjadi normal.
!elain itu darah juga mengandung banyak sitokin dan leukosit jadi
meninggikan daya tahan. 6ndikasi pemberian transfuse pada !!J dan DE
adalah 81
1. +ila telah diobati dengan kortikosteroid dengan dosis adekuat
setelah * hari belum ada perbaikan. 4osis adekuat untuk !!J /
mg deksametason sehari dan DE :mg sehari.
*. +ila terdapat purpura generalis
/. Jika terdapat leukopenia
Pada kasus dengan purpura yang luas dapat pula ditambahkan vit.3

31
- mg atau 1 mg sehari iv. erapi topical tidak sepenting terapi
sistemik. Pada daerah erosi dan ekskoriasi dapat diberikan krim
sulfodiazin'perak, untuk lesi di mulut dapat diberikan enalog in ora#ase
dan #etadine gargle 9ntuk bibir yang biasanya kelainannya berupa krusta
tebal kehitaman data diberikan emolien misalnya krim urea 1. 1

h. Dekrosis Epidermal oksik "DE$


DE disebut juga !indrom ;yell merupakan penyakit yang berat, lebih
berat daripada !!J, sehingga jika pengobatan tidak cepat dan tepat dapat
menyebabkan kematian. DE ialah penyakit berat, gejala terpenting ialah
epidermolisis generalisata "karena sel sasarannya adalah epidermis$,
/,-
dapat disertai kelainan pada selaput lender di orifisium dan mata.
Etiologinya sama dengan !!J. Penyebab utama juga alergi obat yang
berjumlah 2'L- dari semua pasien. DE merupkan penyakit yang berat
dan sering menyebabkan kematian karena gangguan cairan dan elketrolit
atau karena sepsis. DE disertai periode prodromal berupa demam,
rhinitis, konjungtivitis, yang bertahan beberapa hari hingga minggu yang
dapat disertai dengan penurunan kesadaran"spoor'komatosa$, selanjutnya
lesi kulit berkembang cepat, biasanya dalam / hari. #(alnya, pasien
merasakan seperti terbakar atau nyeri pada lesi eritema generalisata
kemudian timbul banyak vesikel dan bula dan dapat disertai dengan
purpura. +ula dan pengelupasan kulit"epidermolisis$ pada area yang luas

mengakibatkan tanda Dikolsky positif pada kulit yang eritematosa, yaitu


kulit yan ditekan dan digeser maka kulit akan terkelupas.1.*

=ambar 1:. Dekrosis Epidermal oksik


!umber 8 !iregar !. #tlas +er(arna !aripati Penyakit &ulit. Edisi *. Jakarta 8 Penerbit +uku

32
&edokteran E=3 > *-.

&omplikasi yang dapat terjadi adalah pada ginjal yang berupa nekrosis
tubular akut akibat terjadinya ketidakseimbangan cairan bersama'sama
dengan glomerulonephritis. 4iagnosis banding DE adalah !!J,

4ermatitis kontak iritan karena baygon dan Staphylococcus Scalded Sin


Syndrome(SSSS)./

'. PEMERI&SAAN PENUN)ANG


+eberapa pemeriksaan yang dapat dilaksanakan untuk membantu
memastikan penyebab erupsi obat alergik 81,*
a. Pemeriksaan in vivo 8
. uji tempel (patch test)

*. uji tusuk (pric/scratch test)


/. uji provokasi (exposure test)
Pemeriksaan tersebut memerlukan persiapan untuk menghadapi
kemungkinan reaksi anafilaksis.

b.Perneriksaan in vitro 8
1. Nang diperantarai antibodi 8
a$ )emaglutinasi pasif
#) +adio immunoassay

c$
d$ 4egranulasi basofil
es fiksasi komplemen
*. Nang diperantarai sel 8
a$ es transformasi limfosit
#) %eucocyte migration inhi#ition test
Pemilihan pemeriksaan tersebut didasarkan atas mekanisme imunologis yang
mendasari erupsi obat. Damun perlu diingat bah(a pemeriksaan tersebut
merupakan pemeriksaan penunjang dan hasilnya memerlukan interpretasi yang
teliti.1

'I.DIAGNOSIS
4iagnosis erupsi obat berdasarkan 8

33
a. #namnesis 8 adanya hubungan antara timbulnya erupsi dengan penggunaan
obat sehingga perlu ditanyakan obat'obatBjamu yang didapat, kelainan yang
timbul akut atau beberapa hari setelah konsumsi obat, rasa gatal yang dapat
disertai demam yang biasanya subfebril.
b. Pemeriksaan &linis "&elainan kulit yang ditemukan$ 8 adanya kelainan klinis

sesuai dengan jenis masing' masing reaksi. Penghentian obat yang diikuti
penurunan gejala klinis merupakan petunjuk kemungkinan erupsi disebabkan
oleh obat tersebut. Perlu diperhatikan distribusi lesi yang menyebar, simetris
atau setempat, bentuk kelainan yang timbul "urtikaria, purpura, eksantema,
papul, eritroderma, eritema nodusum$.
c. Pemeriksaan khusus > saat ini belum ditemukan cara yang cukup sensitif dan
dapat dipercaya untuk mendeteksi erupsi obat alergik.

'II. PENGO(ATAN
Pengobatan erupsi obat alergik belum memuaskan, antara lain karena
kesukaran dalam memastikan penyebabnya, apakah oleh obatnya sendiri atau
metabolitnya. Pengobatan dibagi dalam8
a. Pengobatan kausal 8 4ilaksanakan dengan menghindari obat tersangka
"apabila obat tersangka telah dapat dipastikan$. 4ianjurkan pula untuk
rnenghindari obat yang mempunyai struktur kimia dengan obat tersangka
"satu golongan$.
b. Pengobatan simtomatik 8Pengobatan dilaksanakan sesuai dengan tipe

reaksi yang mendasarinya 8


1. Pada reaksi anafilaksik "reaksi tipe 6$ 8 +ila terjadi syok dapat diberikan
epinefrin 1 8 1 sebanyak ,/ < ,- ml secara subkutan atau intravena.
#ntihistamin dan kortikosteroid dapat diberikan, tetapi bukan merupakan
pengobatan lini pertama. 9mumnya reaksi dapat diatasi dalam (aktu 1-
< * menit, meskipun penderita masih harus diamati selama *: jam
berikutnya untuk mencegah komplikasi.
*. Pada reaksi tipe yan g lain 8 Penghentian penggunaan obat tersangka
umumnya cukup memberikan hasil yang baik. !esuai dengan berat'
ringannya reaksi, pemberian kortikosteroid "prednison : < 1 mgBhari$
dan antihistamin dapat dipertimbangkan.l

34
Pengobatan dapat diberikan secara 18
1. !istemik
a$ &ortikosteroid
Pemberian kortikosteroid sangat penting pada alergi obat sisteik.
Obat kortikosteroid yang sering digunakan adalah tablet

prednisone"1 tabletH:mg$. Pada kelainan urtikaria, eritema,


dermatitis medikamentosa, purpura, eritema nodusum, eksantema
fikstum, dan PE=# karena alergi obat, dosis standar untuk orang
de(asa adalah /C1 mg prednisone sehari. Pada eritroderma
dosisnya adalah /C1 mg sampai :C 1 mg sehari.
b$ #ntihistamin
#ntihistamin yang bersifat sedative dapat juga diberikan, jika
terdapat rasa gatal. &ecuali pada urtikaria, efeknya kurang kalau
dibandingkan dengan kortikosteroid.
*. opikal
Pengobatan topikal bergantung pada keadaan kelainan kulit, apakah
kering atau basah. &alau keadaan kering, seperti apda eritema atau
urtikaria, dapat diberikan bedak, contohnya bedak salisilat *
ditambah dengan antipruritus, misalnya menthol ' 1 untuk
mengurangi rasa gatal. &alau keadaan membasah seperti dermatitis
medikamentosa perlu dikompres, misalnya kompres larutan asam
salisilat 1. Pada bentuk purpura dan eritema nodusum tidak
diperlukan pengobatan topikal. Pada eksantema fikstum jika kelainan
membasah dapat diberikan kompres dan jika kering dapat diberi krim
kortikosteroid, misalnya krim hidrokortison 1 atau *,-. Pada
eritroderma dengan kelainan berupa eritema yang menyeluruh dan
skuamasi dapat diberi salep lanolin 1 yang dioleskan sebagian'
sebagian.

'III. PROGNOSIS
Pada dasarnya erupsi kulit karena obat akan menyembuh bila obat
penyebabnya dapat diketahui dan segera disingkirkan. #kan tetapi pada
beberapa bentuk, misalnya eritroderma dan kelainan'kelainan sindrom ;eyll dan
sindrom !teven'Johnson, prognosis dapat menjadi buruk bergantung pada luas
1
kulit yang terkena.

35
I*.&ESIMPULAN
+anyak tipe erupsi yang dapat disebabkan oleh obat, dan tiap obat dapat
memicu timbulnya erupsi obat alergi. Oleh karena itu sebelum memberikan terapi
obat, harus dipertimbangkan besar kecilnya resiko, keuntungan serta kerugian
dari terapi tersebut. 4engan mengetahui imunopatogenesis, faktor resiko,
manifestasi klinis EO# dan edukasi pada pasien, serta penulisan resep yang
tepat dapat menurunkan morbiditas EO#.
#pabila terjadi EO# dan obat tersangka penyebab erupsi tersebut telah dapat
dipastikan, maka sebaiknya kepada penderita diberikan catatan berupa kartu
kecil yang memuat jenis obat tersebut "serta golongannya$. &artu tersebut dapat
ditunjukkan bilamana diperlukan, sehingga dapat dicegah pajanan ulang yang
memungkinkan terulangnya erupsi obat alergik.

DA+TAR PUSTA&A

). >!e,iarja1Siti Aisyah in :Menal,i1 Sri inu0ih SC. Ilmu Penyakit Kulit ,an Kelamin.
rug 7rupti!n. 7,isi Ketujuh. Jakarta: Bakultas Ke,!kteran Uni?ersitas In,!nesiaF
'#)*. )$#+)$%.
'. -!l,smith1!0ell A G Kat=1Stephen I G -il/hrest1>arara A GPaller1 Amy S .
;elminthi/ In5e/ti!ns. In : Cl!55 Klaus et al1 e,it!rs. Fitzpatricks Dermatology In
General Medicine. Eight Edition. Unite, States: M/-ra0+;ill "!mpanies F '#)'.
"hapter '#<
3. !hear D), &no(les !, !hapiro ;. 3utaneous eactions to 4rugs. 4alam 8
0olff &, =oldsmith ;#, &atz !6, =ilchrest +#, Paller #!, ;effell, editor.
5itzpatricks 4ermatology in =eneral %edicine. Edisi ke'?. De( Nork 8
%c=ra()ill > *2. p /--'7*.

36
4. ;ee #, homson J. 4rug'induced skin. 6n8 #dverse 4rug eactions, *nd ed.
Pharmaceutical Press. *7 "cited *1/ July 1L$ #vailable from 8
http8BBdrugsafety.adisonline.comBptBreBdrsBpdf.

37

Anda mungkin juga menyukai