Anda di halaman 1dari 194

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)TATALAKSANA KASUS

SMF KESEHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN


RSAL Dr. MINTOHARDJO, JAKARTA
2016-2018
NEURALGIA PASCA HERPETIK (ICD 10: B02.2)
Nyeri menetap setelah terjadi penyembuhan ruam pada
1. Pengertian (Definisi) herpes, atau nyeri 1 bulan, 3 bulan 4 bulan, 6 bulan atau
setelah onset ruam
Nyeri konstan (sebagai rasa terbakar, sakit, berdenyut),
nyeri intermiten (menusuk) dan nyeri yang dipicu stimulus
2. Anamnesis seperti allodinia (nyeri yang dipicu stimulus normal seperti
sentuhan dll) pada area yang pernah mengalami herpes
zoster

Pada umumnya tidak didapatkan lesi, kadang didapatkan


3. Pemeriksaan Fisik
hiperpigmentasi post inflamasi setelah herpes zoster

1. Sesuai kriteria anamnesis


4. Kriteria Diagnosis
2. Sesuai hasil pemeriksaan fisik

5. Diagnosis Kerja Neuralgia Pasca Herpatik ( ICD 10: B202.2)

Tergantung lokasi NPH


6. Diagnosis Banding
Bila pada dada kiri, di diagnosis banding dengan Angina
pectoris

7. Pemeriksaan Penunjang Tidak diperlukan pemeriksaan khusus

Amiptriptilintablet 10-25 mg/hari, diberikan malam hari,


dapat dinaikkan setiap 2 minggu sampai dosis 75-100 mg,
atau
8. Terapi Gabapentin 100-300 mg/hari, diberikan malam hari. Dosis
dapat ditingkatkan 100-300 mg setiap 3-5 hari samapi dosis
efektif 1800-3600, 3-4 kali dalam dosis terbagi

1
 Penjelasan tentang penyebab neuralgia pasca
9. Edukasi (Hospital Health herpatik
Promotion)  Penjelasan tentang terapi yang diberikan

Ad Vitam : dubia ad bonam


10. Prognosis Ad Sanationm : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad malam

11. Tingkat Evidens IV

12. Tingkat Rekomendasi C

1. dr. Suswardana, M.Kes, Sp.KK


13. Penelaan Kritis 2. dr. Syarief Hidayat, Sp.KK
3. dr. Abdul Gayum, Sp.KK
Kasus neuralgia pasca herpatik terdiagnosis dengan tepat
dan sembuh tanpa komplikasi setelah diterapi secara rawat
jalan
14. Indikator Medis
Target: 80% kasus herpes simpleks genital terdiagnosis
dengan tepat dan sembuh setelah diterapi secara rawat
jalan
1. Schmader KE, Oxman MN. Varicella and Herpes zoster
In:Goldsmith LA, Katz SI,Gilchrest BA, Paller AS, Leffell
DJ,Wolff K editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General
15. Kepustakaan
Medicine. 8 ed; New York: Mc Graw Hill; 2012. P.3405
2. Phillip A, Thakur R. Post Herpatic Neuralgia. J Palliat
Med 2011;14:756-73

2
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)TATALAKSANA KASUS
SMF KESEHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN
RSAL Dr. MINTOHARDJO, JAKARTA
2016-2018
Gonore (A54.0)

1. Pengertian (Definisi) Gonore (Gonorrhoea) adalh infeksi menular seksual yang


disebabkan oleh bakteri diplokokus gram negative yaitu
Neisseria gonorrhea. Pada pria umumnya menyebabkan
urethritis akut dan pada wanita menyebabkan servitis yang
mungkin saja asimtomatis
2. Anamnesis  Infeksi ini bersifat akut pada pria yang didahului rasa
panas dibagian distal uretr, diikuti rasa nyeri pada
penis, dysuria dan polakisuria
 Infeksi pada wanita, masa inkubasi sulit untuk dapat
ditentukan karena pada umumnya asimptomatis
 Gejala-gejala awal dapat ringan dan berkelanjtan
sampai menimbulkan gek]jala yang berat
3. Pemeriksaan Fisik  Terdapat duh tubuh yang bersifat purulent, kadang-
kadang terdapat ektropion. Beberapa kasus duh
tubuh baru dapat keluar apabila dilakukan
pemijatan atau pengurutan korpus penis kearah
distal tetapi pada keadaan yang berat duh tubuh
tersebut menetes dengan sendirinya
 Gejala utama berupa duh tubuh vagina yang berasal
dari endoservitisyang bersifat purulent, tipis dan
agak berbau. Dysuria dan keluar duh tubuh tapi
sedikit dari uretra yang mungkin disebabkan oleh
urethritis yang menyertai servitis. Dispareunia dan
nyeri perut bagian bawah
4. Kriteria Diagnosis 1. Sesuai kriteria anamnesis
2. Sesuai hasil pemeriksaan fisik
3. Sesuai hasil pemeriksaan penunjang

5. Diagnosis Kerja Gonore

6. Diagnosis Banding 1. Chlamydia Trachomatis


2. T. Vaginalis
3. Infeksi Jamur
4. Infeksi Bakteri Anaerob

3
7. Pemeriksaan Penunjang  Pewarnaan Gram
 Kultur
8. Terapi 1. Seftriakson (generasi ketiga dari sefalosporin) 125-
250mg IM diberikan dosis tunggal. Dosis anak-anak
25-50mg/kg BB IM dosis tunggal
2. Cefiksim 400mg oral diberikan dosis tunggal. Dosis
anak-anak <45kg: 8mg/kg BB oral dosis tunggal, > 45
kg:dosis sama dengan orang dewas

9. Edukasi (Hospital Health  Penjelasan tentang penyebab penyakit


Promotion)  Penjelasan tentang pencegahan penyakit

10. Prognosis Ad Vitam : bonam


Ad Sanationm : bonam
Ad Fungsionam : bonam

11. Tingkat Evidens IV

12. Tingkat Rekomendasi C

13. Penelaan Kritis 1. dr. Suswardana, M.Kes, Sp.KK


2. dr. Syarief Hidayat, Sp.KK
3. dr. Abdul Gayum, Sp.KK
14. Kepustakaan
15. Indikator Medis Pasien
1. dengan
Sobel JD.kandidiosis vulvoCandidiasis.
Vulvovaginal vaginalis tanpa komplikasi
In: Holmes KK,
sembuhSparling
dalam 5-7
PF,hari
Stamn WE, Piot P, Wassheit JN, Corey L,
et al., editors. Sexual transmitted diseases. 4 ed.
New York: McGraw Hill; 2008. P. 823-38
2. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Primer. PemenkesRI no5 2014.
2014:496-9

4
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)TATALAKSANA KASUS
SMF KESEHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN
RSAL Dr. MINTOHARDJO, JAKARTA
2016-2018
INFEKSI GENITAL NONSPESIFIK (ICD 10: 164)
Infeksi salauran genital yang disebabkan oleh penyebab
nonspesifik. Istilah ini meliputi berbagai keadaan, yaitu
1. Pengertian (Definisi) urethritis nonspesifik (UNS), urethritis non-gonore (UNG),
proktitis nonspesifik, dan infeksi genital nonspesifik pada
wanita
Adanya secret yang keluar dari saluran genitalia baik pada
2. Anamnesis
pria maupun wanita
 Pria
- Duh tubuh uretra spontan, atau diperoleh
dengan pengurutan/massege uretra
- Dysuria
- Asimptomatik
 Wanita
- Duh tubuh vagina
3. Pemeriksaan Fisik
- Duh tubuh endoserviks mukopurulen
- Ektopia servika disertai edema, serviks rapuh,
mudah berdarah
- Perdarahan antara dua siklus menstruasi
- Perdarahan pascakoitus
- Dysuria, bila menganai uretra
- Umumnya asimptomatik
1. Sesuai kriteria anamnesis
4. Kriteria Diagnosis 2. Sesuai hasil pemeriksaan fisik
3. Sesuai hasil pemeriksaan penunjang

5. Diagnosis Kerja Infeksi genital nonspesifik (ICD 10:A64)

1. Uretritis /servisitis gonore


2. Trikomoniasis
6. Diagnosis Banding
3. Kandidiosis vulvovaginalis
4. Vaginalis bacterial

Bahan dari duh tubuh genital


 Sediaan apusan gram:
- Tidak didapatkan diplokokus gram negative intra
7. Pemeriksaan Penunjang
dan ekstaraseluler
- Tidak ditemukan blastospora, pseudohifa, dan
clue cell

5
-
Jumlah leukosit PMN >5/LPB (pria) atau >30/LPB
(wanita)
 Sediaan basah:
- Tidak ditemukan Trichomonas vaginalis
Nonmedikamentosa:
 Abstiensia sampai terbukti sembuh secara
laboratotis, dan bila tidak dapat menahan diri
anjurkan memakai kondom
 Kunjungan ulang pada hari ke-8
 Konseling
 Bila memungkinkan periksa dan obati pasangannya
8. Terapi
Medikamentosa:
 Obat pilihan
 Obat alternative
Eritromisin 4x500mg/hari, per oral selama 7 hari
Doksisiklin 2x100mg/hari, per oral selama 7 hari

 Penjelasan tentang penyebab infeksi genital


nonspesifik
 Penjelasan tentang cara penularan penyakit,
kemungkinan komplikasi jangka panjang
9. Edukasi (Hospital Health
 Penjelasan tentang pentingnya pemeriksaan
Promotion)
terhadap pasangan seksualnya
 Penjelasan mengenai kemungkina resiko tertular HIV
 Penjelasan tentang terapi yang diberikan

Ad Vitam : dubia ad bonam


10. Prognosis Ad Sanationm : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam

11. Tingkat Evidens IV

12. Tingkat Rekomendasi C

1. dr. Suswardana, M.Kes, Sp.KK


13. Penelaan Kritis 2. dr. Syarief Hidayat, Sp.KK
3. dr. Abdul Gayum, Sp.KK
Kasus infeksi genital nonspesifik terdiagnosis dengan tepat
dan sembuh tanpa komplikasi setelah diterapi secara rawat
jalan
14. Indikator Medis
Target: 80% kasus infeksi genital nonspesifik terdiagnosis
dengan tepat dan sembuh tanpa komplikasi setelah diterapi
secara rawat jalan

6
1. Holmes King K, Mardh PA, Sparling FP, Lemon SM, Stam
WE, Piot Peter, Wasserheit JW, editors. In: Sexually
Transmitted Diseases. 4 ed. New York: McGraw Hill;
15. Kepustakaan 2008
2. Perdoski, Herpes Simpleks Genital dalam Panduan
Pelayanan Medis Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin
Indonesia, Sekretariat Perdoski,Jakarta: 2011. P. 240-2

7
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)TATALAKSANA KASUS
SMF KESEHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN
RSAL Dr. MINTOHARDJO, JAKARTA
2016-2018

SIFILIS (ICD 10: A.51.0)


Penyakit sistemik yang disebabkan oleh Treponema
pallidum. Sifilis dapat diklasifikasikan atas sifilis didapat dan
1. Pengertian (Definisi) sifilis kongenital. Sifilis didapat terdiri atas stadium primer,
sekunder, dan tersier, dan periode laten antara stadium
seunder dan tersier
Adanya riwayat kontak kurang dari 3 bukan dengan
2. Anamnesis pasangan seksual lebih dari satu atau dengan pasangan
yang memiliki resiko tinggi atau sedang menderita sifilis
 Stadium I
Ulkus tunggal, tepi teratur, dasar bersih, terdapat
indurasi, tidak nyeri, terdapat pembesaran kelenjar
getah bening regional
 Stadium II
Lesi kulit polimorf, tidak gatal, dan lesi di mukosa,
disertai pembesaran getah bening generalisata
3. Pemeriksaan Fisik
 Stadium II laten
Tidak didapatkan lesi di genital dan dikulit, hanya
ditemukan tes serologi sifilis (TSS) yang reaktif
 Stadium 3
Gumma, yaitu infiltrate sirkumskrip kronis yang
cenderung mengalami perlunakan dan bersifat
destruktif. Dapat mengenai kulit, mukosa, tulang
1. Sesuai kriteria anamnesis
4. Kriteria Diagnosis 2. Sesuai hasil pemeriksaan fisik
3. Sesuai hasil pemeriksaan penunjang

5. Diagnosis Kerja Sifilis ( ICD 10: A.51.0)

1. Stadium I: herpes simpleks, ulkus piogenik, scabies,


balanitis, LGV, karsinoma sel skuamosa, penyakit
Bechet, ulkus mole
2. Stadium II: erupsi obat alergik, morbili, pitriasis
6. Diagnosis Banding
rosea, psoriasis, dermatitis seboroik, kondiloma
akuminata, alopesia areata
3. Stadium III: sporotrikosis, aktinomikosis,
tuberculosis kutis, gumosa, keganasan
 Stadium I
7. Pemeriksaan Penunjang Tes serologi sifilis: dapat (+) atau (-)
Pemeriksaan mikroskop lapangan gelap dan Burry

8
(+) atau (-)
 Stadium II
Pemeriksaan mikroskop lapangan gelap dan Burry
(+) atau (-)
Tes serologi sifilis: PRP (++); VDRL (+) titer tinggi
 Stadium III
TSS (+)
Nonmedikamentosa:
 Penanganan pasangan seksual sedapat mungkin
dilakukan
 konseling

Medikamentosa:
 Obat pilihan
Benzatin penisilin G, dosis tergantung stadium:
Stadium dini: stadium I, II, & laten <2 tahun: 2,4 juta
8. Terapi unit
Stadium lanjut: stadium laten >2 tahun & III : 7,2
juta unit
 Obat alternative
Tetrasiklin 4x500 mg/hari, atau
Eritromisin 4x500mg/hari, atau
Doksisiklin 2x100mg/hari
Lama pengobatan 30 hari (stadium dini) atau >30
hari (stadium lanjut)

 Penjelasan tentang penyebab sifilis


 Penjelasan tentang cara penularan penyakit,
9. Edukasi (Hospital Health  Penjelasan tentang pentingnya pemeriksaan
Promotion) terhadap pasangan seksualnya
 Penjelasan tentang terapi yang diberikan

Ad Vitam : dubia ad bonam


10. Prognosis Ad Sanationm : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam

11. Tingkat Evidens IV

12. Tingkat Rekomendasi C

1. dr. Suswardana, M.Kes, Sp.KK


13. Penelaan Kritis 2. dr. Syarief Hidayat, Sp.KK
3. dr. Abdul Gayum, Sp.KK

9
Kasus sifilis terdiagnosis dengan tepat dan sembuh tanpa
komplikasi setelah diterapi secara rawat jalan
14. Indikator Medis
Target: 80% kasus sifils terdiagnosis dengan tepat dan
sembuh tanpa komplikasi setelah diterapi secara rawat
jalan
1. Holmes King K, Mardh PA, Sparling FP, Lemon SM,
Stam WE, Piot Peter, Wasserheit JW, editors. In:
Sexually Transmitted Diseases. 4 ed. New York:
McGraw Hill; 2008
2. Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell
DJ, Wolf K. Sifilis. Fitzpatrick’s Dermatology in
15. Kepustakaan
General Medicine. Eight Edition; New York; Mc
Graw Hill; 2012. P.3440-7
3. Perdoski, Herpes Simpleks Genital dalam Panduan
Pelayanan Medis Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin
Indonesia, Sekretariat Perdoski, Jakarta: 2011. P.
240-2

10
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)TATALAKSANA KASUS
SMF KESEHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN
RSAL Dr. MINTOHARDJO, JAKARTA
2016-2018

VAGINOSIS BAKTERIAL (ICD 10: N76.0)


Sindrom klinis yang disebabkan oleh pergantian
Lactobaccillus Sp penghasil H2O2 yang normal di dalam
1. Pengertian (Definisi) vagina dengan sekelompok bakteri anaerob (Prevotella sp,
Mobilincus sp), Gardnerella vaginalis dan Mycoplasma
hominis
Keluarnya cairan warna keputihan yang berbau amis dari
vagina, tidak gatal tetapi dirasakan sebagai “rishi” (tidak
nyaman) saja.

2. Anamnesis Cairan tampak seperti ingus, kental, berwarna bening, abu-


abu atau agak kekuningan tetapi homogeny sifatnya

Bila buang air besar jongkok sering tampak lender ingus


yang menggantung dari daerah kemaluan

duh tubuh vagina berwarna putih homogeny, melekat pada


3. Pemeriksaan Fisik
dinding vagina dan vestibulum

1. Sesuai kriteria anamnesis


4. Kriteria Diagnosis 2. Sesuai hasil pemeriksaan fisik
3. Sesuai hasil pemeriksaan penunjang

5. Diagnosis Kerja Vaginosis bacterial (ICD 10: N76.0)

1. Infeksi genital nonspesifik


2. Uretritis non gonore
6. Diagnosis Banding
3. Trikomoniasis
4. Kandidiosis vulvovaginalis

 Tercium bau amis seperti iksn pada duh tubuh


vagina yang ditetesi denga larutan KOH 10% (tes
7. Pemeriksaan Penunjang amin/Whiff test)
 Sediaan apus dengan pewarnaan gram: ditemukan
clue cells

11
Nonmedikamentosa:
 Pasien dianjurkan untuk menghindari pemakaian
vaginal douching atau antiseptik

8. Terapi Medikamentosa:
 Metronidazol 2x 500 mg/hari selama 7 hari, atau
 Metronidazole 2 gram per oral dosis tunggal atau
 Alternative: Klindamisin 2x 300 mg/hari per oral
selama 7 hari
 Penjelasan tentang penyebab vaginosis bakterial
 Penjelasan tentang perlunya menghindari factor-
faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan
keseimbangan flora vagina yang mengakibtakan
9. Edukasi (Hospital Health
timbulnya vaginosis bacterial
Promotion)
 Penjelasan tentang pentingnya hygiene daerah
genital
 Penjelasan tentang terapi yang diberikan

Ad Vitam : bonam
10. Prognosis Ad Sanationm : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : bonam

11. Tingkat Evidens IV

12. Tingkat Rekomendasi C

1. dr. Suswardana, M.Kes, Sp.KK


13. Penelaan Kritis 2. dr. Syarief Hidayat, Sp.KK
3. dr. Abdul Gayum, Sp.KK
Kasus vaginal bakterial terdiagnosis dengan tepat dan
sembuh tanpa komplikasi setelah diterapi secara rawat
jalan
14. Indikator Medis
Target: 80% kasus vaginal bacterial terdiagnosis dengan
tepat dan sembuh tanpa komplikasi setelah diterapi secara
rawat jalan
1. Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell
DJ, Wolf K. Bacterial Vaginosis. Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine. Eight Edition;
New York; Mc Graw Hill; 2012. P.3440-7
15. Kepustakaan
2. Perdoski, Vaginosis Bakterial dalam Panduan
Pelayanan Medis Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin
Indonesia, Sekretariat Perdoski, Jakarta: 2011. P.
245-6

12
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) TATA LAKSANA KASUS
SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN
RSAL Dr. MINTOHARDJO, JAKARTA
2016 – 2018

KONDILOMA AKUMINATA (ICD 10: A63.0)

1. Pengertian (Definisi)
Infeksi menular seksual yang disebabkan oleh virus papiloma
humanus(VPH) tipe tertentu dengan kelainan berupa papul
fibroepitelioma bertangkai pada kulit dan/atau mukosa.

2. Anamnesis 1. Riwayat kontak seksual aktif


2. Umumnya asimptomatik hanya mengganggu secara
kosmetik, meskipun kadang dapat menimbulkan gatal
ringan
3. Terdapat benjolan/ kutil di daerah genital

3. Pemeriksaan Fisik 1. Lesi papul soliter maupun multipel (bentuk: akuminata,


papul, datar, dan Giant condyloma Buschke-Lowenstein)
pada predileksi tempat genitalia
2. Lesi sewarna kulit atau kemerahan.
3. Lesi berubah warna menjadi putih setelah tes acetowhite

4. Kriteria Diagnosis 1. Sesuai kriteria anamnesis


2. Sesuai hasil pemeriksaan fisik

5. Diagnosis Kerja Kondiloma akuminata (ICD 10: A63.0)

6. Diagnosis Banding Pearly penile papules (ICD 10: D29.0)


Kondilomata Lata (ICD 10: A51.31)

7. Pemeriksaan Penunjang Tes asam asetat 5% kompreskan selama 5 menit (acetowhite)

8. Terapi Nonmedikamentosa:
 Konseling mengenai adanya kemungkinan risiko tertular
HIV/AIDS atau IMS lainnya.
 Melakukan pengobatan terhadap pasangan seksualnya
 Menganjurkan pasien agar melakukan kunjungan ulang 1
minggu setelah terapi dimulai.

Topikal berupa:
 Tinctura podofilin 25%, lindungi kulit sekitar lesi dengan
vaselin agar tidak terjadi iritasi, biarkan selama 4 jam,
kemudian di cuci. Pemberian obat ini dilakukan seminggu

13
dua kali sampai lesi hilang.
 Asam TCA 60-80% ditutulkan menggunakan cotton bud di
area lesi.

 Bedah listrik menggunakan elektrokoagulasi untuk


destruksi kondiloma nya.
 Antibiotik topikal seperti asam fusidat topikal dioleskan 2x
sehari pada luka/ulkus akibat kerusakan jaringan pasca
bedah kimiawi/bedah listrik

9. Edukasi (Hospital  Penjelasan tentang penyebab penyakit IMS


Health Promotion)  Penjelasan tentang risiko tertular IMS lainnya
(Sifilis/Herpes/HIV)
 Penjelasan tentang sangat pentingnya terapi kepada
partner seksual pasien.
 Penjelasan tentang kontrol rutin untuk memastikan
apakah masih ada kondiloma nya yang belum jelas
tampak saat terapi sebelumnya.

10. Prognosis Ad Vitam : bonam


Ad Sanationam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : bonam

11. Tingkat Evidens IV

12. Tingkat Rekomendasi C

13. Penelaah Kritis 1. dr. Suswardana, M.Kes, Sp.KK


2. dr. Syarief Hidayat, Sp.KK
3. dr. Abdul Gayum, Sp.KK

14. Indikator Medis Kasus kondiloma akuminata terdiagnosis dengan tepat dan
sembuh tanpa komplikasi setelah diterapi secara rawat jalan.
Target: 80% Kasus kondiloma akuminata terdiagnosis dengan
tepat dan sembuh tanpa komplikasi setelah diterapi secara
rawat jalan.

15. Kepustakaan 1. Goldsmith LA,Katz SI,Gilchrest BA,Paller AS,Leffell


DJ,Wolff K. Condyloma Acuminata Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine. Eight Edition; New
York: Mc Graw Hill; 2012. p.3440-7.
2. Perdoski, Kondiloma Akuminata dalam Panduan
Pelayanan Medis Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin
Indonesia, Sekretariat Perdoski, Jakarta: 2011. P. 257 – 62

14
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) TATA LAKSANA KASUS
SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN
RSAL Dr. MINTOHARDJO, JAKARTA
2016 - 2018

HERPES SIMPLEKS GENITAL (ICD 10: B00)

Infeksi pada genital yang disebabkan oleh virus Herpes


1. Pengertian (Definisi) simpleks (VHS) dengan gejala klinis berupa vesikel yang
berkelompok dengan dasar eritem dan bersifat rekuren

Adanya luka pada area genital yang sangat nyeri


2. Anamnesis
 Episode pertama lesi primer
- vesikel/erosi/ulkus dangkal berkelompok, dengan
dasar eritematosa, disertai rasa nyeri
- dapat disertai disuria
- dapat disertai duh tubuh vagina atau uretra
- keluhan neuropati (retensi urin, konstipasi,
parastesia)
 Episode pertama lesi non primer
- umumnya lesi lebih sedikit dan lebih ringan
dibandingkan infeksi primer
3. Pemeriksaan Fisik - jarang disertai duh tubuh genital atau disuria,
keluhan sistemik dan neuropati
 Rekuren
- lesi lebih sedikit dan lebih ringan
- bersifat lokal, unilateral
- umumnya mengenai daerah yang sama di penis,
vulva, anus, astu bokong
 Asimptomatik
- tidak ada gejala klinis, reaksi serologis antibodi
herpes positif

5. Sesuai kriteria anamnesis


6. Sesuai hasil pemeriksaan fisik
4. Kriteria Diagnosis
7. Sesuai hasil pemeriksaaan penunjang

5.Diagnosis Kerja Herpes simpleks genital (ICD 10:B00)

1. Ulkus durum
6. Diagnosis Banding 2. Ulkus mole
3. Ulkus mikstum

7. 7. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan serologik antibodi: IgM dan IgG terhadap VHS1

15
dan VHS2
Lesi inisial (primer dan nonpromer)
Nonmedikamentosa:
16. Abstinensia
17. Konseling
18. Pemeriksaan terhadap pasangan seksual tetapnya, bila
memungkinkan
Medikamentosa:
 Simptomatik: analgesik, kompres
 Antivirus
Asiklovir 5x800mg/ hari selama 7-10 hari atau
Asiklovir 3x400 mg/hari selama 7-10 hari atau
Valasiklovir 2x500-1000mg/hari selama 7-10 hari, atau
Famsiklovir 3x250 mg/hari selama 7-10 hari
 Kasus berat atau rawat inap di RS
Asiklovir IV 5mg/kgBB tiap 8 jam selama 7-10 hari

8. Terapi Rekuren

Medikamentosa:
 Lesi ringan: simptomatik atau asiklovir krim 2x sehari
selama 5-7 hari
 Lesi berat
Asiklovir 5x200 mg/hari selama 5 hari, atau
Asikliovir3x400 mg.hari selama 5 hari, atau
Valasiklovir 2x500 mg/hari selama 5 hari, atau
Famsiklovir 3x250 mg/hari selama 7-10 hari
 Rekurensi 6 kali/tahun atau lebih: diberi terapi superatif
Asiklovir 2x400 mg/hari, tau
Valasiklovir 1x500 mg/hari, tau
Famsiklovir 2x250 mg/hari
 Abstinensia
 Konseling
 Pemeriksaan terhadap pasamgam seksual bila mungkin
 Penjelasan tentang penyakit herpes simpleks genital
 Penjelasan tentang cara penularan penyakit
9. Edukasi  Penjelasan tentang pentingnya pemeriksaan terhadap
(Hospital Health Promotion) pasangan seksualnya
 Penjelasan tentang terapi yang diberikan

Advitam : dubia ad bonam


10. Prognosis Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam

11. Tingkat Evidens IV

16
12. Tingkat
C
Rekomendasi
a. dr. Suswardana, M.Kes Sp.KK
13. Penelaah Kritis b. dr. Syarief H., Sp.KK
c. dr. Abdul Gayum, Sp.KK

Kasus Herpes simpleks genital ringan-sedang tanpa komplikasi


terdiagnosis dengan tepat dan sembuh setelah terapi secara
rawat jalan selama 7-10 hari.
Kasus herpes simples genital berat, dapat terdiagnosis dengan
tepat dan sembuh tanpa komplikasi setelah diterapi selama 7-
14 hari secara rawat inap
14. Indikator Medis
Target 1): 80%Kasus Herpes dimpleks genital terdiagnosis
dengan tepat dan sembuh tanpa komplikasi setelah diterapi
secara rawat jalan selama 7-10 hari.
Target 2): 80% kasus herpes simpleks genital berat, dapat
terdiagnosis dengan tepat dan sembuh tanpa komplikasi
setelah diterapi selama 7-14 hati secara rawat inap
1. Holmes King K, Mardh PA, Sparling FP, Lemon SM, Stam
WE, Piot Peter, Wasserheit JW, editors. In: Sexually
Transmitted Diseases. 4 ed. New York: McGraw Hill;
2008
2. Marques AR, Cohen JL. Herpes Simplex: Goldsmith LA,
Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolf K.
15. Kepustakaan Bacterial Vaginosis. Fitzpatrick’s Dermatology in
General Medicine. Eight Edition; New York; Mc Graw
Hill; 2012. P.3368-87
3. Perdoski, Herpes Simpleks Genital dalam Panduan
Pelayanan Medis Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin
Indonesia, Sekretariat Perdoski, Jakarta: 2011. p. 249-51

17
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) TATA LAKSANA KASUS
SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN
RSAL Dr. MINTOHARDJO, JAKARTA
2016 - 2018

KANDIDOSIS VULVOVAGINALIS (B.37.3)

Infeksi mukosa vagina dan vulva (epitel tidak berkeratin) yang


1. Pengertian (Definisi) disebabkan oleh spesies Candida
1. Puritus akut dan keputihan (fluoralbus). Tampak
mukosa vagina kemerahan dan pembengkakan labia
dan vulva, sering disertai pustulopapular disekeliling
lesi
2. Anamnesis 2. Rasa grtal yang dominan sering disettai sakit daerah
vulva, iritasi, rasa panas, dispareunia dan sakit bila
buang air kecil
 Adanya vaginal trush yaitu bercak/gumpalan-gumpalan
putih menyerupai keju atau susu basi menjendal
(cottage cheese) pada dinding vagika, maupun vulva
 Bau khas seperti susus basi (bau masam/kecut)
3. Pemeriksaan Fisik  Vulva dan area sekitar vulva hampir selalu terlibat
sehingga dapat dijumpai patch eritem berbatas tiga
tegas multipel disertai ekskoriasi yang cukup banyak

a. Sesuai kriteria anamnesis


b. Sesuai hasil pemeriksaan fisik
4. Kriteria Diagnosis
c. Sesuai hasil pemeriksaaan penunjang

5. Diagnosis Kerja Kndidosis vulvovaginalis

1. Trichomoniasis
6. Diagnosis Banding 2. Bakterial vaginosis
3. Leukorea fisiologis
Pemeriksaan mikroskopis dengan KOH 10-20%, ditemukan sel-
7. Pemeriksaan
sel ragi atau hifa dengan pewarnaan gram atau PAS
Penunjang
 Fluconazole 150 mg/singel dose
8. Terapi  Nistatin 100.000 unit tablet intravagina/hari selama 14
hari
a. Edukasi  Penjelasan tentang penyakit
9. (Hospital Health  Penjelasan tentang menjaga kesehatan area kewanitaan
Promotion)
10. Prognosis Advitam : dubia ad bonam

18
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam

11. Tingkat Evidens IV


12. Tingkat Rekomendasi C
a. dr. Suswardana, M.Kes Sp.KK
13. Penelaah Kritis b. dr. Syarief H., Sp.KK
c. dr. Abdul Gayum, Sp.KK

Pasien kandidosis vulvovaginalis dapat terdiagnosis secara


akurat dan sembuh tanpa komplikasi setelah terapi secara
rawat jalan selama 1 minggu.
14. Indikator Medis Target 80% pasien kandidosis vulvovaginalis dapat terdiagnosis
dengan akurat dan sembuh tanpa komplikasi setelah diterapi
secara rawat jalan selama 1 minggu.

1. Sobel JD. Vulvovaginalis Candidiasis. In: Holmes KK,


Sparling FP, Stamm WE, Piot P, Wasserheit JW, Corey L,
et al, editors. In: Sexually Transmitted Diseases. 4 ed.
New York: McGraw Hill; 2008. P.823-38
2. Kamenkes RI. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di
15. Kepustakaan Fasilitas Pewlayanan Kesehatan Primer. Permenkes RI
no:5 tahun 2014. Halaman 496-9
3. Perdoski, Kandidosis vulvovaginalis dalam Panduan
Pelayanan Medis Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin
Indonesia, Sekretariat Perdoski, Jakarta: 2011. p. 247-
8

19
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) TATA LAKSANA KASUS
SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN
RSAL Dr. MINTOHARDJO, JAKARTA
2016 - 2018
LUPUS ERITEMATOSUS DISKOID (ICD 10 : L93)

Penyakit kulit yang menyebabkan skuama dan lesi


1. Pengertian (definisi)
kemerahan pada kulit yang diperparah oleh paparan
sinar matahari
2. Anamnesis 1. Adanya plak eritema yang berbatas tegas
2. Terdapat perubahan warna kulit yang jelas
 Eritema dan teleangiektasis
 Sisik/scale
 Perubahan pigmen termasuk hipopigmentasi
sentral lesi dan hiperpigmentasi area perifer
3. Pemeriksaan Fisik lesi
 Skar dan alopesia, jika lesi berada pada daerah
kulit kepala
 Bila lesi diatas hidung dan pipi berkonfluensi,
dapat berbentuk kupu-kupu/ butterfly
erythema
1. Sesuai kriteria anamnesis
4. Kriteria Diagnosis
2. Sesuai hasil pemeriksaan fisik
3. Sesuai hasil pemeriksaan penunjang
5. Diagnosis Kerja
Lupus eritematosus diskoid (ICD 10 : L93)
1. Purpura anafilaktoid
2. Eritema multiforma
6. Diagnosis Banding
3. Liken planus
4. Psoriasis
5. Lupus eritematosus sistemik/SLE
Tes serologi
 Beberapa pasien LED (20%) bermanifestasi
pada antinuklear antibodi yang positif ketika di
tes
7. Pemeriksaan Penunjang  Anti RO (SS-A) autoantibodi terdapat pada 1-
3% pasien
 Antinative DNA atau antibodi anti-Sm biasanya
menggambarkan SLE dan terdapat pada
beberapa pasien

20
Temuan laboratorium lainnya
 Sitopenia
 Laju endap darah ada pada beberapa pasien
 Rheumatoid factor positif
 Urinalisis dapat menggambarkan adanya
proteinuria pada keluaran ginjal

Tes lainnya
1. Immunopatologi
 Deposit imunologi dan komplemen dermal-
epidermal merupakan tampilan karakteristik.
Jaringan yang diuji diambil dari lesi atau pada
kulit normal. Biopsi jaringan normal dapat
diambil dari permukaan yang terekspos atau
yang tidak terekspos. Tes untuk kulit non lesi
non ekspos merupakan lupus band test
 Penggunaan dan interpretasi dari tes ini
berdasarkan dari biospi. Sekitar 90% pasien
dengan manifestasi LED mengarah ke tes
imunofluoresens pada kulit berlesi. Daerah
membran dari lesi kulit tidak spesifik untuk
lupus dan dapat berupa penyakit kulit lainnya.
Lesi yang lama atau yang sangat baru dapat
diinterpretasikan negatif pada mikroskopik
imunofluoresens.
Topikal
1. Proteksi sinar matahari dengan menggunakan
tabirsurya spektrum luas kedap air SPF lebih
besar 15 dengan agen penghambat UVA
seperti parsol dan mikronized titanium dioxida.
2. Glukokortikoid lokal. Walaupun penggunaan
8. Terapi potensi medium dari preparat ini seperti
triamcinolon acetonide 0.1% pada area sensitif
wajah, obat topikal super potent kelas 1
seperti clobetasol propionate atau
betametasone dipropionate memberikan hasil
yang memuaskan pada kulit. Penggunaan dua
kali sehari selama dua minggu diikuti 2 minggu
periode istirahat dapat meminimalkan

21
komplikasi seperti atrofi dan teleangiektasis.
Salep lebih efektif daripada krim pada lesi
hiperkeratosis.
3. Glukokortikoid intralesi. Penggunaan intralesi
glukokortikoid seperti suspensi triamcinolon
acetonida 2.5-5 mg/ml pada wajah dengan
konsentrasi tinggi diperbolehkan pada kulit
yang kurang sensitif. Hal ini diindikasikan pada
lesi hiperkertasosis atau pada lesi yang tidak
merespon pada penggunaan kortikosteroid
lokal, namun pasien dengan lesi yang terlalu
banyak perlu berhati-hati dengan penggunaan
terapi ini.

Sistemik
1. Antimalaria adalah obat pilihan yang efektif
untuk LED. Klorokuin/CQ , Hidroklorokuin/HCQ,
dan kuinakrin adalah tiga obat yang sering
digunakan. Adapun mekanisme dari obat ini
adalah
 Intervensi proses antigen dalam makrofag dan
sel presenting antigen lainnya
 Mengurangi formasi dari peptida/major
histocompatibility complex (MHC) kompleks
protein sehingga menurunkan stimulasi dari
autoreaktif CD4+ sel T dan menurunkan
pelapasan sitokin.
 Memperkenalkan apoptosis pada limfosit, dan
 Menurunkan kadar IL-6, IL-1, dan TNF-.

Pada beberapa pasien, HCQ dimulai dengan dosis


200mg/hr untuk menilai toleransi saluran cerna.
Apabila pasien tidak mengalami diare atau gangguan
saluran cerna, dosis ditingkatkan dua kali lipat menjadi
2x200mg/hari. Dosis maksimal HCQ kurang dari
6.5mg/kgBB/hari. Pemberian HCQ selama 3-4 minggu
pertama kemudian dosis dikurangi perlahan-lahan
selama 3-4 minggu kemudian dengan pemberian satu
kali sehari. Sedangkan kuinakrin dapat diberikan jika
tidak ada respon terhadap CQ dan HCQ. Efek samping
dari CQ adalah retinopati pada mata, sakit kepala,

22
mengantuk, dan gangguan sistem saluran cerna.

2. Talomide(50-300mg/hari) sangat efektif pada


LED yang refrakter terhadap pengobatan
lainnya. Beberapa studi melaporkan
keberhasilan antara 85-100%, dengan
banyaknya laporan pasien yang menyatakan
sembuh sempurna. Adapun efek sampingnya
ialah efek teratogenik, shingga tidak digunakan
pada wanita hamil. Selain itu neuropati
sensorik dapat terjadi pada sekitar 25% pasien
yang mengkonsumsi obat ini.

3. Obat lain : preparat emas


(auranofin,mycochrysine) dan klofazimin
(lampren) walaupun hasilnya bervariasi.

4. Glukokortikoid, pada beberapa kasus


khususnya kasus berat dan simptomatik
metilprednisolon intravena dapat digunakan.

5. Imunosupresif lain seperti azathioprine/imuran


1.5-2mg/kg/hari per oral dapat bertindak
sebagai glukokortikoid sparing agent pada
kasus berat lupus eritematosus kulit.
Mikofenolat mofetil/MMF 25-45mg/kg/hari
per oral merupakan analog urin yang serupa
dengan azathioprine.

6. Methotrexate 7.5-25mg/kg oral sekali


seminggu efektif untuk kasus berat refrakter.
9. Edukasi  Penjelasan tentang penyakit
 Penjelasan tentang pengobatan
Ad vitam : dubia ada bonam
10. Prognosis
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
11. Tingkat Evidens
IV
12. Tingkat Rekomendasi
C

23
1. dr. Suswardhana, M.Kes, Sp.KK
13. Penelaah kritis
2. dr. Syarief H., Sp.KK
3. dr. Abdul Gayum, Sp.KK
14. Indikator Medis Kasus LED dapat berlangsung kronis dan terkadang
memerlukan terapi rawat inap
1. Schmader KR, Oxman MN. Varicella and herpes
zoster in Fitzpatrick’s dermatology in general
medicine, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA,
Paller AS, Leffe;; DJ, Wolff K. 8th Ed; New York:
15. Kepustakaan
McGraw Hill; 2012. P.2721
2. Perdoski, Herpes zoster dalam Panduan
pelayanan medis dokter spesialis kulit dan
kelamin Indonesia, sekretariat perdoski,
Jakarta, 2011. P 15o

24
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) TATA LAKSANA KASUS
SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN
RSAL Dr. MINTOHARDJO, JAKARTA
2016 - 2018

FIXED DRUG ERUPTION (ICD 10: L 27.1)

Reaksi alergi pada kulit/mukokutan sebagai akibat pemberian


1. Pengertian (Definisi) obat sistemik pada orang yang sudah hipersesitif terhadap obat
tersebut dan lesi muncul kembali di tempat yang sama.
1. Riwayat menggunakan obat sistemik atau kontak obat
pada kulit yang terbuka. Riwayat timbul kelainan kulit
dengan jarak waktu pemberian obat (apa timbul segera,
2. Anamnesis
beberapa jam/hari setelah minum obat) dan ditempat
yang sama sebelumnya.

Jenis kelainan kulit warna hiperpigmentasi keunguan setempat


3. Pemeriksaan Fisik

1. Sesuai kriteria anamnesis


4. Kriteria Diagnosis 2. Sesuai hasil pemeriksaan fisik

5. Diagnosis Kerja Fixed drug eruption (ICD 10: L 27.1)

6. Diagnosis Banding Eritema multiforme bulosum


Dilakukan secara bertahap setelah tidak ada erupsi
kulit(minimal 6 minggu setelah lesi kulit hilang) dan
memenuhi syarat uji kulit, dilakukan ditahap lanjur :
7. Pemeriksaan Penunjang  Uji tempel tertutup
 Uji tusuk bila uji tempel negatif
 Uji provokasi peroral bila uji tusuk negatif
1. hentikan obat, atasi keadaan umum, berikan obat anti
alergi yang paling aman dan sesuai
8. Terapi 2. prednison 1-2mg/kg/hari

9. Edukasi  Penjelasan tentang penyebab penyakit


(Hospital Health Promotion)  Penjelasan tentang pencegahan kekambuhan.
 Penjelasan tentang perawatan lanjutan dirumah
Ad Vitam : dubia ad bonam
10. Prognosis
Ad Sanationam : dubia ad bonam

25
Ad Fungsionam : dubia ad bonam

11. Tingkat Evidens IV

12. Tingkat Rekomendasi C

1. dr. Suswardana, M.Kes Sp.KK


13. Penelaah Kritis 2. dr. Syarief H., Sp.KK
3. dr. Abdul Gayum, Sp.KK
Kasus FDE daapt terdiagnosis dengan tepat dan sembuh
14. Indikator Medis sempurna hanya dengan terapi rawat jalan.

1. Goldsmith LA,Katz SI,Gilchrest BA,Paller AS,Leffell


DJ,Wolff K. Fitzpatrick’s Dermatology in General
Medicine. Eight Edition; New York: Mc Graw Hill; 2012.
15. Kepustakaan p.330-5
2. Perdoski, fixed drug eruption Panduan Pelayanan Medis
Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia, Sekretariat
Perdoski, Jakarta: 2011.

26
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) TATA LAKSANA KASUS
SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN
RSAL Dr. MINTOHARDJO, JAKARTA
2016 - 2018

DERMATITIS KONTAK IRITAN (ICD 10: L 24)

Dermatitis kontak iritan (DKI) adalah dermatitis yang terjadi


1. Pengertian (Definisi) sebagai pajanan dengan bahan iritan di luar tubuh, baik iritan
lemah maupun iritan kuat.

3. Terasa gatal, terada terbakar dan nyeri.


4. Riwayat terpajan dengan bahan iritan.
5. Terjadi reaksi kulit setelah pajanan ulang dengan iritan
2. Anamnesis tersangka yang sama.
6. Bila pajanan dihentikan, lesi membaik, sedangkan bila
pajanan berulang, lesi memberat.

1. kulit eritema, vesikel atau bulla terdapat skuama dan fisura


2. Lesi bersifat lokalisata, berbatas tegas, bentuk sesuai
3. Pemeriksaan Fisik
dengan bahan iritan penyebab

a. Sesuai kriteria anamnesis


4. Kriteria Diagnosis b. Sesuai hasil pemeriksaan fisik

5. Diagnosis Kerja Dermatitis Kontak Alergi (ICD 10: L 24)

Dermatitis Kontak Alergi (ICD 10: L 23)


Dermatitis Numularis (ICD 10: L 30.0)
6. Diagnosis Banding Dermatitis Seboroik (ICD 10: L 21)
Dishidrosis (ICD 10: L 30.1)

 Tes kulit (tes tempel) hanya diperlukan apabila tidak dapat


7. Pemeriksaan Penunjang
dibedakan dengan dermatitis kontak alergi
Nonmedikamentosa:
 Hentikan pajanan bahan iritan tersangka
 Anjuran penggunaan alat pelindung diri/APD yang sesuai:
sarung tangan, krim barier

Medikamentosa:
8. Terapi
Topikal berupa:
 Sesuai dengan gambaran klinis
 Basah (madidans): beri kompres terbuka (2-3 lapis kain
kasa) dengan larutan NaCl 0.9%.
 Vesikular akut : aluminium sulfat/kalium asetat topikal.
 Kering/ kronik/likenifikasi: beri krim/ointment

27
kortikosteroid potensi sedang (flunisolon asetonid),
emolien, inhibitor kalsineurin: takrolimus, pimekrolimus

Sistemik:
 Simtomatis sesuai gejala dan gambaran klinis
 Antihistamin (bila dijumpai pruritus).
 DKI akut derajat sedang- berat, refrakter: dapat ditambah
kortikosteroid oral setara dengan prednison20mg/hari
dalam jangka pendek selama 3 hari.
 Siklosporin oral

9. Edukasi  Penjelasan tentang alergen penyebab penyakit


(Hospital Health Promotion)  Penjelasan tentang pencegahan kekambuhan.
Ad Vitam : dubia ad bonam
10. Prognosis Ad Sanationam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam

11. Tingkat Evidens IV

12. Tingkat Rekomendasi C

a. dr. Suswardana, M.Kes Sp.KK


13. Penelaah Kritis b. dr. Syarief H., Sp.KK
c. dr. Abdul Gayum, Sp.KK
Pasien DKI sembuh tanpa komplikasi dapat rawat jalan.
Terget : 80% pasien DKI sembuh tanpa komplikasi setelah
14. Indikator Medis
dirwat 14 hari.

16. Goldsmith LA,Katz SI,Gilchrest BA,Paller AS,Leffell


DJ,Wolff K. Fitzpatrick’s Dermatology in General
Medicine. Eight Edition; New York: Mc Graw Hill; 2012.
15. Kepustakaan p.727 - 38
17. Perdoski, Panduan Pelayanan Medis Dokter Spesialis
Kulit dan Kelamin Indonesia, Sekretariat Perdoski,
Jakarta: 2011. p. 127 - 8

28
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) TATA LAKSANA KASUS
SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN
RSAL Dr. MINTOHARDJO, JAKARTA
2016 - 2018

URTIKARIA (ICD 10: L 50)

Reaksi vaskular di kulit ditandai adanya edema setempat yang


timbul cepat dan menghilang perlahan, bewarna pucat dan
1.Pengertian (Definisi)
merah, meninggi, sekitarnya dikelilingi halo. Keluhan subjektif
gatal disertai rasa tersengant atau tertusuk.
a. Riwayat lesi kulit merah muncul mendadak, dapat hilang
perlahan
2.Anamnesis
b. Terasa gatal, panas, tersengat, terbakar atau tertusuk

 Lesi kulit berupa urtika teratur atau tidak beraturan.


Ukuran bervariasi miliar, lentikular, sampai plakat
 Pada urtikaria fisik dapat berbentuk linear/
dermografisme atau bentuk mengikuti tekanan
3.Pemeriksaan Fisik  Urtikaria akibat penyinaran biasanya berbentuk papular
urtikaria, terjadi 18-72 jam setelah pajanan
 Urtikaria kolinergik, timbul setelah berkeringat, gatal,
ukurannya kecil-kecil kemudian meluas dan melebar

c. Sesuai kriteria anamnesis


4.Kriteria Diagnosis d. Sesuai hasil pemeriksaan fisik

5.Diagnosis Kerja Urtikari (ICD 10: L 50)

Urtikari pigmentosa(ICD 10: Q82.2)


6.Diagnosis Banding Pitiriasis rosea bentuk papular (ICD 10: L42)
Purpura anafilaktoid (ICD 10: D 69.0)
Laboratorium
 Pemeriksaan rutin darah, urin, feses : mencari infeksi
lokal
 Pemeriksaan jumlah eosinofil dalam darah tepi dan
kadar IgE dalam darah
7.Pemeriksaan Penunjang
Uji kulit
Dilakukan secara bertahap setelah tidak ada erupsi kulit,
minimal 6 minggu setelah lesi kulit hilang, dan memenuhi
syarat uji kulit. Dilakukan tahap lanjutan dermografisme, uji ice
cube, uji tempel tertutup, uji tusuk bila uji tempel negatif, uji

29
provokasi peroral bila uji tusuk negatif, uji serum autolog. Tes
foto tempel dilakukan pada urtikaria akibat fotosensitivitas,

Uji eliminasi makanan


Uji ini dilakukan bila diduga alergi akibat makanan
Nonmedikamentosa
Identifikasi dan menghindari kemungkinan penyebab

Topikal
Bedak kocok dibubuhi antipruritus mentol dan kamfer

Sistemik
8. Terapi Lini 1 : antihistamin1 non sedati
Lini 2: lini 1 + antihistamin1 kombinasi
Lini 3 : lini 1+ lini 2 + antihistamin2
Lini 4 : lini 1+ lini 2 + lini 3 + kortikosteroid
Lini 5 : lini 1+ lini 2 + lini 3 + lini 4 + stabilizer
Lini 6 : lini 1+ lini 2 + lini 3 + lini 4 + lini 5 + leukotrin

9. Edukasi  Penjelasan tentang penyebab penyakit


(Hospital Health Promotion)  Penjelasan tentang pencegahan kekambuhan.
 Penjelasan tentang perawatan lanjutan dirumah
Ad Vitam : dubia ad bonam
10. Prognosis Ad Sanationam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam

11. Tingkat Evidens IV

12. Tingkat
C
Rekomendasi

a. dr. Suswardana, M.Kes Sp.KK


13. Penelaah Kritis b. dr. Syarief H., Sp.KK
c. dr. Abdul Gayum, Sp.KK
15. Pasien urtikaria sembuh tanpa komplikasi dengan
rawat jalan
16. Target : 80% pasien urtikaria sembuh tanpa komplikasi
14. Indikator Medis
dengan rawat jalan

16. Goldsmith LA,Katz SI,Gilchrest BA,Paller AS,Leffell


DJ,Wolff K. Fitzpatrick’s Dermatology in General
15.Kepustakaan Medicine. Eight Edition; New York: Mc Graw Hill; 2012.
p.289-94
17. Perdoski, fixed drug eruption Panduan Pelayanan Medis

30
Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia, Sekretariat
Perdoski, Jakarta: 2011; P.20-1

31
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) TATA LAKSANA KASUS
SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN
RSAL Dr. MINTOHARDJO, JAKARTA
2016 - 2018

MORFEA (ICD 10: L 94.0)

Morfea adalah penyakit autoimun kronik yang ditandai dengan


sklerosis pada kulit
Klasifikasi
1. Pengertian (Definisi) 1. sirkumskript
2. linear
3. generalisata
4. Deep morfea
e. Morphea atau skleroderma merupakan skleroderma yang
lesinya hanya terbatas pada kulit dan jaringan subkutan
f. Terdapat bercak-bercak putih kekuningan dan keras yang
seringkali mempunyai halo ungu disekitarnya.
2.Anamnesis
g. Nyeri/gatal pada awal umumnya lesi
h. Dapat disertai arthritis, myalgia, neuropati, carpal tunnel
syndrom

a. Plak sklerotik yang berbatas tegas, hipo/hiperpigmentasi, halo


ungu (violaceous)
3. Pemeriksaan Fisik b. Plak yang terbentuk dapat meninggi atau berbentuk cekung,
bersifat keras dan berindurasi
c. Ukuran variasi
a. Sesuai kriteria anamnesis
4. Kriteria Diagnosis b. Sesuai hasil pemeriksaan fisik

5. Diagnosis Kerja Morfea (ICD 10: L 94.0)

6. Diagnosis Banding Scleroderma



Pemeriksaan laboratorium: serum autoantibodi (ANA,
antisingle-stranded DNA, antidouble-stranded DNA,
antihistone, antitopoisomorease IIa, antiphospholipid,
7. Pemeriksaan Penunjang
anticentromere, anti-Scl-70, and rheumatoid factor
(MMP-1)
8. Pemeriksaan histopatologi
Nonmedikamentosa

9. Terapi
Medikamentosa:

32
 Fototerapi
 Derivat vitamin D
 Imunomodulator : metrotreksat dengan atau tanpa
steroid
 Antimikroba: antibiotik, hidroksichloroquin
10. Edukasi  Penjelasan tentang penyebab penyakit
(Hospital Health Promotion)  Mencegah kemungkinan timbulnya kekambuhan
Ad Vitam : dubia
11. Prognosis Ad Sanationam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia

12. Tingkat Evidens IV

13. Tingkat Rekomendasi C

a. dr. Suswardana, M.Kes Sp.KK


14. Penelaah Kritis b. dr. Syarief H., Sp.KK
c. dr. Abdul Gayum, Sp.KK
Evaluasi terapi pasien morfea 4-6 bulan
Target : tidak mengalami reaktivasi
15. Indikator Medis

17. Daniel SS, Jacobe HT. Morphea. Goldsmith LA,Katz


SI,Gilchrest BA,Paller AS,Leffell DJ,Wolff K. Fitzpatrick’s
16. Kepustakaan
Dermatology in General Medicine. Eight Edition; New
York: Mc Graw Hill; 2012. p.971-8

33
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) TATA LAKSANA KASUS
SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN
RSAL Dr. MINTOHARDJO, JAKARTA
2016 - 2018

ERUPSI OBAT GENERALISATA/ GENERALIZED SKIN ERUPTION DUE TO DRUGS AND


MEDICAMENTS TAKEN INTERNALLY (ICD 10: L 27.0)

Dermatitis generalisata sampai eritroderma akibat reaksi alergi


1. Pengertian (Definisi)
terhadap obat sistemik
a. Dicari adanya riwayat penggunaan obat sistemik yang
2. Anamnesis memenuhi kaidah fase sensitisasi dan elisitasi alergi obat

 Lesi dermatitis sampai eritroderma (lebih dari 80% luas


permukaan kulit)
 Tanda dan gejala penyakit yang menjadi etiologinya
3. Pemeriksaan Fisik - dermatitis eksfoliativa
- erupsi morbiliformis
- dermatitis purpurik

a. Sesuai kriteria anamnesis


4. Kriteria Diagnosis b. Sesuai hasil pemeriksaan fisik

5. Diagnosis Kerja Erupsi obat generalisata (ICD 10: L 27.0)

Eritroderma psoriatika (L40.8)


6. Diagnosis Banding
Sezary disease (L 84.1)
Laboratorium :
1. Darah lengkap
2. Gula darah sewaktu
3. Protein total, albumin, globulin
7. Pemeriksaan Penunjang
4. SGOT, SGPT, BUN Creatinin
5. Tes alergi obat untuk menentukan penyebab
6. Pemeriksaan elektrolit, bila ada indikasi
7. Histopatologi bila ada indikasi
Nonmedikamentosa
- Stop obat yang dicurigai
- Tirah baring sesuai indikasi
8. Terapi - Diet tinggi kalori tinggi protein (bila lesi tipe
eksfoliativa)
- Pengawasan balance cairan
- Cegah hipotermi

34
- Terapi terhadap infeksi sekunder bila dijumpai

Topikal
Pemberian minyak emolien (zaitun, kelapa, lemak kulit sintetik)
dan kortikosteroid potensi rendah ( bila lesi tipe eksfoliativa)

Sistemik
- Cetirizine 1x10mg
- Kortikosteroid setara prednison dosis awal 1-
3mg/kg/hari dilakukan tappering off bertahap
dengan pengurangan dosis steroid 20% dari dosis
sebelumnya tergantung keadaan pasien, sampai
sembuh.

9. Edukasi  Penjelasan tentang penyebab penyakit


(Hospital Health Promotion)  Penjelasan tentang pencegahan kekambuhan.
 Penjelasan tentang perawatan lanjutan dirumah
Ad Vitam : dubia ad bonam
10. Prognosis Ad Sanationam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam

11. Tingkat Evidens IV

12. Tingkat Rekomendasi C

a. dr. Suswardana, M.Kes Sp.KK


13. Penelaah Kritis b. dr. Syarief H., Sp.KK
c. dr. Abdul Gayum, Sp.KK
- Pasien erupsi obat generalisata sembuh tanpa
komplikasi setelah dirawat 14 hari
- Target : 80% pasien erupsi obat generalisata
14. Indikator Medis
sembuh tanpa komplikasi setelah dirawat 14 hari
-

16. Goldsmith LA,Katz SI,Gilchrest BA,Paller AS,Leffell


DJ,Wolff K. Fitzpatrick’s Dermatology in General
Medicine. Eight Edition; New York: Mc Graw Hill; 2012.
15. Kepustakaan p.266-78
17. Perdoski, erupsi obat generalisata Panduan Pelayanan
Medis Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia,
Sekretariat Perdoski, Jakarta: 2011; p. 142-4.

35
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) TATA LAKSANA KASUS
SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN
RSAL Dr. MINTOHARDJO, JAKARTA
2016 - 2018

DERMATITIS KONTAK ALERGI (ICD 10: L 23)

Dermatitis kontak alergi (DKA) adalah dermatitis yang terjadi


1. Pengertian (Definisi)
akibat pajanan/kontak dengan bahan alergen di luar tubuh.

3. Terasa gatal.
4. Riwayat terpajan dengan bahan alergen.
5. Terjadi reaksi berupa dermatitis, setelah pajanan ulang
2. Anamnesis dengan alergen tersangka yang sama.
6. Bila pajanan dihentikan, lesi membaik, sedangkan bila
pajanan berulang, lesi memberat.

1. Terdapat tanda dermatitis (akut, subakut, kronik).


2. Lesi bersifat lokalisata, berbatas tegas, bentuk sesuai
3.Pemeriksaan Fisik dengan bahan penyebab.
3. Pada DKA sistemik, lesi dapat tersebar luas/ generalisata.

a. Sesuai kriteria anamnesis


4. Kriteria Diagnosis b. Sesuai hasil pemeriksaan fisik

5. Diagnosis Kerja Dermatitis Kontak Alergi (ICD 10: L 23)

Dermatitis Kontak Iritan (ICD 10: L 24)


Dermatitis Numularis (ICD 10: L 30.0)
6. Diagnosis Banding Dermatitis Seboroik (ICD 10: L 21)
Dishidrosis (ICD 10: L 30.1)

 Tes kulit (tes tempel) untuk mencari penyebab


 Pada DKA kosmetika bahan/bahan topikal, apabila tes
tempel negatif dapat dilanjutkan dengan tes pakai (use
7. Pemeriksaan Penunjang test), tes pakai berulang (repeated open application test –
ROAT)
 Tes alergi secara komplementer menggunakan biotensor

Nonmedikamentosa:
 Hentikan pajanan bahan alergen tersangka
 Penilaian identifikasi alergen (tes tempel lanjut dengan
bahan-bahan yang lebih spesifik)
8. Terapi
Medikamentosa:
Topikal berupa:
 Sesuai dengan gambaran klinis

36
 Basah (madidans): beri kompres terbuka (2-3 lapis kain
kasa/washlap handuk) dengan larutan Aqua atau NaCl
0.9%, 2-3x sehari masing-masing selama 30 menit.
 Kering/ kronik/likenifikasi: beri krim/ointment
kortikosteroid potensi sedang (flunisolon asetonid,
desoksimetason),

Sistemik:
 Simtomatis sesuai gejala dan gambaran klinis
 Antihistamin CTM atau Cetirizin sesuai dosis (bila dijumpai
pruritus).
 DKA akut derajat sedang- berat, refrakter: dapat ditambah
kortikosteroid oral setara dengan prednison 0,25-
0,5mg/kgBB/hari selama 3-5hari

 Penjelasan tentang alergen penyebab penyakit


9. Edukasi  Penjelasan tentang interpretasi hasil tes diagnostik alergi
(Hospital Health Promotion)  Penjelasan tentang bagaimana menghindari bahan
alergen yang menjadi penyebab.

Ad Vitam : bonam
10. Prognosis Ad Sanationam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : bonam

11. Tingkat Evidens IV

12. Tingkat Rekomendasi C

a. dr. Suswardana, M.Kes Sp.KK


13. Penelaah Kritis b. dr. Syarief H., Sp.KK
c. dr. Abdul Gayum, Sp.KK

Pasien DKA dapat terdiagnosis secara akurat alergen


penyebabnya dan sembuh tanpa komplikasi setelah terapi
rawat jalan selama 2 minggu.
14. Indikator Medis
Target: 80% Pasien DKA dapat terdiagnosis secara akurat
alergen penyebabnya dan sembuh tanpa komplikasi setelah
terapi rawat jalan selama 2 minggu.

18. Goldsmith LA,Katz SI,Gilchrest BA,Paller AS,Leffell


DJ,Wolff K. Dermatitis Allergic Contact in Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine. Eight Edition; New
15. Kepustakaan York: Mc Graw Hill; 2012. p.152 - 64
19. Perdoski, DKA dalam Panduan Pelayanan Medis Dokter
Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia, Sekretariat
Perdoski, Jakarta: 2011. p. 130 - 2

37
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) TATA LAKSANA KASUS
SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN
RSAL Dr. MINTOHARDJO, JAKARTA
2016 - 2018

KUSTA / MORBUS HANSEN (ICD 10: A 30.0)

1. Pengertian (Definisi) Penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh basil


Mycobacterium leprae yang bersifat obligat intraseluler. Saraf
perifer merupakan afinitas pertama, lalu kulit, selanjutnya
dapat menyebar ke organ lain kecuali susunan saraf pusat.
Terdapat bercak di kulit yang mati rasa dapat disertai
2. Anamnesis
kelemahan otot danberkurangnya jumlah keringat. Riwayat
kontak dengan penderita dan tinggal didaerah endemis

3. Pemeriksaan Fisik terdapat makula hipopigmentasi atau plak eritema dengan


hipopigmentasi dan anastesi. Dapat pula terjadi ulkus dan
teraba pembesaran saraf tepi.

4. Kriteria Diagnosis a. Sesuai kriteria anamnesis


b. Sesuai hasil pemeriksaan fisik

5. Diagnosis Kerja Kusta / morbus hansen (ICD 10: A 30.0)


Lesi kulit makula hipopigmentasi
6. Diagnosis Banding
 Leukoderma
 Vitiligo
 Pitiriasis versikolor
 Morfea
 Pitiriasis alba
Lesi kulit plak eritem
 Tinea korporis
 Lupus vulgaris
 Lupus eritematosus
 Granuloma anulare
 Sarkoidosis
 Sifilis sekunder
Lesi kulit ulkus
 Ulkus diabetik
 Frambusia
 Penyakit burger

38
Gangguan saraf
 Neuropati diabetik

7. Pemeriksaan Penunjang  Pemeriksaan bakteriologis dengan BTA : sediaan kerokan


kulit dengan pewarnaan ziehl nelson
 Biopsi histopatologi
 Pemeriksaan serologis
8. Terapi Nonmedikamentosa:
 Edukasi pasien untuk meminum obat dengan teratur,
memakai alas kaki dan alat pelindung untuk mencegah
terjadi trauma dan ulkus

Medikamentosa:
 Prinsip:
Mengeradikasi kuman, memutus mata rantai penularan,
mencegah kecacatan

 Pengobatan kusta adalah multidrug treatment/MDT


berdasarkan WHO 1997:
 Tipe PB dengan 2-5 lesi
Rifampisin 600mg/bulan
Dapson 100mg/hari
Lama pengobatan sebanyak 6 dosis yang diselesaikan selam 6-
9 bulan.

 Tipe MB
Rifampisin 600mg/bulan
Dapson 100mg/hari
Klofazimin 300mg/bulan dan dilanjutkan dengan dosis
50mg/hari atau 100mg selang sehari atau 3 kali 100mg per
minggu
Lama pengobatan : sebanyak 12 dosis yang diselesaikan
selama 12-18bulan

 Tipe PB dengan lesi tunggal


Rifampisin 600mg
Ofloksasin 400mg
Minosiklin 100mg
Diberikan satu kali sebagai dosis tunggal

 MDT alternatif
- Bila terjadi toksisitas rifampisin dapat diberikan ofloksasin
400mg/hari dan minosiklin 100mg/hari selama 6 bulan.
Dilanjutkan ofloksasin 400mg/hari dan minosiklin 100mg/

39
hari selama 18 bulan sedangkan dapson dan klofazimin
diteruskan.
- Bila terjadi toksisitas dapson untuk MH tipe PB diganti
klofazimin, untuk tipe MB, MDT diberikan tanpa dapson.
- Bila pasien menolak klofazimin, dapat diberikan ofloksasin
400mg/hari selama 12 bulan atau rifampisin 600mg/hari,
ofloksasin 400mg/hari dan minosiklin 10mg/hari selama
24 bulan.

9. Edukasi  Penjelasan tentang alergen penyebab penyakit


(Hospital Health Promotion)  Penjelasan tentang pencegahan kekambuhan.

10. Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam


Ad Sanationam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam

11. Tingkat Evidens IV

12. Tingkat Rekomendasi C

13. Penelaah Kritis a. dr. Suswardana, M.Kes Sp.KK


b. dr. Syarief H., Sp.KK
c. dr. Abdul Gayum, Sp.KK

14. Indikator Medis Kasus kusta terdiagnosa dengan tepat sembuh tanpa
komplikasi setelah rawat jalan selama 2 tahun
Terget : 80% pasien kusta sembuh tanpa komplikasi setelah
rawat jalan selama 5 tahun

20. Perdoski, Kusta Panduan Pelayanan Medis Dokter


15. Kepustakaan
Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia, Sekretariat
Perdoski, Jakarta: 2011. p. 88 - 9

40
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) TATA LAKSANA KASUS
SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN
RSAL Dr. MINTOHARDJO, JAKARTA
2016 - 2018

Pedikulosis Kapitis (B5.0)

Pedikulosis kapitis adlah infeksi kulit dan rambut kepala yang


1. Pengertian (Definisi) disebabkan oleh Pediculus humanus var. capitis
a. Gejala awal yang dominan adlah rasa gatal pada kulit
kepala
2.Anamnesis b. Rasa gatal dimulai dari yang ringan sampai rasa gatal
yang tidak dapat ditoleransi
a. identifikasi kutu hidup, larva atau telur yang masih
viabel di kepala
3. Pemeriksaan Fisik b. inspeksi pada kulit kepala dan rambut, dengan
menemukan atau telur berwarna abu-abu berkilat
1. sesuai kriteria anamnesis
4. Kriteria Diagnosis 2. sesuai hasil pemeriksaan fisik

5. Diagnosis Kerja Pedikulosis Kapitis

1. Dermatitis seboroik
6. Diagnosis Banding 2. Impetigo krustosa
3. Tinea kapitis
1. Pemeriksaan mikroskop dapat mengkonfirmasi
diagnosis
7. Pemeriksaan 2. Pemeriksaan dengan lampu wood pada daerah yang
Penunjang terinfestasi memeperlihatkan fluoresensi kuning-hijau
dari kutu dan telur
1. Terapi mekanik menggunakan sisir
Penggunakan sisir merupakan faktor yang penting untul
eliminasi tungau dan telur. Efektivitas dapat
ditingkatkan dengan penggunaan asam formik sebagai
ditingkatkan dengan penggunaan asam formik sebagai
terapi tambahan. Asam formik 8% dapat diaplikasikan
ke rambut yang basaha selama 10 menit sebelum
8. Terapi menyisisr rambut untuk menghilangkan telur.
2. Terapi topikal
Permethrin 10%  permethrin 1% cream rinse
diberikan ke kulit kepala dan rambut. Awalnya rambut
dicuci dengan shampoo nonconditioner kemudian
dikeringkan dengan handuk. Lalau diberikan permethrin
1% cream rinse selama 10 menit kemudian dibilas.
41
Dapat diulang apabila kutu dan telur masih terlihat 7-10
hari setelahnya didiamkan selama 10 menit lalu bilas.
Penggunaan dapat diulang 7-10 hari kemudian untuk
membasmi kutu kepala yang baru.
Malathion  malam sebelum tidur rambut dicuci
dengan sabun kemudian dipakai losio malathion, lalu
kepala ditutup dengan kain. Keesokan hatinya rambut
dicuci lagi dengan sabun lalu disisir dengan sisir yang
halus dan rapat (serit). Pengobatan ini dapat diulang lagi
seminggu kemudian, jika masih erdapat kutu atau telur.
3. terapi oral dengan ivermectin
200 mikrogram/oral 2 kali/hari  10 hari. Tidak boleh
diberikan pada anak-anak dengan berat badan <15kg
4. Edukasi

 Penjelasan tentang penyebab penyakit


9. Edukasi
 Penjelasan tentang pencegahan kekambuhan
(Hospital Health Promotion)
 Penjelasan tentang perawatan lanjutan dirumah
Advitam : bonam
10. Prognosis Ad sanationam : bonam
Ad fungsionam : bonam

11. Tingkat Evidens IV


12. Tingkat Rekomendasi C
1. dr. Suswardana, M.Kes Sp.KK
13. Penelaah Kritis 2. dr. Syarief H., Sp.KK
3. dr. Abdul Gayum, Sp.KK

Kasus pedikulosis kapitis dapat terdiagnosis dengan tepat dan


14. Indikator Medis sembuh sempurnah hanya dengan terapi rawat jalan

16. Wilson DC, Leyva WH, King LE. Insect Bite and
Infestations. In: Fitzpetrick TB. Johnson RA, Wolff K,
Suurmond D, editors. Color Atlas and Synopsis Of
Clinical Dermatology. 4 th ed. Newyork: McGrow-Hill,inc
15. Kepustakaan 200. P.827-29
17. Perdoski, Panduan Pelayanan Medis Dokter Spesialis
Kulit dan Kelamin Indonesia, Sekretariat Perdoski,
Jakarta: 2011

42
43
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) TATA LAKSANA KASUS SMF ILMU
KESEHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN RSAL Dr. MINTOHARDJO,
JAKARTA
2016 - 2018

IMPETIGO BULOSA (ICD 10 : L 01.01)


Pengertian (Definisi) Impetigo bulosa adalah penyakit
infeksi kulit berupa vesikel atau bula yang disebabkan
1. Pengertin (definisi)
oleh bakten gram positif pada lapisan kulit yang Iesinya
terbatas pada epidermis
 Lepuhan berisi cairan jemih yang kadang
2. Anamnesis terutama didaerah lipatan. dada dan punggung.
Tidak disertai gejala konstitusi
 Vesikel-bula yang kendor berisi cairan jernih
terutama didaerah intertnginosa (aksila.
inguinal, gluteal) dada dan punggung
 Kadang muncul bula hipopion di atas kutit
3. Pemeriksaan Fisik
normal
 Bula pecah meninggalkan skuama anular dengan
bagian tengah eritematosa dan cepat
mengering.
1. Sesuai kriteria anamnesis
4. Kriteria Diagnosis
2. Sesuai hasil pemeriksaan fisik
5. Diagnosis Kerja Impetigo Bulosa (lCD 10: 101.03)
- Dermatotïtosis (lCD 10 : B. 35.0)
- Pemfigus vulgaris (lCD 10: 1.10.0)
6. Diagnosis Banding
- Staphylococcal scalded skin syndrome (lCD 10:
LOO)
Pemeriksaan sederhana dengan perwarnaan gram
7. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan kultur dan resistensi spesimen lesi
Pemeriksaan kultur dan resistensi darah pasien
Non Medikamentosa:
8. Terapi  Membatasi penularan dengan edukasi kepada
pasien dan keluarganya untuk menjaga hygiene

44
perorangan yang baik.
 Mengatasi faktor predisposisi dan keadaan
komorbid. misalnya lnfeksi parasit atau
dermatitis atopik.

Medikamentosa:

 Prinsip: pasien berobat jalan

Topikal berupa:
- Bila banyak pus atau krusta kompres terbuka
dengan permanganas kalikusl/5000, ilvanol 1%,
atau larutan povidon iodine 7,5 %
- Bila tidak tertutup pus atau krusta : salap/kiim
asam fusidat 2%, mupirosin, basitrasin dan
neomisin diotes 2- 3 kali sehari selama 7-10 han.
- Bila terðapat krusta: dilepaskan

Sistemik:
 First line : untuk dewasa kloksasilin 4 kali 250mg-
500 mg/hari dan untuk anak dengan dosis
perhari yang diberikan 5-7 hari.
 Amoksisilin dan asam clavulanat untk dewasa
dengan dosis 3 kali 250 mg-500 mg/han Dan
untuk anak dosisnya 25 mg/kg berat badan
perhari dibagi dalam 3 dosi diberikan 5-7 han.
 Second line;
- Azitromisifl I x 500 mg (had I) selanjutflYa
1 x 250 mg(hail II-V)
- Klindamisin dengafl dosis 15 mg/kg berat
badan terbagi 3 dosis diberikan 10 hail
- Eiitromisln. dosis dewasa : 4 kali 250
mg500mgíhari dan anak dongan dosis 20-
50 mglkgBBmari selama 5-7 hari

 Penjelasan tentang penyebab penyakit


9. Edukasi
 Penjelasan tentang pencegahan
(Hospital Health Primotion)
kekambuhan
Ad Vitam : bonam
10. Prognosis Ad Sanationam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : bonam
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi C
1. dr. Suswardana, M.kes Sp.KK
13. Penelaah Kritis 2. dr. Syarief H., Sp.KK
3. dr Abdul Gayum, Sp.KK
14. Indikator Medis Kasus impetigo bulosa terdiagnoSiS dengan tepat dan
45
sembuhtanpa komplikasi setelah terapi rawat jalan
selama 7 hari.
Target: 80% Kasus impetigo bulosa terdiagnosis dengan
tepat dan sembuh tari pa komplikasi setelah terapi
rawat jalan selama7 hari.
1. Perdoski. Kepustakaan Dokfer SpesialiS Kulit dan
15. Kepustakaan Kelamin Indonesia, Sekretaflat Perdoski, Jakarta:
2011. p. 84-6

46
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) TATA LAKSANA KASUS SMF ILMU
KESEHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN RSAL Dr. MINTOHARDJO,
JAKARTA
2016 - 2018

IMPETIGO NON BULOSA (ICD 10 : L 01.01)


Impetigo non bulosa adalah penyakit infeksi kulit berupa
vesikel atau pustul yang mudah pecah menjadi krusta
1. Pengertin (definisi)
kekuningan dan disebabkan oleh bakteri gram positif pada
lapisan kulit yang lesinya terbatas pada epidermis
 Lepuhan yang mudah pecah mengeluarkan cairan
2. Anamnesis
kekuningan dan luka di kulit yang terasa gatal
 Lesi awal berupa vesikel atau pustul yang berdinding
tipis dan mudah pecah membentuk krusta
kekuningan. Lesi dapat melebar 1-2 cm disekitarnya
3. Pemeriksaan Fisik
terdapat lesi satelit.
 Predileksi terutama didaerah wajah, terutama
disekitar nares dan mulut.
1. Sesuai kriteria anamnesis
4. Kriteria Diagnosis
2. Sesuai hasil pemeriksaan fisik
5. Diagnosis Kerja Impetgo bulosa (ICD 10 : L 01.10)
6. Diagnosis Banding - Ektima (ICD 10 : B 08.02
Pemeriksaan sederhana dengan perwarnaan gram
7. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan kultur dan resistensi spesimen lesi
Pemeriksaan kultur dan resistensi darag pasien
Non Medikamentosa :
 Membatasi penularan dengan edukasi
kepada pasien dan keluarganya untuk
menjaga hygiene perorangan yang baik
 Mengatasi fakto predisposisi dan keadaaan
kormobid, misalnya infeksi parasit atau
dermatitis atopik
Medikamentosa :
 Prinsip : pasien berobat jalan
8. Terapi
Topikal berupa :
 Bila banyak pus atau krusta terbuka dengan
permanganas kalikus 1/5000, rivanol 1% atau
larutan povidon iodine 7,5%
 Bila tidak tertutup pus atau kusta : salap/krim asam
fusidat 2%, mupirosin, basitrasin dan neomisin
dioles 2-3 kali sehari selama 7-10 hari.
 Bila terdapat krusta : dilepaskan

47
Sistemik
 First line : untuk dewasa kloksasilin 4 kali 250 mg-
500 mg/hari dan untuk anak dengan dosis 50 mg/kg
berat badan dibagi dalam 4 dosis perhari yang
diberikan 5-7 hari
 Amoksisilin dan asm clavulanat untuk dewasa
dengan dosis 3 kali 250 mg-500 mg/hari. Dan untuk
anak dosisnya 25 mg/kg berat badan perhari dibagi
dalam 3 dosis diberikan 5-7 hari
 Secon line :
- Azitromisin 1 x 500 mg (hari I) selanjutya 1 x 250
mg (hari II-V)
- Klindamisin dengan dosis 15 mg/kg berat badan
terbagi 3 dosis diberikan 10 hari
- Eritromisin, dosis dewasa : 4 kali 250 mg-500
mg/hari dan anak dengan dosis 20-50
mg/kgBB/hari selama 5-7 hari
9. Edukasi  Penjelasan tentang penyebab penyakit
(Hospital Health Primotion)  Penjelasan tentang pencegahan kekambuhan
Ad Vitam : bonam
10. Prognosis Ad Sanationam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : bonam
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi C
1. dr. Suswardana, M.kes Sp.KK
13. Penelaah Kritis 2. dr. Syarief H., Sp.KK
3. dr Abdul Gayum, Sp.KK
Kasus impetigo non bulosa terdiagnosis dengan tepat dan
sembuh tanpa komplikasi setelah terapi rawat jalan selama
7 hari.
14. Indikator Medis
Target : 80% Kasus impetigo non bulosa terdoagnosis
dengan tepat dan sembuh tanpa komplikasi setelah terapi
rawat jalan selama 7 hari1
1. Perdoski, pioderma dalam Panduan Pelayanan Medis
15. Kepustakaan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia. Sekretariat
Perdoski, Jakarta : 2011.p.84-6a

48
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) TATA LAKSANA KASUS SMF ILMU
KESEHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN RSAL Dr.
MINTOHARDJO, JAKARTA
2016 - 2018

Moluskum Kontagiosum (ICD 10 : B08.1)


Moluskum kontagiosum merupakan penyakit infeksi
1. Pengertin (definisi)
kulit yang disebabkan oleh poxvirus
1. Umumnya menyerang anak
2. Masa inkubasi berlangsung satu sampai beberapa
minggu
3. Keluhan bintil-bintil kecil seperti warna kulit, tidak
2. Anamnesis
gatal da tidak nyeri
4. Riwayat kontak dengan penderita moluskum
kontagiosum, baik kontak langsung maupun tidak
langsung
Papul khas berbentuk kubah milier, di tengahnya
3. Pemeriksaan Fisik terdapat delle. Lokasi umumnya pada muka, badan dan
ekstremitas
1. Papul miliar, seperti mutiara dan terdapat delle di
tengahnya.
4. Kriteria Diagnosis 2. Jika papul dipijat akan tampak keluar massa
berwarna putih seperti nasi yang merupakan badan
moluskum.
5. Diagnosis Kerja Moluskum Kontagiosum (ICD 10 : B08.1)
1. Veruka vulgaris (ICD 10 : B07)
6. Diagnosis Banding
2. Milaria (ICD 10 : L74.3)
7. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Histopatologi (ICD 9 CM : 86.11)
Topikal :
1. Kuretase/enukleasi (dengan mengeluarkan
badan moluskum)
2. Elektrokauter
3. Topikal Retinoid 0,1 %
8. Terapi
4. TCA 25-35%

Sistemik : Simetidin 20-40 mg/kg/hari terbagi dalam 3


dosis dengan dosis maksimal 800 mg 3x/hari

1. Menjaga higienitas
9. Edukasi
2. Menghindari trauma pada tempat yang terkena
(Hospital Health Primotion)
3. Menghindarkan garukan
Ad Vitam : dubia ad bonam
10. Prognosis Ad Sanationam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam
11. Tingkat Evidens IV

49
12. Tingkat Rekomendasi C
1. dr. Suswardana, M.kes Sp.KK
13. Penelaah Kritis 2. dr. Syarief H., Sp.KK
3. dr Abdul Gayum, Sp.KK
1. Pasien datang dengan papul-papul miliar
sewarna dengan kuit, berbentuk kubah dengan
14. Indikator Medis delle di tengahnya.
2. Bisa rekuren
3. Target 60% pasien tidak rekurensi
1. Piggot C, Friedlander SF.Tom W. Molluscipoxvirus
infection: Molluscum contagiosurn. In: Goldsmith LA,
Katz SI, Giichrest BA, Palier AS, Leffel DJ, Wolff K,
editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General
Medicine. 8 ed. New York: McGraw-Hill; 2012. p.
2417-20.

2. Rajouria E, Amatya A, Karn D. Comparative study of


5% potassium hydroxide solution versus 0,05%
15. Kepustakaan tretinoin cream for molluscum contagiosum,
Kathmandu Univ Med J. 2011 ;36(4):291-4.

3. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin


Indonesia. Panduan Pelayanan Medis Dokter
Spesialis Kulit dan Kelamin. Moluskum Kontaqiosum.
Jakarta.201 1:D.122-3.

50
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) TATA LAKSANA KASUS SMF ILMU
KESEHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN RSAL Dr. MINTOHARDJO,
JAKARTA
2016 - 2018

Varicela (ICD 10 : B01)


Varisela adalah infekSi virus varisela zoster yang sangat
menular, meniberikafl lesi khaS berUpa lesi kemerahan
1. Pengertin (definisi)
yang gatal, terdapat vesikel yang berlanjut menjadi
lepuhan atau krusta.
 Gejala prodromal (demam, sakit kepala, lemas,
mual, muntah dll)
 Riwayat kontak dengcifl penderita
2. Anamnesis
Tidak ada riwayat varicela sebelumnya
 Gatal

3. Pemeriksaan Fisik Vesikel dapat diseluruh tubuh


1. Sesuai kriteria anamnesis
2. Sesuai hasil pemeriksaan fisik
4. Kriteria Diagnosis
3. Sesuai hasil pemeriksaan penunjang

5. Diagnosis Kerja Varicela (ICD 10 : B01)


6. Diagnosis Banding Milaria Pustulosa (ICD 10 : 2267
Laboratorium
Darah rutin
7. Pemeriksaan Penunjang
Histopatologi
Tzanck Test lCD 9 CM:86.l1
Topikal berupa

 Bedak salisil atau MBS dioles pada lesi yang belum


pecah pagi dan sore

 Gentamisin krim dioles pada lesi yang sudah


pecah pagi dan sore
8. Terapi
Sistemik

 Cetirizifl 10 mg I x I jika gatal


 Acydovir 5 x 800 mg selama 7 — 10 hañ
 ParacetarflO1 3 x 500 mg jika demam

9. Edukasi  Penjelasan tentang penyakit


(Hospital Health Primotion)  Penjelasan tentang pencegahan

51
 Penjelasan tentang pengobatan
Ad Vitam : dubia ad bonam
10. Prognosis Ad Sanationam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi C
1. dr. Suswardana, M.kes Sp.KK
13. Penelaah Kritis 2. dr. Syarief H., Sp.KK
3. dr Abdul Gayum, Sp.KK
- Terdapat vesikel dapat terjadi di hamper seluruh
tubuh
14. Indikator Medis - Target: 80% Pasien dengan eritrodermi tanpa
komplikasi rawayat selama 10hañ

1. Goldsmith LA,Katz Sl,GilchreSt BA,Paller ASLe


DJ,Wolff K.Fitzpatrick’ Dermatology in General
Medicine.Eight Edition. New York. Mc Graw Hill.
15. Kepustakaan 2012;

2. Buku panduan Perdoski tahun 2011

52
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) TATA LAKSANA KASUS SMF ILMU
KESEHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN RSAL Dr. MINTOHARDJO,
JAKARTA
2016 - 2018

PITIRIASIS VERSIKOLOR / PITYRIASIS VERSICOLOR (ICD 10: B36.0)

Penyakit kulit yang disebabkan oleh jamur normal kulit


1. Pengertin (definisi) Malassezia sp., yang ditandai oleh adanya makula
hipo/hiper pigmentasi atau pigmentasi Iainnya. Terdapat
peran faktor genetik untuk terjadinya
Keluhan umumnya tidak ada, kadang timbul rasa gatal
2. Anamnesis ringan terutama bila berkeringat. Predileksi lesi terutama
ditemukan pada daerah seboroik dan lembab, yaitu
tubuh bagian atas, leher, wajah dan lengan atas.
 Lesi berupa makula-patch hipo/hiperpigmentasi.
Atau eritema hingga kecoklatan, atau warna
3. Pemeriksaan Fisik tembaga yang disertal skuama halus di daerah
predileksi.
 Tanda Finger Nail Sign (4-)

4. Kriteria Diagnosis 1. Sesuai kriteria anamnesis


2. Sesuai hasil pemeriksaan fisik dan laboratorium
5. Diagnosis Kerja Pitiriasis Versikolor (lCD 10 : B36.0)

1. Pitiriasis Alba (lCD 10 : L30.5)


2. Pitiriasis Rosea (lCD lo : L42)
6. Diagnosis Banding 3. Dermatitis Seboroik (lCD 10: L21)

1. Pemeriksaan menggunakan lampu wood (bila


terdapat fasilitas lampu wood) dapat terlihat
fluoresensi berwarna kuning keemasan (30%
7. Pemeriksaan Penunjang kasus)
2. Pemeriksaan langsung dengan mikroskop dan
larutan KOH 20 % : tampak spora berkelompok
dan pseudohifa yang dikenal sebagai gambaran
sphagethi and meatball
Non Medikamentosa:
 Hindari suasana lembab, panas, dan keringat
berlebih
8. Terapi
Medikamentosa:

1. Topikal (bila lesi lokal atau ada kontra indikasi terapi

53
sistemik):
Setelah pasien mandi bersabun seperti blasa,
gunakan Sampo ketokonazole 2% dioleskan
sebagaisabun di daerah yang terdapat lesi dan
sekitarnya,dibiarkan selama 10-15 menit untuk
selanjutnya dibilas. Dikerjakan 2x sehan selama
asamasa pengobatan. atau seminggu l-2x selarna
maintenance mencegah kekambuhan.
2. Sistemik (bila lesi luas ataU tidak beihasil setelah
diterapi topikal) :
Ketokonazol oral 200mg/han selama lo han, atau
Itrakonazol oral lx 200mg/hall selama 7 hari.

Obat dihentikan bila Finger Nail Sign, lampu Wood,


atau pemenksaan mikroskopis KOH telah negatif.
3. Untuk kasus kronik berulang (rekurensi) Diberikan
terapi profilaksis pemeliharaan Ketokonazol
sampo l-2x seminggu dan/atau

Sistemik Ketokonasol lx200 mg selama 3 hari


setiap bulan, atau ltrakonazol lx200mg setiap
bulan, selama 4-6 bulan.

 Penjelasan tentang perjalanan penyakit


Promotion)
9. Edukasi  Penjelasan tentang faktor predisposisi
(Hospital Health Primotion)  Penjelasan tentang sebab-sebab rekurensi
 Penjelasan tentang pilihan terapi yang ada

Ad Vitam : bonam

10. Prognosis Ad Sanationam : dubia ad bonam

Ad Fungsionam : bonam

11. Tingkat Evidens IV

12. Tingkat Rekomendasi C

1. dr. Suswardana, M.kes Sp.KK

13. Penelaah Kritis 2. dr. Syarief H., Sp.KK

3. dr Abdul Gayum, Sp.KK

Pitiriasis Versicolor terdiagnosis dengan tepat dan


14. Indikator Medis mencapai kesembuhan klinislmikroskopik setelah 2
minggu terapi.
54
Target: 80% Pitiriasis Versicolor terdiagnosis dengan
tepat dan mencapai kesembuhan klinis/mikroskopik
setelah 2 minggu terapi.

1. Goldsmith LA,Katz Sl,Gllchrest BA,Paller AS,Leffell


DJ,Wofff K. Pityriasis Versicolor in Fitzpatrick’
Dermatology ¡n General Medicine. Seven Edition.
New York: Mc Graw Hill. 2008. p1828-pI 830.

2. PERDOSKI. Pitiriasis Versikolor dalam Panduan


Pela yanan Medís Dokter Spesialis Kulit Dan
Kelamin. Jakarta. PP PERDOSKI, 2011. p.105-653
15. Kepustakaan
3. Radiono S, Suyoso S, BramoflO K. Pitiriasis
Versikolor dalam Dermatomikosis Superfisialis.
Perhimpunan. Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin
Indonesia ed.2. Jakarta: Badan Penerbit FKUI,
2013. p.24 - 32

55
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) TATA LAKSANA KASUS SMF ILMU
KESEHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN RSAL Dr. MINTOHARDJO,
JAKARTA
2016 - 2018

CUTANEUS LARVA MIGRAN (ICD 10 : B76.9)

Cutaneus migran adalah infeksi larva cacing tambang


1. Pengertin (definisi) (mis: Ancylostoma duodenale, strongyloides stercoralis)
pada epidermis manusia.
 Riwayat kontak dengan pasir yang mengandung
larva cacing tambang. Pasien merasa ada cadng
yang berjalan dikulitnya
2. Anamnesis  Muncul lesi kulit (bintil/plenting padat) akut yang
terasa sangat gatal dan menjalar berkelok-kelok.
 Meninggalkan bekas kehitaman di lokasi awal
tetapi menimbulkan gatal dan plenting merah di
akhiran lesi kulitnya.
 Papul entem, linear, menjalar
serpiginosa/thread-Iike.
 Lesi awal hiperpigmentasi dan tampak
menyembuh sedangkan di bagian akhiran lesi
masih tampak papul linear eitem yang dapat
3. Pemeriksaan Fisik disertai reaksi inflamasi di kulit sekitar
lesi.
 Mungkin dijumpai daerah erosi, ekskorìasi, ulkus
akibat garukan pasien atau tindakan pasien saat
berusaha mematikan cacing di kulitnya.

4. Kriteria Diagnosis 1. Sesuai kriteria anamnesis


2. Sesuai hasil pemeriksaan fisik
Cutaneous larva migran (CLM)/Creeping eruption
5. Diagnosis Kerja
(lCD 10: B76.9)

6. Diagnosis Banding Dermatitis Venenata (ICD1 0: L24.8)


7. Pemeriksaan Penunjang Tidak perlu pemeriksan penunjang khusus
Bila tidak ada kontra indikasi pemberian anti cacing
sistemik:
 Albendazol lx400mg selama 3 han (dewasa)
 Untuk anak-anak diatas 2 Lahun dosis sama
8. Terapi dengan dosis dewasa.
Bila terdapat kontra indikasi pemberian anti-cacing
sitemik atau pada anak dibawah 2 tahun:

 Ointment yang mengandung albendazol 4% dan

56
steroid potensi sedang-kuat diaplikasikan secara
okiusif (racikan)

9. Edukasi  Penjelasan tentang penyebab penyakit


 Penjeiasan tentang cara okiusi apabi)a
(Hospital Health Primotion)
menggunakan terapi topikal.
Ad Vitam : bonam

10. Prognosis Ad Sanationam : bonam

Ad Fungsionam : bonam

11. Tingkat Evidens IV

12. Tingkat Rekomendasi C

1. dr. Suswardana, M.kes Sp.KK

13. Penelaah Kritis 2. dr. Syarief H., Sp.KK

3. dr Abdul Gayum, Sp.KK

Kasus CLM terdiagnosis dengan tepat dan sembuh tanpa


komplikasi setelah terapi rawat jalan selama 3-5 hari.
14. Indikator Medis Target: 80% Kasus CLM terdiagnosis dengan tepat dan
sembuh tanpa kornplikasi setelah terapi rawat jalan
selama 3-5 hari.
1. Wilson ME, Caumes E. Helminthic Infection in
Fitzpatrick’s Dermatology ¡n General Medicine.
15. Kepustakaan EightEdition; New York: McGraw Hill; 2012.
p.2011-2016

57
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) TATA LAKSANA KASUS SMF ILMU
KESEHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN RSAL Dr. MINTOHARDJO,
JAKARTA
2016 - 2018

TINEA KAPITIS (ICD 10 : B35.0)

1. Pengertin (definisi) Dermatofitosis pada rambut dan kulit kepala, yang


disebabkan oleh jamur golongan dermatofit/tinea
Gatal pada kulit kepsia, kehilarigan rambut/rontok,
akuama pada kulit kepala, peradangan pada kulit
kepala, bercak hitam dikulit kepala.
2. Anamnesis
Gejala dan tanda berjalan Iambatlkronik, makin
meluas perlahan

1. Tipe noninflamasi:(tipe gray patch), area


abu-abu berbatas tegas akibat rambut yang
patah diatas kulit kepala, tanpa tanda
inflamasi yang jelas. Kuht kepala di sekitar
lesi abu-abu masih tarnpak normal.
2. Tipe black dot :kerusakan rambut sampai
3. Pemeriksaan Fisik tepat di muara rambut daerah kuht kepala,
kumpulan black dot bentuk polygonal
dengan finger-like margins, inflamasi ringan.
pustul folikular, furunkel seperti nodul.
3. Tipe inflamasi: pustul folikular, furunkulosis,
kenon, favus
sampai alopesia sikatnkal

4. Kriteria Diagnosis 1. Sesuai kriteria anamnesis


2. Sesuai hasil pemeriksaan fisik
 Tinea kapitis (lCD 10: B35.0)
5. Diagnosis Kerja  Tinea Kapitis yang disertai infeksi sekunder
(ICD1O: B35.0 dan L01.1)
1. Dermatitis Seboroik
6. Diagnosis Banding 2. Psoriasis Kulit Kepala (Scalp Psoriasis/
Seboriasis)

Pemeriksaan mikroskopik KOH 10-20% dad


7. Pemeriksaan Penunjang spesimen kerokan skuama kulit kepala danlatau
rambut.

Topikal (bila lesi terbatas):


8. Terapi  Ketokonasol scalp solution 2x sehari selama
4-6 minggu

58
 Desonide lotion 2x sehari selama 3-5 had
awal terapi
 Sampo povidone iodine 0,01-0,1% bila lesi
disertai infeksi baktenl (infeksi sekunder),
terutama tipe favus/kerion.

Sistemik (bila lesi kronik atau luas):

1. Griseofulvin oral 10—25 mglkgBB/hari


selama 4 minggu atau Ketokonazol 200
mg/han selama 14 hail, atau Itrakonazol 2 x
loo mglhari selama 10 han, atau Terbinafin 1
X 250 mg/hari selama lo hari.
2. Antibiotik spektrum luas (Amoksisilifl
3x500m9, atau Ciprofloksasin 2x500mg, atau
Azitromisin lx500mg) selama 5 han, bila lesi
disertai infeksi sekunder (baktenial)
 Penjelasan tentang penyebab penyakit
 Penjelasan tentang perlunya jangka waktu
pengobatan yang hams ditaati.
 Penjelasan tentang cara minum obat agar
9. Edukasi absorbsi obat maksimal (golongan azol hams
dalam keadaan perut asam, golongan
(Hospital Health Primotion) griseofulvin harus bersama lemak/susu
whole milk) dan ekskresi obat optimal (obat
diminum minimal l-2 jam sebelum
berkenngat)
 Penjelasan tentang pencegahan
kekambuhan
Ad Vitam : bonam

10. Prognosis Ad Sanationam : dubia ad bonam

Ad Fungsionam : bonam

11. Tingkat Evidens IV

12. Tingkat Rekomendasi C

1. dr. Suswardana, M.kes Sp.KK

13. Penelaah Kritis 2. dr. Syarief H., Sp.KK

3. dr Abdul Gayum, Sp.KK

Tinea kapitis terdiagnosis dengan tepat dan


14. Indikator Medis mencapai kesembuhan klinis mikroskopik (tanpa
rekurensi / komplikasi)selama 6 minggu terapi.
Target: 80% kasus tinea kapitis terdiagnosis dengan

59
tepat dan mencapai kesembuhan klinis mikroskopik
(tanpa rekurensi / komplikasi) selama 6 minggu
terapi.
1. Goldsmith LA,Katz Sl,Gilchrest BA,Paller
AS,Leffell DJ,Wolff K. Tinea Capitis in
Fitzpatrick’s Dermatology in General
Medicine.Eight Edition; New York: Mc Graw
15. Kepustakaan Hill; 2012. p.2284-6
2. Perdoski, Tinea dalam Panduan Pela yanan
Medis Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin
Indonesia, Sekretariat Perdoski, Jakarta: 2011.
p.96-958

60
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) TATA LAKSANA KASUS SMF ILMU
KESEHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN RSAL Dr. MINTOHARDJO,
JAKARTA
2016 - 2018

TINEA KORPORIS (ICD 10 : B35.4)

Merupakan penyakit jamur superfisial yang


1. Pengertin (definisi) disebabkan oleh kelompok dermatofrta (Thchophyton
sp., Epidermophyton sp. Dan Microsporum sp.
Mengenal kuht tidak berambut di daerah trunkal.
1. Keluhan gatal, terutama bila berkeringat
2. Anamnesis 2. Biasanya pada punggung, tungkai, lengan,
leher
3. Lesi berkembang lambat, melebar perlahan
Lesi berbatas tegas, polisiklik, tepi terdiri dan
vesikel/papul enitem disertai tanda radang yang lebih
3. Pemeriksaan Fisik jelas.

Tampak lesi bagian tengah berskuama dengan kesan


seperti menyembuh (central healing appearance)
4. Kriteria Diagnosis 1. Sesuai kriteria anamnesis
2. Sesuai hasil pemeriksaan fisik
5. Diagnosis Kerja  Tinea korporis (lCD 10: B35.4)
6. Diagnosis Banding Psoriasis vulgaris (lCD 10: L40)
Pemeriksaan sediaan langsung kerokan kulit
mengguriakan mikroskop cian KOH 10%, akan tampak
7. Pemeriksaan Penunjang hifa panjang atau artrospora.
Kultur dengan agar Sabouraud plus : pada suhu 28° C
selama 1-4 rninggu (tidak harus selalu dikerjakan).
Topikal (bila lesi terbatas):
 Mikonasol/Ketokonasol krim 2x sehari selama 4
minggu, atau Ketokonasol scalp solution 2x sehari
selarria 4 minggu, atau Terbinafin krim 2 x sehan
selama 2 minggu.
 Hidrokortison I mometason I desoksimetason
8. Terapi krim 2x sehari selama 3-5 han awal terapi

Sistemik (bila lesi kronik atau luas):


Griseofulvin oral 10—25 mglkgBBíhañ selama 4
minggu, atau Ketokonazol 200 mg/han selama lo han,
atau Itrakonazol 2 x 100 mglhan selama 7 hari, atau
Terbinafin 1x250 mg/hari selama 10 hari

61
 Penjelasan tentang penyebab penyakitn
Promotion)
 Penjelasan tentang perlunya jangka waktu
pengobatan yang harus ditaati.
9. Edukasi  Penjelasan tentang cara minum obat agar
absorbsi obat maksimal (golongan azol harus
(Hospital Health Primotion)
dalam keadaan perut asam, golongan griseofulvin
harus bersama lemak/susu whole milk) dan
ekskresi obat optimal (obat diminuni minimal l-2
jam sebelum berkeringat)
 Penjelasan tentang pencegahan kekambuhan
Ad Vitam : bonam

10. Prognosis Ad Sanationam : bonam

Ad Fungsionam : bonam

11. Tingkat Evidens IV

12. Tingkat Rekomendasi C

1. dr. Suswardana, M.kes Sp.KK

13. Penelaah Kritis 2. dr. Syarief H., Sp.KK

3. dr Abdul Gayum, Sp.KK

Tinea korporis terdiagnosis dengan tepat dan


mencapai kesembuhan klinis/mikroskopik (tanpa
rekurensiíkomplikasi) selama 4 minggu terapi.
14. Indikator Medis
Target: 80% kasus tinea korporis terdiagnosis dengan
tepat dan mericapai kesembuhan klinislmikroskopik
(tanpa rekurensi/komplikasi) selama 4 minggu terapi.
1. Goldsmith LA,Katz Sl,Gilchrest BA,Paller
AS,Leffell DJ,Wotff K. Tinea Corporis ¡n
Fitzpatrick’s Dermatology in General
Medicine.Eight Edition; New York: Mc Graw
Hill; 2012. p.2288

2. Perdoski, Tinea dalam Panduan Pela yanan


15. Kepustakaan Medis Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin
Indonesia, Sekretariat Perdoski, Jakarta: 2011.
p. 96—9
3. Siswati AS, Ervianti E. Tinea Korponis dan Tinea
Kruris dalam Dermatomikosis Superfisialis.
Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan
Kelamin Indonesia ed.2. Jakarta: Badan
Penerbit FKUI, 2013. p.58-69

62
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) TATA LAKSANA KASUS SMF ILMU
KESEHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN RSAL Dr. MINTOHARDJO,
JAKARTA
2016 - 2018

TINEA UNGUIUM / ONIKOMIKOSIS (ICD 10 : B35.1

Semua infeksi pada kuku tangan dan / atau kaki yang


1. Pengertin (definisi) disebabkan oleh jamur dermatofia, jamur non-
dermatofita, atau ragi (yeasts)
2. Anamnesis Keluhan kelainan pada kuku tangan maupun kaki sesuai
dengan gambaran klinis pada pemeriksaan fisik.
Gambaran klinis dapat berupa :Onikomikosis Subungual
Proksimal, Subungual Distal, Superfisial Putih, Laterla
Distal maupun onikomikosis Distrofik Totalis
3. Pemeriksaan Fisik
Lesi kuku dapat berupa : Ditrofik, Hiperkeratosis,
Onikolisis, Debris Subungual, atau perubahan warna
kuku

4. Kriteria Diagnosis 1. Sesuai kriteria anamnesis


2. Sesuai hasil pemeriksaan fisik
5. Diagnosis Kerja Tinea Unguium / Onikomikosis (ICD 10 : B35.1)
1. Onikolisis (ICD 10 : L60.1)
6. Diagnosis Banding 2. 20-nail dystrophy (ICD 10 : L60.3)
3. Psoriasis Kuku (ICD 10 : L40.9)
4. Hand eczema (ICD 10 : L30.9)
1. Pemeriksaan sediaan langsung kerokan
menggunakan mikroskop dan KOH 20%; tampak
hifa panjang dan atau artrospora. (lCD 9CM:
7. Pemeriksaan Penunjang 86.11)
2. Kultur dengan agar Sabouraud; pada suhu 28° C
selama 1- 4 minggu, bila diperlukan. (lCD 9 CM:
91.82)
Topikal (bila lesi terbatas kurang dan 2 kuku, dan lesi
bersifat superfisial serta melibatkan tidak lebih dan 2/3
kuku):
 Siklopiroksolamin lacquer 2x sehani selama 3-4
8. Terapi bulan
Sistemik (bila lesi melibatkanì > 2 kuku dan > 2/3
bagian kuku):
 Dosis denyut itrakonazol (5mglkgBBlhari)
selama 7 han

63
 Penjelasan tentang penyebab penyakit
 Penjelasan tentang perlunya jangka waktu
pengobatan yang harus ditaati.
9. Edukasi  Penjelasan tentang cara pemakaian lacquer
yang benar.
(Hospital Health Primotion)
 Penjelasan tentang cara minum obat itrakonasol
yang
 benar agar absorbsi obat maksimal (golongan
azol harus dalam keadaan penit asam)
Ad Vitam : bonam

10. Prognosis Ad Sanationam : dubia ad bonam

Ad Fungsionam : dubia ad bonam

11. Tingkat Evidens IV

12. Tingkat Rekomendasi C

1. dr. Suswardana, M.kes Sp.KK

13. Penelaah Kritis 2. dr. Syarief H., Sp.KK

3. dr Abdul Gayum, Sp.KK

Tinea unguiumíonikomikosis terdiagnosis dengan tepat


dan mencapai kesembuhan klinislmikroskopik selama
14. Indikator Medis 4-8 bulan terapi.
Target: 80% Tinea unguium!onikomikosis terdiagnosis
dengan tepat dan mencapai kesembuhan klinis
mikroskopik selama 4-8bulan terapi.
1. Valeyne-Allanore L, Roujeau JC.
Onychomychosis In: Goldsmith LA,Katz
SI,Gilchrest BA,PaIIer AS,Leffeil DJ,Woiff K.
Onychomycosis in Fitzpatrick’s Dermatology in
General Medicine. Seven Edition. New York: Mc
Graw Hill. 2008;ch.188, p.1817-1 8.
2. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin
15. Kepustakaan indonesia I (PERDOSKI). Tinea ungulum dalam
Panduan Pelayanan Medis Dokter Spesialis Kulit
dan Kelamin Tahun 2011. Jakarta: PERDOSKI.
2011; p.96-99.
3. Bramono K. Onikomikosis dalam
Dermatomikosi Superfisialis. Perhimpunan
Dokter Spesiatis Kulit dan Kelamin Indonesia
ed.2. Jakarta: Badan Penerbit FK1.J, 2013. p.86-
97

64
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) TATA LAKSANA KASUS SMF ILMU
KESEHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN RSAL Dr. MINTOHARDJO,
JAKARTA
2016 - 2018

SKABIES (ICD 10 : B86)

1. Pengertin (definisi) AdaIah penyakit kulit akibat infestasi kutu skabies


(Sarcoptes scabiel var humanus) pada kulit manusia.
 Gatal sepanjang waktu dan sangat-sangat gatal
pada malam hari.
 Gatal kronik di daerah predileksi yang tidak jelas
2. Anamnesis penyebabnya
 Dalam satu komunitas dijumpal Iebih dart 1
(satu) pasien dengan keluhan yang mirip/sama.
 Biasanya pada orang yang tinggal di pesantren
atau kontak dengan komunitas pesantren
 Dijumpai papul eritem, ekskoriasi, daerah erosi,
krusta atau pustul multipel di daerafl predileksi
skabies.
 Daerah predileksi: sela jail tangan, telapak
tangan, pergelangan tangan sebelah dalam,
daerah genitalia ekstema dan pantat. Pasien
3. Pemeriksaan Fisik dewasa, hampir tidak pemah terdapat lesi di
wajah.
 Pada anak—anak terutama bayi dapat mengenai
bagian lain seperti telapak kaki, telapak tangan,
maupun muka (pipi)
 Pada pasien laki-laki, terdapat tanda
pathognomonik berupa papul atau nodul eritem
tunggal atau multipel, diarea genitalia ekstema.
4. Kriteria Diagnosis 1. Sesuai kriteria anamnesis
2. Sesuai hasil pemeriksaan fisik
5. Diagnosis Kerja Skabies (ICD 10 : B 86)
6. Diagnosis Banding 1. Prurigo
2. Dermatitis atopik
7. Pemeriksaan Penunjang Tidak diperlukan
Sistemik
 Anti histamin sedatif (oral) CTM 3x1 tablet
8. Terapi (dewasa) ataucetirizin lx 10mg (dewasa) selama
I rninggu. Untuk pasien usia anak, dosis
menyesuaikan.
 Antibiotik sistemik (bila ada nfeksi sekunder)

65
amoksisilin 3x 500mg, atau dprofolksasin 2x
500mg, atau azitromisin lx 500mg (selama 5
hart).
 Invermectin oral 0,2 mg/kg dosis tunggal 2-3
dosis setiap 1- 2 minggu (bila ada obat
ivermectin di pasaran)
 Metilprednisolon sampai 0,5mg/kgBB/hari (3-5
hart) apabila pruritus akibat elemen tungau
atau terjadi reaksi inflamasi akibat efek samping
obat skabies topikal dirasakan berat.

Topikal berupa :
 Krim Permethrin5 % dioleskan tipis-tipis tetapi
rata diseluruh tubuh kecuali wajah (pada pasien
dewasa) dan dibiarkan selama paling tidak 10
jam (semalaman)

 Semua pakaian dan bahan yang sudah kontak


dengan pasien dijemur dalam plastik tertutup
selama 3 han (Hospital Health Promotion) atau
9. Edukasi direndam air mendidih sampai air menjadi
dingin sendiri baru dicuci.
(Hospital Health Primotion)  Semua anggota keluarga atau orang seisi rumah
yang kontak dengan pendenta hams
diasumsikan telah tertular skabies sehingga juga
diobati secara bersamaan dengan pasiennya
meskipun gejala gatalnya masih ringan.
Ad Vitam : dubia ad bonam

10. Prognosis Ad Sanationam : dubia ad bonam

Ad Fungsionam : dubia ad bonam

11. Tingkat Evidens IV

12. Tingkat Rekomendasi C

1. dr. Suswardana, M.kes Sp.KK

13. Penelaah Kritis 2. dr. Syarief H., Sp.KK

3. dr Abdul Gayum, Sp.KK

Pasien skabies dan seluruh komunitas terðekatnya


dapat terdiagnosis dengan tepat dan sembuh
14. Indikator Medis sempuma tanpa komplikasi setelah menja!ani
pengobatan selama 1 minggu.
Target: 80% pasien skabies dan seluruh komunitas
terdekatnya dapat terciiagnosis dengan tepat dan

66
sembuh sempuma tanpa komplikasi setelah
menjalani pengobatan selama 1 minggu
1. Burkhart CN, Burkhart CG. Scabies in Stanley
JR. Scabies in Fitzpatrick’s Dermatology in
General Medicine.Goldsmith LA,Katz
Sl,Gilchrest BA,Paller AS,Leffell DJ,Wolff K. 8
th Ed; New York: Mc Graw Hill; 2012. p.2569-
15. Kepustakaan 72

2. Perdoski, Skabies dalam Panduan Pelayanan


Medis Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin
Indonesia , Sekretanat Perdoski, Jakarta:
2011. p. 112-5

67
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) TATA LAKSANA KASUS SMF ILMU
KESEHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN RSAL Dr. MINTOHARDJO,
JAKARTA
2016 - 2018

PITROSPORUM ( MALASSEZIA FOLIKULITIS (ICD 10 : L.73.9)

1. Pengertin (definisi) lnfeksi folikel rambur yang disebabkan oleh ragi


Malassezia sp.
 Timbul pada anak muda dan dewasa muda. ebih
sering pada wanita
 Muncul sebagai kemerahan ukuran kecil di daerah
2. Anamnesis dada dan punggung
 Senng muncul muncul pada penderita DM. sistemik
kemoterapi, pemakaian antibiotik spektrum luas
angka panjang atau kortikosteroid jangka panjang
 Papul eritem/Pustul monomorfik
3. Pemeriksaan Fisik  Tersebar, terutama di daerah seboroik seperti
punggung atas, dada, dan lengan atas
4. Kriteria Diagnosis 1. Sesuai kriteria anamnesis
2. Sesuai hasil pemeriksaan fisik
5. Diagnosis Kerja Pityrosporum Foliculitis
6. Diagnosis Banding  Bacterial Foliculitis
 Acne Vulgaris
7. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan KOH 10 %
1. itrakonazol lx 200 mg s&ama 5 han, dikombinasi
dengan ketokonazol shampo yang dioleskan
selama 15 menit, lx sehari, selama 15 hail.
8. Terapi 2. Atau Itrakonazol dosis denyut 5mglkg bblhari
selama 1 minggu, istirahat selama 3 minggu
dengan pembeiian sebanyak 3 denyut.
3. Atau flukonazol 150 mg sekali seminggu,
diberikan dalam dosis denyut sebanyak 2-4 kali.
9. Edukasi  Penjelasan tentang penyebab penyakit
 Penjelasan tentang bagaimana menghindari
(Hospital Health Primotion) penyebab. (Hospital Health Promotion)
 Menjaga kebersihan diri
Ad Vitam : bonam

10. Prognosis Ad Sanationam : bonam

Ad Fungsionam : bonam

68
11. Tingkat Evidens IV

12. Tingkat Rekomendasi C

1. dr. Suswardana, M.kes Sp.KK

13. Penelaah Kritis 2. dr. Syarief H., Sp.KK

3. dr Abdul Gayum, Sp.KK

Pasien Pitirosporum fohkulitis dapat terdiagnosis secara


akurat penyebabnya dan sembuh tanpa komplikasi
setelah terapi rawat jalan selama 4 minggu.
14. Indikator Medis
Target: 80% Pasien Pitirosporum folikulitis dapat
terdiagnosis secara akurat penyebabnya dan sembuh
tanpa komplikasi setelah terapi rawat jalan selama 4
minggu.
1. Habif TP. Campbel-Jr JL, Chapman MS, Zug KA.
Skin Diseases and Treatment 3rd ed. Elsevier
Saunders, New York. 2011. p257-8.

15. Kepustakaan 2. Goldsmith LA,Katz Sl,Gilchrest BA,Paller AS,LeffeII


DJ,Wolff K. Pityrosporum (malassezia) Folikulitis
in Fitzpatrick’s Dermatology ¡n General Medicine.
8th Edition. New York: Mc Graw Hill. 2008. p.
3285-6

69
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) TATA LAKSANA KASUS
SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN
RSAL Dr. MINTOHARDJO, JAKARTA
2016 - 2018

KANDIDIASIS/KANDIDOSIS KUTIS (ICD 10 : B37.2)

Kandidiasis/Kandidosis merupakan penyakit iinfeksi kulit yang


1. Pengertian (Definisi) disebabkan oleh Candida albicans atau spesis lain genus
Candida.
 Ditemukan pada semua umur usia, mengenai daerah
intetriginosa yang lembab dan mudah mengalami maserasi,
2.Anamnesis misalnya sela paha, ketiak, sela jari, intra mammae, atau
sekitar kuku, dan juga dapat meluas ke bagian tubuh lain

 Kulit tampak patch eritema, biasanya maddidans dan


3. Pemeriksaan Fisik ditemukan lesi-lesi satelit di area sekitar lesinya (bisa
berupa papul eriiteme, vesikel, ataupun pustul).

a. Sesuai kriteria anamnesis


4. Kriteria Diagnosis b. Sesuai hasil pemeriksaan fisik

5. Diagnosis Kerja Kandidiasis kutis/Kandidosis kutis


Eritrasma (ICD 10: L08.1)
Dermatitis Intertriginosa (ICD 10: L30.4)
6. Diagnosis Banding
Dermatofitosis (ICD 10 : B35.9)

Diperlukan jika klinis tidak khas.


7. Pemeriksaan Penunjang Pewarnaan sedian langsun kerokan kulit dengan KOH 10% atau
Gram : ditemukan pseudohifa (hifa pendek) dan spora

Non Medikamentosa:
 Menghindari atau menghilangkan faktor predisposis

Medikamentosa:
Sistemik:
 Ketokonazole atau Itrakonazole 1x200 mg selama 15 hari
8. Terapi  Atau Itrakonazole peroral diberikansecara dosis berdenyut
5mg/kgBB/hari diberikan selama 7hari dan istirahat
selama 21 hari, diulangi 3-6 kali.
Topikal berupa:
 Krim campuran steroid dan anti jamur (misalnya Thecort)
2x sehari tipis-tipis sampai lesi tidak meradang lagi.
 Mikonazole atau Ketokonazole krim 2x sehari samppai 2

70
minggu sesudah bebas lesi.

 Penjelasan tentang penyebab dan mencegah


kekambuhan penyakit
9. Edukasi  Penjelasan tentang durasi terapi dan penjelasan tentang
(Hospital Health Promotion) cara minum obat golongan azol yang harus dalam
keadaan perut asam.

Ad Vitam : ad bonam
10. Prognosis Ad Sanationam : ad bonam
Ad Fungsionam : ad bonam

11. Tingkat Evidens IV

12. Tingkat Rekomendasi C

a. dr. Suswardana, M.Kes Sp.KK


13. Penelaah Kritis b. dr. Syarief H., Sp.KK
c. dr. Abdul Gayum, Sp.KK

Kasus kandidosis kutis terdiagnosa dengan tepat dan sembuh


tanpa komplikasi setelah terapi rawat jalan selama 4 minggu.
14. Indikator Medis Target : 80% Kasus kandidosis kutis terdiagnosa dengan tepat
dan sembuh tanpa komplikasi setelah terapi rawat jalan selama
4 minggu.

21. Perdoski. Kandidiasis kutis dalam Panduan Pelayanan


Medis Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia.
Sekretariat Perdoski, Jakarta : 2011. p. 101-104.
15. Kepustakaan
22. Wolff K, Johnson RA. Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis
Clinical Dermatology 6th ed, Mc Graw Hill Medical, New
York. 2009. P718-31.

71
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) TATA LAKSANA KASUS
SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN
RSAL Dr. MINTOHARDJO, JAKARTA
2016 - 2018

VERUKA VULGARIS (ICD 10 : B.07)

Veruka vulgaris merupakan kelaina kulit kulit yang bersifat


jinak, menular, disebabkan oleh virus, ditandai oleh papula
1. Pengertian (Definisi) yang berbatas tegas, padat, menimbulkan dengan permukaan
yang kasar dan tidak teratur.
 Bintil pada kulit teraba kasar dan mudah yang dapat
2. Anamnesis menyebar ke tempat-tempat lain, secara autoinokulasi.
Predileksi terutama pada siku, lutut, kulit kepala, dll.

 Lesi berupa papul yang hiperkeratosis dengan permukaan


kasar (verukosa) yang berbatas tegas, wrana putih
3. Pemeriksaan Fisik keabuan, dapat single tunggal atau multiple. Biasanya tidak
gatal dan tidak sakit.
 Variasi klinis
Anamnesis dan pemeriksaan fisik
4. Kriteria Diagnosis

5. Diagnosis Kerja Veruka Vulgaris (B.07)


Moluskum Kontangiosum (B.08.01)
6. Diagnosis Banding Keratoakantoma (L.85.8)

 Pemeriksaan Tzank test


7. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan histopatologi
1. Bedah Listrik dan Kuretase
Setelah diberikann anestesi lokal dengan lidokain, letakan
jarum listrik pada puncak lesi dan tahan hingga jarigan mulai
agak menggelembung. Selanjutnya lesi dapat diangkat dengan
kuret.
2. Bedah Kaustik
8. Terapi Mengoleskan gel NaOH 60% (basa kuat) pada lesi, hingga
terjadi reaksi inflamasi (nyeri) yang bermakna atau menunggu
sampai 10-15 menit, lanjut dengan bilas.
Mengoleskan larutan asam TCA 80-100% pada lesi hingga lesi
mengalami frosting dan mengelupas secara bertahap.
Pengolesan TCA bisa diulang secara periodik sesuai
denganrespons klinis.
9. Edukasi  Penjelasan tentang penyebab penyakit

72
(Hospital Health Promotion)  Penjelasan tentang cara mencegah autoinokulasi

Ad Vitam : bonam
10. Prognosis Ad Sanationam : bonam
Ad Fungsionam : bonam

11. Tingkat Evidens IV

12. Tingkat Rekomendasi C

1. dr. Suswardana, M.Kes Sp.KK


13. Penelaah Kritis 2. dr. Syarief H., Sp.KK
3. dr. Abdul Gayum, Sp.KK

Kasus veruka vulgaris terdiagnosa dengan akurat penyebabnya


dan sembuh tanpa komplikasi setelah terapi rawat jalan selama
14. Indikator Medis 1 minggu (untuk bedah listrik) atau 2-4 minggu (untuk bedah
kaustik).
Target : 80% Kasus veruka vulgaris terdiagnosa dengan akurat
penyebabnya dan sembuh tanpa komplikasi setelah terapi
rawat jalan selama 1 minggu (untuk bedah listrik) atau 2-4
minggu (untuk bedah kaustik).

1. Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ,
Wolff K. Common wart in Fitzpatricks’s Dermatology in
General Medicine. Eight Eddition; New York: Mc Graw
Hill;2012.p. 3471.
15. Kepustakaan
2. Habif TP, Campbell-Jr JL. Chapman MS, Dinulos JG, Zug KA.
Henoch-Schonlein Purpura. Skin Disease Diagnosis &
Treatment. Third Edition; New York: Elsevier,2012.p. 210-
14.

73
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) TATA LAKSANA KASUS
SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN
RSAL Dr. MINTOHARDJO, JAKARTA
2016 - 2018

SELULITIS (ICD 10: L03)

Selulitis adalah peradangan supuratif pada subkutis. Selulitis


ditandai peradangan lokal, infiltrat eritema, bebatas tidak
1. Pengertian (Definisi) tegas, disertai rasa nyeri tekan, dan gejala prodormal
(menggigil, demam, skait kepala, mual, muntah dan nyeri
sendi)
 Keluhan bengkak dan kemerahan pada kulit yag disertai
rasa nyeri
2. Anamnesis  Gejala sistemik seperti demma, menggigil dan lemas.
 Bisa diawali luka akibat trauma.

 Makula atau patch eritema, edema, indurasi lunak, batas


tidak tegas, meluas ke area sekitarnya.
3. Pemeriksaan Fisik  Rea yang mengalami selulitis teraba hangat
 Limfadenopati regional (+)

1. Sesuai kriteria anamnesis


4. Kriteria Diagnosis
2. Sesuai hasil pemeriksaan fisik

3. Diagnosis Kerja Selulitis (ICD 10 : L03)


Erisipelas
Dermatitis Kontak
4. Diagnosis Banding
Lupus eritematosus

 Pemeriksaan darah lengkap, kultur darah, dan radiologi


5. Pemeriksaan Penunjang
(USG atau MRI)

Non Medikamentosa:
 Cegah garukan dan menjaga hidrasi kulit agar tidka kering

Medikamentosa:
 Prinsip : Menekan progresivitas inflamasi dan mencegah
6. Terapi sepsis.
Topikal berupa:
 Kortikosteroid potensi sedang sampai kuat bergantung
pada stadium dan berat penyakit
 Emolien untuk koreksi kulit kering
 Bila kaut dan eksudatif sebaiknya dikompres dulu dengan

74
larutan NaCl 0,9% atau aqua dingin 3 kali sehari selama 30
menit.
Sistemik :
 Antibiotik spektrum luas selama minimal 7 hari
(Cefotaksim 3x1 gram, Kloksasilin 4x250-500 mg/hari,
amoksisilin 3x 250-500mg/hari, sefaleksin 40-50
mg/kgBB/hari terbagi dalam 4 dosis)
 Antibiotik lini ke dua (azitromisin 1 x 500 mg hari pertama,
selanjuta 1x250 mg untuk hari kedua sampai hari ke lima,
klindamisin 15mg/kgBB/hari terbagi dalam 3 dosis,
eritromisin 4x250-500 mg/hari.
 Untuk MRSA diberika vancomisin 1-2 gram perhari secara
intravena dalam dosis terbagi selama 7 hari.

7. Edukasi  Penjelasan tentang penyebab penyakit


(Hospital Health Promotion)  Penjelasan tentang cara mencegah autoinokulasi

Ad Vitam : dubia ad malam


8. Prognosis Ad Sanationam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia

9. Tingkat Evidens IV

10. Tingkat Rekomendasi C

a. dr. Suswardana, M.Kes Sp.KK


11. Penelaah Kritis b. dr. Abdul Gayum, Sp.KK

12. Indikator Medis Kasus sleulitis terdiagnosa dengan tepat dan sembuh tanpa
komplikasi setelah rawat jalan
Target 80% : Kasus sleulitis terdiagnosa dengan tepat dan
sembuh tanpa komplikasi setelah rawat jalan

1. Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ,
Wolff K. Cellulitis in Fitzpatricks’s Dermatology in General
Medicine. Eight Eddition; New York: Mc Graw Hill;2012.p.
3072-83.
13. Kepustakaan
2. Perdoski. Pioderma dalam Panduan Pelayanan Medis
Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia. Sekretariat
Perdoski, Jakarta : 2011. p. 83-86.
3.

75
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) TATA LAKSANA KASUS
SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN
RSAL Dr. MINTOHARDJO, JAKARTA
2016 - 2018

REAKSI KUSTA (A30.8)


REAKSI REVERSAL (RR) DAN ERITEMA NODUSUM LEPROSUM (ENL)

 Reaksi reversal (reaksi hipersensitivitas seluler) merupakan


reaksi akibat perubuhan derajat imunitas seluler pasien
yang biasanya terjadi setelah terapi kusta atau pada pasien
yang tidak mendapatkan terapi kusta yang adekuat. Reaksi
ini terjadi pada pasien kusta tipe border line.
1. Pengertian (Definisi)
 Eritema nodusum lprosum (reaksi hipersensitivitas
humoral) merupakan reaksi antigen-antibodi dengan
pembentukan komplek imun pada berbagai jaringan
dengan menyebakan fokus inflamsi akut dan biasanya
terjadi pada pasien kusta tipe lepromatosa.
RR
 Lesi kulit menjadi bengkak dan merah
 Bila lesi pada wajah, dapat terjadi bengkak pada
konjungtiva, gatal dan kaku pada hidung
ENL
2. Anamnesis
 Muncul lesi kulit baru berupa benjolan yang merah dan
sangat nyeri
 Nyeri dan pembesaran saraf
 Demam
RR
 Lesi kulit menjadi edematosa, eritem
 Dapat ditemukan edema konjungtiva, pruritus, dan kaku
pada hidung
 Neuritis ringan
3. Pemeriksaan Fisik ENL
 Muncul lesi kulit baru berupa nodul eritem, dapat menjadi
ulserasi
 Neuritis dan pembesaran saraf

RR
 Timbul pada kusta tipe borderline (BT, BB)
 Perluasan lesi semula, disertai tanda radang akut
4. Kriteria Diagnosis  Gejala konstitusi
 Neuritis ringan sampai berat

76
ENL
 Timbul pada kusta lepromatosa (BL,LL)
 Nodus eritema, nyeri umumnya dibagian ekstensor
ekstremitas
 Kadang disertai neuritis akut (ringan –berat)
 Gejala organ lain (sendi, ginjal, mata)

RR
 Urtikaria
 Erisepelas
ENL
5. Diagnosis Banding  Eritema Nodusum Non-Leprosum oleh karena TB,
 Erupsi obat
 Rhematoid

Bila gambaran klinis meragkan atau diperlukan konfirmasi


diagnosis pasti maka dapat dilakukan :
RR
Edema sel limfosit meningkat, sel endotelial, sel data kuman
6. Pemeriksaan Penunjang lepra hancur/jumlahnya menurun/tidak didapatkan lagi
ENL
Vasikulitis, neutrofil meningkat, sel endoteliat membengkak,
timbul fibrinoid disekeliling dan ditemukan kuman lepra
didalam dinding pembuluh darah

7. Konsultasi Tidak dilakukan konsultasi

RR berat dan ENL berat (Reaksi Kusta yang Berat)


8. Perawatan Rumah sakit

77
9. Terapi

Karena penyakit :
1. Cacat /deformitas
2. Gangguan ginjal
3. Gangguan penglihatan
10. Penyulit Karena Obat:
1. Ketergantungan kortikosteroid dan efek samping
pemakian kortikosteroid jangka panjang

KIE lisan dan tertulis


11. Informed Consent
Sembuh sempurna atau dengan komplikasi ringan
12. Hasil

13. Tindak lanjut Kontrol Poliklinik Kulit dan Kelamin

 Penjelasan tentang reaksi kusta


14. Edukasi  Istirahat cukup, makan-minum yang baik, minum obat
(Hospital Health Promotion) secara teratur
 Kontrol secara teratur
Ad Vitam : bonam
15. Prognosis Ad Sanationam : dubia ad malam
Ad Fungsionam : dubia ad malam

16. Tingkat Evidens IV

78
17. Tingkat Rekomendasi C

a. dr. Suswardana, M.Kes Sp.KK


18. Penelaah Kritis b. dr. Syarief H, Sp.KK
c. dr. Abdul Gayum, Sp.KK

19. Indikator Medis


Perbaikan Klinis :
Eritema berkurang, lesi baru tidak ada, nyeri saraf peripheral
berkurang, tidak ada demam

1. Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ,
Wolff K. Dermatitis Numularis in Fitzpatricks’s Dermatology
in General Medicine. Eight Eddition; New York: Mc Graw
Hill;2012.p. 3214-6.
20. Kepustakaan 2. Bryceson A. Leprosy. 3 ed; New York : 1990. P. 106-23.
3. Perdoski. Reaksi Kusta dalam Panduang Pelayanan Medis
Dookter Spesialin Kulit dan Kelamin Indonesia. Sekretariat
Perdoski, Jakarta : 2011.p.89-91.

79
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) TATA LAKSANA KASUS
SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN
RSAL Dr. MINTOHARDJO, JAKARTA
2016 - 2018

Exantema Viral (ICD 20 : B09)

Exantema viral adalah eritema generalisata yang disebabkan


1. Pengertian (Definisi) oleh infeksi virus.
 Keluhan kemerahan diseluruh badan yang timbul
mendadak didahului oleh gejala sistemik, meliputi: demam,
malaise, mialgia, mual, muntah, dan nyeri perut.
2. Anamnesis  Riwayat infeksi saluran napas sebelum timbul ruam
 Bisa disertai dnegan benjolan dileher (lymphadenopati)
 Angka kejadian meningkat tersering di suhu dingin.

 Gambaran lesi : makulopapular rash (maculopapular


3. Pemeriksaan Fisik eriteme) terkadang disertai ptekie.
 Predileksi generalisata

1. Sesuai kriteria anamnesis


4. Kriteria Diagnosis
2. Sesuai hasil pemeriksaan fisik dan predileksi

5. Diagnosis Kerja Exantema viral (ICD 10 : B09)


Reaksi hipersensitivitas obat (ICD 10 : T88.7)
6. Diagnosis Banding Penyakit Kawasaki (ICD 10 : M30.3)

7. Pemeriksaan Penunjang  Pemeriksaan darah rutin

Non Medikamentosa:
 Edukasi pasein bahwa kemerahan yang timbul diakibatkan
oleh infeksi virus
 Edukasi pasien untuk istirahat yang cukup dan konsumsi
makanan gizi seimbang
 Minum cukup 2L/hari
 Memakai masker bila pasien mengalami infeksi saluran
napas akut
8. Terapi Medikamentosa:
Topikal berupa:
 Emolien untuk koreksi kulit kering (VCO, minyak zaitun,
calamin)
Sistemik :
 Merupakan self limiting disease
 Pengobatan simptomatik antipiretik bila demam
(parasetamol 10-15mg/kgBB/6 jam atau Ibuprofen 5-
10mg/kgBB/4 jam)

80
 Antibitik bila dicerugai adanya infeksi sekunder oleh
bakteri.

 Penjelasan bahwa penyakit pasein disebabkan oleh


9. Edukasi infeksi virus
(Hospital Health Promotion)  Infeksi virus dapat sembuh sendiri hanya melalui
konsumsi makanan bergizi dan istirahat cukup.

Ad Vitam : ad bonam
10. Prognosis Ad Sanationam : ad bonam
Ad Fungsionam : ad dubia

11. Tingkat Evidens IV

12. Tingkat Rekomendasi C

a. dr. Suswardana, M.Kes Sp.KK


13. Penelaah Kritis b. dr. Abdul Gayum, Sp.KK

Kasus kasus exantema viral terdiagnosa secara akurat dan


14. Indikator Medis pasien rawat jalan atau rawat inap dilihat dari keadaan umum
dan ada atau tidaknya kesulitan makan dan minum.
Target 80% : Kasus kasus exantema viral terdiagnosa secara
akurat dan pasien rawat jalan atau rawat inap dilihat dari
keadaan umum dan ada atau tidaknya kesulitan makan dan
minum.

1. Habif TP, Campbell-Jr JL. Chapman MS, Dinulos JG, Zug KA.
Exanthems and Drug reaction in Skin Disease Diagnosis &
15. Kepustakaan
Treatment. Third Edition; New York: Elsevier,2011.p. 290-
300.

81
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) TATA LAKSANA KASUS
SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN
RSAL Dr. MINTOHARDJO, JAKARTA
2016 - 2018

PIODERMS (ICD 10: L08.0):


IMETIGO (ICD 10: L01), ABSES KULIT (ICD10 : L02.1),
FURUNKEL (ICD 10 : L02.92), KARBUNKEL (ICD 10 : L02), EKTIMA (ICD10 : L08.3),
FOLIKULITIS (ICD 10 : L73.9)

Pioderma adalah infeksi kulit (epidermis, dermis, dan subkutis)


yang disebabkan oleh bakteri gram postif dan golongan
stafilokokus atau strepkokus.
 Impetigo Krustosa adalah peradangan yang
memberikan gambaran vesikel yang dengan cepat
berubah menjadi ustul dan pecah sehingga menjadi
krusta kering kekuningan seperti madu. Predileksi
spesifik lesi terdapat di sekitar lubang hidung,mulut,
telinga dan anus.
 Impetigo bulosa adalah peradangan yang memberikan
gambaran vestkobulosa deng alesi bula hipopion (bula
berisi pus)
 Abses kulit merupakan kumpulan ous yang terakumulasi
di sebuah kavitas jaringan karena adanya proses infeksi
1. Pengertian (Definisi) (biasanya disebabkan oleh bakteri atau parasit) atau
karena adanya benda asing (misalnya serpihan, luka
peluru, atau jarum suntik)
 Furunkel adalah peradang folikel rambut dan jaringan
sekitarnya berupapaul, vesikel, atau pustul perifolikuler
dengan eritema disekitarnya dan disertai rasa nyeri.
 Karbunkel adalah kumpulan dari beberapa furunkel,
ditandai dengan beberapa furunkel yang berkonfluensi
membentuk nodus bersupurasi di beberapa puncak
 Ektima adalah peradanga yang menimbulkan kehilangan
jaringan dermis bagian atas (ulkus dangkal)
 Folikulitis adalah peradangan folikel rambut yang
ditandai dengan papul eritema perifolikuler dan rasa
gatal atau perih.

82
 Keluhan munculnya benjolan kecil yang gatal, berisi cairan
atau nanah, dasar dan pinggiran sekitarnya kemerahan.
Keluhan dapat meluas menjadi bengkak disertai rasa nyeri.
2. Anamnesis  Benjolan dapat pecah dan menjadi koreng yang
mengerering, keras dan llengket.
 Terdapat predisposisi faktor risiko seperti hygnie yang
kurang baik, defisiensi gizi, dan imunodefisiensi

 Lesi kulit berupa papul eritem, vesikel, pustul,bula


hipopion, krusta atau ulkus yang nyeri, dapat soliter atau
3. Pemeriksaan Fisik multiple.
 Predileksi sesuai tipe pioderma.

3. Sesuai kriteria anamnesis


4. Kriteria Diagnosis
4. Sesuai hasil pemeriksaan fisik

5. Diagnosis Kerja Pioderma (ICD 10 : L08.0)


Dermatitis kontak (ICD 10 : L25.0)
Dermatitis Seboroik (ICD 10 : L21)
6. Diagnosis Banding
Acne (ICD 10 : L70.0)

Pemeriksaan mikroskopik pewarnaan gram dan apusan cairan


7. Pemeriksaan Penunjang
sekret di daerah lesi

Non Medikamentosa:
 Terapi suportif meilputi : menjaga hygnitas, nutrisi tinggi
karbohidrat tinggi protein, dan stamina tubuh, istirahat
cukup.
Medikamentosa:
Topikal berupa:
 Bila banyak pus/krusta dilakukan kompres terbuka dengan
Kalium Permangat (PK) 1/5000 dan 1/10000
 Bila tidak tertutup pus/krusta, diberikan salep atau krim
asam fusidat 2% atau mupirosin 2%, dioleskan 2-3 kali
selama 7-10 hari.
8. Terapi
Sistemik :
 Antihistamin (bila pruritus hebat) cetirizine1x5-10 mg
 Terapi lini pertama :
- Diklosasilin : 250 -500 mg PO 4 x1 selama 5-7 hari
- Amoksisilin dengan asam klavulanat : 25 mg/kgBB 3 x1
 Terapi lini kedua :
- Azitromisin 1 x 500 m, kemudia 250mg dosis harian
selama 4 hari.
Insisi dan drainase :
 Abses
 Karbungkel dengan lesi yang besar, sangat nyeri, dan

83
fluktasi

 Penjelasan bahwa penyakit pasein disebabkan oleh


9. Edukasi infeksi bakteri
(Hospital Health Promotion)  Penjelasan tentang pencegahan penyakit dengan
menjaga kebersihan diri dan stamina tubuh
Ad Vitam : dubia ad bonam
10. Prognosis Ad Sanationam : ad bonam
Ad Fungsionam : ad dubia

11. Tingkat Evidens IV

C
12. Tingkat Rekomendasi

a. dr. Suswardana, M.Kes Sp.KK


13. Penelaah Kritis b. dr. Abdul Gayum, Sp.KK

14. Indikator Medis Kasus pioderma terdiagnosa secara akurat dan sembuh tanpa
komplikasi setelah rawat jalan selama 7-14 hari.
Target 80% : Kasus pioderma terdiagnosa secara akurat dan
sembuh tanpa komplikasi setelah rawat jalan selama 7-14 hari.
.

1. Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ,
Wolff K. Superficial Cutaneus Infections and Pyoderma in
Fitzpatricks’s Dermatology in General Medicine. Eight
Eddition; New York: Mc Graw Hill;2012.p. 3025-55
15. Kepustakaan
2. Perdoski. Pioderma dalam Panduan Pelayanan Medis
Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia. Sekretariat
Perdoski, Jakarta : 2011. p. 83-86.

84
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) TATA LAKSANA KASUS
SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN
RSAL Dr. MINTOHARDJO, JAKARTA
2016 - 2018

ERISIPELAS (ICD 10 : A46)

Eriseplas adalah selulitis superfisial yang disebabkan oleh


1. Pengertian (Definisi) infeksi bakteri, disertai keterlibatan pembuluh limfe
 Manifestasi kulit : nyeri, merah, dan bengkak
 Dapat disertai demam
2. Anamnesis  Kulit yang merah terasa lebih hangat dibandingkan yang
sehat disekitarnya

 Lesi kulit plak eritematous {peau d’orange) , berbatas tegas,


3. Pemeriksaan Fisik edema, dan nyeri bila ditekan.
 Pedileksi diektremitas bawah dan tau wajah

1. Sesuai kriteria anamnesis


4. Kriteria Diagnosis
2. Sesuai hasil pemeriksaan fisik

5. Diagnosis Kerja Pioderma (ICD 10 : L08.0)


Selulitis (ICD 10 : L03.9)
Dermatitis statis (ICD 10 : I83.1)
6. Diagnosis Banding
Dermatitis kontak iritas (ICD 10 : L24)

 Laju endap darah meningkat


7. Pemeriksaan Penunjang
 CRP (+)

Non Medikamentosa:
 Bed rest dan elevasi bila erisipelas terjadi dikaki
Medikamentosa:
Topikal berupa:
 Kompres NaCl 0,9% atau air dingin . Kompres dilakukan
sebanyak 3 kai sehari selama 30 menit
8. Terapi  Bila kering atau kronik atau likenfikasi, maka beri krim
kortikosteroid potensi sedang ( flusinolon acetonide),
emolien, Pimecrolimus dapat sebgaai pengganti
kortikosteroid topikal potensi lemah.
Sistemik :
 Antibiotik apektrim luas : Penisilin G intravena 1-2 juta
unit setiap 4-6 jam. Nafcilin intravena 2 gram setiap 4 jam,
85
Dicloxacilin 500mg diberika selama 4 jam sekali,
Amoksisilin 500mg diberika setiap 4 jam sekali.
 Antipiretik (parasetamol 10-15mg/kgBB/6 jam atau
Ibuprofen 5-10mg/kgBB/4 jam) bila demam
 Analgetik OAINS seperti : Asam mefenamat,
natrium/kalium diklofenak, meloxicam, dll.

 Penjelasan bahwa penyakit pasein disebabkan oleh


infeksi bakteri
9. Edukasi
 Penjelasan bahwa kombinasi obat-obatan yang
(Hospital Health Promotion)
dikonsumsi, dan istirahat dapat mempercepat
penyembuhan
Ad Vitam : dubia ad bonam
10. Prognosis Ad Sanationam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad dubia

11. Tingkat Evidens IV

C
12. Tingkat Rekomendasi

a. dr. Suswardana, M.Kes Sp.KK


13. Penelaah Kritis b. dr. Abdul Gayum, Sp.KK

14. Indikator Medis Kasus erisipelas terdiagnosa secara akurat dan sembuh tanpa
komplikasi setelah rawat jalan selama 7-14 hari.
Target 100% : Kasus erisipelas terdiagnosa secara akurat dan
sembuh tanpa komplikasi setelah rawat jalan selama 7-14 hari

1. Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ,
Wolff K. Non – Necrotizing Infections of dermis adn
Cutaneous Tissue in Fitzpatricks’s Dermatology in General
15. Kepustakaan
Medicine. Eight Eddition; New York: Mc Graw Hill;2012.p.
3072-84.

86
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) TATA LAKSANA KASUS
SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN
RSAL Dr. MINTOHARDJO, JAKARTA
2016 - 2018

ULKUS GENITALIS (ICD 10 : N48.5)

Ulkus genitalis adalah luka mengaung di area genital (vulva


vagina atau penis). Ulkus genitalis dapat juga ditemukan di
1. Pengertian (Definisi) daerah anus dan kulit sekitarnya. Disebabkan oleh infeksi atau
non infeksi meliputi infeksi menular seksual, trauma, iritasi,
alergi kontak.
 Keluhan adanya luka yang nyeri di sekitar kelamin,
perineum, ataupun anus
 Gejala predormal seperti rasa tidak nyaman kurang dari 48
2. Anamnesis jam sebelum muncul lesi, 5 hari sembelumnya timbul lesi
dapat terasa nyeri tajam di daerah gluteal, kaki, dan pinggul
 Riwayat penyakit herpes atau sifiliss

 Gamabaran Lesi : Ulkus disertai tepi eritem yang nyeri


3. Pemeriksaan Fisik  Jumlah soliter atau multipel
 Predileksi di daerah genital ( Vulva, penis, atau anus)

2. Sesuai kriteria anamnesis


4. Kriteria Diagnosis
3. Sesuai hasil pemeriksaan fisik dan predileksi

5. Diagnosis Kerja Ulkus genitakus (ICD 10 : N48.5)


Herpes genitalis ( ICD 10 : A60.0)
Sifilis ( ICD 10 : A53.9)
Chancroid (ICD 10 : A57)
6. Diagnosis Banding
Fixed Drug eruption (ICD 10 : L27.1)
Sexual trauma ( ICD 10 : )

 Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuia kecurigain


7. Pemeriksaan Penunjang penyebab ulkus genitali, meliputi : serologis HSV, serologi
sifilis, kultur untuk kecurigaan Haemophilus Ducrey

Prinsip

8. Terapi Membedakan ulkus genitalis oleh karena infeksi menular


seksual atau non infeksi menular seksual, tatalaksana kausatif,
kompres, dan pemberian obat analgetik atau anti inflamasi

87
Non Medikamentosa:
 Edukasi pasien untuk pemeriksaan penunjang apabila dari
anamnesi dan pemeriksaan fisik ditemukan kecurigaan
ulkus genitalis sebagai manifestasi klinis dari salah satu
infeksi menular seksual
 Edukasi pasien untuk puasa dalam melakukan hubungan
seksual selama masa pengobatan
 Edukasi pasien untuk melakukan hubungan seksual sehat
 Edukasi agar pasien memeriksaan pasangan seksnya
Medikamentosa:
Topikal berupa:
 Kompres povidon iodine 0,01% 3 kali sehari selama 30
menit
Sistemik :
 Pemberian acyclovir , vvalaclovir, famciclovir apabila
penyebabnya adalah HSV
 Pemberian antibiotik benzathine penisilin apabila
kecurigaan ulkus adalh Treponema pallidum
 Pemberian antibiotik seftriakson atau azitromisin atau
ciprofloksasin atau eritromicin bila Chancroid
 Antibiotik atau Antiinflamasi OAINS

 Penjelasan bahwa penyakit pasein bisa disebabkan oleh


9. Edukasi infeksi menular seksual atau non infeksi menular seksual
(Hospital Health Promotion)  Penjelasan kepada pasien untuk melakukan hubungan
seksual yang sehat.
Ad Vitam : dubia ad bonam
10. Prognosis Ad Sanationam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad dubia

11. Tingkat Evidens IV

C
12. Tingkat Rekomendasi

a. dr. Suswardana, M.Kes Sp.KK


13. Penelaah Kritis b. dr. Abdul Gayum, Sp.KK

14. Indikator Medis Kasus ulkus genitalis terdiagnosa dengan tepat dan menjalani
rawat jalan.
Target 80% : Kasus ulkus genitalis terdiagnosa dengan tepat
dan menjalani rawat jalan.

88
1. Roett MA, Mayor MT, Uduhiri KA. Diagnosis and
15. Kepustakaan
Management Ulcers. Am Fam Physician. 2012: 85;254-262.

89
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) TATA LAKSANA KASUS
SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN
RSAL Dr. MINTOHARDJO, JAKARTA
2016 - 2018

ALOPECIA AREATA ( ICD 10 : L63.9)

Alopecia areata adalah penyakit yang dimediasi oelh


imunologik dengan variasi yang tidak hanya pada wkatu onset
1. Pengertian (Definisi) awal kerontokan rambut tetapi pada durasi, panjangnya dan
pola kerontokan rambut selama beberapa episode dari
kerontokan aktif.
 Penyakit primer : psoroiasis vulgaris, perluasan dermatitis,
erupsi obat alergi dan keganasan
2. Anamnesis  Riwayat perjalanan penyakit dan kemungkinan penyakit
yang mendasarinya

 Bercak kerontokan rambut pada kulit kepala, alis dan


janggut serta bulu mata berbetuk bulat atau lonjong. Pada
tepi daerag botak, ada rambut yang terputus. Bila rambut
ini dicabut terlihat bulbus yang atrofi. Sisa rambut terlihat
3. Pemeriksaan Fisik sebagai tanda seru.
 Pada beberapa penderita, kelainan menjadi progresif
dengan terbentuknya bercak baru, sehingga terjadi alopesia
totalis.

4. Sesuai kriteria anamnesis


4. Kriteria Diagnosis
1. Sesuai hasil pemeriksaan fisik

5. Diagnosis Kerja Alopecia Areata ( ICD 10 : L63.9)


Tinea kapitis
Trikotilomania ( Alopecia Traumatik)
Alopesia Neoplastika
6. Diagnosis Banding
Lupus Eritomatosis stadium dini pada daerah kepala
Sifilis Stadium II

Laboratorium :
Darah rutin, Ureum-Kreatinin, Gula Darah Sewaktu
Histologi :
7. Pemeriksaan Penunjang
Rambut kebnayakan berada dalam fase anagen. Folikel rambut
terdapat dalam berbagai ukuran, tetapi lebih kecil dan tidak
matang., Bulbus rambut berada didalam dermis dan dikelilingi
oleh infiltrasi limfosit

90
1. Kortikosteroid Intralesi
Yang paling banyak digunakan : Hidrokortison asetat
25mg/ml dan triamsinolon asetonid 5 1- 10mg/ml
2. Kortikosteroid Topikal
Yang paling banyak digunakan adalah desoxymetasone
cream 0,25%, Betamethasone dipropionat 0,05%,
Clobetasol propionate oinment.
3. Kortikosteroid Sistemik
Pemberian oral dengan dosis 40mg sehari dapat
menumbuhakn rambut lag selama 4-6 minggu. Rambut
kemudian gugur kembali pada penurunan dosis
prednisolon. Pada sebagian penderita pertumbuhan
rambut dapat dipertahankan dengan dosis 10 mg
prednisolon sehari. Pengobatan ini tidak dianjurkan
mengingat efek samping pemakaian jangka panjang
kortikosteroid.
4. Minoksidil
Suatu vasodilator perifer yang poten, telah dicoba secara
topikal dengan hasil baik. Diperkirakan dapat
meningkatkan aliran darah ke folikel rambut, dengan
demikian merangsang pertumbuhan rambvut
5. Anthralin
Krim anthralin dengan konsentrasi 0,25% - 1% digunakan
8. Terapi sehari sekali
6. Dinitrocblorobenzene ( DNCB)
Digunakan untuk menimbulkan dermatitis kontak pada
kepala dan dapat menumbuhkan rambut pada alopesia
areata. Kerugiannya, gejala ermatitis kadang-kadang agak
berat dan terjadi perubahan warna rambut pada
pemberian berturut-turut.
7. PUVA ( Psoralen diikuti Penyinaran Ultra Violet )
Cara pengobatan ini dapat menghilangkan infiltrasi seel
peribulber pada alopesia areata yang diduga menjadi
penyebabnya. Pengobtan ini berhasil baik, tetapi kemudian
rambut rontok lagi, karena rambut yang baru tumbuh akan
menutupi kepala sehinga cahay tidak dapat mencapai
kepala dan selanjutnya pengobtaan tidak berguna lagi.
8. Siklosporin
Dengan dosis 6mg/kg/hari selama 12 minggu
9. Isoprinosin
Berfungsi dapat meningkatkan jumlah dan fungsi limfosi T
serta meningkatkan fungsi fagositosi. Dosis 50
mg/kgBB/hari dengan maksimal 3-5 g/hari
10. Golongan vitamin dan mineral
Vitamin B12 diberikan dengan dosis 1 mg/minggu/IM pada
bulan pertamaa, yang dilanjutkan dengan 1mg/bulan.
Biotin 150 mg/hari. Vitamin D dengan dosis 200-400

91
IU/hari. Vitamin B6 diberikan secara IM setiap hari selama
20-30 hari.
 Penjelasan tentang penyakit
9. Edukasi
 Penjelasan tentang pencegahan
(Hospital Health Promotion)
 Penjelasan tentang pengobatan
Ad Vitam : dubia ad bonam
10. Prognosis Ad Sanationam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam

11. Tingkat Evidens IV

12. Tingkat Rekomendasi C

a. dr. Suswardana, M.Kes Sp.KK


13. Penelaah Kritis b. dr. Syarief H, Sp.KK
c. dr. Abdul Gayum, Sp.KK

14. Indikator Medis Pasein dengan bercak kerontokan rambut setempat.


Target 80% : Psien dengan alopecia memberiakn perbaikan

a. Schmader KE, Oxman MN. Varicella and herpes


zooster in Fitzpatrick’s Dermatology in General
Medicine. Goldsmith New York: Mc Graw Hill:
2012. P 1391.
15. Kepustakaan
b. Perdoski. Herpes Zooster dalam Panduang
Pelayanan Medis Dookter Spesialin Kulit dan
Kelamin Indonesia. Sekretariat Perdoski, Jakarta
: 2011. P 166.

92
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) TATA LAKSANA KASUS
SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN
RSAL Dr. MINTOHARDJO, JAKARTA
2016 - 2018

MELASMA (ICD 10: L 81.1)

Melasma adalah hipermelanosis didapat pada wajah dan leher


yang berwarna cokelat muda atau cokelat tua yang
1. Pengertian (Definisi) dipengaruhi oleh faktor hormonal, pajanan sinar matahari,
kehamilan, genetik, pemakaian kontrasepsi oral, obat-obatan
dan kosmetik
 Bercak kecokelatan diwajah yang tidak terasa gatal dan
2. Anamnesis perih

 Terdapat lesi kecokelatan, makula dengan batas tidak


teratur dan simetris istribusi wajah
 Ada tiga pila utama distribusi dari lesi : sentrofasial (63
3. Pemeriksaan Fisik persen : dahi, hidung, dagu dan atas bibir), malar (21
persen : hidung dan pipi) dan bawah (16 persen:
mandibulae ramus).
a. Sesuai kriteria anmnesis
4. Kriteria Diagnosis b. Sesuai hasil pemeriksaan fisik

5. Diagnosis Kerja Melasma (ICD 10:L 81.1)


 Hiperpigmentasi pasca inflamasi (ICD 10 : L81.0)
 Freckles (ICD 10 : L81.2)
6. Diagnosis Banding  Lentigo senilis (ICD 10 : L81.4)
 Okronosis eksogen

7. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan dengan sinar wood


Non Medikamentosa :
 Hindari pajanan langsung sinar matahari mulai pukul
09.00 hingga pukul 15.00
 Menggunakkan tabir surya berspektrum luas dengan SPF
minimal 30 antara pukul 07.00 hingga pukul 16.00
 Menghilangkan faktor etiologi dan predisposisi antara
8. Terapi lain menghentikan pemakaian obat kontrasepsi oral,
menghindari obat atau bahan yang dapat menimbulkan
iritasi, menyarankan penghentian pemakaian kosmetik
yang sedang dipakai, menghindari pemakaian obat yang
dapat merangsang hiperpigmentasi. Memeriksa
kemungkinan adanya penyakit kulit lain atau penyakit

93
sistemik, dan memberikan pertimbangan alternatif
mengenai kegiatan sehari-hari/olahraga kepada
penderita baik mengenai waktu maupun kondisi
lingkungan

Medikamentosa :
Prinsip : memperlambat proliferasi melanosit,
menghambat pembentukan melanosom sehingga dapat
menyebabkan degradasi melanosom

Topikal berupa :
 Hidroquinolon 2%-5% (krim gel, losio)
 Asam retinoat 0,05%-0,1% (krim dan gel)
 Asam azeleat 20% krim
 Asam glikolat 8%-15% (krim, gel dan losio)
 Asam kojic 4%

Sistemik :
Dianjurkan bila pigmentasi meliputi daerah yang lebih
luas dan sampai ke dermis
 Asam askorbat
 Glutation

Bedah kimia :
Asam glikolat 20%-70%
Asam tricloroasetat 10%-30%
Jessner

9. Edukasi  Penjelasan tentang penyebab penyakit


(Hospital Health Promotion)  Penjelasan tentang pencegahan kekambuhan

Ad vitam : Ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam
10. Prognosis
Ad fungsionam : Ad bonam

11. Tingkat Evidens IV

12. Tingkat Rekomendasi C


a. dr. Suswardana, M. Kes, Sp.KK
b. dr. Syarief H., Sp.KK
13. Penelaah Kritis
c. dr. Abdul GAyum, Sp.KK

Kasus melasma terdiagnosis dengan tepat dan sembuh tanpa


komplikasi setelah terapu rawat jalan selama 30 hari. Target :
14. Indikator Medis 80% kasus melasma terdiagnosis dengan tepat dan sembuh
tanpa komplikasi setelah terapi rawat jalan selama 30 hari

94
23. Bauman L. Skin pigmentation and pigmentation disorder
in Cosmetic Dermatology: principles and practices.
Second Edition; New York: Mc Graw Hill; 2009. P.103
15. Kepustakaan
24. Perdoski, melasma dalam Panduan Pelayanan Medis
Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia, Sekretariat
Perdoski, Jakarta: 2011. P.158-9

95
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) TATA LAKSANA KASUS
SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN
RSAL Dr. MINTOHARDJO, JAKARTA
2016 - 2018

AKNE VULGARIS (ICD 10: L 70.0)

Acne vulgaris adalah peradangan kronik pada folikel


pilosebaseus, yang secara klinis ditandai dengan adanya
1. Pengertian (Definisi) komedo, papul, pustul, nodul kista pada daerah predileksi
seperti wajah, bahu, lengan atas, dada, dan punggung bagian
atas yang sering dijumpai pada usia remaja

2. Anamnesis  Jerawat dan keluhan kosmetik

 Lesi kulit berupa komedo hitam, atau putih, papul pustul,


nodul, kista, jaringan parut, hiperpigmentasi pasca
inflamasi
 Predileksi pada wajah, dada, bahu, punggung, lengan
bagian atas
 Terbagi atas gradasi ringan, sedang, dan berat
3. Pemeriksaan Fisik Gradasi ringan : komedo <20, lesi inflamasi <15, total lesi
<30
Gradasi sedang : komedo 20-100, lesi inflamasi 15-50, total
lesi 30-125
Gradasi berat : kista>5 atau komedo>100, lesi inflamasi
>50, totsl lesi >125
a. Sesuai kriteria anamnesis
4. Kriteria Diagnosis b. Sesuai hasil pemeriksaan fisik

5. Diagnosis Kerja Akne Vulgaris (ICD 10: L70.0)


 - Rosasea (ICD 10 : L71.9)
 - Erupsi acneiformis (ICD 10 : L27.0)
 - Dermatitis perioral (ICD 10 : L71.0)
6. Diagnosis Banding  - Folikulitis gram negatif (ICD 10 :L73.9)
 - Tinea Barbae (ICD 10 L : B 35.0)
 - Dermatitis seboroik (ICD 10 L21.0)
 - Keratosis pilaris (ICD 10 : L11.0)

7. Pemeriksaan Penunjang Ekscholeasi komedo


Non medikamentosa :
 Hindari pemencetan lesi dengan cara non higienis
 Lakukan perawatan kulit wajah
8. Terapi  Hindari pemakaian kosmetik komedogenik

Medikamentosa :
 Prinsip : pencegahan kepada erupsi yang lebih meluas

96
Derajat Ringan
Topikal : retinoid topikal atau agen keratolitik bisa ditambah
benzoil peroksida atau antibiotik topikal klindamisin gel 1,2%
atau gel 1,2% atau eritromisil sol 1%

Derajat Sedang :
Topikal : retinoid topikal dengan benzoil peroksida atau
antibiotik topikal, bisa ditambahkan antibiotik oral
Sistemik : antibiotik oral pilihan antara lain ; tetrasiklin 2 kali
500 mg/hari, doksisiklin 2 kali 50-100 mg/hari, minosiklin 2
kali 50-100 mg/hari, klindamisin 2-3 kali 150-300 mg/hari
Antibiotik diberikan minimal 6-8 minggu maksimal 12-18
minggu

Derajat Berat
Topikal : retinoid topikal ditambah benzoil peroksida dengan
antibiotik oral
Sistemik : isotretinoin oral 0,1-2 mg/kgBB/hari hingga dosis
kumulatif 120-150 mg/kgBB
9. Edukasi (Hospital Health  Penjelasan tentang penyebab penyakit
Promotion)  Penjelasan tentang pencegahan kekambuhan
Ad vitam : bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
10. Prognosis
Ad fungsionam : bonam

11. Tingkat evidens IV

12. Tingkat rekomendasi C


a. dr. Suswardana, M. Kes, Sp.KK
13. Penelaah kritis b. dr. Syarief H., Sp.KK
c. dr. Abdul GAyum, Sp.KK

Kasus akne vulgaris terdiagnosis dengan tepat dan sembuh


tanpa komplikasi setelah terapi rawat jalan selama 8 minggu.
14. Indikator medis Target : 80% kasus akne vulgaris terdiagnosis dengan tepat dan
sembuh tanpa komplikasi stelah terapi rawat jalan selama 18
minggu

1. Bauman L. Acne (type 1 sensitive skin) in Cosmetic


Dermatology: principles and practices. Second Edition;
New York: Mc Graw Hill; 2009. P.121-6
15. Kepustakaan
2. Perdoski, melasma dalam Panduan Pelayanan Medis
Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia, Sekretariat
Perdoski, Jakarta: 2011. P.155-6

97
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) TATA LAKSANA KASUS
SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN
RSAL Dr. MINTOHARDJO, JAKARTA
2016 - 2018

AKNE KONGLOBATA (ICD 10: L 70.1)

Akne konglobata adalah varian akne nodular berat yang sering


1. Pengertian (Definisi) terjadi padalaki-laki. Akne konglobata berbentuk seperti bola
dan berukuran besar
 Keluhan adanya jerawat yang meradang, berukuran besar,
nyeri dan memerah
2. Anamnesis  Banyak terjadi pada laki-laki dibandingka perempuan
 Riwayat keluarga akne konglobata

 Gambaran lesi : nodul yang besar disertai papul-papul,


pustul, komedo tertutup, abses, skar disekitarnya
3. Pemeriksaan Fisik  Predileksi didaerah wajah, leher, dada, punggung, bokong,
bahu, perut
 Jenis kelamin: laki-laki > perempuan
1. 1. Sesuai kriteria anamnesis
4. Kriteria Diagnosis 2. 2. Sesuai hasil pemeriksaan fisik dan preedileksi

5. Diagnosis Kerja Akne konglobata (ICD 10:L70.1)


 Folikulitis (ICD 10: L73.8)
6. Diagnosis Banding  Akne fulminan (ICD: L70.9)

7. Pemeriksaan Penunjang Tidak diperlukan pemeriksaan penunjang


Non medikamentosa :
 Edukasi bahwa jerawat pada pasien disebabkan oleh
homon androgen yang tinggi disertai infeksi P. Akne
 Edukasi bahwa skar yang telah ada bersifat menetap
 Edukasi bahwa apabila pasien berpotensi keloid, maka
akne konlobata dapat memicu keloid
 Edukasi mengenai sabun muka, diet, faktor psikis,
8. Terapi manipulasi (menekan dan memencet) dapat
menyebabkan radang dan mempebanyak akne
 Edukasi bahwa akne jenis ini merupakan akne yang
berat dan memerulukan waktu untuk sembuh

Medikamentosa :
Sistemik :
 Isotretinoid 0,1-2 mg/kgBB/hari selama 20 minggu

98
 Antibiotik (Doksisiklin, Minosiklin, Klindamisin) 6-8
minggu dan bila diperlukan diberikan korikosterois
sistemik (setara 0,5 mg/kgBB), short term 5-7 hari

Topikal
 Kompres dingin 3x30 menit
 Antibiotik jel (Klindamisin, Nadifloksasin, Metronidazol
atau Eritromisin)
 Keratolitik (turunan asam Vit A, Benzoil Peroksida/BPO)
 Lain-lain : Niasinamid
 Penjelasan bahwa penyakit pasien disebabkan oleh faktor
hormonal
9. Edukasi (Hospital Health
 Keadaan yang mempengaruhi peningkatan produksi
Promotion)
hormon androgen antara lain, meliputi : diet, pemakaian
sabun muka, faktor psikis
Ad vitam : bonam
Ad sanationam : dubia ad malam
10. Prognosis
Ad fungsionam : bonam

11. Tingkat evidens IV

12. Tingkat rekomendasi C


a. dr. Suswardana, M. Kes, Sp.KK
13. Penelaah kritis b. dr. Syarief H., Sp.KK
c. dr. Abdul GAyum, Sp.KK

 Kasus akne konglobata terdiagnosis dengan tepat dan


terkontrol menggunakkan terapi sistemik dan topikal
secara teratur selama 4 minggu
14. Indikator medis  Target : 100% kasus akne konglobata terdiagnosis
dengan tepat dan 80% nya terkontrol menggunakkan
terapi sistemik dan topikal secara teratur selama 4
minggu

1. Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ,
Wolff K. Syringoma in Fitzpatrick’s Dermatology in
General Medicine. Eight Edition; New York: Mc Graw
15. Kepustakaan Hill; 2012. P.1264-90
2. PERDOSKI. Akne Vulgaris dalam Panduan Pelayanan
Medis Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin. Jakarta. PP
PERDOSKI, 2011. P.155-7

99
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) TATA LAKSANA KASUS
SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN
RSAL Dr. MINTOHARDJO, JAKARTA
2016 - 2018

STRIAE ATROFI (ICD 10: L 90.6)

Striae atrofi adalah lesi atrofi berbentuk linier mengikuti garis


1. Pengertian (Definisi) lipatan kulit
Keluhan adanya garis lipatan kulit yang bersifat menetap, tidak
nyeri, mengganggu secara kosmetik, berwarna merah, merah
gelap, keabu-abuan atau putih dan lebih banyak ditemukan
pada wanita. Striae biasanya berkembang pada masa pubertas,
atau masa kehamilan
2. Anamnesis
Tempat predileksi pada wanita terjadi di dada, paha, bokong
dan panggul, sedangkan pada laki-laki didaerah bahu,
lumbosakral dan paha.

 Gambaran lesi ditempta predileksi sesuai jenis kelamin dan


lesi yang linier, multipel, tidak nyeri tekan, atrofi berwarna
3. Pemeriksaan Fisik merah, merah gelap, keabu-abuan dan putih.
 Predileksi sesuai jenis kelamin
3. 1. Sesuai kriteria anmnesis
4. Kriteria Diagnosis 4. 2. Sesuai hasil pemeriksaan fisik

5. Diagnosis Kerja Striae atrofi (ICD 10: L90.6)


 Keloid (ICD 10: L91.0)
6. Diagnosis Banding  Skar atrofi (ICD 10: L90.5)

7. Pemeriksaan Penunjang Tidak memerlukan pemeriksaan penunjang


Non medikamentosa
 Edukasi bahwa kelainan bersifat menetap
 Kelainan kulit yang dialami bukanlah sesuatu yang
berbahaya dan mengganggu secara medis, namun harus
diterima secara kosmetik

8. Terapi Medikamentosa :
Topikal berupa :
 Krim isotretinoin 0,1% untuk lesi baru.
 Kombinasi asam L-ascorbat 10% dan asam glikolat 20%
 Kombinasi isotretinoid 0,05% dan asam glikolat 20%

Sistemik :

100
Tidak memerlukan terapi sistemik

Intervensi : Laser untuk striae rubra


9. Edukasi (Hospital Health  Penjelasan bahwa kelainan kulit pasien bersifat menetap
Promotion)  Penjelasan tentang tujuan dan pengobatan
Ad vitam : bonam
Ad sanationam : ad malam
10. Prognosis
Ad fungsionam : ad malam

11. Tingkat evidens IV

12. Tingkat rekomendasi C


a. dr. Suswardana, M. Kes, Sp.KK
13. Penelaah kritis
b. dr. Abdul GAyum, Sp.KK

Kasus striae terdiagnosis secara akurat dan meyakinkan pasien


bahwa kelainan kulit yang terjadi bersifat menetap.
Pengibatan hanya untuk menyamarkan warna striae.
14. Indikator medis

Target : 100% Kasus striae terdiagnosis secara akurat dan


pasien dapat menerima penjelasan dokter

1. Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ,
Wolff K. Syringoma in Fitzpatrick’s Dermatology in
15. Kepustakaan General Medicine. Eight Edition; New York: Mc Graw Hill;
2012. P.1011-12

101
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) TATA LAKSANA KASUS
SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN
RSAL Dr. MINTOHARDJO, JAKARTA
2016 - 2018

XANTHELASMA (ICD 10: H 02.6)

Xanthelasma adalah tumor jinak, nodul, papul atau makula


1. Pengertian (Definisi) berwarna kekuningan yang disebabkan oleh deposit lemak di
lipatan mata (eyelid).
 Keluhan adanya benjolan kulit berwarna kekuningan di
daerah lipatan mata
 Riwayat hiperkolesterolemia atau hiperlipidemia
2. Anemnesis  Riwayat keluarga yang memiliki keluhan serupa atau
hiperlipidemia
 Tumor tidak nyeri, namun secar kosmetik mengganggu

 Gambaran lesi : nodul atau papul kekuningan, progresif


3. Pemeriksaan Fisik lambat, dan tidak nyeri.
 Predileksi diaerah lipatan mata
5. 1. Sesuai kriteria anamnesis
4. Kriteria Diagnosis 6. 2. Sesuai hasil pemeriksaan fisik dan predileksi

5. Diagnosis Kerja Xanthelasma (ICD 10: H02.6)


Xyringoma
Hyperplasia sebaseus
6. Diagnosis Banding
Neoplasma adneksa kulit

7. Pemeriksaan Penunjang Profil lipid


Non Medikamentosa :
 Edukasi bahwa penyakit pasien disebabkan oleh deposit
lemak
 Pasien berisiko tinggi mengalami hiperlipidemia
sehingga perlu dikonsulkan ke ahli penyakit dalam
untuk pemeriksaan lebih lanjut

8. Terapi Medikamentosa :

Topikal :
 Pemberian trichloroacetic acid yang diulang setiap 1
minggu sampai terjadi pelepasan

Intervensi : Bedah listrik, eksisi, bedah kuku

102
 Penjelasan bahwa penyakit pasien merupakan tumor
jinak yang disebabkan oleh deposit lemak
 Penjelasan bahwa penyakit pasien tidak berbahaya,
9. Edukasi (Hospital Health namun secara kosmetik mengganggu
Promotion)  Penjelasan bahwa penyakit pasien biasanya berhubungan
dengan hiperkolesterolemia sehinga asien dianjurkan
untuk pemeriksaan koleterol dan konsultasi kepada ahli
penyakit dalam
Ad vitam : ad bonam
Ad sanationam : ad bonam
10. Prognosis
Ad fungsionam : ad bonam

11. Tingkat evidens IV

12. Tingkat rekomendasi C


a. dr. Suswardana, M. Kes, Sp.KK
13. Penelaah kritis
b. dr. Abdul GAyum, Sp.KK

Kasus xanthelasma terdiagnosis secara akurat dan pasien


rawat jalan dapat mengalai perbaikan setelah dilakukan
intervensi berupa laser, eksisi, elektrodesikasi, bedah beku,
atau pemberian trichloroacetic acid.
14. Indikator medis

Target : 100% kasus xanthelasma terdiagnosis secara akurat


dan xanthelasma dapat hilang setelah dilakukan intervensi

16. Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ,
Wolff K. Xanthomatoses And Lipoprotein Disorder in
15. Kepustakaan Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Eight
Edition; New York: Mc Graw Hill; 2012. P.2275-80

103
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) TATA LAKSANA KASUS
SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN
RSAL Dr. MINTOHARDJO, JAKARTA
2016 - 2018

Stevens-Johnson Syndrome / SJS (ICD 10: L51.1)


Toxic Epidermal Necrolisis / TEN (ICD 10: L51.2)
SJS Overlap TEN (ICD 10: L51.3)

Erupsi kulit yang ditandai nekrolisis epidermal dapat melibatkan


mukosa mulut, anogenital, mata maupun kelainan di kulit.
1. Pengertian (Definisi) Biasanya disebabkan oleh alergi obat yang berat dan masuk
kategori gawat darurat kulit.

a. Riwayat menggunakan obat secara sistemik dengan


kronologis yang sesuai untuk masa sensitisasi dan elisitasi
2. Anamnesis reaksi alergi.
b. Kulit melepuh, dapat diisertai erosi di mukosa mulut, mata
dan genital.

a. Lesi kulit: patch eritema, papul, vesikel, bula, erosi,


ekskoriasi, krusta, dan/atau purpura.
b. Lesi mukosa mulut: stomatitis, ulkus, erosi.
3. Pemeriksaan Fisik c. Lesi mukosa mata: konjungtivitis kataralis sampai
purulenta, ulkus konjungtiva.
d. Lesi genital: erosi, ulkus.

a. Sesuai kriteria anamnesis


4. Kriteria Diagnosis b. Sesuai hasil pemeriksaan fisik

Stevens Johnson Syndrome / SJS (ICD 10: L51.1 )


5. Diagnosis Kerja Toxic Epidermal Necrolisis / TEN (ICD 10: L51.2)
SJS Overlap TEN (ICD 10: L51.3)

a. Erupsi obat generalisata (ICD 10 : L27.0)


6. Diagnosis Banding b. Pemfigus Vulgaris (ICD 10 : L10.0)

a. Darah lengkap (ICD 9CM: 90.59)


b. Gula darah sewaktu (ICD 9CM: 90.59)
7. Pemeriksaan Penunjang c. Protein total, Albumin, Globulin (ICD 9CM: 90.59)
d. SGOT, SGPT, BUN, Kreatinin (ICD 9CM: 90.59)

Sistemik :
a. Hentikan obat yang dicurigai.
8. Terapi
b. Infus NaCl 0,9%/RL 20 tetes/menit selama 7 hari.
c. Kortikosteroid intravena setara prednison dosis awal 1-3

104
mg/kgBB/hari, dilakukan tappering off bertahap dengan
pengurangan dosis steroid 20% dari dosis sebelumnya
tergantung keadaan pasien, sampai sembuh.
d. Gentamicin 80 mg/12 jam intravena bila tidak ada
gangguan fungsi ginjal, sampai steroid dibawah 40 mg/hari
setara Prednison.

Topikal :
1. Kompres Nacl 0,9 % selama 15 menit pagi dan sore di
daerah erosi.

9. Edukasi  Penjelasan tentang obat-obat penyebab penyakit


(Hospital Health Promotion)  Penjelasan tentang bahaya alergi obat
 Diberikan kartu catatan alergi obat
Ad vitam : dubia ad bonam
10. Prognosis Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam

11. Tingkat Evidens IV

12. Tingkat Rekomendasi C

a. dr. Suswardana, M.Kes Sp.KK


13. Penelaah Kritis b. dr. Syarief Hidayat, Sp.KK
c. dr. Abdul Gayum, Sp.KK

- Pasien SJS sembuh tanpa komplikasi setelah dirawat selama


7 hari.
- Pasien SJS Overlap TEN dan TEN sembuh tanpa komplikasi
setelah dirawat selama 14 hari.
14. Indikator Medis
- Target: 80% Pasien SJS sembuh tanpa komplikasi setelah
dirawat selama 7 hari
- Target: 80% SJS Overlap TEN dan TEN sembuh tanpa
komplikasi setelah dirawat selama 14 hari.

a. Valeyrie-Allanore L, Roujeau JC. Epidermal Necrolysis


(Stevens-Johnson Syndrome and Toxic Epidermal
Necrolysis) In: Goldsmith LA,Katz SI,Gilchrest BA,Paller
15. Kepustakaan AS,Leffell DJ,Wolff K: Fitzpatrick’s Dermatology in General
Medicine. Eight Edition. New York: Mc Graw Hill. 2012;
p.439-48.

105
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) TATA LAKSANA KASUS
SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN
RSAL Dr. MINTOHARDJO, JAKARTA
2016 - 2018

KERATOSIS SEBORRHEIC (ICD 10: L82)


INFLAMED KERATOSIS SEBORRHEIC (ICD 10: L82.0)
OTHER KERATOSIS SEBORRHEIC (ICD 10: L82.1)

1. Pengertian (Definisi) Tumor jinak epidermis dengan akantosis dan keratosis


1. Riwayat terpapar sinar matahari
2. Penderita yang sama dalam keluarga
2. Anemnesis
3. Progresifitas dari tumor

1. Lesi kulit : Makula/papula, coklat atau hitam, berbatas


tegas, permukaan tidak rata, lesi kulit membentuk pola
3. Pemeriksaan Fisik “Christmas tree”, adanya kista pseudohorn, dan
hyperkeratosis.
2. Sumbatan folikel
7. 1. Sesuai kriteria anamnesis
4. Kriteria Diagnosis 8. 2. Sesuai hasil pemeriksaan fisik
1. 1. Keratosis Seborrheic (ICD 10: L82)
2. Inflamed Keratosis Seborrheic (ICD 10: L82.0)
5. Diagnosis Kerja
2. 3. Other Keratosis Seborrheic (ICD 10: L82.1)
1. Nevus melanositik (ICD 10 :D22)
2. Karsinoma sel basal (ICD 10: C44.91)
6. Diagnosis Banding
3. Melanoma maligna (ICD 10:C43)

7. Pemeriksaan Penunjang Biopsy (ICD 10:86.1)


Tindakan :
1. Bedah listrik
8. Terapi 2. Bedah beku
3. Bedah laser
 Evaluasi tumor (curiga keganasan)
9. Edukasi (Hospital Health
 Menunggu hasil dari histopatologi
Promotion)
 Mengurangi paparan dari sinar matahari
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
10. Prognosis
Ad fungsionam : dubia ad bonam

106
11. Tingkat evidens IV

12. Tingkat rekomendasi C


1. dr. Suswardana, M. Kes, Sp.KK
13. Penelaah kritis
2. dr. Abdul GAyum, Sp.KK

- Memantau terjadinya rekurensi


14. Indikator medis
- Evaluasi hasil biopsy

1. Elder D, Eletritsas R, Jaworsky C, John B Jr, editor.


Lever’s Histopathology of the skin. Edisi ke-8.
Philadelphia; Lippincott-Roven,1977.
2. Wolff K Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS,
15. Kepustakaan Leffel DJ, Wolff K. Fitzpatrick’s Dermatology in General
Medicine. Edisi ke-&. New York: Mc Graw Hill; 2008
3. PERDOSKI. Panduan Pelayanan Medis Dokter Spesialis
Kulit dan Kelamin. Jakarta;PP PERDOSKI,2011

107
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) TATA LAKSANA KASUS
SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN
RSAL Dr. MINTOHARDJO, JAKARTA
2016 - 2018

NEVUS PIGMENTOSUS (ICD 10: D22)

Nevus pigmentosus adalah tumor jinak melanosit yang tersusun


1. Pengertian (Definisi) dari sel-sel nevus, yang berpotensi jadi melanoma maligna
1. Terdapat benjolan yang sewarna kulit sampai kehitaman
2. Terjadi disemua bagian kulit tubuh, termasuk membran
2. Anamnesis
mukosa dekat permukaan tubuh

1. Lesi dpaat datar, papuler atau papilomatosa, biasanya


berukuran 2-4 mm
2. Dapat bervariasi dari sebesar peniti sampai sebesar telapak
3. Pemeriksaan Fisik tangan
3. Pigmentasi juga bervariasi dari warna kulit sampai coklat
kehitaman
9. 1. Sesuai kriteria anamnesis
10. 2. Sesuai hasil pemeriksaan fisik
4. Kriteria Diagnosis
11. 3. Sesuai hasil pemeriksaan penunjang
3. Nevus pigmentosus
5. Diagnosis Kerja
1. Lentigo solaris (ICD 10: C43.9)
6. Diagnosis Banding 2. Keratosis seboroik
 Dermoskopi
7. Pemeriksaan Penunjang  Histopatologi
 Surface microscopy
 Bedah eksisi
 Elektrodesikasi
8. Terapi  Cryotherapy
 Dermabrasi
 Laser
 Penjelasan tentang penyakit
9. Edukasi (Hospital Health
 Penjelasan tentang terapi
Promotion)
 Penjelasan tentang prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
10. Prognosis
Ad fungsionam : dubia ad bonam

108
11. Tingkat evidens IV

12. Tingkat rekomendasi C


a. dr. Suswardana, M. Kes, Sp.KK
13. Penelaah kritis b. dr. Syarief H., Sp,KK
c. dr. Abdul Gayum, SpKK

Kasus Nevus Pigmentosus terdiagnosis dengan tepat dan


sembuh setelah terapi secara rawat jalan selama 14 hari
14. Indikator medis Target : 80% kasus nevus pigmentosus tanpa kompikasi
terdiagnosis dengan tepat dan sembuh setelah terapi
secara rawat jalan selama 14 hari

a. Schmader KE, Oxman MN. Varicella and herpes zooster in


Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Goldsmith
LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, Wolff K. 8th ED;
New York: Mc Graw Hill; 2012. P.1992
b. PERDOSKI. Panduan Pelayanan Medis Dokter Spesialis
15. Kepustakaan
Kulit dan Kelamin. Jakarta;PP PERDOSKI,2011. p.183
c. Elder D, Eletritsas R, Jaworsky C, John B Jr, editor. Lever’s
Histopathology of the skin. Edisi ke-8. Philadelphia;
Lippincott-Roven,1977.

109
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) TATA LAKSANA KASUS
SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN
RSAL Dr. MINTOHARDJO, JAKARTA
2016 - 2018

KELOID (ICD 10: L91.0)

1. Pengertian (Definisi) Tumor pasca trauma, jaringan ikat melebihi batas luka
1. Riwayat trauma
2. Kadang-kadang terasa gatal dan nyeri
2. Anamnesis
3. Riwayat genetik

1. Karakteristik fisik dari keloid adalah bergantung dari lokasi


anatomi
2. Lesi mulai dari papul-paul kecil sampai bentuk tuor besar
yang pedunkulasi
3. Bentuk mungkin bervariasi dari bentuk datar, penonjolan
3. Pemeriksaan Fisik simetris dengan tepi reguler sampai penonjolan ireguler
yang menyerupai cakar kuku dari massa yang tidak datar
4. Warna yang bervariasi berkisar dari sedikit eritematos pada
lesi yang baru sampai keunguan yang keras pada lesi yang
matur
12. 1. Sesuai kriteria anamnesis
4. Kriteria Diagnosis 13. 2. Sesuai kriteria pemeriksaan fisik
4. Keloid (ICD 10: L91.0
5. Diagnosis Kerja
1. Skar hipertropik (L91.0)
6. Diagnosis Banding
7. Pemeriksaan Penunjang  Histopatologi
Medikamentosa :
Topikal berupa :
 Ekstrak cantella asiatica
 Steroid topikal
 Silikon gel
8. Terapi
Tindakan :
 Injeksi kortikosteroid intralesi
 Bedah beku
 Bedah pisau
 Bedah laser
9. Edukasi (Hospital Health  Penjelasan tentang penyebab penyakit
Promotion)  Mencegah timbulnya trauma pada kulit
Ad vitam : ad bonam
10. Prognosis

110
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : ad bonam

11. Tingkat evidens IV

12. Tingkat rekomendasi C


1. dr. Suswardana, M. Kes, Sp.KK
13. Penelaah kritis 2. dr. Syarief H., Sp,KK
3. dr. Abdul Gayum, SpKK

Pasien keloid dapat terdiagnosis secara akurat dan ukuran dari


lesi keloid dapat berkurang dengan kontrol dan rawat jalan tiap
bulan
14. Indikator medis

Target : 80% pasien keloid mengalami perbaikan pada lesi


dalam 6 bulan

1. PERDOSKI. Panduan Pelayanan Medis Dokter Spesialis


Kulit dan Kelamin. Jakarta;PP PERDOSKI,2011. p.16
2. Bennett, R.G., Surgical complication, in Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine. Goldsmith LA, Katz SI,
15. Kepustakaan Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, Wolff K. 8th ED; New York:
Mc Graw Hill; 2012. P.4216-7
3. Rosen, N., S.C. Bernstein, and R.K. Roeinigk, J.L. Ratz, and
H.H. Roenigk, Editors. 2007, Informa: New York.p.425-598

111
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) TATA LAKSANA KASUS
SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN
RSAL Dr. MINTOHARDJO, JAKARTA
2016 - 2018

SYRINGOMA (ICD 10: D23)

Syringoma adalah adenoma jinak dari kelenjar keringat (ekin).


1. Pengertian (Definisi) Syringoma berukuran 1-2 mm, berwarna kekuningan,
berbentuk papul. Syringoma muncul saat pubertas
 Keluhan adanya benjolan multipel berukuran 1-2 mm,
menyebar, tidak nyeri dan tidak gatal.
 Terjadi pada usia pubertas
 Pasien mengeluh mengganggu secara kosmetik
2. Anamnesis
 Pasien memiliki riwayat diabetes
 Riwayat keluarga syringoma
 Terjadi terutama pada perempuan

 Gambaran lesi : papul multipel berwarna kekuningan, tidak


nyeri, tidak gatal dan simetris (bilateral)
 Predileksi di area periorbita bilateral. Area lain, meliputi:
3. Pemeriksaan Fisik scalp, axilla, perut, kening, penis dan vulva
 Jenis kelamin : perempuan
 Insidensi meningkat pada pasien sindrom down, Marfan,
ehler Danlos, Nicola Balus
14. 1. Sesuai kriteria anamnesis
4. Kriteria Diagnosis 15. 2. Sesuai hasil pemeriksaan fisik dan predileksi
5. Syringoma (ICD 10:D23)
5. Diagnosis Kerja
Xanthelasma (ICD 10:H02.6)
6. Diagnosis Banding
Tidak diperlukan pemeriksaan penunjang
7. Pemeriksaan Penunjang
Non medikamentosa :
 Edukasi bahwa penyakit pasien adalah tumor jinak yang
berkaitan dengan pubertas dan faktor keturunan
 Edukasi bahwa penyakit pasien tidak ganas, mengganggu
8. Terapi secara kosmetik, dan memerlukan intervensi untuk
menghilangkannya

Intervensi : bedah listrik, eksisi, cryosurgery, dermabrasi atau


pemberian trichloroacetic acid.
 Penjelasan bahwa kelainan kulit pasien merupakan tumor
9. Edukasi (Hospital Health jinak yang mengganggu secara kosmetik
Promotion)  Penjelasan bahwa belum ada pengobatan oral atau topikal
yang bermakna menghilangkan syringoma
Ad vitam : ad bonam
10. Prognosis

112
Ad sanationam : ad bonam
Ad fungsionam : ad bonam

11. Tingkat evidens IV

12. Tingkat rekomendasi C


1. dr. Suswardana, M. Kes, Sp.KK
13. Penelaah kritis
2. dr. Abdul Gayum, SpKK

Kasus syringoma terdiagnosis secara akurat dan pasien rawat


jalan dapat mengalami perbaikan setelah dilakukan intervensi
berupa laser, eksisi, bedah listrik, cryosurgery, atau pemberian
trichloroacetic acid
14. Indikator medis

Target : 100% kasus syringoma terdiagnosis secara akurat dan


80% nya mengalami perbaikan setelahdilakukan intervensi
sesuai pilihan

1. Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ,
Wolff K. Syringoma in Fitzpatrick’s Dermatology in General
Medicine. 8th ED; New York: Mc Graw Hill; 2012. P.1921-23
15. Kepustakaan
2. PERDOSKI. Panduan Pelayanan Medis Dokter Spesialis
Kulit dan Kelamin. Jakarta;PP PERDOSKI,2011. p.188

113
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) TATA LAKSANA KASUS
SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN
RSAL Dr. MINTOHARDJO, JAKARTA
2016 - 2018

DERMATITIS VENENATA (ICD 10: L23.7)

Dermatitis venenata atau dermatitis Paederus adalah suatu


bentuk dari dermatitis kontak iritan akut yang ditandai oleh lesi
1. Pengertian (Definisi) eritemabullosa yang terjadi tiba-tiba pada area yang terpapar
dari tubuh. Penyakit ini disebabkan pederin, toksin yang
disekresi oleh serangga dari genus Paederus
1. Rasa menyengat dan terbakar pada lesi
2. Riwayat gigitan serangga
3. Kasus yang berat biasa disertai demam, neuralgia, athralgia
dan muntah
2. Anamnesis
4. Dapat terjadi pada berbagai area pada tubuh termasuk wajah
dan genital
5. Jika mengenai daerah periorbital dapat terjadi konjungtivitis

1. Kasus ringan: eritema


2. Kasus sedang ; eritema disetai vesikel dan bulla dalam
beberapa hari diikuti tahap skuamosa ketika bulla mengering
dalam beberapa minggu dan kemudia terjdi deskuamasi
3. Pemeriksaan Fisik meninggalkan bercak hipo/hiperpigmentasi
3. Kasus berat : bulla meluas
4. Lesi khas : bentuk linier
5. Terdapat kissing lesion
16. 1. Sesuai kriteria anamnesis
4. Kriteria Diagnosis 17. 2. Sesuai hasil pemeriksaan fisik
6. Dermatitis venenata (ICD 10: L.23.7)
5. Diagnosis Kerja
a. Dermatitis kontak iritan
6. Diagnosis Banding b. Herpes zoster
 Pemeriksaan tes Tzank
7. Pemeriksaan Penunjang  Pemeriksaan histopatologi
Non medikamentosa :
 Terapi awal dengan menghilangkan bahan iritan dengan
mencuci area yang terkena dengan sabun dan air
 Area yang terdapat bulla harus dikompre dingin
8. Terapi
Medikamentosa :
Topikal berupa:
 Sesuai dengan gambran klinis

114
 Steroid topikal

Sistemik:
 Simtomatis sesuai gejala dan gambaran klinis
 Antibiotik oral

 Penjelasan tentang penyebab penyakit


 Penjelasan tentang bagaimana menghindari bahan yang
menjadi penyebab
 Jika insekta Paederus mengenai kulit harus disingkirkan
9. Edukasi (Hospital Health dengan alat
Promotion)  Area yang terkena harus dicuci dengan sabun dan air
 Jika mengenai pakaian harus dicuci bersih
 Pintu dan jendela rumah harus ditutup rapat untuk
mengurangi insekta masuk kedalam ruangan
 Lampu harus dimatikan
Ad vitam : ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
10. Prognosis
Ad fungsionam : ad bonam

11. Tingkat evidens IV

12. Tingkat rekomendasi C


a. dr. Suswardana, M. Kes, Sp.KK
13. Penelaah kritis b. dr. Syarief H., Sp,KK
c. dr. Abdul Gayum, SpKK

Kasus dermatitis venenata terdiagnosis secara akurat


penyebabnya dan sembuh tanpa komplikasi setelah terapi
rawat jalan selama 2 minggu
14. Indikator medis
Target : 80% pasien dermatitis venenata dapat terdiagnosis
secara akurat penyebabnya dan sembuh tanpa komplikasi
setelah terapi rawat jalan selama 2 minggu.

a. Mammino JJ. Paederus dermatitis. J Clin Aesthet Dermatol.


Vol 4;2011.p44-6
b. Taneja A, Nayak S, Shenoi SD. Clinical and epidemiological
15. Kepustakaan
study of Paederus dermatitis in Manipal, India. JPAD.
2013;23(2).133-8

115
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) TATA LAKSANA KASUS
SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN
RSAL Dr. MINTOHARDJO, JAKARTA
2016 - 2018
DERMATITIS SEBOROIK (ICD10: L21)
Penyakit kulit yang didasari oleh faktor konstitusi dengan predileksi di
1. Pengertian (Definisi)
daerah seboroik
Pada bayi dan anak terdapat bercak kemerahan relatif tidak gatal yang
dapat menebal dengan sisik dan berminyak pada daerah sebore, yaitu
wajah, terutama alis & nasolabial, kulit kepala, disekitar telinga, dada,
atau ketiak, pusar dan lipatan paha
2. Anamnesis
Pada dewasa kulit kering dan bersisik pada daerah sebore terutama
daerah berambut bula atau kepala. Gatal terutama bila berkeringat
atau udara panas.
Gejala dan tanda berjalan lambat/kronik, makin meluas perlahan
1. Bayi dan anak-anak : patch eritema dengan skuama dan krusta
berminyak. Pada scalp krusta menebal dan menyerupai topi
(craddle cap)
3. Pemeriksaan Fisik 2. Dewasa : lesi sama dengan bayi dan anak-anak akan tetapi
kelainan kulit lebih kering
3. Pada dermatitis seboroik yang berat lesi dapat meluas menjadi
eritoderma, atau bentuk psoriasiform (skuama yang tebal)
1. Sesuai kriteria anamnesis
4. Kriteria Diagnosis
2. Sesuai hasil pemeriksaan fisik
5. Diagnosis Kerja Dermatitis seboroik (ICD 10: L21)
1. Pada bayi : dermatitis atopic, penyakit Letterer-Siwe
6. Diagnosis Banding 2. Pada dewasa : psoriasis
3. Pada area lipatan: dermatitis interriginosa, kandidosis kutis
7. Pemeriksaan Penunjang Tidak ada pemeriksaan penunjang khusus untuk diagnosis
Nonmedikamentosa
8. Terapi  Hindari faktor pencetus dan faktor yang memperberat
 Perbaiki pola hidup, terutama makanan berlemak/pedas, hidup

116
seimbang
Medikamentosa
 Prinsip
Menghilangkan dan mengeluarkan skuama dan krusta,
menghambat kolonisasi jamur, mengkontrol infeksi sekunder,
mengurangi eritema dan gatal
 Topikal
Bayi
Skalp : untuk mengangkat krusta dengan asam salisilat 3% dalam
minyak olive/kelapa atau vehikulum yang larut dalam air, kompres
minyak olive/kelapa hangat; aplikasi steroid potensi lemah
(hidrokortison 1%) krim atau lotion selama beberapa hari; shampoo
imidazol; shampoo bayi; perawatan kulit umum dengan emolien,
krim, atau pasta lunak.
Intertriginosa: kliokuinol 0,2-0,5% dalam lotion atau minyak seng.

Dewasa
Skalp: shampoo selenium sulfide 1,0-2,5%, ketokonazol 2%, zink
pyrithione, benzoil peroksida, asam salisilat, tar.
Krusta atau skuama: aplikasi semalaman glukokortikoid atau asam
salisilat dalam vehikulum yang larut dalam air, atau secara oklusif

Wajah atau badan: hidrokortison 1% salap atau krim

Otitis eskterna seboroik: glukokortikoid potensi lemah salap atau


krim
Untuk pemeliharaan: solusio aluminium asetat 1 atau 2 kali sehari.
Pimekrolimus topical juga efektif

Blefaritis seboroik: kompres hangat, debridement halus dengan


aplikator berujung kapas, dan shampoo bayi satu atau beberapa

117
kali sehari. Antibiotik topikal berupa natrium sulfacetamide
ophthalmic ointment. Untuk penggunaan preparat mata yang
mengandung glukokortikoid sikonsulkan ke spesialis mata. Jika
Demodex folliculcrum ditemukan dalam jumlah banyak, dapat
digunakan krotamiton, permetin, benzil benzoate.
 Pilihan terapi
Antijamur
Topikal: imidazol (ketokonazol 2%, itrakonazol, mikonazol,
flukonazol, ekonazol, bifonazol, klimbazol, siklopiroks,
siklopiroksolamin, butenafin 1% krim.
Oral: ketokonazol, itrakonazol, terbinafin.

Metronidazol
Topikal: metronidazole 1-2% (gel, krim), 0,75% (lotion), 1 atau 2 kali
sehari
 Penjelasan tentang penyebab dan faktor predisposisi penyakit
9. Edukasi
 Penjelasan tentang cara pemakaian obat
(Hospital Health Promotion)
 Penjelasan tentang pencegahan kekambuhan
Ad vitam : bonam
10. Prognosis Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : bonam
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi C
1. dr. Suswardana, M.Kes, Sp.KK

13. Penelaah Kritis 2. dr. Abdul Gayum, Sp.KK


3. dr. Syarief Hidayat, Sp.KK
Dermatitis seboroik terdiagnosis dengan tepat dan mencapai
kesembuhan klinis (tanpa rekurensi/komplikasi) selama 1 minggu

14. Indikator Medis terapi.


Target: 80% kasus dermatitis seboroik terdiagnosis dengan tepat dan
mencapai kesembuhan klinis (tanpa rekurensi/komplikasi) selama 1

118
minggu terapi.

1. Collins CD, Hivnor C. Seborrheic Dermatitis. In: Goldsmith


LA,Katz S, Gilchrest BA,Paller AS,Leffell DJ, Wolff K. Editors. in
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine.8 ed; New York:

15. Kepustakaan Mc Graw Hill; 2012. P.389-400.


2. Perdoski, Dermatitis Seboroik dalam Panduan Pelayanan Medis
Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia, Sekretariat
Perdoski, Jakarta: 2011. p.13-5.

119
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) TATA LAKSANA KASUS
SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN
RSAL Dr. MINTOHARDJO, JAKARTA
2016 - 2018
DERMATITIS ATOPI (ICD10: L20.0)
Dermatitis atopi adalah merupakan peradangan kulit kronik, sangat
gatal, hilang timbul, dipengaruhi oleh faktor lingkungan, dan berkaitan
1. Pengertian (Definisi)
erat dengan penyakit atopi organ lain pada penderita sendiri atau
keluarganya.
 Pruritus intens, biasanya sesekali dalam sehari, memburul diawal
sore dan malam hari. Sering kambuh terutama terjadi pada anak
2. Anamnesis
dan bayi. Riwayat atopi (rhinitis alergi, asma bronchial,
dermatitis atopik)
 Pada fase akut, gatal hebat, tampak erosi, ekskoriasi dengan
eksudat serosa atau papul eritematosa vesikel dengan dasar
kemerahan.

3. Pemeriksaan Fisik  Fase subakut didapatkan gambaran lesi khas berupa skuama
atau plak eritem
 Fase kronik lesi berupa plak tebal, likenifikasi dan papul fibrotic,
lesi sekunder bisa ditemukan akibat garukan
1. Sesuai kriteria anamnesis

4. Kriteria Diagnosis 2. Sesuai hasil pemeriksaan fisik


3. Kriteria Hanifin dan Radjka

5. Diagnosis Kerja Dermatitis seboroik (ICD 10: L21)


1. Dermatitis kontak alergi (ICD 10 :L23)
6. Diagnosis Banding 2. Dermatitis seboroik (Pada fase infantil)(ICD 10 : L21)
3. Dermatitis numularis (pada fase anak/dewasa)(ICD 10: L30.0)
7. Pemeriksaan Penunjang Tidak ada pemeriksaan penunjang khusus
Nonmedikamentosa
 Hindari faktor pencetus
8. Terapi
 Perawatan kulit dengan memakai pelembab
 Suportif terhadap stress yang dihadapi

120
Medikamentosa
 Prinsip: Mengurangi pruritus, menekan inflamasi dan infeksi.

 Topikal berupa:
1. Topikal (2x sehari)
 Pada lesi di kulit kepala, diberikan kortikostreoid topical, seperti :
Desonid krim 0.05% (catatan: bila tidak tersedia dapat digunakan
fluosinolon asetonidkrim 0.025%) selama maksimal 2 minggu.
 Pada kasus dengan manifestasi klinis likenifikasi dan
hiperpigmentasi, dapat diberikan golongan betametason valerat
krim 0.1% atau mometason furoat krim 0.1%).
 Pada kasus infeksi sekunder, perlu dipertimbangkan pemberian
antibiotic topical atau sistemik bila lesi meluas

Sistemik:
 Antihistamin sedatif yaitu: hidroksisin (2x1 tablet) selama
maksimal 2 minggu, atau
Loratadine 1x10mg/hari atau antihistamin non sedatif lainnya selama
maksimal 2 minggu
9. Edukasi  Penjelasan tentang penyebab penyakit
(Hospital Health Promotion)  Penjelasan tentang pencegahan kekambuhan
Ad vitam : bonam
10. Prognosis Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : bonam
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi C
4. dr. Suswardana, M.Kes, Sp.KK

13. Penelaah Kritis 5. dr. Syarief H, Sp.KK


6. dr. Abdul Gayum, Sp.KK

121
Kasus dermatitis atopic terdiagnosis dengan tepat dan sembuh tanpa
komplikasi setelah terapi rawat jalan selama 7 hari
14. Indikator Medis
Target: 80% kasus dermatitis atopic terdiagnosis dengan tepat dan
sembuh tanpa komplikasi setelah terapi rawat jalan selama 7 hari
1. Goldsmith LA,Katz S, Gilchrest BA,Paller AS,Leffell DJ, Wolff K.
Atopic Dermatitis in Fitzpatrick’s Dermatology in General
Medicine.Eight ed; New York: Mc Graw Hill; 2012. p.261-83
15. Kepustakaan
2. Perdoski, Dermatitis Atopik dalam Panduan Pelayanan Medis
Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia, Sekretariat
Perdoski, Jakarta: 2011. p.9-10

122
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) TATA LAKSANA KASUS
SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN
RSAL Dr. MINTOHARDJO, JAKARTA
2016 - 2018

DERMATITIS PERIORAL (ICD 10: L 71.0)

Dermatitis perioral adalah dermatitis yang ditandai dengan


5. Pengertian (Definisi) papul dan pustul yang kecil dan diskret dengan distribusi
periorfisial, terutama disekitar mulut.
 Kemerahan disekitar mulut kadang disertai gatal dan rasa
6. Anamnesis perih seperti terbakar. Riwayat sering menggunakan steroid
topikal untuk mengobati erupsi yang berulang.

 Ditemukan makula-patch-papul eritem, vesikel, dan pustul


yang diskret di area perioral
7. Pemeriksaan Fisik  Lesi biasanya multipel, simetris tapi dapat juga unilateral
 Predileksi di regio perioral, perinasal dan periokular

a. Sesuai kriteria anamnesis


8. Kriteria Diagnosis b. Sesuai hasil pemeriksaan fisik

9. Diagnosis Kerja Dermatitis Numularis (ICD 10: L 71.1)

- Rosasea (ICD 10 : L 71.0)


- Dermatitis seboroik (ICD 10 : L 21)
10. Diagnosis Banding - Dermatitis kontak alergik (ICD 10: L 23.0)
- Dermatitis kontak iritan (ICD 10: L 24.0)

11. Pemeriksaan Penunjang Tidak perlu pemeriksaan penunjang khusus

Non Medikamentosa:
 Menghentikan penggunaan kortikosteroid dan
mengedukasi pasien tentang penyebab perluasan penyakit
ini karena penggunaan kortikosteroid topikal
 Edukasi bahwa penyakit ini dapat sembuh sendiri dalam
beberapa minggu
12. Terapi
Medikamentosa:
 Prinsip: menekan inflamasi dan infeksi.

Topikal berupa:
 Eritromisin gel diapikasikan dua kali sehari

Sistemik:

123
 Tetrasiklin 250 mg-500 mg dua kali sehari
 Doksisiklin 50-100 mg dua kali sehari
 Eritromisin 400 mg tiga kali sehari

13. Edukasi  Penjelasan tentang penyebab penyakit


(Hospital Health Promotion)  Penjelasan tentang pencegahan kekambuhan

Ad Vitam : bonam
14. Prognosis Ad Sanationam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : bonam

15. Tingkat Evidens IV

16. Tingkat Rekomendasi C

a. dr. Suswardana, M.Kes Sp.KK


17. Penelaah Kritis b. dr. Syarief H., Sp.KK
c. dr. Abdul Gayum, Sp.KK

Kasus dermatitis perioral terdiagnosis dengan tepat dan


sembuh tanpa komplikasi setelah terapi rawat jalan selama 7
hari.
18. Indikator Medis
Target: 80% Kasus dermatitis perioral terdiagnosis dengan
tepat dan sembuh tanpa komplikasi setelah terapi rawat jalan
selama 7 hari.

25. Goldsmith LA,Katz SI,Gilchrest BA,Paller AS,Leffell


DJ,Wolff K. Perioral Dermatitis in Fitzpatrick’s
19. Kepustakaan
Dermatology in General Medicine. Eight Edition; New
York: Mc Graw Hill; 2012. p.1301-5

124
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) TATA LAKSANA KASUS
SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN
RSAL Dr. MINTOHARDJO, JAKARTA
2016 - 2018

DERMATITIS XEROTIN/OTHER SPECIFIED DERMATITIS (ICD 10: L 30.8)

a. Pengertian (Definisi) Dermatitis yang disebabkan karena kulit yang kering


Gatal disertai kekeringan pada kulit
b. Anamnesis

c. Pemeriksaan Fisik Patch eritema, ekskoriasi, xerosis, skuama


1. Sesuai kriteria anamnesis
d. Kriteria Diagnosis 2. Sesuai hasil pemeriksaan fisik

e. Diagnosis Kerja Dermatitis xerotian/other specified dermatitis (ICD 10: L 30.8)

f. Diagnosis Banding Xerotic skin


g. Pemeriksaan Penunjang Tidak perlu pemeriksaan penunjang khusus untuk diagnosis
 Antihistamin : cetirizine 1x10 mg
 Topikal:
h. Terapi Emolien (minyak zaitun/minyak kelapa) ditambahkan
steroid topikal

 Penjelasan tentang penyebab dan faktor predisposisi


i. Edukasi penyakit
(Hospital Health Promotion)  Penjelasan tentang cara pemakaian obat
 Penjelasan tentang pencegahan kekambuhan

Ad Vitam : bonam
j. Prognosis Ad Sanationam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : bonam

k. Tingkat Evidens IV

l. Tingkat Rekomendasi C

n. dr. Suswardana, M.Kes Sp.KK


m. Penelaah Kritis o. dr. Syarief H., Sp.KK
p. dr. Abdul Gayum, Sp.KK

Dermatitis xerotian terdiagnosis dengan tepat dan mencapai


14. Indikator Medis
kesembuhan klinis (tanpa rekurensi/komplikasi) selama 1

125
minggu terapi

Target: 80% Kasus dermatitis xerotian terdiagnosis dengan


tepat dan mencapai kesembuhan klinis (tanpa
rekurensi/komplikasi) selama 1 minggu terapi

1. Goldsmith LA,Katz SI,Gilchrest BA,Paller AS,Leffell


DJ,Wolff K. Editor in Fitzpatrick’s Dermatology in General
15. Kepustakaan
Medicine. Eight Edition; New York: Mc Graw Hill; 2012.
p.4252-7

126
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) TATA LAKSANA KASUS
SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN
RSAL Dr. MINTOHARDJO, JAKARTA
2016 - 2018

DERMATITIS STASIS (ICD 10: L 83.1)

Dermatitis statis adalah dermatitis akibat insufisiensi aliran


1. Pengertian (Definisi) darah vena-vena pada ekstremitas bagian bawah yang
berlangsung kronik
 Kulit berwarna merah kehitaman pada kaki akibat varises
2. Anamnesis yang berlangsung lama

 Akibat tekanan vena meningkat pada ekstremitas bawah


terjadi pelebaran vena atau varises dan edema lambat laun
menyebabkan kulit berwarna merah kehitaman dan timbul
purpura dan hemosiderosis serta hiperpigmentasi difus.
 Pada inflamasi subakut, kulit tampak kering dan berwarna
kecoklatan
3. Pemeriksaan Fisik  Pada inflamasi akut kulit tampak kemerahan, berupa plak
eritematous, disertai prurit eksudat, krusta atau fissura,
dapat disertai selulitis.
 Inflamasi berulang timbul plak merah yang sianosis
sepanjang maleolus medial, fibrosis, permukaan kulit
menjadi tidak rata, tebal, hiperpigmentasi disertai eskudat
dan krusta, nyeri. Keadaan ini dapat terjadi ulkus venosum.

1. Sesuai kriteria anamnesis


4. Kriteria Diagnosis
2. Sesuai hasil pemeriksaan fisik

5. Diagnosis Kerja Dermatitis Stasis (ICD 10: L 83.1)

Dermatitis Kontak Alergik (ICD 10: L 23)


6. Diagnosis Banding Dermatitis Numularis (ICD 10 : L30.0)

Venografi
7. Pemeriksaan Penunjang
Biopsi/histopatologis

Non Medikamentosa:
 Kaki diangkat saat tidur atau duduk. Saat tidur, kaki
diangkat diatas permukaan jantung selama 30 menit,
dilakukan 3-4 kali sehari. Atau dengan cara pada malam
8. Terapi
hari, kaki tempat tidur disebelah bawah diganjal balok
setinggi 15-20 cm. Bila sedang menjalankan aktivitas,
menggunakan kaos kaki penyangga (stocking) atau
pembalut elastis

127
Medikamentosa:
 Prinsip: mengatasi hipertensi vena dan mengurangi
edema

Topikal berupa:
 Lesi basah dikompres dengan larutan KmnO4 1/5000 atau
larutan asam borat 3%
 Kortikosteroid topikal potensi rendah sampai sedang
seperti hidrokortison 1%

Sistemik:
 Aspirin
 Pentoksifilin
 Antihistamin sebagai anti gatal dan penenang
 Tindakan pembedahan untuk menghilangkan sumbatan

9. Edukasi  Penjelasan tentang penyebab penyakit


(Hospital Health Promotion)  Penjelasan tentang pencegahan kekambuhan

Ad Vitam : bonam
10. Prognosis Ad Sanationam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : bonam

11. Tingkat Evidens IV

12. Tingkat Rekomendasi C

1. dr. Suswardana, M.Kes Sp.KK


13. Penelaah Kritis 2. dr. Syarief H., Sp.KK
3. dr. Abdul Gayum, Sp.KK

Kasus dermatitis stasus terdiagnosis dengan tepat dan sembuh


tanpa komplikasi setelah terapi rawat jalan selama 2 minggu
14. Indikator Medis Target: 80% Kasus dermatitis stasis terdiagnosis dengan tepat
dan sembuh tanpa komplikasi setelah terapi rawat jalan
selama 4 minggu.

1. Goldsmith LA,Katz SI,Gilchrest BA,Paller AS,Leffell


DJ,Wolff K. Cutaneus Changes in Peripheral Venous and
15. Kepustakaan Lymphatic Insufficiency in Fitzpatrick’s Dermatology in
General Medicine. Eight Edition; New York: Mc Graw Hill;
2012. p.2997-3008

128
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) TATA LAKSANA KASUS
SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN
RSAL Dr. MINTOHARDJO, JAKARTA
2016 - 2018

DERMATITIS NUMULARIS (ICD 10: L 30.0)

Dermatitis numularis adalah dermatitis dengan penyebab


endogen, yang ditandai oleh adanya lesi kulit papulovesikular,
1. Pengertian (Definisi) biasanya mudah pecah sehingga basah (oozing) pada fase awal
penyakit, atau papul-papul konfluen berukuran numular.

 Muncul lesi kulit akut yang terasa sangat gatal.


 Terdapat predisposisi faktor psikogenik seperti stres
2. Anamnesis emosional maupun stres akibat faktor-faktor yang lain
(pendidikan, pekerjaan, kehamilan dll).
 Pasien dengan riwayat atopi

 Diawali dengan papul eritem/vesikular yang mirip insect


bites, kemudian melebar berbentuk numular, bagian
tengah resolusi membentuk lesi anular.
3. Pemeriksaan Fisik  Lesi biasanya multipel, dapat setempat atau meluas
(generalisata) dan sering kambuh (kronik-residif).
 Predileksi di ekstremitas bagian atas, tangan bagian dorsal
(wanita), ekstremitas bawah (pria).

1. Sesuai kriteria anamnesis


4. Kriteria Diagnosis
2. Sesuai hasil pemeriksaan fisik

5. Diagnosis Kerja Dermatitis Numularis (ICD 10: L 30.0)

Dermatitis Kontak Alergik (ICD 10: L 23)


Dermatitis Stasis (ICD 10: I 83.1)
6. Diagnosis Banding Dermatitis atopik (ICD 10: L 20)
Tinea Korporis (ICD 10: B 35.4)

7. Pemeriksaan Penunjang Tidak perlu pemeriksaan penunjang khusus

Non Medikamentosa:
 Cegah garukan dan menjaga hidrasi kulit agar tidak kering.
 Konsultasi: Bila ada stres konsul ke ahli psikologi atau
psikiater.
8. Terapi
Medikamentosa:
 Prinsip: Mengurangi pruritus, menekan inflamasi dan
infeksi.

129
Topikal berupa:
 Kortikosteroid potensi sedang sampai kuat bergantung
pada stadium dan berat penyakit.
 Emolien untuk koreksi kulit kering.
 Bila akut dan eksudatif sebaiknya dikompres dulu dengan
larutan NaCl 0.9% atau aqua dingin 2x 30 menit.
 Bila ada infeksi sekunder oleh bakteri: antibiotik topikal
atau sistemik.

Sistemik:
 Antihistamin (bila pruritus hebat) cetirizin 1x 5-10mg
 Kortikosteroid jangka pendek: untuk kasus berat dan luas.
Dosis 0,5-1 mg/kgBB/hari selama 3-5 hari
 Antibiotik spektrum luas yang sesuai, bila disertai infeksi
sekunder. Seperti amoksisilin, ciprofloksasin atau
aazitromisin.

9. Edukasi  Penjelasan tentang penyebab penyakit


(Hospital Health Promotion)  Penjelasan tentang pencegahan kekambuhan

Ad Vitam : bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
10. Prognosis Ad Fungsionam : bonam

11. Tingkat Evidens IV

12. Tingkat Rekomendasi C

1. dr. Suswardana, M.Kes Sp.KK


13. Penelaah Kritis 2. dr. Syarief H., Sp.KK
3. dr. Abdul Gayum, Sp.KK

Kasus dermatitis numularis terdiagnosis dengan tepat dan


sembuh tanpa komplikasi setelah terapi rawat jalan selama 7
hari.
14. Indikator Medis
Target: 80% Kasus dermatitis numularis terdiagnosis dengan
tepat dan sembuh tanpa komplikasi setelah terapi rawat jalan
selama 7 hari.

1. Goldsmith LA,Katz SI,Gilchrest BA,Paller AS,Leffell DJ,Wolff


K. Dermatitis Nummularis in Fitzpatrick’s Dermatology in
General Medicine. Eight Edition; New York: Mc Graw Hill;
15. Kepustakaan 2012. p.182 – 6
2. Perdoski, Dermatitis Numularis dalam Panduan Pelayanan
Medis Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia,
Sekretariat Perdoski, Jakarta: 2011. p. 16

130
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) TATA LAKSANA KASUS
SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN
RSAL Dr. MINTOHARDJO, JAKARTA
2016 - 2018

DERMATITIS DIHIDROSIS (POMPHOLIX) (L 30.1)

Dermatitis dishidrosis atau pompholix merupakan istilah yang


digunakan untuk lesi kulit berupa vesikel atau bula yang muncul
1. Pengertian (Definisi) secara serentak pada telapak tangan dan kaki dengan
penyebab yang tidak diketahui.
 Bintul berisi cairan, paling sering berlokasi ditelapak tangan,
samping jari dan dapat juga ditemukan ditelapak kaki
2. Anamnesis
 Pruritus

 Lesi berupa vesikel atau bula


 Tapioca appereance
3. Pemeriksaan Fisik  Lesi biasanya simetris
 Predileksi paling sering ditelapak tangan, samping jari dan
telapak kaki

 Sesuai kriteria anamnesis


4. Kriteria Diagnosis
 Sesuai hasil pemeriksaan fisik

5. Diagnosis Kerja Dermatitis dishidrosis/pompholix (L 30.1)

Dermatitis Kontak Alergik (ICD 10: L 23)


6. Diagnosis Banding
Dermatitis Kontak Iritan (ICD 10: L 24)
7. Pemeriksaan Penunjang Tidak perlu pemeriksaan penunjang khusus

Drainase
 Untuk bula yang besar

Terapi topikal
 Moisturizer atau emolien yang diaplikasikan setelah
mencuci tangan dan kaki
8. Terapi  Kortikosteroid topikal potensi tinggi yang sangat efektif
dengan cara oklusi

Terapi sistemik
 Kortikosteroid sistemik
 Metrotreksat

131
9. Edukasi  Penjelasan tentang penyebab penyakit
(Hospital Health Promotion)  Penjelasan tentang pencegahan penyakit

Ad Vitam : bonam
10. Prognosis Ad Sanationam : bonam
Ad Fungsionam : bonam

11. Tingkat Evidens IV

12. Tingkat Rekomendasi C

 dr. Suswardana, M.Kes Sp.KK


13. Penelaah Kritis  dr. Syarief H., Sp.KK
 dr. Abdul Gayum, Sp.KK

Kasus dermatitis dishidrosis/pompholix terdiagnosis dengan


tepat dan sembuh tanpa komplikasi setelah terapi rawat jalan
selama 2 minggu
14. Indikator Medis
Target: Lebih dari 50% pasien dermatitis
dishidrosis/pompholix terdiagnosis dengan tepat dan sembuh
tanpa komplikasi setelah terapi rawat jalan selama 2 minggu
 Doshi DN, Cheng CE, Kimball AB. Vesicular Palmoplantar
Eczema At A Glance. Fitzpatrick’s Dermatology in General
Medicine. Eight Edition; New York: Mc Graw Hill; 2012.
15. Kepustakaan
p.295-304
 Leung AK, Barankin B, Hon KL. Dyshidrotic Eczema. Enliven
Archive. 2014;1. P.1-3

132
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) TATA LAKSANA KASUS
SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN
RSAL Dr. MINTOHARDJO, JAKARTA
2016 - 2018

DERMATITIS ALLIMENTOSA (ICD 10 : L 27.2)

Dermatitis allimentosa adalah suatu respon normal terhadap


makanan yang dicetuskan oleh suatu reaksi yang spesifik di
dalam sistem imun dan dieskpresikan dalam bentuk berbagai
1. Pengertian (Definisi) gejala yang muncul dalam hitungan menit setelah makanan
masuk; namun gejala dapat muncul hingga beberapa jam
kemudian
 Keadaan kulit menjadi kemerahan diseluruh tubuh, gatal,
bentol-bentol kecil sampai menyerupai pulau-pulau
urtikaria.
 Keluhan pada sistem organ lain dapat terjadi, yaitu berupa:
rhinitis, asma, edema bibir, pruritus bibir, edema mukosa
2. Anamnesis
pipi, edema mukosa faring, mual, muntah, keram perut,
diare.
 Riwayat alergi makanan sebelumnya
 Riwayat keluarga alergi makanan.

 Gambaran lesi : urtikaria, papul eritem berukuran milier,


dan rasa gatal
3. Pemeriksaan Fisik  Predileksi generalisata
 Alergi terberat bisa sampai syok.

1. Sesuai kriteria anamnesis


4. Kriteria Diagnosis 2. Sesuai hasil pemeriksaan fisik
3. Metode dechallange, Prick test, dan oral challenge test

5. Diagnosis Kerja Dermatitis allimentosa (ICD 10 : L 27.2)

6. Diagnosis Banding Intoksikasi makanan (ICD 10 : P T82.2)


Pemeriksaan darah : eosinofilia, IgE (+), prick test: lesi >3mm,
7. Pemeriksaan Penunjang oral challenge test bagi yang tidak berpotensi menjadi syok
anafilaktik.

Non Medikamentosa
 Edukasi bahwa sakit pasien dikarenakan alergi makanan.
Penting untuk mengetahui dan menghindari konsumsi
8. Terapi makanan yang dapat mencetuskan alergi.
 Selalu perhatikan label makanan sebelum konsumsi
makanan berkaleng yang mungkin mengandung salahs
satu jenis makanan yang dapat menyebabkan alergi.

133
 Pemberian asi eksklusif penting dalam menurunkan
kemungkinan terjadinya alergi makanan di kemudian hari.

Medikamentosa:
Sistemik:
 Antihistamin (cetirizine yang dapat dikombinasi dengan
cimetidine)
 Kortikosteroid short term dapat diberikan sesuai kondisi
pasien

Topikal
Dapat diberikan emolien
 Penjelasan tentang penyebab penyakit pasien karena
9. Edukasi respon alergi terhadap makanan tertentu
(Hospital Health Promotion)  Penjelasan mengenai prinsip pengobatan pada pasien dan
pentingnya menghindari pencetus alergi

Ad Vitam : dubia ad bonam


10. Prognosis Ad Sanationam : bonam
Ad Fungsionam : bonam

11. Tingkat Evidens IV

12. Tingkat Rekomendasi C

1. dr. Suswardana, M.Kes Sp.KK


13. Penelaah Kritis 2. dr. Abdul Gayum, Sp.KK

Kasus dermatitis allimentosa terdiagnosis dengan tepat dan


mencari penyebab alergi
14. Indikator Medis Target: 80% kasus dermatitis allimentosa terdiagnosis dengan
tepat dan pasien mengetahui makanan yang menyebabkan
alergi pada pasien
1. Goldsmith LA,Katz SI,Gilchrest BA,Paller AS,Leffell DJ,Wolff
K. Food allergy in Fitzpatrick’s Dermatology in General
15. Kepustakaan
Medicine. Eight Edition; New York: Mc Graw Hill; 2012.
p.2901.

134
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) TATA LAKSANA KASUS
SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN
RSAL Dr. MINTOHARDJO, JAKARTA
2016 - 2018

NEURODERMATITIS SIRKUMSKRIPTA/
LIKEN SIMPLEKS KRONIK (ICD 10: L28.0)

Peradangan kulit kronik, sirkumskrip, sangat gatal, ditandai


1. Pengertian (Definisi) dengan kulit tebal dan garis kulit tampak lebih menonjol
(likenifikasi) akibat garukan atau gosokan berulang.

Sangat gatal, biasanya pada waktu tidak sibuk, bila muncul sulit
ditahan untuk tidak digaruk. Bila timbul malam hari dapat
2. Anamnesis
mengganggu tidur. Gatal dapat paroksismal, terus menerus,
sporadik, menghebat bila ada stres psikis.

20. Lesi kulit plak likenifikasi yang terdiri dari papul-papul


berkelompok, berbentuk bulat, lonjong mengikuti arah
3. Pemeriksaan Fisik garukan.
21. Kadang tampak ekskoriasi akibat garukan berulang.
22. Hipopigmentasi atau hiperpigmentasi

4. Kriteria Diagnosis 1. Sesuai kriteria anamnesis


2. Sesuai hasil pemeriksaan fisik
Neurodermatitis sirkumsripta / Liken simpleks kronikus
5. Diagnosis Kerja
(ICD 10: L28.0)

Lichenified atopic eczema (ICD 10: L20.89)


6. Diagnosis Banding Lichenified psoriasis (ICD 10: L40.59)
Hypertrophic lichen planus (ICD 10: 43.0)

7. Pemeriksaan Penunjang Tak diperlukan

Nonmedikamentosa:
 Edukasi agar tidak menggaruk terus ketika gatal
 Menganjurkan penggunaan plastic wrap setelah
pemberian salep topikal pada daerah yang gatal agar tidak
digaruk.
Topikal berupa:
8. Terapi
 Pemberian salep kombinasi keratolitik dan kortikosteroid:
- Asam salisilat 3-5%
- Desoksimetason ointment 15 gram
- Vaselin album qs.
Salep diberikan 2x sehari secara oklusif menggunakan
plastic wrap agar meningkatkan penetrasi obat.

135
Sistemik
 Cetirizine 1 x 10 mg selama 7-14 hari.

 Penjelasan tentang penyebab penyakit


9. Edukasi  Penjelasan tentang pencegahan kekambuhan
(Hospital Health Promotion)  Penjelasan tentang perawatan lanjutan dirumah

Ad Vitam : bonam
10. Prognosis Ad Sanationam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : bonam

11. Tingkat Evidens IV

12. Tingkat Rekomendasi C

1. dr. Suswardana, M.Kes Sp.KK


13. Penelaah Kritis 2. dr. Syarief H., Sp.KK
3. dr. Abdul Gayum, Sp.KK

Kasus liken simplek kronik dapat terdiagnosis dengan tepat dan


sembuh sempurna hanya dengan terapi rawat jalan selama 4-8
minggu.
14. Indikator Medis
Target: 80% Kasus liken simplek kronik dapat terdiagnosis
dengan tepat dan sembuh sempurna hanya dengan terapi
rawat jalan selama 4-8 minggu

1. Goldsmith LA,Katz SI,Gilchrest BA,Paller AS,Leffell DJ,Wolff


K. Lichen Simplex Chronicus in Fitzpatrick’s Dermatology
in General Medicine. Eight Edition; New York: Mc Graw
15. Kepustakaan Hill; 2012. p.184-7
2. Perdoski, Liken Simpleks Kronik dalam Panduan Pelayanan
Medis Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia,
Sekretariat Perdoski, Jakarta: 2011. p. 20-1

136
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) TATA LAKSANA KASUS
SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN
RSAL Dr. MINTOHARDJO, JAKARTA
2016 - 2018

PITIRIASIS ROSEA (ICD 10 : L42.0)

Erupsi kulit yang akut dan sering dijumpai, bersifat swasirna,


secara khas dimulai sebagai plak oval dengan skuama halus
1. Pengertian (Definisi). pada badan (herald patch) dan tanpa disertai gejala. Ditemukan
bukti bahwa penyakit ini berhubungan dengan infeksi Human
Herpes Virus (HHV) 6.

Adanya lesi awal yang diikuti beberapa hari sampai beberapa


2. Anamnesis minggu kemudian oleh lesi-lesi serupa yang lebih kecil di badan
yang tersusun sesuai dengan lipatan kulit

- Herald patch umumnya dibadan: patch eritem tunggal,


bentuk oval dan anular, diameter ± 3 cm disertai skuama
halus di pinggir (lamanya beberapa hari hingga beberapa
minggu)
- Makula-patch eritem bentuk oval/lonjong pada sumbu kulit
3. PemeriksaanFisik sesuai garis tulang iga (costa) dan menyebar pada sumbu
kulit sesuai garis tulang iga (costa) dan menyebar menuju
tulang belakang. Dapat dijumpai juga di badan, lengan atas,
dan paha yang terdistribusi secara paralel.
- Dijumpai skuama kolaret yang khas pada lesi makula-patch
eritem oval tersebut.

4. Kriteria Diagnosis 1. Sesuai kriteria anamnesis


2. Sesuai hasil pemeriksaan fisik
5. DiagnosisKerja Pitiriasis Rosea (ICD 10 : L42.0)

Sifilis sekunder (ICD 10 : A51.39)


6. Diagnosis Banding
Psoriasis gutata (ICD 10 : L40.4)

7. Pemeriksaan Penunjang Tidak diperlukan

Antipruritus dan/atau steroid potensi sedang topikal bila gatal


Emolien dapat ditambahkan sebagai vehikulum steroid topikal
bila lesi luas
8. Terapi
Antihistamin seperti cetirizin 1x sehari bila gatal dirasakan
sangat mengganggu
Asiklovir 5x800 mg

137
 Penjelasan tentang penyebab penyakit
9. Edukasi(Hospital Health
 Penjelasan tentang manfaat pengobatan pada kasus
Promotion)
yang bersifat swasirna dalam waktu 8-12 minggu

Ad Vitam : dubia ad bonam


10. Prognosis Ad Sanationam : dubia
Ad Fungsionam : dubia ad bonam

11. Tingkat Evidens IV

12. Tingkat Rekomendasi C

1. dr. Suswardana, M.Kes Sp.KK


13. PenelaahKritis 2. dr. Syarief Hidayat, Sp.KK
3. dr. Abdul Gayum, Sp.KK

Kasus Pitiriasis Rosea terdiagnosis dengan tepat dan sembuh


tanpa komplikasi setalah diterapi secara rawat jalan.
14. IndikatorMedis Target: 80% Kasus Pitiriasis Rosea terdiagnosis dengan tepat
dan sembuh tanpa komplikasi setalah diterapi secara rawat
jalan.

1. Goldsmith LA,Katz SI,Gilchrest BA,Paller AS,Leffell DJ,Wolff


K.Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Seven
Edition. New York: Mc Graw Hill. 2008. P266-78
15. Kepustakaan
2. Perdoski. Eritoderma dalam Panduan Pelayanan Medis
Dokter Spesialis Kulit Dan Kelamin Indonesia, Sekretariat
Perdoski, Jakarta: 2011. p.46-7.

138
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) TATA LAKSANA KASUS
SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN
RSAL Dr. MINTOHARDJO, JAKARTA
2016 - 2018

PITIRIASIS ALBA (ICD10: L30.5)


Pitiriasis alba adalahdermatitis yang tidak spesifik, sering
1. Pengertian (Definisi) dijumpai pada anak dan remaja, terutama mengenai daerah
wajah dan leher
a. Bercak eritema yang ringan dengan tepi yang sedikit
meninggi
2. Anamnesis b. Biasanya pada wajah, lengan sisi ekstensor, punggung
badan
c. Ada riwayat atopi
4. Plak eritematous ringan, plak hipopigmentasi atau
sewama dengan kulit, skuama halus
3. Pemeriksaan Fisik 5. Bentuk bulat oval tidak beraturan, batas agak tegas,
ukuran lentikuler, numular sampai plakat
3. Sesuai kriteria anamnesis
4. Kriteria Diagnosis 4. Sesuai hasil pemeriksaan fisik

5. Diagnosis Kerja Pitiriasis Alba (ICD10: L30.5)

1 Hipopigmentasi pasca inflamasi


6. Diagnosis Banding 2 Pitiriasis versicolor
3 Nevus depigmentosus
*. Tidak ada pemeriksaan khusus
7. Pemeriksaan Penunjang * Jika ada keraguan dapat dilakukan
pemeriksaan histopatologi
Topikal berupa:
• Steroid topikal dan emolien
• Tretinoin topikal
Sistemik
• Asiklovir oral 4-Sx 800mg/ hari selama 7-1O
hari (20mg/kgBB/pemberian diberikan tiap
5-6 jam)
8. Terapi • NSAID untuk mengurangi nyeri, ibuprofen 3x400mg
• Untuk kasus neuritis yang berat perlu
dipertimbangkan pemberian steroid sistemik setara
20-40mg prednison/hari (sesuai dengan terapi
neuritis pada reaksi kusta)
• Neruro-roboransia, neurodex 1x1 kaplet
• Amitriptilin bila fase neuritis telah berakhir,
dengan dosis 1-3x sehari, %-1tablet.

139
9. Edukasi • Penje/asan tentang penyakit
• Penjelasan tentang terapi
(Hospital Health Promotion)
Advitam : dubia ad bonam
10. Prognosis Ad sanationam :dubia ad bonam
Ad fungsionam :dubia ad bonam

11. Tingkat Evidens IV

12. Tingkat Rekomendasi C

14. dr. Suswardana, M.Kes Sp.KK


13. Penelaah Kritis 15. dr. Syarief H., Sp.KK
16. dr. Abdul Gayum, Sp.KK
Kasus pitiriasis alba terdiagnosis dengan tepat dan sembuh
setelah terapi secara rawat jalan selama 7 (tujuh) hari
14. Indikator Medis
Target: 80%Kasus pitiriasis alba terdiagnosis dengan tepat dan
sembuh setelah terapi secara rawatjalan selama 7 (tujuh) hari
a. Schmader KE, Oxman MN. Pityriasis alba in Fitzpatrick's
Dermatology in General Medicine.Goldsmith LA.Katz
SI.Gilchrest BA,Paller AS,Leffell DJ.Wolff K. 8th Ed; New
15. Kepustakaan York: Mc Graw Hill; 2012. p.1128
b. Perdoski, Pitiriasis Alba dalam Panduan Pelayanan
Medis Dokter Spesialis Ku/it dan Kelamin Indonesia,
Sekretariat Perdoski, Jakarta: 2011. p. 33

140
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) TATA LAKSANA KASUS
SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN
RSAL Dr. MINTOHARDJO, JAKARTA
2016 - 2018
PRURIGO NODULARIS (ICD10:L28.1)

 Prurigo nodularis merupakan penyakit yang belum


diketahui etiologinya. Penyakit ini merupakan erupsi kulit
1. Pengertian (Definisi) di karakteristikkan sebagai nodul yang sangat gatal dan
merupakan penyakit kronik pada orang dewasa
 Lesi Awalnya berwarna merah dan memperlihatkan
bentuk urtikaria dan semua lesi akan menjadi pigmentasi
dan likenifikasi
2. Anamnesis
 Lesi biasanya berkelompok dan banyak serta tergangu
dengan gatal yang terus menerus
16. Nodul berukuran diameter 1-3 cm, eriterma atau
hiperpigmentasi denganpermukaan licin, keras,dome,shape,
atau permukaan seperti kutil pada permukaan ekstensor.
17. Permukaan lesi juga sering mengalami erosi dan krusta
 Pemeriksaan Fisik
18. Ada kecendrungan distribusi simetris yang predominan pada
permukaan ekstensor lengan dan kakim namun lesi juga
kadang ditemukan di wajah, telapak tangan dan telapak kaki

 Sesuai kriteria anamnesis


4. Kriteria Diagnosis  Sesuai hasil pemeriksaan fisik

5.Diagnosis Kerja PRURIGO NODULARIS (ICD10:L28.1)


6. Liken simpleks kronik
7. Like planus hipertropik
6.Diagnosis Banding
8. Keratoakantoma multiple
9. Biopsi kulit
10. Pemeriksaan laboratorium lengkap bila diperlukan untuk
7.Pemeriksaan Penunjang
menyingkirkan penyakit sistemik
Topikal berupa:
- Menthol
- Phenol
- Pramoxin
8.Terapi - Krim capsaicin
- Salep vitamin D3
- Anestesi topikal
- Kortikosteroid intralesi

141
Sistemik:
Antihistamin
 Diphehydramine
Merupakan terapi lini pertama untuk pengobatan
simptomatik berupa pruritus yang disebabkan oleh
pelepasan histamin.
• Dosis dewasa 25-50 mg per oral tiap 8 jam; maksimal
400 mg/hari 10-50 mg IV/IM tiap 8 jam; maksimal 400
mg/hari
• Dosis anak-anak : 12,5-25 mg IV/IM per oral tid/qid 5
mg/kg/hari per oral/IV/IM 150 mg/m2/hari per oral/IV/IM

• Chlorpheniramine

- Merupakan terapi lini pertama. Bersaing dengan histamin


atau reseptor H1 sel efektor pada pembuluh darah dan
saluran napas.
- Dosis dewasa : 4 mg per oral tiap 6 jam;maksimal 24
mg/hari
- Dosis anak-anak : 2-6 tahun : 1 mg per oral tiap 6 jam;
maksimal 6 mg/hari
- 6-12 tahun : 2 mg per oral tiap 6 jam; maksimal 12 mg/hari

 Hydroxyzine

- Merupakan terapi lini pertama. Antagonis reseptor H1 di


perifer. Dapat menekan aktivitas histamin di regio
subkortikal susunan saraf pusat dan dapat digunakan
sebagai anxiolitik.
- Dosis dewasa: 50-100 mg per oral/IM qid
- Dosis anak-anak : 0,6 mg/kg/dosis per oral tiap 6 jam

- b. Kortikosteroid oral

Kortikosteroid oral berupa cyclosporin

C. Agen lmunologik

Talidomid

- Dosis dewasa : 100-200 mg/hari, diberikan dua kali


sehari dilanjutkan sampai tiga bulan

9.Edukasi  Penjelasan tentang penyakit


(Hospital Health Promotion)  Penjelasan tentang terapi

142
Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
10. Prognosis
Ad Fungsionam :dubia ad bonam

11. Tingkat Evidens IV

12. Tingkat Rekomendasi C

• dr. Suswardana, M.Kes Sp.KK


• dr. Syarief H., Sp.KK
13. Penelaah Kritis
• dr. Abdul Gayum, Sp.KK

Kasus prurigo nodularis pemulihan > 4 minggu


Target: 80%Kasus prurigo nodularis tanpa komplikasi terdiagnosis
14. Indikator Medis
dengan tepat dan sembuh setelah terapi secara rawat jalan
selama > 4 (empat) minggu.

26. . Schmader KE, Oxman MN. Varicella and herpes zooster


in Fitzpatrick's Dermatology in General
15. Kepustakaan Medicine.Goldsmith LA,Katz Sl,Gilchrest BA,Paller
AS,Leffell DJ,Wolff K. 8 th Ed; New York: Mc Graw Hill;
2012. p.289

143
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) TATA LAKSANA KASUS
SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN
RSAL Dr. MINTOHARDJO, JAKARTA
2016 - 2018

ERITRODERMA PSORIATIKA / PSORIATIC ERYTHRODERMA (ICD 10: L40.8)

Eritroderma psoriatika adalah peradangan kulit di hampir


1. Pengertian (Definisi) seluruh tubuh, disertai pengelupasan kulit berupa sisik-sisik,
disebabkan oleh perluasan psoriasis.

Dicari adanya riwayat maupun lesi-lesi khas psoriasis dan


2. Anamnesis riwayat terapinya.
 Lesi eritroskuamosa lebih dari 80% luas permukaan
kulit.
 3. Pemeriksaan Fisik  Tanda dan gejala Psoriasis (pitting nail, fenomena
koebner, skuama lebar)

 Sesuai kriteria anamnesis


 Kriteria Diagnosis  Sesuai hasil pemeriksaan fisik

5.Diagnosis Kerja Eritroderma Psoriatika (ICD 10: L40.8)

Generalized skin eruption due to drugs (ICD 10: L27.0)


6.Diagnosis Banding Sezary disease (ICD 10: L84.1)

Laboratorium
 Darah lengkap (ICD 9CM: 90.59)
 Gula darah sewaktu (ICD 9CM: 90.59)
 Protein total, Albumin, Globulin (ICD 9CM: 90.59)
 SGOT, SGPT, BUN, Kreatinin (ICD 9CM: 90.59)
7.Pemeriksaan Penunjang  Pemeriksaan darah tepi untuk sel ganas (sel Sezary) bila
ada indikasi ke arah malignansi sebagai penyebab.(ICD
9CM: 90.59)
 Pemeriksaan Elektrolit, bila ada indikasi. (ICD 9CM: 90.59)
 Histopatologi, bila ada indikasi (ICD 9 CM: 91.69)

Nonmedikamentosa:
 Tirah baring sesuai indikasi
 Diet tinggi kalori tinggi protein
8.Terapi  Pengawasan balans cairan
 Cegah hipotermia
 Terapi terhadap infeksi sekunder (bila dijumpai)

144
Topikal berupa:
 Pemberian minyak emolien (zaitun, kelapa, lemak kulit
sintetik)
 Kortikosteroid potensi sedang diaplikasikan bersamaan
dengan emoliennya.

Sistemik
 Cetirizine 1 x 10 mg selama 14 hari.
 Metotrexat dosis inisiasi 2,5mg selang 12 jam, 3x
pemberin. Diberikan seminggu sekali bila tidak ada kontra
indikasi.
 Sangat tidak dianjurkan untuk diberikan steroid sistemik

 Penjelasan tentang Psoriasisdan penyebab penyakitnya


 Penjelasan tentang faktor pencetus yang harus dihindari
9.Edukasi (Hospital
Health Promotion)  Penjelasan tentang pencegahan kekambuhan
 Penjelasan tentang perawatan lanjutan dirumah

Ad Vitam : dubia ad malam


Ad Sanationam : malam
10. Prognosis
Ad Fungsionam : dubia ad malam

11.Tingkat Evidens IV

12.Tingkat Rekomendasi C

 dr. Suswardana, M.Kes Sp.KK


13.Penelaah Kritis  dr. Syarief H., Sp.KK
 dr. Abdul Gayum, Sp.KK

Pasien eritroderma psoriatika sembuh dan dapat rawat jalan


setelah dirawat selama 14 hari.
14.Indikator Medis
Target: 80% Pasien eritroderma psoriatika sembuh tanpa
komplikasi setelah dirawat selama 14 hari

27. Goldsmith LA,Katz SI,Gilchrest BA,Paller AS,Leffell


DJ,Wolff K. Psoriatic Erythoderma in Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine. Eight Edition; New
15.Kepustakaan York: Mc Graw Hill; 2012. p.1824
28. Perdoski, Eritroderma dalam Panduan Pelayanan Medis
Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia, Sekretariat
Perdoski, Jakarta: 2011. p. 40-52

145
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) TATA LAKSANA KASUS
SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN
RSAL Dr. MINTOHARDJO, JAKARTA
2016 - 2018
DIAPER RASH(ICD 10:L 22)

Diaper Rash atau dermatitis popok adalah dermatitis di daerah


genitokrural sesuai dengan tempat kontak popok(bagian yang
cembung). Umumnya pada bayi pemakai popok, juga pada orang
dewasa yang menderita sakit dan memakai popok
1. Pengertian (Definisi)
Klasifikasi:
 Dermatitis popok iritan
 Dermatitis popok candida

 Riwayat perjalanan penyakit:kontak lama dengan popok


(urin/feses) akibat pemakaian popok yang tidak benar
2. Anamnesis  Tempat predileksi genitokrural sesuai dengan tempat
kontak popok
19. Makula eritematosa, berbatas agak tegas (bentuk mengikuti
bentuk popok yang berkontak), disertai papul, vesiketl, erosi,
dan eksoriasi
20. Bila berat dapat menjadi infiltrat dan ulkus
3. Pemeriksaan Fisik
21. Bila terinfeksi jamur candida tampak plak eritematosa
(merah cerah),lebih basah disertai maserasi, kadang pustul
dan lesi satelit

 Sesuai kriteria anamnesis


4. Kriteria Diagnosis  Sesuai hasil pemeriksaan fisik

5. Diagnosis Kerja DIAPER RASH(ICD 10:L 22)


Skabies
Dermatitis kontak iritan (ICD 10:L24)
6. Diagnosis Banding
Akrodermatitis enteropatika
 Pemeriksaan laboratorium diindakasikan bila dicurigai
disertai infeksi sekunder yang luas
7. Pemeriksaan
Penunjang  Pemeriksaan mikrokospik dan kultur dapat dilakukan bila
dicurigai adanya infeksi kandida

146
Nonmedikamentosa:
- Segera mengganti popok sekali pakai bila kapasitasnya
telah penuh
- Daerah yang terkena popok dibiarkan terbuka
Medikamentosa:
Prinsip: Menekan inflamasi dan mengatasi infeksi kandida
8. Terapi
- Bila ringan : krim/salep bersifat protektif (seng
oksida,pantenol)
- Konrtikosteroid : potensi lemah(Salep hidrokortison 1%/
2,5%) waktu singkat 3-7 hari
- Bila infeksi kandida: antifungal yaitu nistatin atau derivat
azol dikombinasi dengan seng oksida
 Penjelasan tentang penyebab penyakit
 Penjelasan tentang pencegahan kekambuhan
9. Edukasi
 Menjaga higiene
(Hospital Health  Cara penggunaan popok dan mengganti secepatnya bila
Promotion) kapasitasnya telah penuh
 Tidak dianjurkan memberi bedak
Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
10. Prognosis
Ad Fungsionam :dubia ad bonam

11. Tingkat Evidens IV

12. Tingkat Rekomendasi C

 dr. Suswardana, M.Kes Sp.KK


13. Penelaah Kritis  dr. Syarief H., Sp.KK
 dr. Abdul Gayum, Sp.KK

Pasien diaper rash sembuh tanpa komplikasi dapat rawat jalan


14. Indikator Medis Target: 80% Pasien Pasien diaper rash sembuh tanpa komplikasi
Setelah dirawat selama 14 hari

29. Perdoski, Dermatitis popok dalam Panduan Pelayanan


15. Kepustakaan Medis Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia,
Sekretariat perdoski, Jakarta:2011.p.18

147
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) TATA LAKSANA KASUS
SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN
RSAL Dr. MINTOHARDJO, JAKARTA
2016 - 2018
INSECT BITE (ICD 10: S30.862)

Inscect bite atau gigitan serangga adalah lesi kulit akibat gigitan
1. Pengertian (Definisi) atau tusukan serangga yang mengakibatkan kemerahan dan
bengkak di lokasi yang tersengat
o Rasa nyeri pada tempat gigitan
o Riwayat gigitan serangga
2. Anamnesis o Dapat terjadi pada berbagai area pada tubuh
termasuk wajah dan genital

3. Pemeriksaan Fisik  Eritem, udem urtika

o Sesuai kriteria anamnesis


4. Kriteria Diagnosis o Sesuai hasil pemeriksaan fisik

5.Diagnosis Kerja  INSECT BITE (ICD 10: S30.862)


o Dermatitis venenata (ICD 10: L23.7)
6.Diagnosis Banding
7. Pemeriksaan o Tidak diperlukan
Penunjang
Nonmedikamentosa:
Kompres dingin lesi yang bengkak
Medikamentosa:
Topikal Berupa:
 Sesuai dengan gambaran klinis
8. Terapi  Steroid topikal
 Menthol/ camphora

Sistemik

 Simptomatis sesuai dengan gejala dan gambaran klinis


 Antihistamin

 Penjelasan tentang penyebab penyakit


9. Edukasi  Memakai pakaian tertutup
 Menggunakan antiserangga untuk membasmi serangga
(Hospital Health  Pintu dan jendela rumah harus ditutup rapat untuk
Promotion) mengurangi insekta masuk ke dalam ruangan
 Lampu harus dimatikan
Ad Vitam : bonam
10. Prognosis
Ad Sanationam : bonam

148
Ad Fungsionam :bonam

11.Tingkat Evidens IV

12. Tingkat Rekomendasi C

 dr. Suswardana, M.Kes Sp.KK


13.Penelaah Kritis  dr. Syarief H., Sp.KK
 dr. Abdul Gayum, Sp.KK

Pasien Insect Bite dapat terdiagnosis secara akurat oenyebabnya


dan sembuh tanpa komplikasi setelah terapi rawat jalan selama 2
minggu
14.Indikator Medis
Target: 80% Pasien Insect Bite dapat terdiagnosis secara akurat
oenyebabnya dan sembuh tanpa komplikasi setelah terapi rawat
jalan selama 2 minggu

11. Schwartz RA, Steen CJ. Arthropod bites and stings. In:
15.Kepustakaan Goldsmith LA,Katz SI,Gilchrest BA,Paller AS,Leffell DJ,Wolff
K. Eds. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 8 th
Ed. Mc Graw Hill : New York.2012. p.3699-713

149
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) TATA LAKSANA KASUS
SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN
RSAL Dr. MINTOHARDJO, JAKARTA
2016 - 2018

Miliaria (ICD10:L74.1)

Miliria adalah kelainan kulit akibat rensi keringat, ditandai dengan


1. Pengertian (Definisi) vesikel miliar, tersebar ditempa predileksi, dapat mengenai
semua orang:Bayi, anak, dan dewasa

 Riwayat hiperdriosis berada di lingkungan panas dan lembab,


bayi yang dirawat dalam inkubator
2.Anamnesis  Muncul bintil bintil merah yang dirasakan gatal dan pecah jika
di garuk
 Vesikel miliar (1-2 mm) subkorneal, tanpa tanda inflamasi
mudah pecah denga garukan dan deskuamasi dalam beberapa
3.Pemeriksaan Fisik hari
 Dapat berbentuk papul, mirip folikulitis, dapat disertai pustul

 Sesuai kriteria anamnesis


4.Kriteria Diagnosis  Sesuai hasil pemeriksaan fisik

5.Diagnosis Kerja Miliaria (ICD10:L74.1)


 Campak(Morbili)
6.Diagnosis Banding  Erupsi obat morbiliformis
 Eritema toksikuk neonatorum
a. Histopatologi
7. 7.Pemeriksaan Penunjang b. Tidak ada pemeriksaan khusus untuk diagnosis
Topikal berupa:
 Liquor faberi
 Bedak kocok mengandung kalamin, dapay ditambahkan
antipruitirus(menthol, kamfer)
 Lanolin topikal menghilangkan dan mencegah timbulnya
8. Terapi miliaria profunda

Sistemik
 Anthihistaminsedatif (lebih dianjurkan pada infantil, bayi
dan anak) atau nonsedatif

9. Edukasi  Penjelasan tentang penyakit

150
(Hospital Health Promotion)  Penjelasan tentang pencegahan
 Penjelasan tentang terapi
Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
10. Prognosis
Ad Fungsionam : dubia ad bonam

11. Tingkat Evidens IV

12. Tingkat Rekomendasi C

a. dr. Suswardana, M.Kes Sp.KK


b. dr. Syarief H., Sp.KK
13. Penelaah Kritis
c. dr. Abdul Gayum, Sp.KK

Kasus miliaria terdiagnosis dengan tepat dan sembuh setelah


terapi secara rawat jalan selama 7(tujuh) hari
14. Indikator Medis Target 80% Kasus miliaria tanpa komplikasi terdiagnosis dengan
tepat dan sembuh setelah terapi secara raway jalan selama
7(tujuh) hari

12. Schmader KE, Oxman MN. Varicella and herpes zooster in


Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine.Goldsmith
LA,Katz SI,Gilchrest BA,Paller AS,Leffell DJ,Wolff K. 8 th Ed;
15. Kepustakaan New York: Mc Graw Hill; 2012. p.1329
13. Perdoski, Herpes Zoster dalam Panduan Pelayanan Medis
Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia, Sekretariat
Perdoski, Jakarta: 2011. p. 119-21

151
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) TATA LAKSANA KASUS
SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN
RSAL Dr. MINTOHARDJO, JAKARTA
2016 - 2018
PSORIASIS VULGARIS (ICD 10: L40.0)
Psoriasis adalah penyakit yang penyebabnya disangka autoimun,
Bersifat kronik-residif, ditandai dengan adanya bercak-bercak
1.1.Pengertian (Definisi) eritema berbatas tegas dengan skuama yang kasar, berlapis- lapis
dan transparan; disertai fenomen tetesan lilin, Auspitz dan
Kobner.

a. Onset usia dan riwayat keluarga


b. Perjalanan penyakit sebelumnya
c. Keluhan berupa bercak merah bersisik terutama pada
bagian ekstens Organ kulit kepala
2.Anamnesis d. pengobatan yang diperoleh menyembuhkan sementara
kemudian timbul kembali
e. keluhan berupa nyeri sendi, bercak merah disertai nanah,
dan bercak merah bersisik seluruh tubuh
 Status generalis: sakitringan-berat
 Status dermatologikus: infiltrate
Eritematosa skuama lebar berlapis berwarna putih mika.
Terdapat beberapa bentuk psoriasis: psoriasis gutata,
3.Pemeriksaan Fisik psoriasis vulgaris, psoriasis inversa
- Tempat: kulitkepala, palmo-plantar, biasanya di
ekstensortubuh
- Bentukberat: psoriasis pustulosageneralisata, psoriasis
eritroderma, psoriasis arthritis

f. Sesuai kriteria anamnesis


g. Sesuai hasil pemeriksaan fisik
4.4.Kriteria Diagnosis h. Sesuai hasil pemeriksaan penunjang Keparahan psoriasis
ditentukan melalui PASI (Psoriasis Area Severity Index)

5.Diagnosis Kerja Eritrodermi (ICD 10: L53.9)


Exfoliative dermatitis (ICD 10: L26)
6.6.Diagnosis Banding
i. Riwayat Koebner, ujiteslilin, Auspitz
7.Pemeriksaan Penunjang j. Pemeriksaan histopatologi (ICD 9 CM: 86.0)
k. Laboratorium: Darah tepi, SGOT, SGPT, Gama GT

152
l. Pemeriksaan ASTO (bila hanya dijumpai psoriasis gutata)
m. Pola lipid (asitresin)
n. Ureum/kreatinin (siklosporin)
Diperiksa sebelum terapi dan monitoring laboratorium secara
teratur
Strategi terapi:
16. Pasien datang tentukan tipe psoriasis, luas area dan PASI
 Lesi< 5% luastubuh: topical
 Lesi 5-10% luastubuh: topical+ foto terapi + obat sistemik
 Lesi>10% luas tubuh: foto terapi atau obat sistemik
Kerjasama inster disipliner:
 lnterna: psoriasis artropati
 Psikiatri: pasien emosional labil
 gigimulut, THT, radiologi: mencari infeksi fokal
Medikamentosa
1. Topikal
• Campuran asidum salisilikum 3% atau likuor karbonis
deterjen (LKD) 5-7% dalam vaselin album selama 4 minggu
Bila tidak ada perbaikan berikan salap kortikos teroid superpoten
2 minggu
Bila tidak ada perbaikan berikan calcipotri oldi kombinasi dengan
beta metason dipropionat
8.Terapi
Foto terapi dengan UVB 3-5x/minggu dengan pajanan awal 30-60
detik, dosis pajanan berikutnya ditingkatkan 10-15% sampai PASI
berkurang 75% atau terjadi perbaikan klinis (lesi kulit) sebesar
75%, kemudian dilanjutkan dengan dosis maintenance
Psoriasis pada kulit kepala dapat diberikan LKD 5-15% atau urea
10-20%, atau gliserin 15%, dipakai malam hari, keesokannya
dicuci
Untuk psoriasis pustulosa generalisata tidak diberikan terapi
topical
Untuk psoriasis eritro derma diberikan emolien saja
2.Sistemik
Bila ASTO positif: penisilin V oral 4x625mg/hari selama 4
minggu
Pada psoriasis berat (PASl>10) atau luas lesi>10%; psoriasis
pustulosa generalisata; eritroderma:
-Metotreksat 3x2,5 mg interval 12 jam/minggu,
dilakukandosisuji

153
-Asitresin 0,5-1 mg/kgBB/hari(hati- hati untuk wanita usia
reproduksi)
- Siklosporin 2,5-3 mg/kgBB/hariselama 3 bulan dengan evaluasi
klinis setiap bulan
• Pada psoriasis arthritis: konsul bagian rheumatologi, dept.
lnterna
Psoriasis pada Kehamilan
-Step 1:
Terapi topical:emolien, keratolitik (as.salisil 3%), coaltar, antralin
-Step 2: NB-UVB
Psoriasis pustulosa pada kehamilan: NB-UVB,
Siklos oporin dalam pengawasan ketat
Impetigo herpetiformis (varian): sistemik kortikosteroid
Psoriasis Artritis
Prinsip pengobatan: kurangi inflamasi dan kembalikan fungsi
- Step 1: NSAID
- Step 2: metotreksat, siklosporin, obat biologik

 Penjelasan tentang penyakit: pato fisiologi kulit psoriasis


secara awam, menyatakan bukan penyakit menular. Bila
ditanyakan mengenai factor turunan, baru dijawab bahwa
psoriasis dapat diturunkan secara genetic tetapi memiliki
9.Edukasi penetrasi rendah
(Hospital Health Promotion)  Penjelasan tentang pencegahan: hindari mekanisme Koebner
 Penjelasan tentang pengobatan: obat tidak mampu
menghilangkan penyebab. Tujuan pengobatan adalah obat
dengan efek samping serendah mungkin namun mencapai
remisi yang panjang
Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
10.Prognosis
Ad Fungsionam :dubia ad bonam

11.Tingkat Evidens IV

12.Tingkat Rekomendasi C

a. dr. Suswardana, M.Kes Sp.KK


13.Penelaah Kritis b. dr. Syarief H., Sp.KK
c. dr. Abdul Gayum, Sp.KK

154
- Ada simtom local: gatal, kulit bersisik, merah
- Mengganggu fungsi tangan dan kaki: psoriasis dengan nyeri
sendi
14.Indikator Medis - Problem kosmetik: lesi di ekstremitas dan wajah
- Penderita dengan kendala: pekerjaan, fisik, social dan ekonomi
- Pasien tidak perlu dirawat kecuali untuk pasien dengan
psoriasis pustulosa generalisata atau eritroderma

14. Perdoski, Dermatitis popok dalam Panduan Pelayanan


15.Kepustakaan Medis Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia,
Sekretariat perdoski, Jakarta:2011.p.18

155
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) TATA LAKSANA KASUS
SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN
RSAL Dr. MINTOHARDJO, JAKARTA
2016 - 2018
STOMATITIS APHTOSA (ICD 10 : K.12.0)
Stomatitis aphtosa atau sariawan adalah radang yang
terjadi di daerah mukosa mulut, biasanya berupa bercak putih
1.Pengertian (Definisi) kekuningan dengan permukaan yang agak cekung, bercak itu
dapat berupa bercak tunggal maupun kelompok.
 Rasa panas atau terbakar yang terjadi satu atau dua hari
yang kemudian bisa menimbulkan Iuka (ulser) di rongga
2.Anamnesis mulut
 Nyeri saat makan, minum, ataupun saat berbicara
 Banyak mengeluarkan air liur
 Ulkus yang didahului gejala prodromal berupa rasa
terbakar setempat pada 48 jam sebelum muncul
 Pada periode inisial, terbentuk area eritem. Dalam hitungan
jam terbentuk papula putih,berulserasi, dan secara bertahap
membesar dalam 48 - 72 jam
 Ulkus bulat, simetris dan dangkal
Ulkus Mayor: Diameter lebih dari 1.0 cm, sembuh dalam
beberapa minggu bulan, sangat sakit mengganggu makan
dan bicara, meninggalkan jaringan parut
3.Pemeriksaan Fisik Ulkus Minor: Diameter 0.3 -1.0 cm, sembuh dalam 1O - 14 hari,
sangat sakit, dapat mengganggu makan dan bicara, sembuh
tanpa jaringan parut
Ulkus Herpetiformis: Diameter 0.1-0.2 cm, melibatkan
permukaan mukosa yang luas
 Lokasi tersering : mukosa non keratin terutama mukosa bukal
dan labial.
 Rekuren
 Lokasi berpindah - pindah namun terbatas pada mukosa mulut

d. Sesuai kriteria anamnesis


4.Kriteria Diagnosis e. Sesuai hasil pemeriksaan fisik

5.Diagnosis Kerja Stomatitis Aphtosa (ICD 10: K.12.0)


 Viral Stomatitis (ICD 10: K.12.1)
 Pemphigus (ICD 10 : L.10)
6.Diagnosis Banding  Pemphigoid (ICD 10 : L.12)
 Ulkus traumatik (ICD 10: K.14)

156
 Pemeriksaan serum iron
 Pemeriksaan folat
7.Pemeriksaan Penunjang  Pemeriksaan vitamin 812
 Pemeriksaan feritin
 Kumur dengan bahan antiseptik dan desinfektan
 Kasus ringan - sedang: Emolient pelindung seperti
8.Terapi orabase,anastetik topical, Topikal steroid dengan potensiasi
tinggi
 Kasus berat : Sistemik steroid

9.Edukasi  Penjelasan tentang penyebab penyakit


(Hospital Health Promotion)  Penjelasan tentang pencegahan kekambuhan
Ad Vitam : bonam
Ad Sanationam : bonam
10.Prognosis
Ad Fungsionam :bonam

11.Tingkat Evidens IV

12. Tingkat Rekomendasi C

a. dr. Suswardana, M.Kes Sp.KK


b. dr. Syarief H., Sp.KK
13. Penelaah Kritis
c. dr. Abdul Gayum, Sp.KK

Target: 100 % pasien stomatitis aphtosa dapat terdiagnosis secara


14. Indikator Medis akurat penyebabnya dan 80 % sembuh tanpa komplikasi setelah
terapi rawat jalan selama 7 hari.

15. Kepustakaan Greenberg, Glick, Ship. Burket's Oral Medicine 11thed. 2008. Page
305-8

157
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) TATA LAKSANA KASUS
SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN
RSAL Dr. MINTOHARDJO, JAKARTA
2016 - 2018
Sun burn (ICD 10 : L55)
Sun bum adalah respon inflamasi akut, lambat, atau transien dari
1.Pengertian (Definisi) kulit normal setelah terpapar sinar ultraviolet dari matahari atau
sinar ultraviolet artifisial.
 Keluhan kulit memerah, gatal, dan/atau rasa terbakar dari
kulit setelah terpapar sinar matahari atau panas dari cahaya
artifisial.
2.Anamnesis  Bila berat dapat timbul bula dan bengkak.
 Sering terjadi di daerah iklim tropis atau di musim panas.
 Riwayat travelling ke pantai, daerah iklim tropis, dan
daerah musim panas.
 Gambaran lesi: ringan berupa eritema yang konfluen tanpa
disertai nyeri dan sunburn berat dapat timbul lesi berupa bula,
edema, dan nyeri seperti terbakar.
3.Pemeriksaan Fisik  Predileksi di bagian tubuh yang terpapar matahari.
 Pada sunburn akut dapat disertai demam, peningkatan denyut
nadi, kelemahan,dan dehidrasi.

a. Sesuai kriteria anamnesis


4.Kriteria Diagnosis b. Sesuai hasil pemeriksaan fisik

5. 5. Diagnosis Kerja Sunburn (ICD 1O: L55)

6. Diagnosis Banding  Sindroma Lupus Eritematosa (ICD 10: M32 )

7. Pemeriksaan Penunjang  Tidak diperlukan pemeriksaan penunjang.


Non Medikamentosa:
 Edukasi bahwa penyakit pasien disebabkan oleh reaksi kulit
setelah terpapar terik matahari atau panas artificial dalam
jangka waktu tertentu.
 Edukasi pasien untuk menghindari sunbathing.
 Pemakaian sunblock atau sunscreen setiap keluar rumah di
pagi dan siang hari.
8. Terapi
 Pemakaian pakaian berwarna gelap dapat menghindari
bahaya terbakar panas matahari.
Medikamentosa:
Topikal:
 Sunblock atau sunscreen di pagi dan siang hari
 Kortikosteroid topikal bila inflamasi berat (moderate -
severe sunburn)

158
Sistemik :
OAINS apabila pasien sangat kesakitan

 Penjelasan tentang penyebab penyakit pasien karena


terpapar panas matahari
9. Edukasi  Penjelasan mengenai kewajiban menghindari paparan matahari
(Hospital Health Promotion) atau panas artifisial lainnya
 Penjelasan mengenai pentingnya penggunaan sunblock
atau sunscreen.
Ad Vitam : ad bonam
Ad Sanationam : ad bonam
10. Prognosis
Ad Fungsionam :ad bonam

11. Tingkat Evidens IV

12. Tingkat Rekomendasi C

1. dr. Suswardana, M.Kes Sp.KK


2. dr. Syarief H., Sp.KK
13. Penelaah Kritis 3. dr. Abdul Gayum, Sp.KK

Kasus sunburn terdiagnosis secara akurat dan pasien rawat


14. Indikator Medis jalan dapat mengalami perbaikan dalam waktu 7 hari. Target:
100% Kasus sunburn terdiagnosis secara akurat.
Wolff K, Johnson RA. Acute Sun Damage in Fitzpatrick's
15. Kepustakaan Color Atlas & Synopsis of Clinical Dermatology. Sixth Edition;
New York: Mc Graw Hill; 2009. p.235-37.

159
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) TATA LAKSANA KASUS
SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN
RSAL Dr. MINTOHARDJO, JAKARTA
2016 - 2018
Milia (ICD 10: L.72.0)
Milia adalah suatu kondisi kulit dengan karakteristik berupa
papul berukuran kecil (1-4mm), jinak, dan merupakan kista
1. Pengertian (Definisi) keratin superficial yang paling sering terdapat didaerah wajah
akibat penyumbatan pilosebasea atau kelenjar keringat
 Bintul kecil berwarna putih, biasanya didaerah wajah dan
badan
2. Anamnesis  Muncul tiba-tiba (milia primer) atau setelah trauma (milia
sekunder)

Papul milier, multiple dan berwarna putih dengan predileksi


3. Pemeriksaan Fisik paling sering didaerah wajah dan badan.

 Sesuai kriteria anamnesis


4. Kriteria Diagnosis  Sesuai hasil pemeriksaan fisik

5. Diagnosis Kerja Milia (ICD 10: L.72.0)


Syringoma (ICD 10: D.23.9)
6. Diagnosis Banding
Tidak perlu pemeriksaan penunjang khusus
7. Pemeriksaan Penunjang
Non Medikamentosa
 Menghindari udara panas

Medikamentosa

Tindakan operatif berupa:

8. Terapi  Evakuasi sederhana dengan menyobek lesi menggunakan


pisau skalpel kemudian ditekan menggunakan ekstraktor
komedo atau kuret.
 Enukleasi dengan menggunakan jarum disposibel
 Elektrokauter

Topikal Berupa :
 Retinoid topikal

9. Edukasi  Penjelasan tentang penyebab penyakit


(Hospital Health Promotion)  Penjelasan tentang pencegahan kekambuhan

160
Ad Vitam : bonam
Ad Sanationam : bonam
10. Prognosis
Ad Fungsionam :bonam

11. Tingkat Evidens IV

12. Tingkat Rekomendasi C

 dr. Suswardana, M.Kes Sp.KK


13. Penelaah Kritis  dr. Syarief H., Sp.KK
 dr. Abdul Gayum, Sp.KK

Kasus Milia terdiagnosis dengan tepat dan sembuh tanpa


komplikasi setelah terapi rawat jalan selama 2 minggu.
14. Indikator Medis Target: 100% Kasus Milia terdiagnosis dengan tepat dan 80%
sembuh tanpa komplikasi setelah terapi rawat jalan selama 2
minggu.

1. Goldsmith LA,Katz SI,Gilchrest BA,Paller AS,Leffell DJ.Wolff K.


Dermatitis Nummularis in Fitzpatrick's Dermatology in General
Medicine. Eight Edition; New York: Mc Graw Hill; 2012. p.1690.

15. Kepustakaan 2. Berk DR, Bayliss SJ. Milia: A review and classification. J Am Acad
Dermatol. 2008;59. p.1050-63.

3. Cho E, Cho SH, Lee JD. Idiopathic Multiple Eruptive Milia


Occurred in Unusual Sites. Ann Dermatol. 2010;22. p.465-7.

161
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) TATA LAKSANA KASUS
SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN
RSAL Dr. MINTOHARDJO, JAKARTA
2016 - 2018
Pruritus Senilis (ICD 10 : L29.8)
Pruritus senilis adalah keluhan gatal yang timbul pada usia tua
1. Pengertian (Definisi) (Kriteria tua menurut WHO adalah lebih dari 60 tahun) yang
tidak diketahui penyebabnya secara pasti.
 Keadaan kulit kering dan gatal dapat terjadi di semua
bagian tubuh.
 Gatal timbul sepanjang waktu terutama malam hari tanpa
2.Anamnesis sebab yang jelas.
 Bisanya terjadi pada usia tua.

 Gambaran lesi xerosis kutis, eksoriasi, papul-papul


eritematous. Bila kronis dapat terjadi likenifikasi .
3.Pemeriksaan Fisik  Predileksi generalisata
 Usia tua

3. Sesuai kriteria anamnesis


4.Kriteria Diagnosis 4. Sesuai hasil pemeriksaan fisik

5.Diagnosis Kerja Pruritus Senilis (ICD 10 : L29.8)

5. Neurodermatitis sirkumstripta

2. Liken simpleks kronik


6.Diagnosis Banding
3. Dermatitis xerotikans

4. Dermatitis atopic
Mencari faktor resiko lainnya, seperti: gula darah, fungsi ginjal,
7.Pemeriksaan Penunjang fungsi hati.
Non Medikamentosa:
 Edukasi bahwa penyakit pasien akibat perubahan fisiologis kulit
yang disebabkan karena proses penuaan (proses degenerasi).
 Jaga higienitas dan kelembapan kulit dengan cara mandi 2x
8.Terapi
sehari dan pemakaian emolien (minyak zaitun, lotion
pelembab, minyak VCO) secara teratur.
 Mandi menggunakan sabun hipoalergik, hindari penggunaan
sabun antiseptik

162
 Olahraga teratur

Medikamentosa

Tindakan operatif berupa:


 Evakuasi sederhana dengan menyobek lesi menggunakan
pisau skalpel kemudian ditekan menggunakan ekstraktor
komedo atau kuret.
 Enukleasi dengan menggunakan jarum disposibel
 Elektrokauter

Topikal Berupa :
 Emolien
 Tabir surya di pagi dan siang hari
 Kortikosteroid topikal di oles dua kali sehari ( bila
diperlukan )
 Untuk kulit yang mengalami likenifikasi dapat diberikan
kortikosteroid secara oklusi.
Sistemik:
 Antihistamin (cetirizine yang dapat dikombinasi dengan
cimetidine)
 Antioksidan (vitamin A, C, E, betakaroten, bioflavinoid)
 Penjelasan tentang penyebab gatal pada pasien karena faktor
9.Edukasi usia.
(Hospital Health  Penjelasan mengenai prinsip pengobatan pada pasien adalah
Promotion) mempertahankan kelembapan kulit melalui cara pemberian
pelembab sesering mungkin.
Ad Vitam : ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad malam
10.Prognosis
Ad Fungsionam : dubia ad malam

11.Tingkat Evidens IV

12. Tingkat Rekomendasi C

11. dr. Suswardana, M.Kes Sp.KK


13.Penelaah Kritis 12. dr. Abdul Gayum, Sp.KK

Kasus pruritus senilis terdiagnosis secara akurat dan meyakinkan


14.Indikator Medis pasien bahwa kelainan kulit yang terjadi akibat proses penuaan.

163
Target: 80% Kasus pruritus senilis terdiagnosis secara akurat dan
keluhan gatal pasien berkurang dengan pemberian emolien.

1. Goldsmith LA.Katz Sl,Gilchrest BA,Paller AS,Leffell DJ,Wolff K.


Advance Age and Itch in Fitzpatrick's Dermatology in General
Medicine. Eight Edition; New York: Mc Graw Hill; 2012. p.1641.
15.Kepustakaan
2.Perdoski, Penuaan kulit dalam Panduan Pelayanan Medis
Dokter Spesialis Ku/it dan Kelamin Indonesia, Sekretariat
Perdoski, Jakarta: 2011. p. 168

164
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) TATA LAKSANA KASUS
SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN
RSAL Dr. MINTOHARDJO, JAKARTA
2016 - 2018
KLAVUS (L. 84)

Klavus adalah penebalan stratum korneum kulit akibat


1.Pengertian (Definisi) tekanan yang berfokus pada satu lokasi (lamela stratum
korneum) membentuk inti/tonjolan keras (radiks/nukleus).
Nyeri dan rasa terbakar, terutama pada daerah yang
2.Anamnesis merupakan tumpuan beban tubuh atau pemakaian sepatu yang
tidak sesuai.
Papul dan plak hiperkeratosis, berbatas tegas yang terjadi
3.Pemeriksaan Fisik daerah yang terkana penekanan
13. Sesuai kriteria anamnesis
4.Kriteria Diagnosis 14. Sesuai hasil pemeriksaan fisik

5.Diagnosis Kerja KLAVUS (L. 84)

• Kalus (ICD 10 : L84.0)


6.Diagnosis Banding
• Veruka vulgaris(ICD 10: B.07.9)
15. Tidak perlu dilakukan
7.Pemeriksaan Penunjang
Agen keratolitik (asam salisil 40%)
Dapat diberikan salep salisil dengan plester yang dilubangi bagian
tengahnya untuk melindungi kulit disekitarnya.Setelah
diberikan salep lalu ditutup dengan plester lain.Lakukan
pergantian setiap hari sekali. Setelah 1 sampai 2 minggu
biasanya lesi akan menjadi putih dan lembek sehingga mudah
8.Terapi dilepas
Eksisi
Setelah diberikan anestesi lokal dengan lidokain, klavus dieksisi,
dibebaskan, kemudian kulit dirapatkan kembali dengan jahitan
kulit
-
• Penjelasan tentang penyebab penyakit
9.Edukasi
• Penjelasan tentang bagaimana menghindari tekanan
(Hospital Health Promotion) yang berlebihan
Ad Vitam : bonam
Ad Sanationam : bonam
10.Prognosis
Ad Fungsionam : bonam

165
11.Tingkat Evidens IV

12.Tingkat Rekomendasi C

a. dr. Suswardana, M.Kes Sp.KK


b. dr. Syarief H., Sp.KK
13.Penelaah Kritis
c. dr. Abdul Gayum, Sp.KK

Kasus Klavus terdiagnosis dengan tepat dan sembuh tanpa


komplikasi setelah terapi rawat jalan 2 minggu.

2. Indikator Medis Target: 100% Pasien Klavus dapat terdiagnosis secara akurat
penyebabnya dan 80% sembuh tanpa komplikasi setelah terapi
rawat jalan 2 minggu.
1. Goldsmith LA.Katz SI.Gilchrest BA,Pailer AS.Leffel! DJ.Wolff
K. Dermatitis Nummularis in Fitzpatrick's Dermatology in
General Medicine. Eight Edition; New York: Mc Graw Hill; 2012.
p.1577-82.
3. Kepustakaan 2. Farndon LJ, Vernon W, Walters SJ, Dixon S, Bradburn M,
Concannon M, et al. The effectiveness of salicylic acid plasters
compared with 'usual' scapel debridement of corns : a
randomised controlled trial. Journal of Foot and Ankle Research.
2013;6:p.1-8.

166
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) TATA LAKSANA KASUS
SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN
RSAL Dr. MINTOHARDJO, JAKARTA
2016 - 2018
VULNUS LACERATUM (ICD 10: T.14.1)

Luka yang disebabkan karena benturan benda tumpul, dengan


1.Pengertian (Definisi) karakteristik Iuka berupa tepi tidak rata dan perdarahan dalam
jumlah sedikit.

a. Timbul Iuka pasca trauma benda tumpul


2.Anamnesis b. Nyeri
c. Perdarahan
Luka terbuka, tepi tidak rata, dasar jaringan, otot, sampai
3.Pemeriksaan Fisik tulang, dinding Iuka tidak rata, terdapat jembatan jaringan.

d. Sesuai kriteria anamnesis


4.Kriteria Diagnosis e. Sesuai hasil pemeriksaan fisik

5.Diagnosis Kerja Vulnus Laceratum (ICD 10 : T.14.1)


Vulnus Excoriatum (ICO 10: T.14.0)
6.Diagnosis Banding

7.Pemeriksaan Penunjang Tidak perlu pemeriksaan penunjang khusus


Wound Toilet & Wound hecting
8.Terapi  Lakukan aseptik dan antiseptik pada Iuka. Anastesi lokal
pada Iuka, eksplorasi, lakukan jahitan Iuka

9.Edukasi  Penjelasan tentang penyebab penyakit


(Hospital Health Promotion)  Penjelasan tentang perawatan Iuka di rumah
Ad Vitam : bonam
Ad Sanationam : bonam
10.Prognosis
Ad Fungsionam : bonam

11.Tingkat Evidens IV

12.Tingkat Rekomendasi C

f. dr. Suswardana, M.Kes Sp.KK


13.Penelaah Kritis g. dr. Syarief H., Sp.KK
h. dr. Abdul Gayum, Sp.KK

167
Kasus Vulnus Laceratum terdiagnosis dengan tepat dan
sembuh tanpa komplikasi setelah terapi rawat jalan
selama 7 hari.
14.Indikator Medis
Target: 100% Kasus Vulnus Laceratum terdiagnosis dengan tepat
dan 80 % sembuh tanpa komplikasi setelah terapi rawat jalan
selama 7 hari.

Ziemba R. First Aid in Cases of Wounds, Fractures, as well as


15.Kepustakaan thermal dan Chemical Burns. Military pharmacy and
Medicine. 2012;2:p 15-24.

168
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) TATA LAKSANA KASUS
SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN
RSAL Dr. MINTOHARDJO, JAKARTA
2016 - 2018
VULNUS EXCORIATUM (ICD 10: T.14.0)
Luka karena kecelakaan atau jatuh yang menyebabkan lecet
1.Pengertian (Definisi) pada permukaan kulit.
 Timbul Iuka pasca jatuh atau kecelakaan
2.Anamnesis  Nyeri
 Tidak ada perdarahan aktif
3.Pemeriksaan Fisik Luka terbuka, tidak ada dasar, tidak ada tepi

i. Sesuai kriteria anamnesis


4.Kriteria Diagnosis j. Sesuai hasil pemeriksaan fisik

5.Diagnosis Kerja Vulnus Excoriatum (ICD 10: T.14.0)


Vulnus Laceratum (ICD 10: T.14.1)
6.Diagnosis Banding

7.Pemeriksaan Penunjang Tidak perlu pemeriksaan penunjang khusus


Wound Toilet
8.Terapi  Bersihkan luka menggunakan aseptik dan antiseptik.BIla perlu
luka dibalut.

9.Edukasi  Penjelasan tentang penyebab penyakit


(Hospital Health Promotion)  Penjelasan tentang perawatan Iuka di rumah
Ad Vitam : bonam
Ad Sanationam : bonam
10.Prognosis
Ad Fungsionam : bonam

11.Tingkat Evidens IV

12.Tingkat Rekomendasi C

k. dr. Suswardana, M.Kes Sp.KK


l. dr. Syarief H., Sp.KK
13.Penelaah Kritis
m. dr. Abdul Gayum, Sp.KK

Kasus Vulnus Excoriatum terdiagnosis dengan tepat dan


sembuh
14.Indikator Medis tanpa komplikasi setelah terapi rawat jalan selama 7 hari

169
Target: 100% kasus Vulnus Excoriatum terdiagnosis dengan tepat
dan 80 % sembuh tanpa komplikasi setelah terapi rawat jalan
selama 7 hari.

.Ziemba R. First Aid in Cases of Wounds, Fractures, as


15.Kepustakaan well as thermal dan Chemical Burns. Military pharmacy
and Medicine. 2012;2:p 15-24.

170
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) TATA LAKSANA KASUS
SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN
RSAL Dr. MINTOHARDJO, JAKARTA
2016 - 2018
KALUS (ICD 10 : L84)
Kalus I tylomata I tyloma adalah papul keratosis dan plak
1.Pengertian (Definisi)
diarea yang sering mengalami gesekan atau trauma mekanik
 Keluhan penebalan kulit yang nyeri di area yang sering
mengalami trauma atau gesekan.
2.Anamnesis
 Nyeri apabila mengalami tekanan kalus.atau gesekan di
area kalus
 Gambaran Iesi :hiperkeratosis yang nyeri di area yang sering
mengalami trauma mekanik / gesekan.
3.Pemeriksaan Fisik  Predileksi umumnya di daerah plantar pedis interdigitalis
pedis.

n. Sesuai kriteria anamnesis


4.Kriteria Diagnosis o. Sesuai hasil pemeriksaan fisik dan predileksi

5.Diagnosis Kerja Kalus (ICD 10 : L84)


Klavus (ICD 10: L84)
6.Diagnosis Banding
Tidak diperlukan pemeriksaan penunjang.
7.Pemeriksaan Penunjang
Non Medikamentosa:
 Edukasi bahwa rasa sakit pasien disebabkan oleh penekanan
pada area kulit yang mengalami penebalan. Penebalan terjadi
akibat trauma mekanik atau gesekan berulang.
 Pemakaian padding atau busa peredam trauma di daerah yang
8.Terapi sering mengalami trauma atau gesekan mekanik (telapak kaki).
Medikamentosa:
 Keratolitik asam salisilat 40% atau krim urea 40% yang
sebaiknya diberikan secara oklusi. Metode bedah skalpel

 Penjelasan bahwa penyakit pasien disebabkan oleh trauma


mekanik berulang sehingga trauma mekanik harus dikurangi
9.Edukasi dengan pemakaian padding atau busa peredam trauma.

(Hospital Health Promotion)  Penjelasan mengenai prinsip pengobatan adalah mengikiskan


kulit yang menebal dengan keratolitik.

10.Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam

171
Ad Sanationam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam :dubia ad bonam

11.Tingkat Evidens IV

12.Tingkat Rekomendasi C

p. dr. Suswardana, M.Kes Sp.KK


q. dr. Syarief H., Sp.KK
13.Penelaah Kritis
r. dr. Abdul Gayum, Sp.KK

Kasus kalus dapa terdiagnosis dengan tepat dan sembuh dengan


14.Indikator Medis tindakan eksis dengan terapi rawat jalan

Goldsmith LA,Katz SI,Gilchrest BA,Paller AS,Leffell DJ.Wolff K.


15.Kepustakaan Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. Eight Edition; New
York: Mc Graw Hill; 2012. p.1690.

172
CLINICAL PATHWAYS
SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN
RSAL DR. MINTOHARDJO
JAKARTA (3)

Stevens Johson Syndrome / SJS (ICD 10:L51.1)


(ICD 10: L40.8)

Nama Pasien: (6) ....................................................... Umur(7) BB (8) TB (8) No. RM (9)


........... ....... ....... ...........................
kg cm
Diagnosis Awal: .......... (11) Kode ICD 10 : L51.1 Rencana rawat:7 hari (13)

Aktivitas Pelayanan R. Rawat (14) Tgl/Jam Tgl/Jam Lama Kelas Tarif/hr Biaya
masuk keluar Rwt 5 (18) (Rp): (Rp) (20)
(15) (16) hari (19)
(17)
Hari Hari Hari Hari Hari
Hari (21) Rawat Rawat Hari Rawat Rawat Rawat
Rawat 1 2 3 Rawat 4 5 6 7
R. R. R. R. R.
IGD IRJ Rawat Rawat Rawat Rawat Rawat
Diagnosis Awal:
Penyakit Utama (22) Stevens Johson Syndrome / SJS (ICD 10:L51.1)

Penyakit Penyerta (23)


▪ .......................
▪ .......................

Penyakit Komplikasi (24)


▪ .......................
▪ .......................
Asessmen Klinis

Pemeriksaan dokter (25) +/- +/- +/- +/- +/- +/- +/-
Konsultasi (26)
▪ Interna
▪ Gizi Klinik +/-
▪ Mata +/-
Pemeriksaan Penunjang
(27)
▪ Darah Lengkap +/- 36.147
▪ GDS +/- 14.527
▪ SGOT +/- 14.659
▪ SGPT +/- 14.659
▪ Protein total +/- 11.200
▪ Albumin +/- 9.354
173
▪ Ureum +/- 15.649
▪ Kreatinin +/- 14.439
▪ NA +/-
▪ K +/-
76.169
▪ Cl +/-
▪ Kultur darah dan uji
109.375
sensivitas (atas indikasi)
▪ Thoraks foto PA (atas
+/-
indikasi) 32.700
▪ EKG +/- 55.000

Tindakan
+/-
▪ Pasang/ aff infus +/- 34.378

▪ Rawat luka bakar <10% +/-


+/- +/- +/- +/- +/- +/- +/-
Obat Obatan: (28)
▪ Cairan infus NaCI/RL +/- +/- +/- +/- +/- +/- +/- 69.300
▪ Hentikan Obat
+/- +/- +/- +/- +/- +/- +/-
Penyebab
▪ Kortikosteroid
sistemik:Metilprednisolon +/- +/- +/- +/- +/- +/- +/-
inj . Setara Prednison 1-2
mg/kkBB IV 308.000

▪ Antibiotik Sistemik :
+/- +/- +/- +/- +/- +/- +/-
Gentamicin inj iv 2x80mg
76.600
▪ Topical/Medikasi lesi:
Kenalog in ora base (atas +/- +/- +/- +/- +/- +/- +/-
indikasi) 49.100
Cendo Lyteers (atas
indikasi) 43.330
Antibiotik Mata (atas
indikasi) 50.400
Alloclair obat kumur (atas
indikasi) 135.520
▪ Rawat luka dengan
Aqua + Betadine cair 60 +/- +/- +/- +/- +/- +/- +/-
cc 2 dd ue 9.900

Diet cair bertahap lunak (1100-2200 kalori) Tinggi Kalori Tinggi Protein
99.224

174
Hari Hari Hari XI-
Hari I-V 5
Nutrisi VI-VII 2
VIII-X 3 XIV 4
hari cair
hari hari hari
ML MB
m cair
MS TKTP TKTP
E=
E= 1193 E= 2696
E=2134 2696
P= 50 P=83
P= 57 P=83
59.940 53.588 71.764 71.764 909.224
Mobilisasi: AKTIF
▪ Tirah Baring +/- +/- +/- +/- +/- +/- +/-
▪ Duduk +/- +/- +/- +/- +/- +/- +/-
▪ Berdiri +/- +/- +/- +/- +/- +/- +/-
▪ Jalan +/- +/- +/- +/- +/- +/- +/-
Hasil (Outcome): (31)
▪ Keadaan umum
▪ Kesadaran
▪ Tekanan Darah
▪ Nadi
▪ Respirasi
▪ Suhu
▪ Eritema + + + + + + +
▪ Krusta - - - - - + +
▪ Erosi + + + + + +/- +/-
▪ Eksfoliasi
Pendidikan/Promosi
Kesehatan/Rencana
Pemulangan: (32)
▪ Mandi/Kompres basah + + + + + + +

Varian (33)
Jumlah Biaya
Perawat (PPJP) (36) Diagnosis Akhir: (37) Kode Jenis Tindakan: (38) Kode ICD
ICD 10 9-CM

▪ Utama Stevens Johnson L51.1 ▪ Pemasangan infus


DPJP : dr. Suswardana, Syndrome
M.Kes, Sp.KK ▪ Penyerta ▪ Rawat luka bakar
............................ ............

............................ ............

Verifikator Keuangan (38) Komplikasi ............................ ............

175
176
CLINICAL PATHWAYS
ILMU KESEHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN
RSAL DR. MINTOHARDJO
JAKARTA (3)

Toxic Epidermil Necrolisis Epidermal Detachment >30% : LPB (ICD 10:L51.2) / Stevens Johnson Syndrome
Overlap Toxic Epidermal Necrolisis Epidermal Datachment 10-30% LPB (ICD 10:L51.3)
(ICD 10: L40.8)

Nama Pasien: (6) .......................................................


Umur(7) ...........
BB (8) ....... kg TB (8) No. RM (9)
....... cm ....................
.......
Diagnosis Awal: .......... (11) Kode ICD 10 : L51.2/L51.3 Rencana rawat 14
hari (13)
R. Rawat (14) Tgl/Jam Tgl/Jam Lama Rwt 5Kelas (18)Tarif/hr Biay
masuk (15) keluar (16) hari (17) (Rp): a
(19) (Rp)
(20)
Hari
Aktivitas Pelayanan
Hari Rawat Hari Rawat Hari Rawat Hari Rawat
Hari (21) RawatHari
1 Rawat 2 3 4 Rawat 5 6 7
R.
R. Rawa
IGD IRJ R. Rawat R. Rawat R. Rawat Rawat t
Diagnosis:
Penyakit Utama Toxic Epidermil Necrolisis / Stevens Johnson Syndrome Overlap Toxic Epidermal
(22) Necrolisis
Penyakit Penyerta
(23)
▪ .......................
▪ .......................
Penyakit
Komplikasi (24)
▪ .......................
▪ .......................
Asessmen Klinis

177
Pemeriksaan
+/- +/- +/- +/- +/- +/- +/-
dokter (25)
Konsultasi (26)
▪ Interna +/-
▪ Gizi klinik +/-
▪ Mata +/-
Pemeriksaan
Penunjang (27)
36.
▪ Darah Lengkap
+/- 147
14.
▪ GDS
+/- 527
14.
▪ SGOT
+/- 659
14.
▪ SGPT
+/- 659
11.
▪ Protein total
+/- 200
9.3
▪ Albumin
+/- 54
15.
▪ Ureum
+/- 649
14.
▪ Kreatinin
+/- 439
▪ NA +/-
▪ K +/-
76.1
▪ Cl +/-
▪ Kultur darah dan 109
uji sensivitas (atas +/- .37
indikasi) 5
▪ Thoraks foto PA 32.
+/- +/-
(atas indikasi) 700
▪ EKG (Atas 55.
+/-
Indikasi) 000
Tindakan
34.
+/-
▪ Pasang/ aff infus 378
▪ Rawat luka bakar
+/-
10-30%
▪ Rawat luka bakar
> 40% +/-

Obat Obatan: (28)


138
.60
▪ Cairan infus
+/- +/- +/- +/- +/- +/- +/- 0
NaCI/RL 14 tpm
@9.
900
178
▪ Hentikan Obat
Penyebab
616
▪ Kortikosteroid .00
sistemik: 0
+/- +/- +/- +/- +/- +/- +/-
Metilprednisolon @4
setara prednison 1- 4.0
3 mg/kgBB IV 00
153
▪ Antibiotik
.00
sistemik:
+/- +/- +/- +/- +/- +/- +/- 0
Gentamicin inj IV
@5.
2X80mg
500
▪ Topical/Medikasi
lesi: kenalog in ora +/- +/- +/- +/- +/- +/- +/- 49.
base (Atas Indikasi) 100
▪ Kompres luka
dengan NaCL 2 dd +/- +/- +/- +/- +/- +/- +/- 9.1
ue 00

Nutrisi: (29)
……………..kka/hari cair Lunak (bertahap) (1100-2200 kalori) Tinggi Kalori
Protein………..gram Tinggi Protein + Ekstra putih telur
MLTK
Makan TP
Saring MLTKTP 3 MB TKTP 4 Cair 5X 3x71.
cair 5 hari
2 hari hari hari 53.588 Rp 764
E=2134
E=213 E=26961 E=26.961 267.940 Rp.
4 215.2
92
MB
TKTP
Makan 4x71.
P=5,7 P=57 P=83 P=83 saring 764
2x53.588 Rp.
287.0
56
Total
Rp.107.17 Rp=8
53.588 53.588 71.764 71.764
6 77.46
4

Mobilisasi: AKTIF
▪ Tirah Baring +/- +/- +/- +/- +/- +/- +/-
▪ Duduk +/- +/- +/- +/- +/- +/- +/-

179
▪ Berdiri +/- +/- +/- +/- +/- +/- +/-
▪ Jalan +/- +/- +/- +/- +/- +/- +/-
Hasil (Outcome): (31)
▪ Keadaan umum
▪ Kesadaran
▪ Tekanan Darah
▪ Nadi
▪ Respirasi
▪ Suhu
▪ Krusta + + + + + + +
▪ Erosi - - - - - + +
▪ Eksforiasi + + + + + +/- +/-

Pendidikan/Promos
i
Kesehatan/Rencan
a Pemulangan: (32)
▪ Mandi/kompres
+ + + + + + +
basah

Varian (33) troderma


Jumlah Biaya
Perawat (PPJP) Diagnosis Akhir: (37) Kode ICD Jenis Tindakan: (38) Kod
(36) 10 e
ICD
9-
CM

DPJP : ……….. ▪ Utama L26 …………………………………………
Eritroderma .
▪ Penyerta ▪
DPJP : ……….. …………………………………………
............................ ............ .

DPJP : ……….. …………………………………………
............................ ............ .
▪ Komplikasi ▪
…………………………………………
Verifikator (38) ............................ ............ .

180
CLINICAL PATHWAYS
SMF ILMU KESAHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN
RSAL DR. MINTOHARDJO

181
JAKARTA (3)

ERITRODERMA PSORIATIKA
(ICD 10: L40.8)

Nama Pasien: (6) Umur(7) BB (8) TB (8) No. RM (9)


....................................................... ........... ....... kg ....... cm ...........................
Diagnosis Awal: .......... (11) Kode ICD 10 : T 70.3 (12) Rencana rawat tampa
komplikasi maksimal 5 hari (1
Aktivitas Pelayanan R. Rawat (14) Tgl/Jam Tgl/Jam Lama Kelas Tarif/hr Biaya (R
masuk keluar Rwt 5 (18) (Rp): (20)
(15) (16) hari (17) (19)
Hari Hari
Hari (21) Rawat Hari Hari Hari Hari Rawat
Rawat 1 2 Rawat 3 Rawat 4 Rawat 5 Rawat 6 7
R. R. R.
IGD IRJ Rawat Rawat R. Rawat R. Rawat Rawat
Diagnosis Awal:
Penyakit Utama
(22) Penyakit Dekompresi (Decompression Sicness)
Penyakit Penyerta
(23)
▪ .......................
▪ .......................
Penyakit Komplikasi
(24)
▪ .......................
▪ .......................
Asessmen Klinis
Pemeriksaan dokter
+ + + + + + +
(25)
Konsultasi (26)
▪ IPD +/- +/- +/- +/- +/- +/- +/-

Pemeriksaan
Penunjang (27)
▪ Darah Lengkap +/- +/- 47.
▪ GDS +/- +/- 14.
▪ SGOT +/- +/- 14.
▪ SGPT +/- +/- 14.
▪ Protein total +/- +/- 11.
▪ Albumin +/- +/- 9.
▪ Ureum +/- +/- 15.
▪ Kreatinin +/- +/- 14.
▪ NA +/-
▪ K +/-

182
▪ Cl 76.16
+/-
▪ Kultur darah dan
uji sensivitas (atas +/- +/- 109.
indikasi)
▪ Thoraks foto PA
+/-
(atas indikasi) 32.
▪ EKG 55.
▪ Pemeriksaan
darah tepi: sel
+/-
sezary (atas
indikasi)
▪ Pemeriksaan
histologi PA (atas +/-
indikasi)
Tindakan
▪ Biopsi kulit (atas
+/-
indikasi)
▪ Pasang/ aff infus +/- +/- 34.
▪ Pasang/ aff
kateter (atas +/- +/- 103.
indikasi)
▪ Medikasi/ Rawat
+/- +/- +/- +/- +/- +/- +/-
Luka
Obat Obatan: (28)
▪ Cairan infus 134.600
+/- +/- +/- +/- +/- +/- +/-
NaCI/RL 14 tpm (@9.900
▪ Antihistamin oral:
4.700
- Cetirizin tab 1x1 +/- +/- +/- +/- +/- +/- +/-
(@330)
13.000
- Cimetidin tab 3x1 +/- +/- +/- +/- +/- +/- +/-
(@330)
▪ Topical/Medikasi
lesi:
- Desoxymethason
(klobetasoloint) +/- +/- +/- +/- +/- +/- +/- 95.200
40g/minggu (@19.04
Minyak
- Emolient (minyak zaitun
Zitun/physio gel +/- +/- +/- +/- +/- +/- +/- @30.00
lation) Physoge
@150.0
▪ Antibiotik topikal
fusidat cr (atas
indikasi ) @48.00

183
▪ Imunosupre san
sistematik:
6.300
metotreksat
@2.100
1x/minggu (atas
indikasi)
▪ Vip albumin 3x2
512.400
(bila kadar albumin)
@6.100
2,5-3 g/dl
50ml
@799.0
▪ Albumin IV (bila 100ml
albumin <2,5 g/dl) @1.598
▪ Antibiotik
suismatik bila ada
tanda-tanda infeksi 1.400.00
gentamicin 1x80mg (@100.0

Nutrisi: (29) +/- +/- +/- +/- +/- +/- +/-


ML MB
MB TKTP
+ TKTP 5 TKTP 9 ML TKTP
9 hari
hari hari
E= E=
5X71.764 9x71.764
2696 2696
P = 83 P = 83
71.764 71.764 358.820 645.876 1.004.69
Mobilisasi: (29)
▪ Tirah Baring +/- +/- +/- +/- +/- +/- +/-
▪ Duduk +/- +/- +/- +/- +/- +/- +/-
▪ Berdiri +/- +/- +/- +/- +/- +/- +/-
▪ Jalan +/- +/- +/- +/- +/- +/- +/-
Hasil (Outcome): (31)
▪ Keadaan umum
▪ Kesadaran
▪ Tekanan Darah
▪ Nadi
▪ Respirasi
▪ Suhu
▪ Eritema
▪ Eksfoliasi
Pendidikan/Promosi
Kesehatan/Rencana
Pemulangan: (32)
▪ Mandi
▪ Emulsi
zat/physiogel lotion

184
▪ Hindari faktor
pencetus (sinar
matahari, obat-
obatan)
▪ Cegah hipotemia
Varian (33) troderma
Jumlah Biaya
Perawat (PPJP) (36) Diagnosis Akhir: (37) Kode Jenis Tindakan: (38) Kode IC
ICD 10 CM

▪ Utama Eritroderma L40.8 ▪ Biopsi kulit


DPJP : dr.
psoriatika
Suswardana, M.Kes,
Sp.KK ▪ Penyerta ▪ Pemasangan/Aff infus
............................ ............

............................ ............ ▪ Pemasangan/Aff kateter


Verifikator ▪
▪ Medikasi, rawat luka
Keuangan (38) Komplikasi ............................ ............

185
CLINICAL PATHWAYS
SMF ILMU KESAHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN
RSAL DR. MINTOHARDJO
JAKARTA (3)

ERUPSI OBAT ERITRODERMA


(ICD 10: L27.0)

Nama Pasien: (6) .......................................................


Umur(7) BB (8) TB (8) No. RM (9)
........... ....... kg ....... cm ..........................
Diagnosis Awal: .......... (11) Kode ICD 10 : L40.8 Rencana rawat : 14 hari (13)

Aktivitas Pelayanan R. Rawat (14) Tgl/Jam Tgl/Jam Lama Kelas Tarif/hr Biaya (
masuk keluar Rwt 5 (18) (Rp): (20)
(15) (16) hari (19)
(17)
Hari Hari Hari
Hari (21) Hari Rawat Hari Rawat Hari Rawat
Rawat 1 Rawat 2 3 Rawat 4 5 Rawat 6 7
R. R. R. R.
IGD IRJ Rawat Rawat Rawat R. Rawat Rawat
Diagnosis Awal:
Penyakit Utama (22) ERUPSI OBAT ERITRODERMA (ICD 10:L27.0)

186
Penyakit Penyerta
(23)
▪ .......................
▪ .......................
Penyakit Komplikasi
(24)
▪ .......................
▪ .......................
Asessmen Klinis
Pemeriksaan dokter
+/- +/- +/- +/- +/- +/- +/-
(25)
Konsultasi (26)
▪ IPD +/- +/- +/- +/- +/- +/- +/-

Pemeriksaan
Penunjang (27)
▪ Darah Lengkap +/- +/- 4
▪ GDS +/- +/- 1
▪ SGOT +/- +/- 1
▪ SGPT +/- +/- 1
▪ Protein total +/- +/- 1
▪ Albumin +/- +/-
▪ Ureum +/- +/- 1
▪ Kreatinin +/- +/- 1
▪ NA +/-
▪ K +/-
76.1
▪ Cl +/-
▪ Kultur darah dan
uji sensivitas (atas +/- +/- 10
indikasi)
▪ Thoraks foto PA
+/-
(atas indikasi) 3
▪ EKG +/- 5
▪ Pemeriksaan
darah tepi: sel sezary +/-
(atas indikasi)
▪ Pemeriksaan
histologi PA (atas +/-
indikasi)
Tindakan
▪ Biopsi kulit (atas
+/-
indikasi)
▪ Pasang/ aff infus +/- +/- 3
▪ Pasang/ aff kateter
+/- +/- 10
(atas indikasi)

187
▪ Medikasi/ Rawat
+/- +/- +/- +/- +/- +/- +/-
Luka
Obat Obatan: (28)
▪ Cairan infus 134.60
+/- +/- +/- +/- +/- +/- +/-
NaCI/RL 14 tpm (@9.9
▪ Antihistamin oral: +/- +/- +/- +/- +/- +/- +/-
4.700
- Cetirizin tab 1x1
(@330
13.000
- Cimetidin tab 3x1
(@330
▪ Kortikosteroid
sistemik:Metilprednis
olon inj 125mg.
+/- +/- +/- +/- +/- +/- +/-
Setara Prednison 1-3
mg/kkBB ivhari 616.00
tappering off (@44.
▪ Topical/Medikasi
lesi:
- Desoxymethason
(klobetasoloint) +/- +/- +/- +/- +/- +/- +/- 95.200
40g/minggu (@19.
Minya
- Emolient (minyak zaitun
Zitun/physio gel +/- +/- +/- +/- +/- +/- +/- @30.0
lation) Physog
@150.
▪ Antibiotik topikal
fusidat cr (atas
indikasi ) @48.0
▪ Antibiotik sismatik
bila ada tanda-tanda
infeksi gentamicin 1.400.
1x80mg (@100

Nutrisi: TKTP
+/- +/- +/- +/- +/- +/- +/-
1900-2300 gr
Hari ke I-V
= ML TKTP Hari ke
= Rp. VI-XIV
71.764 Rp.71.764
E= 2696 E= 2696
P= 83 P= 83
1.004.
Mobilisasi: (29)
▪ Tirah Baring +/- +/- +/- +/- +/- +/- +/-
▪ Duduk +/- +/- +/- +/- +/- +/- +/-

188
▪ Berdiri +/- +/- +/- +/- +/- +/- +/-
▪ Jalan +/- +/- +/- +/- +/- +/- +/-
Hasil (Outcome): (31)
▪ Keadaan umum
▪ Kesadaran
▪ Tekanan Darah
▪ Nadi
▪ Respirasi
▪ Suhu
▪ Eritema +/- +/- +/- +/- +/- +/- +/-
▪ Eksfoliasi
Pendidikan/Promosi
Kesehatan/Rencana
Pemulangan: (32)
▪ Mandi +/- +/- +/- +/- +/- +/- +/-
▪ Emulsi
+/- +/- +/- +/- +/- +/- +/-
zat/physiogel lotion
▪ Hindari faktor
pencetus (sinar
+/- +/- +/- +/- +/- +/- +/-
matahari, obat-
obatan)
▪ Cegah hipotemia +/- +/- +/- +/- +/- +/- +/-
Varian (33)
Jumlah Biaya
Perawat (PPJP) (36) Diagnosis Akhir: (37) Kode Jenis Tindakan: (38) Kode I
ICD 10 CM

▪ Utama Eritroderma L40.8 ▪ Biopsi kulit


DPJP : dr.
psoriatika
Suswardana, M.Kes,
Sp.KK ▪ Penyerta ▪ Pemasangan/Aff infus
............................ ............

............................ ............ ▪ Pemasangan/Aff kateter


Verifikator Keuangan ▪
▪ Medikasi, rawat luka
(38) Komplikasi ............................ ............

189
CLINICAL PATHWAYS
SMF ILMU KESAHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN
RSAL DR. MINTOHARDJO
JAKARTA (3)

PEMIVIGUS VULGARIS
(ICD 10: L10.0)

Nama Pasien: (6) Umur(7) BB (8) TB (8) No. RM (9)


....................................................... ........... ....... kg ....... cm ...........................

190
Diagnosis Awal: .......... (11) Kode ICD 10 : L10.0 (12) Rencana rawat: 14 hari (13)

Aktivitas Pelayanan R. Rawat (14) Tgl/Jam


Lama Tgl/Jam Kelas Tarif/hr Biaya
masukRwt 5keluar (18) (Rp): (Rp) (20)
(15) hari (16) (19)
(17)
Hari Hari Hari Hari
Hari (21) Rawat Hari Hari Rawat Rawat Rawat
Rawat 1 2 Rawat 3 Rawat 4 5 6 7
R. R. R. R. R.
IGD IRJ Rawat Rawat Rawat Rawat Rawat
Diagnosis Awal: PEMVIGUS VULGARIS (ICD 10: L10.0)
Penyakit Utama (22) Pemvigus vulgaris
Penyakit Penyerta
(23)
▪ .......................
▪ .......................
Penyakit Komplikasi
(24)
▪ .......................
▪ .......................
Asessmen Klinis
Pemeriksaan dokter
+ + + + + + +
(25)
Konsultasi (26)
▪ IPD +/- +/- +/- +/- +/- +/- +/-

Pemeriksaan
Penunjang (27)
▪ Darah Lengkap +/- +/- 47.409
▪ GDS +/- +/- +/- 14.527
▪ SGOT +/- +/- +/- 14.659
▪ SGPT +/- +/- +/- 14.659
▪ Protein total 11.200
▪ Albumin +/- +/- +/- 9.354
▪ Ureum +/- +/- +/- 15.649
▪ Kreatinin +/- +/- +/- 14.439
▪ NA
▪ K
76.169
▪ Cl
▪ Kultur darah dan
uji sensivitas (atas +/- +/- 109.375
indikasi)
▪ Pengecatan Gram +/- 15.080
▪ Tzank tes +/- 90.000

191
▪ Thoraks foto PA
+/-
(atas indikasi) 32.700
▪ EKG +/- +/- 55.000
+/-
▪ Pemeriksaan
histologi PA (atas +/-
indikasi)
Tindakan
▪ Biopsi kulit (atas
+/-
indikasi)
▪ Pasang/ aff infus +/- +/- 34.378
▪ Pasang/ aff kateter
+/- +/- 103.000
(atas indikasi)
▪ Medikasi/ Rawat
+/- +/- +/- +/- +/- +/- +/-
Luka
Obat Obatan: (28)
▪ Cairan infus :
kristaloid (NaCL 0,9 +/- +/- +/- +/- +/- +/- +/-
% RL) 138.600
▪ vIP albumin 3x1
(bila albumin 2,5-3 +/- +/- +/- +/- +/- +/- +/-
g/dl) (@6100) 85.400
▪ Kortikost eroid IV
Metilpre dnisolon
125 mg inj (@Rp.
+/- +/- +/- +/- +/- +/- +/-
44.000) setara
prednison 2-3
mg/kgBB/Hari 616.000
▪ Antibiotik
sismatik(Gentamycin
+/- +/- +/- +/- +/- +/- +/-
1x80mg) (@Rp.
100.000) 1.400.000
▪ Terapi adjuvan:
metrotexat oral 5-
7,5mg/minggu test
+/-
dose (@Rp.2.100)
(atas indikasi
khusus) 6.300
▪ Topikal :
(Triamsinolon) on in +/- +/- +/- +/- +/- +/- +/-
oral base 49.100

Nutrisi: TKTP +/- +/- +/- +/- +/- +/- +/-


Hari I-V 5 Hari VI-
Hari ML XIV MB
TKTP TKTP

192
E= 2696 E= 2696
P= 83 P= 83
71.764 71.764 1.004.696
Mobilisasi: (29)
▪ Tirah Baring +/- +/- +/- +/- +/- +/- +/-
▪ Duduk +/- +/- +/- +/- +/- +/- +/-
▪ Berdiri +/- +/- +/- +/- +/- +/- +/-
▪ Jalan +/- +/- +/- +/- +/- +/- +/-
Hasil (Outcome): (31)
▪ Keadaan umum
▪ Kesadaran
▪ Tekanan Darah
▪ Nadi
▪ Respirasi
▪ Suhu
▪ Vesikal/bula +/- +/- +/- +/- +/-
▪ Erosi

Pendidikan/Promosi
Kesehatan/Rencana
Pemulangan: (32)
▪ Segera berobat
bila gejala muali +/- +/- +/- +/- +/- +/- +/-
muncul
▪ Pemberitahuan
untuk tidak +/- +/- +/- +/- +/- +/- +/-
membaca lepuh
▪ Memelihara
+/- +/- +/- +/- +/- +/- +/-
higiene kulit

Varian (33)
Jumlah Biaya
Perawat (PPJP) (36) Diagnosis Akhir: (37) Kode Jenis Tindakan: (38) Kode ICD
ICD 10 9-CM

Pemvigus
▪ Utama L10.0 ▪ Biopsi kulit
DPJP : dr. vulgaris
Suswardana, M.Kes,
Sp.KK ▪ Penyerta ▪ Pemasangan/Aff infus
............................ ............

............................ ............ ▪ Pemasangan/Aff kateter


Verifikator ▪
▪ Medikasi, rawat luka
Keuangan (38) Komplikasi ............................ ............

193
194

Anda mungkin juga menyukai