Anda di halaman 1dari 22

PANDUAN PRAKTIK KLINIS

SMF : BEDAH DIGESTIF


RUMKITAL Dr. RAMELAN SURABAYA

TAHUN 2020
APENDICITIS (ICD X : K35.0)

Apendisitis adalah peradangan dari apendiks


1. Pengertian (Definisi) vermiformis.
Jenis yang akut merupakan penyebab yang umum dari
abdomen akut.Penyebab utamanya adalah obstruksi /
penyumbatan yang dapat disebabkan oleh hiperplasia
dari folikel limfoid, yang merupakan penyebab
terbanyak. Adanya fekolit dalam lumen apendiks.
Adanya benda asing seperti cacing. Struktur karena
fibrosis akibat peradangan sebelumnya misalnya
keganasan (karsinoma, karsinoid).
1. Kesadaran
2. Anamnesis 2. Tanda-tanda vital (TD,N,Sh,RR)
3. Nyeri tekan Mc Burney
4. Anoreksia
5. Mual
6. Muntah
7. Demam
8. Konstipasi
9. Diare
Pemeriksaan fisik :
3. Pemeriksaan a. Nyeri tekan McBurney
b. Rovsing sign
c. Spoas sign
d. Blumberg sign
e. Obturator sign
f. Rectal toucher
Pemeriksaan penunjang :
a. Pemeriksaan laboratorium :
b. Darah lengkap
c. Masa perdarahan & pembekuan
d. HBSag
e. Urin lengkap
f. Tes kehamilan (pada wanita usia
produktif tanpa melihat status
perkawinan)
Pemeriksaan Radiologi
a. Rongen thorax
b. Apendicogram
c. Foto polos abdomen
Pemeriksaan EKG

1. Memenuhi kriteria diagnosis


4. Kriteria Diagnosis Memenuhi kriteria pemeriksaan fisik

Apendicitis Akut
5. Diagnosis

a. Simple acute gastroenteritis


6. Diagnosis Banding b. Adenitis kelenjar mesentrium dan invaginasi
c. Urolitiasis dextra
d. UTI dextra
e. Atnekcitis
f. Kista ovarium
g. KET
h. Kolestisis akut
i. Perporasi ulkus duodeni
1. Tindakan operatif
8. Penatalaksanaan 2. Operasi dengan bius spinal atau bius umum
3. Open Apendiktomi
1. Penjelasan diagnosa, diagnosa banding dan
9. Edukasi pemeriksaan penunjang
2. Penjelasan rencana tindakan, lama tindakan,
resiko dan komplikasi
3. Penjelasan Alternatif Tindakan
4. Penjelasan perkiraan lama dirawat
Dubia ad bonam
10. Prognosis

II : Berdasarkan PPK Fakultas


11. Tingkat Evidens III: Berdasarkan Keilmuan Dokter
IV : Kesepakatan di RS
B : Direkomendasi dari Fakultas
12. Tingkat C : Direkomendasi oleh Dokter
Rekomendasi D : Direkomendasi oleh RS

Tim Mutu / Tim C.P


13. Penelaah Kritis
KSM Bedah Digestif

1. Tidak terjadi infeksi luka operasi (ILO)


14. Indikator Medis 2. Keluhan berkurang
3. Kesesuian dengan hasil PA
1. Kapita Selekta kedokteran edisi kedua, Media
15. Kepustakaan Aesculapius fakultas kedokteran UI 1989
2. Buku ajar Ilmu Bedah,, Sjamsu Hidayat

Ketua Komite Medik Ketua SMF Bedah Umum


dr. Heru Seno Wibowo, Sp. B(K)BD
Kolonel Laut ( K ) Nrp. 9133/P

Kepala Rumkital Dr. Ramelan

dr. Radito Soesanto , Sp THT-KL,.Sp.KL


Laksamana Pertama TNI

PANDUAN PRAKTIK KLINIS


SMF : BEDAH DIGESTIF
RUMKITAL Dr. RAMELAN SURABAYA
TAHUN 2020
APPENDICITIS INFILTRAT (ICD X : K35.3)
1. Pengertian Apendicitis infiltrate adalah proses radang
( Definisi ) apendiks yang penyebarannya dapat dibatasi oleh
omentum usus- usus dan peritoneum disekitarnya
sehingga membentuk massa ( appendiceal mass).
Umumnya massa
apendiks terbentuk pada hari ke -4 sejak
peradangan mulai apabila tidak terjadi peritonitis
umum.
2. Anamnesis 1. Kesadaran
2. Tanda-tanda vital (TD,N,Sh,RR)
3. Nyeri di daerah umbilicus atau
periumbilikus
4. Anoreksia
5. malaise
6. Muntah
7. Mual
8. Demam
9. Konstipasi
10. Diare
11. Nyeri abdomen kanan bawah
3. Pemeriksaan Fisik 1. Nyeri tekan McBurney
2. Rovsing sign
3. Spoas sign
4. Blumberg sign
5. Obturator sign
6. Rectal toucher

4.Kriteria Diagnosis 1. Memenuhi kriteria diagnosis


2. Memenuhi kriteria pemeriksaan fisik

5.Diagnosis Kerja Appendiktomi

6 Diagnosis Banding 1. Simple acute gastroenteritis


2. Adenitis kelenjar mesentrium dan invaginasi
3. Urolitiasis dextra
4. UTI dextra
5. Atnekcitis
6. Kista ovarium
7. KET
8. Kolestisis akut
9. Perporasi ulkus duodeni

7. Pemeriksaan 1. Pemeriksaan laboratorium


Penunjang a Darah lengkap
b. Masa
perdarahan &
pembekuan HBSAg
d Urin lengkap
e Tes kehamilan ( pada wanita usia
produktif tanpa melihat ststus
perkawinan
2. Pemeriksaan Radiologi
a Rongen thorax
b Apendicogram
c Foto polos abdomen d USG
d. CT Scan (apendiceal)
3. Pemeriksaan EKG
8. Penatalaksanaan 1. Tindakan operatif
2. Operasi dengan bius spinal atau bius
umum
3. Open Apendiktomi
9. Edukasi 1. Penjelasan diagnosa, diagnosa
banding dan pemeriksaan penunjang
2. Penjelasan rencana tindakan, lama
tindakan, resiko dan komplikasi
3. Penjelasan Alternatif Tindakan
4. Penjelasan perkiraan lama dirawat
10. Prognosis Dubia ad bonam

11. Tingkat Evidens : II : Berdasarkan PPK Fakultas


(II/III/IV) III: Berdasarkan Keilmuan Dokter
IV : Kesepakatan di RS

12. Tingkat B : Direkomendasi dari Fakultas


Rekomendasi : (B/C/D) C : Direkomendasi oleh Dokter
D : Direkomendasi oleh RS

13. Penelaah Kritis Tim Mutu / Tim C.P

KSM Bedah Digestif

14. Indikator Medis 1. Tidak terjadi infeksi luka operasi (ILO)


2. Keluhan berkurang
3. Kesesuian dengan hasil PA

15. Kepustakaan 1. Kapita Selekta kedokteran edisi kedua,


Media Aesculapius fakultas
kedokteran UI 1989.
2. Buku ajar Ilmu Bedah,, Sjamsu
Hidayat
Ketua Komite Medik Ketua SMF Bedah Umum

dr. Diah Utari, Sp. S


Kolonel Laut (K/W) Nrp. 9777 /P
dr. Heru Seno Wibowo, Sp. B(K)BD
Kolonel Laut ( K ) Nrp. 9133/P

Kepala Rumkital Dr. Ramelan

dr. Radito Soesanto , Sp THT-KL,.Sp.KL


Laksamana Pertama TNI

dr. Radito Soesanto , Sp THT-KL,.Sp.KL


Laksamana Pertama TNI
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF : BEDAH DIGESTIF
RUMKITAL Dr. RAMELAN SURABAYA

TAHUN 2020

IKTERUS OBSTRUKSI

Hambatan aliran cairan empedu yang disebabkan oleh


1. Pengertian (Definisi) sumbatan mekanik dan mengakibatkan terjadinya
kolestatis
Anamnesa medis yang lengkap barangkali satu satunya
2. Anamnesis bagian terpenting dari evaluasi penderita denan
unexplained jaundice. Harus dipikirkan penggunaan obat
obatan atau paparan zat kimia tertentu baik di bawah
pengawasan dokter atau tidak sperti jamu dan vitamin,
serta anabolik steroid. Penderita harus ditanyakan
dengan seksama mengenai pemakain obat parenteral
( transfusi, obat intra vena/ via nasal, obat obat anestesi )
, tato, aktivitas seksual, riwayat trevelling baru baru ini ,
kontak dengan penderita sakit kuning, paparan dengan
makanan yang terkontaminasi, paparan pekerjaan
dengan bahan bahan hepatotoksik, konsumsi alkohol,
lamanya ikterus, dan adanya gejala – gejala penyerta lain
( atralgia, mialgia, ruam kulit anoreksia, turunnya BB ,
nyyeri perut, demam , pruritus, serta perubahan urin dan
fases )

a. Pemeriksaan fisik :
3. Pemeriksaan Pemeriksaan fisik meliputi perabaan hati, kandung
empedu, tanda acites, kandung empedu yang
membesar menunjukan ada sumbatan pada saluran
empedu bagian distal yang disebabkan oleh tumor
( sindrom courvoisier )
b. Pemeriksaan laboratorik
1) Alkali fosfate dan gamma – GT akan
meningkat
2) Bilirubin irek serum meningkat lebih tinggi dari
bilirubin indirek
3) Enzim SGOT/SGPT biasanya tidak
4) Kadar serum CA 19-9 Dan CEA Meningkat
pada mayoritas kasus keganasan
c. Pemeriksaan imaging
1) Ultrasonografi merupakan pemeriksaan
pertama yang dilakukan untuk melihat
sumbatan saluran empedu , dapat mendeteksi
pelebaran saluran empedu intra dan ekstra
hepatal, dan melihat penyebab obstruksi.
2) ERCP ( Endocospic retrograde
Cholangio – pancreatography ) : berfungsi
sebagai sarana diagnostik ( memerikan
gambaran anatomik saluran bilier , biopsi
tumor ) , sekaligus dapat berfungsi sebagai
sarana terapeutik ( singterotomi dan ekstraksi
batu atau pemasangan sten )
3) MRCP ( Magnetic resonance cholangio –
pancreatography ) : sarana on invasive batu
atau pemasangan sten
4) PTC ( Percutaneous transhepatic
cholangiography ) : memberikan gambaran
anatomi saluran empedu, terutama untuk
obstruksi di bagian proksimal saluran empedu.

4. Kriteria Diagnosis

Ikterus Obstruksi
5. Diagnosis

6. Diagnosis Banding

Pada dasarnya terapi pasien dengan ikterus


7. Terapi obstruksi adalah menghilangkan penyebab sumbatan
atau mengalihkan aliran empedu. Tindakan tersebut
berupa tindakan pembedahan misalnya, pengangkatan
batu atau reseksi tumor, dapat pula berupa upaya
menghilangkan sumbatan dengan tindakan endoskopi
maupun laparaskopi.
Bila tindakan pembedahan lunak tidak mungkin
dilakukan untuk menghilangkan penyebab sumbatan,
dilakukan tindakan darinase yang bertujuan agar
empedu yang terhambat dapat dialirkan . drainase
dapat dilakukan ke luar tubuh misalnya, dengan
pemasangan pipa nasbilier, pipa T Pada tuktus
koleduktus kolesistostomi. Drainase interna dapat
dilakukan dengan membuat pintasan biliodigestif dapat
berupa kolesistojejunostomy , koledokoduodenostomi,
koledoko-jejunostomy atau hepatiko jeunostomy.

9. Edukasi -

Baik
10. Prognosis

11. Tingkat Evidens I

A
12. Tingkat
Rekomendasi

13. Penelaah Kritis KSM Bedah Digestif

14. Indikator Medis -

1. Referensi Abdurachman Sukardi, Ali Usman ,


15. Kepustakaan Syarief Hidayat Efend. 2002. Ikterus Neonatorum.
Perinatologi. Bandung Bagian /SMF Ilmu
Kesehatan Anak FKUP.RSHS. 64 – 84
2. Behrman, Kliegman, Jenson . 2004. Kernicteru.
Textbook Of Pediatrics. New Yoork 17 Th Edition.
Saunders. 596-598
3. Garna herry, dkk.2000. ikterus neonatorum.
Pedoman diagnosis dan terapi ilmu keseshatan
anak. Edisi kedua. Bagian / SMF ilmu kesehatan
Anak FKUP/RSHS. 97-103
4. Carlton WW Dan MD . Mcgavin. 1995. Thomsons
Special Veterinary Pathology. Ed. 2. Mosby –
Year Book, Inc

Ketua Komite Medik Ketua SMF Bedah Umum

dr. Diah Utari, Sp. S


Kolonel Laut (K/W) Nrp. 9777 /P
dr. Heru Seno Wibowo, Sp. B(K)BD
Kolonel Laut ( K ) Nrp. 9133/P

Kepala Rumkital Dr. Ramelan

dr. Radito Soesanto , Sp THT-KL,.Sp.KL


Laksamana Pertama TNI
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF : BEDAH DIGESTIF
RUMKITAL Dr. RAMELAN SURABAYA

TAHUN 2020
CHOLELITHIASIS

ICD K 80

Batu yang terdapat didalam vesica felea (Kantung


1. Pengertian (Definisi) empedu)

1.nyeri atau kolik pada perut kwadran kanan atas sampai


2. Anamnesis epigastrium.

2.nyeri dapat menjalar ke punggung

3.bila terdapat penyumbatan saluran empedu maka


penderita akan tampak kuning, disertai gatal pada kulit.

4.gangguan pencernaan(dyspepsia) dan mual.

1.tampak kuning pada sclera atau tidak


3. Pemeriksaan
2.nyeri tekan perut kwadran kanan atas

3.nyeri saat inspirasi saat hipocondriaca kanan di tekan


(Murphy’s sign)

1. Kolik perut kwadran kanan atas, kadang menjalar


4. Kriteria Diagnosis
ke belakang dapat disertai radang akut kolesistitis
atau penyumbatan- kholestasis.
2. Pada pemeriksaan, nyeri tekan pada kwadran
hipokondrium kanan, Terdapat tanda peritonitis
lokal (defans musculer +), pertanda Murphy’s
positif.

Cholelithiasis
5. Diagnosis

1. Hepatitis
6. Diagnosis Banding 2. Abses Hepar
3. Pankreatitis
4. Cholangitis
5. Ulkus Peptikum

6. Pemeriksaan Laboratorium DL, OT, PT, Bilirubin direct&total


penunjang USG Abdomen hepatobilier
1. Medikamentosa/ konservatif
8. Penatalaksanaan 2. Operatif cholecystectomy
3. Pemberian antibiotika dan analgetika

1. Masuk RS.
9. Edukasi 2. Puasa minimal 6 jam sebelum dilakukan
OPERASI
3. Kontrol 1 minggu setelah KRS.

Ad vitam : dubia ad bonam


10. Prognosis Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fumgsionam : dubia ad bonam
IV
11. Tingkat Evidens

C
12. Tingkat
Rekomendasi

13. Penelaah Kritis KSM Bedah Digestif

Setelah dilakukan operasi 80 % pasien keadaan baik.


14. Indikator Medis

1. Standar Pelayanan Profesi Dokter


15. Kepustakaan Spesialis Bedah Umum Indonesia, edisi revisi
2003, PABI
2. Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah,
Seymour I, Schwarts, Spenser, edisi 6 , Jakarta,
EGC, 2000

Ketua Komite Medik Ketua SMF Bedah Umum

dr. Diah Utari, Sp. S


Kolonel Laut (K/W) Nrp. 9777 /P
dr. Heru Seno Wibowo, Sp. B(K)BD
Kolonel Laut ( K ) Nrp. 9133/P

Kepala Rumkital Dr. Ramelan

dr. Radito Soesanto , Sp THT-KL,.Sp.KL


Laksamana Pertama TNI
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF : BEDAH DIGESTIF
RUMKITAL Dr. RAMELAN SURABAYA

TAHUN 2020
ANAL FISTULA (K60.3)

Komunikasi abnormal dari anus dan kulit perianal yang


1. Pengertian (Definisi) dilapisi oleh jaringan granulasi

1. Nyeri daerah anus


2. Anamnesis 2. Bengkak daerah anus
3. Keluar cairan seropurulen di daerah anus
4. Pernah dilakukan drainase abses didaerah
sekitar anus atau pernah pula memiliki abses
didaerah sekitar anus yang pecah spontan.
1. Inspeksi
3. Pemeriksaan 2. Colok dubur
3. Proctoscopy
4. Bivalve opening speculum
1. Pengeluaran bahan seropurulen kronik dari
4. Kriteria Diagnosis lubang perianal
2. Inspeksi terlihat muara eksterna
3. Teraba indurasi fistel pada colok dubur
4. Fistel dapat disonde
Perianal fistula
5. Diagnosis

1. Fisura ani
6. Diagnosis Banding 2. Hidradenitis supurativa
3. Periurethral fistula
4. Sinus pilonidalis
7. Pemeriksaan 1. Proctoscopy
penunjang 2. fistulografi
3. bivalve opening speculum
4. irigasi dengan hydrogen peroxida
5. endoanal ultrasonografi
6. CT scan
7. MRI
1. Fistulotomy
8. Penatalaksanaan 2. Fistulectomy
3. pemasangan seton
1. Mobilisasi aktif
9. Edukasi 2. Diet bebas 1800 kcal
3. Perawatan luka
4. Rendam duduk dengan kalium permanganan
5. Kemungkinan kambuh setelah pembedahan
Ad vitam : dubia ad bonam
10. Prognosis
Ad sanationam : dubia ad bonam

Ad fungsionam : dubia ad bonam

11. Tingkat Evidens I/II/III/IV

12. Tingkat A/B/C


Rekomendasi
KSM Bedah Digestif
13. Penelaah Kritis

Gejala dan tanda menghilang


14. Indikator Medis Tidak terjadi kekambuhan

1. Keighley, M.R.B.K. and Williams, N.S. 1999


15. Kepustakaan Surgery of the Anus, Rectum and Colon 2nd
edition, WB Saunders London.
2. Lawrence W, Gerard M. 2003. Current Surgical
Diagnosis and Treatment Eleven Edition.
United State of America: The Mc Graw-Hill
Companies, Inc.
3. De Jong W, Sjamsuhidajat R. 2004. Buku Ajar
Ilmu Bedah Edisi Dua. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Ketua Komite Medik Ketua SMF Bedah Umum

dr. Diah Utari, Sp. S


Kolonel Laut (K/W) Nrp. 9777 /P
dr. Heru Seno Wibowo, Sp. B(K)BD
Kolonel Laut ( K ) Nrp. 9133/P

Kepala Rumkital Dr. Ramelan

dr. Radito Soesanto , Sp THT-KL,.Sp.KL


Laksamana Pertama TNI
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF : BEDAH DIGESTIF
RUMKITAL Dr. RAMELAN SURABAYA

TAHUN 2020
HEMOROID

ICD I 84

Adalah pelebaran pembuluh darah vena (plexus


1. Pengertian (Definisi) Haemorrhoidalis) didalam anus

1.Keluar darah segar saat BAB


2. Anamnesis
2.keluar benjolan dari anus (sesuai grade)

3.adanya rasa kemeng atau gatal pada anus


1. pucat bila terdapat anemia pada hemoroid dengan
3. Pemeriksaan perdarahan yang lama.
2. terdapat benjolan yang keluar dari anus yang tidak
dapat masuk kembali ( Hemoroid grade IV)
3. Pada Rectal Toucher/ Colok dubur teraba masa
kenyal lunak
4. Pada Anoscopi terdapat gambaran livide
1. Keluar darah segar saat BAB, terutama saat
4. Kriteria Diagnosis feses aka keluar atau setelah feses keluar.
2. Keluar benjolan lewat anus dapat masuk atau
tidak dapat masuk (grade I-IV)
3. Rasa nyeri pada dubur, kadang terasa gatal
pada dubur

Hemoroid
5. Diagnosis

1. Karsinoma recti
6. Diagnosis Banding 2. Prolaps recti
3. Polip recti
4. Keradangan tractus Gastrointestinal (Proktitis)

8. Pemeriksaan 1. Laboratorium DL
penunjang 2. Colok dubur, Proktoscopi, anoscopi
1. Tranfusi darah bila anemia
8. Penatalaksanaan 2. Medikamentosa/ konservatif untuk Grade I-II
3. Operatif pada Grade III-IV
1. Masuk RS.
9. Edukasi 2. Puasa minimal 6 jam sebelum dilakukan
OPERASI
3. Kontrol 1 minggu setelah KRS.

Ad vitam : dubia ad bonam


10. Prognosis
Ad sanationam : dubia ad bonam

Ad fumgsionam : dubia ad bonam


IV
11. Tingkat Evidens

C
12. Tingkat
Rekomendasi
KSM Bedah Digestif
13. Penelaah Kritis

Setelah dilakukan operasi 80 % pasien keadaan baik.


14. Indikator Medis

1. Standar Pelayanan Profesi Dokter Spesialis


15. Kepustakaan Bedah Umum Indonesia, edisi revisi 2003,
PABI
2. Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah, Seymour I,
Schwarts, Spenser, edisi 6 , Jakarta, EGC,
2000

Ketua Komite Medik Ketua SMF Bedah Umum

dr. Diah Utari, Sp. S


Kolonel Laut (K/W) Nrp. 9777 /P
dr. Heru Seno Wibowo, Sp. B(K)BD
Kolonel Laut ( K ) Nrp. 9133/P

Kepala Rumkital Dr. Ramelan

dr. Radito Soesanto , Sp THT-KL,.Sp.KL


Laksamana Pertama TNI
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF : BEDAH DIGESTIF
RUMKITAL Dr. RAMELAN SURABAYA

TAHUN 2020
Peritonitis ( ICD 10: K 65)

Peritonitis diklasifikasikan menjadi 3, yaitu primer,


1. Pengertian (Definisi) sekunder dan tersier.

Peritonitis primer disebabkan oleh mikro organisme yang


berasal dari luar abdomen. Peritonitis sekunder
disebabkan adanya sumber infeksi dari kerusakan atau
keradangan organ abdomen. Sedangkan peritonitis
tersier merupakan keadaan yang timbul kemudian pada
fase post operasi, dengan manifestasi klinis berupa SIRS
dengan MODS disertai adanya mikroba yang ganjil
berupa jamur atau kuman komensal lainnya.

1. Nausea,
2. Anamnesis 2. Vomiting,
3. Anoreksia
4. Demam
5. Nyeri seluruh lapang perut
6. Tidak bisa BAB dan flatus
1. Nyeri seluruh lapang perut
3. Pemeriksaan 2. Defans muskuler
3. Pekak hepar menghilang
4. Bising usus menurun atau menghilang
5. Nyeri pada pemeriksaan colok dubur
1. Anamnesis
4. Kriteria Diagnosis 2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan penunjang: laboratorium dan
radiology
Peritonitis
5. Diagnosis

1. Peritonitis bakterial
6. Diagnosis Banding 2. Peritonitis tuberculosis
3. Peritonismus
9. Pemeriksaan 1. Laboratorium: didapatkan lekositosis,
penunjang peningkatan CRP
2. Foto abdomen 3 posisi untuk mengetahui
gambaran udara bebas subdiafragma
3. USG abdomen untuk mengetahui adanya
cairan bebas dengan internal echo
4. CT abdomen untuk diagnostik dan identifikasi
organ retroperitoneal
1. Non Operasi
8. Penatalaksanaan 2. Operasi merupakan pilihan utama terapi.
 Abdomenocentesis bila didapatkan ACS
 Peritoneal drainage bila tindakan source
control definitif tidak tercapai toleransi
pembiusan
 Eksplorasi laparotomy
1. Penyakit, penanganan dan komplikasis serta
9. Edukasi prognosisnya
2. Diet tinggi protein untuk mempercepat
penyembuhan
3. Kontrol poli bedah anak untuk follow up
Ad vitam : dubia ad bonam,
10. Prognosis
Ad sanationam : dubia ad bonam,

Ad fungsionam : dubia ad bonam,


III
11. Tingkat Evidens

C
12. Tingkat
Rekomendasi

13. Penelaah Kritis

1. Nyeri berkurang
14. Indikator Medis 2. Anoreksia, nausea dan vomiting teratasi
3. Tidak terjadi komplikasi
4. Infeksi teratasi
1. De Jong W, Sjamsuhidayat. Buku Ajar Ilmu
15. Kepustakaan Bedah ed. 2nd ed. EGC. 2005.
2. Michael J. Zinner. Maingot’s Abdominal
Operations, 11th ed, ed., Mc Graw Hill 2007.
3. Herbert , Chen , Illustrative Handbook of
General Surgery, Berlin : Springer, P.217. ISBN
1-84882-088-7, 2010.
4. Greg, M; et al. Oxford Handbook of Clinical
Surgery, Hartlepool: Oxford University Press. P
272, 2007
5. Holcomb, George W, and J Patrick Murphy.
Ashcraft’s Pediatric Surgery 5th Edition.
Philadelphia. Saunder Elsevier.2010
6. Puri P and M. E Hollwarth. Pediatric Surgery.
Newyork. Springer. 2006
Ketua Komite Medik Ketua SMF Bedah Umum

dr. Diah Utari, Sp. S


Kolonel Laut (K/W) Nrp. 9777 /P
dr. Heru Seno Wibowo, Sp. B(K)BD
Kolonel Laut ( K ) Nrp. 9133/P

Kepala Rumkital Dr. Ramelan

dr. Radito Soesanto , Sp THT-KL,.Sp.KL


Laksamana Pertama TNI
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF : BEDAH DIGESTIF
RUMKITAL Dr. RAMELAN SURABAYA

TAHUN 2020
ILEUS OBSTRUKTIF

Ileus obstruksi adalah gangguan pasase usus atau peristaltic


1. Pengertian (Definisi) usus akibat adanya sumbatan bagi jalan distal isi usus.

1. Nyeri tekan pada abdomen.


2. Anamnesis
2. Muntah.

3. Konstipasi (sulit BAB).

4. Distensi abdomen.

5. BAB darah dan lendir tapi tidak ada feces dan flatus

1. Inspeksi
3. Pemeriksaan Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata
dehidrasi, yang mencakup kehilangan turgor kulit
maupun mulut dan lidah kering.
2. Palpasi dan perkusi
Pada palpasi didapatkan distensi abdomen dan
perkusi tympani yang menandakan adanya
obstruksi.
3. Auskultasi
Terdengar kehadiran episodik gemerincing logam
bernada tinggi dan gelora (rush) diantara masa
tenang.
4. Rectal Toucher
Isi rektum menyemprot: Hirschprung disease
Adanya darah dapat menyokong adanya
strangulasi, neoplasma Feses yang mengeras:
skibala Feses negatif: obstruksi usus letak tinggi.

1. Adhesi,
4. Kriteria Diagnosis 2. hernia inkarserata
3. keganasan usus besar
4. massa cacing
5. tumor primer maupun metastase
6. peradangan, divertikulum Meckel, invaginasi,
volvulus, atau obstruksi makanan

5. Diagnosis
1. Obstruksi Sederhana
2. Obstruksi dengan Strangulasi
3. Obstruksi jenis gelung tertutup

6. Diagnosis Banding
Ileus paralitik
7. Pemeriksaan 1. Laboratorium( darah lengkap,elektrolit)
penunjang 2. Radiologi (foto polos abdomen 3 posisi)
3. Radiogram.

1. Vital sign
8. Penatalaksanaan 2. Pemasangan nasogastric tube bertujuan untuk
mengosongkan lambung, mengurangi resiko
terjadinya aspirasi pulmonal karena muntah dan
meminimalkan terjadinya distensi abdomen.
3. Pasien dengan obstruksi intestinal biasanya
mengalami dehidrasi dan kekurangan Natrium,
Khlorida dan Kalium yang membutuhkan
penggantian cairan intravena dengan cairan salin
isotonic seperti Ringer Laktat.
4. Urin harus di monitor dengan pemasangan Foley
Kateter.
 Operatif
1. Koreksi sederhana (simple correction).
Tindakan bedah sederhana untuk
membebaskan usus dari jepitan, misalnya
pada hernia incarcerata non-strangulasi,
jepitan oleh streng/adhesi atau pada
volvulus ringan.
2. Tindakan operatif by-pass. Membuat
saluran usus baru yang "melewati" bagian
usus yang tersumbat, misalnya pada tumor
intralurninal, Crohn disease, dan
sebagainya.
3. Membuat fistula entero-cutaneus pada
bagian proximal dari tempat obstruksi,
misalnya pada Ca stadium lanjut.
4. Melakukan reseksi usus yang tersumbat
dan membuat anastomosis ujung-ujung
usus untuk mempertahankan kontinuitas
lumen usus, misalnya pada
carcinomacolon, invaginasi strangulata,
dan sebagainya.

9. Edukasi

Nonstrangulasi obstruksi mempunyai suatu angka


10. Prognosis kematian sekitar 2 %, banyak terjadi pada orang tua.
Obstruksi strangulata mempunyai tingkat kematian kira-
kira 8 % jika operasi dilakukan dalam 36 jam setelah
gejala timbul dan 2 % jika operasi ditunda lebih dari 36
jam.

11. Tingkat Evidens

12. Tingkat
Rekomendasi
KSM Bedah Digestif
13. Penelaah Kritis

pasien sepsis teratasi dengan atau tanpa komplikasi dalam


14. Indikator Medis waktu 1 hari perawatan target :

75% pasien sepsis teratasi dengan atau tanpa komplikasi


dalam waktu 10 hari perawatan

1. Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan


15. Kepustakaan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan pasien. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran, EGC.
2. Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Klien
Dengan Gangguan System Kardiovaskular dan
Hematologi. Jakarta : Salemba Medika.
3. Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan
Medikal Bedah. Jakarta : EGC

Ketua Komite Medik Ketua SMF Bedah Umum

dr. Diah Utari, Sp. S


Kolonel Laut (K/W) Nrp. 9777 /P
dr. Heru Seno Wibowo, Sp. B(K)BD
Kolonel Laut ( K ) Nrp. 9133/P

Kepala Rumkital Dr. Ramelan


Laksamana Pertama TNI

Anda mungkin juga menyukai