Anda di halaman 1dari 3

INFAK

Kata infak dalam dalil dalil al quran dan hadis memiliki makna yang cukup luas, karena infak
mencakup semua jenis pembelanjaan harga kekayaan. Allah taala berfirman: dan orang-orang
yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir , dan
adalah (pembelanjaan itu) ditengah tengah antara yang demikian.(Q.S Al-Furqan(25):67),

Infak dari akar kata : Nafaqa (Nun, Fa, dan Qaf), yang mempunyai arti keluar. Dari akar kata
inilah muncul istilah Nifaq-Munafiq, yang mempunyai arti orang yang keluar dari ajaran Islam.

Kata (infaq), yang huruf akhirnya mestinya Qaf, oleh orang Indonesia dirubah menjadi huruf
Kaf , sehingga menjadi (infak).

Maka, Infaq juga bisa diartikan mengeluarkan sesuatu (harta) untuk suatu kepentingan yang baik,
maupun kepentingan yang buruk. Ini sesuai dengan firman Allah yang menyebutkan bahwa
orang-orang kafirpun meng "infak" kan harta mereka untuk menghalangi jalan Allah :

Sesungguhnya orang-orang yang kafir menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (orang)
dari jalan Allah. mereka akan menafkahkan harta itu, kemudian menjadi sesalan bagi mereka,
dan mereka akan dikalahkan. dan ke dalam Jahannamlah orang-orang yang kafir itu
dikumpulkan (Qs. Al Anfal : 36)

Sedangkan Infak secara istilah adalah : Mengeluarkan sebagian harta untuk sesuatu kepentingan
yang diperintahkan oleh Allah subhanahu wataala, seperti : menginfakkan harta untuk
memenuhi kebutuhan keluarga.

Infak sering digunakan oleh Al Qur'an dan Hadits untuk beberapa hal, diantaranya :

Pertama : Untuk menunjukkan harta yang wajib dikeluarkan, yaitu zakat. Infak dalam
pengertian ini berarti zakat wajib.
Kedua : Untuk menunjukkan harta yang wajib dikeluarkan selain zakat, seperti kewajiban
seorang suami memberikan nafkah untuk istri dan anak-anaknya. Kata infak disini berubah
menjadi nafkah atau nafaqah.

Ketiga : Untuk menunjukkan harta yang dianjurkan untuk dikeluarkan, tetapi tidak sampai
derajat wajib, seperti memberi uang untuk fakir miskin, menyumbang untuk pembangunan
masjid atau menolong orang yang terkena musibah. Mengeluarkan harta untuk keperluan-
keperluan di atas disebut juga dengan infak.

HADIAH

Hadiah adalah suatu pemberian yang bertujuaan untuk memuliakan dan meningkatkan hubugan
antara pemberi hadiah dan penerima. Disamping itu sebagai bentk penghargaan bagi yang
menerima.

Hadiah adalah pemberian oleh orang berakal sempurna sebuah barang yang dimilikinya dengan
tidak ada tukarnya serta dibawa ketempat yang diberi karena hendak memuliakannya.

Pada dasarnya Hibah dengan hadiah sama. Hanya saja, kebiasaannya, hadiah itu lebih
dimotivasikan oleh rasa terimakasih dan kekaguman seseorang.

Seseorang pemimpin, misalnya, biasa memberikan hadiah kepada bawahannya sebagai tanda
penghargaan atas prestasinya dan untuk memacunya lebih berprestasi demikian pula, bisa terjadi,
seorang bawahan memberi hadiah kepada atasan sebagai tanda ucapan terimakasih pemberian
hadiah bisa pula terjadi antara orang yang setaraf, dan bahkan antara seorang muslim dan non
muslim atau sebaliknya. Dalam persoalan ini, hadiah haruslah dibedakan dengan risywah
(sogok). Perbedaannya amat halus, yakni terletak pada motivasi yang melatar belakanginya.

Hadiah dibolehkan oleh agama. Rasulullah saw sendiri pernah menerima hadiah semasa
hidupnya, sebagai tanda rasa hormat dan bersahabat dari pihak lain. Dalam suatu riwayat dari
Abu Hurairah dikatana bahwa: Rasullah saw mengatakan: saling memberilah kamu. Niscaya
kamu akan saling mengasihi.[1]

Dalam perjalanan sejarah, Umar bin Abdul Aziz pernah mengharamkan Hadiah kenapa
demikian? Karena pada masa itu Umar melihat bahwa gejala yang terjadi dalam masyarakat
dalam pemberian dan penerimaan hadiah bukan lagi murni hadiah, tetapi sudah mengarah
kepada risywah.

Rukun dan syarat hadiah sama dengan hibah untuk terwujudnya suatu hadiah maka mesti
memenuhi rukun dan syaratnya sebagai tanda adanya transaksi.

Hadiah adalah pemberian seseorang kepada orang lain karena hendak memuliakannya.

Hadiah hukumnya sunnah, bahwa hal ini merupakan perbuatan yang baik. Namun hadiah bisa
diharamkan apabila sudah mengarah kepada Risywah.

3. Syarat-syarat hadiah adalah adanya ijab dan qabul sedangkan rukunnya meliputi:

a. Ada yang memberi

b. Ada yang diberi

c. Ada ijab dan qabul

d. Ada barang yang diberikan.

Anda mungkin juga menyukai