Pendahuluan
Manusia adalah makhluk yang sangat unik. Manusia berbeda satu sama lain dalam ciri
normal fisik, fisiologi, dan mentalnya. Manusia juga berbeda dalam kemungkinan menderita
penyakit penyakit tertentu atau abnormalitas lain. Keanekaragaman ini sebagian disebabkan
karena perbedaan kondisi lingkungan tempat mereka hidup dan sebagian juga disebabkan oleh
kelainan genetik (bawaan). Genetik merupakan faktor penting dalam penurunan sifat-sifat
manusia. Gen terkandung dalam kromosom-kromosom yang tersusun secara teratur, berurutan,
dan memiliki posisi khas. Pada saat terjadi perubahan atau mutasi pada gen, maka akan terjadi
berbagai macam kelainan, salah satu contoh adalah penyakit talasemia.
Talasemia adalah sekelompok penyakit/kelainan herediter yang heterogen disebabkan oleh
adanya defek produksi hemoglobin normal, akibat kelainan sintesis rantai globin dan biasanya
disertai kelainan morfologi eritrosit dan indeks -indeks eritrosit. Hemoglobin terdapat dalam sel
darah merah. Hemoglobin terdiri dari dua gugus molekul yaitu heme dan globin. Heme adalah
pirol yang memiliki poros atom Fe, sedangkan globin diatur oleh dua varian molekul yang
menyusun satu molekul Hb yaitu dan . Ketiga molekul ini memiliki variasi yang sangat kecil,
namun memiliki sifat yang sangat berbeda. Jika salah satu rantai tidak terbentuk pada waktunya
maka terjadilah talasemia Pada saat ini, dengan makin dapat diatasinya penyakit penyakit infeksi,
insiden penyakit keturunan (genetik) makin menonjol sehingga penyakit genetik menjadi semakin
penting. Dengan mengetahui hubungan antara mutasi gen sampai menyebabkan talasemia maka
dapat dilakukan pencegahan secara dini atau pengobatan secara tepat.1
Anamnesis
Penderita thalassemia sering sekali bergejala sebagai anemia, beberapa pertanyaan yang
penting kita tanyakan dalam keadaan pasien anemia adalah usia pasien, pada kasus anak terutama
penting untuk mengetahui bagaimana riwayat kehamilan, riwayat proses partus dan postpartum
apakah ada komplikasi atau ada masalah dalam proses tersebut. Nutrisi baik sesudah dilahirkan
juga penting untuk ditanyakan apakah mendapatkan nutrisi yang cukup. Riwayat penderita dan
keluarga sangat penting untuk ditanyakan juga dalam kasus anemia, hal ini lebih penting lagi
dalam kasus thalassemia, karena pada populasi dengan ras dan etnik tertentu terdapat frekuensi
yang tinggi untuk jenis abnormalitas gen thalassemia yang spesifik. Untuk orang dewasa atau anak
yang lebih besar juga penting untuk ditanyakan apakah menggunakan obat-obatan tertentu. Bila
terdapat riwayat aborsi spontan dapat pula ditanyakan.
Pada wanita hamil, dari anamnesis dapat ditanyakan adanya gejala anemia seperti pusing,
lemah, mudah lelah, hingga sinkop. Ada atau tidaknya riwayat splenomegali, batu empedu,
trombosis, kardiomiopati, penyakit hati kronis serta kelainan endokrin seperti diabetes melitus.
Gejala talasemia sering muncul pada usia >18-67 tahun (dapat terjadi pada usia 2-8 tahun). Pada
beberapa wanita gejala anemia akan bertambah berat karena ekspansi volume plasma yang disertai
sedikit peningkatan eritropoiesis. Dapat ditanyakan juga adanya riwayat transfusi, apakah sejak
sebelum atau setelah kehamilan, karena stress fisiologis kehamilan dapat mengeksaserbasi gejala
talasemia.2
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah keadaan umum dan tanda-tanda vital seperti suhu,
nadi, tekanan darah, dan frekuensi pernapasan. Selain itu pemeriksaan fisik yang mengarahkan ke
diagnosis thalasemia bila dijumpai gejala dan tanda pucat yang menunjukkan anemia, ikterus yang
menunjukkan hemolitik, splenomegali yang menunjukkan adanya penumpukan (pooling) sel
abnormal, dan deformitas skeletal, terutama pada thalasemia beta.3,4
Pemeriksaan Penunjang
1.Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan darah yang dilakukan pada pasien yang dicurigai menderita talasemia
adalah :2
a. Darah rutin
Kunci mendiagnosis talasemia adalah anemia hipokromik mikrositik dengan mean
corpuscular volume (MCV) < 80 fl dan mean corpuscular haemoglobin (MCH) < 27 pg.
Pemeriksaan kombinasi MCV dan MCH ini lebih baik daripada hanya MCV saja atau
MCH saja. Anemia hipokromik mikrositik juga ditemukan pada anemia defisiensi besi
namun biasanya disertai penurunan kadar red blood cell (RBC) dan peningkatan red cell
distribution width (RDW). Dapat juga ditemukan penurunan jumlah eritrosit, peningkatan
jumlah lekosit dan ditemukan pula peningkatan dari sel PMN. Bila terjadi hipersplenisme
akan terjadi penurunan dari jumlah trombosit.2
b. Hitung retikulosit
Pada talassemia meningkat antara 2-8 %.2
c. Gambaran darah tepi
Anemia pada talasemia mayor mempunyai sifat mikrositik hipokrom. Pada
gambaran sediaan darah tepi akan ditemukan retikulosit, poikilositosis, basophilic
stippling, sel tear drops dan sel target.2
d.Feritin, Serum Iron (SI) dan Total Iron Binding Capacity (TIBC)
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan anemia terjadi
karena defisiensi besi. Pada anemia defisiensi besi SI akan menurun, sedangkan TIBC akan
meningkat. HbA2 yang rendah dapat ditemukan pada anemia defisiensi besi dan talasemia
sehingga kadang sulit membedakan dengan pembawa sifat talasemia . Pemeriksaan
feritin dapat membedakan anemia karena talasemia dengan defisiensi besi.2
e.Tes Fungsi Hepar
Kadar bilirubin tak terkonjugasi akan meningkat sampai 2-4 mg%. bila angka
tersebut sudah terlampaui maka harus dipikir adanya kemungkinan hepatitis, obstruksi batu
empedu dan cholangitis. Serum SGOT dan SGPT akan meningkat dan menandakan adanya
kerusakan hepar. Akibat dari kerusakan ini akan berakibat juga terjadi kelainan dalam
faktor pembekuan darah.2
2. Elektroforesis Hb
Diagnosis definitif ditegakkan dengan pemeriksaan elektroforesis hemoglobin.
Pemeriksaan ini tidak hanya ditujukan pada penderita thalassemia saja, namun juga pada orang
tua,dan saudara sekandung jika ada. Pemeriksaan ini untuk melihat jenis hemoglobin dan kadar
Hb A2. Petunjuk adanya thalassemia adalah ditemukannya Hb Barts dan Hb H. Pada thalassemia
kadar Hb F bervariasi antara 10-90%, sedangkan dalam keadaan normal kadarnya tidak melebihi
1%.2
3.Pemeriksaan sumsum tulang
Pada sumsum tulang akan tampak suatu proses eritropoesis yang sangat aktif sekali. Ratio
rata-rata antara myeloid dan eritroid adalah 0,8 sedangkan pada keadaan normal biasanya
memiliki nilai perbandingan 10 : 3.2
4. Diagnosis Prenatal
Bertujuan untuk mengetahui sedini mungkin apakah janin yang dikandung menderita
talasemia mayor. Diagnosis ini terutama ditujukan pada janin dari pasangan baru yang sama-
pengemban sifat talasemia serta janin dari pasangan yang telah mendapat bayi talasemia
sebelumnya.1
Diagnosis prenatal meliputi:
1. Fetal sampling, dengan teknik
a. Chorionic Villus Sampling (CVS)
Teknik ini dapat dilakukan pada usia kehamilan 10-14 minggu. Korion frondosum dilihat
dengan USG kemudian diambil sedikit dengan forcep biopsy atau syringe berisi media
dengan tekanan negatif yang dihubungkan dengan jarum spinal secara steril. Korion ini
berasal dari zigot sehingga dianggap mewakili sel fetus. Setelah dibersihkan dari darah dan
desidua ibu kemudian dilakukan tes laboratorium. Hasilnya kemudian dibandingkan
dengan hasil analisa karakter dan mutasi DNA orangtua.CVS berisiko 0,5-1%
menimbulkan kematian janin.1
b. Amniosentesis
Teknik ini dapat dilakukan pada usia kehamilan 16-20 minggu. Dengan USG dilihat
kantong cairan amnion kemudian diambil dengan syringe yang dihubungkan dengan jarum
spinal dengan steril. Cairan amnion mengandungamniosit yang merupakan sel deskuamasi
dari kulit, saluran pernafasan, gastrointestinal dan genitourinaria janin. Ekstraksi dan
analisa DNA kemudian dapat dilakukan dari amniosit ini. Amniosentesis berisiko 0,5%
menimbulkan kematian janin.1
c.Fetal blood sampling atau kordosentesis atau percutaneous umbilical cord sampling
(PUBS)
Dapat dilakukan pada usia kehamilan 18-22 minggu. Dengan panduan USG dicari tali
pusat kemudian diambil 1-2 ml darah janin sehingga memungkinkan untuk dilakukan
hemoglobin typing dan analisa DNA. Prosedur ini lebih menguntungkan CVS dan
amniosentesis karena hemoglobin typing hanya memerlukan waktu singkat untuk
mendapatkan hasil tes. Kordosentesis berisiko 2-3% menimbulkan kematian janin.
Pemilihan teknik tergantung pada umur kehamilan, kesediaan orangtua dan kemampuan
operator untuk melakukan tindakan.Pada orangtua yang berisiko janinnya terkena Hb Barts
hydrops fetalis dapat ditawarkan terlebih dahulu fetal scanning untuk melihat kardiomegali janin
yang merupakan marker sensitif dan dapat dideteksi secara dini.1
2. Diagnosis laboratorium meliputi hemoglobin typing dan analisa DNA
3. Konseling
Working Diagnosa
Kata thalasemia pertama kali digunakan pada anemia yang sering ditemukan pada orang
Itali dan Yunani, pada tepi pantai dan pulau sekitaran. Kata ini sekarang mengarah pada
sekelompok penyakit yang diturunkan karena kelaianan sintesis rantai globin. Thalasemia
termasuk dalam bentuk hemoglobinopati, yang dimana di klasifikasi berdasarkan rantai globin
spesifik ( atau ) yang dimana sintesisnya mengalami gangguan. Sehingga sesuai namanya,
thalasemia alfa dan beta adalah kelainan pembentukan rantai alfa dan beta secara berurutan.5
Tipe penurunan sifat thalasemia adalah autosomal resesif. Pada thalasemia alfa, perlu
dimengerti bahwa sintesis rantai globin alfa diatur oleh 4 buah gen alfa yang terletak 2 pada setiap
kromosom 16. Yang terjadi pada thalasemia alfa adalah hilangnya gen alfa pada kromosom, bisa
satu ataupun lebih dari satu gen. Thalasemia alfa-2/silent carrier adalah hilangnya 1 buah gen
globin alfa, thalasemia alfa-1/trait adalah hilangnya 2 buah gen globin alfa, penyakit Hb H adalah
hilangnya 3 buah gen globin alfa, dan terakhir Hb Barts/ Hydrops Foetalis adalah hasil dari
hilangnya semua gen globin alfa.5
Pada thalasemia homozigot (-/-) tidak ada rantai yang diproduksi. Pasiennya hanya
memiliki Hb Barts yang tinggi dengan Hb embrionik. Meskipun kadar Hb nya tinggi tapi hampir
semuanya adalah HbBarts sehingga sangat hipoksik yang menyebabkan sebagian besar pasien
lahir mati dengan tanda hipoksia intrauterin. Bentuk thalasemia heterozigot (0 dan -+)
menghasilkan ketidakseimbangan jumlah rantainya tetapi pasiennya dapat mampu bertahan
dengan HbH dimana kelainan ini ditandai dengan adanya anemia hemolitik karena HbH tidak bisa
berfungsi sebagai pembawa oksigen.Dari hasil anamsesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang serta menyesuaikan dengan gejala-gejala yang ada, maka pasien diduga menderita
thalasemia alfa mayor.
Klasifikasi Thalasemia Alfa
1. Sindrom Turner
Sindrom Turner terjadi pada sekitar 1 dari 1.500-2.500 bayi wanita yang lahir hidup.
Frekuensi kariotip 45, X pada konsepsi adalah sekitar 3.0%, tetapi 99% dari jumlah ini mengalami
abortus spontan, merupakan 5-10% dari semua abortus. Mosaikisme (45,X/46,XX) terjadi pada
proporsi yang lebih tinggi daripada proporsi yang terlihat pada setiap keadaan aneuploid lain.
Ovarium janin normal berisi sekitar 7 juta oosit tetapi oosit ini mulai menghilang dengan cepat
pada sekitar 5 bulan kehamilan. Pada saat lahir hanya ada 3 juta. Oosit secara bertahap lenyap
sehingga saat menarke jumlahnya merosot hingga hanya 400.000, dan saat menopause terjadi
hanya sekitar 10.000 yang tersisa. Pada sindrom Turner, ovarium janin berkembang secara normal
di awal embriogenesis. Akan tetapi, tidak adanya satu kromosom X, menyebabkan pengurangan
oosit dipercepat dan hampir semua oosit lenyap pada usia 2 tahun. Oleh sebab itu dapat dikatakan
bahwa menopause terjadi sebelum menarke dan ovarium menciut menjadi jaringan fibrosa atrofik
yang tidak mengandung ovum dan folikel (streak ovaries).8
2. Sindrom Down
Sindrom Down merupakan kelainan kromosom yang paling sering terjadi. Kelainan
sindrom Down terjadi karena kelebihan jumlah kromosom pada kromosom 21, yang seharusnya
dua menjadi tiga, yang menyebabkan jumlah seluruh kromosom mencapai 47 buah, sehingga
disebut trisomi 21.9
Sindrom Down adalah kumpulan gejala atau kondisi keterbelakangan perkembangan fisik
dan mental anak yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom. Kromosom ini
terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi
pembelahan (nondisjunction meiotik).9
Anak yang menyandang sindrom Down ini akan mengalami keterbatasan kemampuan
mental dan intelektual, retardasi mental ringan sampai sedang, atau pertumbuhan mental yang
lambat. Selain itu, penderita seringkali mengalami perkembangan tubuh yang abnormal,
pertahanan tubuh yang relative lemah, penyakit jantung bawaan, alzheimer, leukemia, dan
berbagai masalah kesehatan lain.9
Sekitar 95% dari semua kasus sindrom Down dikaitkan dengan kelebihan kromosom 21
(kelompok G), sehingga disebut trisomi 21. Walaupun anak yang memiliki trisomi 21 dilahirkan
dari orang tua semua usia, secara statistic terdapat risiko yang lebih besar pada wanita lebih tua,
terutama mereka yang berusia lebih dari 35 tahun dan usia ayah juga merupakan factor, terutama
pada pria berusia 55 tahun atau lebih.10
Sekitar 3% sampai 4% kasus mungkin disebabkan oleh translokasi kromosom 15 dan 21
atau 22. Tipe aberasi genetic ini biasanya diturunkan dan tidak berhubungan dengan usia orang tiu
yang lanjut. Dari 1% sampai 2% individu yang menderita menunjukkan mosaisisme, yaitu sel yang
memiliki kromosom normal dan abnormal. Tingkat kerusakan fisik dan kognitif berhubungan
dengan persentase sel yang tersusun dari kromosom abnormal.10
Semenjak ditemukan adanya kelainan kromosom pada sindrom Down pada tahun 1959,
maka sekarang perhatian lebih dipusatkan pada kejadian nondisjunctional sebagai penyebabnya,
yaitu: 11
1. Genetik
Diperkirakan terdapat predisposisi genetic terhadap non-disjunctional. Bukti yang
mendukung teori ini adalah berdasarkan atas hasil penelitian epidemiologi yang
menyatakan adanya peningkatan risiko berulang bila dalam keluarga terdapat anak dengan
sindrom Down.
2. Radiasi
Radiasi dikatakan merupakan salah satu penyebab terjadinya non-disjunctional pada
sindrom Down ini. Uchida 1981 menyatakan bahwa sekitar 30% ibu yang melahirkan anak
dengan sindrom Down, pernah mengalami radiasi didaerah perut sebelim terjadinya
konsepsi. Sedangkan peneliti lain tidak mendapatkan adanya hubungan antara radiasi
dengan penyimpangan kromosom.
3. Infeksi
Infeksi juga dikatakan sebagai salah satu penyebab terjadinya sindrom Down. Sampai saat
ini belum ada peneliti yang mampu memastikan bahwa virus dapat mengakibatkan
terjadinya non-disjunction
4. Autoimun
Factor lain yang juga diperkiraan sebagai etiologi sindrom Down adalah autoimun.
Terutama autoimun tiroid atau penyakit yang dikaitkan dengan tiroid. Penelitian Fialkow
1966 secara konsisten mendapatkan adanya perbedaan autoantibody tiroid pada ibu yang
melahirkan anak dengan sindrom Down dengan ibu control yang umurnya sama.
5. Umur Ibu
Apabila umur ibu diatas 35 tahun, diperkirakan terdapat perubahan hormonal yang dapat
menyebablan non-disjunction pada kromosom. Perubahan endokrin, seperti
meningkatnya sekresi androgen, menurunnya kadar hidroepiandrosteron, menurunnya
konsentrasi estradiol sistemik, perubahan konsentrasi reseptor hormone, dan peningkatan
secara tajam kadar LH (Luteinizing hormone) dan FSH (Follicular Stimulating Hormon)
secara tiba-tiba sebelum dan selama menopause, dapat meningkatkan kemungkinan
terjadinya non-disjunction.
6. Umur ayah
Selain pengaruh umur ibu terhadap sindrom Down, juga dilaporkan adanya pengaruh dari
umur ayah. Penelitian sitogenik pada orang tua dari anak dengan sindrom Down
mendapatkan bahwa 20-30% kasus ekstra kromosom 21 bersumber dari ayahnya. Tetapi
korelasinya tidak setinggi dengan umur ibu.11
Faktor lain seperti gangguan intragametik, organisasi nucleolus, bahan kimia dan frekuensi koitus
masih didiskusikan kemungkinan sebagai penyebab dari sindrom Down.11 dari syd down 3
Patofisiologi sindrom down dari sudut sitologi, dapat dibedakan dua tipe sindrom down :9
1. Sindroma Down Triple 21 atau Trisomi 21, dimana pasien mempunyai kelebihan sebuah
autosom nomor 21 sehingga penderita memiliki 47 kromosom. Penulisan kromosomnya
sebagai berikut :9
- Penderita laki-laki = 47, XY, + 21
- Penderita perempuan = 47, XX, +21
Cara penulisan + 21 berarti ada kelebihan autosom nomor 21.
Pada Sindroma Down trisomi-21, nondisjunction dalam miosis 1 menghasilkan ovum yang
mengandung 2 buah autosom nomor 21 dan bila ovum ini dibuahi oleh spermatozoa normal
yang membawa autosom nomor 21, maka terbentuklah zigot trisomi-21
Pada sindrom down translokasi, lengan panjang dari autosom nomor 21 melekat pada
autosom lain, kadang kadang dengan autosom nomor 15, tetapi yang lebih sering dengan
autosom nomor 14. Dengan demikian individu yang menderita sindroma Down translokasi
memiliki 46 kromosom.9
Kromosom yang mengalami tranlokasi dinyatakan dengan tulisan : t(14q21q) yang dapat
diartikan :12
- t : translokasi
- 14q : lengan panjang dari autosom 14
- 21q : lengan panjang dari autosom 21
Pada sindrom down translokasi ini dikenal istilah :
Orang tua yang mempunyai kelainan struktur translokasi Robesrtsonian yang balans maka
resikonya berbeda-beda. Misalnya :9
1. Orang tua yang mempunyai kelainan translokasi balans antara kromosom 21 dan 21,
artinya kedua kromosom 21 saling melekat sehingga jumlah total kromosom 45,
tetapi jumlah kromosom 21 normal yaitu ada 2 tapi saling melekat. Keturunan dari
orang tua yang mempunyai kelainan ini tidak ada yang normal. Kemungkinannya
hanya trisomi 21 atau monosomi 21.
2. Sementara itu, orang tua yang mempunyai kelainan translokasi robertsonian balans
antara kromosom 14 dan 21. Maka keturunannya bisa:9
- Monosomi 21 (25%)
- Trisomi 21 (25%)
- Translokasi balans (25%)
- Normal (25%).
Gejala sindrom down bersifat khas dan memungkinkan pengenalan bahkan dalam periode
neonatal. Sebagian besar temuan wajah dan anggota gerak yang terlihat pada orang dengan
sindrom Down tidak abnormal secara sendiri-sendiri, tetapi konstelasi total gambaran itu khas.
Temuan fenotipik lazim yang terdapat pada bayi baru lahir. Brakisefali, telinga kecil, fisura
palpebra miring ke atas, pangkal hidung rendah, bagian tengah wajah datar, pipi penuh, dan wajah
meringis saat menangis adalah ciri kraniofasial yang paling konsisten dan bersama-sama
menghasilkan penampilan yang khas. Walaupun lipatan epikantus dan linea simian sering dicari
dalam menentukan sindrom ini, masing-masing hanya mempunyai frekuensi sekitar 50%.
Brakidaktili merupakan temuan tangan yang lebih konsisten disbanding perubahan pada garis
palmar.Garis fleksi tunggal pada jari kelima, walaupun tidak tampak pada semua bayi, tidak lazim
terdapat pada populasi umum dan merupakan ciri penting. Telinga kecil (kurang dari 3,2
centimeter pada bayi baru lahir) dan hipotonia terlihat pada 90% bayi baru lahir.13 bahan syd 3
Defek penyakit jantung congenital terjadi pada 30-50% anak dengan sindrom Down:
sekitar sepertiga lesi berupa defek bantalan endokardium; sekitar sepertiga adalah defek septum
ventrikel; terjadi defek septum atrium tipe sekundum dan juga terdapat tetralogi Fallot. Malformasi
gastrointestinal terjadi 5-7%, biasanya atresia duodenalis. Penderita sindrom Down mempunyai
peningkatan mortalitas pada usia 10 tahun pertama kehidupannya, bahkan bila mereka yang
dengan penyakit jantung tidak dimasukkan dalam analisis ini. Namun, sebanyak 90% anak tanpa
defek jantung congenital hidup sampai masa remaja.Mortalitas yang lebih besar pada masa kanak-
kanak lebih banyak akibat infeksi, terutama pneumonia. Alasan atas kerentanan ini tidak semuanya
diketahui, tetapi terdapat bukti abnormalitas fungsi limfosit T. abnormalitas anatomi system
respirasi, seperti refluks gastroesofageal, hipertensi pulmonal primer dan apnea obstruktif saat
tidur, terjadi dalam frekuensi meningkat pada sindrom Down dan mungkin sebagian bertanggung
jawab terhadap meningkatnya insiden infeksi.13 bahan syd 3
Riwayat alami sindrom Down pada masa kanak-kanak terutama ditandai oleh
keterlambatan perkembangan, retardasi pertumbuhan, dan imunodefisiensi. Keterlambatan
perkembangan biasanya sudah tampak pada usia 3-6 bulan sebagai kegagalan mencapai tahapan-
tahapan penting perkembangan sesuai-usia dan memengaruhi semua aspek fungsi motorik dan
kognitif. IQ rerata antara 30 dan 70 dan menurun seiring dengan pertambahan usia. Namun, derajat
retardasi mental pada orang dewasa dengan sindrom Down cukup bervariasi, dan banyak pengidap
dapat hidup semi-independen. Secara umum, keterampilan kognitif lebih terbatas daripada
kemampuan afektif, dan hanya sebagian kecil pengidap yang mengalami retardasi berat.13
Epidemiologi
Sebaran talasemia terentang lebar dari Mediterania, Timur Tengah, Afrika, Asia Selatan,
Asia Timur dan Asia Tenggara. Saat ini talasemia didapatkan hampir di semua belahan dunia,
akibat terjadinya migrasi populasi hingga ke Eropa, Amerika dan Australia.2 Talasemia
ditemukan di Asia Timur, Asia Tenggara, Cyprus, Yunani, Turki dan Sardinia.7Sedangkan
talasemia banyak ditemukan di Mediterania, Timur Tengah, India, Pakistan, Asia Tenggara,
Rusia Selatan dan Cina.2 Di Cyprus dan Yunani lebih banyak varian +, sedangkan di Asia
Tenggara lebih banyak varian o. Talasemia sering dijumpai di Asia Tenggara, lebih sering
daripada talasemia .
Frekuensi pembawa atau carrier penyakit ini (mempunyai gen terganggu tapi penyakitnya
tidak nampak) di masyarakat Indonesia cukup tinggi yaitu sekitar 5%. Penderita talasemia akan
lahir dari suami istri yang keduanya carrier talasemia, sehingga timbul ide pre-marital screening
(pemeriksaan sebelum nikah) untuk mendeteksi talasemia. Berdasarkan angka ini, diperkirakan
lebih 2000 penderita baru dilahirkan setiap tahunnya di Indonesia. Biasanya lebih dari 30%
penderita mengandung kadar HbF yang tinggi dan 45% juga mempunyai HbE. Kadang-kadang
ditemukan hemoglobin patologi.1
Etiologi
Talasemia merupakan penyakit genetik yang diturunkan secara autosomal resesif dimana
semua perubahan genetik yang terjadi diturunkan dari ibu maupun ayah. Talasemia terjadi bila
sintesis salah satu rantai polipeptida menurun.3 Sebagian besar kelainan hemoglobin dan jenis
talasemia merupakan hasil kelainan mutasi pada gamet yang terjadi pada replikasi DNA. Pada
replikasi DNA dapat terjadi pergantian urutan asam basa dalam DNA dan perubahan kode genetik
akan diteruskan pada penurunan gen berikutnya. Mutasi ini dapat memperpendek rantai asam
amino maupun memperpanjangnya. Kelainan mutasi dapat pula terjadi pada kesalahan
berpasangan kromosom pada proses meiosis yang mengakibatkan perubahan susunan material
genetik. Bila terjadi crossing over pada kesalahan berpasangan itu, sebagai hasil akhir peristiwa
tadi akan terjadi apa yang disebut duplikasi, delesi, translokasi dan inversi.2
Pada talasemia , mutasi gen yang terjadi berbentuk:
1. Delesi, mencakup satu gen (-) atau kedua (--) gen globin . Pada talasemia -, terdapat
14 delesi yang mengenai gen , sehingga produksi rantai hilang sama sekali dari
kromosom abnormal. Bentuk umum + yang paling umum (- dan -) mencakup delesi
satu atau duplikasi gen globin lainnya.
2. Non delesi, kedua haplotip gen utuh ().ekspresi gen 2 lebih kuat 2-3 kali dari
ekspresi gen 1 sehingga sebagian besar mutasi non delesi ditemukan predominasi pada
ekspresi gen -2
Patofisiologi
Kelainan dasar thalasemia alfa sama dengan thalasemia beta, yakni ketidakseimbangan
sintesis rantai globin. Namun ada perbedaan besar dalam hal patofisiologi kedua jenis thalasemia
ini, yaitu karena rantai- dimiliki bersama oleh hemoglobin fetus ataupun dewasa (tidak seperti
thalasemia beta), maka thalasemia alfa bermanifestasi pada masa fetus dan sifat-sifat yang
ditimbulkan akibat produksi secara berlebihan rantai globin alfa dan beta yang disebabkan oleh
defek produksi rantai globin alfa sangat berbeda dibandingkan dengan akibat produksi berlebihan
rantai alfa pada talasemia beta. Bila kelebihan rantai alfa tersebut menyebabkan presipitasi pada
prekursel eritrosit, maka talasemia alfa menimbulkan tetramer yang larut.3
Talasemia adalah penyakit genetik yang diturunkan secara autosomal resesif menurut
hukum Mendel dari orang tua kepada anak-anaknya. Penyakit talasemia meliputi suatu keadaan
penyakit dari gejala klinis yang paling ringan (bentuk heterozigot) yang disebut talasemia minor
atau talasemia trait (carrier/pengemban sifat) hingga yang paling berat (bentuk homozigot) yang
disebut talasemia mayor. Bentuk heterozigot diturunkan oleh salah satu orang tuanya yang
mengidap penyakit talasemia, sedangkan bentuk homozigot diturunkan oleh kedua orang tuanya
yang mengidap penyakit talasemia.1
Permasalahan talasemia akan muncul jika talasemia trait kawin dengan sesamanya
sehingga kemungkinan yang bisa terjadi adalah 25% dari keturunannya menurunkan talasemia
mayor, 50% anak mereka menderita talasemi atrait dan hanya 25% anak mempunyai darah normal.
Umumnya penderita talasemia minor tidak merasakan gejala apapun. Hanya kadang-kadang
mengalami anemia kekurangan zat besi ringan. Berbeda dengan talasemia minor, anak yang
menderita talasemiamayor perlu mendapat perhatian juga perawatan khusus karena di dalam
tubuhnya tidak tersedia hemoglobin dalam jumlah cukup diakibatkan sumsum tulangnya tidak
dapat memproduksi sel darah merah dalam kadar yang dibutuhkan.1
Gejala klinis
Thalasemia alfa dikelompokkan ke dalam empat bentuk genotip klasik dengan fenotip yang
berbeda, seperti berikut3 :
1. Thalasemia-2- trait (- / )
Pada penderita hanya dijumpai delesi satu rantai (-), yang diwarisi dari salah satu orang
tuanya. Sedangkan rantai- lainnya yang lengkap (), diwarisi dari pasangan orang tuanya
dengan rantai- normal. Penderita kelainan ini merupakan pembawa sifat yang fenotipnya
tidak memberikan gejala dan tanda (an asymptomatic, silent carrier state). Kelainan ini
ditemukan pada 15-20% populasi keturunan Afrika.3
3. Hemoglobin H disease (- - / -)
Pada penderita ditemukan delesi tiga loki, berbentuk heterozigot ganda untuk thalasemia-
2- dan thalasemia-1- (- -/-). Pada fetus terjadi akumulasi beberapa rantai yang tidak
ada pasangannya (unpaired -chains). Sedangkan pda orang dewasa akumulasi unpaired-
chains yang mudah larut ini membentuk tetramer 4, yang disebut HbH. HbH membentuk
sejumlah kecil inklusi di dalam eritroblast, tetapi tidak berpresipitasi dalam eritrosit yang
beredar. Delesi tiga loki ini memberikan fenotip yang lebih berat. Bentuk kelainan ini
disebut HbH disease. Fenotip HbH disease berupa thalasemia intermedia, ditandai dengan
anemia hemolitik sedang-berat, namun dengan inefektivitas eritropoiesis yang lebih
ringan. Delesi pada tiga rantai ini disebut juga sebagai HbH disease (4) yang disertai
anemia hipokromik mikrositer, basophylic stippling, heinz bodies, dan retikulositosis.3
HbH terbentuk dalam jumlah banyak karena tidak terbentuknya rantai sehingga rantai
tidak memiliki pasangan dan kemudian membentuk tetramer dari rantai sendiri
(4).Dengan banyak terbentuk HbH, maka HbH dapat mengalami presipitasi dalam
eritrosit sehingga dengan mudah eritrosit dapat dihancurkan.Penderita dapat tumbuh
sampai dewasa dengan anemia sedang (Hb 8-10 g/dl) dan MCV 60-70 fl.3
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada talasemia alfa tergantung dari tipe talasemia yang diderita pasien.
Pada talasemia alfa yang sifat, maka tidak perlu melakukan terapi apapun, hanya perlu
menghindari paparan dari obat yang yang bisa menginduksi terjadinya hemolisis sel darah merah.
Harus diperhatikan tatalaksana secara lebih dini untuk pencegahan infeksi yang terjadi setelah
operasi splenektomi.5
Bila pasien mengidap penyakit Hb H, maka harus diberikan suplemen folat 1 mg/hari
peroral, terapi transfusi jangka panjang dengan dosis PRC 15-20 ml/kg setiap 4-5 minggu, dan
perlu diperhatikan untuk disertai dengan melakukan iron-chelation therapy untuk menghindari
terjadinya kelebihan besi didalam darah, misalnya deferasiroks oral 20-30 mg/kgBB/hari. Perlu
dilakukan splenektomi pada kasus yang jarang berupa hipersplenisme. Mungkin perlu dilakukan
transplantasi sumsum tulang belakang yang tidak dilakukan pada semua pasien, hanya dilakukan
pada pasien yang sangat berat keadaanya. Bila seorang pasien mengkonsultasikan mengenai
kematian bayi dan terjadinya hydrops foetalis ditambah dengan riwayat keluarga dengan talasemia
maka kemungkinan bayi yang meninggal tersebut menderita Hb Bart (globin ) yang akan
meninggal in utero dan menunjukkan gambaran hidrops fetalis nonimmune. Hal ini dapat diatasi
dengan mentransfusi fetus pada kehamilan ke 25, 26, dan 32 minggu dan membalikkan keadaan
asitesnya.5
Perlunya dilakukan konsul kepada dokter spesialis penyakit dalam yang mengambil sub
spesalisasi dibidang hematologi pada kasus yang berat sekali. Semua pasien yang kita dapati
dengan anemia mikrositik yang tidak jelas harus di konsulkan untuk mengetahui diagnosa yang
pasti. Pasien dengan talasemia minor dan intermedia harus di konsulkan kepada dokter spesialis
genetika klinik untuk dilakukan konseling genetik dikarenakan anak atau keturunan mereka bisa
dalam risiko menurunkan talasemia mayor.15
Resiko apabila gagal dalam diagnosis, maka selain munculnya komplikasi yang lebih serius
pada pasien tersebut, apabila pasien sedang merencanakan kehamilannya maka dapat terjadi
keguguran dalam kandungan atau janin lahir mati karena hydrops fetalis yang berat.15
Sebelum persalinan:
- Tidak ada pengobatan untuk fetal hidrops (tidak dapat hidup)
- Saat kehamilan dan persalinan: kesulitan persalinan karena bayi besar
- Setelah persalinan : konseling mengenai kejadian saat ini dan perencanaan kehamilan
berikutnya
Komplikasi
Anemia yang berat dan lama sering mengakibatkan terjadinya gagal jantung. Transfusi
darah yang berulang-ulang dan adanya proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah
sangat tinggi, sehingga ditimbun dalam berbagai jaringan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung,
dan lain-lain. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan fungsi organ-organ tersebut
(hemokromatosis). Limpa yang besar mudah mengalami ruptur dengan trauma yang ringan.
Kadang-kadang talasemia disertai oleh tanda hipersplenisme seperti leucopenia dan trombopenia.
Kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung.1
Prognosis
Prognosis bergantung kepada tipe dan tingkat keparahan dari thalassemia. Kondisi klinis
penderita sangat bervariasi dari ringan bahkan asimptomatik hingga berat dan mengancam jiwa.
Bayi dengan thalassemia mayor kebanyakan lahir mati atau lahir hidup dan meninggal dalam
beberapa jam. Anak thalassemia dengan transfusi darah biasanya hanya bertahan sampai usia 20
tahun, biasanya meninggal karena penimbunan besi.17
Pencegahan
Dalam menangani pasien pasangan suami istri yang ingin mempunyai anak dengan riwayat
mereka menderita talasemia alfa minor membutuhkan penanganan dengan genetika konseling.
Dimana genetika konseling adalah proses dimana pasien atau keluarga yang berisiko kelainan
tertentu yang mungkin herediter menerima saran dan konsekuensi dari kelainan tersebut,
probabilitas perkembangan penyakit dan bagaimana kelainan tersebut diteruskan dalam keluarga
dan bagaimana prevensinya. Istilah konseling genetic pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Sheldon
Redd 1947 dari Dight Institute fo Human Genetics, University of Minnesota. Konseling genetic
diartikan sebagai memberi informasi atau pengertian kepada masyarakat tentang masalah genetika
yang ada dalam keluarganya. Kerja dalam konseling genetic ini dalam tim yang terdiri dari
spesialis ataupun konselor genetic yang handal, sehingga tim dapat menyampaikan informasi
sebanyak dan selengkap mungkin tentang penyakit yang diderita. Ada 3 hal pokok yang penting
ada dalam informasi tersebut, yaitu:18
1. Tentang penyakit talasemia itu sendiri, bagaimana cara penurunannya, dan masalah-masalah
yang akan dihadapi oleh seorang penderita talasemia mayor. Informasi dan riwayat keluarga
dari pasien juga harus dikumpulkan dengan baik agar informasinya disampaikan tepat dan
bersifat khusus untuk pasangan tersebut.
2. Memberi jalan keluar cara mengatasi masalah yang sedang dihadapi oleh sang klien dan
membiarkan mereka yang membuat keputusan sendiri sehubungan dengan tindakan yang
dilakukan.
3. Membantu mereka agar keputusan yang telah diambil dapat terlaksana dengan baik dan
lancar
Konseling genetic sasaran umumnya adalah pasangan pranikah yang berasal dari populasi
atau etnik dengan potensi tinggi menderita talasemia atau anggota keluarga yang menderita
talasemia. Pada pasangan yang salah satunya carrier atau ke duanya adalah carrier dari talasemia
minor. Konseling genetika sebagian besar dilakukan dengan anamnesis pada pasangan tersebut.
Indikasi dilakukannya konseling genetika adalah:19
Dan biasanya pasien bila ingin mempunyai anak, dapat dilakukan konseling prakonsepsi dan
apabila dalam sudah dalam proses kehamilan, dapat dipastikan diagnosa anak dalam kandungan
apakah membawa kelainan herediter atau tidak dengan prenatal diagnosis. Prenatal diagnosis
sendiri dapat dilakukan mulai dari USG, CVS, amniocentesis, dan cordocentesis. Apabila diagnosa
anak sudah diketahui, keputusan tindakan selanjutnya diserahkan kepada pasien dan dokter jangan
memberikan intervensi dalam pengambilan keputusan tersebut.2
Kesimpulan