Anda di halaman 1dari 8

ANALISIS HUBUNGAN ANTARA TB DAN HIV

BLOK HIV & LONG DISEASE (AIDS)

OLEH :

YULI YANTI
1614201120353

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
BANJARMASIN, 2017
A. Pengertian Hiv dan AIDS
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyerang
sistem kekebalan tubuh manusia dan kemudian menimbulkan AIDS.
HIV merupakan virus RNA yang termasuk dalam golongan Retrovirus.
Retrovirus anggota famili Retroviridae menurut sistem klasifikasi
Baltimore termasuk golongan VI.
AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) Kumpulan berbagai
gejala penyakit akibat turunnya kekebalan tubuh individu akibat HIV,
Ketika individu sudah tidak lagi memiliki sistem kekebalan tubuh maka
semua penyakit dapat dengan mudah masuk kedalam tubuh. Orang yang
baru terpapar HIV belum tentu menderita AIDS.

B. Pengertian Tuberkulosis
Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
berbentuk batang, Mycobacterium tuberculosis. Kuman ini biasanya
menyerang paru-paru (TB paru), tetapi dapat menyerang organ-organ
tubuh lainnya (TB Ekstra paru). Kuman tersebut masuk tubuh melalui
udara pernafasan yang masuk ke dalam paru, kemudian kuman menyebar
dari paru ke bagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, sistem
saluran limfe, melalui saluran nafas atau penyebaran langsung ke tubuh
lainnya.

C. Hubungan TB dengan HIV


Sistem kekebalan tubuh bertugas untuk melawan infeksi yang
menyerang tubuh. Usaha menyerang infeksi ini dapat melemahkan
sistem kekebalan, dan menyebabkan jumlah CD4 menurun, walaupun
biasanya setelah sembuh, CD4-nya naik lagi. Tetapi bila sistem
kekebalan seorang Odha harus melawan infeksi lain, serangannya
terhadap HIV berkurang. Jadi kalau infeksi TB pada Odha menjadi aktif,
jumlah CD4-nya dapat menurun drastis. Walau siapa pun dapat terinfeksi
TB, Odha lebih rentan terhadap infeksi TB. Lagi pula, infeksi pada orang
HIV-negatif hanya menjadi aktif setelah beberapa tahun, dan kebanyakan
(lebih dari 90 persen) tidak mengembangkan TB aktif. Sebaliknya, bila
Odha terinfeksi TB, infeksi lebih mungkin menjadi aktif, dan infeksi
menjadi aktif lebih cepat. TB aktif akan terjadi pada rata-rata 50 persen
Odha selama kehidupannya, dibandingkan dengan hanya 5-10 persen
orang HIV-negatif. Ada semakin banyak bukti bahwa Odha lebih
mungkin mengembangkan TB aktif bila bertemu dengan orang lain
dengan TB aktif. Jadi ada risiko buat Odha bila menjenguk teman dengan
TB aktif. Lagi pula TB lebih sulit didiagnosis dan diobati pada Odha
alasannya dibahas di bawah. Walaupun TB biasanya dianggap sebagai
IO, berbeda dengan kebanyakan IO lain, TB paru dapat dialami dengan
jumlah CD4 yang masih tinggi. Namun risiko mengembangkan TB aktif
semakin tinggi pada saat kerusakan sistem kekebalan tubuh
semakinberat.

HIV/AIDS dan Tuberkulosis (TB), terutama TB paru, saat ini merupakan


masalah kesehatan global. TB paru merupakan infeksi oportunistik
paling sering terjadi pada penderita HIV/AIDS di dunia. Mycobacterium
tuberkulosis adalah agen menular yang dapat muncul sebagai reaktivasi
infeksi laten pada pasien imunokompromais atau sebagai infeksi primer
setelah penularan dari orang keorang pada berbagai stadium HIV.
Tuberkulosis adalah penyebab kematian pada 13% orang dengan infeksi
HIV.

Infeksi tuberkulosis dapat muncul sebagai tuberkulosis paru atau


tuberkulosis ekstraparu pada berbagai jumlah sel CD4. Gambaran klinis
terdiri dari demam, penurunan berat badan, dan gejala konstitusional
seperti batuk dan nyeri dada. Tuberkulosis paru merupakan infeksi yang
paling sering muncul pada pasien koinfeksi TB-HIV. Tuberkulosis
ekstraparu (termasuk keterlibatan limfonodi, sistem saraf pusat dan
bakteremia) dapat timbul pada pasien defisiensi imun stadium lanjut).
Gambaran radiologi TB pada pasien HIV dengan CD4 > 200 sel/L sama
seperti gambaran TB pada umumnya, dengan predominansi adanya
kelainan pada lobus paru atas, infeksi kavitas, dan adanya efusi pleura.
Pada pasien defisiensi imun, (jumlah CD4 <200 sel/L), pada umumnya
timbul limfadenopati mediastinum, infeksi non-kavitas, dan tuberkulosis
ekstraparu. Diperkirakan hingga 10% pasien TB dengan infeksi HIV
memiliki gambaran radiologi paru yang normal.

D. Pengobatan HIV dan TB


Ada tiga kategori pengobatan TB, dan kategori dipilih untuk kita
berdasarkan beberapa kriteria, dengan pengobatan lebih manjur/lebih
lama diberikan pada orang dengan TB kambuh atau setelahpengobatan
yang gagal. Namun kebanyakan kasus, baik TB paru maupun di luar
paru, diobati dengan kategori 1.Pengobatan kategori ini dilakukan
dengan dua tahap atau fase: pada fase intensif, kita harus minum empat
jenis OAT selama sedikitnya dua bulan untuk mengubah infeksi menjadi
tidak aktif dan tidak dapat menular lagi. Pengobatan pada fase intensif
ini bisanya diberi kode yang berikut: 2HRZE (dua bulan isoniazid +
rifampisin + pirazinamid +etambutol, sekali sehari) Setelah fase ini
berhasil, yang dibuktikan oleh pemeriksaan dahak dengan mikroskop,
pengobatan masuk fase lanjutan dengan hanya dua jenis OAT dipakai
tiga kali seminggu untuk empat bulan berikut. Pengobatan pada fase
lanjutan ini diberi kode yang berikut:4H3R3 (empat bulan isoniazid +
rifampisin, tiga kali seminggu) Kategori 2 adalah pengobatan yang lebih
manjur dan lama untuk pasien kambuh atau setelah pengobatan kategori
1 gagal, atau pun yang drop out (berhenti pengobatan sebelum selesai).
Kategori 3 dipakai pasien BTA negatif dan dianggap sakit ringan,
termasuk beberapa jenis TB luar paru; pengobatan ini hanya memakai
tiga jenis obat pada fase intensif, tetapi jangka waktu tetap sama dengan
kategori 1. Bila pengobatan awal gagal, terutama karena kurang
kepatuhan terhadap obat, bakteri dapat menjadi resistan (kebal) terhadap
beberapa jenis obat anti-TB. TB ini disebut sebagai MDR (multidrug
resistant, atau resistan terhadap beberapa obat). MDR TB juga dapat
ditularkan kepada orang lain. MDR-TB ini sangat sulit diobati, dan sering
memakai obat jenis lain. Saat ini belum jelas apakah MDR-TB adalah
masalah besar di Indonesia.

E. Terapi antiretroviral bersama dengan pengobatan TB


Pemeriksaan lainnya yang dapat dilakukan adalah tes tuberkulin (TST)
dan Interferon-gamma release assays. DHHS merekomendasikan infeksi
TB laten pada pasien yang jumlah CD4 nya < 200 sel/L ketika jumlah
tersebut telah mencapai 200 sel/L diikuti dengan mulainya penggunaan
ARV. Skrining TB (paru dan ekstra paru) perlu dilakukan secara rutin
untuk setiap odha. Prosedur skrining harus standar dengan menggunakan
alat skrining yang sederhana terhadap tanda dan gejala (penilaian risiko
terhadapTB). Skrining dikerjakan oleh konselor, manajer kasus atau para
medis lainnya, dan harus dilakukan pada semua odha setelah KTS
(Konseling Post Test) dan secara berkala selama pelayanan HIV
termasuk sebelum memulai ART, atau selama pemberian ART. Sebelum
memulai ART, semua odha harus dipastikan status TB-nya, bila ternyata
juga mengidap TB atau sebaliknya maka penatalaksanaannya sesuai
Pedoman Tatalaksana TB-HIV. Terapi Tuberkulosis pada pasien
HIV/AIDS sesuai dengan regimen terapi TB seperti biasanya yang
menggunakan rifampicin. Obat anti-TB linipertama digunakan dalam
dosis dan jadwal yang sama untuk semua pasien, tanpa memandang
stadium HIV pasien tersebut.

F. Diagnosis
Jika seoranga menderita TBC aktif, penting untuk menentukan apakah ia
menderita HIV karena penderita TBC adakalanya menderita HIV juga.
Penting untuk dites supaya jika ia menderita HIV serta TBC aktif, ia
dapat menjalani perawatan.
Tiga tes umum untuk TBC dapat dilakukan di klinik dada manapun di
NSW. Tes-tes ini adalah:
1. Tes Kulit Tuberkulin (TST), yang juga dikenal sebagai tes Mantoux
2. Sinar X dada
3. Tes sputum (dahak)
Tes-tes ini dapat mendeteksi apakah Anda terekspos kepada TBC pada
masa lalu (TBC laten) atau jika anda menderita TBC aktif. Keputusan
tentang tes mana yang diperlukan akan diambil oleh klinik dada.
Diagnosis untuk HIV
1. ELISA merupakan cara yang cukup peka untuk mendeteksi antibodi
anti-HIV.
2. Western blot untuk menentukan antibodi terhadap beberapa protein
HIV.
3. PCR

G. Pencegahan
Kebanyakan orang di Indonesia telah terpajan oleh TB, dengan akibat
hampir semua Odha sudah mempunyai bakteri TB di dalam tubuhnya.
Hal ini berarti mereka rentan terhadap penyakit TB yang aktif. Oleh
karena itu, upaya untuk mencegah sering tidak ada arti. Namun bila kita
tidak pernah terinfeksi atau kita sembuh dari TB sebagai hasil dari terapi
anti-TB atau profilaksis

sebaiknya kita menghindari infeksi TB. Namun sekali lagi, karena TB


betapa umum di Indonesia, dan cukup banyak orang mengalami TB aktif
(sering yang belum didiagnosis), pencegahan infeksi sulit. Bila ternyata
kita (misalnya) berjalan dalam angkutan kota yang padat bersama dengan
orang yang TB aktif, kita sangat rentan terhadap infeksi. Walaupun
begitu, sebaiknya kita coba menjauhkan diri dari orang dengan TB aktif.
Sayangnya, penggunaan masker sebetulnya tidak akan melindungi kita
bila kita dekat dengan seorang dengan TB aktif; orang dengan TB aktif
itu yang harus memakai masker.
DAFTAR PUSTAKA
Permitasari. (2012). Faktor Risiko Terjadinya Koinfeksi Tuberkulosis pada Pasien
HIV/AIDS DI RSUD DI Kariadi Semarang. (internet), <http//www.
Eprint.undip.ac.id> (Diakses 20 maret 2017).

http://www.catatandokter.com/2011/03/hubungan-penyakit-hiv-dan-
tuberkulosis.html

Anda mungkin juga menyukai