Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN TUGAS HIV/AIDS

TUGAS 2

Nama : Ida Damayanti


Kelas : VIII A
NPM : 1614201120363

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
BANJARMASIN 2017
BAB 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) dan Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan dua
masalah kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian di dunia. Prevalensi
koinfeksi TB-HIV tinggi di seluruh dunia dan 90% dari koinfeksi terdapat di
negara-negara berkembang. Menurut WHO tahun 2011, diperkirakan ada 8,7 juta
insiden kasus TB secara global dan setara dengan 125 kasus per 100.000
penduduk. Lima negara dengan jumlah terbesar kejadian kasus pada tahun 2011
adalah India (2,0 juta-2,5 juta), China (0,9 juta-1,1 juta), Afrika Selatan (0,4 juta-
0,6 juta), Indonesia (0,4 juta-0,5 juta) dan Pakistan (0,3 juta-0,5 juta). Dengan
sekitar 240 juta populasi, Indonesia menjadi peringkat TB tertinggi keempat di
dunia. Secara nasional perkiraan jumlah orang dengan koinfeksi TB HIV adalah
12.000 (berkisar antara 7.200-19.000) (Salmon et al., 2014).

TB merupakan infeksi oportunistik terbanyak yang ditemukan pada ODHA dan


penyebab kematian utama pada pengidap HIV. HIV meningkatkan epidemi TB
dengan beberapa cara. Telah diketahui bahwa HIV merupakan faktor risiko yang
paling potensial untuk terjadinya TB aktif baik pada orang yang baru terinfeksi
maupun mereka dengan infeksi TB laten. Risiko terjadinya TB pada orang dengan
ko-infeksi HIV/TB berkisar antara 510% per tahun. Sekitar 60% orang dengan
HIV/AIDS (ODHA) dan Purified Protein Derivative (PPD) positif berkembang
menjadi TB aktif semasa hidupnya, sedangkan pada PPD positif dan HIV negatif
adalah sekitar 10%. HIV meningkatkan angka kekambuhan TB, baik disebabkan
oleh reaktifasi endogen atau re-infeksi eksogen. Peningkatan kasus TB pada
ODHA akan meningkatkan risiko penularan TB pada masyarakat umum dengan
atau tanpa terinfeksi HIV. Pencegahan HIV terkait TB melebihi pelaksanaan
sepenuhnya dari DOTS, karena juga mencakup pencegahan infeksi HIV sejak
awal, pencegahan berkembangnya infeksi TB laten menjadi penyakit aktif serta
ketentuan dan penyediaan pengobatan dan perawatan HIV/AIDS.
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Tuberkulosis (TB)
Tuberkulosis (TB) yaitu infeksi yang disebabkan oleh mycobacterium
tubercuosi. TB biasanya menyerang paru-paru dan hampir seluruh organ tubuh
lainnya. Bakteri ini dapat masuk melalui melalui saluran pernafasan dan
saluran pencernaan (GI) dan luka terbuka pada kulit, tetapi paling banyak
melalaui inhalasi droplet yang berasal dari orang yang terinfeksi bakteri
tersebut. TBC bisa aktif dalam tubuh atau laten(diam) (Price dalam Huda &
Kusuma, 2016).

B. HIV
Menurut Desmawati (2013) merupakan singkatan dari Human
Immunodeficiency Virus. Disebut human (manusia) karena virus ini hanya
dapat menginfeksi manusia, immuno-deficiency karena efek virus ini adalah
menurunkan kemampuan system kekebalan tubuh dan termasuk golongan
virus karena salah satu karakteristiknya adalah tidak mampu mereproduksi diri
sendiri, melainkan memanfaatkan sel-sel tubuh. Virus HIV menyerang sel
darah putih manusia dan menyebabkan turunnya kekebalan tubuh sehingga
mudah terserang penyakit. Virus ini merupakan penyebab penyakit AIDS.

Virus HIV menyerang sel CD4 dan merubahnya menjadi tempat berkembang
biak virus HIV baru kemudian merusaknya sehingga tidak dapat digunakan
lagi. Sel darah putih sangat diperlukan untuk sistem kekebalan tubuh maka
ketika diserang penyakit maka tubuh kita tidak memiliki pelindung.
Dampaknya adalah kita dapat meninggal dunia terkena pilek biasa.

C. Analisis Hubungan antara TB dan HIV


Menurut Mulyadi dan Fitria (2017) hubungan antara TB dan HIV sebagai
berikut:
Penurunan CD4 yang terjadi dalam perjalanan penyakit infeksi HIV akan
mengakibatkan reaktivasi kuman TB yang dorman. Data dari Rwanda dan
Zaire menunjukkan bahwa pengidap HIV yang telah pernah terinfeksi TB
(Mtx positif) ternyata 20 kali lebih sering mendapat TB.

Pada penderita HIV jumlah serta fungsi sel CD4 menurun secara progresif,
serta gangguan pada fungsi makrofag dan monosit. CD4 dan makrofag
merupakan komponen yang memiliki peran utama dalam pertahanan tubuh
terhadap mikobakterium. Salah satu activator replikasi HIV di dalam sel
limfosit TB adalah tumor necrosis factor alfa. Sitokin ini dihasilkan oleh
makrofag yang aktif dan dalam proses pembentukan jaringan granuloma pada
TB. Kadar bahan ini 3-10 kali lebih tinggi pada mereka yang terinfeksi TB
dengan HIV/AIDS dibandingkan dengan yang terinfeksi HIV saja tanpa TB.
Tingginya kadar tumor necrosis factor alfa ini menunjukkan bahwa aktivitas
virus HIV juga dapat meningkat, yang artinya memperburuk perjalanan
penyakit AIDS. Pada penelitian lain dijumpai adanya peningkatan kadar beta 2
mikroglobulin pada penderita HIV/AIDS dengan TB.

1. Transmisi
HIV termasuk dalam family retroviridae yang bersifat limfopatik yang
mempunyai kemampuan untuk merusak sel darah putih yaitu sel limposit
T-helper atau Cluster of Diferentiation (CD4). CD4 adalah reseptor pada
permukaan sel limposit T salah satu sel yang terlibat dalam sistem
kekebalan tubuh yang telah mengalami pembelahan dan perkembangan di
kelenjar timus. HIV dapat menurunkan jumlah limposit sel T-helper secara
berkelanjutan. Perkembangan infeksi HIV dapat diketahui dari kecepatan
jumlah CD4 dalam tubuh penderita dan kecepatan jumlah virus (viral
load). Molekul-molekul CD$ sangat banyak pada permukaan T-helper.
HIV masuk ke dalam tubuh
manusia

Menginfeksi sel yang


mempunyai molekul CD4

Mengikat molekul CD4

Memiliki sel target yang


memproduksi virus

Sel limfosit T4 hancur

Imunitas menurun

Infeksi oportunistik

TB

Kerusakan sel T oleh HIV tergantung pada CD4 yang ada sel tersebut.
Penurunan jumlah dan fungsi sel limposit T-helper menyebabkan
seseorang mengalami kelainan system kekebalan tubuh yang disebut
immunodeficiency, penderita immunodeficiency menjadi lebih rentan
terhadap berbagai infeksi. Penyakit-penyakit yang berkaitan dengan
kekurangan kekebalan yang parah dikenal sebagai infeksi oportunistik
(IO). IO biasanya menyerang system pernapasan, system pencernaa,
system integument dan system neurologi. TB merupakan IO namun
berbeda dari kebanyakan oran lain TB paru dapat dialami orang dengan
jumlah CD4 yang masih tinggi. Risiko perkembangan TB aktif semakin
tinggi pada saat kerusakan system kekebalan tubuh yang semakin parah.
TB adalah IO urutan kedua dalam daftar Frekuens IO di Indonesia dan
juga penyebab kematian tertinggi untuk orang dengan HIV/AIDS.
Menurunnya jumlah CD4 menyebabkan immunosupresif (tubuh mudah
terinfeksi penyakit, mempercepat perkembangan penyakit sehingga respon
tubuh menurun untuk mencegah TBC.

2. Diagnosis
Akhir-akhir ini beberapa penelitian melaporkan peningkatan insiden
infeksi M. tuberkulosis di Amerika pada pasien yang terinfeksi HIV
khususnya di masyarakat dengan prevalensi tuberkulosis tinggi (Haiti,
pecandu obat bius, masyarakat golongan ekonomi rendah). Sebetulnya hal
tersebut tidak mengherankan, karena tuberkulosis adalah penyakit infeksi
yang berkaitan erat dengan kerusakan imunitas selular, sedangkan orang
yang terinfeksi HIV, imunitas selularnya rusak. Infeksi tuberkulosis
seringkah mendahului diagnose AIDS bila ditemukan tuberkulosis diluar
paru (ekstra pulmoner).

Penyakit tuberkulosis disseminate atau tuberkulosis kelenjar terjadi pada


70-80% pasien seropositif dengan tuberkulosis. Walaupun penampilan
pertama menyerang paru, gambaran radiologis biasanya tidak seperti
biasa. Jarang ditemukan kavitas dan kelainan pada apex. Seingkah
gambaran radiologis hanya berupa pembesaran kelenjar dan infiltrate pada
lapangan tengah dan bawah yang sulit dibedakan dari gambaran infeksi
oportunistik yang lain. Test kulit PPD biasanya negatif. Sputum BTA
seringkah negatif, kultur darah kadang-kadang positif. Teknik baru
pemeriksaan basil TBC dengan RNA-DNA probes, seringkah positif pada
berbagai cairan tubuh penderita. Untuk menegakkan diagnose kadangkala
diperlukan bronkos-kopi atau biopsy kelenjar, liver dan otak. Gambaran
khas sulit ditemukan, mungkin karena tubuh pasien sudah kehilangan
kemampuan untuk membuat reaksi granuloma. Diagnosis pasti ditegakkan
berdasarkan hasil biakan.
3. Pengobatan
Respon pengobatan pada mulanya tidak berbeda dengan kasus
tuberkulosis biasa, hanya kadang-kadang tuberkulosis menyerang susunan
saraf pusat dan menyebabkan kematian. Pengobatan definitif seperti
pengobatan standar tuberkulosis biasa, dengan sedikit perubahan.
Pengobatan dimulai dengan isoniazid dan rifampicin, kadang-kadang
ditambah dengan pyra-zinamide, streptomycin atau keduanya, sampai hasil
kultur resistensi datang. Lama pengobatan yang dianjurkan 9 bulan. Dosis
INH 5-10 mg/kg BB per hari, rifampicin 9 mg per kg BB per hari,
pirasinamid 25 mg/kg/hari, streptomycin 0,75-1 mg per kg per hari
intramuscular.

Tanpa memperhatikan usia penderita, sebaiknya pasien positif dengan tes


PPD positif, walaupun tanpa gejala klinik, diberi pengobatan profilaksis
dengan isoniazid.

4. Pencegahan
a. Pencegahan HIV
Pencegahan HIV didefinisikan sebagai upaya menurunkan kejadian
penularan dan penambahan infeksi HIV melalui strategi, aktivitas,
intervensi dan pelayanan. Tindakan pencegahan, penularan HIV dapat
dilakukan dengan menggunakan metode/cara seksual atau nonseksual
yang aman. Tindakan pencegahan dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti pengetahuan dan sikap, umur, jenis kelamin, status perkawinan,
tingkat pendidikan, pekerjaan, lama menderita HIV/AIDS dan status
mendapatkan ART.
1) Metode perilaku ABCDE: (Absitence yaitu tidak melakukan
hubungan seks bebas), (Be faitful yaitu melakukan prinsif
monogamy dengan tidak berganti pasangan dan saling setia dengan
pasangan), (Condom yaitu dengan menggunakan kondom saat
melakukan hubungan seksual yang mengandung risiko tinggi
terhadap penularan HIV), (Drug yaitu menjauhi narkoba),
(Equipment yaitu dengan menghindari pemakaian alat medis yang
tidak steril).
2) Prevention of mother to child transmission (PMTPCT) yaitu upaya
pencegahan penularan dari ibu ke anak dapat dilakukan dengan
Prevention of mother to child transmission (PMTPCT). Hasil uji
coba klinik menunjukkan antiretroviral dapat menurunkan
penularan HIV dari ibu ke anak. Ibu dengan HIV/AIDS yang
menyusui jangka pendek dapat memperpanjang masa menyusuinya
tanpa berisiko menularkan HIV/AIDS pada anaknya.
3) Voluntary Counseling and Testing (VCT) yaitu pelayanan yang
dapat digunakan untuk mengubah perilaku berisiko dan
memberikan informasi tentang pencegahan HIV. ODHA akan
mendapatkan pengetahuan tentang cara penularan, pencegahan dan
pengobatan terhadap HIV.
4) Harm Reduction merupakan program pengurangan dampak buruk
penularan HIV pada kelompok berisiko tinggi dan populasi umum.

Selain itu juga pencegahan HIV yaitu:


1) Perhatikan benda-benda tajam di sekitar anda
2) Tempatkan benda-benda tajam yang tidak terpakai dalam wadah
anti tembus
3) Kenakan alat pelindung
4) Basuh dengan segera kedua belah tangan dan permukaan kulit
lainnya yang terkontiminasi darah
5) Bungkus barang-barang yang terkontaminasi
6) Bersihkan setiap ceceran darah atau cairan tubuh lainnya dengan
sabun dan air
7) Tingkatkan kekebalan tubuh
b. Pencegahan TB
Agar trhindar dari TB setiap hari harus menjalani pola hidup sehat
secara alami dengan cara mencegah TB sebagai berikut:
1) Berfikir positif
2) Makan yang baik dan benar
3) Sering berjemur di jam 7.00-10.00 pagi. Bagi yang belum
terinfeksi TB, maka cara mencegah TBC secara alami yaitu:
a) Mengurangi kontak langsung dengan TB
b) Menjaga dan menerapkan standar hidup yang baik
c) Pemberian vaksin BCG

Sedangkan untuk yang sudah terdiagnosis mengalami penyakit TB


maka:
a) Menjalani pengobatan TB
b) Hindari ruangan yang pengap
c) Menggunakan masker mulut disaat sudah didiagnosis penyakit
TB
d) Jangan meludah pada sembarang tempat
e) Jangan membuang secret sembarangan
f) Hindari udara yang dingin
g) Jangan melakukan kebiasaan berbagi barang pribadi dengan
orang lain.
h) Sering berjemur dan berolahraga.
i) Mengkonsumsi jenis makanan yang mengandung karbohidrat
serta protein yang tinggi

c. Pencegahan HIV agar tidak menderita TB


Pentingnya pencegahan HIV agar tidak semakin parah atau tidak
terjadi menimbulkan infeksi oportunistik (TB) yaitu antara lain:
1) Meminum obat ARV sesuai dengan ketetapan dokter
2) Jangan sampai lupa/sengaja tidak meminum obat ARV
3) Jika sudah terlanjur tidak ingat meminum obat (ARV) segera
konsultasi dengan dokter untuk melanjutkan ke lini kedua.
4) Menjaga kebersihan diri
5) Cuci tangan, lakukan sesering mungkin.
6) Menutup luka
7) Vaksinasi
8) ODHA sebaiknya tidak menyentuh kotoran, air diakuarium, atau
kolom ikan.
9) ODHA sebaiknya tidak memakai perlengkapan pribadi orang lain
secara bergantian. Baik orang yang terkena TB positif di dalam
rumah atau orang lain yang tinggal serumah dengan TB negative.
10) Sebaiknya pakaian ODHA dicuci dengan cara yang sama dengan
cucian yang lain. Namun jika terdapat darah, muntahan, air mani,
nanah, air kencing dan kotoran sebaiknya dipisahkan dengan
pakaian yang bukan odha dan gunakan sarung tangan sekali pakai,
rendam dengan air hangat jika perlu gunakan pemutih untuk
membunuh kuman HIV walaupun tidak harus.
11) Membersihkan rumah
12) Jauhkan orang yang sakit dari ODHA baik itu orang yang terkena
TB atau Penyakit menular lainnya walaupun hanya flu biasa karena
bagi ODHA akan sangat rentan tertular penyakit.
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
TB merupakan infeksi oportunistik yang paling sering ditemukan pada AIDS.
TB dan HIV saling memperburuk keadaan seorang penderita virus HIV.
Penatalaksanaan TB pada ODHA sama dengan penatalaksanaan TB biasa,
TBnya diobati terlebih dahulu.

B. Saran
Penyuluhan kepada penderita HIV tentang bahaya bahayanya TB pada HIV
dan perlunya pengobatan dini terhadap TB pada HIV.
DAFTAR PUSTAKA
Desmawati. 2013. Sistem Hematologi dan Imunologi Asuhan Keperawatan Umum
dan Maternitas dilengkapi dengan Latihan Soal-soal. Jakarta: In Media.

Huda, A & Kusuma,H,2016. ASUHAN KEPERAWATAN PRAKTIS Berdasarkan


Penerapan Diagnosa NANDA, NIC, NOC dalam Berbagai kasus Edisi
Revisi Jilid 1. Yogyakarta: Media Action.

Huda, A & Kusuma,H,2016. ASUHAN KEPERAWATAN PRAKTIS Berdasarkan


Penerapan Diagnosa NANDA, NIC, NOC dalam Berbagai kasus Edisi
Revisi Jilid I1. Yogyakarta: Media Action.

Irianto, Koes. 2014. Epidemologi Penyakit Menular dan Tidak menular Panduan
Klinis. Bandung: Alfabeta.

Mulyadi & Fitrika, Y. 2017. Idea Nursing Journal. Hubungan Tuberkulosis


Dengan HIV/AIDS, II(2), pp.162-166.

Salmon, D., Porajow, G., & Pakasi, T. 2014. Jurnal Kedokteran Komunitas dan
Tropik. Hubungan Karakteristik, Pengetahuan dengan Stigma Petugas
Kesehatan Tentang Koinfeksi Tuberkulosis-Virus Human
Immunodeficiency di Kota Manado, II(1) Februari, pp.34-39.

Widianto, F & Triwibowo, C. 2013. Trend Disease Trend Penyakit Saat Ini.
Jakarta: CV Trans Info Media.

Anda mungkin juga menyukai