Anda di halaman 1dari 19

Kekuasaan, Pengaruh Reklamasi terhadap Kehidupan Berkota di Jakarta,

serta Peranan Arsitek dalam Reklamasi

Studi Kasus Reklamasi Teluk Jakarta

Dibuat untuk memenuhi tugas Ujian Akhir Semester mata kuliah Arsitektur, Kota, dan Kuasa

Ditulis oleh:
Qatrunnada Salsabila
1306392784
Program Studi Arsitektur
Fakultas Teknik Universitas Indonesia

Depok, 2016
Kekuasaan, Pengaruh Reklamasi terhadap Kehidupan Berkota di Jakarta,
serta Peranan Arsitek dalam Reklamasi

Studi Kasus Reklamasi Teluk Jakarta

Dibuat untuk memenuhi tugas Ujian Akhir Semester mata kuliah Arsitektur, Kota, dan Kuasa

Pendahuluan

Pembangunan Jakarta perlu mengantisipasi beberapa isu utama


seperti ancaman banjir, penurunan muka tanah, keterbatasan air baku, serta
penataan sistem transportasi dan pemukiman. Untuk itu telah disusun
kerangka kebijakan bahwa pembangunan wilayah di Jakarta akan diarahkan
ke kawasan pesisir dengan mengadopsi konsep waterfront city melalui
program Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

(Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara, 2014)

Jakarta sebagai ibukota negara dan salah satu kota terbesar di Pulau Jawa dan
Indonesia tentunya memiliki banyak masalah yang dihadapi terutama masalah yang terkait
dengan kebutuhan ruang serta kebutuhan SDA seperti air bersih. Hal ini disebabkan oleh
kepadatan penduduk yang sangat tinggi dan terus bertambah akibat urbanisasi yang dilakukan
masyarakat Indonesia karena Jakarta dinilai sebagai kota yang sangat menjanjikan dan dapat
meningkatkan taraf hidup mereka. Hal ini tentunya memerlukan penanganan yang sesuai.
Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut maka dibentuklah program Pengembangan
Terpadu Pesisir Ibukota Negara atau dikenal sebagai program NCICD. Program ini salah
satunya meliputi reklamasi yang akan dilakukan di pesisir Jakarta, yaitu reklamasi 17 pulau
baru di Teluk Jakarta serta Proyek Garuda.

Reklamasi Teluk Jakarta sendiri akhir-akhir ini telah banyak menjadi pembicaraan.
Proyek ini menuai dukungan dan juga tentangan dari berbagai pihak. Hal ini dikarenakan
reklamasi dinilai dapat menyelesaikan permasalahan ekonomi serta kebutuhan ruang di
Jakarta yang terus bertambah. Tetapi di sisi lain reklamasi juga menimbulkan banyak dampak
negatif, terutama yang berdampak langsung kepada kehidupan sosial dan ekonomi nelayan
maupun masyarakat sekitaran Pantai Utara dan juga lingkungan disekitar Teluk Jakarta.
Selain itu ketidakjelasan landasan hukum yang digunakan untuk proyek reklamasi ini juga
menyebabkan munculnya pro dan kontra di masyarakat.
Pengertian reklamasi, menurut UU No. 1 tahun 2014, adalah kegiatan yang dilakukan
oleh setiap orang dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut
lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase.
Sebagai negara kepulauan dengan banyaknya wilayah yang berbatasan dengan laut, Indonesia
menggunakan metode ini untuk memperluas wilayah daratannya untuk mencukupi kebutuhan
ruang yang terus bertambah akibat bertumbuhnya jumlah masyarakat, terutama di daerah-
daerah yang telah berkembang dan padat. Reklamasi di Indonesia sendiri tidak hanya
dilakukan di Teluk Jakarta saja, tetapi juga dilakukan di beberapa titik lainnya seperti Teluk
Benoa (Bali), Pantai Losari (Makasar), Pantai Manado, Teluk Palu, dan Pantai Ternate.
Pembahasan

Sejarah Reklamasi Teluk Jakarta

Reklamasi Teluk Jakarta sendiri mempunyai sejarah yang cukup panjang. Reklamasi
Teluk Jakarta sendiri sudah dimulai sejak tahun 1966 di daerah Ancol, Jakarta
Utara.Reklamasi dan pengembangan kawasan Ancol seluas 552 hektar itu sangat diyakini
Ciputra dapat berhasil dan akan menjadikan Ancol menjadi salah satu kawasan emas di
Jakarta. Daerah Ancol yang awalnya merupakan kawasan rawa, dikembangkan menjadi
kawasan rekreasi dengan pantai, taman bermain dan juga kawasan hunian mewah di Jakarta.
Pengembangan Ancol sendiri, hingga menjadi salah satu pusat kawasan rekreasi terbesar di
Indonesia, membutuhkan waktu yang cukup panjang yaitu selama kurang lebih 20 tahun.

Keberhasilan reklamasi dan pengembangan kawasan Ancol membuat Ciputra optimis


dapat mereklamasi dan mengembangkan kawasan di daerah Penjaringan atau yang saat ini
dikenal sebagai Pantai Indah Kapuk. Kawasan ini diubah menjadi kawasan perumahan
mewah yang harga jualnya saat ini setara dengan kawasan Puri Indah, Kemang, Sunter, dan
Cempaka Putih. Sebelumnya reklamasiini juga menuai pro dan kontra karena daerah yang
ingin direklamasi merupakan bagian dari daerah irigasi pertanian sehingga terjadilah
perdebatan antar kepentingan.

Reklamasi pada saat itu belum mempunyai landasan hukum yang pasti sehingga
pembangunannya membutuhkan adanya peraturan atau ketetapan yang mengatur tentang
reklamasi Pantai Utara Jakarta. Pada tahun 1995, presiden Soeharto mengeluarkan Keppres
No. 52 yang memperbolehkan adanya reklamasi dengan tujuan untuk mengembangkan
kawasan Pantai Utara Jakarta dibawah kewenangan Gubernur DKI Jakarta. Hal ini tercantum
pada pasal 2 dan pasal 4 Keppres No. 52 Tahun 1995.

Untuk keperluan pengembangan Kawasan Pantura, dengan Keputusan


Presiden ini dilakukan Reklamasi Pantura.

(Pasal 2 Keppres No. 52 Tahun 1995).

Wewenang dan tanggung jawab Reklamasi pantura berada pada Gubernur


Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

(Pasal 4 Keppres No. 52 Tahun 1995)


Selain itu juga tertulis pada pasal 11 bagaimana seharusnya proyek reklamasi Pantura
ini diselenggarakan

1. Penyelenggaraan Reklamasi Pantura wajib memperhatikan kepentingan


lingkungan, kepentingan pelabuhan, kepentingan kawasan pantai terhutan
bakau, kepentingan nelayan dan fungsi-fungsi lain yang ada di Kawasan
Pantura.
2. Bahan material untuk Reklamasi pantura diambil dari lokasi yang
memenuhi persyaratan teknis dan lingkungan
(Pasal 11 Keppres No. 52 Tahun 1995)

Peraturan ini pada akhirnya digunakan sebagai landasan hukum dari proyek
Reklamasi Teluk Jakarta. Tetapi karena terjadinya gejolak pada tahun 1998 yang
menyebabkan mundurnya Presiden Soeharto, pemerintahan setelahnya mencabut Keppres
yang mengatur reklamasi. Hal ini disebabkan karena kekhawatiran akan terjadinya
penyimpangan tata ruang dan pemberian fasilitas. Selain pencabutan Keppres, Kementrian
Lingkungan Hidup juga mengeluarkan SK No. 14 tahun 2003 tentang Ketidaklayakan
Rencana Kegiatan Reklamasi dan Revitalisasi Pantai Utara Jakarta.

Tujuan Reklamasi Teluk Jakarta

Kini Reklamasi Teluk Jakarta telah menjadi sebuah megaproyek yang diharapkan
oleh pemerintahan DKI Jakarta dapat menuntaskan berbagai masalah yang terjadi di Jakarta
dan juga sebagai usaha untuk mengembangkan kawasan ibukota. Penulis sendiri melihat
Reklamasi Teluk Jakarta dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu reklamasi untuk membentuk 17
pulau baru, pembangunan Giant Sea Wall atau tanggul laut, dan yang terakhir adalah Proyek
Garuda.

Salah satu masalah yang dihadapi Jakarta saat ini adalah kebutuhan ruang warga
Jakarta yang terus bertambah. Pengembangan kawasan utara ini, terutama reklamasi 17 pulau
baru, dinilai dapat menyelesaikan masalah ini dan dinilai menjadi pilihan terbaik sesuai
dengan rencana tata ruang yang ada, karena pengembangan ke kawasan lainnya dinilai sudah
tidak memungkinkan. Kawasan lainnya dinilai sudah sangat padat dan merupakan kawasan
konservasi sehingga tidak lagi memungkinkan untuk dikembangkan menjadi kawasan hunian
maupun komersil. Proyek ini juga merupakan salah satu upaya untuk mengembangkan bagian
utara Jakarta yang dinilai tertinggal dibandingkan dengan bagian Jakarta lainnya, padahal
kawasan ini dinilai sebagai kawasan andalan yang sangat strategis.

Selain itu secara ekonomi, proyek ini diharapkan dapat meningkatkan perekonomian
Jakarta. Karena di daerah hasil reklamasi nantinya akan dibangun kawasan-kawasan ekonomi
terpadu bertaraf nasional maupun internasional, kawasan industri dan juga pelabuhan laut
dalam. Pengembangan proyek Garuda sendiri direncanakan dapat menjadi gerbang dan juga
ciri khas atau image baru Jakarta yang modern, apalagi mengingat kedudukan Jakarta sebagai
ibukota negara.

Reklamasi Teluk Jakarta sendiri merupakan salah satu strategi yang dilakukan
pemerintah DKI Jakarta untuk mencegah tenggelamnya Jakarta yang diperkirakan akan
terjadi pada tahun 2050 akibat ketinggian permukaan air laut yang terus naik dan juga untuk
mencegah banjir rob yang selalu terjadi setiap tahunnya. Hal ini dapat terjadi karena nantinya
akan dibangun Giant Sea Wall untuk menghalau masuknya air laut seperti yang digunakan
oleh Korea dan Belanda. Bendungan yang terbentuk nantinya diharapkan dapat menjadi
cadangan air bersih bagi warga Jakarta.

Reklamasi Teluk Jakarta Kini

Walaupun memiliki tujuan yang baik, pelaksanaan proyek ini menuai pro dan kontra
dari masyarakat. Proyek ini dinilai lebih banyak memiliki dampak negatif dibandingkan
dampak positif. Hal yang banyak digarisbawahi selama ini adalah kerusakan lingkungan yang
muncul serta dampak sosial dan ekonomi yang sudah dan akan dihadapi oleh para nelayan
dan masyarakat sekitaran pantai utara. Reklamasi juga berdampak terhadap perubahan
budaya serta sejarah kota Jakarta. Selain itu, ketidakjelasan landasan hukum yang digunakan
serta prosedur pelaksanaan proyek yang tidak transparan juga banyak menimbulkan kontra di
masyarakat.

Dampak lingkungan yang muncul akibat adanya reklamasi antara lain adalah
rusaknya ekosistem laut, hilangnya beberapa pulau di Kepulauan Seribu, memperparah
keadaan banjir Jakarta, tercemarnya air laut, rusaknya hutan bakau, dan berubahnya arus laut.
Dampak akibat tercemarnya air laut selain berdampak kepada lingkungan dan kesehatan, juga
berdampak kepada perekonomian nelayan akibat matinya ikan-ikan yang ada di Teluk
Jakarta. Sedangkan perubahan arus laut akibat munculnya daratan baru mengganggu PLTU
Muara Karang yang merupakan salah satu sumber pemasok listrik Jawa dan Bali. Ekosistem
yang rusak akibat reklamasi sendiri sebenarnya sudah menyalahi ketentuan dari Keppres No.
52, yang selama ini dijadikan landasan hukum pelaksanaan reklamasi, dimana pada pasal 11
telah dijelaskan pelaksanaan reklamasi harus memperhatikan kepentingan lingkungan.

Proyek reklamasi yang dinilai dapat mencegah tenggelamnya Jakarta akibat naiknya
permukaan air laut, justru bisa memperparah keadaan banjir yang selalu terjadi di Jakarta
setiap tahunnya. Reklamasi menyebabkan terjadinya alih fungsi daerah tampungan, akibatnya
aliran sungai akan melambat dan menyebabkan terjadinya kenaikan air di permukaan. Hal ini
juga menyebabkan sedimentasi bertambah dan terjadi pendangkalan muara. Frekuensi banjir
yang terjadi di Jakarta bisa saja meningkat karena kapasitas tampung sungai yang tidak lagi
dapat mendukung debit 13 sungai yang bermuara di Teluk Jakarta. ("19 Alasan Tolak
Reklamasi Jakarta", 2016).

Salah satu dampak lainnya adalah sedimentasi laut yang bisa merusak ekosistem laut,
terumbu karang dan juga ikan.

Dampak lainnya dari kegiatan reklamasi adalah sedimentasi yang


diakibatkan proses kegiatan reklamasi dan perubahan gerakan massa air
akibat adanya pulau reklamasi. Sedimentasi memberikan dampak negatif
terhadap sumberdaya dan ekosistem pesisir di Teluk Jakarta dan sekitarnya
seperti mangrove dan terumbu karang. Perubahan gerakan massa air juga
berdampak terhadap sedimentasi serta masa penyimpanan air di dalam Teluk
Jakarta. Perubahan masa penyimpanan air akan berdampak terhadap
kualitas perairan yang pada akhirnya akan berdampak terhadap kondisi
sumberdaya ikan.
(Sampono, N., Purbayanto, 2013)

Sedimentasi yang terjadi di Jakarta saat ini adalah sebesar 20-30 cm per tahunnya.
Akibat munculnya daratan baru, sedimentasi di Jakarta diperkiran dapat mencapai 60 cm per
tahunnya. Hal ini juga menyebabkan bertambah tercemarnya Teluk Jakarta karena hasil
sedimentasi tidak dapat tergerus air laut lagi. ("Setelah Reklamasi, Sedimentasi Teluk Jakarta
Diprediksi 60 Cm Per Tahun - Kompas.com", 2016).

Pada beberapa kesempatan Basuki Tjahja Purnama atau yang biasa dikenal sebagai
Ahok selaku Gubernur Jakarta mengatakan bahwa sudah tidak ada ikan di Teluk Jakarta. Hal
ini dibantah dengan fakta di lapangan dan juga penjelasan Koordinator Bidang Kajian
Strategis Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (IPB), Alan F
Koropitan. Menurutnya walaupun telah tercemar, bagian teluk yang tercemar adalah 2 mil
dari pantai setelah jarak itu keadaan laut masih cukup baik dan banyak ditemukan ikan
bahkan kepiting yang dapat dijual oleh nelayan. ("Setelah Reklamasi, Sedimentasi Teluk
Jakarta Diprediksi 60 Cm Per Tahun - Kompas.com", 2016). Nelayan sendiri telah
membuktikan masih banyaknya ikan yang ada di Teluk Jakarta walaupun jumlah ini sudah
merosot tajam. Pada awalnya, sekali melaut, mereka bisa mendapatkan sampai 40 kilogram.
Sekarang ini mereka hanya mendapatkan 2 kilogram atau paling banyak 10 kilogram.
Tentunya hal ini mempengaruhi perekonomian para nelayan.Apabila reklamasi ini terus
berlanjut, maka para nelayan harus mencari daerah pengkapan ikan baru ke arah laut bebas
(Sampono, N., Purbayanto, 2013).

Akibat pengerukan pasir untuk menciptakan daratan baru, kerusakan lingkungan juga
muncul. Tidak hanya di Teluk Jakarta saja tetapi juga di wilayah asal pasir didatangkan dan
juga Kepulauan Seribu. Di beberapa tempat hasil pengerukan, abrasi menjadi semakin parah
hingga menggerus tambak warga. Selain daerah-daerah tersebut, Kepulauan Seribu juga
terkena dampaknya. Hal ini pastinya akan berdampak kepada aspek pariwisata Jakarta,
dimana Kepulauan Seribu sendiri adalah pusat wisata bahari Jakarta. Sejak groundbreaking
pada tahun 2013, sudah ada 4 pulau yang hilang di sekitaran Pulau Pari. Hal ini juga akan
menjadi ancaman serius bagi Kepulauan Seribu dan kelangsungan nasib 26.000 masyarakat
penghuninya.("Akibat Reklamasi, 4 Pulau di Kepulauan Seribu Hilang - Kompas.com",
2016).

Rusaknya hutan bakau yang ada di sekitaran Jakarta akibat reklamasi juga menjadi
salah satu penyebab rusaknya ekosistem akibat adanya ketidakseimbangan di dalam
ekosistem. Hutan bakau sendiri merupakan tempat bertelur dan habitat ikan-ikan kecil. Selain
itu daerah hutan bakau juga merupakan daerah suaka untuk 91 jenis burung dimana 17
diantaranya merupakan jenis yang dilindungi. Hutan bakau yang ada, akibat reklamasi, akan
rusak secara perlahan karena sirkulasi arus dan tekanan yang berubah. ("19 Alasan Tolak
Reklamasi Jakarta", 2016)

Dampak lainnya adalah perubahan arus laut. Hal ini dapat mengganggu produksi di
PLTU Muara Karang yang merupakan salah satu pemasok energi listrik untuk pulau Jawa
dan Bali. Bahkan PLTU ini juga menyokong kebutuhan listrik kawasan Istana Negara dan
sekitarnya. Berkurangnya pasokan listrik di Jawa dan Bali tentunya akan mempengaruhi
kawasan industri yang ada. Walaupun tidak berdampak besar, tentunya hal ini akan
mempengaruhi keadaan ekonomi.

Selain berdampak buruk terhadap lingkungan, reklamasi juga berdampak terhadap


aspek-aspek kehidupan lainnya seperti aspek sosial, budaya, dan sejarah yang sering kali
dilupakan oleh pengembang. Akibat adanya reklamasi ini, terjadi penggusuran di beberapa
titik di utara Jakarta yang biasanya merupakan pasar ikan ataupun pemukiman warga
khususnya nelayan. Alasan yang memperkuat penggusuran ini adalah keadaan pemukiman
yang dianggap kumuh dan tidak sehat oleh pemerintah. Beberapa titik reklamasi juga
sebenarnya merupakan situs bersejarah yang seharusnya dilestarikan dan dilindungi.

Yang banyak terkena dampak sosial akibat adanya proyek reklamasi ini tentunya
adalah para nelayan serta masyarakat sekitaran pantai utara Jakarta. Penggusuran yang
dilakukan oleh pemertintah secara tidak langsung akan mengubah kehidupan sosial mereka.
Iming-iming akan direlokasi ke tempat yang lebih baik tidak cukup untuk memindahkan
mereka. Pemerintah seharusnya melakukan kajian yang lebih dalam, karena apabila tidak
maka relokasi yang dilakukan tidak akan berhasil. Kebanyakan dari korban penggusuran
nantinya akan direlokasi ke rumah susun, yang tentunya merupakan hal asing dan baru bagi
mereka yang biasa hidup disekitaran pantai ataupun di atas laut. Hal ini tentunya akan
memunculkan masalah-masalah baru lainnya akibat terjadinya pergeseran budaya serta
kehidupan sosial mereka.

Selama ini pemerintah hanya menilai baik dari satu sisi saja yaitu baik menurut
pemerintah. Lalu, bagaimana dengan pengertian baik para nelayan dan masyarakat sekitaran
pantai? Memindahkan masyarakat ke rumah susun sendiri sebenarnya tidak menyelesaikan
masalah, apabila yang menjadi acuannya adalah kekumuhan daerah tersebut. Apabila
memang dinilai kumuh atau kurang layak, maka apa yang harus dilakukan pemerintah adalah
melakukan perbaikan atau renovasi terhadap kawasan pemukiman yang ada. Jangan
dilupakan juga bahwa rumah dan tanah yang mereka tempati saat ini juga merupakan hasil
kerja keras mereka. Walaupun terkadang tidak memiliki surat tanah yang jelas, rasa
kepemilikan terhadap tanah sudah sangat dalam. Kebanyakan warga merasa apabila memiliki
tanah dan rumah maka mereka sudah berkecukupan. Setidaknya dengan adanya hal tersebut,
mereka masih mempunyai harta, secara fisik, yang mereka miliki.Apabila dipindahkan ke
rumah susun, mereka tidak lagi mempunyai tanah. Tanah yang ada adalah tanah yang
digunakan bersama dengan status hak guna bukan hak milik. Sehingga bukan tidak mungkin
menimbulkan pemikiran kalau mereka tidak lagi mempunyai harta.("Digusur ke Rusun,
Nelayan Malah Tidak Bisa Melaut - Kompas.com", 2016).

Selain itu wilayah relokasi yang disediakan pemerintah juga jauh dari tempat bekerja
mereka. Mencari pekerjaan saat ini tidaklah mudah. Keadaan laut yang semakin memburuk
akibat reklamasi serta jauhnya jarak antara tempat tinggal dengan laut tentunya akan sangat
mempengaruhi perekonomian mereka. Bukan tidak mungkin akan terjadi kelangkaan yang
menyebabkan tingginya harga ikan yang turut mempengaruhi masyarakat luas.

Kebudayaan dan sejarah yang ada juga akan tergeser akibat adanya reklamasi ini.
Yang menjadi masalah disini adalah kebudayaan yang mungkin hilang adalah kebudayaan
yang baik. Kebudayaan serta nilai-nilai yang selalu dipegang oleh para nelayan yaitu budaya
kekeluargaan, saling percaya, dan keinginan untuk mengembangkan tradisi alam dalam
menjaga ekosistem laut.

Pengembangan reklamasi yang lebih banyak menguntungkan dan diperuntukan untuk


masyarakat dengan ekonomi keatas, tentunya akan berpengaruh ke kehidupan sosial warga
Jakarta secara luas. Hal ini pasti akan menimbulkan kesenjangan secara ekonomi dan sosial
antara penghuni hunian dan apartemen mewah dengan para nelayan dan penduduk asli
sekitaran pantai utara Jakarta.

Reklamasi Pulau G atau Pluit City

Pulau G atau dipasarkan sebagai Pluit City oleh PT. Muara Wisesa Samudeera (Anak
perusahaan PT. Agung Podomoro) merupakan salah satu kawasan reklamasi yang juga
sedang banyak diperbincangkan. Reklamasi pulau ini juga merupakan reklamasi yang sudah
dimulai pada tahun 2015 dan diharapkan dapat rampung pada tahun 2018. Walaupun begitu,
beberapa bangunan sudah mulai berdiri dan bahkan unit hunian yang direncanakan sudah
mulai dipasarkan dan hanya tersisa 2 tipe saja. Reklamasi Pulau G yang dikembangkan oleh
PT. Muara Wisesa Samudera dicurigai sarat akan kasus suap dan pemalsuan AMDAL. Pluit
City ini direncanakan menjadi kawasan hunian mewah dengan nilai jual rumah milyaran
rupiah dengan yang didukung dengan adanya fasilitas umum maupun fasilitas sosial. Bahkan
pihak pengembang membangun dermaga untuk tempat bersandar boat maupun yacht milik
penghuni Pluit City. Selain itu juga akan dibangun pusat perbelanjaan mewah yang menjadi
salah satu daya tarik Pluit City.
Reklamasi Pulau G seluas 161 hektar dilaksanakan berdasarkan Keputusan Gubernur
DKI Jakarta No. 2238 Tahun 2014. Dimana izin yang dikeluarkan terbatas pada
pembangunan tanggul penahan, pengurugan material dan pematangan lahan hasil reklamasi
untuk pembentukan pulau baru. Letaknya sendiri berada di depan Pelabuhan Muara
Angkesehingga akan mengganggu aktivitas serta sirkulasi kapal.Reklamasi Pulau G seluas
161 hektar dilaksanakan berdasarkan Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 2238 Tahun
2014. Dimana izin yang dikeluarkan terbatas pada pembangunan tanggul penahan,
pengurugan material dan pematangan lahan hasil reklamasi untuk pembentukan pulau baru.
Letaknya sendiri berada di depan Pelabuhan Muara Angkesehingga akan mengganggu
aktivitas serta sirkulasi kapal.

Sumber: http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160406181446-23-122179/peta-
reklamasi-teluk-jakarta/

Keputusan dan proses reklamasi yang selama ini berjalan menuai banyak kontra
karena dinilai tidak sesuai. Kawasan itu sendiri merupakan Kawasan Strategis Nasional yang
berhubungan dengan kedaulatan negara. Sehingga seharusnya keputusan ini dikeluarkan oleh
pemerintah pusat, walaupun menurut Keppres yang ada keputusan pengembagan ini
diberikan kepada Gubernur DKI Jakarta. Banyak pihak merasa bahwa reklamasi ini masih
memerlukan kajian lebih dalam karena selain status hukumnya yang belum jelas, reklamasi
Pulau G sendiri dinilai sangat merugikan nelayan di Muara Angke dan merusak lingkungan
disekitarnya.
Para nelayan sendiri pada awalnya adalah nelayan-nelayan dari Muara Karang.
Mereka dipindahkan ke Muara Angke karena adanya proyek Pantai Indah Kapuk dan Pluit
City. Mereka sendiri mengakui kalau memang setelah adanya proyek Pantai Indah Kapuk
mereka mulai kesulitan dalam menangkap ikan karena jumlahnya yang menurun. Namun,
reklamasi Pulau G ini membawa dampak yang lebih buruk untuk mereka. Dengan terus
menurunnya hasil tangkapan mereka, mereka mereasa bukan tidak mungkin apabila suatu
hari pendapatan mereka akan mati. (Pendapatan Nelayan Sekitar Pulau G Mati Akibat
Reklamasi, 2016). Dari fakta-fakta diatas kita bisa melihat bahwa sesungguhnya reklamasi
Pulau G hanya menguntungkan beberapa pihak saja yaitu pengembang.

Reklamasi dan Kekuasaan

Kompas mengakui bahwa wajar laba menjadi motif usaha swasta,


termasuk pengembang. Bahkan, telah berkembang fase baru bahwa
pengusaha tidak hanya terdorong oleh motif laba, tetapi juga motif untuk
membuat karya monumental, meninggalkan nama hebat, mengembangkan
imajinasinya, atau membuat sesuatu dari hal yang tandus menjadi
monumental.

(Perjalanan Panjang Reklamasi Jakarta, 2016)

Pembangunan Ancol, Pantai Indah Kapuk, dan Pulau G atau Pluit City ini juga
Penulis lihat sebagai salah satu cara pengusaha atau pengembang serta arsitek untuk
menunjukan kekuasaannya. Walaupun tentunya didukung pula oleh keuntungan secara
ekonomi, proyek-proyek ini bisa kita lihat sebagai cara mereka melegitimasi kekuasaannya
dengan membuat sesuatu yang monumental. Secara tidak langsung juga menciptakan
segeregasi sosial maupun ekonomi dalam kehidupan berkota.

Selain pengembang dan pengusaha, Penulis juga melihat Proyek Garuda sebagai salah
satu upaya untukmelegitimasi kekuasaan dan kekuatan Indonesia.Dengan menciptakan image
baru Indonesia, khususnya Jakarta yang merupakan ibukota negara, sebagai negara ataupun
kota, dalam konteks ini adalah Jakarta, yang modern. Sehingga diharapkan Indonesia
nantinya tidak lagi dapat dipandang sebelah mata oleh negara-negara lainnya. Hal ini juga
dapat kita temui di dalam pengembangan Dubai, dimana mereka berusaha untuk membangun
sesuatu yang dapat memciptakan pencapaian serta sejarah baru di dunia. Tentunya hal ini
juga dapat kita lihat sebagai usaha yang dilakukan Dubai untuk memperlihatkan kekuasaan
yang mereka miliki serta pencapaian mereka kepada dunia.
Dari sini Penulis juga merasa Indonesia masih menggunakan kepercayaan kekuasaan
Jawa yaitu menguatkan pusatnya, dalam konteks ini adalah Jakarta, agar dapat menyebarkan
pengaruhnya semakin luas. Seperti bentuk Mandala pada kepercayaan Jawa, dimana semakin
kuat pusat Mandala, maka semakin kuat dan luas pula pengaruh kekuasaannya.

Peran Arsitek dalam Pengembangan serta Penyelesaian Masalah Reklamasi Jakarta

Arsitek mempunyai peranan penting dalam perencanaan reklamasi wilayah. Arsitek


mempunyai kekuasaan untuk merencanakan dan merancang tatanan kota dan ruang pada
wilayah yang di reklamasi. Arsitek juga mempunyai kemampuan untuk merealisasikan citra
serta keinginan pengembang atau pemilik modal. Dimana itu merupakan salah satu hal
krusial yang dapat mempengaruhi berbagai aspek seperti ekonomi, sosial, budaya dalam
kehidupan berkota di masyarakat.

We know that it is a world full of contradictions, of multiple


personalities, of necessary flights of the imagination translated into diverse
fields of action, of uneven geographical developments, and of highly contested
meanings and aspirations. The sheer enorminty of that world and its
incredible complexity provide abundant opportunities for the excersice of
critical judgement and of limited freedom of the individual and collective will.

it appears impossible to avoid unintended consequences of our


actions.

(Harvey, 2000)

Seorang arsitek harus bisa berpikir strategis dan taktis dalam mengambil sebuah
keputusan. Pekerjaan seorang arsitek mengharuskan mereka untuk dapat mengatasi atau
mengakomodir kontradiksi dan kepentingan banyak pihak yang akan ditemui. Sehingga
sangat tidak mungkin untuk menghindari konsekuensi apapun yang timbul karena keputusan
yang diambil. Oleh karena itu, sseorang arsitek harus dapat berpikir taktis dan strategis untuk
mengurangi konsekuensi yang mungkin timbul.

Seorang arsitek mempunyai kekuasaan politik yang kuat yang dapat diaplikasikan
dalam perencanaan sebuah wilayah. Bukan tidak mungkin akan muncul kepentingan
kekuasaan atau pandangan politiknya sendiri yang masuk ke dalam rancangan yang dia buat.
Banyak arsitek dalam sejarah yang secara sengaja ataupun tidak sengaja melakukan ini
sehingga mengakibatkan ketidaksesuaian antara konteks, kepentingan, dan rancangan yang
ada. Bahkan ada beberapa kasus yang diindikasikan sebagai sebuah kegagalan dalam
merancang jika dilihat dari latar belakang masalah serta konteks yang ada disana. Contohnya
seperti perancangan wilayah kota Chandigarh di India dan Brasilia.

Dalam hal ini arsitek harus bisa bersikap netral dengan melihat dari berbagai aspek
yang mungkin dapat dipengaruhi oleh keputusannya. Sebuah rancangan, terutama dalam
kehidupan berkota, seharusnya dapat mengakomodir seluruh aspek serta elemen masyarakat.
Dimana seharusnya dapat menguntungkan semua pihak dan tidak eksklusif. Arsitek juga
harus mengingat adanya hak-hak yang dimiliki oleh masyarakat seperti yang tercantum pada
United Nations Declaration of Human Rights. Arsitek juga tidak bisa melupakan dampak
terhadap lingkungan yang mungkin muncul.

Dalam kasus Reklamasi Teluk Jakarta ini, arsitek juga bisa melakukan pendampingan
advokasi dengan sebelumnya melakukan kajian mendalam dengan melibatkan masyarakat
dan juga organisasi maupun ahli-ahli dibidangnya seperti organisasi terkait hukum,
lingkungan, budaya, ekonomi, dan sosial. Pendampingan ini sangat penting karena pihak
yang banyak dirugikan saat ini adalah masyarakat dan nelayan yang umumnya tidak
mempunyai dasar pengetahuan yang kuat mengenai masalah-masalah yang mungkin timbul
sehingga bukan tidak mungkin akan mudah disusupi oleh kepentingan-kepentingan dari pihak
lainnya.
Kesimpulan

Kasus Reklamasi Teluk Jakarta ini bukanlah kasus yang dapat diselesaikan dengan
mudah. Diperlukan kajian-kajian yang mendalam untuk dapat menentukan apakah proyek
yang digagas ini dapat dilanjutkan atau tidak. Di satu sisi proyek ini dinilai sangat
menguntungkan secara ekonomi dan dinilai dapat mengurangin masalah-masalah yang ada di
Jakarta terutama masalah daya dukung ruang dan banjir rob akibat naiknya permukaan air
laut. Tetapi di sisi lain juga merugikan banyak pihak dan menimbulkan masalah-masalah
baru seperti hilangnya mata pencaharian nelayan, semakin parahnya banjir, serta kerusakan
lingkungan. Tidak bisa dilupakan juga pengehentian proyek maupun kelanjutan proyek
tentunya akan mempengaruhi banyak pihak. Diperlukan strategi-strategi baru untuk
menghadapi kemungkinan-kemungkinan tersebut.

Reklamasi ini juga dapat Penulis lihat sebagai salah satu usaha legitimasi kekuasaan
Indonesia dan para pengusaha. Keinginan untuk mencetak sejarah baru dapat kita lihat dari
proyek ini, dimana mereka ingin menjadikan tempat-tempat yang dulunya tandus, tidak
terurus atau kumuh, menjadi tempat-tempat dengan fasilitas modern dan mewah. Tetapi yang
terlupakan disini adalah inklusivitas dari proyek ini. Proyek ini seharusnya bukan hanya jadi
milik segelintir orang saja, bukan hanya menguntungkan pihak tertentu, tetapi milik semua
lapisan dan seharusnya dapat menguntungkan masayarakat Jakarta.

Keberhasilan negara-negara lain dalam reklamasi dipengaruhi oleh tingkat partisipasi


masyarakat yang tinggi. Disana masyarakat dilibatkan sehingga muncul kepercayaan dan
keinginan untuk ikut berpartisipasi dalam proyek yang ada. Keterbukaan inilah yang
sebenarnya dibutuhkan oleh masyarakat Jakarta, karena proyek ini akan mempengaruhi
seluruh aspek masyarakat bukan hanya pengembang serta pengusaha saja. Kenyataan yang
ada di Jakarta berbanding terbalik dengan ini. Penggusuran dan relokasi yang dilakukan
untuk melaksanakan proyek ini tidak dilakukan secara terbuka dengan melibatkan
masyarakat. Padahal hal ini pastinya sangat mempengaruhi kehidupan mereka.

Pendekatan yang dilakukan oleh pihak pengembang pun tidak dilakukan dengan baik.
Mereka hanya melihat aspek ekonominya saja tanpa melihat aspek sosial dan budaya
masyarakat yang akan terpengaruh. Seperti pendekatan yang dilakukan pengembang selama
ini kepada masayarakat, dimana mereka berusaha memenuhi kebutuhan ekonomi nelayan
dengan memberikan uang kepada mereka, padahal tentunya hal ini hanya bertahan sebentar
dan bukan sebuah penyelesaian jangka panjang.

Dalam hal ini pendampingan advokasi sangat dibutuhkan karena banyak pihak yang
belum begitu mengerti dengan dampak yang mungkin timbul. Dibutuhkan kajian yang sesuai
dengan rumpun ilmunya agar dapat ditemukan penyelesaian terbaik atas masalah-masalah ini.
Disinilah peran arsitek sebagai jembatan antara masyarakat dan pihak pengembang. Selain
mendampingi advokasi selama proyek berjalan, arsitek juga dapat melakukan kajian-kajian
terkait masalah sosial, ekonomi, budaya maupun lingkungan yang muncul akibat
pengembangan kebijakan ini yang dipengaruhi oleh aspek-aspek arsitektural dan keruangan.
Daftar Pustaka

Materi perkuliahan dan pembahasankelas Arsitektur, Kota dan Kuasa, Arsitektur UI, 2016.

Harvey, David. (2000). Spaces of Hope. University of California Press.

Davis, M. (2007). Sand, fear and money in Dubai. Evil paradises: Dreamworlds of
neoliberalism, 48-68.

Rayuan Pulau Palsu. Watchdoc Documentary. 2016.

Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara. (2014). Jakarta.

Sampono, N., Purbayanto, A., Haluan, J., Wiryawan, B., & Fauzi, A. (2013). Strategi
Nelayan dalam Menghadapi Dampak Reklamasi di Teluk Jakarta.Buletin PSP, 20(4), 423-
430.

Perjalanan Panjang Reklamasi Jakarta. (2016). Tutur Interaktif Kompas. Diakses pada 27
Mei 2016, dari http://interaktif.print.kompas.com/reklamasijakarta

Ini Komentar Walhi Soal Reklamasi Teluk Jakarta. (2016). Antaranews.com. Diakses pada
29 Mei 2016, dari http://www.antaranews.com/berita/556408/ini-komentar-walhi-soal-
reklamasi-teluk-jakarta

Jalan Panjang Reklamasi di Teluk Jakarta. (2016). National Geographic Indonesia. Diakses
pada 27 Mei 2016, dari http://nationalgeographic.co.id/berita/2016/04/jalan-panjang-
reklamasi-di-teluk-jakarta

6 Alasan KLH Tolak Reklamasi Pantai Utara Jakarta. (2010). detiknews. Diakses pada 27
Mei 2016, dari http://news.detik.com/berita/1369768/6-alasan-klh-tolak-reklamasi-pantai-
utara-jakarta
Ini 17 Alasan Reklamasi Teluk Jakarta Harus Dihentikan Permanen. (2016).
SINDOnews.com. Diakses pada 29 Mei 2016, dari
http://metro.sindonews.com/read/1102554/171/ini-17-alasan-reklamasi-teluk-jakarta-harus-
dihentikan-permanen-1461139422

Proyek Tanggul 'Garuda Raksasa' Jadi Dibangun? Tunggu 2 Tahun Lagi. (2015).
detikfinance. Diakses pada 29 Mei 2016, dari
http://finance.detik.com/read/2015/09/03/161156/3009279/4/proyek-tanggul-garuda-raksasa-
jadi-dibangun-tunggu-2-tahun-lagi

Penggusuran Warga Pasar Ikan untuk Muluskan Proyek Garuda. (2016). Tempo. Retrieved
29 Mei 2016, from https://metro.tempo.co/read/news/2016/05/02/231767582/penggusuran-
warga-pasar-ikan-untuk-muluskan-proyek-garuda

Reklamasi Tetap Akan Berdampak Buruk. (2016). Print.kompas.com. Diakses pada 29 Mei
2016, dari http://print.kompas.com/baca/2016/05/19/Reklamasi-Tetap-Akan-Berdampak-
Buruk

19 Alasan Tolak Reklamasi Jakarta. (2016). LBH Jakarta. Diakses pada 30 Mei 2016, dari
http://www.bantuanhukum.or.id/web/19-alasan-tolak-reklamasi-jakarta/

Pendapatan Nelayan Sekitar Pulau G Mati Akibat Reklamasi. (2016). LBH Jakarta. Diakses
pada 30 Mei 2016, dari http://www.bantuanhukum.or.id/web/pendapatan-nelayan-sekitar-
pulau-g-mati-akibat-reklamasi/

Reklamasi Pulau G Dibidik Rampung September 2018. (2016). Ekonomi.metrotvnews.com.


Diakses pada 30 Mei 2016,
darihttp://ekonomi.metrotvnews.com/read/2015/09/17/432231/reklamasi-pulau-g-dibidik-
rampung-september-2018

Anda mungkin juga menyukai