PENDAHULUAN
ditemukan pada bayi baru lahir.1 Lebih dari 85% bayi cukup bulan yang kembali
dirawat dalam minggu pertama kehidupan disebabkan oleh keadaan ini.2 Bayi
Pada janin, tugas mengeluarkan bilirubin dari darah dilakukan oleh plasenta,
dan bukan oleh hati. Setelah bayi lahir, tugas ini langsung diambil alih oleh hati,
waktu tersebut, hati bekerja keras untuk mengeluarkan bilirubin dari darah.
tubuh. Oleh karena bilirubin berwarna kuning, maka jumlah bilirubin yang
berlebihan dapat memberi warna pada kulit, sklera, dan jaringan-jaringan tubuh
lainnya.1,2
Pada setiap bayi yang mengalami ikterus harus dibedakan apakah ikterus
yang terjadi merupakan keadaan yang fisiologik atau non-fisiologik. Selain itu,
1
Wong RJ, Stevenson DK, Ahlfors CE, Vreman HJ. Neonatal Jaundice: Bilirubin physiology and
clinical chemistry. NeoReviews 2007;8:58-67.
2
Sukadi A. Hiperbilirubinemia. In: Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A, penyunting.
Buku Ajar Neonatologi (Edisi Ke-1). Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2010; p. 147-53.
1
berkem-bang menjadi hiperbilirubinemia berat yang memerlukan penanganan
optimal.2,3
3
Halamek LP, Stevenson DK. Neonatal jaundice and liver disease. In: Fanaroff AA, Martin RJ,
editors. Neonatal-perinatal Medicine. Disease of the Fetus and Infant (Seventh Edition). St Louis:
Mosby Inc, 2002; p.1309-50.
2
BAB II
2.1 Epidemiologi
Istilah Demam Berdarah di Asia Tenggara pertama kali digunakan di Filipina pada
tahun 1953. Pada tahun 1965 meletus epidemik penyakit ini di Bangkok. Setelah
tahun 1958, penyakit ini dilaporkan berjangkit dalam bentuk epidemik di beberapa
pada tahun 1968, tetapi konfirmasi virologis baru diperoleh pada tahun 1970. Pada
saat ini infeksi Dengue telah menyebar luas ke seluruh provinsi di Indonesia.4
Jumlah kasus DBD tidak pernah menurun di beberapa daerah tropis dan
dari 0.05/100.000 pada tahun 1968 menjadi 34-40/100.000 pada tahun 2013.
Kejadian epidemik tertinggi terjadi pada tahun 2010, ditemukan 86/100.000 kasus.
Kejadian outbreak DBD terjadi pada tahun 1973, 1988, 1998, 2007 dan 2010. Akan
tetapi terdapat penurunan case fatality ratio dari 41% tahun 1968 menjadi 0,73%
tahun 2013.5
disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain status umur penduduk, kepadatan
4
Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI. Infeksi Virus Dengue dalam Buku Ajar Infeksi
& Pediatri Tropis. 2008. IDAI;2:155-81
5
Karyanti MR, Uiterwaal CSPM, Kusriastuti R, Hadinegoro SR, Rovers MM,Heesterbeek H, et all.
The changing incidence of dengue haemorrgahic fever in Indonesia: a 45-year registry-base
analysis. BMC Infectious disease. 2014;14:1-7
3
vector, tingkat penyebaran Dengue, prevalensi serotipe virus Dengue, dan kondisi
cuaca.12 Pada penelitian Karyanti dkk ditemukan angka kejadian DBD lebih sering
transmisi virus dengue melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus
sebagai vektor primer dan Aedes polynesiensis, Aedes scutellaris serta Aedes niveus
sebagai vektor sekunder. Risiko penularan dan penyebaran terpengaruh oleh iklim,
serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan di Jakarta dan Palembang tahun
2004 dan banyak berhubungan dengan kasus berat.12 Penelitian yang dilakukan
Fahri dkk di Semarang tahun 2012, penemuan serotipe predominan pada 31 serum
pasien, yaitu serotipe DEN-1 dengan 35,5%, diikuti dengan DEN-2 dan DEN-3
12,9% dan DEN-4 9,7%.6 Penelitian Sasmono dkk di Makasar dari tahun 2007-
2010 pada 455 pasien ditemukan serotipe DEN-1 predominan diikuti dengan DEN-
2, DEN-3 dan DEN-4.7 Di Indonesia pengaruh musim terhadap DBD tidak jelas,
namun secara garis besar jumlah kasus meningkat antara September sampai
2.2. Etiologi
6
Fahri S, Yohan B, Trimarsanto H, Sayono S, Hadisaputro S, Dharmana E, et all. Molecular
surveillance of dengue in SemarangIndonesia revealed the circulation of an old genotype of
dengue virus serotype-1. PLOS. 2013;7(8):1-12
7
Sasmono RT, Wahid I, Trimarsanto H, Yohan B, Wahyunu S, Hertanto M, et all. Genomic analysis
and growth characteristic of dengue viruses from Makassar, Indonesia. Infection, Genetics and
Evolution-Elsevier. 2015;32:165-77
4
Virus dengue termasuk genus flavivirus famili flaviridae. Virus ini terdiri atas 4
serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 serta ditransmisikan oleh
nyamuk terutama Aedes aegypti dan Aedes albopictus.1 Virus dengue berbentuk
Genom virus dengue terdiri atas 11 kb rantai RNA positif yang mengkode 3 protein
struktural, yaitu protein C (lipid), protein E, dan protein M/prM (glikoprotein), serta
7 protein nonstruktural (NS1, NS2a, NS2b, NS3, NS4a, NS4b, dan NS5).17
Terdapat dua tipe virion, yaitu: virion ekstraselular matur yang mengandung protein
M, dan virion imatur intraselular yang mengandung protein membran (prM) yang
membelah selama maturasi membentuk protein M.10 Envelope terdiri atas protein
penempelan reseptor sel dan membran sel serta merupakan epitop utama yang
8
Leyssen P, Clercq ED. Perspectives for the treatment of infections with
flaviviridae. Clin Microbiol Rev. 2000;13:67__82.
9
Gubler DJ, John AS. Dengue Viruses. Elsevier. 2014:1-14
10
Guzman MG, Vazquez S. The complexity of antibody dependent enhanchement of dengue virus
infection. Viruses. 2010;2:2649-62.
11
Kurane I. Dengue hemorrhagic fever with special emphasis on immunopathogenesis. Microbiol
Infect Dis. 2006;30:329-40.
5
Gambar 2.1 Struktur Virus Dengue.17
Patogenesis infeksi virus dengue merupakan hasil interaksi kompleks antara faktor
agen atau penyebab, faktor lingkungan dan faktor host. Faktor agen meliputi
penduduk, dan perilaku masyarakat, sedangkan faktor host terdiri dari status gizi,
umur, jenis kelamin, kerentanan genetik atau etnis, status imun, penyakit
12
Hadinegoro SR, Moedjito I, Chairulfatah A. Patogenesis Infeksi Dengue dalam Pedoman
Diagnosis dan Tatalaksana Infeksi Virus Dengue pada Anak Edisi 1. Badan Penerbit Ikatan Dokter
Anak Indonesia. 2014;(1):7-12
13
Soegijanto S. Patogenesa infeksi virus dengue recent update. Management of
Dengue Viral Infection in Children. 2010;10:11-45.
6
Gambar 2.2 Patogenesis Multifaktorial pada Infeksi Dengue.21
nyamuk menggigit orang dengan infeksi dengue, maka virus dengue masuk ke
dalam tubuh nyamuk bersama darah yang diisapnya. Di dalam tubuh nyamuk, virus
berkembang biak dan menyebar ke seluruh bagian tubuh nyamuk, dan sebagian
besar berada di kelenjar liur. Selanjutnya ketika nyamuk menggigit orang lain, air
liur bersama virus dengue dilepaskan terlebih dahulu agar darah yang akan dihisap
tidak membeku, dan pada saat inilah virus dengue ditularkan ke orang lain. Di
dengan target utama virus dengue adalah APC (Antigen Presenting Cells) berupa
monosit atau makrofag jaringan, seperti sel kupffer hepar, endotel pembuluh darah,
nodus limfatikus, sumsum tulang serta paru-paru.Viremia timbul hingga 5-7 hari.
Antigen yang menempel di makrofag ini akan mengaktivasi sel T helper dan
menarik makrofag lain untuk memfagosit virus lebih banyak. Sel T helper akan
mengaktivasi sel T sitotoksik yang akan melisis makrofag yang sudah memfagosit
7
virus, disamping itu juga akan mengaktifkan sel B sehingga terjadi pelepasan
antibodi.20,21
sel terinfeksi. Infeksi virus dengue dimulai dengan menempel virus genom ke
dalam sel dengan bantuan organel sel, genom virus membentuk komponen yang
terhadap virus DEN secara in vivo dapat berperan pada dua hal yang berbeda, yaitu
mencegah infeksi virus. Dan antibodi non-neutralizing dari serotipe yang berbeda
memiliki peran reaksi silang dan dapat meningkatkan infeksi yang berperan dalam
kontroversial. Banyak teori yang menjelaskan tentang patogenesis DBD antara lain;
teori mediator, teori apoptosis, dan secondary heterologous infection. Namun dua
teori yang banyak dianut dalam menjelaskan patogenesis infeksi dengue adalah
teori infeksi sekunder dan ADE.20,21 Teori infeksi sekunder menyebutkan bahwa
14
Darwis D. Kegawatan Demam Berdarah Dengue pada anak. Dalam: Sri Rezeki HH, Hindra IS.
Demam berdarah dengue. Naskah lengkap. Pelatihan bagi pelatih dokter spesialis anak & dokter
spesialis penyakit dalam dalam tatalaksana kasus DBD. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 1999:1-12
8
apabila seseorang mendapatkan infeksi primer dengan satu jenis virus, akan terjadi
proses kekebalan terhadap jenis virus tersebut untuk jangka waktu yang lama
terbentuk dari infeksi primer, membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue
baru dari serotipe berbeda. Namun tidak dapat dinetralisasi bahkan membentuk
Akibat adanya infeksi sekunder oleh virus yang heterolog (virus dengan
serotipe lain) karena adanya non-neutralizing antibody maka partikel virus DEN
dan molekul antibodi IgG membentuk kompleks virus-antibodi dan ikatan antara
kompleks imun dengan reseptor Fc- pada sel melalui bagian Fc dari IgG.
cairan dalam rongga serosa. Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat
berkurang sampai lebih dari 30 % dan berlangsung selama 24-48 jam. Syok yang
tidak ditanggulangi secara adekuat akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang
9
dapat berakhir fatal. Oleh karena itu, tatalaksana syok sangat penting guna
mencegah kematian.21,15
bahwa mereka yang terkena infeksi kedua oleh virus heterolog mempunyai risiko
berat yang lebih besar untuk menderita DBD berat. Antibodi heterolog yang ada
tanggapan dari proses ini, akan terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian
15
Jessie K, Fong MY, Devi S, et al. Localization of Dengue virus in naturally
infected human tissues, by immunohistochemistry and in situ hybridization. J
Infect Dis. 2004;189:1411-8.
10
Gambar 2.5 Teori Enhancing antibody.21
Manifestasi klinis menurut kriteria diagnosis WHO 2011, infeksi dengue dapat
undifferentiated fever (sindrom infeksi virus) dan demam dengue (DD) sebagai
infeksi dengue ringan; sedangkan infeksi dengue berat terdiri dari demam berdarah
organ lain serta manifestasi yang tidak lazim dikelompokkan ke dalam expanded
dengan perdarahan atau tidak; sedangkan DBD dapat disertai syok atau tidak.16
16
World Health Organization-South East Asia Regional Office. Comprehensive Guidelines for
Prevention and Control of Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever. India: WHO; 2011.
11
Gambar 2.6 Spektrum Klinis Infeksi Virus Dengue.24
infeksi virus) ditemukan demam sederhana yang tidak dapat dibedakan dengan
penyebab virus lain. Demam disertai kemerahan berupa maculopapular, timbul saat
demam reda. Gejala pada saluran pernafasan dan saluran cerna juga sering
apabila terjadi infeksi sekunder, manifestasi klinis anak akan lebih berat berupa DD,
DD muncul setelah melalui masa inkubasi dengan rata-rata 4-6 hari (rentang
3-14 hari), timbul gejala berupa demam, myalgia, sakit punggung, dan gejala
konstitusional lainnya yang tidak spesifik seperti rasa lemah (malaise), anoreksia,
dan gangguan pengecapan. Demam pada umumnya timbul mendadak, tinggi (39-
400C), terus menerus (pola demam continue), bifasik, biasanya berlansung antara
2-7 hari. Demam diserta dengan myalgia, nyeri punggung, nyeri persendian,
muntah, dan kadang diikuti nyeri retroorbital saat mata digerakkan. Gejala lain
12
dapat ditemukan berupa gangguan saluran pencernaan (diare atau konstipasi), nyeri
perut, dan nyeri menelan.20,24 Pada hari ketiga atau keempat ditemukan ruam
disadari oleh orang tua. Pada masa penyembuhan akan muncul ruam konvalesens
di kaki dan tangan berupa ruam maculopapular dan petekie diselingi oleh bercak
putih (white islands in the sea of red), dapat disertai rasa gatal. Manifestasi
perdarahan pada umumnya sangat ringan berupa uji tourniquet positif ( 10 petekie
Pada DBD terdapat tiga fase dalam perjalanan infeksi virus dengue, yaitu
fase demam, kritis dan penyembuhan.24 Setiap fase memerlukan pemantauan yang
cermat, karena setiap fase mempunyai risiko yang dapat memperberat penyakit.
Pada fase demam ditemukan demam yang serupa dengan DD, namun pada akhir
fase demam terjadi penurunan demam secara lisis ditandai dengan suhu tubuh
berkeringat dan perubahan laju nadi dan tekanan darah, hal ini merupakan
gangguan sirkulasi ringan akibat kebocoran plasma. Pada kasus infeksi dengue
Pada fase kritis (fase syok) diawali dengan time fever of defervescence dan
Pada fase ini dikenal istilah warning signs pada hari ke-3 hingga ke-7. Muntah terus
menerus dan nyeri perut hebat merupakan petunjuk awal perembesan plasma dan
bertambah berat saat pasien masuk dalam keadaan syok. Pasien tampak semakin
lesu tetapi pada umumnya tetap sadar. Petekie spontan, perdarahan spontan
13
(epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan saluran cerna, hematuria, menorrhagia)
merupakan salah satu tanda paling awal untuk mendeteksi kebocoran plasma yang
darah serta volume nadi. Oleh karena itu, pemeriksaan hematokrit berkala sangatlah
penting.20
Fase penyembuhan terjadi setelah 24-48 jam fase syok, ditandai dengan
berlansung bertahap. Fase ini ditandai dengan dengan keadaan umum, nafsu makan,
hemodinamik yang stabil. Pada fase ini akan ditemukan ruam konvalesens dan
hematokrit kembali stabil atau mungkin lebih rendah karena efek dilusi cairan yang
direabsorbsi.20,24
14
Gambar 2.7 Perjalanan klinis infeksi dengue.17
DSS merupakan syok hipovolemi yang terjadi pada DBD diakibatkan oleh
pada fase kritis, yatu pada hari ke-4 dan 5 dan sering didahului oleh warning signs,
ditandai dengan gejala klinis demam turun dan keadaan anak memburuk, nyeri
perut dan nyeri tekan abdomen, muntah menetap, letargi dan atau gelisah,
kompensasi melalui jalur neurohumoral agar tidak terjadi hipoperfusi pada organ
17
Yip WCL. Dengue haemorraghic fever: current approach to management. Medical Progress.
1980;7(13):201-9
15
sirkulasi ke arah organ vital dengan mengurangi sirkulasi ke daerah perifer
sianosis, kulit tubuh bercak-bercak (mottled skin), pengisian waktu kapiler >2 detik.
sistolik dan diastolik menyempit menjadi <20 mmHg. Pada keadaan syok
sistolik dan diastolik menurun, disebut dengan syok hipotensif. Apabila keadaan ini
terlambat terdiagnosis dan mendapat terapi cairan adekuat, akan terjadi profound
shock ditandai dengan nadi tidak teraba, tekanan darah tidak terukur, sianosis yang
semakin jelas.20
Terdapat beberapa tes diagnostik yang dapat dilakukan untuk mendeteksi adanya
infeksi virus Dengue (DENV) termasuk deteksi virus hidup, RNA virus, antigen
1. Isolasi virus
virus.19 Teknik isolasi virus memiliki efektivitas yang lebih tinggi jika
18
Wright WF, Pritt BS. Update: the diagnosis and managementof dengue virus infection in North
American.Diagnostic Microbiology and Infectious Disease. 2012;73:215-20
19
Yamada KI, Takasaki T, Nawa M, Kurane I. Virus isolation as one of the diagnostic methods for
dengue virus infection. 2002;24:203-9
16
dibandingkan dengan PCR, hanya saja teknik ini akan berhasil jika dilakukan
Meskipun tingkat spesifitas isolasi virus mencapai 100% namun uji sensitivitas
untuk isolasi virus masih lemah, yakni sekitar 63%. Isolasi virus memerlukan
peralatan laboratorium yang mahal dan zat kimia tertentu serta memakan waktu
diantaranya jumlah virus yang viable, kesiapan sampel yang tidak baik serta
konstruksi dari komplek virus-antibodi. Pada teknik isolasi virus hanya virus
yang aktif yang dapat diproduksi dalam sel kultur dengan rentang 20-80% dan
reverse transcription. PCR telah digunakan secara luas untuk mendeteksi DENV
atau virus lain. PCR telah banyak digunakan dalam penegakan diagnosis dan
jaringan, nyamuk, sel yang terinfeksi, sistem saraf pusat, darah yang diteteskan
pada kertas filter, saliva dan urin. Faktor yang paling penting dalam protocol
PCR adalah menggunakan regio koding yang paling bermakna. Kesulitan teknik
ini adalah menentukan regio koding bermakna dikarenakan sifat dari genom
DENV yang tidak stabil. Faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan tekinik
20
Darwish NT, Alias YB, Khor SM. An introduction to dengue-disease diagnostic. Trends in
Analytical Chemistry. 2015;67:45-55
17
ini adalah banyaknya jumlah RNA yang digunakan pada tahap RT, parameter
PCR seta kondisi enzim yang digunakan. Secara umum RT-PCR memiliki 2
kelemahan; adanya false-negatif akibat variasi dari serotipe DENV dan tidak
dengan PCR hanya bisa dideteksi pada saat fase infeksi dan tidak lagi efisien
jika dilakukan setelah hari ke 5-7, selain itu pemeriksaan RT-PCR tidak tepat
jika dilakukan di daerah endemis karena memerlukan biaya yang besar, serta
3. Deteksi Antigen
NS1 merupakan glikoprotein dengan berat 43-48 kDa diekspresikan oleh sel
Protein NS1 disekresi oleh sel terinfeksi ke dalam aliran darah dalam 9 hari
demam. Puncaknya ketika fase viremia kadar NS1 mencapai 15g/ml.22 Protein
NS1 dapat terdeteksi ketika virus RNA belum terdeteksi oleh RT-PCR dan
sensitivitas NS1 pada hari 0-4 demam 87,6%, dan 43,5% pada hari 5-10
21
Amorim JH, Alves RDS, Boscardin SB, Ferreira LSDS. The dengue virus non-structural 1 protein:
risks and benefits. Virus Research. 2014;181:53-60
22
Young PR, Hilditch PA, Bletchly C, Halloran W. An antigen capture enzyme-linked
immunosorbent assay reveals high levels of the dengue virusprotein NS1 in the sera of infected
patients. J. Clin. Microbiol. 2000;38:1053-7.
23
Vazquez S, Ruiz D, Barrero R, Ramirez R, Calzada N, Pena DRB, Reyes S,Guzman MG. Kinetics of
dengue virus NS1 protein in dengue 4-confirmedadult patients. Diagn. Microbiol. Infect. Dis.
2010;68:469.
24
Dussart P, Labeau B, Lagathu G. Evaluation of an enzyme immunoassay for detection of dengue
virus NS1 antigen in human serum. Plos. 2006;13:11859.
18
NS1 pada fase akut dan konvalesen, didapatkan NS1 positif 71,42% pada fase
akut, sedangkan pada fase konvalesen NS1 positif hanya 6,38%. 25 Sensitivitas
NS1 yang tinggi pada fase awal demam karena protein NS1 bersirkulasi dalam
konsentrasi tinggi dalam darah pasien selama awal fase akut, baik pada infeksi
primer maupun sekunder. Kadar NS1 yang tinggi sampai hari ke-5 demam
replikasi virus dan belum terdapatnya antibodi terhadap virus. Kadar viremia dan
kadar NS1 juga tergantung pada karakteristik intrinsik dari strain virus yang
Libraty dkk meneliti 18 orang anak dengan DBD, didapatkan NS1 sudah
terdeteksi pada hari ke-2 demam dan kadar tertinggi didapatkan pada hari ke-3
sensitivitas reagen komersial antigen dengue NS1 untuk infeksi virus dengue
akut 93,4% dan spesifisitas 100%, nilai ramal positif dan negatif masing-masing
100% dan 97,3%.27 Megariani dkk di Padang mendapatkan rapid test NS1
Setelah virus dengue masuk dalam tubuh manusia, virus berkembang biak dalam
25
Datta S, Wattal C. Dengue NS1 antigen detection: A useful tool in early diagnosis of dengue
virus infection.Indian J Med Microbiol 2010;28:107-10.
26
Libraty DH, Young PR, Pickering D. High circulating levels of the dengue virus nonstructural
protein NS1 early in dengue illness correlate with the development of dengue hemorrhagic fever.
JID 2002;186:1165-8
27
Kumarasamy V, Chua SK, Hassan Z, Wahab AH, Chem YK, Mohamad M, dkk. Evaluating the
sensitivity of a commercial dengue NS1 antigen-capture Elisa for early diagnosis of acute dengue
infection. Singapore Med J 2007;48:669-73.
19
7 hari. Akibat infeksi virus ini muncul respon imun baik humoral maupun
yang muncul pada umumnya adalah IgG dan IgM, pada infeksi dengue primer
antibodi mulai terbentuk, dan pada infeksi sekunder kadar antibodi yang telah
Antibodi terhadap virus Dengue dapat ditemukan di dalam darah. IgM terdeteksi
pada hari ke 5 pada 80% pasien, dan 90% pasien pada hari ke 10. Titer tertinggi
di observasi pada hari ke 15 dan menurun hingga tak terdeteksi dalam 2 hingga
3 bulan sesudah infeksi. Kinetik kadar IgG berbeda dengan kinetik kadar
antibodi IgM, oleh karena itu kinetik antibodi IgG harus dibedakan antara infeksi
primer dan sekunder. Pada infeksi primer antibodi IgG meningkat sekitar demam
hari ke-14 sedang pada infeksi sekunder antibodi IgG meningkat pada hari
kedua. Oleh karena itu diagnosis dini infeksi primer hanya dapat ditegakkan
dengan mendeteksi antibodi IgM setelah hari sakit kelima, diagnosis infeksi
28
Garcia CJA, Guzman GFJ, Alejandro QVM, Ruiz MCG, Sachez HM, Lemarroy CRC. Dengue
hemorrhagic fever in infant after primoinfection.Bol Med Hosp Infant Mex. 2010;67:355-8.
20
sekunder dapat ditegakkan lebih dini dengan adanya peningkatan antibodi IgG
Kriteria diagnosis infeksi dengue dibagi menjadi kriteria diagnosis klinis dan
21
BAB III
Parameter klinis dan laboratorium yang berpotensi sebagai faktor prognostik infeksi
dengue:29
Studi Anders dkk mendapatkan perempuan lebih rentan terkena DSS dibanding
Pongpan dkk pada 777 pasien tidak menemukan perbedaan jenis kelamin
sebagai faktor risiko infeksi dengue.32 Ahmed dkk juga tidak menemukan jenis
Pasien usia > 6 tahun berisiko menderita DBD dan DSS pada studi Junia dkk,
Gupta dkk dan Pham dkk. Pada dua dekade terakhir terjadi perubahan tren
kelompok umur pada usia yang lebih muda. Studi Junia dkk, usia 5-9 tahun
berisiko 1,6 kali lebih tinggi menjadi DSS Hal ini berhubungan dengan
29
Pongpan S, Wisitwong A, Tawichasri C, Patumanond J, Namwongprom S. Clinical study
development of dengue infection severity score. Hindawi Publishing Corporation ISRN Pediatrics.
2013;6:1-6
30
Anders KL, Nguyet NM,Chau NVV, Hung NT, Thuy TT, Lien LB, et all. Epidemiological factors
associated with dengue shock syndrome and mortality in hospitalized dengue patients in Ho Chi
Minh city, Vietnam. 2011;123-34
31
Halstead SB. Epidemiology of dengue and dengue hemorrhagic fever. Gubler DJ, Kuno G , eds.
Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever. Oxon, UK. 1997; .
32
Pongpan S, Wisitwong A, Tawichasri C, Patumanond J. Prognostic indicators for dengue
infection severity. Int K Clin Pediatr. 2013;2(1):12-8
33
Ahmed FU, Mahmood CB, Sharma JD, Hoque SM, Zaman R, Hasan MS.Dengue and dengue
haemorrhagic fever in children during the 2000 outbreak in Chittagong, Bangladesh. 2001;25:34-
9
22
lebih luas.34 Usia rata-rata anak dengan DSS dan DHF adalah 12,2 tahun dan
11,4 tahun pada penelitian Gupta dkk.35 Studi Pham dkk medapatkan usia 7-12
Hepatomegali merupakan temuan umum pada pasien DBD selama fase akut,
prognostik infeksi dengue.40 Studi Falconar dkk, 40 pasien DSS pada fase
Penelitian Junia dkk menemukan nyeri perut sebagai salah satu indikator
prognostik infeksi dengue. Nyeri perut pada pasien DBD dapat disebabkan oleh
dengan nyeri perut 2 kali lebih tinggi berpotensi untuk menjadi DSS
34
Junia J, Garna H, Setiabudi D. Clinical risk factors for dengue shock syndrome in children.
Paediatr Indones. 2007;47(1):7-11.
35
Gupta V, Yadav TP, Pandey RM, Singh A, Gupta M, Kanaujiya P, et al. Risk factors of dengue
shock syndrome. Journal of Tropical Pediatrics. 2011;57:451-6
36
Pham Tb, Nguyen TH, Vu TQ, Nguyen TL, Malvy D. Predictive factors of dengue shock syndrome
at the children hospital No. 1, Ho-Chi-Minh City, Vietnam. 2007;100(1):43-7
37
Falconar AKI, Romero-vivas CME. Simple prognostic criteria can definitely identify patients who
develop severe versus non-severe dengue disease, or have other febrile illnesses. J Clin Med Res.
2011;4(1):33-44
38
Kittigul L, Pitakarnjanakul P, Sujirarat D, Siripanichgon K. The differences of clinical
manifestations and laboratory findings in children and adults with dengue virus infection. J Clin
Virol. 2007;39(2):76-81.
23
Temuan Pongpan dkk pada 777 pasien didapatkan nyeri perut lebih banyak
Tanda klinis kebocoran plasma yang paling sering terjadi adalah efusi pleura
(62% kasus DBD terjadi satu hari setelah time fever of defervescence),
sedikit (43% dan 52% kasus DBD) dan lebih cepat menghilang dibandingkan
pemeriksaan ini tidak praktis digunakan pada daerah dengan fasilitas terbatas.40
dari 17 pasien DBD dan tidak sesuai dengan derajat infeksi dengue.47
yang sering muncul pada pasien DHF, sedangkan perdarahan berat terdiri dari
Sedangkan ruam kemerahan yang muncul pada fase akut demam bersamaan
39
Srikiatkachorn A, Krautrachue A, Ratanaprakarn W, Wongtapradit L, Nithipaya N, Kalayanarooj
S, et al. Natural history of plasma leakage in dengue hemorrhagic fever: a serial ultrasonographic
study. Pediatric Infectious Disease Journal. 2007;26(4):283-90
40
Ejaz K, Khursheed M, Raza A. Pleural effusion in dengue. 2011;32(1):46-9
41
Espinosa JN, Dantes HG, Quintal JGC, Martinez JLV. Clinical profile of dengue hemorrhagic fever
cases in Mexico. Salud Publica de Mexico 2005; 47:193-200.
24
dengan gejala lain tidak berhubungan dengan faktor prognostik infeksi
dengue.43
Pasien dianggap syok jika tekanan nadi (selisih tekanan sistolik dan diastolik)
lambat, atau takikardi).1 Tekanan sistolik akan tetap normal atau meningkat
dan mortalitas tidak bisa dihindari bahkan dengan resusitasi cairan agresif.42
dengue.40
Hematokrit > 40% merupakan salah satu faktor prognostik infeksi dengue.
leukopenia (leukosit < 5.000/mm3) diserta dengan limfositosis relatif (> 15%
ditemui pada pasien dengan jumlah leukosit > 5.000/mm3.43 Hal ini
42
Simmons CP, Farrar JJ, Chau NVV, Wills B. Current concepts dengue. N Engl J Med.
2012;366:1423-32
43
Mayetti. Hubungan klinis dan laboratoriumsebagai faktor risiko syok pada DBD. Sari Pediatri.
2010;11(5):367-72
25
bertentangan dengan penelitian Kalayanarooj dkk, rata-rata jumlah leukosit
leukopenia penanda awal infeksi dengue bukan sebagai prognostik, leukosit >
5.000/mm3 lebih sering ditemukan pada pasien syok. Pada pasien syok dapat
infeksi dengue, mencapai jumlah terendah saat pasien DBD sebelum memasuki
yang dilakukan Narayanan dkk45, Wichman dkk46, dan dewi dkk47 bahwa syok
dilakukan oleh Mayetti, kadar hematokrit saat masuk > 42% jumlah leukosit >
fungsi hepatoseluler dan hal ini telah diamati oleh Mohan dkk. Peningkatan
SGOT/SGPT terjadi pada hari ketiga demam dan mencapai puncaknya hari
44
Kalayanarooj S, Nimmannitya S, Suntayakorn S, Vaughn DW, Nisalak A, Green S, et al. Can
doctors make an accurate diagnosis of dengue infections at an early stage? Dengue Bulletin.
2000;23:19.
45
Narayanan M, Aravind MA, Ambikapathy P. Dengue fever-clinical and laboratory parameters
associated with complications. Dengue Bulletin 2003; 27:108-15.
46
Wichmann O, Hongsiriwon S, Bowonwatanuwong C, Chotivanich K, Sukhtana Y,
Pukrittayakamee. Risk factors and clinical features associated with severe dengue infection in
adults and children during the 2001 epidemic in Chonburi, Thailand. Trop Med and Int Health
2004;9:1022-9.
47
Dewi R, Tumbelaka AR, Sjarif DR. Clinical features of dengue hemorrhagic fever and risk factors
of shock event. Pediatr Indones. 2006;46:144-8
26
ketujuh/delapan demam dan menurun bertahap kembali normal dalam 3-8
minggu.56 Kadar SGOT lebih tinggi dibandingkan SGPT terutama pada infeksi
berat.40 Penelitian Mohan dkk, peningkatan SGOT 84% dan 96% dari kasus
DBD dan DSS selama minggu pertama, puncaknya minggu kedua dan
Pemanjangan PT dan APTT termasuk salah satu faktor prognostik DBD dan
DSS menurut Shah dkk.49 Akan tetapi Pongpan dkk tidak menemukan
SGOT, SGPT, PT dan APTT tidak rutin diperiksa dan tidak semua fasilitas
Definisi derajat infeksi dengue sesuai dengan kriteria WHO 2011. Untuk skrining
setting tempat.
48
Mohan B, Patwari AK, Anand VK. Hepatic dysfunction in childhood dengue infection. J Trop
Pediatr. 2000;46(1):40-43.
49
Shah I, Deshpande GC, Tardeja PN. Outbreak of dengue in Mumbai and predictive markers for
dengue shock syndrome. J Trop Pediatr. 2004;50(5):301-305.
27
Tabel 3.1 Prediktor signifikan penentu derajat keparahan infeksi dengue.37
klinik dengan signifikan prediktor adalah usia > 6 tahun (OR = 1.46, 95% CI =
value < 0.001), hematokrit 40% (OR = 1.34, 95% CI = 1.10-1.64, P value =
0.003), tekanan sistolik < 90 mmHg (OR = 1.70, 95% CI = 1.32-2.17, P value <
dan jumlah trombosit 50.000/mm3 (OR = 3.95, 95% CI = 3.14-4.96, P value <
Nilai skor dikonversi dengan koefesien, model koefesien terkecil (0.30) dan
dibulatkan menjadi 0.5. Rentang nilai skor 0 8.5 dan total skor 0 18.37
28
Tabel 3.2 Level skor keparahan infeksi dengue dan risk estimation validity
klasifikasi; DD, DBD dan DSS. Cut-off points klasifikasi pasien berdasarkan
derajat keparahan infeksi dengue: skor <2.5 (DD), 2.5-11.5 (DBD) dan >11.5
(DSS).37
BAB IV
29
PERAN IL-10 PADA INFEKSI DENGUE
IL-10 adalah sitokin immunoregulator pleiotropic yang disekresi oleh makrofag, sel
T-helper1 (Th1) dan Th2, sel dendritic, sel sitotoksik T, monosit, neutrofil, eosinofil
dan sel mast. Gen IL-10 berlokasi di kromosom 1 1q31-32, panjangnya sekitar 4.7
kb dan mengandung 4 introns dan 5 exons. Yang paling banyak dipelajari dari IL-
10 adalah dua microsatellites (IL-10G dan IL-10R) dan tiga single nucleotide
50
Trifunovic J, Miller L, Debeljak Z, Horvat V. Pathologic patterns of interleukin 10 expression A
review. Biochemica Medica. 2015;25(1).36-48
51
Asadullah K, Sterry W, Volk HD. Interleukin-10 therapy review of new approach. Pharmacol
Rev. 2003;55:241-69
30
Gambar 4.2 Lokasi IL-10 pada kromosom 1.59
antigen dan fagositosis. Saat ini telah teridentifikasi 6 sitokin terkait IL-10,
termasuk IL-10, IL-19, IL-20, IL-22, IL-24 dan IL-26. Semua sitokin terkait IL-10
31
Gambar 4.3 Ekspresi dan aktivasi IL-10 pada sistem imun.52
Aktivasi IL-10 diinduksi oleh patogen yang mengaktivasi makrofag dan sel
(PRRs). Antigen presenting cells (APCs) ikut mengekspresikan IL-10 melalui jalur
kadar IL-10 yang paling tinggi, sebaliknya aktivasi sel dendritic myeloid
IL-10. Pada sel TH, ekspresi IL-10 dibantu oleh berbagai sitokin dan jalur lainnya,
seperti IL-4, IL-6, IL-12, IL-21, IL-27, transforming growth factor- (TGF), the
52
Saraiva M, OGarra A. The regulation of IL-10 production by immune cells. Macmillan
publishers limited. 2010;10(3):170-81.
32
aktivasi jalur STAT, dan ERK untuk ekspresi IL-10. Viral load yang tinggi
dipresentasikan oleh sel dendritic ke CD4+ atau dengan bantuan IL-12 untuk
diferensiasi sel TH1, kemudian TH1 akan menghasilkan interferon- (IFN). Sel
TH1 memerlukan viral load jumlah besar, IL-12 dan STAT4 untuk menekspresikan
kadar maksimal IL-10. Sel TH2, IL-4 dan jalur STAT6 diperlukan juga untuk
ekspresi IL-10. Induksi IL-10 oleh TH17 belum sepenuhnya dimengerti, akan tetapi
TGF, IL-6, IL-21, IL-27 dan STAT3 ikut terlibat dalam ekspresi IL-10. TGF
dapat juga menginduksi IL-10 melalui sel TReg forkhead box P3 (FOXP3+) atau
Pada infeksi virus dengue, sel host mengeluarkan berbagai mediator imuologi untuk
merupakan hasil interaksi antara virus dengue dengan respon imunologi host. IL-
10 baik secara fisiologi dan patologi berperan sebagai imunosupresif. IL-10 tidak
hanya berperan sebagai menekan inflamasi selama resolusi imun tapi juga
Alagarasu dkk meneliti kadar IL-10, apabila kadar IL-10 rendah berperan menekan
inflamasi yang berlebihan, sedangkan kadar IL-10 yang tinggi dalam plasma ikut
53
Tsai TT, Chuang YJ,Lin YS, Chang CP, Wan SW, Lin SH, et al. Antibody-dependent enhancement
infection facilitates dengue virus-regulated signaling of il-10 production in monocytes. PLoS
neglected tropical diseases. 2014;8(11):1-15
54
Alagarasu K, Bachal RV, Tillu H, Mulay AP, Kakade MB, Shah PS, et al. Association of
combinations of interleukin-10 and pro-inflammatory cytokine gene polymorphisms with dengue
hemorrhagic fever. Elsevier. 2015;3:1-7
33
dkk menemukan IL-10 berkontribusi terhadap patogenesis dengan mengganggu
respon sel T terhadap virus dengue.55 Penelitian Tsai dkk menyimpulkan temuan
epidemiologi dari satu dekade terakhir melaporkan terdapat korelasi positif antara
kadar IL-10 dengan derajat keparahan infeksi dengue. Diperoleh hasil kadar IL-10
Peningkatan kadar IL-10 terjadi dari onset viremia fase demam dan time of fever
defervescense. Hubungan antara IL-10 dan replikasi virus masih diperdebatkan, dan
antiviral IFN.56 Penelitian Libraty dkk, puncak tertinggi IL-10 adalah setelah
viremia awal time of fever defervescense.57 Kadar IL-10 serum yang diukur pada
trombositopenia. Penelitian Tsai dkk, kadar IL-10 jauh lebih tinggi pada infeksi
sekunder dibandingkan dengan infeksi primer. Induksi IL-10 erat kaitannya dengan
IL-10. Telah diketahui bahwa IL-10 dihasilkan oleh makrofag, sel TH2, CD4+, sel
TReg FOXP3+. IL-10 dihasilkan melalui 2 jalur, yaitu jalur intrinsik dan ekstrinsik.
(Syk), mitogen-activated protein kinase (MAPK) dan ERK. Jalur ekstrinsik melalui
55
Malavige GN, Jeewandara C, Alles KML, Salimi M, Gomes L, Kamaladasa A, et al. Suppression
of virus specific immune responses by il-10 in acute dengue infection. PLoS Neglected Tropical
Diseases. 2013;7(9):1-10
56
Tsai TT, Chuang YJ. Wan SW, Chen CL, Lin CF. An emerging role for the anti-inflammatory
cytokine interleukin-10 in dengue virus infection. 2013;20:1-9
57
Librarty DH, Endy TP, Houng HSH, Green S, Kalayanarooj S, Suntayakorn S, et al. Differing
influences of virus burden and immune activation on disease severity in secondary dengue-3
virus infections. J Infect Dis. 2002;181(9):1213-21
34
reseptor Fc mengaktivasi C-type lectin domain family 5 (CLEC5A) sebagian dan
IL-10 yang terbentuk selama infeksi virus dengue akan mengaktivasi dan
diferensiasi sel B untuk membentuk antibodi terhadap protein virus. Antibodi yang
35
KESIMPULAN
Infeksi dengue disebabkan oleh virus dengue, terdiri atas empat serotipe yaitu
DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4, ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypti dan Aedes albopictus. Infeksi oleh salah satu dari empat serotipe di atas
faktor utama yang membedakan tingkat keparahan penyakit akibat infeksi virus
dengue. Pada awal infeksi sangat sulit membedakan infeksi dengue ringan dengan
keparahan infeksi dengue. Klasifikasi pasien tergantung kepada total skor yang
diperoleh, yaitu total skor <2.5 (DD), 2.5-11.5 (DBD) dan >11.5 (DSS). IL-10
dengue. Terdapat korelasi positif antara kadar IL-10 dengan derajat keparahan
infeksi dengue. Dengan diperoleh hasil kadar IL-10 lebih tinggi terdeteksi pada
36
DAFTAR PUSTAKA
37
16. Leyssen P, Clercq ED. Perspectives for the treatment of infections with
flaviviridae. Clin Microbiol Rev. 2000;13:67-82.
17. Gubler DJ, John AS. Dengue Viruses. Elsevier. 2014:1-14
18. Guzman MG, Vazquez S. The complexity of antibody dependent
enhanchement of dengue virus infection. Viruses. 2010;2:2649-62.
19. Kurane I. Dengue hemorrhagic fever with special emphasis on
immunopathogenesis. Microbiol Infect Dis. 2006;30:329-40.
20. Hadinegoro SR, Moedjito I, Chairulfatah A. Patogenesis Infeksi Dengue
dalam Pedoman Diagnosis dan Tatalaksana Infeksi Virus Dengue pada
Anak Edisi 1. Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2014;(1):7-12
21. Soegijanto S. Patogenesa infeksi virus dengue recent update. Management
of Dengue Viral Infection in Children. 2010;10:11-45.
22. Darwis D. Kegawatan Demam Berdarah Dengue pada anak. Dalam: Sri
Rezeki HH, Hindra IS. Demam berdarah dengue. Naskah lengkap. Pelatihan
bagi pelatih dokter spesialis anak & dokter spesialis penyakit dalam dalam
tatalaksana kasus DBD. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 1999:1-12
23. Jessie K, Fong MY, Devi S, et al. Localization of Dengue virus in naturally
infected human tissues, by immunohistochemistry and in situ hybridization.
J Infect Dis. 2004;189:1411-8
24. World Health Organization-South East Asia Regional Office.
Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and
Dengue Hemorrhagic Fever. India: WHO; 2011.
25. Yip WCL. Dengue hemorrhagic fever: current approach to management.
Medical Progress. 1980;7(13):201-9
26. Wright WF, Pritt BS. Update: the diagnosis and management of dengue
virus infection in North American. Diagnostic Microbiology and Infectious
Disease. 2012;73:215-20
27. Yamada KI, Takasaki T, Nawa M, Kurane I. Virus isolation as one of the
diagnostic methods for dengue virus infection. 2002;24:203-9
28. Darwish NT, Alias YB, Khor SM. An introduction to dengue-disease
diagnostic. Trends in Analytical Chemistry. 2015;67:45-55
29. Amorim JH, Alves RDS, Boscardin SB, Ferreira LSDS. The dengue virus
non-structural 1 protein: risks and benefits. Virus Research. 2014;181:53-
60
30. Young PR, Hilditch PA, Bletchly C, Halloran W. An antigen capture
enzyme-linked immunosorbent assay reveals high levels of the dengue virus
protein NS1 in the sera of infected patients. J. Clin. Microbiol.
2000;38:1053-7.
31. Vazquez S, Ruiz D, Barrero R, Ramirez R, Calzada N, Pena DRB, Reyes,
Guzman MG. Kinetics of dengue virus NS1 protein in dengue 4-
confirmedadult patients. Diagn. Microbiol. Infect. Dis. 2010;68:469.
32. Dussart P, Labeau B, Lagathu G. Evaluation of an enzyme immunoassay
for detection of dengue virus NS1 antigen in human serum. Plos.
2006;13:11859
33. Datta S, Wattal C. Dengue NS1 antigen detection: A useful tool in early
diagnosis of dengue virus infection.Indian J Med Microbiol 2010;28:107-
10.
38
34. Libraty DH, Young PR, Pickering D. High circulating levels of the dengue
virus nonstructural protein NS1 early in dengue illness correlate with the
development of dengue hemorrhagic fever. JID 2002;186:1165-8
35. Kumarasamy V, Chua SK, Hassan Z, Wahab AH, Chem YK, Mohamad M,
dkk. Evaluating the sensitivity of a commercial dengue NS1 antigen-capture
Elisa for early diagnosis of acute dengue infection. Singapore Med J
2007;48:669-73.
36. Garcia CJA, Guzman GFJ, Alejandro QVM, Ruiz MCG, Sachez HM,
Lemarroy CRC. Dengue hemorrhagic fever in infant after
primoinfection.Bol Med Hosp Infant Mex. 2010;67:355-8
37. Pongpan S, Wisitwong A, Tawichasri C, Patumanond J, Namwongprom S.
Clinical study development of dengue infection severity score. Hindawi
Publishing Corporation ISRN Pediatrics. 2013;6:1-6
38. Anders KL, Nguyet NM, Chau NVV, Hung NT, Thuy TT, Lien LB, et all.
Epidemiological factors associated with dengue shock syndrome and
mortality in hospitalized dengue patients in Ho Chi Minh city, Vietnam.
2011;123-34
39. Halstead SB, Gubler DJ, Kuno G. Epidemiology of dengue and dengue
hemorrhagic fever. Oxon, UK. 1997.
40. Pongpan S, Wisitwong A, Tawichasri C, Patumanond J. Prognostic
indicators for dengue infection severity. Int K Clin Pediatr. 2013;2(1):12-8
41. Ahmed FU, Mahmood CB, Sharma JD, Hoque SM, Zaman R, Hasan MS.
Dengue and dengue hemorrhagic fever in children during the 2000 outbreak
in Chittagong, Bangladesh. 2001;25:34-9
42. Junia J, Garna H, Setiabudi D. Clinical risk factors for dengue shock
syndrome in children. Paediatr Indones. 2007;47(1):7-11.
43. Gupta V, Yadav TP, Pandey RM, Singh A, Gupta M, Kanaujiya P, et al.
Risk factors of dengue shock syndrome. Journal of Tropical Pediatrics.
2011;57:451-6
44. Pham Tb, Nguyen TH, Vu TQ, Nguyen TL, Malvy D. Predictive factors of
dengue shock syndrome at the children hospital No. 1, Ho-Chi-Minh City,
Vietnam. 2007;100(1):43-7
45. Falconar AKI, Romero-vivas CME. Simple prognostic criteria can
definitely identify patients who develop severe versus non-severe dengue
disease, or have other febrile illnesses. J Clin Med Res. 2011;4(1):33-44
46. Kittigul L, Pitakarnjanakul P, Sujirarat D, Siripanichgon K. The differences
of clinical manifestations and laboratory findings in children and adults with
dengue virus infection. J Clin Virol. 2007;39(2):76-81
47. Srikiatkachorn A, Krautrachue A, Ratanaprakarn W, Wongtapradit L,
Nithipaya N, Kalayanarooj S, et al. Natural history of plasma leakage in
dengue hemorrhagic fever: a serial ultrasonographic study. Pediatric
Infectious Disease Journal. 2007;26(4):283-90
48. Ejaz K, Khursheed M, Raza A. Pleural effusion in dengue. 2011;32(1):46-
9
49. Espinosa JN, Dantes HG, Quintal JGC, Martinez JLV. Clinical profile of
dengue hemorrhagic fever cases in Mexico. Salud Publica de Mexico 2005;
47:193-200.
39
50. Simmons CP, Farrar JJ, Chau NVV, Wills B. Current concepts dengue. N
Engl J Med. 2012;366:1423-32
51. Mayetti. Hubungan klinis dan laboratoriumsebagai faktor risiko syok pada
DBD. Sari Pediatri. 2010;11(5):367-72
52. Kalayanarooj S, Nimmannitya S, Suntayakorn S, Vaughn DW, Nisalak A,
Green S, et al. Can doctors make an accurate diagnosis of dengue infections
at an early stage? Dengue Bulletin. 2000;23:19.
53. Narayanan M, Aravind MA, Ambikapathy P. Dengue fever-clinical and
laboratory parameters associated with complications. Dengue Bulletin
2003; 27:108-15.
54. Wichmann O, Hongsiriwon S, Bowonwatanuwong C, Chotivanich K,
Sukhtana Y, Pukrittayakamee. Risk factors and clinical features associated
with severe dengue infection in adults and children during the 2001
epidemic in Chonburi, Thailand. Trop Med and Int Health 2004;9:1022-9.
55. Dewi R, Tumbelaka AR, Sjarif DR. Clinical features of dengue hemorrhagic
fever and risk factors of shock event. Pediatr Indones. 2006;46:144-8
56. Mohan B, Patwari AK, Anand VK. Hepatic dysfunction in childhood
dengue infection. J Trop Pediatr. 2000;46(1):40-43.
57. Shah I, Deshpande GC, Tardeja PN. Outbreak of dengue in Mumbai and
predictive markers for dengue shock syndrome. J Trop Pediatr.
2004;50(5):301-305.
58. Trifunovic J, Miller L, Debeljak Z, Horvat V. Pathologic patterns of
interleukin 10 expression A review. Biochemica Medica. 2015;25(1).36-
48
59. Asadullah K, Sterry W, Volk HD. Interleukin-10 therapy review of new
approach. Pharmacol Rev. 2003;55:241-69
60. Saraiva M, OGarra A. The regulation of IL-10 production by immune cells.
Macmillan publishers limited. 2010;10(3):170-81.
61. Tsai TT, Chuang YJ,Lin YS, Chang CP, Wan SW, Lin SH, et al. Antibody-
dependent enhancement infection facilitates dengue virus-regulated
signaling of il-10 production in monocytes. PLoS neglected tropical
diseases. 2014;8(11):1-15
62. Alagarasu K, Bachal RV, Tillu H, Mulay AP, Kakade MB, Shah PS, et al.
Association of combinations of interleukin-10 and pro-inflammatory
cytokine gene polymorphisms with dengue hemorrhagic fever. Elsevier.
2015;3:1-7
63. Malavige GN, Jeewandara C, Alles KML, Salimi M, Gomes L, Kamaladasa
A, et al. Suppression of virus specific immune responses by il-10 in acute
dengue infection. PLoS Neglected Tropical Diseases. 2013;7(9):1-10
64. Tsai TT, Chuang YJ. Wan SW, Chen CL, Lin CF. An emerging role for the
anti-inflammatory cytokine interleukin-10 in dengue virus infection.
2013;20:1-9
65. Librarty DH, Endy TP, Houng HSH, Green S, Kalayanarooj S, Suntayakorn
S, et al. Differing influences of virus burden and immune activation on
disease severity in secondary dengue-3 virus infections. J Infect Dis.
2002;181(9):1213-21
40