Anda di halaman 1dari 28

ATRESIA ANI

1. Definisi
Atresia ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus
imperforata meliputi anus, rektum, atau batas di antara keduanya (Betz, 2002).
Atresia ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau
saluran anus (Donna, 2003). Atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan
embrionik pada distal anus atau tertutupnya anus secara abnormal (Suradi, 2001).
Atresia ani atau anus imperforata adalah tidak terjadinya perforasi membran yang
memisahkan bagian endoterm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang
tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang
berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan rektum (Purwanto,
2001).
Atresia berasal dari bahasa Yunani, artinya tidak ada, trepis artinya nutrisi
atau makanan. Dalam istilah kedokteran atresia itu sendiri adalah keadaan tidak
adanya atau tertutupnya lubang badan normal atau organ tubular secara kongenital
disebut juga clausura. Dengan kata lain tidak adanya lubang di tempat yang
seharusnya berlubang atau buntunya saluran atau rongga tubuh, hal ini bisa terjadi
karena bawaan sejak lahir atau terjadi kemudian karena proses penyakit yang
mengenai saluran itu.
Atresia ani atau anus imperforata atau malformasi anorektal adalah suatu
kelainan kongenital tanpa anus atau anus tidak sempurna, termasuk didalamnya
agenesis ani, agenesis rekti dan atresia rekti.
Atresia dapat terjadi pada seluruh saluran tubuh, misalnya atresia ani.
Atresia ani yaitu tidak berlubangnya dubur. Atresia ani memiliki nama lain yaitu
anus imperforata. Jika atresia terjadi maka hampir selalu memerlukan tindakan
operasi untuk membuat saluran seperti keadaan normalnya

1
2. Klasifikasi
Klasifikasi Atresia Ani secara umum dapat dibedakan menjadi 4, yaitu :
a. Anal stenosis
Terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses tidak dapat keluar.
b. Membranosus atresia
Terdapat membran pada anus.
c. Anal agenesis
Memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum dengan anus.
d. Rectal atresia
Tidak memiliki rektum.

Klasifikasi menurut atresia ani menurut Wingspread, yaitu :


a. Laki laki
Kelompok I
- fistel urin
- atresia rectum
- perineum datar
- fistel tidak ada
- invertogram: udara > 1 cm dari kulit
Tindakan: kolostomi neonatus; operasi definitif pada usia 4-6 bulan
Kelompok II
- fistel perineum
- membran anal
- stenosis anus
- fistel tidak ada
- invertogram: udara < dari 1 cm dari kulit
Tindakan: operasi langsung pada neonatus
b. Perempuan
Kelompok I
- Kloaka
- fistel vagina
- fistel anovestibuler atau rektovestibuler
- atresia rectum
- fistel tidak ada
- invertogram: udara > 1 cm dari kulit

2
Tindakan: kolostomi neonatus

Gambar 1. Kloaka. Tipe ini merupakan gambaran klasik pada perempuan


dengan malformasi kongenital dengan sebuah orificium perineal. Genitalia
tampak cukup pendek, yang ditemukan tetap dengan kloaka.
Kelompok II
- fistel perineum
- stenosis anus
- fistel tidak ada
- invertogram: udara < 1 cm dari kulit
Tindakan: operasi langsung pada neonates

Gambar 2. Fistula fourchette. Malformasi ini adalah pada suatu tempat


pertengahan jalan antara fistula perineal dan fistula vestibular. Fistula ini
mempunyai lapisan mukosa vestibular yang lembab pada bagian anteriornya,
tetapi pada bagian posteriornya kulit perineal kering.

Klasifikasi berdasarkan 3 sub kelompok anatomi :


a. Anomaly Rendah / Infralevator
Rektum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborektalis,
terdapat sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan
fungsi normal dan tidak terdapat hubungan dengan saluran genitourinarius.

3
b. Anomaly Intermediet
Rektum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis, lesung anal
dan sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.
c. Anomaly Tinggi / Supralevator
Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak ada. Hal ini
biasanya berhubungan dengan fistula genitourinarius retrouretral (pria)
atau rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung buntu rectum sampai
kulit perineum lebih dari 1 cm.
Secara umum, anomali anorectal dapat dibedakan menjadi :
a. Tanpa fistula
b. Dengan fistula
Macam macam fistula :
Fistula rektovesical
Hubungan punctum dengan buli-buli
Fistula rektouretral
Hubungan punctum dengan uretra
Fistula rektoperineal
Hubungan punctum dengan perineum
Stenose ani
Beberapa fistula ke dimple anal
Fistula rektoscrotal
Hubungan punctum dengan scrotum
Fistula rektovaginal
Hubungan punctum dengan vagina
Fistula rektovestibularis
Hubungan punctum dengan vestibulum
Pada wanita, fistula rektovesical dan rektouretral sukar terjadi oleh karena
terhalang uterus. Yang paling sering terjadi dalah fistula rektovestibularis.
Bayi yang mempunyai fistula lebih beruntung daripada yang tanpa fistula.
Pada bayi tanpa fistula, tidak ada hubungan dengan dunia luar sehingga
ditemui gejala obstruksi usus. Oleh karena merupakan obstruksi usus letak
rendah, maka gejala yang ditimbulkan tidak begitu berat. Bayi atresia ani
tanpa fistula belum ada gejala obstruksi usus pada hari pertama. Pada hari
3-4, dimana bayi sudah aerofagi dan udara sudah sampai ke distal, akan

4
timbul perut kembung. Udara yang ditiup oleh bayi akan sampai ke punctum
terendah paling cepat dalam 18 jam, rata-rata 24 jam. Insiden: 1 kejadian
tiap 3000-5000 kelahiran

3. Epidemiologi
Angka kejadian rata rata malformasi anorektal atau atresia ani atau anus
imperforate di seluruh dunia adalah 1 dalam 5000 kelahiran. Secara umum
malformasi anorektal lebih banyak ditemukan pada laki laki daripada perempuan.
Insiden 1:5000 kelahiran yg dapat muncul sebagai sindromaVACTERL (Vertebra,
anal, cardial, trachea, esophageal, renal, limb) (Grosfeld, 2006). Fistula rektouretra
merupakan kelainan yang paling banyak ditemui pada bayi laki-laki, diikuti oleh
fistula perineal. Sedangkan pada bayi perempuan, jenis atresia ani yang paling
banyak ditemui adalah atresia ani diikuti fistula rektovestibular dan fistula perineal
(Oldham K, 2005). Hasil penelitian Boocock dan Donna di Manchester menunjukkan
bahwa atresia ani letak rendah lebih banyak ditemukan dibandingkan atresia letak
tinggi.

5
4. Patofisiologi
Gangg. Pertumbuhan
Fusi
Pembentukan anus dari tonjolan
embriogenik

ATRESIA ANI

Feses tidak keluar Vistel rektovaginal

Feses menumpuk Feses masuk ke uretra

Mikroorganisme masuk
Peningkatan tekanan Reabsorbsi sisa saluran kemih
intra abdominal metabolisme tubuh
Dysuria

Operasi : Anoplasti, Mual, Muntah Keracunan


Colostomi
Gangguan rasa Resti nyeri Gangguan eliminasi
nyaman BAK

Perubahan defekasi Trauma jaringan

Pengeluaran tidak
terkontrol Nyeri Perawatan tidak
adekuat
Iritasi mukosa

Resti kekurangan Gangguan rasa Resti infeksi


integritas kulit nyaman

6
5. Faktor Risiko
Sampai sekarang, tidak ada faktor risiko yang secara jelas mempengaruhi
seorang anak dengan terjadinya atresia ani. Tetapi, hubungan genetik disinyalir
menjadi faktor pemicunya. Menurut Levitt M (2007) atresia ani memiliki etiologi yang
multifaktorial, salah satunya adalah faktor genetik. Pada tahun 1950an didapatkan
bahwa risiko atresia ani meningkat pada bayi yang memiliki saudara dengan
kelainan atresia ani yakni 1 dalam 1oo kelahiran, dibandingkan dengan populasi
umum sekitar 1 dalam 5000 kelahiran. Penelitian juga menunjukkan hubungan
antara atresia ani dengan pasien dengan trisomi 21 (Downs syndrome). Dalam
FKUI (2009), dinyatakan bahwa beberapa faktor risiko terjadinya atresia ani
diantaranya yaitu :
a. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi
lahir tanpa lubang dubur
b. Gangguan organogenesis dalam kandungan
c. Berkaitan dengan sindrom down
d. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau
3 bulan
e. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik di daerah
usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara
minggu keekpat sampai keenam usia kehamilan
Selain hal-hal diatas, beberapa faktor risiko yang diduga dapat
menyebabkan terjadinya atresia ani diantaranya yaitu :
a. Pemakaian alkohol oleh ibu hamil
Pemakaian alkohol oleh ibu hamil bisa menyebabkan sindroma alkohol pada
janin dan obat-obat tertentu yang diminum oleh ibu hamil juga bisa
menyebakan kelainan bawaan.
b. Penyakit Rh
Hal ini terjadi jika ibu dan bayi memiliki faktor Rh yang berbeda, keadaan yang
demikian terjadi jika pasangan suami istri mempunyai jenis/tipe resus yang
berbeda biasanya ibu memiliki Rh (-) dan ayah memiliki Rh (+), sehingga bayi
yang dikandung ibu memiliki Rh(+)
c. Teratogenik
Teratogen adalah setiap faktor atau bahan yang bisa menyebabkan atau
meningkatkan resiko suatu kelainan bawaan. Radiasi, obat tertentu dan racun
merupakan teratogen. Secara umum, seorang wanita hamil sebaiknya :

7
Mengkonsultasikan dengan dokternya setiap obat yang dia minum
Berhenti merokok
Tidak mengkonsumsi alcohol
Tidak menjalani pemeriksaan rontgen kecuali jika sangat mendesak.
d. Infeksi
Infeksi pada ibu hamil juga bisa merupakan teratogen. Beberapa infeksi
selama kehamilan yang dapat menyebabkan sejumlah kelainan bawaan
diantaranya, yaitu :
Sindroma rubella kongenital, ditandai dengan gangguan penglihatan atau
pendengaran, kelainan jantung, keterbelakangan mental dan cerebral
palsy
Infeksi toksoplasmosis, pada ibu hamil dapat menyebabkan infeksi mata
yang bisa berakibat fatal, gangguan pendengaran, ketidakmampuan
belajar, pembesaran hati atau limpa, keterbelakangan mental dan
cerebral palsy
Infeksi virus herpes genitalis pada ibu hamil, jika ditularkan kepada
bayinya sebelum atau selama proses persalinan berlangsung, dapat
menyebabkan kerusakan otak, cerebral palsy, gangguan penglihatan atau
pendengaran serta kematian bayi
Sindroma varicella kongenital, disebabkan oleh cacar air dan bisa
menyebabkan terbentuknya jaringan parut pada otot dan tulang, kelainan
bentuk dan kelumpuhan pada anggota gerak, kepala yang berukuran
lebih kecil dari normal, kebutaan, kejang dan keterbelakangan mental.
e. Gizi
Menjaga kesehatan janin tidak hanya dilakukan dengan menghindari
teratogen, tetapi juga dengan mengkonsumsi gizi yang baik. Salah satu zat
yang penting untuk pertumbuhan janin adalah asam folat. Kekurangan
asam folat dapat meningkatkan resiko terjadinya spina bifida atau kelainan
tabung saraf lainnya. Karena spina bifida bisa terjadi sebelum seorang
wanita menyadari bahwa dia hamil, maka setiap wanita usia subur
sebaiknya mengkonsumsi asam folat minimal sebanyak 400
mikrogram/hari.
f. Faktor fisik pada rahim
Di dalam rahim, bayi terendam oleh cairan ketuban yang juga merupakan
pelindung terhadap cedera. Jumlah cairan ketuban yang abnormal dapat

8
menyebabkan atau menunjukkan adanya kelainan bawaan. Cairan ketuban
yang terlalu sedikit dapat mempengaruhi pertumbuhan paru-paru dan
anggota gerak tubuh atau dapat menunjukkan adanya kelainan ginjal yang
memperlambat proses pembentukan air kemih. Penimbunan cairan ketuban
terjadi jika janin mengalami gangguan menelan, yang dapat disebabkan
oleh kelainan otak yang berat (misalnya anensefalus atau atresia esofagus).
g. Faktor genetik dan kromosom
Faktor genetik memegang peran penting dalam beberapa kelainan bawaan.
Beberapa kelainan bawaan merupakan penyakit keturunan yang diwariskan
melalui gen yang abnormal dari salah satu atau kedua orang tua. Gen
adalah pembawa sifat individu yang terdapat di dalam kromosom setiap sel
di dalam tubuh manusia. Jika 1 gen hilang atau cacat, bisa terjadi kelainan
bawaan.
h. Usia
Semakin tua usia seorang wanita ketika hamil (terutama diatas 35 tahun)
maka semakin besar kemungkinan terjadinya kelainan kromosom pada
janin yang dikandungnya.

6. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang terjadi pada atresia ani adalah kegagalan lewatnya
mekonium setelah bayi lahir, tidak ada atau stenosis kanal rectal, adanya membran
anal dan fistula eksternal pada perineum (Suriadi,2001). Gejala lain yang nampak
diketahui adalah jika bayi tidak dapat buang air besar sampai 24 jam setelah lahir,
gangguan intestinal, pembesaran abdomen, pembuluh darah di kulir abdomen akan
terlihat menonjol (Adele,1996). Bayi muntah muntah pada usia 24 48 jam
setelah lahir juga merupakan salah satu manifestasi klinis atresia ani. Cairan
muntahan akan dapat berwarna hijau karena cairan empedu atau juga berwarna
hitam kehijauan karena bercampur dengan cairan mekonium. Pada bayi wanita
sering ditemukan fistula rektovaginal (dengan gejala bila bayi buang air besar feses
keluar dari (vagina) dan jarang rektoperineal, tidak pernah rektourinarius. Sedang
pada bayi laki-laki dapat terjadi fistula rektourinarius dan berakhir di kandung kemih
atau uretra dan jarang rektoperineal. Gejala terjadinya atresia ani secara garis besar
diantaranya yaitu :
a. Mekonium tidak keluar dalm 24 jam pertama setelah kelahiran.
b. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rektal pada bayi.

9
c. Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang letaknya salah.
d. Perut kembung.
e. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam
(Ngastiyah, 2005)
Untuk mengetahui kelainan ini secara dini, pada semua bayi baru lahir harus
dilakukan colok anus dengan menggunakan termometer yang dimasukkan
sampai sepanjang 2 cm ke dalam anus. Atau dapat juga dengan jari kelingking
yang memakai sarung tangan. Jika terdapat kelainan, maka termometer atau
jari tidak dapat masuk. Bila anus terlihat normal dan penyumbatan terdapat
lebih tinggi dari perineum. Gejala akan timbul dalam 24-48 jam setelah lahir
berupa perut kembung, muntah berwarna hijau.

7. Pemeriksaan diagnostik
Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang
sebagai berikut:
a. Pemeriksaan Radiologis
Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.
Sinar X terhadap abdomen
Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk
mengetahui jarak pemanjangan kantung rectum dari sfingternya.
Ultrasound terhadap abdomen
Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam system
pencernaan dan mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh
karena massa tumor.
CT Scan
Digunakan untuk menentukan lesi.
Pyelografi intra vena
Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.
Rontgenogram abdomen dan pelvis
Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang
berhubungan dengan traktus urinarius
Hasil pemeriksaan radiologis yang dapat ditemukan, ialah:
Udara dalam usus berhenti tiba-tiba yang menandakan obstruksi di
daerah tersebut.

10
Tidak ada bayangan udara dalam rongga pelvis pada bagian baru lahir
dan gambaran ini harus dipikirkan kemungkinan atresia reftil/anus
impoefartus, pada bayi dengan anus impoefartus. Udara berhenti tiba-tiba
di daerah sigmoid, kolon/rectum.
Dibuat foto anterpisterior (AP) dan lateral. Bayi diangkat dengan kepala
dibawah dan kaki diatas pada anus benda bang radio-opak, sehingga
pada foto daerah antara benda radio-opak dengan dengan bayangan
udara tertinggi dapat diukur.
b. Pemeriksaan Fisik Rectum
Kepatenan rectal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan
selang atau jari.
c. Pemeriksaan Defek
Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan menusukan jarum
tersebut sampai melakukan aspirasi, jika mekonium tidak keluar pada saat
jarum sudah masuk 1,5 cm defek tersebut dianggap defek tingkat tinggi.
d. Pemeriksaan Urin
Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel epitel
mekonium.

8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan atresia ani tergantung klasifikasinya. Pada atresia ani
letak tinggi harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Pada beberapa waktu
lalu penanganan atresia ani menggunakan prosedur abdominoperineal
pullthrough, tapi metode ini banyak menimbulkan inkontinen feses dan prolaps
mukosa usus yang lebih tinggi. Pena dan Defries pada tahun 1982
memperkenalkan metode operasi dengan pendekatan postero sagital
anorektoplasti, yaitu dengan cara membelah muskulus sfingter eksternus dan
muskulus levator ani untuk memudahkan mobilisasi kantong rektum dan
pemotongan fistel. Keberhasilan penatalaksanaan atresia ani dinilai dari
fungsinya secara jangka panjang, meliputi anatomisnya, fungsi fisiologisnya,
bentuk kosmetik serta antisipasi trauma psikis. Untuk menangani secara tepat,
harus ditentukankan ketinggian akhiran rektum yang dapat ditentukan dengan
berbagai cara antara lain dengan pemeriksaan fisik, radiologis dan USG.
Komplikasi yang terjadi pasca operasi banyak disebabkan oleh karena
kegagalan menentukan letak kolostomi, persiapan operasi yang tidak adekuat,

11
keterbatasan pengetahuan anatomi, serta ketrampilan operator yang kurang
serta perawatan post operasi yang buruk. Dari berbagai klasifikasi
penatalaksanaannya berbeda tergantung pada letak ketinggian akhiran rektum
dan ada tidaknya fistula.
Menurut Leape (1987), ada beberapa hal yang dapat dilakukan diantaranya
yaitu :
a. Atresia letak tinggi dan intermediet dilakukan sigmoid kolostomi atau TCD
dahulu, setelah 6 12 bulan baru dikerjakan tindakan definitif (PSARP)
b. Atresia letak rendah dilakukan perineal anoplasti, dimana sebelumnya
dilakukan tes provokasi dengan stimulator otot untuk identifikasi batas otot
sfingter ani ekternus
c. Bila terdapat fistula dilakukan cut back incicion
d. Pada stenosis ani cukup dilakukan dilatasi rutin, berbeda dengan Pena
dimana dikerjakan minimal PSARP tanpa kolostomi. Pena secara tegas
menjelaskan bahwa pada atresia ani letak tinggi dan intermediet dilakukan
kolostomi terlebih dahulu untuk dekompresi dan diversi. Operasi definitif
setelah 4 8 minggu. Saat ini teknik yang paling banyak dipakai adalah
posterosagital anorektoplasti, baik minimal, limited atau full postero sagital
anorektoplasti.
Adapun teknik operasi yang digunakan yaitu :
a. Dilakukan dengan general anestesi, dengan intubasi endotrakeal, dengan
posisi pasien tengkurap dan pelvis ditinggikan.
b. Stimulasi perineum dengan alat Pena Muscle Stimulator untuk identifikasi
anal dimple.
c. Insisi bagian tengah sakrum kearah bawah melewati pusat spingter dan
berhenti 2 cm didepannya.
d. Dibelah jaringan subkutis, lemak, parasagital fiber dan muscle complex.
e. Os koksigeus dibelah sampai tampak muskulus levator, dan muskulus
levator dibelah tampak dinding belakang rectum.
f. Rektum dibebas dari jaringan sekitarnya.
g. Rektum ditarik melewati levator, muscle complex dan parasagital fiber.
h. Dilakukan anoplasti dan dijaga jangan sampai tension.
Anoplasty
a. PSARP adalah metode yang ideal dalam penatalaksanaan kelainan
anorektal.

12
b. Jika bayi tumbuh dengan baik, operasi definitif dapat dilakukan pada usia 3
bulan.
c. Kontrindikasi dari PSARP adalah tidak adanya kolon.
d. Pada kasus fistula rektovesikal, selain PSARP, laparotomi atau laparoskopi
diperlukan untuk menemukan memobilisasi rektum bagian distal. Demikian
juga pada pasien kloaka persisten dengan saluran kloaka lebih dari 3 cm.

(Gambar : teknik operasi PSARP)

Berikut penatalaksanaan Post-operatif yang dapat digunakan dalam kasus


atresia ani, diantarany yaitu :
a. Antibiotik intra vena diberikan selama 3 hari, salep antibiotik diberikan
selama 8- 10 hari.
b. 2 minggu pasca operasi dilakukan anal dilatasi dengan heger dilatation, 2
kali sehari dan tiap minggu dilakukan anal dilatasi dengan anal dilator yang
dinaikan sampai mencapai ukuran yang sesuai dengan umurnya. Businasi
dihentikan bila busi nomor 13-14 mudah masuk.
c. Kalibrasi anus tercapai dan orang tua mengatakan mudah mengerjakan
serta tidak ada rasa nyeri bila dilakukan 2 kali sehari selama 3-4 minggu
merupakan indikasi tutup kolostomi, secara bertahap frekuensi diturunkan.
d. Pada kasus fistula rektouretral, kateter foley dipasang hingga 5-7 hari.
Sedangkan pada kasus kloaka persisten, kateter foley dipasang hingga 10-
14 hari. Drainase suprapubik diindikasikan pada pasien persisten kloaka
dengan saluran lebih dari 3 cm. Antibiotik intravena diberikan selama 2-3
hari, dan antibiotik topikal berupa salep dapat digunakan pada luka.
e. Dilatasi anus dimulai 2 minggu setelah operasi. Untuk pertama kali
dilakukan oleh ahli bedah, kemudian dilatasi dua kali sehari dilakukan oleh
petugas kesehatan ataupun keluarga. Setiap minggu lebar dilator ditambah
1 mm tercapai ukuran yang diinginkan. Dilatasi harus dilanjutkan dua kali

13
sehari sampai dilator dapat lewat dengan mudah. Kemudian dilatasi
dilakukan sekali sehari selama sebulan diikuti dengan dua kali seminggu
pada bulan berikutnya, sekali seminggu dalam 1 bulan kemudian dan
terakhir sekali sebulan selama tiga bulan. Setelah ukuran yang diinginkan
tercapai, dilakukan penutupan kolostomi.
f. Setelah dilakukan penutupan kolostomi, eritema popok sering terjadi karena
kulit perineum bayi tidak pernah kontak dengan feses sebelumnya. Salep
tipikal yang mengandung vitamin A, D, aloe, neomycin dan desitin dapat
digunakan untuk mengobati eritema popok ini.

Sedangkan menurut urgentsinya, penanganan pada atresia ani dapat dibagi


menjadi 2, yaitu :
a. Penanganan awal
Penanganan Bayi dengan atresia ani harus dihentikan masukan makanan
unuk mencegah mual muntah dan dehidrasi lebih lanjut. Dekompresi
dilakukan dengan Pemasangan NGT Sebelum dilakukan tindakan operatif
diberikan antibiotik sebagai prefilaksi terhadap infeksi sebelum dilakukan
tindakan operatif.
b. Penangana lanjut
Bentuk operasi yang diperlukan pada kelainan atresia ani letak rendah, baik
tanpa atau dengan fistula, adalah anoplasti perineum, kemudian dilanjutkan
dengan dilatasi pada anus yang baru selama 2-3 bulan. Tindakan ini paling
baik dilakukan dengan dilator Hegar selama bayi di rumah sakit dan
kemudian orang tua penderita dapat memakai jari tangan di rumah, sampai
tepi anus lunak serta mudah dilebarkan. sampai daerah stenosis melunak
dan fungsi defekasi mencapai keadaan normal. Konstipasi dapat dihindari
dengan pengaturan diet yang baik dan pemberian laktulose Sebelum
operasi ini dikerjakan dilakukan terlebih dahulu test provokasi dengan
stimulator otot untuk dapat mengidentifikasi batas spinkter ani eksternus.
Pada kasus atresia letak redah yang lain, operasi diperlukan. Tujuan dari
operasi adalah untuk mengembalikan anus ke posisi yang normal dan
membuat jarak antara lubang anus dengan vagina. Operasinya disebut cut
back incision dan anal transposisi. Pada tipe atresia ani letak intermediate
dan letak tinggi, apabila jarak antara ujung rektum yang buntu ke lekukan
anus kurang dari 1,5 cm, pembedahan rekonstruktif dapat dilakukan melalui

14
anoproktoplasti pada masa neonatus. Akan tetapi, pada tipe III biasanya
perlu dilakukan kolostomi pada masa neonatus sebelum dilakukan
pembedahan definitif pada usia 12-15 bulan.
Kolostomi bertujuan untuk :
Mengatasi obstruksi usus
Memungkinkan pembedahan rekonstruktif dapat dikerjakan dengan
lapangan operasi yang bersih
Memberikan kesempatan pada ahli bedah untuk melakukan
pemeriksaan lengkap dalam usaha menentukan letak ujung rektum
yang buntu serta menemukan kelainan bawaan yang lain, Kolostomi
dapat dilakukan pada kolon transversum atau kolon sigmoideum

(Diagram : penanganan atresia ani pada bayi perempuan)

15
(Diagram : penanganan atresia ani pada bayi laki-laki)

16
Anoplasty
PSARP adalah metode yang ideal dalam penatalaksanaan kelainan
anorektal. Jika bayi tumbuh dengan baik, operasi definitif dapat dilakukan
pada usia 3 bulan. Kontrindikasi dari PSARP adalah tidak adanya kolon.
Pada kasus fistula rektovesikal, selain PSARP, laparotomi atau laparoskopi
diperlukan untuk menemukan memobilisasi rektum bagian distal. Demikian
juga pada pasien kloaka persisten dengan saluran kloaka lebih dari 3 cm.3

Penatalaksanaan Post-operatif
Perawatan Pasca Operasi PSARP
a. Antibiotik intra vena diberikan selama 3 hari ,salep antibiotik diberikan
selama 8- 10 hari.
b. 2 minggu pasca operasi dilakukan anal dilatasi dengan heger dilatation,
2 kali sehari dan tiap minggu dilakukan anal dilatasi dengan anal dilator
yang dinaikan sampai mencapai ukuran yang sesuai dengan umurnya.
Businasi dihentikan bila businasi nomor 13-14 mudah masuk.
Kalibrasi anus tercapai dan orang tua mengatakan mudah
mengejakan serta tidak ada rasa nyeri bila dilakukan 2 kali sehari selama 3-
4 minggu merupakan indikasi tutup kolostomi, secara bertahap frekuensi
diturunkan. Pada kasus fistula rektouretral, kateter foley dipasang hingga 5-
7 hari. Sedangkan pada kasus kloaka persisten, kateter foley dipasang
hingga 10-14 hari. Drainase suprapubik diindikasikan pada pasien persisten
kloaka dengan saluran lebih dari 3 cm. Antibiotik intravena diberikan selama
2-3 hari, dan antibiotik topikal berupa salep dapat digunakan pada luka.
Dilatasi anus dimulai 2 minggu setelah operasi. Untuk pertama kali
dilakukan oleh ahli bedah, kemudian dilatasi dua kali sehari dilakukan oleh
petugas kesehatan ataupun keluarga.
Setiap minggu lebar dilator ditambah 1 mm tercapai ukuran yang
diinginkan. Dilatasi harus dilanjutkan dua kali sehari sampai dilator dapat
lewat dengan mudah. Kemudian dilatasi dilakukan sekali sehari selama
sebulan diikuti dengan dua kali seminggu pada bulan berikutnya, sekali
seminggu dalam 1 bulan kemudian dan terakhir sekali sebulan selama tiga

17
bulan. Setelah ukuran yang diinginkan tercapai, dilakukan penutupan
kolostomi.
Setelah dilakukan penutupan kolostomi, eritema popok sering terjadi
karena kulit perineum bayi tidak pernah kontak dengan feses sebelumnya.
Salep tipikal yang mengandung vitamin A, D, aloe, neomycin dan desitin
dapat digunakan untuk mengobati eritema popok ini.

18
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ATRESIA ANI

Pada klien dengan atresia ani menurut Suriadi dan Rita Yuliani ( 2001 ), Ngastiyah
(2001) adalah sebagai berikut :
1) Kaji bayi :
Fase Dasar Pengkajian
1. Pengkajian awal (primer)
2. Pengkajian Dasar (Sekunder)
3. Pengkajian ulang ( Tertier)
1. Pengkajian Awal (Primer)
a) Pengkajian dibuat dengan cepat selama pertemuan perama meliputi :
Airway : Apakah jalan nafas paten?
Breathing : Apakah pasien bernafas?
Circulation : Apakah ada denyut jantung?
Dissability : Kehilangan kemampuan
Hemoragi : Apakah ada perdarahan hebat
2) Pemeriksaan fisik pendekatan head to toe
3) Tanpa mekonium dalam 24 jam setelah lahir.
4) Tentukan kepatenan rectal dengan menggunakan thermometer atau jari
kelingking yang memakai sarung tangan sepanjang 2 cm kedalam anus.
5) Adanya tinja dalam urine dan vagina.
6) Bila anus terlihat normal dan penyumbatan terdapat lebih tinggi dari perineum,
gejala akan timbul dalam 24 48 jam setelah lahir berupa perut kembung,
muntah berwarna hijau.

Pemeriksaan Penunjang
1) Jika ada fistula, urine dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel sel epitel
meconium.
2) Pemeriksaan sinar X lateral inversil ( tehnik wangenteen rice ) dapat
menunjukkan adanya kumpulan udara dalam ujung rectum yang buntu atau
didekat perineum, dapat menyesatkan jika rectum penuh dengan mekonium
yang mencegah udara sampai ke ujung kantong rectal.
3) Ultra sound dapat digunakan untuk menentukan letak kantong rectal.
4) Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan cara menusukkan
jarum tersebut sambil melakukan aspirasi, jika mekonium tidak keluar pada

19
saat jarum sudah masuk 1,5 cm defek tersebut dianggap sebagai defek tingkat
tinggi.

Diagnosa Keperawatan
1. Cemas b/d pembedahan dan mempunyai anak yang tidak sempurna
2. Inkontinensia Bowel b/d struktur anus yang tidak komplit
3. Kerusakan integritas kulit b/d kolostomi
4. Kurang pengetahuan b/d perawatan di rumah dan pembedahan
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakmampuan
mencerna makanan
6. Resiko defisit volume cairan b/d pengurangan intake cairan

Discharge Planning
Berikan pujian saat melakukan perawatan dan jawab pertanyaan secara jujur
apa yang dibutuhkan keluarga
Ajarkan mengenai tanda dan gejala infeksi (demam, kemerahan di daerah luka,
terasa panas)
Ajarkan bagaimana menganai pengamanan pada bayi dan melakukan dilatasi
anal
Berikan instruksi secara tertulis dan verbal tentang alat alat yang dibutuhkan
untu perawatan di rumah
Tekankan tetap mengadakan stimulasi pada bayi untuk mensupport tumbuh
kembang

No Diagnosa keperawatan :
Cemas b/d pembedahan dan mempunyai anak yang tidak sempurna
Definisi : Perasaan gelisah yang tak jelas dari ketidaknyamanan atau ketakutan yang
disertai respon autonom (sumner tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu);
perasaan keprihatinan disebabkan dari antisipasi terhadap bahaya. Sinyal ini
merupakan peringatan adanya ancaman yang akan datang dan memungkinkan
individu untuk mengambil langkah untuk menyetujui terhadap tindakan
Ditandai dengan :
Gelisah
Insomnia
Resah

20
Ketakutan
Sedih
Fokus pada diri
Kekhawatiran
Cemas
NOC :
Anxiety control
Coping
Impulse control
Kriteria Hasil :
Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan tehnik untuk mengontol
cemas
Vital sign dalam batas normal
Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan
berkurangnya kecemasan
NIC : Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)
Gunakan pendekatan yang menenangkan
Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien
Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
Pahami prespektif pasien terhdap situasi stres
Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut
Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan prognosis
Dorong keluarga untuk menemani anak
Lakukan back / neck rub
Dengarkan dengan penuh perhatian
Identifikasi tingkat kecemasan
Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi
Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
Barikan obat untuk mengurangi kecemasan

21
Inkontinensia Bowel b/d struktur anus yang tidak komplit
NOC:
Bowel Continence
Bowel Elimination
Kriteria Hasil :
BAB teratur, mulai dari setiap hari sampai 3-5 hari
Defekasi lunak, feses berbentuk
Penurunan insiden inkontinensia usus
NIC : Bowel Inkontinence care
Perkirakan penyebab fisik dan psikologi dari inkontimemsia fekal
Jelaskan penyebab masalah dan rasional dari tindakan
Jelaskan tujuan dari managemen bowel pada pasien/keluarga
Diskusikan prosedur dan criteria hasil yang diharapkan bersama pasien
Instruksikan pasien/keluarga untuk mencatat keluaran feses
Cuci area perianal dengansabun dan air lalukeringkan
Jaga kebersihan baju dan tempat tidur
Lakukan program latihan BAB
Monitor efek samping pengobatan.
Bowel Training
Rencanakan program BAB dengan pasien dan pasien yang lain
Konsul ke dokter jika pasien memerlukan suppositoria
Ajarkan ke pasien/keluarga tentang prinsip latihan BAB
Anjurkan pasien untuk cukup minum
Dorong pasien untuk cukup latihan
Jaga privasi klien
Kolaborasi pemberian suppositoria jika memungkinkan
Evaluasi status BAB secara rutin Modifikasi program BAB jika diperlukan

Kurang pengetahuan b/d perawatan di rumah dan pembedahan.


Definisi : Tidak adanya atau kurangnya informasi kognitif sehubungan dengan topic
spesifik.
Batasan karakteristik : memverbalisasikan adanya masalah, ketidakakuratan mengikuti
instruksi, perilaku tidak sesuai.

22
Faktor yang berhubungan : keterbatasan kognitif, interpretasi terhadap informasi yang
salah, kurangnya keinginan untuk mencari informasi, tidak mengetahui sumber-sumber
informasi. NOC :
Kowlwdge : disease process
Kowledge : health Behavior
Kriteria Hasil :
Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi,
prognosis dan program pengobatan
Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara
benar
Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan
perawat/tim kesehatan lainnya
NIC : Teaching : disease Process
Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit
yang spesifik
Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan
anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat.
Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara
yang tepat
Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat identifikasi kemungkinan
penyebab, dengna cara yang tepat
Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat
Hindari jaminan yang kosong
Sediakan bagi keluarga atau SO informasi tentang kemajuan pasien dengan
cara yang tepat
Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah
komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit
Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion
dengan cara yang tepat atau diindikasikan
Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara yang tepat
Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas lokal, dengan cara yang tepat
Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada
pemberi perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat.

23
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakmampuan
mencerna makanan
Definisi : Intake nutrisi tidak cukup untuk keperluan metabolisme tubuh.
Batasan karakteristik :
Berat badan 20 % atau lebih di bawah ideal
Dilaporkan adanya intake makanan yang kurang dari RDA (Recomended Daily
Allowance)
Membran mukosa dan konjungtiva pucat
Kelemahan otot yang digunakan untuk menelan/mengunyah
Luka, inflamasi pada rongga mulut
Mudah merasa kenyang, sesaat setelah mengunyah makanan
Dilaporkan atau fakta adanya kekurangan makanan
Dilaporkan adanya perubahan sensasi rasa
Perasaan ketidakmampuan untuk mengunyah makanan
Miskonsepsi
Kehilangan BB dengan makanan cukup
Keengganan untuk makan
Kram pada abdomen
Tonus otot jelek
Nyeri abdominal dengan atau tanpa patologi
Kurang berminat terhadap makanan
Pembuluh darah kapiler mulai rapuh
Diare dan atau steatorrhea
Kehilangan rambut yang cukup banyak (rontok)
Suara usus hiperaktif
Kurangnya informasi, misinformasi
Faktor-faktor yang berhubungan :
Ketidakmampuan pemasukan atau mencerna makanan atau mengabsorpsi zat-
zat gizi berhubungan dengan faktor biologis, psikologis atau ekonomi.
NOC : Nutritional Status : food and Fluid Intake
Kriteria Hasil :
Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
Tidak ada tanda tanda malnutrisi

24
Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
Nutrition Management
Kaji adanya alergi makanan
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien.
Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
Berikan substansi gula
Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)
Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
Nutrition Monitoring
BB pasien dalam batas normal
Monitor adanya penurunan berat badan
Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan
Monitor lingkungan selama makan
Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
Monitor turgor kulit
Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah
Monitor mual dan muntah
Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
Monitor makanan kesukaan
Monitor pertumbuhan dan perkembangan
Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
Monitor kalori dan intake nuntrisi
Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oral.
Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet

25
Resiko defisit volume cairan b/d pengurangan intake cairan
Definisi : Penurunan cairan intravaskuler, interstisial, dan/atau intrasellular. Ini
mengarah ke dehidrasi, kehilangan cairan dengan pengeluaran sodium
Batasan Karakteristik :
Kelemahan
Haus
Penurunan turgor kulit/lidah
Membran mukosa/kulit kering
Peningkatan denyut nadi, penurunan tekanan darah, penurunan
volume/tekanan nadi
Pengisian vena menurun
Perubahan status mental
Konsentrasi urine meningkat
Temperatur tubuh meningkat
Hematokrit meninggi
Kehilangan berat badan seketika (kecuali pada third spacing)
Faktor-faktor yang berhubungan:
Kehilangan volume cairan secara aktif
Kegagalan mekanisme pengaturan
NOC:
Fluid balance
Hydration
Nutritional Status : Food and Fluid Intake
Kriteria Hasil :
Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT
normal
Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa
lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan
Fluid management
Timbang popok/pembalut jika diperlukan
Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
Monitor status hidrasi ( kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan
darah ortostatik ), jika diperlukan
Monitor vital sign

26
Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake kalori harian
Kolaborasi pemberian cairan IV
Monitor status nutrisi
Kolaborasikan pemberian cairan
Berikan cairan IV pada suhu ruangan
Dorong masukan oral
Berikan penggantian nesogatrik sesuai output
Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
Tawarkan snack ( jus buah, buah segar )
Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul meburuk
Atur kemungkinan tranfusi
Persiapan untuk tranfusi

27
DAFTAR PUSTAKA

Betz Cecily & Sowden. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik, Edisi 3. Jakarta EGC.
De Jong, Wim & R. Sjamsuhidajat. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC
Dorland. 1998. Kamus Saku Kedokteran Dorlana. Alih Bahasa: Dyah Nuswantari Ed.
25 Jakarta: EGC
Grosfeld J, Oneill J, Coran A.2006. pediatric surgery 6th edition. Philadelphia : Mosby
elseivier
Mansjoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Malformasi anorektal.
Editor: Mansjoer A. Jakarta: Media Aesculapius.
Mansjoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
Masrochah, Siti dkk. 2011. Invertogram Atresia Ani. Modul praktek teknik radiografi
lanjut II.
Muttaqin, Arif. 2009. Gangguan Gastrointestinal Aplikasi Asuhan Kepearawatan
Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika
Pena, Alberto. 2005. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: EGC
Pena, Alberto.1996. Ilmu Kesehatan Anak. Malformasi anorektum. Hal 1322-25. Editor:
Nelson; Jakarta: EGC.
Sudoyo, Aru. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing

28

Anda mungkin juga menyukai