Anda di halaman 1dari 98

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diare merupakan penyakit yang berbasis lingkungan dan terjadi

hampir di seluruh daerah geografis di dunia. Menurut data World Health

Organization (WHO) pada tahun 2013, setiap tahunnya ada sekitar 1,7

miliar kasus diare dengan angka kematian 760.000 anak dibawah 5 tahun.

Pada negara berkembang, anak-anak usia dibawah 3 tahun rata-rata

mengalami 3 episode diare pertahun. Setiap episodenya, diare akan

menyebabkan kehilangan nutrisi yang dibutuhkan anak untuk tumbuh,

sehingga diare merupakan penyebab utama malnutrisi pada anak dan

menjadi penyebab kematian kedua pada anak berusia dibawah 5 tahun.

Berdasarkan data United Nation Childrens Fund (UNICEF) dan World

Health Organization (WHO) pada tahun 2013, secara global terdapat dua

juta anak meninggal dunia setiap tahunnya karena diare

Data WHO juga menyebutkan bahwa malnutrisi adalah faktor yang

mendukung sekitar 45,0% dari semua kematian anak. Diare juga terutama

disebabkan oleh sumber makanan dan minuman yang terkontaminasi.

Diseluruh dunia, 780 juta individu memiliki akses yang buruk terhadap air

minum dan 2,5 miliar kekurangan sanitasi yang baik, namun memperbaiki

lingkungan dengan sanitasi buruk saja tidak akan cukup selama anak tetap
2

rentan terhadap penyakit, oleh karena itu intervensi peningkatan nutrisi

harus diprioritaskan (WHO, 2013)..

Di Amerika, setiap anak mengalami 7-15 episode diare dengan

rata-rata usia 5 tahun. Di negara berkembang rata-rata tiap anak dibawah

usia 5 tahun mengalami episode diare 3 sampai 4 kali pertahun (WHO,

2009).

Masalah diare di Indonesia sering terjadi dalam bentuk Kejadian

Luar Biasa (KLB). KLB diare sering terjadi terutama di daerah yang

pengendalian faktor risikonya masih rendah. Cakupan perilaku hygiene

dan sanitasi yang rendah sering menjadi faktor risiko terjadinya KLB diare

(Kemenkes RI, 2011).

Meski angka kejadian diare di indonesia cenderung menurun,

tetapi angkakematian pada balita cenderung meningkat dibanding dengan

umur lain (Depkes RI,2007). Berdasarkan hasil Riskesdass tahun 2007

menyatakan bahwa penyebab kematian tertinggi pada bayi 29 hari 11

bulan terjadi karena daire (31,4%), dalam hal ini juga penyebab kematian

tertinngi pada balita 1-4 tahun (25,5). Berdasarkan data tersebut maka

dapat disimpulkan bahwa penyebab kematian tertinngi pada balita adalah

diare (Depkes RI,2008). Kejadian luar biasa (KLB) diare masih sering

terjadi dengan jumlah penderita dan jumlah kematian yang banyak.

Rendahnya cakupan hygiene sanitasi dan perilaku yang rendah sering

menjadi faktor resiko terjadinya KLB diare (Depkes RI,2011).


3

Berdasarkan hasil Riskesdas (2007) diketahui bahwa prevalensi

diare pada balita di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang dilaksanakan di 33 provinsi pada

tahun 2007, melaporkan bahwa angka nasional prevalensi diare adalah

9,0%. Prevalensi diare berdasarkan kelompok umur pada balita (1-4 tahun)

terlihat tinggi menurut hasil Riskesdas (2007), yaitu 16,7%. Demikian pula

pada bayi (<1 tahun), yaitu 16,5% (Kemenkes RI, 2011).

Dari hasil penelitian Veryal (2010 ), dengan judul hubungan

antara kebersihan peralatan makan dengan kejadian diare , yang termasuk

penyebab diare adalah praktik kebersihan makanan termasuk kebersihan

botol susu. Hasil penelitian tersebut yaitu adanya hubungan antara praktik

kebersihan makanan terhadap kejadian diare pada anak usia lebih dari 2

tahun.

Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh

Nur (2006) yang menyatakan bahwa 32% responden memiliki sanitasi

pengolahan makanan yang kurang baik. Hasil penelitian Rosidi (2015),

bahwa risiko terjadinya diare pada balita yang keluargany menyimpan

hidangan/makanan secara terbuka mempunyai risiko terjadi diare

Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun (2009),

menyebutkan angka kematian akibat diare 23 per 100 ribu penduduk dan

pada balita 75 per 100 ribu balita. Jumlah kasus diare yang dilaporkan

sebanyak 10.980 dan 277 diantaranya menyebabkan kematian. Selama

tahun, 2012, Dinas Kesehatan (Dinkes) Jawa Barat mencatat angka


4

penderita diare 168.072 orang. Jumlah kematian akibat penyakit diare

enam orang. Penderita diare di Kabupaten Cirebon dengan jumlah 38.012

orang..

Berdasarkan studi pendahuluan didapatkan penyakit diare pada

batita di puskemas klangenan diperoleh data pada 2014 dan 2015 tahun

terakhir, terjadi penurunan angka kesakitan diare pada balita yaitu tahun

2014 balita yang menderita diare adalah 1013(79,3%) penderita tahun

2015 jumlah batita yang menderita diare adalah 778 (70,0 %).

Berdasarakan data dari puskesmas klangenan jumlah kasus daire

dihitung berdasarkan jenis kelamin pada toddler a usia 1-3 tahun pada

tahun 2016 (413 ) jumalah kasus diare pada batita data ini dalam satu

tahun, dan dalam satu bulan pada balita laki-laki 38 orang dan

perempuan 42 orang jadi sampelnya berjumlah 32 responden.

Serta berdasarkan wawancara dengan pengolola program bahwa,

masih banyak ibu balita yang belum mengetahui penyebab diare pada

balita, dan sebagian besar ibu balita yang bertempat tinggal dilingkungan

yang deket dengan limbah,padat penduduk dan juga pengetahuan mereka

tentang sanitasi makanan (pengolahan makanan) itu masih kurang.

Berdasarkan fenomena diatas, maka saya tertarik mengangkat

permasalahan tersebut untuk dilakukan penelitian dengan berjudul

hubungan proses pengolahan makanan oleh ibu dengan kejadian diare

pada toddler usia 1-3 tahun di wilayah kerja puskesmas klangenan.


5

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pengolahan

dalam keluarga cukup baik yaiti sebanyak 21 responden (65.6%) dan

sebagian besar batita yang mengalami kejadian diare yaitu sebanyak 16

responden (50.0%).

Berdasarkan uji square diperoleh hasil perhitungan dengan nilai

signifikan nilai value (001) (0,05), maka Ha di terima dengan

demikian ada hubungan proses pengolahan makanan oleh ibu dengan

kejadian diare pada toddler usia 1-3 tahun di wilayah kerja puskemas

klangenan kabupaten cirebon tahun 2017.

Ada hubungan proses pengolahan makanan oleh ibu dengan

kejadian diare pada batita. Petugas kesehatan atau perawat harus melakuan

penyuluhan tentang pencegahan diare pada batita khususnya pentingnya

prinsif sanitasi makanan/pengolahan maka dalam keluarga

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas,maka penelitian dapat merumuskan

masalah Apakah ada hubungan proses pengolahan makanan oleh ibu

dengan kejadian diare pada toddler usia 1-3 tahun di wilayah kerja

puskemas Klangenan Kabupaten Cirebon tahun 2017 ?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Adapun tujuan umum penelitian ini adalah dapat mengetahui

hubungan proses pengolahan makanan dengan kejadian diare pada


6

toddler usia 1-3 tahun di wilayah kerja puskesmas klangenan

kabupaten cirebon tahun 2017 .

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Untuk mngetahui proses pengolahan makanan oleh ibu di

wilayah kerja Puskesmas Klangenan Kabupaten Cirebon tahun

2017.

1.3.2.2 Untuk mengetahui kejadian diare yang dialami balita diwilayah

kerja puskesmas klangenan Kabupaten Cirebon tahun 2017.

1.3.2.3 Untuk mengetahui apakah ada hubungan proses pengolahan

makanan oleh ibu dengan kejadian diare pada toddler usia 1-3

tahun di wilayah kerja Puskesmas Klangenan Kabupaten

Cirebon tahun 2017

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan

bagi ilmu keperawatan, khususnya dalam keperawatan anak dan

keperawatan komunitas yang dimana perlu pengetahuan tentang sanitasi

makanan pada balita dengan kejadian diare pada balita.

Selain itu juga hasil dari penelitian ini diharpkan dapat menjadi

sumber literatur atau referensi dalam trend dan isu masalah kesehatan

anak terutama dalam segi pengetahuan tentang kesehatan dan

mengajarkan bagi anak untuk menjaga kebersihannya guna menjaga


7

dan menghindari dari penyakit terutama penyakit diare pada yang

sedang marak saat ini

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi penulis

Dalam penyusunan penelitian ini sebagai sumber yang

dapat dijadikan sebagai modul atau pembelajaran bagi pembaca

untuk lebih mengetahui dan memahami

2. Bagi institusi

Sebagai masukan dalam membagun juga meningkatkan

kualitas institusi pendiidkan yang ada, termasuk para pendidikan

yang ada didalamnya, dan penentuan kebijakan dalam institusi

pendidikan, serta pemerintah secara umum.

3. Bagi keluarga

Membantu dalam memberikan pengetahuan bagi keluarga

tentang pengolahan makanan bagi anggota keluarga mempunyai

balita yang mengalami diare serta diharapakan bagi keluarga bisa

menerapkan cara-cara untuk mengatasi dan mencegah kerjadinya

diare.

4. Bagi tenaga kesehatan

Diharapkan dapat memberikan masukan dalam meningkatakan

penyuluhan mengenai personal hygiene dan faktor lain yang

memepengaruhi kejadian diare pada balita,serta harus


8

memperhatikan pola pengolahan makanan yang benar untuk balita

supaya terhindar dari bakteri,virus,jamur dll.

1.5 Keaslian Penelitian


Tabel 1.1
Keaslian Penelitian

No Nama dan Judul Metode Persamaaan dan


tahun penelitian peneliti perbedaan
1 Handono Faktor-Faktor desain Perbedaan dalam
Fatkhur Yang deskriptif penelitian ini
Rahman, 2016 Berhubungan analitik dengan peneliti
Dengan dengan sebelumnya adalah
Kejadian Diare pendekatan judul, tempat
Di Desa Solor cross penelitian dan
Kecamatan sectional. waktu penelitian.
Cermee
Bondowoso
2 Agustina Asosiasi Metode Perbedaan dalam
praktik penelitian penelitian ini
kebersihan cross- dengan peneliti
makanan dan sectional sebelumnya adalah
Prevalensi judul, tempat
diare di penelitian dan
kalangan muda waktu penelitian.
Indonesia
Anak-anak dari
daerah
perkotaan
sosioekonomi
rendah
3 Najamuddin Hubungan Metode Perbedaan dalam
Andi Palancoi Antara analitik atau penelitian ini
Pengetahuan pen-dekatan dengan peneliti
Dan case control sebelumnya adalah
Lingkungan study judul, tempat
Dengan penelitian dan
Kejadian Diare waktu penelitian.
Akut Pada
Anak Di
Kelurahan
Pabbundukang
Kecamatan
9

Pangkajene
Kabupaten
Pangkep
4 Astya Hubungannya Desain Perbedaan dalam
Palupi1dan Dengan kohort penelitian ini
Hamam, 2009 Kejadian Diare retrospektif dengan peneliti
Pada Anak sebelumnya adalah
Diare Akut Di judul, tempat
Ruang Rawat penelitian dan
Inap RSUP Dr. waktu penelitian.
Sardjito
Yogyakarta.
5 Didik Gunawan Hubungan Penelitian ini Perbedaan dalam
Tamtomo2,2016 Antara Usia di adalah penelitian ini
Bawah Umur, analitik dengan peneliti
Kebiasaan observasional sebelumnya adalah
Makanan Beras dengan judul, tempat
di Luar pendekatan penelitian dan
Rumah, cross waktu penelitian
Dengan sectional
Kejadian Diare
Pada Populasi
padat Kali
Code
Yogyakarta ".
10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teori

2.1.1 Konsep Dasar Diare

2.1.1.1 Definisi Diare

Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja

berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat),

kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200

g atau 200 ml/24 jam. Diare merupakan buang air besar encer

lebih dari 3 kali per hari. Buang air besar encer tersebut

dapat/tanpa disertai lendir dan darah (IDAI, 2011).

Diare adalah perubahan frekuensi dan konsistensi tinja.

Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 1984

mendefinisikan diare adalah buang air besar (BAB) 3 kali

atau lebih dalam sehari semalam (24 jam) yang mungkin

dapat disertai dengan muntah atau tinja yang berdarah

(muntaber) (Widoyono, 2008).

Menurut Betz (2009) mendefinisikan diare sebagai

inflamasi pada membran mukosa lambung dan usus halus

yang ditandai dengan diare, muntah-muntah yang berakibat


11

kehilangan cairan dan elektrolit yang menimbulkan

dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit.

2.1.1.2 Klasifikasi

Penyakit diare dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu

berdasarkan lamanya diare, berdasarkan sudut pandang klinis

praktis dan berdasarkan tingkat dehidrasi.

a. Berdasrkan (Depkes RI,2010) lamanya diare, diare dibagi

menjadi :

1) Diare akut

Diare akut adalah buang air besar yang lembek/cair

bahkan berupa cair saja yang frekuensinya lebih sering

dari biasanya (biasanya 3 kali atau lebih dalam sehari)

dan berlangsung kurang dari 14 hari. (Depkes RI,2010).

2) Diare kronik

Diare kronik adalah buang air besar yang

cair/lembek dengan jumlah lebih banyak dari normal dan

berlangsung lebih dari 15 hari. Batasan kronik di

indonesia, dipilih waktu lebih dari 15 hari agar dokter

lebih waspada,serta dapat lebih cepat menginvestigasi

penyebab diare dengan tepat.

3) Diare persisten

Daire persisten adalah diare yang merupakan

kelanjutan dari diare akut biasanya berlangsung 15-30


12

hari, dan menurut WHO hanya utama dari diare persisten

adalah malnutrisi, infeksi usus dan dehidrasi.

a. Diare dengan malnutrisi berat (maramus atau

kwashiorkor), bahaya utamanya adalah infeksi

sistemik yang parah, dehidrasi, gagal jantung dan

kekurangan vitamin dan mineral.

b. Berdasarkan tingkat dehidarsi

Berdasarkan tingkat dehidrasinya, diare dapat

dibedakan menjadi tiga yaitu (Depkes RI, 2008) :

1. Diare tanpa dehidrasi

Diare tanpa dehidrasi adalah buang air besar

dengan konsistensi tinja cair/lembek sera frekuensi

lebih sering dan biasanya, dimana tidak cukup

tanda-tanda untuk diklasifikasikan sebgai dehidrasi

berat atau ringan/sedang.

2. Diare dengan dehidrasi ringan/sedang

Diare dengan dehidrasi ringan/sedang adalah

diare yang disertai dua atau lebih tanda-tanda :

gilisah, rewel/mudah marah, mata cekung, haus,

serta sangat lahap apabila diberikan minum,

cubitan kulit perut kembali lambat.


13

3. Diare dengan dehidrasi berat

Diare dengan dehidrasi berat adalah diare

yang disertai dua atau lebih tanda-tanda :letargis

atau tidak sadar, mata cekung,tidak bisa minum

atau malas minum, cubitan kulit kembali sangat

lambat

4. Diare persisten

Diare persisten adalah diare yang merupakan

kelanjutan dari diare akut biasanya berlangsung 15-

30 hari, dan menurut WHO hanya utama dari diare

persisten adalah malnutrisi, infeksi usus dan

dehidrasi.

2.1.1.3 Etiologi

Menurut (Depkes RI,2010) berbagai macam faktor yang

dapat menjadi penyebab diare pada balita :

a. Infeksi

Faktor ini dapat diawali adanya mikroorganisme

(kuman) yang masuk dalam saluran pencernaan yang

kemudian berkembang dalam usus dan merusak sel mukosa

usus yang dapat menurunkan daerah permukaan usus.

Selanjutnya terjadi perubahan kapasitas usus yang akhirnya

mengakibatkan gangguan fungsi usus dalam absorbsi cairan

dan elektrolit. Atau juga dikatakan adanya toksin bakteri


14

akan menyebabkan sistem transport aktif dalam usus

sehingga sel mukosa mengalami iritasi yang kemudian

sekresi cairan dan elektrolit akan meningkat.

Enteral yaitu infeksi yang terjadi dalam saluran

pencernaan dan merupakan penyebab utama terjadinya

diare. Infeksi enteral meliputi:

1) Infeksi bakteri : Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella

Compylobacter, Yersenia dan Aeromonas.

2) Infeksi virus : Enterovirus (Virus ECHO, Coxsackie

dan Poliomyelitis, Adenovirus, Rotavirus dan

Astrovirus).

3) Infeksi parasit : Cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris,

dan Strongylodies), Protozoa (Entamoeba histolytica,

Giardia lamblia, dan Trichomonas homonis), dan

jamur (Candida albicans).

4) Infeksi parenteral yaitu infeksi dibagian tubuh lain

diluar alat pencernaan, seperti Otitis Media Akut

(OMA),tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis

dan sebagainya. Keadaan ini terutama pada bayi dan

anak dibawah dua tahun.

b. Faktor Malabsorbsi

Merupakan kegagalan dalam melakukan absorbsi

yang mengakibatkan tekanan osmotik meningkat sehingga


15

terjadi pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus yang

dapat meningkatkan isi rongga usus sehingga terjadi diare.

1) Malabsorbsi kabohidrat: disakarida (intoleransi laktosa,

maltosa dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa,

fruktosa dan galaktosa), pada bayi dan anak yang

terpenting dan tersering (intoleransi laktosa)

2) Maldigesti protein lengkap, karbihidrat dan trigliserida

diakibatkan insufisiensi eksokrin pankreas.

3) Gangguan atau kegagalan ekskresi pancreas

menyebabkan kegagalan pemecahan kompleks protein,

karbohidrat dan terigliserida.

1) Pemberian obat pencahar; laktulosa, pemberian

magnesium hydroxide (misalnya susu magnesium).

2) Mendapat cairan hipertonis dalam jumlah besar

dan cepat.

3) Pemberian makan atau minum yang tinggi

karbohidrat, setelah mengalami diare menyebabkan

kekambuhan diare.

c. Faktor makanan

Dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu

diserap dengan baik. Sehingga terjadi peningkatan peristaltik

usus yang mengakibatkan penurunan kesempatan untuk

menyerap makanan yang kemudian menyebabkan diare.


16

Cara penularan diare melalui cara faecal-oral yaitu

melalui makanan atau minuman yang tercemar kuman atau

kontak langsung tangan penderita maupun orang sekitar yang

bersentuhan atau tidak laIn Faktor makanan:

Contoh makanan sebagai berikut :

Faktor makanan:

1) Makanan basi

2) Makanan beracun

3) Alergi terhadap makanan, makanan mentah dan

kurang matang.

4) Makanan yang terkontaminsi jauh lebih mudah

mengakibatkan diare pada anak-anak balita.

d. Faktor fisiologis

Rasa takut, cemas, dan tegang, jika terjadi pada anak

dapat menyebabkan diare kronis. Tetapi jarang terjadi pada

balita, umumnya terjadi pada anak yang lebih besar

e. Faktor lingkungan

Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang

berbasis lingkungan, sarana air bersih dan pembuangan tinja,

merupakan faktor dominan terhadap terjadinya penyakit

diare. Kedua faktor ini akan berinteraksi bersama dengan

perilaku manusia. Kuman diare yang mencemari lingkunagn

ditambah dengan perilaku manusia yang tidak sehat, yaitu


17

melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan

terjadinya penyakit diare.

Kebersihan lingkungan dan kebiasaan pribadi yang

buruk disamping faktor risiko tersebut diatas ada beberapa

faktor dari penderita yang dapat meningkatkan

kecenderungan untuk diare antara lain: kurang gizi/malnutrisi

terutama anak gizi buruk, penyakit

imunodefisiensi/imunosupresi dan penderita campak

(Kemenkes RI, 2011).

Wiluda dan Panza (2006) juga menemukan bahwa

terdapat hubungan yang signifikan antara status sosial dengan

kejadian diare pada balita. Status sosial ekonomi rendah

meningkatkan resiko terjadinya diare pada balita yang

kemungkinan disebabkan oleh tidak adekuatnya fasilitas

sanitasi lingkungan dan lingkungan rumah yang kurang

bersih serta kurangnya kebersihan diri keluarga yang

mempengaruhi balita.

f. Faktor pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia melalui

indera yang dimilikinya baik, mata, hidung dan sebagainya

(Notoatmodjo,2008).

Pengetahuan dapat diperoleh secara langsung maupun

dengan pengalamanan orang lain


18

(Notoatmodjo,2010).

Pengetahuan seseorang semakin tinggi maka

akan semakin memahami tentang sesuatu hal

(Nursalam, 2008). Dalam hubungannya dengan

kejadian diare pada balita, sebaiknya ibu mengetahui

tentang gejala penyakit, cara penularan penyakit,

tanda-tanda dehidrasi, pertolongan pertama saat

balita menderita diare dan cara pencegahannya, serta

kapan harus membawa balitanya ketempat

pelayanan kesehatan jika balita terkena diare.

Pengetahuan ibu terhadap penanggulangan diare

sangatlah penting karena dapat menentukan

kesembuhan anak terhadap kesakitan diare.

Pengetahuan ibu tentang perjalanan penyakit, tanda-

tanda penyakit, akibat dari penyakit, dan cara

pencegahannya harus diprioritaskan untuk dapat

mengurangi angka kesakitan dan kematian yang

diakibatkan oleh diare. Tindakan yang dilakukan

oleh ibu di rumah merupakan faktor keberhasilan

pengelolaan penderita untuk dapat menghindari

akibat yang lebih fatal


19

g. Perilaku ibu

Faktor prilaku ibu sebagai pengasuh dan yang

memlihra balita merupakan salah satu faktor yang dapat

menyebabkan terjadinya diare, hal ini disabbakan karena

perilaku ibu yang kurang baik, perilaku ibu mempengaruhi

oleh tingkat pendidikan yang ibu peroleh,biasanya semakin

tinggi pendidikan ibu maka semakin tinggi tingkat

pengetahuan dan pemahaman ibu (Depkes RI,2011).

h. Faktor sosial ekonomi

Pendapatan keluarga dan status sosial ekonomi

dapat menjadi faktor resiko yang signifikan terhadap kejadian

diare. Diare lebih sering muncul pada keluarga dengan status

sosial ekonomi yang rendah. Darmawan, et.al (2008),

menemukan 95% keluarga yang memiliki anak dengan diare

berasal dari status sosial ekonomi menengah ke bawah.

2.1.1.4 Cara Penularan Faktor Resiko

Cara penularan diare melalui cara faecal-oral yaitu

melalui makanan atau minuman yang tercemar kuman atau

kontak langsung tangan penderita maupun orang sekitar yang

bersentuhan atau tidak langsung melalui lalat (melalui lima F :

faeces, flies, food, fluid, finger).


20

Menurut junadi, purnawan dkk, (2002 dalam sutono,2008)

bahwa penularan penyakit diare pada balita biasanya melalui

jalur fecal oral terutama karena:

1. Menelan makanan yang terkontaminasi (makanan

sapihan dan air).

2. Beberapa faktor yang berkaitan dengan peningkatan

kuman perut :

(1)Tidak memadainya penyediaan air bersih

(2) Kekurangan sarana kebersihan dan pencemaran air

oleh tinja

(3)Penyiapan dan penyimpanan makanan tidak secara

semestinya.Cara penularan penyakit diare adalah

Air (water borne disease), makanan (food borne

disease), dan susu (milk borne disease).

Menurut Budiarto (2002 dalam sitorus, 2008). Bahwa

secara umum faktor resiko diare pada dewasa yang sangat

berpengaruh terjadinya penyakit diare yaitu faktor lingkungan

(tersedianya air bersih, jamban keluarga, pembuangan sampah,

pembuangan air limbah), perilaku hidup bersih dan sehat,

kekebalan tubuh, infeksi saluran pencernaan, alergi,

malabsorbsi, keracunan, imunodefisiensi, serta sebab-sebab

lain. Sedangkan menurut Sutono (2008) bahwa pada balita

faktor resiko terjadinya diare selain faktor intrinsic dan


21

ekstrinsik juga sangat dipengaruhi oleh perilaku ibu dan

pengasuh balita karena balita masih belum bisa menjaga

dirinya sendiri dan sangat bergantung pada lingkungannya.

Dengan demikian apabila ibu balita atau ibu pengasuh balita

tidak bisa mengasuh balita dengan baik dan sehat maka

kejadian diare pada balita tidak dapat dihindari.

Diakui bahwa faktor-faktor penyebab timbulnya diare

tidak berdiri sendiri, tetapi sangat kompleks dan sangat

dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berkaitan satu sama

lain, misalnya faktor gizi, sanitasi lingkungan, keadaan social

ekonomi, keadaan social budaya, serta faktor lainnya. Untuk

terjadinya diare sangat dipengaruhi oleh kerentanan tubuh,

pemaparan terhadap air yang tercemar, system pencernaan

serta faktor infeksi itu sendiri. Kerentanan tubuh sangat

dipengaruhi oleh faktor genetik, status gizi, perumahan padat

dan kemiskinan.

2.1.1.5 Manifestasi klinis

Mula-mula bayi dan anak menjadi cengeng, gelisah, suhu

tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak

ada, kemudian timbul diare. Tinja cair dan mungkin disertai

lendir dan atau darah. Warna tinja makin lama berubah menjadi

kehijau-hijauan karena tercampur dengan empedu. Anus dan


22

daerah sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dan tinja

makin lama makin asam sebagai akibat makin banyaknya asam

laktat yang berasal dari laktosa yang tidak dapat diabsorbsi usus

selama diare.

Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan

dapat disebabkan oleh lambung yang turut meradang atau akibat

gangguan keseimbangan asam-basa dan elektrolit. Bila

penderita telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, maka

gejala dehidrasi makin tampak. Berat badan menurun, turgor

kulit berkurang, mata dan ubun-ubun membesar menjadi

cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering.

Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dapat dibagi menjadi

dehidrasi ringan, sedang, dan berat, sedangkan berdasarkan

tonisitas plasma dapat dibagi menjadi dehidrasi hipotonik,

isotonik, dan hipertonik. (Mansjoer, 2009).

2.1.1.6 Patofisiologi

Diare adalah masuknya Virus (Rotavirus, Adenovirus

enteritis), bakteri atau toksin (Salmonella. E. colli), dan parasit

(Biardia, Lambia). Beberapa mikroorganisme pathogen ini me

nyebabkan infeksi pada sel-sel, memproduksi enterotoksin atau

cytotoksin Penyebab dimana merusak sel-sel, atau melekat


23

pada dinding Penularan gastroenteritis bisa melalui fekal oral

dari satu klien ke klien lainnya.

Beberapa kasus ditemui penyebaran pathogen dikarenakan

makanan dan minuman yang terkontaminasi Mekanisme dasar

penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotik (makanan

yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik

dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air

dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus berlebihan

sehingga timbul diare). Sebagai akibat diare baik akut maupun

kronis akan terjadi:

1. Kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan

terjadinya gangguan keseimbangan asam-basa (asidosis

metabolik, hypokalemia dan sebagainya).

2. Gangguan gizi sebagai akibat kelaparan (masukan makanan

kurang, pengeluaran bertambah).

3. Hipoglikemia

4. Gangguan sirkulasi darah.

2.1.1.7 Komplikasi

Menurut (suharyono, 2008) Akibat diare dan kehilangan

cairan serta serta elektolit secara mendadak dapat terjadi

berbagai komplikasi sebagai berikut :

1) Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik, atau

hipertonik).
24

2) Renjatan hipovolemik (gejala meteorismus, hipotonis otot

lemah, dan bradikardi).

3) Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus

dan defisiensi enzim laktose.

4) Hipoglikemi.

5) Kejang terjadi pada dehidrasi hipertonik.

6) Malnutrisi energi protein (akibat muntah dan diare jika

lama atau kronik)

2.1.1.8 Pencegahan

Pengobatan diare dengan upaya rehidrasi oral, angka

kesakitan bayi dan anak balita yang disebabkan diare makin

lama makin menurun. Menurut Suharti (2007), bahwa

kesakitan diare masih tetap tinggi ialah sekitar 400 per 1000

kelahiran hidup. Salah satu jalan pintas yang sangat ampuh

untuk menurunkan angka kesakitan suatu penyakit infeksi baik

oleh virus maupun bakteri. Untuk dapat membuat vaksin secara

baik, efisien, dan efektif diperlukan pengetahuan mengenai

mekanisme kekebalan tubuh pada umumnya terutama

kekebalan saluran pencernaan makanan.

a. Pemberian ASI
25

ASI adalah makanan paling baik untuk bayi,

komponen zat makanan tersedia dalam bentuk yang ideal

dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara optimal

oleh bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga

pertumbuhan sampai umur 4-6 bulan, tidak ada makanan

lain yang dibutuhkan selama masa ini. Menurut Supariasa

dkk (2002), bahwa ASI adalah makanan bayi yang paling

alamiah, sesuai dengan kebutuhan gizi bayi dan mempunyai

nilai proteksi yang tidak bisa ditiru oleh pabrik susu

manapun.Tetapi pada pertengahan abad ke-18 berbagai

pernyataan penggunaan air susu binatang belum mengalami

berbagai modifikasi. Pada permulaan abad ke-20 sudah

dimulai produksi secara masal susu kaleng yang berasal

dari air susu sapi sebagai pengganti ASI. ASI steril berbeda

dengan sumber susu lain, susu formula, atau cairan lain

disiapkan dengan air atau bahan-bahan yang terkontaminasi

dalam botol yang kotor. Pemberian ASI saja tanpa cairan

atau makanan lain dan tanpa menggunakan botol,

menghindarkan anak dari bahaya bakteri dan organisme

lain yang akan menyebabkan diare. Keadaan ini disebut

disusui secara penuh.

Menurut Sulastri (2009), bahwa bayi-bayi harus

disusui secara penuh sampai mereka berumur 4-6 bulan,


26

setelah 6 bulan dari kehidupannya, pemberian ASI harus

diteruskan sambil ditambahkan dengan makanan lain

(proses menyapih). ASI mempunyai khasiat preventif

secara imunologik dengan adanya antibody dan zat-zat lain

yang dikandungnya, ASI turut memberikan perlindungan

terhadap diare. Pada bayi yang baru lahir, pemberian ASI

secara penuh mempunyai daya lindung 4x lebih besar

terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai

dengan susu botol

b. Makanan pendamping ASI

Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat

bayi secara bertahap mulai dibiasakan dengan makanan

orang dewasa. Menurut Depkes (2010) bahwa pada masa

tersebut merupakan masa yang berbahaya bagi bayi sebab

perilaku pemberian makanan pendamping ASI dapat

menyebabkan meningkatnya resiko terjadinya diare

ataupun penyakit lain yang menyebabkan kematian.

Perilaku pemberian makanan pendamping ASI yang baik

meliputi perhatian terhadap kapan, apa, dan bagaimana

makanan pendamping ASI diberikan. Untuk itu menurut

Shulman dkk (2009).


27

Bahwa ada beberapa saran yang dapat

meningkatkan cara pemberian makanan pendamping ASI

yang lebih baik, yaitu:

1) Perkenalkan makanan lunak, ketika anak berumur 4-6

bulan tetapi teruskan pemberian ASI. Tambahkan macam

makanan sewaktu anak berumur 6 bulan atau lebih.

Berikan makanan lebih sering (4x sehari), setelah anak

berumur 1 tahun, berikan semua makanan yang dimasak

dengan baik, 4 - 6x sehari, teruskan pemberian ASI bila

mungkin.

2) Tambahkan minyak, lemak, gula, kedalam nasi/bubur dan

biji-bijian untuk energy. Tambahkan hasil olahan susu,

telur, ikan, daging, kacang-kacangan, buah-buahan dan

sayuran berwarna hijau kedalam makanannya.

3) Cuci tangan sebelum menyiapkan makanan dan menyuapi

anak, suapi anak dengan sendok yang bersih.

4) Masak atau rebus makanan dengan benar, simpan sisanya

pada tempat yang dingin dan panaskan dengan benar

sebelum diberikan kepada anak.

c. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

Menurut Departemen Kesehatan RI (2010) bahwa untuk

melakukan pola perilaku hidup bersih dan sehat dilakukan

beberapa penilaian antara lain adalah penimbangan balita


28

Apabila ada balita pertanyaannya adalah apakah sudah

ditimbang secara teratur keposyandu minimal 8 kali setahun,

Gizi, anggota keluarga makan dengan gizi seimbang, Air

bersih, keluarga menggunakan air bersih (PAM, sumur) untuk

keperluan sehari-hari, Jamban keluarga, keluarga buang air

besar dijamban/WC yang memenuhi syarat kesehatan, Air

yang diminum dimasak terlebih dahulu, Mandi menggunakan

sabun mandi, Selalu cuci tangan sebelum makan dengan

menggunakan sabun, Pencucian peralatan menggunakan

sabun, Meningkatkan taraf hidup rakyat, sehingga dapat

memperbaiki dan memelihara kesehatan, Terhadap faktor

lingkungan, mengubah atau mempengaruhi faktor lingkungan

hidup sehingga faktor-faktor yang tidak baik dapat diawasi

sedemikian rupa sehingga tidak membahayakan kesehatan

manusia.

2.1.1.9 Penatalaksaan

Kebijakan pengendalian penyakit diare di indonesia

bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian

karena diare bersama lintas program dan lintas sektor terkait

(Depkes RI,2011).

Prinsip tatalaksana diare pada balita lintas diare (lima

langkah tuntaskan diare.Rehidrasi bukan satu-satunya cara untuk

mengatasi diare, tetapi memperbaiki usus dan mempercepat


29

penyumbuhan diare dan mencegah anak kekurangan gizi akibat

diare menjadi cara untuk mengobati diare (Depkes RI,2011).

Lima langkah tuntaskan diare (lintas diare) yang telah ditetapkan

oleh kementrian kesehatan antara lain adalah :

1) Rehidrasi menggunakan oralit osmaliritas rendah

Cara mencegah dehidrasi yaitu dengan sejak awal balita

menderita diare di rumah. Oralit adalah campuran garam

elektrolit yang terdiri dari Natrium CLORIDA (NaCl), kalium

clorida (Kci), citrat dan glucosa. Oralit osmolaritas rendah

telah direkomendasikan oleh WHO .Manfaat oralit adalah

untuk mencegah dan mengobati dehidrasi sebagai pengganti

cairan yang terbuang saat diare.

Tabel 2.2
Oralit Yang Diberikan Pada Anak Yang Mengalami Dehidrasi
Waktu < 1 tahun 1-4 tahun >5 tahun
3 jam 300 Ml 600 mL 1200 mL
pertama
Setiap 100 Ml 200
400
kali
mencret
Sumber : ( widoyono, 2008)

2) Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut

Tablet zinc diberikan berturut-turut selama 10 hari

walaupun diare sudah berhenti, untuk efektifitas zinc dalam


30

mempercepat penyembuhan, mengurangi parahnya diare dan

mencegah terjadinya diare 2-3 bulan kedepan. Berdsarkan

hasilpenelitian WHO zink terbukti sebagi obat diare, dapat

mengurangi pemberian antibiotik yang tidak rasional, dapat

mengurangi biay pengobatan dan aman diberikan kepada

anak

3) Teruskan pemberian Asi dan makanan

Memberikan makanan pada blita selama diare akan

membantu anak tetap kuat dan tumbuh serta mencegah

berkurangnya berat badan. Jika balita selama mengalami

diare tidak diberikan makanan yang cukup maka anak akan

mengalami kurang gizi dan mudah terkena diare kembali.

Selama diare dan selama masa penyembuhan berikan Asi

lebih sering dan lebih lama dari biasanya dan beriakn

makanan lebih sering sesuai dengan umur balita.

4) Antibiotik selektif

Antibiotik tidak boleh diberikan kecuali atas

indikasi, misalnya pada diare berdarah dan kolera. Pemberian

antibiotik yang tidak dapat akan memperpanjang lamanya

diare dan akan mengganggu flora usu. Selain itu dengan

memberikan antibiotik yang tidak tepat akan mengakibatkan

resistensi kuman penyabab penyakit

5) Nasihat kepada orang tua/pengasuh.


31

Nasihat diberiakn kepada oarng tua/pengasuh

tentang bagaimana melakukan pengobatan di rumah,

menganjurkan pemberian makan dan kembali ke petugas

kesehatan jika terdapat tanda-tanda bahaya, berupa

demam,diare berdarah,muntah berulang, makan atau minum

sedkit, anak terlihat sangat haus dan diare makin sering.

2.1.1.10 Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian

Diare Pada Batita.

Beberapa faktor yang memepengaruhi kejadian

diare pada balita, antara lain :

1) Umur Balita

Sardjana (2007) mengungkapkan diare lebih

banyak terjadi pada golongan balita (55%). Umur

diatanyatakan berhubungan dengan kejadian diare

penelitian sintha murniwaty (2005) yang menunjukan

adanya hubungan signifikan umur balita terhadap

kejadian diare (=0,006).

Hal ini disebbakan karena semakin muda umur

balita semakin besar kemungkinan terkena diare,

karena semakin besar kemungkinan terkena diare,

karena semakin muda umur balita keadan integritas

mukosa usus masih belum baik, sehingga daya tahan


32

tubuh masih belum sempurna (Muthamainah,2011).

Kejadian diare terbanyak menyerang anak usia 7-24

bulan, hal ini terjadi karena :

1. Bayi usia 7 bulan ini mendapat makanan tambahan di

luar asi dimana risiko ikut sertanya kuman pada

makanan tambahan adalah tinggi (terutama jika

sterilisasinya kurang).

2. Produksi asi mulai berkurang, yang berarti juga

antibodi yang masuk bersama ASI berkurang. Setelah

usia 24 bulan tubuh anak mulai membentuk sendiri

antibodi dalam jumlah cukup (untuk defence

mekanisme), sehinga serangan virus berkurang.

3. Ditinjau dari tahap tumbuh kembang anak, balita

dengan rentang 6-12 bulan adalah masa pengenalan

terhadap lingkungan sekitarnya. Perilaku yang sering

dilakukan yakni berusaha memegang benda apa saja

yang ada disekelilingnya dan memasukkan kedalam

mulut. Ketika kondisi tangan dari balita maupun

benda yang dipegang tidak streril memungkinkan

terjadinya kontaminasi bakteri E.Coli

(Puspitasari,2012).

Di samping itu, pada kelompok umur 7

samapai dengan 24 bulan, biasanya ada beberapa


33

balita yang menyesui sudah mulai disapih oleh

ibunya, sehingga tidak lagi dapat ASI, dengan

demikian tingkat imunitas balita itu sendiri menjadi

rendah. Keadaan tersebutterjamin jika disekitarnya

ada kuman infeksi yang dapat menimbulkan diare,

balita tersebut memiliki risiko tinggi untuk terkena

diare (sinthamurniwaty, 2004). Muhadi(2010) dalam

penelitiannya mengatakan pada usia diatas 12 bulan,

balita mulai bermain diluar rumah dan mula

mengkonsumsi hampir semua jenis makanan jajanan

yang tidak terjamin kebersihannya.

2) Status gizi

Eratnya penyakit, lama dan risiko kematian karena

diare meningkat pada anak-anak yang menderita

gangguan gizi, terutama pada penderita gizi buruk.

(Sardjana,2007).

Pada penderita kurang gizi seranagn diare terjadi

lebih sering terjadi. Semakin buruk kedaangizi anak,

semakin sering dan berat diare yang diderita. Diduga

bahwa mukosa penderita malnutrisi sangat peka

terhadap infeksi karena daya tahan yang kurang.

Hasil penelitian sintha murniwaty (2005)

menunjukkan satus gizi balita yang kurang secara


34

statistik signifikan merupakan faktor risiko terjadinya

diare pada balita dengan nilai p=0,00. Risiko

menderita diare pada balita yang mempunyai status

gizi kurang adalah 2,54 kali lebih besar dibanding

yang memiliki status gizi cukup.

3) Pemeberian ASI Ekklusif

Berdasarkan peraturan pemerintah no.33tahun 2012

ASI (Air Ssusu Ibu) eksklusif adalah ASI yang

diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama 6 bulan,

tanpa menambahkan dan/atau mengganti dengan

makanan atau minuman lain

Simamenurut kemnkes RI (2010), ASI bersifat

steril, berbeda dengan dengan sumber susu lain seperti

susu formula atau cairan lain yang disiapkan dengan

air atau bahan-bahan yang dapat terkontaminasi dalam

n botol yang kotor. Pemberian ASI saja (ASI

eksklusif) tanpa cairan atau makanan lain dan tanpa

menggunakan botol, menghindarkan anak dari bahaya

bakteri dan organisme lain yang akan menyebabkan

diare.

Purmamasari, (2011) menyebutkan bahwa proporsi

kejadian diare pada anak balita lebih besar terjadi pada

anak balita yang tidak mendapatkan ASI eksklusif.


35

Penenlitian tersebut menunjukkan terdapat hubungan

antara ASI eksklusif dengan kejadian diare.

Pemeberian ASI eksklusif akan meningkatkan daya

tahan tubuh balita sehingga mungkinan balita tidak

mudah terkena diare.

4) Immmuno defisiensi/ Imunosupresi

Imunodefisiensi adalah sekumpulan keadaan yang

berlainan, dimana sistem kekebalan tidak berfungsi

secara adekuat, sehingga infeksi lebih serring terjadi,

lebih sering berulang, luar biasa berat dan berlangsung

lebih lama dari biasanya. Jika suatu infeksi lebih

secara baerulang dan berat (pada bayi baru lahir,ank-

anak maupun dewasa), sertaa tidak memberikan

respon terhadap anibiotik, maka kemungkinan

masalahnya terletak pada sistem kekebalan

(Wikipedia,2013).

Menurut Rini (2010),pencegahan penyakit infeksi

salah satunya dengan pengendalian dan pemusnahan

sumber infeksi melalui imininsasi. Penyakit camapak

merupakan salah satu penyakit infeksi yang dapat

dicegah melalui pemeberian imunisasi campak. Pada

anak balita usia 1-4 tahun imunisasi campak dapat

menurunkan angka kematian diare terbesar 6-20%.


36

2.1.1.11 Faktor Karakteristik Sanitasi Air

Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara

dan melindungi kebersihan lingkungan dari subjeknya, misalnya

menyediakan air bersih untuk keperluan mencuci tangan

,menyediakan tempat sampah atau tidak membuang

sembaranagn (Depkes RI, 2008).

Air sebagai komponen lingkunagn dikatakan memiliki

potensi dan menjadi media transmisi kalau di dalamnya terdapat

agen penyakit. Terutama dalam penularan penyakit diare, air

sangat berperan penting.

Karakteristik sanitasi air dimaksudkan pada berbagai

kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan

air sebagai upaya pencegahan penyakit diare pada balita.

Dengan demikian, beberapa variabel karakteristik sanitasi air

yang berhubungan dengan kejadian diare pada balita sebagai

berikut :

1) Kondisi sarana air bersih

Penyediaan air bersih merupakan salah satu upaya

untuk memperbaiki derajat kesehatan masyarakat

sebagaimana yang dijelaskan dalam UU No. 23 tahun

1992 tentang kesehatan. Kesehatan lingkungan

diselenggarakan untuk memujudkan lingkungan yang


37

sehat, yaitu keadaan yang bebas dari risiko yang

membahayakan kesehatan dan keselamatan hidup

manusia.

Sarana air bersih yang saering digunakan untuk keperluan

menurut (Marjuki,2008), sebagai berikut :

a. Sumur gali

Sumur gali adalah sarana air bersih yang

mengambil/ memanfaatkan air tanah dengan menggali

lubang tanah dengan cara menggali lubang di tanah

samapi mendapatkan air. Lubang kemudian diberi

dinding, bibir, tetutup dan alantai serta sarana

pengolahan air limbah (Depkes,2008).

b. Sumur pompa tangan

Selain sumur gali, maka untuk mendapatkan

air tanah dapat juga dilakukan degan cara pengoboran

yang selanjutnya dipasang sebuah pompa tangan.

c. Sumur pompa listrik/ sumur bor

Pada prinsipnya cara pembuatan dan cara

kerja SPL sama dengan SPT, hanya bedanya klau SPL

menggunakan tenaga listrik. Jenis-jenis SPL seperti

jet pump untuk kedalam samapi 30 meter, dan pompa

selam (submersible pump) untuk kedalam lebih dari

30 meter.
38

d. Perlindunagn mata air

Mata air adalah sumber air bersih yang

berasal dari air tanah dalam, sehingga biasanya bebas

dari cemaran mikroorginsme. Oleh karena itu, bila

dimanfaatkan, maka yang utama adalah perlindungan

mata air tersebu (bronkaptering). Selanjutnya yang

penting diperhatikan adalah perpipaan yang

membawa air ke konsumen atau jaringan distribusinya

dan akhir dari jaringan distribusinya.

e. Perpipaan/ PDAM

Ledeng atau perpipaan adalah air yang

diproduksi melalui proses penjernihan dan penyehatan

sebelum dialirkan kepada konsumen melalui suatu

instalasi berupa saluran air. Air ledeg / PDAM

merupakan air yang berasal dari perusahaan air

minum yang dialirkan langsung kerumah dengan

beberapa titik kran,biasanya menggunakan meteran

(Kemenkes RI,2010).

2) Pengolahan air minum

Pengololaan air minum rumah tangga dapat

memperbaiki kualitas secara mikrobiologi air minum di

rumah tangga dengan metode sederhana dan terjangkau

serta mengurangi angka kejadian dan kematian yang


39

disebabkan oleh penyakit yang dibawa oleh air seperti

diare (Depkes RI,2008 dalam Rosa 2011).

Hasil penelitian Rosa (2011) menunjukkan bahwa

dari 48 ibu yang memiliki balita yang mengalami diare

33,3 % tidak mengelola air minum secara PAMRRT

(Secara industri). Selain itu, hasil penelitiannya

berkesimpulan bahwa ada hubungan antara pemasakan air

minum dengan kejadian diare pada balita.

2.1.2 Konsep Proses Pengolahan Makanan

2.1.2.1 Definisi Konsep Proses Pengolahan Makanan

Makanan adalah sebuah bahan yang berasal dari

hewan dan tumbuhan yang di butuhkan oleh jaringan

tubuh secara cukup agar tubuh kembali bekerja dengan

baik karena adanya nutrisi yang terkandung di

dalamnya.Makanan yang berasal dari hewan seperti

daging, telur dan lain-lain disebut makanan hewani,

sedangkan makanan yang berasal dari tumbuhan seperti

sayuran, buah-buahan dan lain-lain disebut makanan

nabati.

Makanan sehat merupakan makanan yang higienis

dan bergizi mengandung zat hidrat arang, protein, vitamin,


40

dan mineral. Agar makanan sehat bagi konsumen

diperlukan persyaratan khusus antara lain cara pengolahan

yang memenuhi syarat, cara penyimpanan yang betul, dan

pengangkutan yang sesuai dengan ketentuan. Makanan

sehat selain ditentukan oleh kondisi sanitasi juga di

tentukan oleh macam makanan yang mengandung

karbohidrat, protein, lemak,vitamin dan mineral

(Handrawan Nadesul, (2005).

Selain memperhatikan kandungan gizi dalam

makanan, porsi makan juga memegang peran yang penting

dalam menjaga kebugaran tubuh. Setiap individu memiliki

porsi makan tersendiri sesuai dengan ukuran perawakan

tubuhnya, usia serta keadaan tubuhnya. Depkes RI.

(2008).

Pengolahan makanan adalah proses pengubahan

bentuk dari bahan mentah menjadi makanan siap santap.

Pengolahan makanan yang baik adalah yang mengikuti

kaidah dari prinsip-prinsip higiene dan sanitasi. (Arisman,

2009).

Pengolahan makanan untuk balita adalah yang

menghasilkan tekstur lunak dengan kandungan air tinggi

yaitu di rebus, diungkep atau dikukus. Untuk pengolahan

dengan di panggang atau digoreng yang tidak


41

menghasilkan tekstur keras dapat dikenalkan tetapi dalam

jumlah yang terbatas. Di samping itu dapat pula dilakukan

pengolahan dengan cara kombinasi misal direbus dahulu

baru kemudian di panggang atau di rebus/diungkep baru

kemudian digoreng.

2.1.2.2 Jenis Makanan

1. Gizi Balita Usia 1-3 Tahun.

Pada tahap usia ini anak mulai belajar berbagai

keterampilan sosial. Makanan sebagai sumber energi untuk

pertumbuhannya menjadi sangat penting untuk menunjang

aktivitas anak. Untuk anak usia 3 5 tahun, zat zat gizi

yang diperlukan akan digunakan tubuh untuk pertumbuhan

dan perkembangan serta memperkuat daya tahan tubuhnya.

(Ellya Sibagariang, dkk, 2010). Berikut zat zat gizi yang

diperlukan :

1) Protein

Protein digunakan untuk pertumbuhan,

memperbaiki sel sel yang rusak dan komponen penting

untuk daya tahan tubuh. Protein dapat diperoleh dari

bahan hewani (daging, ayam, telur) dan nabati (tempe,

tahu, kacang kacangan). Pada usia ini penularan

penyakit karena virus atau bakteri bisa terjadi sehingga


42

protein sangat penting untuk menjaga daya tahan tubuh.

(Ellya Sibagariang, dkk, 2010).

2) Vitamin

Vitamin A, C, E sangat berguna sebagai pelindung

alamiah tubuh. Vitamin C merupakan zat gizi utama

untuk meningkatkan sistem daya tahan tubuh. Bekerja

sama dengan vitamin A dan E, ketiga vitamin ini dapat

melindungi tubuh dari infeksi bakteri dan virus. Sumber

makanan yang mengandung vitamin A, C, E harus

dikonsumsi setiap hari. Tubuh manusia tidak dapat

menyimpan vitamin C, oleh karena itu sangat penting

untuk mengkonsumsi jeruk, pepaya, sayuran hijau, ubi.

Vitamin A terdapat dalam dua bentuk, yaitu yang berasal

dari hewan disebut retinol dan dari tumbuhan yang

disebut beta-karoten. Keduanya sangat diperlukan oleh

anak. Retinol relatif lebih mudah diserap oleh tubuh,

maka bagi anak yang kurang suka daging harus

digantikan dengan banyak makan sayuran yang

mengandung beta karoten. Vitamin E ditemukan di

dalam asam lemak esensial, misalnya pada minyak ikan,

kacang kacangan dan minyak yang terbuat dari kacang

kacangan.

3) Vitamin B Kompleks dan Asam Lemak Esensial


43

Keduanya sangat diperlukan untuk perkembangan

otak karena pada usia ini anak mulai menggunakan

kemampuan berpikir untuk belajar. Zat gizi utama yang

dibutuhkan untuk proses berpikir dan konsentrasi adalah

asam lemak esensial omega-3 yang terdapat pada minyak

ikan, kacang kacangan, serta vitamin B kompleks.

(Ellya Sibagariang, dkk, 2010).

4) Mineral (Seng, Selenium, Zat Besi)

Seng yang banyak ditemukan pada tiram, daging

sapi, ayam, telur dan juga selenium yang terdapat pada

karang dan makanan laut merupakan dua mineral utama

yang dibutuhkan oleh tubuh dalam meningkatkan sistem

daya tahan tubuh terhadap penyakit. Zat besi penting

dalam pembentukan daya tahan tubuh karena dibutuhkan

dalam pembentukan sel darah merah yang membawa

oksigen dan zat zat gizi dalam darah ke seluruh bagian

tubuh. Kekurangan zat besi dapat menyebabkan anemia.

Zat besi terdapat pada daging merah, hati dan telur, juga

pada buah pisang, alpukat, sayuran brokoli, kentang, dan

beras merah. (Ellya Sibagariang, dkk, 2010).

2.1.2.3 Pengaturan Makanan Anak


44

Dalam merencanakan pengetahuan makanan makan untuk

balita, jika kita hendak menentukan makanan yang tepat untuk

seorang bayi atau anak, maka perlu dilakukan langkah-langkah

sebagai berikut :

1. Menentukan jumlah kebutuhan zat gizi dengan

menggunakan data tentang kebutuhan zat gizi.

2. Menentukan jenis bahan makanan yang dipilih untuk

menterjemahkan zat gizi yang diperlukan dengan

menggunakan daftar komposisi zat gizi dari berbagai

macam bahan makanan.

3. Menentukan jadwal waktu makan dan menentukan

hidangan. Perlu pula ditentukan cara pemberian makan.

4. Memperhatikan masukan yang terjadi terhadap hidangan

tersebut.

Perlu dipertimbangkan kemungkinan faktor

kesukaan dan ketidaksukaan terhadap suatu makanan.

Perhatikan pula bila ia betul-betul terjadi keadaan

anoreksia.

Bila tidak terdapat sisa makanan, mungkin makanan

yang diberikan jumlahnya kurang. Faktor-faktor yang perlu

diperhatikan untuk pengaturan makan yang tepat adalah

umur, berat badan, keadaan mulut sebagai alat penerima

makanan, kebiasaan makan, kesukaan dan ketidaksukaan,


45

akseptabilitas dari makanan dan toleransi anak terhadap

makanan yang diberikan. Dengan memperhatikan dan

memperhitungkan faktor-faktor tersebut di atas, umumnya

tidak akan banyak terjadi kekeliruan dalam mengatur makan

untuk seorang anak balita. Pada umumnya kepada anak

balita telah dapat diberikan jadwal waktu makan yang

serupa, yaitu 3 kali makan dan diantaranya dapat diberikan

makanan kecil

Gizi anak berarti memastikan anak dari bayi

mendapat cukup nutrisi selama tahun pertamanya.Pastikan

anak memiliki gizi yang baik agar dapat melindungi dirinya

terhadap penyakit. Hal ini juga membantu anak tetap sehat

saat ia tumbuh lebih tua. Makanan padat biasanya dapat

diperkenalkan antara empat dan tujuh bulan.Padatan dini

harus menjadi polos dan diperkenalkan secara bertahap satu

per satu, dimulai dengan sereal yang diperkaya zat besi bayi

dan maju ke bubur sayuran, buah, dan daging.

Tekstur makanan padat diberikan kepada bayi akan

bervariasi tergantung pada usia dan kemampuan individu.

Pada akhir tahun pertama, makanan cincang harus menjadi

dasar dari pola makan.Gizi yang cukup harus disediakan

untuk pertumbuhan normal dan stabil serta tidak berlebihan


46

berat badan.Jumlah tersebut harus diatur oleh nafsu makan

anak, asalkan tingkat pertumbuhan normal.

2.1.2.4 Pemilihan Bahan Makanan

Ada 3 faktor yang mempengaruhi pemilihan bahan

makanan, yaitu:

1. Jenis dan banyaknya pangan yang dikonsumsi dan

tersedianya pangan.

2. Tingkat pendapatan

3. Pengetahuan gizi.

Bahan makanan perlu diperhatikan dan dipilih yang sebaik-

baiknya dilihat dari segi kebersihan, penampilan dan kesehatan.

Penjamah makanan dalam memilih bahan yang akan diolah

harus mengetahui sumber-sumber makanan yang baik serta

memperhatikan ciri-ciri bahan yang baik.

2.1.2.5 Pengolahan bahan makanan

Menurut Depkes RI. (2008) terdapat beberapa tingkat

pengolahan bahan makanan, antara saat dipanen sampai

dikonsumsi di ats meja. Suatu bahan makananmungkin

mengalami pengolahan pada semua tingkatnya, tetapi mungkin

pula hanya sebagian dari padanya.Tingkat pengolahan bahan

makanan tersebut meliputi :


47

1. Pengolahan Pasca Panen (Posthaverst)

Pengolahan bahan makanan setelah dipanen (nabati

maupun hewani), disebut pengolahan pasca panen. Tujuan

pengolahan pasca panen ini adalah :

a. Menghindari kerusakan atau pembusukan yang

berlebihan, bahkan agar makanan utuh dan segar

terus.

b. Menghasilakan produk yang tahan lama untuk

disimpan atau diangkut dalam jarak jauh.

c. Menghasilkan produk yang sesuai untuk pengerjaan

khusus lebih lanjut (sesuai kualitas dan kondisi

fisiknya).

d. Menghasilkan produk yang memenuhi kualitas dan

persyaratan lain yang diminta oleh pasaran konsumen.

Pengerjaan pasca panen yang dikenakan pada

berbagai bahan makanan tersebut berbeda untuk

bahan makanan yang satu dengan yang lainnya,

tergantung pada tujuan pengolahan dan jenis bahan

makanan.

2. Pengolahan di Dapur Rumah Tangga

Sebelum dihidangkan diatas meja makan untuk

dikonsumsi, bahan makanan yang dibeli atau dipetik


48

dikebun atau pekarangan sekitar rumah, mengalami berbagai

pengerjaan di dapur rumah tangga. Hal ini bertujuan untuk :

a. Memudahkan bentuk makanan yang dikonsumsi

b. Menjamin keamanan pangan

c. Menambah rasa enak dan menarik dari bahan

makanan yang dikonsumsi.

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan di dapur rumah

tangga sebelum dikonsumsi meliputi :

1. Penyiangan Bahan Makanan

Bahan makanan nabati yang datang di dapur

rumah tangga pada umumnya mempunyai bagian-

bagian yang tidak dapat dimakan, sehingga harus

dibuang dan dibersihkan dari bagian yang akan di

masak lebih lanjut. Pada sayuran dan buah-buahan,

bagian yang rusak atau busuk harus dipotong atau

disingkirkan. Pada penyiangan bahan makanan, zat-

zat yang terbuang tidak begitu banyak, sehingga

tidak berarti bagi penurunan nilai gizi makanan yang

dikonsumsi. Namun demikian, pembuangan kulit

buah yang terlalu tebal dapat menyebabkan cukup

banyak zat gizi yang ikut terbuang mubazir.


49

2. Pemotongan Menjadi Ukuran Kecil

Pemotongan dan perajangan bahan makanan

mempunyai tujuan utama agar ukuran yang

dikomsumsi menjadi cukup kecil sehingga mudah

dimasukkan ke dalam rongga mulut untuk dikunyah

lebih lanjut. Terutama bahan makanan yang agak

keras dan akan lebih mudah dikunyah bila dimakan

dalam bentuk potongan-potongan keciltersebut.

Potongan dan perajangan bahan makanan dapat

mempengaruhi kepada kandungan zat-zat gizi,

sehingga menurunkan nilai gizi bahan makanan

tersebut apabila dikerjakan sembarangan.

3. Pencucian

Mencuci bahan makanan sebelum dimasak

dapat dilakukan sebelum dipotong dan dijaring atau

setelahnya. Biasanya bahan makanan tidak lagi

dicuci setelah dihaluskan. Dengan mencuci kotoran

yang melekat pada permukaan luar, bahan makanan

dibersihkan. Hal ini perlu karena ketika sedang

dipasarkan, sering bahan

makanan tersebut tidak dibungkus atau dilindungi

terhadap pengotoran dan pencemaran. Pencucian

bahan makanan sebaiknya dilakukan dengan air


50

mengalir atau dibawah pancuran (kran air leding).

Mencuci bahan makanan lebih baik dikerjakan

sebelum bahan makanan tersebut dipotong atau

dirajang, karena zat-zat mudah larut dalam air akan

ikut terbuang dengan air pencuci tersebut.

4. Pengolahan Dalam Proses Pemasakan

Dalam proses pembuatan masakan didapur

rumah tangga, dilakukan pengolahan dengan :

a. Pengolahan Thermis

Sebenarnya pengertian masak secara

luas tidak hanya pengolahan yang

mempergunakan pengaruh thermal, karena

termasuk pula cara-cara mengolah lainnya,

misalnya dalam hal membuat acar. Pemasaran

mengubah sifat-sifat physiko-kimiawi

makanan dengan akibat lebih lanjut kepada

nilai gizinya.

b. Pengolahan Kimiawi

Secara tidak sadar, para ibu rumah

tangga mungkin juga mempergunakan

pengolahan kimiawi ketika memasak


51

makanan di dapur. Pada pembuatan masakan

acar misalnya, bahan makanan nabati

direndam dalam larutan asam cuka, sehingga

terdapat pH yang sangat rendah. Zat-zat gizi

pada umumnya menjadi lebih stabil dalam

kondisi pH rendah, sehingga pemasakan

menjadi acar berpengaruh baik atas

kandungan zat-zat gizinya.

c. Pengolahan mikrobiologis

Pengolahan makanan secara

mikrobiolofis ini juga sering dilakukan oleh

ibu rumah tangga di dapur, dengan

mempergunakan jenis jamur atau kapang dan

ragi (yeast). Jamur dipergunakan pada

pembuatan tempe oncom, sedangkan ragi

(yeast) dipergunakan pada pembuatan kue

(bika ambon) dan roti. Cara ini lebih banyak

dilakukan di pabrik-pabrik untuk

menghasilkan produk yang dipasarkan dan

hanya sedikit para ibu yang melakukannya di

dapur rumah tangga

Menurut Dewi (2009) pengolah

makanan menyangkut 4 (empat) aspek yaitu :


52

a. Penjamah makanan

Penjamah makanan adalah seorang

tenaga yang menjamah makanan mulai

dari mempersiapkan, mengolah,

menyimpan, mengangkut maupun dalam

penyajian makanan. Pengetahuan, sikap,

dan prilaku seorang penjamah

mempengaruhi kualitas makanan yang

dihasilkan.

Penjamah juga dapat berperan

sebagai penyebar penyakit, hal ini bisa

terjadi melalui kontak antara penjamah

makanan yang menderita penyakit

menular dengan konsumen yang sehat,

kontaminasi terhadap makanan oleh

penjamah yang membawa kuman.

b. Cara Pengolahan Makanan

Persyaratan pengolahan pangan

adalah semua kegiatan pengolahan makanan

harus dilakukan dengan cara terlindung dari

kontak langsung antara penjamah dengan

makanan. Perlindungan kontak langsung

dengan makanan jadi dilakukan dengan :


53

sarung tangan, penjepit makanan, sendok,

garpu, dan sejenisnya. Dan setiap tenaga

pengolahan makanan pada saat bekerja harus

memakai celemek, tutup rambut, tidak

merokok dan tidak mengunyah makanan.

c. Tempat Pengolahan Makanan

Tempat pengolahan makanan dimana

makanan diolah sehingga menjadi makanan

jadi biasanya disebut dengan dapur, menurut

Depkes RI,2011. perlu diperhatikan

kebersihan tempat pengolahan tersebut serta

tersedianya air bersih yang cukup.

d. Perlengkapan/Peralatan dalam Pengolahan

Makanan.

Prinsip dasar pesyaratan

perlengkapan/peralatan dalam pengolahan

makanan adalah aman sebagai

alat/perlengkapan pengolahan makanan.

Aman ditinjau dari bahan yang digunakan

dan juga desain perlengkapan tersebut

2.1.2.6 Prinsif Higiene Dan Sanitasi Makanan

Higiene sanitasi makanan merupakan bagian yang penting dalam

proses pengolahan makanan yang harus dilaksanakan dengan baik


54

(Fathonah, 2005). Menurut Permenkes No. 942 Higiene sanitasi adalah

upaya untuk mengendalikan faktor makanan, orang, tempat dan

perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan

penyakit atau gangguan kesehatan.

Higiene dan sanitasi mempunyai hubungan yang erat dan tidak

dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain. Higiene dan sanitasi

merupakan usaha kesehatan masyarakat yang bertujuan untuk

mencegah terjadinya penyakit pada manusia. Usaha kesehatan

masyarakat yang mempelajari pengaruh kondisi lingkungan terhadap

kesehatan manusia, upaya mencegah timbulnya penyakit karena

pengaruh lingkungan kesehatan tersebut, serta membuat kondisi

lingkungan yang sedemikian rupa sehingga terjamin pemeliharaan

kesehatan lingkungan disebut higiene (Depkes RI, 2009).

Sanitasi makanan adalah salah satu usaha pencegahan yang menitik

beratkan kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan

makanan dan minuman dari segala bahaya yang dapat mengganggu

kesehatan mulai dari sebelum makanan diproduksi, selama proses

pengolahan, penyiapan, pengangkutan, penyajian, sampai pada saat

makanan dan minuman tersebut siap untuk dikonsumsikan kepada

pasien.(Direktorat Hygiene dan Sanitasi, Dinjen Pencegahan dan

Pemberantasan Penyakit Menular).

Dalam mengolah suatu makanan, penjamah makanan harus

memperhatikan berbagai aspek higiene dan sanitasi. Higiene dan


55

sanitasi merupakan suatu tindakan atau upaya untuk meningkatkan

kebersihan dan kesehatan melalui pemeliharaan dini setiap individu dan

faktor lingkungan yang mempengaruhinya, agar individu terhindar dari

ancaman kuman penyebab penyakit (Depkes RI, 2010 ).

Sanitasi makanan dimulai sebelum makanan di produksi, selama

dalam proses pengolahan penyimpanan, pengangkutan dan pada saat

makanan dan minuman tersebut siap untuk dikonsumsi.

Pengertian dari prinsip higiene sanitasi makanan dan minuman

adalah pengendalian terhadap empat faktor yaitu tempat/bangunan,

peralatan, orang, dan bahan makanan. Terdapat 6 (enam) prinsip

higiene sanitasi makanan dan minuman yaitu (Depkes RI, 2011) :

1. Pemilihan Bahan Makanan/ penyusunan menu

Kualitas bahan makanan yang baik dapat dilihat melalaui

ciri-ciri fisik dan mutunya dalam hal bentuk, warna, kesegaran,

bau, dan lainnya. Bahan makanan yang baik terbebas dari

kerusakan dan pencemaran termasuk pencemaran oleh bahan kimia

seperti pestisida (Kusmayadi, 2008). Pemberian makan pada balita

harus disesuaikan dengan usia dan kebutuhannya. Pengaturan

makan dan perencanaan menu harus selalu dilakukan dengan hati-

hati sesuai dengan kebutuhan gizi, usia dan keadaan kesehatannya.

Pemberian makan yang teratur berarti memberikan semua zat gizi

yang diperlukan baik untuk energi maupun untuk tumbuh kembang

yang optimal. (Moehyi, 2008:34). Oleh karena itu pengaturan


56

makanan harus mencakup jenis makanan yang diberikan, waktu

usia makan mulai diberikan, besarnya porsi makanan setiap kali

makan dan frekuensi pemberian makan setiap harinya. Mulai

memasuki usia 1 tahun, orang tua perlu membuat jadwal harian

pola makan anak (food diary) agar anak terbiasa dengan pola

makan yang teratur. Pengaturan jenis dan bahan makanan yang

dikonsumsi juga harus diatur dengan baik agar anak tidak cepat

bosan dengan jenis makanan tertentu. (Karyadi,E.dan

Kolopaking,R.,2007:12).

2. Penyimpanan Bahan Makanan

Bahan makanan yang digunakan dalam proses produksi,

baik bahan baku, bahan tambahan maupun bahan penolong, harus

disimpan dengan cara penyimpanan yang baik karena kesalahan

dalam penyimpanan dapat berakibat penurunan mutu dan

keamanan makanan. (Depkes RI, 2011). Tujuan penyimpanan

bahan makanan adalah agar bahan makanan tidak mudah rusak dan

kehilangan nilai gizinya. Semua bahan makanan dibersihkan

terlebih dahulu sebelum disimpan, yang dapat dilakukan dengan

cara mencuci. Setelah dikeringkan kemudian dibungkus dengan

pembungkus yang bersih dan disimpan dalam ruangan yang

bersuhu rendah (Kusmayadi, 2008). Syarat- syarat penyimpanan

menurut Depkes RI (2011) adalah:


57

1. Tempat penyimpanan bahan makanan selalu terpelihara dan

dalam keadaan bersih

2. Penempatannya terpisah dari makanan jadi

3. Penyimpanan bahan makanan diperlukan untuk setiap jenis

bahan makanan : dalam suhu yang sesuai, ketebalan bahan

makanan padat tidak lebih dari 10 cm, kelembaban

penyimpanan dalam ruangan 80%- 90%.

4. Bila bahan makanan disimpan digudang, cara

penyimpanannyam tidak menempel pada langit-langit, dengan

ketentuan sebagai berikut:

a. jarak makanan dengan lantai 15 cm

b. jarak makanan dengan dinding 5 cm

c. jarak makanan dengan langit-langit 60 cm

d. Penyimpanan bahan makanan mentah dapat dilihat dalam tabel

berikut ini:

Tabel : 2.3
Penyimpanan Bahan Makanan Mentah

Lama penggunaan
Jenis bahan 3 hari atau kuramg 1 minggu atau 1 minggu
makanan kurang atau lebih
Daging.ikan,ud -5c sampai 0c -10 c samapi Kurang dari
ang dan 0 - 10c
olahanya
Telur, susu, 5c samapai 7c -5 c samapai Kurang dari
dan olahannya 0c -5c
Sayur,buah 10c 10c 10c
dan minuman
Tepung dan 15c 25c 25 c
biji-bijian
58

Sumber : Arisman. 2009


5. Bahan makanan disimpan dalam aturan sejenis, disusun dalam rak-

rak sedemikian rupa sehingga tidak mengakibatkan rusaknya bahan

makanan. Bahan makanan yang masuk lebih dahul merupakan

yang pertama keluar, sedangkan bahan makanan yang masuknya

belakangan terakhir dikeluarkan atau disebut dengan sistem FIFO

(First In First Out) Bahan baku, bahan tambahan dan bahan

penolong sebaiknya disimpan dengan sistem kartu dengan

menyebutkan

a. Nama bahan

b. Tanggal penerimaan

c. Asal bahan

d. Jumlah penerimaan digudang

e. Sisa akhir didalam kemasan

f. Tanggal pemeriksaan

g. Hasil pemeriksaaan

3. Pengolahan Makanan

Pengolahan makanan adalah proses pengubahan bentuk dari

bahan mentah menjadi makanan siap santap. Pengolahan makanan

yang baik adalah yang mengikuti kaidah dari prinsip-prinsip higiene

dan sanitasi. Semua kegiatan pengolahan makanan

harus dilakukan dengan cara terlindung dari kontak langsung dengan

tubuh. Perlindungan kontak langsung dengan makanan dilakukan


59

dengan jalan menggunakan sarung tangan plastik, penjepit makanan

(Arisman, 2009).

1) Tenaga Penjamah Makanan

Tenaga penjamah adalah seorang tenaga yang menjamah

makanan mulai dari mempersiapkan, mengolah, menyimpan,

mengangkut maupun menyajikan makanan (Sihite, 2009).

Syarat-syarat penjamah makanan yaitu (Depkes RI,

2004) :

1. Tidak menderita penyakit mudah menular, misal : batuk, pilek,

influenza, diare, penyakit perut sejenisnya

2. Menutup luka (pada luka terbuka/bisul)

3. Menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku dan pakaian.

4. Memakai celemek dan tutup kepala

5. Mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan

6. Menjamah makanan harus memakai alat/perlengkapan

atau dengan alas tangan

7. Tidak merokok, menggaruk anggota badan (telinga,

hidung, mulut dan bagian lainnya)

8. Tidak batuk atau bersin dihadapan makanan dan atau

tanpa menutup hidung atau mulut

2) Cara pemberian makanan untuk anak

1. Tidak terjadi kerusakan-kerusakan makanan sebagai

akibat cara pengolahan yang salah


60

2. Tidak terjadi pengotoran atau kontaminasi makanan

akibat dari kotorannya tangan pengelola/penjamah

3. Proses pengolahan harus diatur sedemikian rupa sehingga

mencegah masuknya bahan-bahan kimia berbahaya dan

bahan asing kedalam makanan

4. Anak balita sudah dapat makan seperti anggota keluarga

lainnya dengan frekuensi yang sama yaitu pagi, siang dan

malam serta 2 kali makan selingan yaitu menjelang siang

dan pada sore hari.

Meski demikian cara pemberiannya dengan porsi

kecil, teratur dan jangan dipaksa karena dapat menyebabkan

anak menolak makanan. Waktu makan dapat dijadikan

sebagai kesempatan untuk belajar bagi anak balita, seperti

menanamkan kebiasaan makan yang baik, belajar

keterampilan makan dan belajar mengenai makanan.

Orang tua dapat membuat waktu makan sebagai proses

pembelajaran kebiasaan makan yang baik seperti makan

teratur pada jam yang sama setiap harinya, makan di ruang

makan sambil duduk bukan digendongan atau sambil jalan-

jalan. . Anak usia ini mulai mengetahui cara makan sendiri

meskipun masih mengalami kesulitan untuk mengambil

atau menyendok makanan dengan demikian anak dilatih


61

untuk dapat mengeksplorasi keterampilan makan tanpa

bantuan.

Untuk menumbuhkan keterampilan makan anak secara

mandiri anak jangan dibiasakan untuk disuapin oleh orang

tua atau pengasuhnya.

3) Tempat Pengolahan Makanan

Tempat pengolahan makanan, dimana makanan diolah

sehingga menjadi makanan yang terolah ataupun makanan

jadi yang biasanya disebut dapur. Dapur merupakan tempat

pengolahan makanan yang harus memenuhi syarat higiene

dan sanitasi, diantaranya konstruksi dan perlengkapan yang

ada.

Menurut Depkes RI (2010) syarat-syarat tersebut adalah

sebagai berikut :

1. Lantai

Lantai harus dibuat dari bahan yang mudah

dibersihkan, tidak licin, tahan lama dan kedap air. Lantai

harus dibuat dengan kemiringan 1-2% ke saluran

pembuangan air limbah.

2. Dinding dan langit-langit

Dinding harus dibuat kedap air sekurang-kurangnya

satu meter dari lantai. Bagian dinding yang kedap air

tersebut dibuat halus, rata dan bewarna terang serta dapat


62

mudah dibersihkan. Demikian juga dengan langit- langit

harus terbuat dari bahan yang bewarna terang.

3. Pintu dan jendela

Pintu dan jendela harus dibuat sedemikian rupa

sehingga terhindar dari lalu lintas lalat dan serangga

lainnya.dengan demikian harus diperhatikan pintu masuk

dan keluar harus selalu tertutup atau pintu yang harus

bisa ditutup sendiri.

4. Ventilasi ruang dapur

Secara garis besarnya ventilasi terbagi atas dua

macam yaitu ventilasi alam dan buatan. Ventilasi alam

terjadi secara alamiah dan disyaratkan 10% dari luas lantai

dan harus dilengkapi dengan perlindungan terhadap

serangga dan tikus.

5. Pencahayaan

Pencahayaan yang cukup diperlukan pada tempat

pengolahan makanan untuk dapat melihat dengan jelas

kotoran lemak yang tertimbun dan lain- lain. Pencahayaa

diruang dapur sekurang-kurangnya 20 fc, sebaikya dapat

menerangi setiap permukaan tempat pengolahan makanan

dan pada tempat-tempat lain seperti tempat mencuci

peralatan, tempat cuci tangan, ruang pakaian, toilet,

tempat penampungan sampah disamping itu selama


63

pembersihan harus disediakan pencahayaan yang cukup

memadai

6. Pembuangan asap

Dapur harus dilengkapi dengan pengumpul asap dan

juga harus dilengkapi dengan penyedot asap untuk

mengeluarkan asap dari cerobongnya.

7. Penyediaan air bersih

Harus ada persediaan air bersih yang cukup dan

memenuhi syarat kesehatan. Minimal syarat fisik yaitu

tidak bewarna, tidak berasa, tidak berbau

8. Penampungan dan pembuangan sampah

Sampah harus ditangani sedemikian rupa untuk

menghindari pencemaran makanan dari tempat sampah

harus dipisahkan antara sampah basah dan sampah

kering serta diusahakan pencegahan masuknya serangga

ketempat pembuanganm sampah yang memenuhi syarat

kesehatan antara lain:

a. Terbuat dari bahan yang kuat dan tidak mudah

berkarat

b. Mudah dibersihkan dan bagian dalam dibuat

licin, serta bentuknya dibuat halus

c. Mudah diangkat dan ditutup

d. Kedap air, terutama menampung sampah basah


64

e. Tahan terhadap benda tajam dan runcing

9. Pembuangan air limbah

Harus ada sistem pembuangan limbah yang

memenuhi. syarat kesehatan. Bila tersedia saluran

pembuangan air limbah di kota, maka sistem drainase

dapat disambungkan dengan alur pembuangan tersebut

harus didesain sedemikian rupa sehingga air limbah segera

terbawa keluar gedung dan mengurangi kontak air limbah

dengan lingkungan diluar sistem saluran.

10. Perlindungan dari serangga dan tikus

Serangga dan tikus sangat suka bersarang ataupun

berkembang biak pada tempat pengolahan makanan, oleh

karena itu pengendaliannya harus secara rutin karena

binatang tersebut bisa sebagai pembawa penyakit dan

sekaligus menimbulkan kerugian ekonomi. Karena

kebisaan hidupnya, mereka dapat menimbulkan gangguan

kesehatan. Mereka dapat memindahkan kuman secara

mekanis baik langsung kedalam makanan/bahan makanan

atau langsung mengkontaminasi peralatan pengolahan

makanan dan secara biologis dengan menjadi vektor

beberapa penyakit tertentu.. Infestasi serangga tikus, tikus

dapat pula menimbulkan kerugian ekonomi karena


65

mereka merusak bahan pangan dan peralatan pengolahan

makanan.

4) Penyimpanan Makanan Jadi

Prinsip penyimpanan makanan terutama ditujukan

kepada

a. Mencegah pertumbuhan dan perkembangan bakteri

b. Mengawetkan makanan dan mengurangi pembusukan

c. Mencegah timbulnya sarang hama

5) Pengangkutan Makanan

Makanan yang berasal dari tempat pengolahan

memerlukan pengangkutan untuk disimpan, kemungkinan

pengotoran makanan terjadi sepanjang pengangkutan, bila cara

pengangkutan kurang tepat dan alat angkutnya kurang baik dari

segi kualitasnya baik/buruknya pengangkutan dipengaruhi oleh

beberapa faktor :

a. Tempat/alat pengangkut

b. Tenaga pengangkut

c. Tekhnik pengangkutan

Syarat- syarat pengangkutan makanan memenuhi aturan

sanitasi :

a. alat/tempat pengangkutan harus bersih

b. cara pengangkutan makanan harus benar dan tidak terjadi

kontaminasi selama pengangkutan


66

c. pengangkutan makanan yang melewati daerah kotor harus

dihindari

d. cara pengangkutan harus dilakukan dengan mengambil

jalan singkat

6) Penyajian Makanan

Penyajian makanan salah satu hal yang dapat dapat

menggugah selera makan anak. Penyajian makanan dapat dibuat

menarik baik dari variasi bentuk, warna dan rasa. Variasi bentuk

makanan misalnya dapat dibuat bola-bola, kotak, atau bentuk

bunga. Penggunaan kombinasi bentuk, warna dan rasa dari

makanan yang disajikan tersebut dapat diterapkan baik dari bahan

yang berbeda maupun yang sama. Disamping itu juga depat

menggunakan alat saji atau alat makan yang lucu sehingga selain

anak tergugah untuk makan, anak tertarik untuk dapat berlatih

makan sendiri. Penyajian makanan merupakan hal yang perlu

diperhatikan sebelum makanan di konsumsi. Menurut Permenkes

No304/Menkes/Per/IX/1989, persyaratan penyajian makanan

adalah sebagai berikut :

1. Harus terhindar dari pencemaran

2. Peralatan untuk penyajian harus terjaga kebersihannya

3. Harus dijamah dan diwadahi dengan peralatan bersih

4. Penyajian dilakukan dengan prilaku yang sehat dan pakaian

yang bersih
67

5. Penyajian makanan harus memenuhi persyaratan berikut :

1) Ditempat yang bersih

2) Meja ditutup dengan kain putih atau plastik

3) Perlatan makan dan minum yang telah dipakai paling

lambat 5 menit sudah dicuci

2.1.3 Konsep Balita

2.1.3.1 Definisi

Balita atau juga disebut Bawah Lima Tahun adalah

merupakan suatu periode jangka usia yang dimulai dari 2

sampai 5 tahun dan usia tersebut sering di sebut juga dengan

usia prasekolah. Masa usia balita merupakan proses dimana

pertumbuhan dan perkembangannya yang sangat pesat. Dalam

usia balita sangat penting menentukan suatu pertumbuhan dan

perkembangan anak di periode usia anak selanjutnya.

Peran orang tua dalam memberikan asupan makanan

yang sehat dan bergizi seimbang sangatlah besar, sebab pada

usia tersebut balita masih sangat bergantung kepada orang

tuangya, mulai dari kegiatan buang air, mandi dan makan.

Maka dari itu asupan gizi pada saat usia balita harus sangat

diperhatikan, jangan sampai kekurangan zat gizi dalam

tubuhnya.

2.1.3.2 Tahap pertumbuhan dan perkembangan anak usia

toddler
68

Usia toddler merupakan usia anak dimana dalam

perjalanannya terjadi pertumbuhan dasar yang akan

mempengaruhi dan menentukan perkembangan selanjutnya

dari seorang anak, dimana anak usia toddler ini termasuk

dalam periode balita (Achmed, 2012).

Usia toddler disebut sebagai masa golden period, karena

berlangsung secara singkat dan pendek. Pada masa ini, tingkat

plastisitas otak masih sangat tinggi sehingga akan lebih terbuka

untuk proses pembelajaran dan bimbingan. Aspek-aspek dalam

perkembangan anak balita meliputi: perkembangan gerak kasar

(motorik kasar), perkembangan gerak halus (motorik halus),

perkembangan bahasa dan bicara serta perkembangan

sosialisasi dan kemandirian (Depkes RI, 2009).

Dalam penulisan Suparyanto (2011) Balita adalah istilah

umum bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak prasekolah

(3-5 tahun). Saat usia batita, anak masih tergantung penuh

kepada orang tua untuk melakukan kegiatan penting, seperti

mandi, buang air dan makan.


69

2.2 Kerangka Teori

Etiologi diare Balita

1. Faktor infeksi 1. Tumbuh kembang


2. Faktor toddler (batita)
malabsorbsi 2. Tahap trumbuh
3. Faktor kembang toddler
Komplikasi makanan
1. Dehidr 4. Faktor
asi(rin psikologis
gan,
sedang 1. Makanan basi
, dan Saluran pencernaan
berat. 2. Makanan
2. Renjan beracun
an
Pengeluaran toksin
hipovo 3. Makanan
lemik kurang
3. Hipogl matang
Kejadian diare
ikemi
4. Malnutrisi 4. Makanan
mentah
5. Makanan
Diare Diare Diare terkontaminas
akut kronik Proses pengolahan
persisi
makanani untuk batita
Pencegaha ten
n 1. Keadaan bahan
makanan
2. Penyimpanan
Penatalaksanaan Diare makanan
1. Rehidrasi menggunakan oralit 3. Pengolahan makaan
osmolaritas rendah
2. Zinc diberikan selama 10 4. Penyimpanan
berturut-turut makanan jadi
3. Antibiotik selektif
4. Nasihat kepada oarng tua 5. Pengangkutan
makanan
6. Penyajian makanan
7. Penyimpanan
makanan
70

Sumber : (Suharyono,2008), (Depkes,2010), (Arisman, 2009).


71

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1 KERANGKA KONSEP

Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan

antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian-

penelitian yang akan dilakukan (Notoatmodjo,2010).

Bagan 3.1
Kerangka konsep
Variabel independen Variabel
Pengolahanan makanan pada toddler
Dependen Kejadian diare pada
toddler

Keterangan :

= variabel independen

= variabel dependen

= menghubungkan variabel bebas dan terikat

3.2 HIPOTESIS

Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap

permasalahan penelitian,sampai terbukti melalui data yang terkumpul

(Arikunto, 2010). Adapun hipotesis pada penelitian ini adalah sebagai

berikut :

Ha : Ada hubungan antara hubungan proses pengolahan

makanan oleh ibu dengan kejadian diare pada toddler usia 1-3
72

tahun di wilayah kerja puskesmas klangenan kabupaten

Cirebon.

Ho : Tidak ada hubungan antara hubungan proses pengolahan

makanan oleh ibu dengan kejadian diare pada toddler usia 1-3

tahun di wilayah kerja Puskesmas Klangenan Kabupaten

Cirebon .
73

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Dan Desain Penelitian

Jenis penelitian ini yaitu deskriptif korelasi dengan pendekatan cross

sectional. Penelitian korelasi ini mengidentifikasi suatu hubungan,

memperkirakan, dan menguji berdasarkan teori yang ada, penelitian

korelatif mengacu pada kecendrungan bahwa variasi suatu variabel diikuti

oleh variabel yang lain, dan melibatkan minimal dua variabel (Nursalam,

2013). Pendekatan cross sectional ialah suatu penelitian yang menekankan

waktu pengukuran atau observasi data variabel independent dan dependen

hanya satu kali pada satu saat (Nursalam, 2013).

4.2 Variabel Penelitian

4.2.1 Variabel independen (variabel bebas)

Variable independen (variabel bebas) yaitu variable yang

diselidiki pengaruhnya (Arikunto,2010). Variable independen pada

penelitian ini yaitu proses pengolahan makanan.

4.2.2 Variabel dependen (variabel terikat)

Variable dependen (variabel terikat) yaitu variable yang

diramalkan akan timbul dalam hubungan fungsional dengan atau

sebagai pengaruh dari variable bebas (Arikunto,2010). Variable

dependen (terkait) dalam penelitian ini yaitu kejadian diare pada

balita.
74

4.3 Definisi Konseptual dan Operasional

4.3.1 Definisi Konseptual

Definisi konseptual merupakan suatu definisi yang diberikan

kepada masing-masing variabel penelitian secara konsep, artinya

konsep tersebut telah ditemukan para ahli atau pakar. Dengan demikian

definisi konseptual penelitian ini, dapat dijelaskan sebagai berikut:

4.3.1.1 Pengolahan makanan

Pengolahan makanan yang baik adalah yang mengikuti kaidah

dari prinsip-prinsip higiene dan sanitasi. Semua kegiatan

pengolahan makanan harus dilakukan dengan cara terlindung

dari kontak langsung dengan tubuh. Perlindungan kontak

langsung dengan makanan dilakukan dengan jalan

menggunakan sarung tangan plastik, penjepit makanan

(Arisman, 2009).

4.3.1.2 Kejadian Diare

Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja

berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan

air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 g atau 200

ml/24 jam. Diare merupakan buang air besar encer lebih dari 3

kali per hari. Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa disertai

lendir dan darah (IDAI, 2011).


75

4.3.2 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah definisi berdasarkan

karakteristik yang diamati dari sesuatu yang di definisikan

tersebut. Karakteristik yang dapat diamati (diukur) itulah yang

merupakan kunci definisi operasional (Nursalam,2008).

Tabel 4.1
Definisi Operasional
Variabel Definisi Alat ukur Cara ukur Hasil ukur Skala
Operasioanl ukuer
Independen Observasi lembar chek list 0. 1. Kurang Nominal
Pengolahan baik jika
Pengolahan makanan nilai
makanan yaitu MEDIAN <
membuat 50%
bahan
makanan 1. 2.Baik
yang mentah jika nilai
menjadi MEDIAN >
matang 50%
melalui
proses
pemanasan

Dependen Kejadian Observasi Data dari 1.Tidak Nominal


diare adalah puskesmas
Kejadian buang air
daire besar lebih 2.Ya
dari 3 kali
sehari
dengan
tinjah yang
cair.
76

4.4 Populasi dan Sampel

4.4.1 Populasi

Populasi adalah seluruh subyek atau obyek dengan karakteristik

yang akan diteliti (Notoatmodjo,2010). Populasi juga bukan sekedar

jumlah yang ada pada subyek/ obyek yang dipelajari, tetapi meliputi

seluruh karakteristik yang dimiliki oleh subyek atau objek itu.

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh ibu dari anak toddler

(batita) usia 1-3 tahun yang mengalami diare sebanyak 413 di

puskesmas klangenan.

4.4.2 Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti

(Notoatmodjo,2010). Teknik pengambilan sampel yang digunakan

dalam penelitian ini adalah random sampling yaitu dilakukan secara

acak dan digunakan apabila setiap anggita populasi itu bersifat

homogen, sehingga anggota populasi itu mempunyai kesempatan yang

sama untuk diambil sebagai sampel (Notoatmodjo,2010). Pada

penelitian ini pengambilan sampel dengan cara melihat data dari

puskesmas ada berapakah jumlah kasus diare pada toddler (batita).

Tabel 4.2
Perhitungan jumlah sampel dimasing-masing desa
No Desa populasi Perhitungan sampel
sampel
1 Serang 83 83/413x1.96 6
2 Klangenan 92 92/413x1.96 7
3 Danawinangun 68 68/413x1.96 6
4 Jemaras kidul 93 93/413x1.96 7
5 Pekantingan 77 77/143x196 6
Jumlah 413 32
77

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang

diteliti dan perlu dianggap mewakili seluruh populasi

(Notoatmodjo, 2014). Untuk menentukan besar sampel digunakan

rumus lemeshow sebagai berikut:

Jumlah Sampel :

(1 )2
2
=
d2 ( 1) + (Z1 )2 Pq
2
Keterangan:

n = jumlah sampel

1 = tingkat kepercayaan yang sebesar 96% (1.96)


2

P = proporsi (0.1)

q = 1-P (0.9)

N = jumlah populasi

d = presisi atau tingkat kepercayaan sebesar 10% atau 0,1.

Berdasarkan rumus tersebut maka dapat diketahui bahwa jumlah

sampel dari penelitian ini adalah:

(1 )2
2
=
d2 ( 1) + (Z1 )2 Pq
2

(1.96)2 (0.1)(0.9)(413)
=
(0.1)2 (413 1) + (1.96)2 (0.1)(0.9)

(3.84)(37,17)
=
(0.01)(412) + (3.84)(0.09)

143
=
4.12 + 0.3456
78

142,7328
=
4,4656

= 31,962

32

Dengan demikian responden yang akan diminta keterangannya

adalah 40 orang. Berdasarkan hasil perhitungan untuk menentukan jumlah

sampel selanjutnya teknik pengambilan sampel adalah dengan random

sampling yaitu dilakukan secara acak dan digunakan apabila setiap anggita

populasi itu bersifat homogen, sehingga anggota populasi itu mempunyai

kesempatan yang sama untuk diambil sebagai sampel. (Notoatmodjo,

2014).

Adapun kriteria sampel adalah sebagai berikut :

A. Kriteria Inklusi

1. Toddler (Batita) yang menderita diare usia 1-3 tahun

2. Ibu balita bersedia menjadi responden

3. Ibu yang mempunyai balita usia 1-3 tahun

B. Kriteria Ekslusi

1. Responden mengalami gangguan jiwa

2. Tidak bersedia menjadi responden

3. Ibu toddler yang tidak menderita diare

4. Ibu balita bukan penduduk tetap

4.5 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk meneliti dengan

mengumpulkan data agar pekerjaan lebih mudah dan hasilnya lebih baik
79

(Notoatmodjo,2010). Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah

lembar kuesioner dan lembar observasi kuesioner pertanyaan pada variabel

proses pengolahan makanan dan variabel kejadian diare lembar observasi

Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang sudah tersusun

dengan baik, sudah sehingga tinggal memberikan jawaban atau memberikan

tanda-tanda tertentu (Arikunto,2005). Pengisian jawaban dilakukan dengan

menggunakan tanda Chek list (). Untuk proses pengolahana makanan ()

menggunakan metode observasi dengan kriteria Ya (nilai 2 Kategori : baik

jika nilai 1 ) dan Tidak (nilai 1 kategori : kurang baik jia nilai 1 ) dan

untuk kejadian menggunakan lembar observasi () dengan krikteria jawaban

ya (nilai 2) dan tidak (nilai 1).

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah kuisioner proses

pengolahan makanan dimodivikasi dari Ernawati L.tahun 2008 yang sudah

diuji validitas dan rehabilitas dan untuk cara ukurnya menggunkan medote

lembar observasi kejadian dengan masalah diare dimodivikasi dari Veryal

(2010 ),yang sudah diuji validitas dan rehabilitasnya dan hasilnya Computed

only for a 2x2 tablea. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The

minimum expected count is10,35..

Observasi adalah suatu cara pengumpulan data dengan pengamatan

langsung dan pencatatan secara sistematis terhadap obyek yang akan diteliti.

Observasi dilakukan oleh peneliti dengan cara pengamatan dan pencatatan

mengenai kejadian diare usia 1-3 tahun.


80

4.6 Prosedur Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data

sekunder. Data primer merupakan data atau kesimpulan fakta yang

dikumpulkan secara langsung saat penelitian.

4.6.1 Data primer

Data primer adalah sumber data pertama yang langsung

memberikan data kepada pengumpulan data,melalui cara menyebarkan

kuesioner dan mengobservasi secara langsung dengan pihak-pihak yang

berhubungan dengan penelitian yang dilakukan (Sugiono, 2012). Data

primer pada penelitian ini adalah proses pengolahan makanan , data

primer juga diperoleh dengan metode observasi.

4.6.2 Data sekunder

Data sekunder diperoleh dari instansi terkait yaitu pengumpulan

data sekunder kasus diare di puskesmas klangenan tahun 2014-2016.

Kota Cirebon tahun 2014-2016, data sekunder yang meliputi kasus

diare di wilayah kerja puskesmas Klangenan tahun 2014-2016 dan

data sekunder yang di peroleh dari Puskesmas klangenan mengenai

jumlah toddler (batita) di wilayah kerja Puskesmas Klangenan .

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

yaitu dilakukan langsung oleh peneliti dengan prosedur dan langkah-

langkah pengumpulan data sebagai berikut :

1. Mengajukan surat permohonan ijin dari STIkes Mahardika

Cirebon, kemudian dilanjutkan dengan memperoleh ijin dari


81

Kesbangpol serta data Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon,

setelah itu dilanjutka dengan memperoleh ijin dari kepala

puskesmas klangenan cirebon.

2. Mencari informasi atau klarifikasi ulang tentang jumlah pasien

diare dan jumlah balita dengan cara wawancara dengan

pengelolah kasus diare diwilayah kerja puskesmas klangenan.

3. Melakukan informed consent kepada responden.

4. Perkenalan dengan populasi penelitian, meminta kesediaan

menjadi responden penelitian.

5. Memberikan informasi tentang tujuan penelitian, manfaat

penelitian, jaminan kerahasiaan subjek penelitian dan peran

yang dapat dilakukan.

6. Setelah dilakukan penjelasan dan subjek penelitian mengerti,

lalu memberikan surat persetujuan untuk menjadi responden

dan ditandatangani oleh responden sendiri.

7. Sebelum membagikan kuisioner dan observasi dilakukan

terlebih dahulu melakukan kontrak waktu mengenai waktu

yang dibutuhkan.

8. Pengisian kuisioner dilakukan dengan keadaan tenang, terjaga

kerahasiaan pribadi dan kondisi responden dalam keadaan

sadar, responden dipersilahkan untuk mengklarifikasi

pernyataan yang kurang jelas.


82

9. Setelah kuisioner diisi lengkap, responden mengembalikan

kuisioner pada peneliti, kuisioner yang telah dikumpulkan

diperiksa kembali kelengkapannya oleh peneliti dengan

melihat jawaban tiap itemnya.

4.7 Pengolahan Dan Analisis Data


4.7.1 Pengolahan Data

Notoatmodjo (2010) menyatakan bahwa pengolahan data

dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut:

4.7.1.1 Pengeditan (editing)

Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran

data atau formulir kuesioner yang diperoleh atau

dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap

pengumpulan data atau setelah data terkumpul

4.7.1.2 Pengkodean (coding)

Pemberian kode dimaksud untuk memudahkan dalam

pengolahan data. Kode dimulai dengan pemberian angka 1 dan

seterusnya pada tipe soal sampai tercapai jumlah semua

responden yang dikehendaki.

4.7.1.3 Masukan data (entry data)

Data entri adalah kegiatan memasukkan data yang telah

dikumpulkan kedalam master tabel atau database komputer,

kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana atau bisa

dengan membuat tabel kontingensi.


83

4.7.1.4 Cleaning data

Cleaning data merupakan kegiatan memeriksa kembali

data yang sudah di-entry, apakah ada kesalahan atau tidak.

Kesalahan mungkin terjadi pada saat meng-entry data ke

komputer.

4.7.1.5 Tabulasi (Tabulating)

Pada tahap ini data yang sudah diolah dengan komputer

disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan tabel

silang.

4.7.2 Analisa Data

4.7.2.1 Analisa Univariat

Penelitian ini menggunakan analisis univariat yang

bertujuan untuk menjelaskan karakteristik masing-masing

variabel penelitian, untuk variabel berskala kategorik,

kecenderungan pemusatan data dianalisis dengan cara

menentukan proporsi (prosentase) dari masing-masing

kategori pengematan pada tiap variabel. Analisa univariat

digunakan untuk menggambarkan distribusi frekuensi suatu

data penelitian dengan rumus sebagai berikut:

P = X 100%

Keterangan

P = persentase
84

X = jumlah sampel yang didapat

N= jumlah populasi

4.7.2.2 Analisa Bivariat

Analisa bivariat terhadap Dua variabel yang di duga

berhubungan atau berkolerasi (Notoatmodjo, 2010). Setelah data

sudah terkumpul, selanjutnya data dianalisa menggunakan chi

squer (x2). Adapun rumus chi squer (x2) yang digunakan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikutan secara rinci dari masing-

masing rumus sebagai berikut:

X2 = (fo f n)2

fn

Keterangan:

X2 : Chi squere

fo : Frekuensi yang diperoleh dari hasil pengamatan sampel

f n : Frekuensi yang diharapakan dalam sampel sebagai

pencerminan

Uji hipotesa dilakukan dengan cara membandingkan pValue

dengan nilai alpha ( 5%). Jika pValue 0,05 = Ha di terima atau

ada hubungan proses pengolahan makanan oleh ibu dengan

kejadian diare pada balita usia 4-5 tahun di wilayah kerja

puskesmas klangenan. pValue dengan nilai alpha ( 5%). Jika

pValue 0,05 = Ho di tolak atau tidak ada hubungan proeses


85

pengolahan makanan oleh ibu dengan kejadian daire pada balita

usia 4-5 tahun di wilayah kerja puskesmas klangenan.

4.8 Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian atau langkah-langkah penelitian berguna untuk

mempermudah peneliti menyelesaikan penelitian. Adapun prosedur atau

langkah-langkah penelitian (nursalam, 2009)

4.8.1 Prosedur pengumpulan data

4.8.1.1 Tahapan pra penelitian

1. Memilih lahan penelitian.

2. Melakukan pendekatan pada instansi penelitian.

3. Kerja sama dengan lahan penelitian untuk studi pendahuluan

4. Melakukan studi pendahuluan.

5. Melakukan studi kepustakaan

6. Menyusun proposal penelitian

7. Konsultasi proposal penelitian.

8. Seminar penelitian

4.8.1.2 Tahapan pelaksanaan

1. Melakukan infrom consent

2. Melakukan pengumpulan data

3. Mengolah dan menganalisa data

4. Menyusun laporan hasil penelitian

5. Melakukan bimbingan hasil penelitian


86

4.8.1.3 Tahapan akhir

1. Sidang skripsi

2. Konsultasi revisi hasil skripsi

3. Penjilidan dan pengumpulan skripsi hasil revisi

4. Penyusunan naskah publikasi

4.9 Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian, peneliti mendapat pengantar dari program

Studi Keperawatan STIKes Mahardika Cirebon untuk mendapatkan izin

persetujuan penelitian di Puskemas Klangenan Kabupaten Cirebon. Selain itu

peneliti mengajukan surat permohonan tersebut ke puskesmas klangenan

Kabupaten Cirebon untuk pengambilan data awal dari pengambilan data

selama proses penelitian setelah mendapatkan persetujuan penelitian

dilakukan dengan menekankan masalah etika.

4.9.1 Lembar Persetujuan Penelitian (Inform Consent)

Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti

dengan responden penelitian dengan memberikan lembar

persetujuan. Informed consent tersebut diberikan sebelum

penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk

menjadi responden. Tujuan dari Informed consent adalah agar

subjek mengerti maksud, tujuan penelitian , dan mengetahui

dampaknya. Jika subjek bersedia, maka mereka harus

menandatangani lembar persetujuan. Jika responden tidak bersedia,

maka peneliti harus menghormatinya.


87

4.9.2 Tanpa nama (anonimity )

Masalah etika penelitian merupakan masalah yang

memberikan jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan

cara tidak memberikan atau mencantumkan nama responden pada

lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar

pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan.

4.9.3 Kerahasiaan (confidientiality)

Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan oleh subjek

diajamin kerahasiaanya dengan tidak mempublikasikan nama

responden. Hanya data tertentu saja yang akan disajikan atau

dilaporkan pada hasil riset

4.9.4 Suka rela

Penelitian ini harus bersifat sukarela, tidak ada unsur

paksaan atau tekanan secara langsung maupun tidak langsung atau

paksaan secara halus atau adanya unsur ingin menyenangkan atau

adanya ketergantungan finansial. Hubungan tidak setara misalnya

atasan-bawahan, dosen-mahasiswa, bidan/dokter-pasien, dan lain-

lain. Untuk menjamin kesukarelaan pasien obyek sebagai peneliti

maka diperlukan inform consent.

4.10 Waktu dan tempat penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Mei-Juni 2017 di

Puskesmas Klangenan.
88

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian mengenai hubungan proses pengolahan

makanan oleh ibu dengan kejadian diare pada toddler usia 1-3

tahun di wilayah kerja puskesmas klangenan kabupaten cirebon

tahun 2017 pada 32 responden diolah dan dianalisis secara

deskriptif korelasi dibawah ini.

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Anlisa Univariat

5.1.1.1 Pengolahan Makanan Oleh Ibu Dengan Kejadian

Diare Pada Toddler Usia 1-3 Tahun

Berdasarkan hasil analisis data pengolahan makanan

pada pasien dengan kejadian diare di puskesmas klangenan

kabupaten klangenan tahun 2017 terhadap 32 resaponden

secara deskriptif dapat dilihat pada tabel sebagai beikut :

Tabel 5.1
Distribusi frekuensi pengolahan makanan pada pasien dengan
kejadian diare di puskesmas klangenan kabupaten cirebon tahun
2017.

Pengolahan Frekuensi Persen (%)


makanan
Kurang Baik 11 34.4
Baik 21 65.6
Total 32 100.0
89

Berdasarkan tabel 5.1 terlihat bahwa hampir seluruh

responden yaitu 21 orang dengan presentase sebesar (34,4%)

memiliki pengolahan makanan yang baik.

5.1.1.2 Kejadian Diare Pada Toddler Usia 1-3 Tahun Di Wilayah

Kerja Puskesmas Klangenan Kabupaten Cirebon Tahun

2017.

Berdasarkan hasil analisis data kejadian diare pada toddler

usia 1-3 tahun di wilayah kerja puskesmas klaaangenan

kabupaten cirebon tahun 2017 terhadap 32 responden secara

diskriptif dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :

Tabel 5.2
Kejadian Diare Pada Toddler Usia 1-3 Tahun Di Wilayah Kerja
Puskesmas Klangenan Kabupaten Cirebon Tahun 2017.

Kejadian diare Frekuensi Persen %


Ya 16 50.0
Tidak 16 50.0
Total 32 100.0

Berdasarkan tabel 5.2 terlihat bahwa sebagian besar

responden yaitu sebanyak 16 dengan presentase sebesar

(50,0%) yang terkena penyakit diare .

5.1.2 Analisa Bivariat

5.1.2.1 Hubungan Proses Pengolahan Makanan Dengan

Kejadian Diare

Analisa pengolahan makanan dengan kejadian diare

Pada Toddler Usia 1-3 Tahun Di Wilayah Kerja

Puskesmas Klangenan Kabupaten Cirebon Tahun 2017


90

berdasarkan uji statistik chi square (X2) disajikan dalam

tabel sebagai berikut :

Tabel 5.3
Hubungan Proses Pengolahan Makanan Dengan Kejadian Diare

Kejadian
Diare
value
Tidak Ya Total

Pengolahan Kurang Count 1 10 11


Makanan Baik
% within 9.1% 90.9% 100.0
Pengolahan % 001
Makanan

Baik Count 15 6 21

% within 71.4% 28.6% 100.0


Pengolahan %
Makanan

Total Count 16 16 32

% within 50.0% 50.0% 100.0


Pengolahan %
Makanan

Berdasarkan pada tabel 5.3 menunjukan bahwa sebagian responden

melakukan proses pengolahan makanan dengan baik yaitu 21 orang

(100.0%). Hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi square pada

progream komputer diperoleh nilai yang signifikan yaitu (001)

dengan value 0.05 dengan demikian menunjukan bahwa Ha diterima

atau ada hubungan proses pengolahan makanan oleh ibu dengan kejadian
91

diare pada toddler usia 1-3 tahun di wilayah kerja puskesmas klangenan

kabupaten cirebon tahun 2017.

(= 001, = 0,05 ).

5.1.2.1.2 Keterbatasan penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan

pendekatan crossectional dengan pengambilan data primer di

lakukan observasi sehinnga tidak mungkin untuk

menghilangkan kemungkinan terjadinya bias, baik responden

maupun dari peneliti sendiri, selain itu pengambilan data

observasi dilaksanakan dalam lingkungan wilayah kerja

puskesmas dan mengikutsertakan perawat puskesmas, maka

kemungkinan responden dipengaruhi oleh perasaan segan saat

peneliti mengamati proses pengolahan makan. Dalam penelitian

ini terdapat beberapa keterbatasan yang dihadapi peneliti, antara

lain sebagai berikut :

1. Keterbatasan peneliti baik waktu yang terbatas karena

menunggu balasan surat,tenaga dan material peneliti.

2. Dengan lembar observasi terkadang peneliti harus

menunggu ibu klien yang kadang mempunyai sibukan dan

juga ibu pasien jarang memasak makanannya sendiri

sehingga tidak bisa dilakukan penelitian.

3. Oleh karena itu, untuk meminimalisir kesalahan, maka

peneliti terlebih dahulu menjelaskan kepada responden,


92

tentang maksud dan tujuan observasi sebelum responden di

wilayah kerja puskesmas klangenan .

5.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil analisis bivariat proses pengolahan makanan

oleh ibu kajadian diare pada toddler usia 1-3 tahun di wilayah kerja

puskesmas klangenan kabupaten cirebon tahun 2017 diperoleh hampir

seluruh responden 21 orang dengan presentase sebesar (65.6%) ibu toddler

melakukan proses pengolahan makanan dengan baik sedangkan dengan

kategori kurang baik 11 denagnpresentase sebesar (34.4%) .

Pengolahan makanan adalah proses pengubahan bentuk dari bahan

mentah menjadi makanan siap santap. Pengolahan makanan yang baik

adalah yang mengikuti kaidah dari prinsip-prinsip higiene dan sanitasi.

(Arisman, 2009).

Pengolahan makanan untuk balita adalah yang menghasilkan

tekstur lunak dengan kandungan air tinggi yaitu di rebus, diungkep atau

dikukus. Untuk pengolahan dengan di panggang atau digoreng yang tidak

menghasilkan tekstur keras dapat dikenalkan tetapi dalam jumlah yang

terbatas. Di samping itu dapat pula dilakukan pengolahan dengan cara

kombinasi misal direbus dahulu baru kemudian di panggang atau di

rebus/diungkep baru kemudian digoreng

Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair

atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari

biasanya lebih dari 200 g atau 200 ml/24 jam. Diare merupakan buang air
93

besar encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air besar encer tersebut

dapat/tanpa disertai lendir dan darah (IDAI, 2011).

Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di

negara berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitas-

nya yang masih tinggi. Menurut data World Health Organization (WHO)

pada tahun 2009 di Indonesia, diare adalah pembunuh balita nomor dua

setelah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) dan setiap tahun 100.000

balita meninggal karena diare. Prevalensi diare dalam Riskesdas 2007,

diare tersebar di semua kelompok umur dengan prevalensi tertinggi

terdeteksi pada anak balita (1-4 tahun) yaitu 16,7%. Sedangkan menurut

jenis kelamin prevalensi laki-laki dan perempuan hampir sama yaitu 8,9%

pada laki-laki dan 9,1% pada perempuan. Survei morbiditas yang

dilakukan Subdit Diare, Departemen Kesehatan RI tahun 2000 s/d 2010

terlihat kecenderungan insiden naik. Diare juga merupakan penyebab

kematian nomor tiga pada semua usia (Kemenkes RI, 2011).

Dari hasil penelitian Veryal (2010 ), dengan judul hubungan

antara kebersihan peralatan makan dengan kejadian diare , yang termasuk

penyebab diare adalah praktik kebersihan makanan termasuk kebersihan

botol susu. Hasil penelitian tersebut yaitu adanya hubungan antara praktik

kebersihan makanan terhadap kejadian diare pada anak usia lebih dari 2

tahun.

Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh

Nur (2006) yang menyatakan bahwa 32% responden memiliki sanitasi


94

pengolahan makanan yang kurang baik. Hasil penelitian Rosidi (2015),

bahwa risiko terjadinya diare pada balita yang keluargany menyimpan

hidangan/makanan secara terbuka mempunyai risiko terjadi diare

Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rosidi

(2010) yang berjudul hubungan kebiasaan cuci tangan dan sanitasi

makanan dengan kejadian diare pada anak di Kecamatan Kedungwuni

Kabupaten Pekalongan yang menjelaskan bahwa ada hubungan sanitasi

makanan dengan kejadian diare (= 0,00). Penelitian yang dilakukan

Astuti (2011) hubungan pengetahuan ibu tentang sanitasi makanan dengan

kejadian diare pada balita di Lingkup Kerja Puskesmas Klirong Gembong

tahun 2011 menerangkan bahwa terdapat hubungan antara sanitasi

makanan dengan kejadian diare pada Balita di Lingkup kerja Puskesmas

Sanitasi makanan dalam keluarga di Desa Gayaman Mojoanyar Mojokerto

termasuk dalam kategori cukup baik, hal ini dikarenakan orang tua yang

sebagian besar berpendidikan SMA telah mengetahui tentang sanitasi

makanan yang baik sehingga orang tua dapat memilih makanan dan

jumlah konsumsi makanan yang sesuai pada balita. Selain itu pola sanitasi

makanan yang baik ditunjang dengan pemahaman orang tua yang baik

tentang sanitasi makanan. Pemahaman ibu mengenai sanitasi makanan dan

pola pemberian makan yang baik pada balita menyebabkan ibu

memberikan makan yang sesuai dengan kebutuhan gizi balita. Selain itu

hasil penelitian juga menerangkan sebagian kecil sanitasi makanan pada

keluarga masih kurang, hal ini disebabkan ibu saat membawa makanan
95

tidak menggunakan wadah yang tertutup dan mencampurkan antara

makanan jadi atau matang dengan makanan mentah dalam satu wadah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir seluruh responden

mempunyai sanitasi yang baik tentang pemilihan bahan makanan yaitu

sebanyak 51 responden (96,2%).Hasil penelitian ini sejalan dengan

penelitian yang dilakukan Evi Naria (2005) yang menjelaskan hampir

semua keluarga telah melakukan hal yang benar dalam pemilihan bahan,

sehingga memenuhi syarat higiene sanitasi sebesar 89,7%.


96

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat disusun

kesimpulan sebagai berikut:

a. Sebagian besar responden memiliki proses pengolahan baik yaitu

21orang (65.5%)

b. Sebagian besar responden mengalami kejadian diare yaitu 16 orang

(50.0%).

c. Terdapat ada hubungan proses pengolahan makanan oleh ibu dengan

kejadian dare pada toddler usia 1-3 tahun di wilayah kerja puskesmas

klangenan kabupaten cirebon tahun 2017 (= 001, = 0,05 ).

6.2 Saran

A. Bagi instansi terkait ( puskemas klangenan)

a) Meningkatkan program penyuluhan promosi kesehatan pada

masayarakat mengenai penyakit diare sudah berjalan denagn baik.

Diharapakan puskesmas klangenan untuk terus menerapkan dan

meningkatkan supaya tidak berjadinya diare pada anaknya lagi .

b) Meningkatkan sosialisasi masyarakat dengan cara mendatangi

kerumah-rumah warga tentang perawatan diare dirumah.

c) Diharapakan bagi pengola kasus diare di puskesmas klangenan lebih

memperhatikan program PHBSnya dijalankan karena sangat penting


97

untuk dijalankan karena program ini berkaitan dengan kejadian

diare.

d) Diharapkan agar puskesmas klangenan dapat meningkatkan

pengawasan terhadap kesehatan Balita dan anak-anak dalam

mencegah terjadinya Diare terutama melalui peningkatan

pengetahuan sanitasi makanan, terutama pada Ibu Balita.

B. Bagi responden

a) Diharapkan Bagi oarang tua agar lebih memperhatikan proses

pengolahan makanan untuk balita

b) Diharpakan ibu klien harus terbiasa melakukan cuci tangan pakai

c) sabun sebelum mengolah makanan dan menyuapi anaknya.

d) Diharapakn ibu klien memcuci peralatan makanan dan botol susu

annaknya menggunakan air hangat.

e) Diharapakn ibu klien rutin melakukan imunisasi lengkap pada

anaknya, dan memberian ASI Eksklusif di usia 0-6 bulan dan

berlangsung hingga usia anak 2 thaun.

f) Ibu harus meperhatikan proses pengolahan makanan yang baik

sesuai dengan prinsip sanitasi makanan .

C. Bagi Stikes Mahardika

Diharapakan bagi program studi keperawatan komunitas untuk

lebih memperdalam pengetahuan sanitasi makanan pada balita dengan

kejadian diare. Diharapakan peran perawat sangatlah penting khususnya

dalam melakukan asuhan keperawatan.


98

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat djadikan sebagai tambahan

referensi dalam proses pembelajaran tentang hubungan proses pengolahan

maknan oleh ibu dengan kejadian diare pada toddler usia 1-3 tahun agar

mahasiswa dapat ikut mensosialisasikan pentingnya keterlibatan

pentingnya mencegah terjadinya diare karena penykakit sendiri kasus

terbesar di duniaterutama menyerang bayi dan balita.

D. Penelitian selanjutnya

Diharapkan bagi penelitian selanjutnya dapat dikembangkan lagi tidak

hanya dengan metode kuantitatif tapi dengan metode kualitatif, ddan

jumlah responddennya lebih di perbanyak lagi.

Anda mungkin juga menyukai