Anda di halaman 1dari 19

PROPOSAL SKRIPSI

ANALISA SIKUEN STRATIGRAFI BERDASARKAN DATA


SEISMIK , DATA SUMUR DAN DATA PALEONTOLOGI
DAERAH X

Oleh :

Rama Pranajaya Tambunan


99.11.100

JURUSAN TEKNIK GEOLOGI


FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN YOGYAKARTA
2003
PROPOSAL SKRIPSI
DIAJUKAN KE PT.CALTEX PASIFIC INDONESIA

Diajukan oleh :
Nama : Rama Pranajaya Tambunan
No Mahasiswa : 99.11.100
Alamat Jurusan : Jurusan Teknik Geologi
Fakultas Teknologi Mineral
Universitas Pembangunan Nasional Veteran
Yogyakarta
Jl. SWK 104 (Lingkar Utara), Condongcatur
Yogyakarta 55283 INDONESIA
Telp. (62-274). 486733, (62-274) 486188,
(62-274) 486402
Fax. (62-274) 486403
Alamat Rumah : Jl. Hang Tuah Ujung No.132 Rejosari
Pekanbaru 28281 Indonesia
Telp. (62-761) 32834
Rama_pranajaya@yahoo.com

Menyetujui , Yogyakarta, 21 Februari 2003


Dosen Pembimbing Mahasiswa

Ir. Pontjomojono K., M.T. Rama Pranajaya Tambunan


I. JUDUL PENELITIAN
ANALISA SIKUEN STRATIGRAFI BERDASARKAN DATA SEISMIK ,
DATA SUMUR DAN DATA PALEONTOLOGI DAERAH X

II. LOKASI PENELITIAN


Lokasi penelitian di Cekungan Sumatra Tengah, Pekanbaru, Riau.

III. LATAR BELAKANG

Sesuai dengan kurikulum yang ada di Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknologi
Mineral, UPN Veteran Yogyakarta, tahun ajaran 2002/2003 maka setiap mahasiswa
dalam mencapai gelar kesarjanaan program pendidikan strata-1 harus melakukan
skripsi .
Dalam kegiatan eksplorasi terdapat dua kegiatan yaitu penyelidikan geologi
permukaan (surface investigation) dan penyelidikan geologi bawah permukaan
(subsurface investigation). Kemajuan teknologi telah menghasilkan data-data bawah
permukaan yang dapat menampilkan gambaran bawah permukaan dengan keakurasian
yang tinggi yang dapat berupa data seismik, data log, data core, cutting dan data
paleontologi, sehingga dengan adanya data ini maka dapat digunakan untuk menyusun
stratigrafi daerah telitian berdasarkan konsep sikuen stratigrafi.

Stratigrafi sikuen merupakan suatu pendekatan berorientasi proses untuk


menginterpretasi paket sedimenter. Pengetahuan ini memberikan pemahaman proses-
proses pengendapan dan faktor-faktor yang secara langsung mempengaruhinya (seperti
turun-naiknya permukaan laut, kecepatan penurunan tektonik, pasokan sediment, kondisi
iklim, dan geometri fasies sedimenter). Karena itu stratigrafi sikuen membantu dalam
pengenalan dan penafsiran fasies reservoir, batuan tudung, dan batuan induk, yang
akhirnya akan mengurangi resiko eksplorasi dan memperbaiki korelasi satuan-satuan
reservoir untuk eksploitasi.

IV. MAKSUD DAN TUJUAN


Tujuan dari pelaksanaan skripsi ini adalah untuk mengetahui pembagian sikuen
stratigrafi pada daerah telitian berdasarkan data seismik, data log sumur, inti bor, cutting
dan data paleontologi, yang nantinya untuk dapat mengenal kondisi sedimentasi, sistem
pengendapannya dan kualitas reservoir hidrokarbon daerah telitian. Selain itu juga kami
mendapatkan pengalaman cara menganalisis data seismik, data sumur dan data
paleontologi. Karena dengan analisa ini maka dapat untuk mengetahui distribusi lateral
dan vertikal dari suatu litologi sehingga dapat menggambarkan keadaan reservoir daerah
telitian tersebut.

V. BATASAN MASALAH

a.Interpretasi litofasies dan lingkungan pengendapan daerah penelitian.


b.Menentukan batas-batas sekuen stratigrafi (SB, MFS) daerah penelitian.

VI. DASAR TEORI


Sikuen stratigrafi adalah studi mengenai hubungan batuan dalam rangka
kronostratigrafis yang berulang, yang secara genetik berhubungan dan dibatasi oleh
bidang erosi atau nondeposisi, atau keselarasan yang korelatif. (Van Wagoner dkk, 1988).
Konsep sikuen stratigrafi pada mulanya dikembangkan pada batuan sedimen di
daerah passive margin, subsiden pada umumnya menigkat ke arah cekungan dari suatu
hinge point, shelf edge ditandai oleh suatu perubahan dip pengendapan dan dipisahkan
antara lingkungan laut dangkal dan dalam serta serta aktifitas tektonik cendrung terhenti
(Van wagoner, 1995).
Beberapa tahun kemudian, konsep ini mulai berkembang, yaitu mulai
daplikasikanya pada daerah foreland basin dimna subsiden umumnya meningkat ke arah
darat menuju active fold belt dan lngkungan laut dalam pada umumnya jarang terdapat.
Perbedaan kontrol deposisi tersebut akan menghasilkanpola lapisan yang berbeda dan
ditentukan oleh kombinasi tektonik dan perubahan muka air laut relatif. Pada batas
foreland basin umumnya terdiri dari penumpukan endapan fluvial sampai laut dangkal.
Perkembangan aplikasi sikuen stratigraf ini berpengaruh terhadap perkembangan
istilah, konsep, serta hasil interpretasinya. Kriteria dalam penentuan batas sekuen pada
singkapan (outcrop), log sumur dan core telah diperbaiki dan penekananya bergeser dari
cycle chart dan eustacy menjadi pola perlapisan dan perubahan muka air laut (Van
wagoner, 1995).
Diskusi mengenai sikuen stratigrafi terus berlanjut, termasuk bagaimana suatu
sikuen dapat ditentukan, bagaimana batas sikuen dapat diekspresikan dalam singkapan
dan core, bagaimana system tract diidentifikasi, dll. Hal ini mendorong seismic
stratigraphers dari EPR yang dipimpin oleh Vail melakukan pengembangan konsep baru
dalam interpretasi data seismik. Tahun 1967 .C.V. Cambell melakukan penelitian
terhadap stratal surface sebagai unit dasat sedimentasi dalam kerangka kronostratigrafis
yang ditekankan pada singkapan dan core.
Perpaduan antara Vail dan Cambell tersebut menghasilkan teknik interpretasi yang
dekenal dengan seismik stratigraphy seperti yang terangkum dalam AAPG Memoir 26,
tahun 1977, yang oleh para seismik stratigraphers dijadikan sebagai buku sucinya.
Teknik ini menekankan pada perubahan muka air laut relatif dan pengaruh eustasi pada
geometri lapisan. Posamentier dan Vail tahun 1988 mengemukakan adanya diagram
system tract dimana hubungan antara perlapisan dan perubahan muka air laut dipengaruhi
oleh kurva eustasi.
Sikuen dan komponen-komponen yang ada di dalam perlapisan sebenarnya
merupakan respon (tanggapan) terhadap interaksi antara kecepatan penurunan muka air
laut relatif (eustasi), subsiden dan suplai sedimen. (Van Wagoner, dkk, 1988). Interaksi
tersebut dapat dibuat model yang digunakan untuk memperkirakan hubungan
perlapisannya.
Analisa sikuen stratigrafi ditujukan untuk merekonstruksi fasies yang
berhubungan secara genetik sepanjang bidang kronostratigrafi. Akomodasi dan
sedimentasi merupakan proses utama yang mengontrol variasi pola perlapisan dan
distribusi litofasies, Akomodasi terjadi akibat adanya kombinasi penurunan dasar
cekungan (subsiden) dan perubahan permukaan laut (sea level change). Sedangkan
pengisian cekungan disebabkan karena adanya pasokan sedimen (suplai sedimen) yang
dikontrol oleh kombinasi dari pengaruh geometri cekungan, fisiografi, batuan asal dan
iklim.
Berdasarkan posisnya di dalam sikuen, maka masing-masing sekuen dapat dibagi
menjadi beberapa unit perlapisan yang disebut ebagai system tract.System tract
merupakan kenampakan tiga dimensi dari suatu rangkaian sistem pengendapan yang
terjadi secara bersamaan (Brown dan Fisher, 1977 vide Van Wagoner 1990) sedangkan
sistem pengendapan (depositional system) merupakan gabungan dari beberapa litofasies
(Fisher 1977 vide Van Wagoner 1990). System tract merupakan istilah yang mengacu
kepada posisi dalam sikuen dan tidak menunjukan suatu periode waktu atau possi eustasi
atau siklus permukaan air laut relatif.
Menurut Van Wagoner (1990), system tract terdiri dari 4 macam, yaitu
a. lowstand System Tract (LST) merupakan endapan yang terjadi selama suatu penurunan
permukaan air laut relatif, yang dibatasi pada bagian bawahnya oleh batas sekuen tipe 1
dan atasnya oleh transgresive surface (Yarmanto, dkk, 1996). Dan sistem ini dibagi
beberapa sistem, yaitu.basin floor fan, Slope fan, dan Lowstand prograding wedge
b.Lowstand Shelf Margin System Tract (TST
c. Transgressive System Tract (TST) adalah endapan yang dihasilkan selama kenaikan
permukaan laut relatif, dibatasi pada bagian bawahnya oleh transgresive surface dan
bagian atasnya oleh maximum flooding surface (Yarmanto,1996).
d. Highstand System Tract (HST) adalah endapan yang dihasilkan selama tahap akhir
suatu penaikan relatif permukaan laut sampai tahap awal relatif permukaan air laut
turun, dibatasi oleh maximum flooding surface pada bagian bawah dan batas sekuen
pada bagian atasnya (Yarmanto, 1996)
Aplikasi dari metode sekuenstratigrafi terhadap data berbeda akan menghasilkan
perbedaan korelasi datum utama. Vail, dkk (1977) dapat dan mudah menantukan
ketidakselarasan regional pada penampang seismik refleksi. Van Wagoner (1990) berhasil
mengamati pada daerah coastal plain succesion. Sedangkan Galloway menggunakan
maximum flooding surface sebagai batas sekuen, yang dilakukan pada daerah komplek
delta Gulf, Mexico.
Di daerah telitian sumatra tengah, sebelum ditemukannya ilmu sikuen stratigrafi,
sebagai salah satu cara menganalisis data bawah permukaan untuk menemukan
perangkap hidrokarbon, para pakar menggunakan analisis perangkap struktur. Selain itu,
untuk menspesifikasi bentuk bawah permukaan, para pakar menggunakan formasi,
dengan dasar persamaan litologi.
Nayoan dan Mertosono pada tahun 1974 menemukan bahwa struktur daerah
sumatra tengah terdiri dari blok-blok patahan yang mempunyai arah utara-selatan yang
merupakan pola tua dan baratlaut-tenggara pola Muda.
Selain itu De Coster (1974), di dalam studi kasusnya, ia membagi pola tektonik
berdasarkan urutan proses terjadinya., Awalnya terbentuk proses metamorfosa,
perlipatan, persesaran dan intrusi endapan-endapan Paleozoikum dan Mesozoikum yang
terjadi pada Orogenesa kapur tengah. Kemudian Tektonik Kapur Akhir sampai Tersier
Awal, terbentuk graben dan blok-blok sesar dengan kelurusan relatif utara-selatan disertai
pengendapan Kelompok Pematang dan Sihapas.Dan Orogenesa Plio sampai Pleistosen,
terjadi pembentukan sesar dan lipatan yang berarah relatif baratlaut tenggara, reaktivasi
sesar-sesar pada fase tektonik sebelumnya dan pembentukan Formasi Telisa, Petani dan
Minas.

Di Sumatra Tengah ini juga pernah diteliti oleh Eubank dan Makki pada tahun
1981, yang menghasilkan bahwa pada Fase Ekstensi Paleogen, merupakan saat
terbentuknya graben dan setengah graben dengan strike utara-selatan yang aktif kembali
selama Plio-Pleistosen, serta terjadinya proses pengendapan Kelompok Pematang. Dan
pada saat Neogen terbentuknya sesar berarah baratlaut-tenggara yang disertai dengan
perlipatan.

Kemudian oleh Pertamina pernah dilakukan penelitian di daerah Sumatra Tengah


ini dengan para ahlinya pada tahun 1996, sehingga menghasilkan beberapa temuan, yaitu
pada Paleozoik Akhir (345 jtyl) sampai Mesozoik (65 jtyl), saat terbentuknya basement.
Pada Eosen sampai Oligosen (50 26 jtyl), Pembentukan setengah graben dan graben
berarah utara-selatan disertai pengendapan Kelompok Pematang. Pada Oligosen Tengah
(26 13 jtyl), Transgresi cekungan disertai pembentukan Kelompok Sihapas. Serta
pada Miosen Akhir sampai sekarang (13 0 jtyl), terbentuk Regresi cekungan disertai
pembentukan Formasi Petani dan minas

Seorang peneliti yang bernama G. Kempt et al pada tahun 1997 juga


menghasilkan temuan bahwa Palezoik- Mesozoik, Pembentukan basement, Tersier Awal
(40+10 jtyl) intra-cratonic rifting dan rift infill, pembentukan Kelompok Pematang,
Oligosen Akhir Miosen Tengah, interior sag basin, pembentukan Kelompok Sihapas.
Dan Miosen Akhir sekarang, fase kompresi, pembentukan ketidakselarasan.

VII. GEOLOGI UMUM CEKUNGAN SUMATERA TENGAH


A. GEOMORFOLOGI

Cekungan Sumatera Tengah merupakan cekungan yang terbantuk di belakang


busur magmatik selama Tersier Awal (Eosen- Oligosen) sebagai rangkaian struktur
setengah graben yang dipisahkan oleh suatu block horst, sebagai hasil dari terjadinya
proses penunjaman Lempeng Samudera Hindia menyusup kebawah Lempeng Benua Asia
(Mertosono dan Nayoan, 1974). Cekungan ini berbentuk asimetris yang mengarah
baratlaut-tenggara, bagian yang terdalam terletak pada bagian baratdaya dan melandai ke
arah timur laut.
Cekungan Sumatera Tengah dibagian barat dan baratdaya dibatasi oleh Bukit
Barisan, bagian timur oleh Semenanjung Malaysia, bagian utara dibatasi Busur Asahan,
disebelah tenggara oleh dataran tinggi Tigapuluh dan pada timurlaut oleh Kraton Sunda
sedangkan batas bagian selatan tidak diketahui secara baik (Heidrick dan Aulia, 1993).
Selanjutnya bentukan setengah graben ini diisi oleh sedimen klastik non-marine dan
lacustrine dari Kelompok Pematang di beberapa bagian cekungan (graben) yang dalam.
Empat bentukan khas dari Cekungan Sumatera Tengah yaitu:
Tinggian Kubu (Kubu High) dibagian baratlaut, central deep pada bagian tengah
cekungan, Bukit Barisan (Mountain Front) pada bagian barat cekungan dan Tinggian
Rokan (Rokan Uplift) serta Dataran Pantai (Coastal Plain) di bagian timur cekungan.

B. STRATIGRAFI

Sejarah geologi di Sumatera Tengah sangat dipengaruhi oleh sejarah tektoniknya.


Oleh karena itu pembahasan mengenai stratigrafi Cekungan Sumatera Tengah akan
diletakkan dalam kerangka tektonostratigrafi. Proses tektonik merupakan faktor
pengontrol utama pengendapan di cekungan ini sedangkan perubahan muka air laut
(eustasy) hanya sebagai faktor kedua / sekunder (G. Kempt, et.al., 1997). Semua
ketidakmenerusan stratigrafi dalam cekungan ini kemungkinan disebabkan oleh interaksi
antar lempeng dan perubahan relatif pergerakan lempeng tersebut. Selanjutnya
pembahasan stratigrafi akan diletakkan dalam kerangka tektonostratigrafi atau fase-fase
pembentukan cekungan (G. kempt, et.al., 1997).

Menurut Heidrick dan Aulia, 1993, membagi empat tahap Tektonostratigrafi


Cekungan Sumatera Tengah, yaitu Fase pembentukan batuan dasar (F0), Fase intra-
cratonic rifting dan rift infill, yang menghasilkan kelompok Pematang dan kelompok ini
terdiri dari tiga formasi, yaitu formasi Lower Red Bed, formasi Brown Shale, dan formasi
Upper Red Bed, Fase interior sag basin (F2), menghasilkan kelompok Sihapas, yang
terdiri dari formasi Menggala, Bangko, Bekasap dan Duri, dan Telisa. Pada Fase
Kompresi (F3) terbentuk formasi Petani dan Minas. Pembagian ini dapat dilihat pada
lampiran Tabel 2.

C. STRUKTUR GEOLOGI

Struktur geologi regional Cekungan Sumatera Tengah dicirikan oleh blok blok
patahan. Sistem blok blok patahan ini mempunyai orientasi penjajaran utara selatan
membentuk rangkaian horst dan graben. Ada dua pola struktur di Cekungan Sumatera
Tengah, yaitu pola-pola yang lebih tua cenderung berarah utara-selatan dan pola-pola
yang lebih muda yang berarah baratlaut-tenggara (Nayoan dan Mertosono, 1974).
Bentuk struktur yang saat ini ada di Cekungan Sumatera Tengah dan Sumatera Selatan
dihasilkan oleh sekurang-kurangnya tiga fase tektonik utama yang terpisah, yaitu
Orogenesa Mesozoikum Tengah, Tektonik Kapur Akhir Tersier Awal dan Orogenesa
Plio-Pleistosen. Orogenesa Mesozoikum Tengah merupakan sebab utama termalihkannya
endapan-endapan Paleozoikum dan Mesozoikum. Endapan-endapan tersebut tersesarkan
dan terlipatkan menjadi blok-blok struktural berukuran besar yang selanjutnya diterobos
oleh batholit-batholit granit. Lajur-lajur batuan metamorf ini tersusun oleh strata dengan
litologi yang berbeda, baik tingkat metamorfisme maupun intensitas deformasinya (De
Coster, 1974). Cekungan Sumatera Tengah mempunyai dua set sesar berarah utara-
selatan dan baratlaut-tenggara. Sesar-sesar yang berarah utara-selatan diperkirakan
berumur Paleogen, sementara yang berarah baratlaut- tenggara berumur Neogen Akhir.
Kedua kelompok sesar ini berulangkali diaktifkan sepanjang Tersier oleh gaya-gaya yang
bekerja (Eubank dan Makki, 1981).

Cekungan Sumatera Tengah memiliki batuan dasar Pra-Tersier yang dangkal,


sehingga sedimen yang menutupinya sangat mudah dipengaruhi oleh tektonik batuan
dasar dan banyak dijumpai struktur. Posisi tumbukan yang menyudut antara Lempeng
Asia Tenggara dengan Samudera Hindia di Sumatera telah menimbulkan gaya geser
menganan (dextral wrenching fault) yang kuat. Dengan demikian struktur-struktur yang
ada di Cekungan Sumatera pada umumnya memiliki karakteristik wrench tectonic,
termasuk sesar-sesar yang mempunyai dip besar, seperti upthrust dan flower structure.
Struktur-struktur tersebut mempunyai arah dip timur laut dan strike barat laut, sehingga
membentuk sudut yang besar terhadap vektor konvergen.
Sumatera Tengah telah mengalami beberapa fase deformasi yang kompleks dan
hal tersebut secara langsung telah mempengaruhi distribusi batuan induk, perkembangan
dan pembentukan reservoar dan struktur geologinya. Perkembangan struktur geologi di
Cekungan Sumatera Tengah sangat berhubungan dengan pergerakan regional
litosfer dan interaksi antara lempeng-lempeng minor (G. Kempt, et.al., 1997). Menurut
setidaknya ada empat episode tektonik regional yang sangat mempengaruhi pola struktur
geologi regional Sumatera Tengah, yaitu (1) pergerakan India ke utara (+ 45 jtyl), (2)
pemekaran Laut Cina Selatan (37 17 jtyl) dan pembukaan Laut Andaman (17 jtyl), (3)
penunjaman Lempeng Indo-Australia sepanjang Palung Sunda (13 0 jtyl), tumbukan
bagian barat Lempeng Australia dengan Palung Sunda-Jawa dan Busur Luar Banda 5 jtyl
(Kempt,et.al 1997).
Proses tektonik yang terjadi di Cekungan Sumatera Tengah merupakan faktor
pengontrol utama dalam proses pengendapan sedimen. Oleh sebab itu pembahasan
stratigafi diletakkan dalam kerangka tektonikstratigrafi atau fasa-fasa pembentukan
cekungan. Heidrick dan Turlington (1995) membagi empat tahapan tektonikstratigrafi
yang hampir sama dengan tahapan menurut G. Kempt (1997). Fasa tektonikstratigrafi
tersebut dinamai dengan Fasa 0 (F0) , Fasa 1 (F1), Fasa (F2) dan Fasa 3 (F3)dapat dilihat
pada lampiran.
D. PENULIS TERDAHULU

Nayoan dan Mertosono pada tahun 1974 menemukan bahwa struktur daerah
sumatra tengah terdiri dari blok-blok patahan yang mempunyai arah utara-selatan yang
merupakan pola tua dan baratlaut-tenggara pola Muda.
Selain itu De Coster (1974), di dalam studi kasusnya, ia membagi pola tektonik
berdasarkan urutan proses terjadinya., Awalnya terbentuk proses metamorfosa,
perlipatan, persesaran dan intrusi endapan-endapan Paleozoikum dan Mesozoikum yang
terjadi pada Orogenesa kapur tengah. Kemudian Tektonik Kapur Akhir sampai Tersier
Awal, terbentuk graben dan blok-blok sesar dengan kelurusan relatif utara-selatan disertai
pengendapan Kelompok Pematang dan Sihapas.Dan Orogenesa Plio sampai Pleistosen,
terjadi pembentukan sesar dan lipatan yang berarah relatif baratlaut tenggara, reaktivasi
sesar-sesar pada fase tektonik sebelumnya dan pembentukan Formasi Telisa, Petani dan
Minas.

Di Sumatra Tengah ini juga pernah diteliti oleh Eubank dan Makki pada tahun
1981, yang menghasilkan bahwa pada Fase Ekstensi Paleogen, merupakan saat
terbentuknya graben dan setengah graben dengan strike utara-selatan yang aktif kembali
selama Plio-Pleistosen, serta terjadinya proses pengendapan Kelompok Pematang. Dan
pada saat Neogen terbentuknya sesar berarah baratlaut-tenggara yang disertai dengan
perlipatan.

Kemudian oleh Pertamina pernah dilakukan penelitian di daerah Sumatra Tengah


ini dengan para ahlinya pada tahun 1996, sehingga menghasilkan beberapa temuan, yaitu
pada Paleozoik Akhir (345 jtyl) sampai Mesozoik (65 jtyl), saat terbentuknya basement.
Pada Eosen sampai Oligosen (50 26 jtyl), Pembentukan setengah graben dan graben
berarah utara-selatan disertai pengendapan Kelompok Pematang. Pada Oligosen Tengah
(26 13 jtyl), Transgresi cekungan disertai pembentukan Kelompok Sihapas. Serta
pada Miosen Akhir sampai sekarang (13 0 jtyl), terbentuk Regresi cekungan disertai
pembentukan Formasi Petani dan minas

Seorang peneliti yang bernama G. Kempt et al pada tahun 1997 juga


menghasilkan temuan bahwa Palezoik- Mesozoik, Pembentukan basement, Tersier Awal
(40+10 jtyl) intra-cratonic rifting dan rift infill, pembentukan Kelompok Pematang,
Oligosen Akhir Miosen Tengah, interior sag basin, pembentukan Kelompok Sihapas.
Dan Miosen Akhir sekarang, fase kompresi, pembentukan ketidakselarasan.

VIII. METODE PENELITIAN

Pendekatan masalah dilakukan secara diskriptif analitis dan dalam


pelaksanaannya dilakukan berdasarkan data seismik, data sumur dan data paleontologi.

Sistematika kerja dilakukan dengan tahapan sbb :


1. Interpretasi Seismik :
a. Interpretasi data seismik, menentukan batas sikuen dan system tract.
b. Mengenali fasies seismik diantara sequence boundary (SB).
2. Interpretasi data log sumur :
a. Analisa lingkungan pengendapan dan perubahannya secara vertikal masing-
masing data log sumur.
b. Analisa sikuen stratigrafi data log sumur untuk menentukan maximum
flooding surface (MFS) dan sequence boundary (SB).
c. Mengenali system tracts dengan batas-batasnya untuk masing-masing sumur.
d. Rekontruksi penampang berdasarkan data sumur yang telah dianalisa tersebut
diatas
3. Pemakaian data paleontologi :
a. Membantu penentuan lingkungan pengendapan.
b. Untuk menentukan umur batuan.
4. .Analisa data inti bor :
Analisa data inti bor dipakai untuk mendukung interpretasi lingkungan pengendapan
data sumur.
5. Kompilasi data log sumur, paleontologi, inti bor dan seismik.
6. Sintesa seluruh hasil analisa.
IX. ANALISA DATA DAN PENAFSIRAN
1. Dari data seismic, interpretasi yang dilakukan bertujuan untuk menentukan
pembagian sikuen stratigrafi pada daerah telitian. Oleh karena itu prosedur
interpretasi yang harus dilakukan antara lain, analisis sikuen seismic (Mitchum
1977), berupa onlap, toplap, offlap, downlap, erosional truncation. Kemudian
langkah selanjutnya melakukan analisis fasies seismic, dengan memperhatikan
stacking pattern, sehingga mendapatkan pola progradational, aggraditional, dan
backstepping. Untuk menentukan sikuen stratigrafi, maka masing-masing sekuen
dapat dibagi menjadi beberapa unit perlapisan yang disebut ebagai system tract.
System tract merupakan istilah yang mengacu kepada posisi dalam sekuen dan
tidak menunjukan suatu periode waktu atau possi eustasi atau siklus permukaan
air laut relatif. Menurut Van Wagoner (1990), system tract terdiri dari 4 macam,
yaitu: lowstand, shelf margin, transgresive dan highstand tract.
a. lowstand System Tract (LST) Pola perlapisan yang terbentuk bersifat
progradasi-agradasi.
b. Lowstand Shelf Margin System Tract (TST), dicirikan oleh satu atau lebih
set parasekuen progradasional-agradasional. Set-set tersebut onlap di atas
batas sekuen ke arah darat dan downlap ke arah cekungan.
c. Transgressive System Tract (TST) adalah endapan yang dihasilkan selama
kenaikan permukaan laut relatif, dibatasi pada bagian bawahnya oleh
transgresive surface dan bagian atasnya oleh maximum flooding surface
(Yarmanto,1996). TST merupakan pertengahan system tract yang dicirikan
oleh satu atau lebih set parasekuen retrogradasional. Lapisan bawahnya
merupakan bidang atas LST dan berupa downlap surface yang menandai
perubahan set parasekuen dari progradasi manjadi retrogradasi-agradasi
(vail, dkk, 1990), sedangkan lapisan bagian atas barupa condensed section
yang terbentuk pada maximum flooding surface (Van Wagoner, dkk,
1990).
d. Highstand System Tract (HST) adalah endapan yang dihasilkan selama
tahap akhir suatu penaikan relatif permukaan laut sampai tahap awal
relatif permukaan air laut turun, dibatasi oleh maximum flooding surface
pada bagian bawah dan batas sekuen pada bagian atasnya (Yarmanto,
1996) dan dicirikan oleh satu atau lebih set parasekuen agradasi yang
digantikan progradasi sengan parasekuen yang onlap terhadap batas
sekuen ke arah darat. Bagian atasnya merupakan batas sekuen tipe 1 atau
2, sedangkan bagian alasnya berupa bidang onlap.
2. Data Log merupakan data berikutnya yang dapat menganalisa sikuen stratigrafi
secara vertical, dan lateral apabila setelah melakukan korelasi antar sumur. Log
yang umum digunakan untuk menganalisis sikuen stratigrafi, antara lain:
a. Log spontaneous potensial (SP), dapat menentukan jenis litologi,

kandungan lempung, harga tahanan jenis air formasi.

b. Log Gamma Ray (GR), dapat menentukan volume lempung, identifikasi


litologi.
c. Log Resistivitas, dapat mendeterminasi kandungan fluida dalam batuan
reservoir, mengidentifikasi zona permeable, dan menentukan porositas.
d. Log Densitas, dapat menentukan porositas, identifikasi litologi,
identifikasi adanya kandungan gas, mendeterminasi densitas hidrokarbon.
e. Log Netron, dapat menentukan porositas. Dalam penentuan pekerjaan
evaluasi formasi, log netron berguna untuk :
Log netron dapat mendeteksi porositas primer dan sekunder dalam formasi
lempung. Dalam formasi lempungan log netron juga mendeteksi
kandungan air dalam partikel- partikel sebagai porositas.
Identifikasi litologi dapat diterminasi dengan menggunakan gabungan
log densitas, log netron dan log sonic dalam cross plot M-N atau MID.

Indentifikasi adanya gas dalam suatu formasi dapat dilihat dengan


gabungan antara log netron dengan log densitas. Adanya gas
ditunjukkan harga porositas densitas yang jauh lebih besar daripada
porositas netron.

f. Log Sonik dapat menentukan porositas.


Identifikasi litologi dapat dicerminkan dengan menggabungkan log
sonic, netron, dan densitas cross plot M-N atau MID.
3. Data Paleontologi digunakan untuk menentukan umur dan dan lingkungan
pengendapan.
4. Data inti bor digunakan untuk data pendukung mengetahui litologi secara fisik,
mengetahui MFS, mengetahui SB, dan lingkungan pengendapan.

X. KONTRIBUSI PENELITIAN

- Memberikan tambahan data sikuen stratigrafi yang telah ada.


- Membantu memecahkan permasalahan geologi dalam menginterpretasikan daerah
penelitian.
- Diharapkan dapat membantu kegiatan eksplorasi hidrokarbon di daerah
penelitian.
- Untuk pengembangan ilmu kebumian.
XI. WAKTU PENELITIAN SKRIPSI
Setelah disesuaikan dengan jadwal akedemik, maka waktu penelitian yang kami
rencanakan selama empat (2) bulan terhitung mulai dari awal bulan juli s.d. september
2003 .
Rencana kerja yang diusulkan :

Bulan Bulan
Kegiatan
ke 1 ke 2
Studi Literatur
Pengumpulan Data
Analisa Data
Interpretasi data dan Diskusi
Presentasi and Evaluasi

XII. ALAT DAN FASILITAS


Untuk mendukung kegiatan penelitian maka dibutuhkan beberapa alat pendukung
yang diantaranya:
1. Data wireline log
2. Data seismik
1. Data core dan cutting
2. Data Paleontologi / Umur
3. Seperangkat komputer
4. Literatur yang berkait
5. Transportasi dan akomodasi
6. Peralatan yang menunjang selama penelitian.
Fasilitas:
1. Akses ke perpustakaan
2. Akses ke internet
3. Akomodasi, Transportasi dan Konsumsi
4. Akses untuk penggandaan data

XIII. PEMBIMBING
Untuk pembimbing dilapangan diharapkan dapat disediakan oleh perusahaan,
sedangkan untuk pembimbing di kampus kami telah mendapatkan dari salah satu staf
pengajar pada Jurusan Teknik Geologi, Universitas Pembangunan Nasional Veteran
Yogyakarta.
XIV. PENUTUP
Kesempatan yang diberikan pada mahasiswa dalam melakukan skripsi ini akan
dapat membuka wawasan mahasiswa pada bidang teknologi geologi yang dipakai dalam
dunia perminyakan. Dan dalam kesempatan ini mahasiswa akan memanfaatkanya
semaksimal mungkin, serta hasil dari skripsi ini akan dibuat dalam bentuk laporan dan
akan dipresentasikan di perusahan terkait dan juga di universitas ( jurusan ).

XV. LAMPIRAN
Sebagai bahan pertimbangan bagi perusahaan, saya lampirkan beberapa dokumen
antara lain :
Surat pengantar kerja praktek dari Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknologi
Mineral, Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta.
Transkrip IP sementara
Daftar Riwayat Hidup (Curiculum Vitae)
Formulir TEA-1
XVI. DAFTAR PUSTAKA
1. Harsono, A., 1997, Evaluasi Formasi dan Aplikasi Log, Schlumberger Oilfield
Services, Jakarta.
2. Dr. John B Sangree, Dr. Robert M. Mithcum,jr. 1995, Exploration and
Production Application of Sequnce Stratigraphy.Expploration Inc. USA.
3. Sukmono, S., 1999, Seismik Stratigrafi, Jurusan Teknik Geofisika, Institut
Teknologi Bandung, Bandung.
4. Pirson and Sylvanian Joseph, 1983 Geologic Well Log Analysis, Gulf
Publishing Company, Houston, Texas.
5. Wagoner J.C. van., Mitchum, RM., Campion, K.M., dan Rahmanian, v.D.,
1991, Siliciclastics sequence Stratigraphy in Well Logs, Core and Outcrops:
Concepts for High-Resolution Correlation of Time and Facies, AAPG
Methods in Series, No. 7, Telsa USA, p. 1-55.
6. Yarmanto, Dawson, W. C., Sukanta U., Kadar D., Sangree J. B., Regional
Sequence Stratigraphic Correlation Central Sumatra, unpblished interim
report, P. T. Caltex Pacific Indonesia, 1997
7. Wongsosantikno Abiratno., Awal Miosen Duri Formation Sands, Central
Sumatra Basin, IPA Annual Convention, 1976
8. Goovarets, Pierre., Geostatistics for Natural Resources Evaluation, Oxford
University Press, New York, 1997
9. Journel, A.G., Geostatistics for Reservoir Characterization, SPE, September
1990.
10. Heidrick. T. L., Karsani Aulia, A Structural and Tectonic Model of The
Coastal Plains Block, Central Sumatra Basin, Indonesia, IPA Annual
Convention, 1993.
11. Eubank, Roger T. and Makki, A. Chaidar, Structural Geology of the Central
Sumatra Back-Arc Basin, IPA Annual Convention, 1981.

Anda mungkin juga menyukai