Anda di halaman 1dari 122

BADAN INFORMASI GEOSPASIAL

(BIG)
Jl. Raya Jakarta-Bogor KM. 46. Cibinong 16911
BADAN INFORMASI
GEOSPASIAL Telepon. (021) 875 2062-2063. Faksimile. (021) 875 2064 PO. Box. 46 CBI
http://www.big.go.id

KEPUTUSAN
KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL

NOMOR 28.1 TAHUN 2016

TENTANG
RENCANA STRATEGIS BADAN INFORMASI GEOSPASIAL TAHUN 2016-2019

KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL,

Menimbang a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 13 ayat (8)


Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006, tentang
Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional,
dimana setiap Kementerian/Lembaga berkewajiban
menyiapkan Rancangan Rencana Strategis
Kementerian/Lembaga yang digunakan sebagai bahan
penyusunan Rancangan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN);

b. bahwa dalam rangka transparansi untuk menciptakan


clean government dan good governance serta dalam
rangka akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, maka
dipandang perlu untuk menetapkan Rencana Strategis
Badan Informasi Geospasial (BIG) Tahun 2016-2019;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan huruf a dan huruf b,


perlu menetapkan Keputusan Kepala Badan Informasi
Geospasial tentang Rencana Strategis Badan Informasi
Geospasial Tahun 2016-2019;

Mengingat 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang


Keuangan Negara (Lembaran Negara Repubiik Indonesia
Tahun 2003 Nomor 47,Tambahan Lembaran Negara
Repubiik Indonesia Nomor 4286);

2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem


Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara
Repubiik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan
Lembaran Negara Repubiik Indonesia Nomor 4421);

$lKeputusan Kepala BIG 1 dari 3


' Nomor 28. 1 Tahun 2016
3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Repubiik
Indonesia Nomor 4700);
4. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi
Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2011 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5214);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006, tentang
Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional
(Lambaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006
Nomor 97, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4664);
6. Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun 2011 tentang Badan
Informasi Geospasial;
7. Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 3
Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan
Informasi Geospasial sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 3
Tahun 2013 tentang Perubahan Peraturan Kepala Badan
Informasi Geospasial Nomor 3 Tahun 2012 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Badan Informasi Geospasial;
8. Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 4
Tahun 2012 tentang Balai Pendidikan dan Pelatihan
Geospasial sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 4 Tahun 2013
tentang Perubahan Peraturan Kepala Badan Informasi
Geospasial Nomor 4 Tahun 2012 tentang Balai
Pendidikan dan Pelatihan Geospasial;
9. Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 5
Tahun 2012 tentang Balai Layanan Jasa dan Produk
Geospasial sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 5 Tahun 2013
tentang Perubahan Peraturan Kepala Badan Informasi
Geospasial Nomor 5 Tahun 2012 tentang Balai Layanan
Jasa dan Produk Geospasial;
10. Keputusan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 10
Tahun 2013 tentang Visi dan Misi Badan Informasi
Geospasial;

Memperhatikan 1. Instruksi Presiden Nomor 5 Tehun 2004, tentang


Percepatan Pemberantasan Korupsi;
2. Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun I999 tentang
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah;

tJ"#2Keputusan Kepala BIG 2 dari 3


Nomor 28. 1 Tahun 2016
MEMUTUSKAN:

Menetapkan KEPUTUSAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL


TENTANG RENCANA STRATEGIS BADAN INFORMASI
GEOSPASIAL TAHUN 2016-2019

KESATU a. Menetapkan Rencana Strategis BIG Tahun 2016-2019


sebagaimana tercantum dalam buku Revitalisasi Rencana
Strategis (Renstra) Badan Informasi Geospasial 2016-
2019.
b. Buku Revitalisasi Rencana Strategis (Renstra) Badan
Informasi Geospasial 2016-2019 sebagaimana dimaksud
dalam huruf a merupakan lampiran dan bagian yang tidak
terpisahkan dari Keputusan ini.

KEDUA Rencana Strategis BIG Tahun 2016-2019 memuat Arah


Kebijakan dan Strategi Nasional dan Visi, Misi, Tujuan,
Sasaran Strategis, Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka,
Regulasi dan Kerangka Kelembagaan.

KETIGA Sekretaris Utama dan Deputi wajib menyusun Rencana


Strategis di unit kerjanya dengan mengacu pada Rencana
Strategis BIG Tahun 2016-2019.

KEEMPAT Setiap Unit Kerja Eselon II wajib menyusun Rincian Rencana


Kegiatan dengan mengacu Rencana Strategis BIG Tahun
2016-2019 dan Rencana Strategis pada lingkup unit kerjanya.

KELIMA Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Cibinong

pada tanggal 2 September 2016

KEPALA
BADAN INFORMASI GEOSPASIAL,

-8Keputusan Kepala BIG 3 dari 3


Nomor 2 8 . 1 Tahun 2016
KATA PENGANTAR

Rencana strategis (Renstra) Badan Informasi Geospasial (BIG) tahun 2015 -


2019 merupakan arah strategis BIG 5 (lima) tahun kedepan dalam mendukung
terwujudnya pembangunan nasional berdasarkan Nawa Cita dan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015 2019. Renstra
ini merupakan Renstra kedua semenjak transformasi Badan Survei dan Pemetaan
Nasional (Bakosurtanal) menjadi BIG yang dibentuk sebagai pelaksanaan amanat
pasal 22 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial dan
ditetapkan melalui Peraturan Presiden Nomor 94 tahun 2011 mengenai BIG.
Renstra BIG tahun 2013 - 2014 sebelumnya masih menyisakan beberapa
permasalahan yang harus diselesaikan pada Renstra periode ini, sehingga sesuai
prinsip peningkatan yang berkesinambungan maka Renstra BIG tahun 2015 -
2019 ini harus mampu menyelesaiakan permasalahan tersebut guna meningkatkan
peran informasi geospasial dalam pembangunan nasional. Dalam
perkembangannya, BIG melakukan revitalisasi atas Renstra yang telah disusun
tahun 2015 yang lalu. Hal ini dikarenakan BIG mengalami beberapa perubahan
lingkungan strategis, dimana perubahan terbesar adalah berpindahnya BIG dari
awalnya berada dibawah koordinasi Kementerian Riset, Teknologi dan
Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) menjadi berada dibawah Kementerian
Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN)/Kepala Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional (Kepala Bappenas). Hal ini tentunya
merubah orientasi strategi BIG dari awalnya berbasis institusi penelitian menjadi
lembaga penyedia informasi geospasial dalam mendukung pembangunan berbasis
kewilayahan.

Visi BIG yang harus dicapai tahun 2019 adalah Menjadi integrator
penyelenggaraan informasi geospasial sebagai landasan pembangunan
Indonesia. BIG berupaya untuk selalu meningkatkan kontribusi dalam
mendukung pembangunan nasional melalui penyelenggaraan informasi geospasial
yang terintegrasi. Renstra BIG disusun dengan mempertimbangkan perkembangan
lingkungan eksternal serta lingkungan internal organisasi termasuk perubahannya

i
agar strategi yang disusun dapat diterapkan dengan baik dan menjawab
permasalahan bangsa. Hal ini dilakukan agar Renstra BIG tahun 2016 - 2019
realistis sehingga dapat diimplementasikan, sebab permasalahan utama dalam
pengelolaan strategi terletak pada pelaksanaan strategi tersebut.

Renstra ini merupakan deskripsi tentang apa yang ingin dicapai BIG melalui
serangkaian upaya strategis dan sistematis. Roadmap strategi serta standar kinerja
yang ditetapkan pada Renstra ini menjadi tolak ukur pencapaian BIG dari waktu
ke waktu hingga periode Renstra ini selesai. Keselarasan Renstra ini dengan Nawa
Cita yang tertuang dalam RPJMN tahun 2015 - 2019 serta kebijakan nasional lain
terkait BIG diharapkan dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi
penyelenggaraan pemerintahan khususnya di bidang informasi geospasial.

Akhirnya saya berharap Revitalisasi Renstra BIG tahun 2016 - 2019 ini
dapat menjadi awal yang baik bagi BIG untuk menyatukan tekad dan semangat
melalui kerja nyata. Kolaborasi antar elemen baik internal maupun eksternal BIG
menjadi kunci utama keberhasilan pelaksanaan Renstra ini, sehingga mampu
mewujudkan visi BIG tahun 2019 dalam rangka mencapai visi pembangunan
nasional.

Cibinong, ..... September 2016

Kepala Badan Informasi Geospasial

Priyadi Kardono

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii

DAFTAR TABEL ................................................................................................... v

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. vi

BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1 Kondisi Umum ............................................................................................... 2


1.1.1 Evaluasi Capaian Renstra BIG Terdahulu ......................................... 3
1.1.2 Evaluasi Capaian Reformasi Birokrasi (RB) BIG Gelombang II .... 29
1.1.3 Aspirasi Masyarakat ......................................................................... 32
1.2 Potensi dan Permasalahan ............................................................................ 34
1.2.1 Potensi dan Permasalahan Internal................................................... 34
1.2.2 Potensi dan Permasalahan Eksternal ................................................ 48
1.2.3 Analisis SWOT ................................................................................ 63

BAB 2 VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN STRATEGIS .......................... 77

2.1 Visi ............................................................................................................... 77


2.2 Misi .............................................................................................................. 78
2.3 Tujuan .......................................................................................................... 80
2.4 Sasaran Strategis .......................................................................................... 82
2.5 Sistem Nilai .................................................................................................. 86

BAB 3 ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI, KERANGKA REGULASI, DAN


KERANGKA KELEMBAGAAN ........................................................................ 88

3.1 Arah Kebijakan dan Strategi Nasional ......................................................... 88


3.2 Arah Kebijakan dan Strategi Badan Informasi Geospasial (BIG) ............... 93
3.3 Kerangka Regulasi ..................................................................................... 102
3.4 Kerangka Kelembagaan ............................................................................. 102

iii
BAB 4 TARGET KINERJA DAN KERANGKA PENDANAAN .................... 104

4.1 Target Kinerja ............................................................................................ 104


4.2 Kerangka Pendanaan .................................................................................. 108

BAB 5 PENUTUP............................................................................................... 110

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Titik Kontrol yang Dirawat dan Dibangun BIG Periode 2013
2014 ....................................................................................................................... 13

Tabel 1.2 Peta RBI Skala Kecil dan Menengah untuk Kepentingan
Perencanaan Pembangunan. .................................................................................. 16

Tabel 1.3 Peta RBI Skala Besar untuk Kepentingan Penyusunan RDTR
Kabupaten/Kota dan Kawasan Strategis Kabupaten/Kota. ................................... 18

Tabel 1.4 Peta LPI dan Peta LLN ......................................................................... 20

Tabel 1.5 Pilar Batas Wilayah Negara .................................................................. 22

Tabel 1.6 Hasil evaluasi Menpan RB terhadap implementasi RB BIG ................ 30

Tabel 1.6 Strategi S-O ........................................................................................... 73

Tabel 1.7 Strategi W-O ......................................................................................... 74

Tabel 1.8 Strategi S-T ........................................................................................... 75

Tabel 1.9 Strategi WT ........................................................................................... 76

Tabel 2.1 Sasaran Strategis, Indikator Kinerja Sasaran Strategis, dan Target ...... 84

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Ina-Geoportal ..................................................................................... 7

Gambar 1.2 Distribusi JKGN Orde 1 di Indonesia .............................................. 13

Gambar 1.3 Sebaran Pembangunan Titik Pantau Geodinamika dan Deformasi


Tahun 2014............................................................................................................ 14

Gambar 1.4 Distribusi Jaringan CORS ................................................................ 14

Gambar 1.5 Distribusi Jaring Kontrol Pasang Surut Laut di Indonesia ............... 15

Gambar 1.6 Distribusi JKHN Orde 0 dan 1 di Indonesia .................................... 15

Gambar 1.7 Distribusi JKVN Orde 1 dan 2 di Indonesia .................................... 15

Gambar 1.8 Indeks Peta Rupabumi Skala 1:25.000 hingga Tahun 2014............. 17

Gambar 1.9 Indeks Peta Rupabumi Skala 1:50.000 hingga Tahun 2014............. 17

Gambar 1.10 Indeks Peta Rupabumi Skala 1:5.000 hingga Tahun 2014............. 19

Gambar 1.11 Indeks Peta Rupabumi Skala 1:10.000 hingga Tahun 2014........... 19

Gambar 1.12 Indeks Peta LPI sampai Tahun 2014 .............................................. 21

Gambar 1.13 Indeks Peta LLN Skala 1:500.000.................................................. 21

Gambar 1.14 Indeks Peta Batas RI-Malaysia Skala 1:50.000 ............................. 23

Gambar 1.15 Lokasi Kegiatan CBDRF RI-PNG ................................................. 23

Gambar 1.16 Lokasi Pemasangan Pilar Batas RI-RDTL ..................................... 24

Gambar 1.17 Peta JBM RI-Malaysia 26 .............................................................. 25

Gambar 1.18 Peta PIPIB Versi ke-6 .................................................................... 26

Gambar 1.19 Peta One Map Sumber Daya Alam Pesisir dan Laut ..................... 26

Gambar 1.20 Satu Peta Karakteristik Laut Nasional ........................................... 27

Gambar 1.21 Satu Peta Habitat Lamun Nasional................................................. 27

Gambar 1.22 Satu Peta Mangrove Nasional ........................................................ 27

vi
Gambar 1.23 Peta Multirawan Bencana Alam di Provinsi Jawa Tengah ............ 28

Gambar 1.24 Contoh Peta Konflik Penguasaan Lahan ........................................ 28

Gambar 1.25 Peta Terumbu Karang..................................................................... 28

Gambar 2.1 Peta Strategi BIG ............................................................................... 83

Gambar 3.1 Peran Strategis Informasi Geospasial dalam Pembangunan

Nasional................................................................................................................. 91

Gambar 3.2 Kerangka strategi BIG tahun 2015-2019.........................................101

Gambar 3.3 Rumah strategi BIG ......................................................................... 100

Gambar 3.4 Roadmap strategi BIG ..................................................................... 101

vii
BAB 1
PENDAHULUAN

Rencana Strategis (Renstra) Badan Informasi Geospasial (BIG)


mengambarkan upaya strategis yang akan dilakukan BIG dalam mewujudkan visi
BIG tahun 2019. Renstra BIG ini juga merupakan salah satu bagian dari suatu
rangkaian rencana strategis nasional dalam mewujudkan Nawa Cita untuk
mencapai visi nasional tahun 2019 sesuai koridor yang telah disepakati dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019.
Renstra BIG yang disusun harus menjadi acuan seluruh unit kerja di lingkungan
BIG dalam menentukan program hingga kegiatan masing-masing unit kerja agar
terwujud kesamaan gerak dan kesamaan agenda perubahan dalam mewujudkan
visi BIG tahun 2019 tersebut.

Renstra BIG yang telah disusun untuk periode 5 (lima) tahun tidak menutup
kemungkinan dapat mengalami perubahan, penyesuaian, maupun penguatan untuk
menyesuaikan dengan perubahan lingkungan strategis organisasi yang terjadi
antara tahun 2015 hingga tahun 2019. Perubahan lingkungan strategis tersebut
umumnya diikuti dengan perubahan kebijakan (emerging strategy), baik di tingkat
nasional hingga tingkat Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah (K/L/P).
Renstra ini adalah Renstra versi kedua yang merupakan bentuk revitalisasi
Renstra BIG dikarenakan terjadinya perubahan lingkungan eksternal. Renstra
versi pertama yang disusun sebelumnya masih menggunakan asumsi bahwa BIG
berada dibawah koordinasi Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi
(Kemenristek Dikti). Hal ini berarti orientasi Renstra versi pertama lebih
mengarah kepada peran BIG sebagai salah satu Lembaga Pemerintahan Non
Kementerian (LPNK) penelitian dengan fokus utama adalah melakukan penelitian
dalam mendukung riset, teknologi, dan pendidikan tinggi nasional. Kemudian
pada tahun 2016, BIG mengalami pergeseran peran dimana BIG tidak lagi berada
dibawah koordinasi Kemenristek Dikti, melainkan berpindah menjadi dibawah
koordinasi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Kemen

1
PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kepala Bappenas). Hal
ini berarti bahwa peran BIG tidak lagi dominan dalam bidang penelitian,
melainkan lebih didorong kepada pemanfaatan informasi geospasial (IG) untuk
mendukung perencanaan pembangunan nasional berbasis kewilayahan. Oleh
sebab itu, perlu dilakukan suatu upaya revitalisasi terhadap Renstra BIG versi
pertama untuk disesuaikan dengan perubahan lingkungan strategis maupun
perubahan kebijakan yang berdampak terhadap BIG.

Revitalisasi Renstra BIG tahun 2016-2019 ini merupakan penguatan,


khususnya pada aspek arah kebijakan dan strategi serta sasaran strategis, sasaran
program, dan sasaran kegiatan beserta indikator kinerja dan targetnya. Selain itu,
kerangka pendanaan secara otomatis juga akan mengalami perubahan khususnya
alokasi anggaran yang sudah diarahkan sesuai prinsip money follow program,
sehingga fokus utama anggaran adalah untuk mengeksekusi Renstra BIG. Secara
garis besar bab ini dibagi ke dalam 2 (dua) subbab, yaitu kondisi umum serta
potensi dan permasalahan. Kondisi umum berisi tentang kinerja BIG selama ini
serta aspirasi masyarakat terhadap layanan dan regulasi terkait penyelenggaraan
informasi geospasial oleh BIG, sedangkan potensi dan permasalahan berisi hasil
analisis terhadap lingkungan strategis BIG.

1.1 Kondisi Umum

Kondisi umum menggambarkan kondisi BIG saat ini, meliputi apa


yang telah dicapai BIG pada Renstra periode sebelumnya. Hal ini untuk
memastikan peningkatan berkesinambungan (continuous improvement)
terhadap pelaksanaan strategi, program dan kegiatan agar cita-cita jangka
panjang dapat terwujud. Kondisi umum digambarkan dalam 3 (tiga)
kelompok kondisi yang berbeda, yaitu pencapaian BIG terhadap sasaran
strategis Renstra terdahulu, kemajuan BIG dalam melaksanakan
reformasi birokrasi BIG tahun 2010-2014 dan Reformasi Birokrasi BIG
tahun 2015-2019 yang telah dilaksanakan, serta harapan masyarakat
terhadap penyelenggaraan IG oleh BIG. Ketiga kondisi umum tersebut
menjadi bahan pertimbangan BIG dalam penyusunan Rencana Strategis
BIG tahun 2015 2019.

2
1.1.1 Evaluasi Capaian Renstra BIG Terdahulu

Pencapaian BIG (BIG) dilihat berdasarkan sasaran-sasaran strategis


yang tercantum dalam Rencana Strategis BIG tahun 2013 2014.
Pencapaian tersebut didasarkan atas hasil penelaahan terhadap Laporan
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) BIG tahun 2013 dan
2014. Uraian pencapaian dibagi ke dalam 6 segmen sesuai dengan jumlah
sasaran strategis.

A. Penyelenggaraan IG yang telah bereferensi tunggal dan


mengacu pada aturan/panduan dan standar penyelenggaraan IG
Penyelenggaraan IG yang bereferensi tunggal dan mengacu
pada aturan/panduan dan standar penyelenggaraan IG perlu didorong
untuk meningkatkan kemudahan, kecepatan, dan efektivitas integrasi
informasi geospasial tematik (IGT) dan pemanfaatan IG oleh
masyarakat, sektor swasta, instansi pemerintah. Segmen pertama ini
dibagi menjadi 4 (empat) sub-segmen yang menggambarkan
pencapaian penyelenggaraan IG yang telah mengacu pada
aturan/panduan dan standar penyelenggaraan IG yaitu

1) Peraturan untuk mengoptimasi penyelenggaraan IG secara


nasional
Sebagian besar kebutuhan peraturan terkait
penyelenggaraan IG yang ditargetkan untuk dipenuhi dalam
periode 2013-2014 telah berhasil terealisasi. Beberapa
diantaranya masih dalam bentuk rancangan karena konsensus
terkait penetapannya belum tercapai. Berbagai peraturan
tersebut adalah sebagai berikut:
a. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2014 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011
tentang Informasi Geospasial.
b. Peraturan Kepala BIG Nomor 15 Tahun 2013 tentang
Sistem Referensi Geospasial Indonesia 2013.
c. Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2014 tentang
Jaringan Informasi Geospasial Nasional (JIGN).

3
d. Peraturan Kepala BIG Nomor 1 Tahun 2014 tentang
Sistem Sertifikasi di Bidang Informasi Geospasial.
e. Peraturan Kepala BIG Nomor 4 Tahun 2014 tentang
Lembaga Pengembangan Jasa Informasi Geospasial.
f. Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2013 tentang
Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang.
g. Standar terkait penyelenggaraan IG, yaitu 25 Norma,
Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK), 4 (empat)
Standard Operating Procedure (SOP), 32 rancangan
standar nasional Indonesia (RSNI), dan 17 standar
nasional Indonesia (SNI).

2) K/L/P penyelenggara IG yang mengacu pada informasi


geospasial dasar (IGD)
Satu peta adalah peta tematik tunggal dengan tema
tertentu yang disusun bersama pemangku kepentingan dengan
mengacu pada IGD dan standar metodologi yang telah
ditentukan. Penetapan kebijakan satu peta (one map policy)
sehingga penyelenggaraan IG nasional dapat mengacu pada
satu referensi peta, satu standar, satu database, serta satu
portal. Hal tersebut ditujukan untuk mencegah terjadinya
penyelenggaraan IGT yang tumpang tindih, ego sektoral K/L/P
dalam menjalankan pemerintahan, dan ketidakseragaman peta
yang dapat membingungkan pengguna, serta mempermudah
proses integrasi berbagai peta tematik/IGT sektoral. Terhitung
sejak tahun 2013, jumlah K/L/P penyelenggara IGT yang
ditargetkan untuk berkontribusi dalam penyusunan satu peta
telah terpenuhi. Berikut adalah K/L/P yang telah menggunakan
IGD sebagai acuan dalam melakukan pemetaan tematik untuk
keperluan masing-masing K/L/P tersebut:
a. Kementerian Dalam Negeri
b. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
c. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

4
d. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
e. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan
Nasional
f. Kementerian Pertanian
g. Kementerian Kelautan dan Perikanan
h. Kementerian Kesehatan
i. Kementerian Perhubungan
j. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
k. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
l. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional
m. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
n. Badan Nasional Penanggulangan Bencana
o. BIG
p. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika
q. Badan Pusat Statistik
r. Dinas Pendidikan
s. Dinas Hidro-Oseanografi TNI AL
t. Direktorat Topografi TNI AD

3) Pemda penyelenggara IG yang mengacu pada IGD


Pada skala kabupaten, 10 pemerintah kabupaten/kota di 2
provinsi, yaitu Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur, telah
menyelenggarakan IGT sumber daya terpadu yang mengacu
pada IGD. Jumlah tersebut sudah sesuai dengan jumlah pemda
yang diharapkan untuk menerapkan konsep satu peta dalam
periode tahun 2013 2014. Sepuluh kabupaten/kota yang
terlibat dalam penyelenggaraan IGT sumber daya terpadu
untuk kebutuhan penataan ruang dan pembangunan wilayah
adalah Kabupaten Semarang, Kabupaten Kendal, Kabupaten
Demak, Kabupaten Grobogan, Kabupaten Salatiga, Kabupaten
Gresik, Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Mojokerto,
Kabupaten Sidoarjo, dan Kabupaten Lamongan.

4) Masyarakat penyelenggara IG yang mengacu pada IGD

5
Sesuai target capaian yang ditetapkan oleh Pimpinan
BIG, pada lingkup masyarakat sudah terdapat 4 organisasi
non-pemerintah yang terlibat dalam penyusunan satu peta.
Kedua organisasi non-pemerintah tersebut adalah The Nature
Conservancy, Wetlands International, Wahana Lingkungan
Hidup Indonesia (WALHI), dan Center for International
Foresty Research (CIFOR). The Nature Conservancy terlibat
dalam penyusunan Satu Peta Habitat Lamun Nasional.
Wetlands International terlibat dalam penyusunan Satu Peta
Penutup Lahan Nasional dan Satu Peta Mangrove Nasional.
WALHI turut berpartisipasi dalam membuat peta wilayah
masyarakat adat Dayak Tomun di Laman Kubung dan
Sekombulan (Kalimantan), dan CIFOR memetakan tentang
persebaran penjualan pasar berdasarkan ukuran pasarnya serta
jenis komoditi yang dijual, persebaran perdagangan NTFP
yang dikompokkan berdasarkan nilainya, dan intensitas
perdagangan NTFP di daerah
B. Penggunaan IG di lingkungan pemerintah dan masyarakat
Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2014 tentang Jaringan
Informasi Geospasial Nasional (JIGN) mengamanatkan agar setiap
K/L, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah
kabupaten/kota menjadi simpul jaringan atau institusi yang
bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pengumpulan,
pemeliharaan, pemutakhiran, pertukaran, dan penyebarluasan data
dan IG tertentu. Terkait dengan hal tersebut, dalam peraturan yang
sama, BIG ditunjuk sebagai penghubung simpul jaringan yang
memiliki tugas untuk membangun dan memelihara sistem akses
jaringan IGN. Dengan terintegrasinya simpul jaringan dalam satu
wadah Ina-Geoportal, diharapkan ketersediaan IG semakin
komprehensif dan siap pakai, serta lebih mudah diakses.

1) K/L yang terhubung sebagai simpul jaringan IG

6
Hingga tahun 2014, sudah terdapat 16 K/L yang menjadi
simpul jaringan, namun baru 15 diantaranya yang sudah
terintegrasi dan IG yang dihasilkan dapat diakses melalui Ina-
Geoportal (http://tanahair.indonesia.go.id) seperti pada
Gambar 1. 1.

Gambar 1. 1 Ina-Geoportal

Kelimabelas K/L yang sudah terkoneksi tersebut adalah:


a. Badan Pertanahan Nasional
b. Badan Pusat Statistik
c. Komisi Pemilihan Umum
d. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional
e. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
f. Kementerian Dalam Negeri
g. Kementerian Kehutanan
h. Kementerian Kelautan dan Perikanan
i. Kementerian Lingkungan Hidup
j. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
k. Kementerian Perhubungan
l. Kementerian Pertahanan
m. Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal
n. Kementerian Pekerjaan Umum
o. Kementerian Pertanian

7
Sementara itu, satu simpul lainnya yang belum terkoneksi
adalah Badan Pengawas Tenaga Nuklir.
2) Pemerintah daerah yang terhubung sebagai simpul jaringan IG
Sejak tahun 2013, dalam kurun waktu 2 tahun, BIG
sudah berhasil menghubungkan sebanyak 114 simpul jaringan
daerah. Keseluruhan simpul jaringan tersebut tersebar di 11
provinsi, dengan komposisi 11 pemerintah daerah provinsi, 85
pemerintah daerah kabupaten, dan 18 pemerintah kota.
Keberhasilan tersebut dicapai BIG melalui penyelenggaraan
sosialisasi mengenai JIGN dan bimbingan teknis dalam rangka
meningkatkan kemampuan pemerintah daerah untuk menjadi
simpul jaringan.

C. Reformasi Birokrasi di BIG


Reformasi Birokrasi Badan Informasi Geospasial (RB BIG)
merupakan gerakan reformasi birokrasi instansi pemerintah yang
merupakan bagian dari reformasi birokrasi nasional untuk
mewujudkan pemerintahan yang bersih dan akuntabel, birokrasi
yang efektif dan efisien, serta birokrasi yang memiliki pelayanan
publik yang berkualitas. Berdasarkan asesmen yang dilakukan oleh
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
(Menpan RB) terhadap implementasi RB BIG tahun 2014 dan 2015,
BIG telah berhasil meningkatkan indeks reformasi birokrasi dari
45,15 pada tahun 2014 menjadi 60,61 pada tahun 2015. Capaian
reformasi birokrasi BIG 2 (dua) tahun terakhir dapat dilihat pada
Gambar 1.2.

8
Perbandingan capaian reformasi birokrasi BIG
tahun 2014 dan tahun 2015

70

60

50 26.63
Nilai komponen hasil
40
21.77 Nilai komponen pengungkit

30

20 33.97
23.37
10

0
Nilai 2014 Nilai 2015

Gambar 1. 2 Perbandingan capaian RB BIG tahun 2014 dan tahun 2015.

Capaian RB BIG tahun 2015 mengalami peningkatan, baik


pada nilai komponen pengungkit maupun pada nilai komponen hasil.
Peningkatan terbesar terdapat pada komponen pengungkit yang
mengalami kenaikan sebesar 45,36% sedangkan komponen hasil
hanya mengalami peningkatan sebesar 22,32%.

D. Kapasitas sumber daya manusia dan industri IG nasional


Saat ini Indonesia mengalami keterbatasan sumber daya
manusia (SDM) dan industri IG. Terkait dengan hal tersebut, UU
Nomor 4 Tahun 2011 mengamanatkan adanya pengaturan lebih
lanjut terkait SDM dan badan usaha penyelenggara IG. Amanat
tersebut telah dilaksanakan melalui penetapan Perka BIG Nomor 1
Tahun 2014 yang berisi tentang lembaga yang berwenang
melakukan akreditasi kepada lembaga penyelenggara sertifikasi
profesi IG, ketentuan-ketentuan umum akreditasi dan sertifikasi,
sertifikasi produk IG dan instrumen IG kepada penyedia jasa IG, dan
akreditasi kepada lembaga pelatihan/kursus. Dengan tersedianya
sistem sertifikasi dan akreditasi di bidang IG, diharapkan kapasitas
SDM dan industri di bidang IG tumbuh dan dapat mendukung

9
ketersediaan IG yang dibutuhkan pemerintah dalam pelaksanaan
pembangunan nasional maupun masyarakat pada umumnya.

1) Lembaga akreditasi lembaga sertifikasi profesi IG


Dalam Perka BIG No. 1 Tahun 2014 disebutkan perlunya
dibentuk Lembaga Pengembangan Jasa Informasi Geospasial
(LPJIG) yang akan memiliki tugas mengakreditasi lembaga
sertifikasi kompetensi tenaga profesional, lembaga sertifikasi
penyedia jasa, lembaga pelatihan/kursus, dan
produk/instrumen IG. Namun demikian, target terbentuknya
lembaga tersebut belum terealisasi hingga akhir tahun 2014.
Hal ini disebabkan masih perlunya mempertajam kajian
tentang bentuk organisasi dan standar biaya agar nantinya
LPJIG mempunyai kedudukan yang kuat dan dapat berfungsi
optimal.
2) Lembaga sertifikasi profesi IG
Untuk dapat memberikan layanan sertifikasi, lembaga
sertifikasi profesi IG perlu terlebih dahulu mendapatkan
akreditasi LPJIG. Namun seperti telah disebutkan sebelumnya,
LPJIG sendiri belum terbentuk sampai akhir tahun 2014. Oleh
karena itu, target tersedianya lembaga sertifikasi profesi IG
juga tidak terpenuhi.
3) Pusat Pengembangan Infrastruktur Data Spasial
Dalam menjalankan tugasnya sebagai penghubung
simpul jaringan, BIG bekerja sama dengan berbagai perguruan
tinggi di Indonesia dengan membangun Pusat Pengembangan
Infrastruktur Data Spasial (PPIDS). Pusat tersebut secara
umum bertugas melakukan pembinaan kepada simpul jaringan
yang berada di sekitar tempat PPIDS berada. Hingga akhir
tahun 2014, telah terdapat 10 PPIDS yang terbentuk. Tiga di
antaranya terbentuk pada tahun 2014 dan jumlah tersebut
merupakan pencapaian yang paling tinggi dalam pembentukan
PPIDS dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Ketiga PPIDS

10
yang baru terbentuk itu adalah PPIDS Universitas Diponegoro
di Provinsi Jawa Tengah, PPIDS Universitas Tanjungpura di
Provinsi Kalimantan Barat, dan PPIDS Universitas Udayana di
Provinsi Bali.
4) Kajian standar kompetensi kerja nasional/profesi bidang IG
Kajian tentang standar kompetensi kerja nasional/profesi
bidang IG dibutuhkan untuk menjadi dasar dalam penyusunan
peraturan Kepala BIG tentang sertifikasi penyedia jasa di
bidang IG. Kajian tersebut berisi: 1) ketentuan umum, seperti
Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia, kompetensi di
bidang IG, sertifikasi tenaga profesional di bidang IG,
sertifikat kompetensi di bidang IG, SKKNI bidang IG, standar
khusus, standar internasional, harmonisasi SKKNI, lembaga
sertifikasi kompetensi IG, dan akreditasi; dan 2) ketentuan
khusus, seperti tujuan dari sertifikasi kompetensi di bidang IG,
pengembangan sertifikasi kompetensi bidang IG yang meliputi
pengembangan standar kompetensi, pengembangan skema
sertifikasi di bidang IG, penerapan sertifikasi kompetensi di
bidang IG dan harmonisasi, serta pengakuan sertifikasi
kompetensi di bidang IG; dan 3) ketentuan lainnya, seperti
pembiayaan, pengawasan, serta sanksi administratif. Dimulai
pada tahun 2013, kajian ini selesai sesuai target pada tahun
2014. Saat ini telah disusun 6 (enam) standar kompetensi yang
terdiri dari standar kompetensi Survei Terestris, Hidrografi,
Fotogrametri, Penginderaan Jauh, Sistem Informasi Geografis,
dan Kartografi.
E. Cakupan IGD yang akurat dan terkini/mutakhir
Dalam UU Nomor 4 Tahun 2011, IGD diartikan sebagai IG
yang berisi tentang objek yang dapat dilihat secara langsung atau
diukur dari kenampakan fisik di muka bumi dan yang tidak berubah
dalam waktu yang relatif lama. Yang termasuk dalam kategori IGD
adalah:

11
1) Jaring kontrol geodesi (JKG) yang meliputi Jaring Kontrol
Horisontal Nasional (JKHN), Jaring Kontrol Vertikal Nasional
(JKVN), dan Jaring Kontrol Gayaberat Nasional (JKGN); dan
2) Peta dasar yang meliputi Peta Rupabumi Indonesia (RBI), Peta
Lingkungan Pantai Indonesia (LPI), dan Peta Lingkungan Laut
Nasional (LLN).
Penyelenggaraan IGD diharapkan dapat mendorong
terealisasinya sistem referensi geospasial tunggal yang menjamin
integritas penyelenggaraan IGT oleh berbagai pihak dan juga
memenuhi kebutuhan peta dasar dalam berbagai resolusi dan skala,
mencakup seluruh wilayah darat dan wilayah laut nasional, untuk
dijadikan acuan dalam penyelenggaraan IGT.

1) Titik kontrol geodesi dan geodinamika sebagai referensi


tunggal dalam penyelenggaraan IG
Untuk mendapatkan IGD yang akurat, mutakhir, dan
komprehensif, BIG melakukan perawatan dan pembangunan
titik kontrol geodesi dan geodinamika. Perawatan dilakukan
untuk menjaga agar alat pada stasiun/titik kontrol terkait tetap
dapat berfungsi dengan baik dan memberikan data yang akurat
dan terkini, sementara pembangunan titik kontrol bertujuan
untuk mendapatkan data geodesi yang lebih komprehensif.
Data geodesi dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan pemetaan
dan survei rekayasa oleh pemerintah maupun swasta, serta
sebagai landasan pengembangan infrastruktur data spasial
nasional (IDSN). Sampai akhir tahun 2014, BIG telah berhasil
merawat dan membangun titik kontrol geodesi dan
geodinamika lebih dari jumlah yang ditargetkan. Rincian dari
titik kontrol yang dirawat dan dibangun BIG selama kurun
waktu 2 tahun sejak tahun 2013 adalah seperti tercantum
dalam Tabel 1.1 berikut.

12
Tabel 1.1 Titik Kontrol yang Dirawat dan Dibangun BIG Periode 2013
2014

Titik Kontrol Geodesi dan 2013 2014


Geodinamika Bangun Rawat Bangun Rawat

Stasiun Permanen Gayaberat - 1 - -

Titik Pantau Geodinamika dan


10 20 11 -
Deformasi

Stasiun Indonesia CORS - 118 3 118

Stasiun Jaring Pasang Surut


3 113 2 117
Real Time Nasional

Sistem Referensi Geodesi


200 - 10 43
JKHN dan JKVN

Total 213 252 26 278


Sumber: Lakip BIG tahun 2013 dan 2014

Berikut daftar distribusi jaringan titik kontrol geodesi


dan geodinamika:
a. Distribusi JKGN Orde 1 di Indonesia hingga tahun 2014

Gambar 1. 3 Distribusi JKGN Orde 1 di Indonesia.

13
b. Distribusi JKGN Orde 1 di Indonesia sampai dengan
tahun 2014

Gambar 1. 4 Sebaran Pembangunan Titik


Pantau Geodinamika dan Deformasi Tahun 2014.

c. Distribusi Jaringan CORS sampai dengan tahun 2014

Gambar 1. 5 Distribusi Jaringan CORS.

14
d. Distribusi Jaring Kontrol Pasang Surut Laut di Indonesia
sampai dengan tahun 2014

Gambar 1. 6 Distribusi Jaring Kontrol Pasang Surut Laut di


Indonesia.

e. Distribusi JKHN Orde 0 dan 1 di Indonesia sampai


dengan tahun 2014

Gambar 1. 7 Distribusi JKHN Orde 0 dan 1 di Indonesia

f. Distribusi JKHN Orde 0 dan 1 di Indonesia s/d tahun


2014

Gambar 1. 8 Distribusi JKVN Orde 1 dan 2 di Indonesia

15
2) Cakupan wilayah dan kedetilan IG RBI sebagai acuan
penyelenggaraan IG
Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005
2025 diamanatkan bahwa aspek kewilayahan (spasial) harus
diintegrasikan ke dalam kerangka perencanaan pembangunan
di semua tingkat pemerintahan. Tujuan diintegrasikannya
aspek kewilayahan dalam kerangka perencanaan pembangunan
adalah untuk mendukung koordinasi antar pelaku
pembangunan dan sinergi antar daerah dalam mencapai tujuan
nasional. Selanjutnya, untuk mendukung dijalankannya amanat
UU tersebut di atas, BIG melakukan kegiatan pemetaan dan
pemutakhiran peta RBI skala kecil dan menengah. Selama
periode 2013 2014, peta RBI skala kecil dan menengah yang
dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 1.2.

Tabel 1.2 Peta RBI Skala Kecil dan Menengah untuk Kepentingan
Perencanaan Pembangunan.

*NLP: Nomor Lembar Peta


Sumber: Lakip BIG tahun 2013 dan 2014

Berikut daftar indeks peta RBI skala kecil dan


menengah:
a. Indeks Peta Rupabumi Skala 1:25.000 hingga Tahun
2014

16
Gambar 1. 9 Indeks Peta Rupabumi Skala 1:25.000
hingga Tahun 2014.

b. Indeks Peta Rupabumi Skala 1:50.000 hingga Tahun


2014

Gambar 1. 10 Indeks Peta Rupabumi Skala 1:50.000


hingga Tahun 2014.

Rencana Detil Tata Ruang (RDTR) kabupaten/kota dan


rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten/kota yang
dibutuhkan dalam penyusunan peraturan zonasi, sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 26 Tahun
2007 tentang Penataan Ruang, mengindikasikan dibutuhkannya
IGD skala besar 1:5.000. Hal ini dikarenakan RDTR
kabupaten/kota merupakan penjabaran dari Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) kabupaten/kota sehingga memiliki informasi
dengan tingkat kedalaman yang lebih rinci dan membutuhkan

17
skala ketelitian peta yang lebih besar. Untuk kepentingan
penyusunan RDTR Kabupaten/Kota dan Kawasan Strategis
Kabupaten/Kota, sejak tahun 2013 BIG telah menghasilkan peta
RBI skala besar dengan rincian seperti tertera dalam Tabel 1.3
berikut.

Tabel 1.3 Peta RBI Skala Besar untuk Kepentingan Penyusunan


RDTR Kabupaten/Kota dan Kawasan Strategis Kabupaten/Kota.

Sumber: Lakip BIG tahun 2013 dan 2014

18
Berikut daftar indeks peta RBI skala besar yang telah
dibuat oleh BIG:
a. Indeks Peta Rupabumi skala 1:5.000 hingga tahun 2014

Gambar 1. 11 Indeks Peta Rupabumi skala 1:5.000


hingga tahun 2014

b. Indeks Peta Rupabumi skala 1:10.000 hingga tahun 2014

Gambar 1. 12 Indeks Peta Rupabumi skala 1:10.000


hingga tahun 2014

3) Cakupan wilayah dan kedetilan IG LPI dan LLN sebagai acuan


penyelenggaraan IG
Menurut UU No. 4 Tahun 2011, Peta LPI adalah peta
dasar yang memberikan informasi secara khusus untuk wilayah
pesisir, sedangkan Peta LLN adalah peta dasar yang
memberikan informasi secara khusus untuk wilayah laut.

19
Tujuan penggunaan peta LPI adalah untuk mendukung
perencanaan tata ruang pulau dan wilayah pesisir/pantai,
zonasi pesisir, pemetaan batas wilayah daerah, mitigasi
bencana, dan perencanaan pembangunan infrastruktur.
Sementara itu, penggunaan peta LLN ditujukan untuk
mendukung perencanaan pembangunan sektor kelautan dan
ekonomi kawasan pulau-pulau kecil, pemetaan batas wilayah
daerah dan negara, mitigasi bencana, dan perencanaan
pembangunan infrastruktur. Terkait dengan pemetaan
lingkungan pantai Indonesia dan lingkungan laut nasional yang
dilakukan oleh BIG, pada tahun 2013 dan 2014 jumlah Peta
LPI dan LLN yang dihasilkan seperti terlihat pada Tabel 1.4
berikut.

Tabel 1.4 Peta LPI dan Peta LLN

Jumlah
Tahun Peta Skala Wilayah
NLP

2013 LPI 1:25.000 Selat Sunda 4

1:50.000 Kalimantan Barat, 40


Kalimantan Tengah, dan
Kalimantan Selatan

1:250.000 Sulawesi bagian utara dan 10


tengah

LLN 1:50.000 Kepulauan Seribu 4

1:500.000 Seluruh Indonesia 44

2014 LPI 1:25.000 Teluk Jakarta 4

1:50.000 Sulawesi Utara, Gorontalo, 40


Sulawesi Tengah dan Barat

1:250.000 Selat Makassar, Nusa 10


Tenggara Timur, Pulau
Halmahera, dan Papua
Barat

LLN 1:50.000 Karimunjawa 4

Sumber: Lakip BIG tahun 2013 dan 2014

Berikut daftar indeks peta LPI dan LLN sebagai acuan


penyelenggaraan IG yang telah dibuat BIG:

20
a. Indeks Peta LPI hingga tahun 2014

Gambar 1. 13 Indeks Peta LPI sampai tahun 2014

b. Indeks Peta LLN skala 1:500.000

Gambar 1. 14 Indeks Peta LLN skala 1:500.000 sampai


tahun 2014

4) Cakupan IG batas wilayah yang akurat dan mutakhir


Penegasan batas wilayah, baik batas wilayah daerah
(administrasi) maupun negara dibutuhkan untuk mendukung
pembangunan nasional. Batas wilayah administrasi dibutuhkan
dalam pengaturan tata ruang, pertahanan keamanan, tata kelola
pemerintahan, pengelolaan sumber daya alam, pelayanan
administrasi kependudukan, pelayanan administrasi
pertanahan, perizinan pertambangan, pelaksanaan pemilihan
umum (Pemilu)/pemilihan kepala daerah (Pilkada),
perhitungan dana alokasi umum (DAU), pembentukan daerah
otonom baru, dan lain sebagainya. Sementara itu, selain
dibutuhkan untuk mendukung beberapa hal tersebut di atas,

21
batas wilayah negara juga dibutuhkan khususnya untuk
mengatasi masalah yang memerlukan penyelesaian diplomatik.
Dalam penentuan batas administrasi daerah, peran BIG
adalah mengekstrasi batas indikatif yang dibutuhkan dalam
penegasan batas daerah. Jika batas indikatif yang dihasilkan
BIG disetujui oleh daerah-daerah yang berbatasan, selanjutnya
berdasarkan batas indikatif tersebut, Kementerian Dalam
Negeri akan menegaskan/menetapkan batas wilayah daerah-
daerah yang berbatasan dengan mengeluarkan peta batas
definitif. Berikutnya, untuk dapat mengekstrasi batas indikatif
administrasi daerah, BIG melakukan pembuatan Peta Koridor
Kabupaten/Kota. Sebagai capaiannya, pada tahun 2013
dihasilkan 15 NLP segmen batas kabupaten dan 3 NLP segmen
batas provinsi di Provinsi Kalimantan Tengah, dan tahun 2014
dihasilkan 13 segmen batas kabupaten di Provinsi Sulawesi
Selatan.

Dalam hal batas wilayah negara, Common Border Datum Reference Frame
(CBDRF) adalah titik acuan/referensi yang disepakati bersama oleh
negara-negara yang berbatasan untuk digunakan dalam pengelolaan
kawasan batas negara. Representasi dari titik-titik referensi batas wilayah
ini di lapangan adalah dalam bentuk tugu, monumen, atau pilar. Dalam
pemasangan pilar batas CBDRF, BIG melakukannya di 3 wilayah
perbatasan negara, yaitu Malaysia, Papua Nugini, dan Timor Leste.
Jumlah pilar batas negara yang terpasang di ketiga wilayah perbatasan
tersebut sejak awal tahun 2013 hingga akhir tahun 2014 telah melebihi
jumlah yang ditargetkan. Berikut detil jumlah pilar batas wilayah yang
BIG pasang antara tahun 2013 dan 2014 dapat dilihat pada

Tabel 1.5.

Tabel 1.5 Pilar Batas Wilayah Negara


Jumlah Pilar
Batas Negara
2013 2014
Indonesia - Malaysia 35 35
(RI - Malaysia)
Indonesia - Papua Nugini 5 5
(RI - PNG)
Indonesia - Republik Demokratik Timor Leste 80 80

22
(RI - RDTL)
Total 120 120
Sumber: Lakip BIG tahun 2013 dan 2014

Berikut daftar cakupan IG batas wilayah pada tahun


2014:
a. Indeks Peta Batas RI-Malaysia skala 1:50.000

Gambar 1. 15 Indeks Peta Batas RI-Malaysia skala 1:50.000

b. Lokasi kegiatan CBDRF RI-PNG

Gambar 1. 16 Lokasi kegiatan CBDRF RI-PNG

23
c. Lokasi pemasangan pilar batas RI-RDTL

Gambar 1. 17 Lokasi pemasangan pilar batas RI-RDTL

Masih terkait dengan batas wilayah negara, BIG juga


menyediakan Peta Batas Wilayah Negara di daratan dalam
bentuk Peta Joint Border Mapping (JBM). Maksud dari
dibuatnya Peta JBM ini adalah untuk menyediakan IG wilayah
perbatasan yang dapat digunakan sebagai bahan perundingan
bilateral dengan ketiga negara yang berbatasan dengan
Indonesia. Dalam tahun 2014, BIG baru bisa menghasilkan
Peta untuk Koridor Perbatasan RI-Malaysia dan RI-PNG. Peta
JBM RI-Malaysia sebanyak 10 NLP, dan Peta JBM RI-PNG
sebanyak 5 NLP. Peta tersebut dapat terlihat pada Gambar 1.
18.

24
Gambar 1. 18 Peta JBM RI-Malaysia 26

F. Informasi geospasial tematik terintegrasi yang akurat


Terkait penyelenggaran IGT, menurut UU No. 4 Tahun 2011,
BIG dapat menyelenggarakan IGT yang belum diselenggarakan oleh
K/L/P lain, mengintegrasikan lebih dari satu IGT yang
diselenggarakan oleh K/L/P menjadi 1 IGT baru, dan
mengintegrasikan IGT yang diselenggarakan oleh lebih dari satu
K/L/P menjadi 1 IGT baru. Hal ini dapat mendukung penyediaan
produk IGT terintegrasi yang dibutuhkan untuk menjawab isu-isu
strategis pembangunan nasional yang terkait dengan ketahanan
pangan, perubahan iklim, kebencanaan, swasembada garam, dan
pelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup. Selain
dibutuhkan untuk menjawab isu-isu strategis pembangunan nasional,
IGT terintegrasi juga dapat dimanfaatkan untuk melakukan
penyusunan strategi pengembangan wilayah kabupaten/kota.

25
Pada periode tahun 2013 2014, BIG berhasil membuat 6 IGT
terintegrasi. Produk IGT terintegrasi dihasilkan BIG melalui kerja
sama kelompok kerja IGT nasional. Sesuai arahan kebijakan satu
peta, proses pengintegrasian berbagai peta tematik sektoral (IGT)
mengacu pada IGD dan standar. Berikut keenam IGT terintegrasi
yang telah di-launch secara nasional dalam skema one map policy.

1) Peta Moratorium Ijin Baru Hutan Primer dan Lahan Gambut


(PIPIB)

Gambar 1. 19 Peta PIPIB versi ke-7

2) Peta One Map Penutup Lahan Nasional Skala 1:250.000

Gambar 1. 20 Peta One Map Sumber Daya Alam Pesisir dan Laut

26
Gambar 1. 21 Satu Peta Karakteristik Laut Nasional

Gambar 1. 22 Satu Peta Habitat Lamun Nasional

Gambar 1. 23 Satu Peta Mangrove Nasional

27
3) Peta Multirawan Bencana Alam

Gambar 1. 24 Peta Multirawan Bencana Alam di Provinsi


Jawa Tengah
4) Peta Konflik Lahan

Gambar 1. 25 Contoh Peta Konflik Penguasaan Lahan


5) Peta Terumbu Karang

Gambar 1. 26 Peta Terumbu Karang

28
1.1.2 Evaluasi Capaian Reformasi Birokrasi (RB) BIG Gelombang II

Reformasi birokrasi (RB) BIG gelombang II dilakukan dalam rangka


mewujudkan upaya pemerintah untuk mencapai tata kelola pemerintahan
yang baik (good governance) serta melakukan pembaruan serta perubahan
mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan. Reformasi
birokrasi dilaksanakan dalam suatu kerangka reformasi birokrasi nasional
(RBN) melalui Peraturan Presiden (Perpres) No. 81 Tahun 2010 tentang
Grand Design Reformasi Birokrasi (GDRB). GDRB sendiri merupakan
rancangan induk yang berisi arah kebijakan pelaksanaan reformasi
birokrasi nasional (RBN) untuk kurun waktu 2010-2025. Dalam
implementasinya, GDRB memiliki 3 (tiga) sasaran yaitu: terwujudnya
pemerintahan yang bersih dan bebas KKN, meningkatnya kualitas
pelayanan publik kepada masyarakat, dan meningkatnya kapasitas dan
akuntabilitas kinerja birokrasi.

Setiap sasaran yang ada di GDRB memiliki indikator-indikator yang


terukur untuk mengetahui sejauh mana pencapaian sasaran tersebut.
Sasaran pertama, terwujudnya pemerintahan yang bersih dan bebas KKN
memiliki dua indikator yaitu indeks persepsi korupsi (IPK), dan opini BPK
terhadap laporan keuangan instansi. Sasaran kedua, terwujudnya
peningkatan kualitas pelayanan publik kepada masyarakat memiliki dua
indikator yaitu integritas pelayanan publik, dan peringkat kemudahan
berusaha. Sasaran ketiga, meningkatnya kapasitas dan kapabilitas
akuntabilitas kinerja birokrasi memiliki indikator indeks efektivitas
pemerintahan, serta instansi pemerintah yang akuntabel.

Dalam mendukung upaya pelaksanaan GDRB, Kementrian


Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-
RB) menyusun Road Map Reformasi Birokrasi (RMRB). RMRB sendiri
merupakan sebagai bentuk operasionalisasi dari GDRB yang disusun dan
dilakukan setiap 5 (lima) tahun sekali. RMRB berisi rencana rinci
pelaksanaan RB dari satu tahapan ke tahapan selanjutnya dengan sasaran
per tahun yang jelas.

29
Pada periode 2010-2014, pelaksanaan RMRB telah memasuki
gelombang II yang diatur dalam PermenPAN-RB No.20 Tahun 2010. Di
dalam RMRB gelombang II terdapat 8 area perubahan meliputi program
manajemen perubahan, program penataan peraturan perundang-undangan,
program penataan dan penguatan organisasi, program penataan tata
laksana, program penataan sistem manajemen SDM aparatur, program
penguatan pengawasan, program penguatan akuntabilitas kinerja, program
peningkatan kualitas pelayanan publik, serta satu program monitoring,
evaluasi, dan pelaporan.

Berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan RB BIG tahun 2014,


pelaksanaan RB BIG mendapatkan nilai 45,14 dan mengalami
peningkatan pada tahun 2015 menjadi 60,61. Penilaian tersebut
didasarkan pada pencapaian target 8 area perubahan serta satu monitoring
dan evaluasi. Detail hasil evaluasi terhadap capaian RB BIG tahun 2014
dan tahun 2015 dapat dilihat pada Tabel 1.6.

Tabel 1.6 Hasil evaluasi Menpan RB terhadap implementasi RB BIG


Nilai Nilai % Nilai %
No Komponen Penilaian
Maks. 2014 Capaian 2015 Capaian
A Pengungkit
1 Manajemen Perubahan 5 2.74 54.8 3.59 71.78
Penataan Peraturan
2 5 2.09 41.8 2.09 41.8
Perundang-undangan
Penataan dan Penguatan
3 6 0.99 16.5 1.99 33.17
Organisasi
4 Penataan Tatalaksana 5 2.63 52.6 3.47 69.35
Penataan Sistem
5 15 5.25 35 10.98 73.22
Manajemen SDM
6 Penguatan Akuntabilitas 6 2.39 39.83 3.61 60.2
7 Penguatan Pengawasan 12 4.18 34.83 4.35 36.22
Peningkatan Kualitas
8 6 3.1 51.67 3.89 64.62
Pelayanan Publik
Sub Total Komponen
60 23.37 38.95 33.97 62.82
Pengungkit
B Hasil
Kapasitas dan
1 Akuntabilitas Kinerja 20 13.41 67.05 13.66 68.32
Organisasi
Pemerintah Yang Bersih
2 10 1.5 15 5.52 55.23
dan Bebas KKN
Kualitas Pelayanan
3 10 9.45 94.5 7.45 74.5
Publik
Sub Total Komponen Hasil 40 24.36 60.9 26.63 66.59
Indeks Reformasi
100 47.73 47.73 60.61 60.61
Birokrasi

30
Komposisi nilai reformasi birokrasi BIG pada tahun 2015 sebesar
60,61 terdiri dari nilai 33,97 untuk pencapaian program dan kegiatan yang
terdapat dalam komponen pengungkit serta 26,63 untuk pencapaian
komponen hasil yang merupakan representasi dari sasaran reformasi
birokrasi. Kedua komponen tersebut terlihat mengalami peningkatan
dibanding nilai tahun 2014, walaupun peningkatan capaian kedua
komponen tersebut tidak berarti seluruh sub-komponen mengalami
peningkatan. Secara keseluruhan, pencapaian reformasi birokrasi untuk
setiap program dapat digambarkan Gambar 1.27.

Nilai RB:
Kriteria hasil (40%) 60,61
(B)
Kapasitas dan Pemerintahan yang Kualitas
akuntabilitas bersih dan bebas pelayanan
organisasi (68,32%) KKN (55,23%) publik (74,50%)

Kriteria pengungkit (60%)

Penataan dan Penataan peraturan Penataan Penguatan


penguatan perundang- = tatalaksana akuntabilitas
organisasi (33,17%) undangan (41,75%) (69,35%) (60,20%)

Penataan sistem
Penguatan Peningkatan kualitas
manajemen SDM
pengawasan (36,22%) layanan publik (64,82%)
(73,22%)

Manajemen perubahan (71,78%)

Gambar 1. 27 Pemetaan hasil asesmen reformasi birokrasi BIG

Gambar 1.27 menunjukkan capaian RB setiap sub-komponen dari


setiap komponen RB BIG yang dinilai, serta perbandingan capaian nilai
RB tahun 2015 terhadap tahun 2014. Tiga (3) area perubahan, yaitu
penataan dan penguatan organisasi, penataan peraturan perundang-
undangan, serta penguatan pengawasan memperoleh nilai dibawah indeks
RB BIG tahun 2015 (60,61). Hal ini berarti bahwa ketiga area perubahan
tersebut perlu mendapat perhatian dan menjadi fokus utama dalam
implementasi RB BIG tahun 2016 hingga tahun 2019. Sedangkan pada

31
kriteria hasil, kondisi pemerintahan yang bersih dan bebas KKN juga
masih berada dibawah indeks RB BIG tahun 2015, sehingga perlu
dioptimalkan melalui optimasi pelaksanaan kriteria pengungkit yang
terkait dengan kondisi tersebut.

Salah satu upaya yang dilakukan dalam mewujudkan area perubahan


reformasi birokrasi diantaranya dengan penerapan quick wins. Quick wins
diharapkan dapat memberikan momentum awal yang positif dan juga
kepercayaan diri untuk melaksanakan reformasi birokrasi secara konsisten
dan berkelanjutan. Keluaran dari pelaksanaan quick wins adalah perbaikan
sistem dan mekanisme kerja atau produk utama dari
Kementerian/Lembaga sesuai tupoksinya. Pedoman pelaksanaan quick
wins sendiri diatur dalam Buku 7, Permenpan-RB No.13 Tahun 2011
tentang Pedoman Pelaksanaan Quick Wins. Berdasarkan identifikasi yang
dilakukan oleh BIG, rumusan program quick wins yang diusung oleh BIG
adalah peningkatan layanan akses terhadap informasi geospasial melalui
penyediaan layanan data online yang dapat diakses melalui Ina-Geoportal.

1.1.3 Aspirasi Masyarakat

Pada bagian ini akan diuraikan tentang aspirasi masyarakat terhadap


BIG yang secara garis besar dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu pemenuhan
barang publik, layanan publik, dan regulasi dalam lingkup kewenangan
Kementerian/Lembaga. Adapun yang termasuk dalam kategori masyarakat
adalah K/L/P. Berikut adalah harapan masyarakat terhadap BIG:

A. Pemenuhan Kebutuhan Barang Publik Data dan IG


Berikut adalah identifikasi kebutuhan data dan IG yang
keberadaannya diinginkan oleh masyarakat luas, antara lain:

1) Peta perubahan iklim (climate change).


2) Integrasi peta daerah rawan bencana/multihazard map (gempa
bumi, longsor, banjir, tsunami, kebakaran hutan, dan lain-lain).
3) Peta batas negara (darat/laut) dan batas administrasi daerah.
4) Peta wilayah perbatasan negara dan daerah (darat dan laut).

32
5) Peta LPI khususnya di wilayah pantai yang berpotensi besar di
dalam pengembangan kegiatan perekonomian masyarakat.
6) Peta lereng, penutup lahan, sistem lahan, seabed cover.
7) Atlas Nasional Indonesia, Atlas for Child, Atlas for Visually
Impairment.
8) Neraca sumber daya alam darat dan laut.
9) Data pemantauan pergerakan lempeng bumi.
10) Pemutakhiran jaringan geodesi nasional melalui teknologi GPS
selain Navstar GPS seperti Galileo, Glonass, dan lain-lain.
11) Environmental sensitivity indexes.
12) Sertifikasi profesi di bidang IG.
13) Kontribusi dalam pemetaan emisi gas karbon.
14) Pemetaan tata ruang kabupaten/ kota dan tata ruang kawasan.
15) Model spasial dinamis untuk perencanaan pembangunan.
16) Deskripsi geografi setiap pulau, desa, dan ekosistem.
17) Jaringan infrastruktur dan sistem peringatan dini tsunami
berupa stasiun GPS kontinyu dan stasiun pasang surut laut
digital.

B. Pemenuhan Kebutuhan Layanan Publik


Selain dari sisi keberadaannya, maka dari sisi perolehannya
masyarakat menginginkan data dan IG diperoleh dengan cara:

1) Pelayanan prima.
2) Pelayanan secara elektronik (e-service).
3) Mendekatkan jarak antara produsen dengan pengguna melalui
pendirian Sentra Peta untuk penjualan produk.
4) Menjadikan produk BIG lebih terbuka dan mudah diakses
secara elektronik.
5) Pemberian tarif nol rupiah untuk produk yang dihasilkan BIG.

C. Pemenuhan Kebutuhan Regulasi Data dan IG


Regulasi terhadap keberadaan data dan IG yang diperlukan
oleh masyarakat, antara lain berupa:

33
1) Peraturan perundang-undangan terkait dengan pengumpulan,
pengolahan, penyimpanan, penyebarluasan (distribusi), dan
penggunaan IG.
2) Spesifikasi teknis berupa norma, standar, prosedur, dan kriteria
(NSPK).

1.2 Potensi dan Permasalahan

Identifikasi potensi dan permasalahan merupakan langkah bagi


organisasi untuk menganalisis kekuatan dan kelemahan yang dimiliki serta
peluang dan tantangan yang akan dihadapi. Hal ini perlu dilakukan supaya
organisasi dapat menentukan langkah-langkah strategis yang realistis untuk
mewujudkan visi dan melaksanakan misi organisasi.

1.2.1 Potensi dan Permasalahan Internal

Analisis terhadap potensi dan permasalahan internal BIG dilakukan


untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan yang dimiliki BIG.
Analisis dilakukan dengan metode perbandingan antara fakta-fakta internal
dengan teori, best practice, target internal, institusi sejenis, atau pendapat
pakar yang relevan. Fakta-fakta tersebut meliputi aspek SDM, budaya
organisasi, proses organisasi, pembuatan kebijakan, anggaran, koordinasi,
dan layanan publik.

a. Sumber Daya Manusia (SDM)

Sumber daya manusia BIG merupakan salah satu modal utama


dalam menjalankan organisasi BIG untuk melaksanakan tugas dan
fungsinya. Pengelolaan SDM BIG harus selaras dengan reformasi
birokrasi BIG yang diatur dalam program penataan SDM aparatur
BIG. Penilaian reformasi birolrasi untuk program tersebut serta
pencapaian BIG pada aspek SDM menunjukkan adanya potensi
kekuatan maupun permasalahan yang harus dikelola dengan baik agar
BIG dapat mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsinya.
Potensi kekuatan pada aspek sumber daya manusia yang
dimiliki BIG adalah perencanaan SDM, dimana BIG telah melakukan
perencanaan kebutuhan pegawai sesuai dengan kebutuhan.

34
Perencanaan kebutuhan pegawai yang dilakukan didahului dengan
melakukan analisis jabatan, analisis beban kerja, evaluasi jabatan
hingga rencana distribusi pegawai ke masing-masing unit kerja.
Bahkan untuk evaluasi jabatan telah dilakukan pada seluruh unit kerja
yang ada di BIG. Proses penerimaan pegawai juga telah dilakukan
secara transparan, objektif, akuntabel serta bebas praktek korupsi,
kolusi dan nepotisme (KKN). Selain itu, secara kualitas BIG telah
memiliki SDM yang kompeten di bidang informasi geospasial.
Beberapa tenaga ahli BIG di bidang informasi geospasial bahkan telah
mendapat pengakuan baik pada skala nasional maupun internasional.
Permasalahan pada aspek SDM yang dimiliki BIG saat ini
didominasi pada aspek pengelolaan SDM. Pengembangan pegawai
berbasis kompetensi (competency-based human resource
management) belum sepenuhnya diterapkan di seluruh unit kerja.
Hanya sebagian kecil unit kerja yang telah menerapkan pola
pengembangan pegawai berbasis kompetensi ini. Promosi jabatan
tinggi secara terbuka juga belum dilakukan dengan optimal di
lingkungan BIG, walaupun BIG telah menyusun kebijakan yang
mengatur pelaksanaan promosi jabatan tinggi secara terbuka di
lingkungan BIG. Pengelolaan kinerja individu secara terintegrasi
belum dilakukan di lingkungan BIG, sehingga pengukuran kinerja
individu masih dilakukan dengan menggunakan kehadiran pegawai.
Permasalahan lain terkait aspek SDM adalah kuantitas SDM.
Walaupun BIG memiliki SDM berkualitas di bidang informasi
geospasial sebagai potensi kekuatan, namun BIG menghadapi
permasalahan jumlah SDM. Berdasarkan analisis beban kerja yang
dilakukan, jumlah SDM BIG saat ini belum memenuhi jumlah SDM
yang dibutuhkan untuk menjalankan seluruh tugas dan fungsi BIG
secara optimal. Selain itu, Sistem Informasi Kepegawaian belum dapat
dimanfaatkan secara optimal. Salah satu penyebab utamanya adalah
sistem informasi tersebut belum dapat diakses secara optimal.

35
Terdapat beberapa permasalahan teknis maupun operasional dalam
implementasi sistem informasi tersebut.

b. Budaya Organisasi

Budaya organisasi merupakan perekat seluruh elemen penting


dalam organisasi. Budaya organisasi ini memegang peranan penting
dalam menjalankan suatu organisasi. Budaya organisasi untuk institusi
pemerintahan tercermin dalam internalisasi sistem nilai (values) yang
disepakati dan dipahami bersama. Selain itu, pelaksanaan reformasi
birokrasi merupakan proses dalam membentuk budaya organisasi
pemerintahan yang unggul, transparan dan akuntabel.
Badan Informasi Geospasial memiliki potensi kekuatan serta
permasalahan dalam aspek budaya organisasi. Potensi kekuatan yang
dimiliki adalah BIG telah memiliki tim reformasi birokrasi sebagai
tim perubahan organisasi dalam pelaksanaan reformasi birokrasi di
lingkungan BIG. Tim perubahan memegang peranan penting dalam
keberhasilan pengelolaan perubahan di suatu organisasi. Tim
perubahan merupakan sekumpulan pegawai yang bersedia
mendedikasikan waktunya untuk membantu melaksanakan proses
perubahan organisasi secara bertahap. Konteks perubahan yang
dilakukan untuk pemerintahan adalah pelaksanaan reformasi birokrasi
yang terdiri dari 4 (empat) gelombang dan dilakukan dalam waktu 25
tahun. Untuk itu, memiliki tim perubahan merupakan modal dasar dan
fondasi bagi perubahan itu sendiri.
Walaupun tim perubahan telah dibentuk, namun BIG masih
menghadapi beberapa permasalahan. Tim reformasi birokrasi yang
merupakan tim perubahan belum melaksanakan sebagian besar tugas
sesuai rencana kerja tim reformasi birokrasi BIG, termasuk belum
melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan rencana
kerja tersebut. Agen perubahan sebagai perpanjangan tangan tim
perubahan di unit kerja juga belum dibentuk secara formal. Hal ini
menjadi salah satu penyebab belum optimalnya pelaksanaan roadmap
reformasi birokrasi di lingkungan BIG, yaitu quick win tidak sesuai

36
dengan ekspektasi atau tidak dapat diselesaikan dalam waktu cepat,
serta sosialisasi dan internalisasi roadmap reformasi birokrasi belum
dilakukan untuk sebagian besar unit kerja.
Selain itu, sistem nilai yang telah dicanangkan BIG belum
terinternalisasi secara keseluruhan. Jika dilihat dari budaya organisasi,
kemampuan SDM BIG dalam beradaptasi dengan perubahan yang
terjadi masih kurang dan masih perlu ditingkatkan. Penegakan aturan
disiplin/kode etik/kode perilaku pegawai juga belum optimal
dilakukan pada sebagian besar unit kerja di lingkungan BIG. Hal ini
disebabkan permasalahan sosialisasi dan internalisasi serta
pengawasan yang belum dilakukan secara optimal.

c. Layanan Publik

UUD 45 Pasal 30 mengamanatkan bahwa negara berkewajiban


melayani setiap warga negara dan penduduk dalam memenuhi hak dan
kebutuhan dasarnya dalam kerangka pelayanan publik. Pentingnya
pelaksanaan layanan publik pada kementrian/lembaga dipertegas
dengan adanya Undang-Undang No.25 tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik. Penegasan lainnya tentang layanan publik juga tergambar dari
masuknya pelaksanaan layanan prima sebagai salah satu indikator inti
keberhasilan program RB.

Capaian pelaksanaan layanan publik yang dilakukan oleh BIG


tercermin dari nilai pelaksanaan layanan publik yang dikeluarkan oleh
KemenPAN-RB. Penilaian layanan publik dilakukan dengan
mempertimbangkan 5 (lima) kriteria yaitu standar pelayanan, budaya
pelayanan prima, pengelolaan pengaduan, penilaian kepuasan
terhadap pelayanan, dan pemanfaatan teknologi informasi dalam
peningkatan mutu layanan publik. Kelima kriteria tersebut secara
akumulatif membentuk nilai pencapaian layanan publik, dimana nilai
yang diberikan KemenPAN-RB sebesar 3,89 dari nilai maksimal 6,0.
Hal ini menandakan layanan publik yang dilaksanakan BIG sudah
cukup baik namun perlu terus ditingkatkan secara berkesinambungan.

37
Adapun dasar pembobotan nilai didapatkan dari keselarasan antara
implementasi layanan publik dengan kepatuhan terhadap amanat UU
No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Berdasarkan penilaian
KemenPAN-RB, buruknya pencapaian 5 (lima) kriteria layanan publik
disebabkan karena terdapat ketidakmaksimalan dalam implementasi
masing-masing sub-kriteria.

Kriteria pertama yaitu standar pelayanan, ketidakoptimalan BIG


terjadi karena hanya sebagian kecil jenis layanan yang telah
disosialisikan terhadap total keseluruhan jenis layanan yang ada, hal
tersebut tidak selaras dengan pasal 22 UU No. 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik. Disamping itu penelaahan dan perbaikan atas
standar pelayanan belum dilakukan secara berkala dan/tidak
melibatkan stakeholders sehingga hal tersebut tidak selaras dengan
pasal 20 (1) dan (2) UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Namun pada kriteria pertama ini, BIG juga memiliki kelebihan yang
dapat dikaterogrikan sebagai kekuatan BIG. Kelebihan tersebut adalah
terdapatnya standar pelayanan publik adalah sebagian besar jenis
layanan sudah memiliki Standard Operating Procedure (SOP)
pelayanan, dimana hal ini selaras dengan pasal 15 (1) UU No. 25
Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

Kriteria kedua implementasi budaya pelayanan prima,


ketidakoptimalan implementasi layanan publik terjadi karena tiga hal.
Pertama, sosialisasi/pelatihan dalam upaya penerapan budaya prima
hanya dilakukan sebagian kecil, hal ini tidak selaras dengan pasal 15
butir b dan butir c UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Kedua, belum diterapkannya sistem reward and punishment sesuai
standar. Hal tersebut tidak selaras dengan pasal 11 (2) dan (3) UU No.
25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik yang mengamatkan perlu
adaya sistem penghargaan bagi yang berprestasi serta pemberian
hukuman bagi yang melanggar ketentuan penyelenggaraan layanan
publik. Ketiga, layanan terpadu hanya mencakup sebagian kecil
pelayanan. Hal tersebut tidak selaras dengan pasal 9 (1) UU No. 25

38
Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik yang mengamanatkan sistem
layanan sebaiknya dilakukan terpadu untuk kemudahan pelayanan
publik.

Ketidakoptimalan pada kriteria ketiga yaitu pengelolaan


pengaduan disebabkan oleh dua faktor. Faktor pertama yaitu belum
terpenuhinya SOP tentang pengaduan pelayanan, hal tersebut tidak
selaras dengan pasal 37 UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik yang mengamanatkan bahwa penyelenggara layanan publik
harus mengatur mekanisme pengelolaan pengaduan. Faktor kedua
yaitu evaluasi atas penganangan keluhan belum dilakukan secara
berkala, dimana hal tersebut tidak selaras dengan amanat pasal 37 UU
No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dimana penyelenggara
layanan wajib menyusun mekanisme pengelolaan pengaduan.

Ketidakoptimalan pada kriteria keempat yaitu penilaian


kepuasan terhadap pelayanan, terjadi karena survei kepuasan
masyarakat terhadap layanan BIG tidak dilakukan secara berkala serta
tidak dapat diaksesnya hasil survei kepuasan masyarakat. pengelolaan
pengaduan dimana tindak lanjut atas pengaduan layanan telah
dilakukan pada sebagian besar pengaduan yang ada, hal tersebut
selaras dengan pasal 36 (3) UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik. Namun disisi lain, kelebihan yang dimiliki BIG pada kriteria
pengelolaan pengaduan dimana tindak lanjut atas pengaduan layanan
telah dilakukan pada sebagian besar pengaduan yang ada, dapat
menjadi kekuatan bagi BIG. Hal tersebut selaras dengan pasal 36 (3)
UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik

Kriteria kelima yaitu pemanfaatan teknologi dalam layanan


publik dimana BIG tidak melakukan perbaikan terus menerus terhadap
teknologi tersebut. Namun BIG memiliki kelebihan yang dapat
dijadikan kekuatan dalam hal pemanfaatan teknologi dalam
memberikan layanan dimana sebagian besar layanan sudah
memanfaatkan teknologi informasi, salah satunya adalah mekanisme

39
layanan publik Ina-Geoportal yang memberikan kemudahan akses
bagi pengguna, dan kepemilikian data public domain dalam berbagai
skala. Hal tersebut selaras dengan pasal 23 UU No. 25 Tahun 2009
tentang Pelayanan Publik.

Selain 5 (lima) hal yang telah dijabarkan tersebut, terdapat


beberapa hal lain yang menghambat pengingkatan kualitas pelayanan
publik. Pertama, pembayaran online (e-payment) belum terfasilitasi
dengan baik. Kedua, sosialiasi kepada pengguna tentang PP tarif
produk dan jasa belum optimal dan menyeluruh dimana hal tersebut
tidak selaras dengan pasal 22 (2) UU No. 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik yang mewajibkan penyelenggara layanan publik
wajib mempublikasikan layanannya secara jelas dan luas.

d. Tata Laksana
Tata laksana/proses organisasi (business process) merupakan
sekumpulan aktivitas kerja terstruktur dan saling terkait yang
menghasilkan keluaran yang sesuai dengan kebutuhan pengguna.
Penataan tata laksana sangat perlu dilakukan untuk mengakomodasi
perubahan arah strategis organisasi dan merespon perubahan
lingkungan yang berasal dari dalam dan/atau luar organisasi. Tujuan
dilakukannya penataan tata laksana adalah untuk meningkatkan
efisiensi dan efektivitas manajemen organisasi sehingga birokrasi
yang professional, pelayanan optimal, dan masyarakat yang sejahtera
dapat dicapai.

Berdasarkan hasil penilaian reformasi dan birokrasi yang


dilakukan terhadap BIG, diketahui bahwa BIG memiliki permasalahan
dalam penataan tata laksana organisasi dimana hanya sebagian kecil
unit organisasi yang sudah memiliki peta proses organisasi sesuai
dengan tugas dan fungsi, artinya masih banyak unit kerja yang belum
memiliki peta proses organisasi yang sesuai dengan tugas dan fungsi
dari masing-masing unit tersebut. Hal tersebut berdampak pada
kinerja BIG dimana saat ini kemampuan BIG dalam menghasilkan

40
IGD belum memenuhi kebutuhan dan sebagian besar IG belum
dimutakhirkan. Peta proses organisasi yang telah dimiliki oleh
sebagian kecil dari unit organisasi tersebut sebagian besar telah
dijabarkan dalam bentuk SOP yang dijadikan dasar dalam pelaksanaan
tugas dan fungsi dari unit kerja. Peta proses bisnis yang telah
dijabarkan dalam bentuk SOP tersebut telah diterapkan oleh sebagian
besar unit kerja. Sayangnya, efisiensi dan efektivitas peta proses bisnis
dan prosedur operasional yang telah disusun dan diterapkan oleh unit
kerja belum dievaluasi secara berkala. Hal ini menyebabkan efisiensi
dan efektivitas serta hasil penerapan dari peta proses bisnis dan
prosedur operasional tidak dapat diketahui. Dengan demikian,
perbaikan terhadap proses bisnis dan prosedur operasional akan sulit
dilakukan karena tidak memiliki dasar/acuan yang valid.

Sesuai dengan INPRES No.3 tahun 2003, pemerintah harus


mampu memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dan harus segera
melaksanakan proses transformasi menuju e-government. E-
government sendiri merupakan penggunaan teknologi informasi oleh
pemerintah dalam memberikan informasi dan pelayanan bagi
warganya, urusan bisnis, serta hal-hal lain yang berkenaan dengan
pemerintahan. BIG selaku LPNK, saat ini sudah memiliki rencana
pengembangan e-government di lingkungan instansi. Pengembangan
e-government merupakan upaya untuk mengembangkan
penyelenggaraan pemerintahan yang berbasis elektronik dalam rangka
meningkatkan kualitas layanan publik secara efektif dan efisien. Hal
ini telah sesuai dengan INPRES Nomor 3 Tahun 2003 tentang
Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan e-Government.
Disamping sudah memiliki perencanaan eGov, BIG juga telah
memiliki infrastruktur informasi geospasial dengan kapasitas dan
kapabilitas yang terbaik di Indonesia untuk mendukung rencana
pengembangan eGov yang telah disusun sebelumnya. Saat ini BIG
telah memanfaatkan teknologi informasi baik dalam menjalankan
proses organisasi maupun dalam pelayanan publik. Salah satu bentuk

41
pemanfaatan teknologi yang telah dilakukan BIG adalah menyediakan
stasiun pasang surut online yang mendukung Ina-TEWS (Tsunami
Early Warning System).

e. Pembuatan Kebijakan
Menurut Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pedoman
Evaluasi Reformasi Birokrasi Instansi Pemerintah, penataan peraturan
perundang-undangan bertujuan untuk meningkatkan efektivitas
pengelolaan peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh
instansi pemerintah. Pengelolaan peraturan perundang-undangan
dikatakan efektif apabila tidak terdapat tumpang tindih dan
disharmonisasi peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh
instansi pemerintah. Salah satu langkah untuk menghindari tumpang
tindih dan disharmonisasi peraturan perundang-undangan adalah
dengan melakukan harmonisasi. Harmonisasi peraturan perundang-
undangan dilaksanakan melalui tahapan sebagai berikut:

1) Identifikasi peraturan perundang-undangan yang tidak


harmonis/tidak sinkron.
2) Analisis peraturan perundang-undangan yang tidak harmonis/
tidak sinkron.
3) Pemetaan peraturan perundang-undangan yang tidak
harmonis/tidak sinkron.
4) Revisi peraturan perundang-undangan yang tidak harmonis/tidak
sinkron.
Berdasarkan hasil evaluasi reformasi birokrasi BIG pada tahun
2014, keempat tahapan harmonisasi tersebut telah dilaksanakan
dengan baik oleh BIG walaupun belum dilaksanakan secara
menyeluruh untuk peraturan perundang-undangan terkait dengan
informasi geospasial. Hal tersebut menjadi satu dasar yang kuat bagi
BIG sebagai LPNK yang salah satu fungsinya adalah perumusan dan
pengendalian kebijakan teknis di bidang informasi geospasial.

42
Keterbukaan informasi publik diatur dalam UU Nomor 14
Tahun 2008. Dalam UU tersebut didefinisikan bahwa informasi publik
adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim,
dan/atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan
penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara
dan penyelenggaraan badan publik lainnya yang sesuai dengan UU
terkait serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik.
Diungkapkan dalam UU tersebut bahwa keterbukaan informasi publik
merupakan sarana dalam mengoptimalkan pengawasan publik
terhadap penyelenggaraan negara dan badan publik lainnya dan segala
sesuatu yang berakibat pada kepentingan publik.

Langkah awal penerapan keterbukaan informasi publik adalah


dengan menetapkan kebijakan mengenai keterbukaan informasi publik
oleh pimpinan instansi pemerintah. Pembuatan kebijakan dapat
dimulai dengan mengidentifikasi informasi yang dapat diketahui oleh
publik dan bagaimana mekanisme penyampaian informasi tersebut.
Mengacu pada hal tersebut, BIG telah memiliki kebijakan keterbukaan
informasi publik berupa Peraturan Kepala BIG Nomor 9 Tahun 2015
tentang Pelaksanaan Keterbukaan Informasi Publik Di BIG. Hal ini
menunjukan komitmen BIG dalam rangka memberikan pelayanan
publik yang prima.

Selain adanya keterbukaan informasi publik, penanganan


pengaduan masyarakat juga dibutuhkan dalam rangka memberi
pelayanan publik yang prima. Hal ini diperlukan supaya setiap instansi
pemerintahan dapat menangkap keluhan-keluhan masyarakat dengan
baik. Penanganan pengaduan masyarakat akan berguna sebagai alat
perbaikan terus-menerus terhadap pelayanan publik. Berdasarkan hasil
evaluasi reformasi birokrasi BIG pada tahun 2014, BIG telah
membuat kebijakan terkait penanganan pengaduan masyarakat.

Penyelenggaraan pelayanan publik juga membutuhkan standar


mengenai kualitas pelayanan dalam rangka mewujudkan layanan yang

43
berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan terukur. Oleh karena itu,
standar pelayanan publik yang ada harus memuat informasi mengenai
kejelasan biaya, waktu, dan persyaratan perijinan. Dalam hal ini, BIG
telah memiliki kebijakan mengenai standar pelayanan publik yang
jelas.

Melalui keterbukaan informasi publik, penanganan pengaduan


masyarakat yang baik, dan standar pelayanan yang jelas diharapkan
dapat membangun kepercayaan masyarakat atas pelayanan publik. Hal
ini selaras dengan UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik. Dalam UU tersebut dinyatakan bahwa penyelenggara
pelayanan publik merupakan kegiatan yang harus dilakukan seiring
dengan harapan dan tuntutan seluruh warga negara dan penduduk
tentang peningkatan pelayanan publik. Sebagai upaya untuk
mempertegas hak dan kewajiban setiap warga negara dan penduduk
serta terwujudnya tanggung jawab negara sebagai penyelenggara
pelayanan publik, diperlukan norma hukum yang memberi pengaturan
secara jelas.

Berdasarkan fakta-fakta tersebut, kebijakan-kebijakan yang


telah dibuat oleh BIG terkait keterbukaan informasi publik,
penanganan pengaduan masyarakat, dan standar pelayanan merupakan
salah satu kekuatan BIG dalam melaksanakan pelayanan publik.
Namun demikian, masih terdapat beberapa kebijakan yang belum
dibuat oleh BIG, antara lain kebijakan penanganan gratifikasi,
penanganan benturan kepentingan, kompetensi jabatan, dan penelitian.
Beberapa kebijakan yang belum dibuat tentu saja dapat menjadi salah
satu penghambat pelayanan publik. Sebagai contoh, apabila terjadi
kasus gratifikasi di BIG, maka tidak ada payung hukum yang dapat
menjadi pedoman penyelesaian kasus tersebut. Hal ini dapat
berdampak pada kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan publik
yang diberikan oleh BIG. Dari sisi penelitian, seharusnya seluruh
penelitian yang dilakukan oleh BIG harus mendukung perbaikan
pelayanan publik bahkan mendukung kebijakan strategis yang akan

44
diambil oleh BIG. Saat ini, penelitian yang dilakukan oleh para
peneliti BIG belum sepenuhnya mendukung hal-hal tersebut karena
belum adanya kebijakan terkait penelitian.

Melihat kondisi ini, tentunya BIG tidak boleh hanya berhenti


sampai pembuatan kebijakan, perlu ada sistem pengawasan yang kuat
dari sisi implementasi serta evaluasi berkala mengenai kebijakan-
kebijakan yang telah dibuat. Penguatan pengawasan bertujuan untuk
meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas
KKN pada masing-masing instansi pemerintah. Dengan adanya
pengawasan yang kuat maka tingkat penyalahgunaan wewenang pada
masing-masing instansi pemerintah diharapkan dapat menurun.
Menurut hasil evaluasi reformasi birokrasi BIG pada tahun 2014,
sistem pengawasan dalam bentuk monev di BIG masih cukup lemah.
Mengingat pentingnya sistem pengawasan yang kuat, hal ini tentunya
harus menjadi poin penting dalam perbaikan organisasi ke depan.

f. Koordinasi
Kolaborasi yang sinergis antar seluruh unit kerja dibutuhkan
untuk menghasilkan kinerja yang optimal dalam mencapai tujuan
organisasi. Dalam mewujudkan kolaborasi yang sinergis tersebut,
dibutuhkan koordinasi yang baik antar seluruh unit kerja. Pada
kenyataannya, saat ini koordinasi antar beberapa unit kerja di BIG
masih belum optimal. Beberapa unit kerja masih bekerja tanpa
mempertimbangkan korelasi tugas dan fungsinya dengan unit kerja
lain. Dengan demikian, kinerja keseluruhan unit kerja menjadi tidak
optimal sehingga berpotensi tidak tercapainya tujuan organisasi.
Kolaborasi yang sinergis dengan pihak ekternal juga seringkali
diperlukan untuk mendukung ketercapaian tujuan organisasi. Sejalan
dengan itu, kolaborasi dengan pihak eksternal menjadi hal yang
penting untuk mendukung percepatan pembangunan jaringan
informasi geospasial nasional (JIGN) yang menyediakan IG yang
berkualitas, mudah diakses, dan mudah diintegrasikan untuk
keperluan pembangunan nasional. Untuk mendukung percepatan

45
pembangunan JIGN di daerah, BIG membutuhkan kolaborasi dengan
pihak yang akan menjadi perpanjangan tangannya dalam melakukan
penguatan kelembagaan penyelenggaraan IG.

Saat ini, dalam membangun perpanjangan tangan di daerah, BIG


telah menjalin kerja sama dengan berbagai perguruan tinggi di seluruh
wilayah Indonesia. Penguatan kelembagaan penyelenggaraan IG yang
diharapkan dari perguruan-perguruan tinggi tersebut adalah dalam hal
pengembangan simpul jaringan yang berada di sekitar wilayah
perguruan tinggi terkait. Dalam kerja sama tersebut, BIG membentuk
Pusat Pengembangan Infrastruktur Data Spasial (PPIDS) yang
diberikan kewenangan untuk melakukan berbagai kegiatan, seperti
penelitian terkait penyelenggaraan informasi geospasial, pelatihan
dalam rangka peningkatan jumlah SDM yang kompeten di bidang IG,
dan pemberian konsultasi teknis terkait pembangunan simpul jaringan.

g. Penganggaran & Pengelolaan Keuangan


Terbatasnya kemampuan keuangan negara untuk membiayai
anggaran belanja negara (kapasitas fiskal) menuntut pemerintah untuk
melakukan prioritisasi kegiatan pembangunan nasional dan
pengalokasian anggaran yang efektif dan efisien. Efektif di sini dapat
diartikan bahwa dana yang dialokasikan semuanya dapat
dimanfaatkan (tidak terdapat idle money) dalam pencapaian sasaran
strategis sebagaimana tercantum dalam rencana strategis masing-
masing K/L/P, sementara efisien dapat diartikan bahwa sumber dana
dapat dioptimalkan untuk mendanai kegiatan yang sifatnya strategis.
Untuk menjawab tantangan tersebut, Peraturan Pemerintah Nomor 90
Tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran
Kementerian Negara dan Lembaga mengamanatkan diterapkannya
penganggaran berbasis kinerja (performance-based budgeting).
Peraturan tersebut menyatakan bahwa sedikitnya terdapat 3 prinsip
yang harus terpenuhi dalam penerapan penganggaran berbasis kinerja,
yaitu:

46
1) Anggaran program dan kegiatan dialokasikan berdasarkan
tugas-fungsi unit kerja yang dilekatkan pada stuktur organisasi
(money follow function);
2) Anggaran dialokasikan dengan berorientasi pada kinerja (output
and outcome oriented); dan
3) Pengelolaan anggaran dilakukan secara fleksibel dengan tetap
menjaga prinsip akuntabilitas (let the manager manages).
Dengan melihat inefektivitas dan inefisiensi pengalokasian
anggaran yang terjadi di BIG, dimana:

1) Anggaran tidak dapat memenuhi kegiatan yang sifatnya


prioritas,
2) Pola realisasi anggaran rendah dari awal sampai tengah tahun,
tetapi melonjak ketika memasuki akhir tahun (slow back-
loaded),
3) Penyerapan anggaran belum optimal dibanding Lembaga
Pemerintah Non Kementerian (LPNK) lainnya.
Maka dapat disimpulkan bahwa saat ini pengalokasian anggaran
di BIG belum memenuhi prinsip penganggaran berbasis kinerja.
Dampak tidak dipenuhinya prinsip penganggaran berbasis kinerja
yang sebagaimana disebutkan sebelumnya, berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 158 Tahun 2014 tentang Tata Cara
Pemberian Penghargaan dan Pengenaan Sanksi Atas Pelaksanaan
Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga, berpotensi pada
dikenakannya sanksi pemotongan anggaran belanja dalam penetapan
alokasi anggaran pada tahun anggaran berikutnya oleh Kementerian
Keuangan.

Selanjutnya, terkait dengan pengelolaan keuangan, menurut


penjelasan Pasal 16 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004
tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan
Negara, terdapat 4 jenis opini yang dapat diberikan oleh pemeriksa
terkait tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan
keuangan pemerintah. Keempat opini yang dimaksud adalah 1) wajar

47
tanpa pengecualian; 2) wajar dengan pengecualian; 3) tidak wajar; dan
4) menolak memberikan opini. Terkait pernyataan profesional
pemeriksa atas hasil audit laporan keuangan tersebut, dalam Laporan
Hasil Pemeriksaan BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat
tahun 2014 terdapat daftar opini BPK yang menunjukkan adanya
penurunan akuntabilitas pengelolaan keuangan oleh BIG.

1.2.2 Potensi dan Permasalahan Eksternal

Analisis terhadap potensi dan permasalahan eksternal BIG dilakukan


untuk mengidentifikasi peluang dan tantangan yang akan dihadapi BIG.
Analisis dilakukan dengan metode mengidentifikasi fakta-fakta eksternal
kemudian melihat dampak secara umum terhadap sektor IG dan secara
khusus terhadap BIG. Fakta-fakta tersebut meliputi aspek politik dan
keamanan, teknologi, regulasi, sosial dan lingkungan hidup, dan ekonomi.

a. Politik dan Kemanan


Dilantiknya Presiden Indonesia terpilih untuk periode 2014-
2019 membawa perubahan signifikan, terutama dalam fokus
pembangunan nasional. Arah pembangunan nasional yang
sebelumnya berorientasi pada pembangunan di darat, bergeser
menjadi pembangunan yang berorientasi pada sektor kemaritiman. Hal
tersebut tidak lepas dari fakta bahwa Indonesia adalah salah satu
negara dengan garis pantai terpanjang di dunia dan negara dengan laut
terluas di Asia.

Dampak lain dari perubahan orientasi pembangunan juga


tercermin dari meningkatnya peran informasi geospasial ke tatanan
yang lebih strategis, hal tersebut dipertegas oleh fakta bahwa saat ini
sektor geospasial secara eksplisit tercantum khusus dalam nawacita
buku II tahun 2015-2019. Ini berarti bahwa IG akan menjadi salah
satu landasan dalam perencanaan pembangunan nasional antar
wilayah, sehingga BIG sebagai lembaga pemerintah penyelenggara IG
nasional dapat berkontribusi melalui kebijakan penyelenggaraan IG.

48
BIG sebagai lembaga pemerintah yang menerima mandat
penyelenggaraan IG berpotensi untuk mendukung pembangunan
sektor kemaritiman. Dukungan tersebut dapat dilakukan dengan
memberikan muatan lebih besar pada penyelenggaraan IG sektor
kemaritiman dalam rencana strategis (Renstra) lembaga. Salah satu
langkah kongkret yang dapat dilakukan BIG dalam pencapaian renstra
yaitu dengan mengarahkan fokus penelitian ke bidang kemaritiman.

Dampak lain dari perubahan orientasi pembangunan juga


tercermin dari meningkatnya peran informasi geospasial ke tatanan
yang lebih strategis, hal tersebut dipertegas oleh fakta bahwa saat ini
sektor geosiasial secara eksplisit tercantum khusus dalam nawacita
buku II tahun 2015-2019. Ini berarti bahwa IG akan menjadi salah
satu landasan dalam perencanaan pembangunan nasional, sehingga
BIG sebagai lembaga pemerintah penyelenggara IG nasional dapat
berkontribusi melalui kebijakan penyelenggaraan IG.

Dalam rangka optimasi kontribusi IG terhadap pembangunan


nasional, salah satu kebijakan yang diusung oleh BIG adalah
kebijakan satu peta (one map policy) sehingga penyelenggaraan IG
nasional dapat mengacu pada satu referensi peta, satu standar, satu
database, serta portal. Kebijakan satu peta yang merupakan
kepemilikan tunggal dari BIG berpotensi mendorong BIG menjadi
pembina bagi penyelenggara IG nasional dan menjadi acuan bagi
penyelenggara IG baik pemerintahan, perseorangan dan swasta
melalui IG yang terintegrasi. Namun terdapat tantangan yang dihadapi
BIG dalam mewujudkan hal tersebut diantaranya adalah integrasi
informasi geospasial tematik (IGT) dan penetapan wali data yang
belum selesai dilakukan.

Potensi sebagai Pembina penyelenggara IG Nasional tidak


hanya dilakukan untuk mendukung perencanaan pembangunan
nasional, namun juga dilakukan dalam rangka menyambut
implementasi Mutual Recognition Arrangement (MRA) on surveying

49
di ASEAN. Implementasi MRA tersebut akan berefek pada
liberalisasi jasa surveying geospasial di ASEAN dimana SDM IG di
Indonesia harus mempersiapkan diri dalam persaingan dengan SDM
IG ASEAN. Dengan adanya fenomena tersebut, BIG berpotensi
mengembangkan lembaga pelatihan nasional bidang survei dan
pemetaan karena hingga saat ini kebutuhan terhadap pengembangan
serta pengelolaan, termasuk di dalamnya sertifikasi, SDM bidang
survei dan pemetaan nasional.

Tidak hanya berkontribusi terhadap arah pembangunan nasional,


kontribusi IG juga dibutuhkan dalam menjaga kedaulatan Indonesia.
Fakta tentang terselenggaranya United Nations Convention on the
Law of the Sea (UNCLOS) yang mengatur tentang batas wilayah
negara dan batas landas kontinen suatu negara, menjadikan IG sebagai
acuan dalam penetapan batas wilayah dan batas kontinen suatu negara.
Namun saat ini, pemetaan mengenai batas wilayah negara belum dapat
dipenuhi kebutuhannya. Guna memenuhi kebutuhan tersebut, BIG
dapat melakukan langkah-langkah percepatan penyediaan kajian
teknis yang akan menjadi dasar perundingan batas wilayah termasuk
batas laut negara, sehingga IG yang dihasilkan berpotensi menjadi
bahan/sumber negosiasi bagi klaim perluasan wilayah laut Indonesia.

Bentuk lain dari peran IG terhadap kedaulatan Indonesia dapat


diwujudkan dengan mengidentifikasi zona maritim Indonesia. Saat ini,
Indonesia tidak bisa lepas dari fakta bahwa manuver politik dari
Negara-negara tetangga seperti Republik Rakyat China (RRC) dan
Australia yang melakukan deklarasi sepihak mengenai Identification
Maritime Zone (IMZ) telah mengancam kedaulatan Indonesia.

Australian IMZ yang menetapkan zona maritimnya sejauh 1000


mil dari garis pantai pulau terluar, mencakup beberapa wilayah di
Indonesia seperti:

1) Seluruh provinsi Bali


2) Seluruh provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB);

50
3) Seluruh provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT);
4) Seluruh provinsi Maluku;
5) Seluruh provinsi Maluku Utara;
6) Sebagian provinsi Jawa Timur, dan
7) Keseluruhan pulau Papua

Terhimpitnya Indonesia oleh dua zona maritim negara-negara


tetangga, mengharuskan Indonesia mengambil sikap tegas dan
langkah-langkah strategis untuk menjaga kedaulatan negara. Namun,
penggunaan IG di Indonesia belum memasuki fase identifikasi zona
maritim negara. Maka, BIG sebagai penyelenggara IG nasional
berpotensi untuk melakukan identifikasi zona maritim Indonesia
sebagai masukan strategis terkait geostrategi dan geopolitik terhadap
kedaulatan Indonesia.

b. Ekonomi

Negara-negara di kawasan ASEAN membuat kesepakatan


kemitraan untuk meningkatkan daya saing ASEAN di dunia. Ada 3
(tiga) aspek kemitraan yang akan dilakukan negara ASEAN, yaitu
kemitraan di bidang politik dan keamanan dalam bentuk ASEAN
Political-Security Community (ASPC), kemitraan di bidang ekonomi
dalam bentuk ASEAN Economic Community (AEC) serta kemitraan
di bidang sosial budaya dalam bentuk ASEAN Sosio-Cultural
Community (ASCC). ASEAN Economic Community (AEC) akan
diterapkan mulai tahun 2015 ini, sedangkan ASEAN Political-Security
Community (ASPC) dan ASEAN Sosio-Cultural Community (ASCC)
akan segera diterapkan pada tahun 2020 mendatang.

ASEAN Economic Community (AEC) yang mulai diterapkan


tahun ini memungkinkan terjadinya aliran bebas barang, jasa,
investasi, tenaga kerja ahli serta modal. Hal ini berarti penghambat
perdagangan dan investasi termasuk sumber daya manusia yang
selama ini ada akan hilang karena ASEAN telah menjadi suatu
komunitas yang terpadu dan terintegrasi. Fakta ini menimbulkan

51
potensi berupa peluang sekaligus tantangan bagi Indonesia, khususnya
bagi sektor informasi geospasial di Indonesia.

Diterapkannya AEC akan berdampak pada masuknya


perusahaan multinasional penyedia barang dan jasa di bidang
informasi geospasial dari kawasan ASEAN sehingga dapat
memperketat persaingan sektor penyedia informasi geospasial dalam
negeri. Hal ini memberikan potensi peluang bagi BIG karena dengan
meningkatnya jumlah penyedia barang dan jasa di bidang informasi
geospasial, kebutuhan akan penyedia barang dan jasa dapat terpenuhi
dengan harga yang kompetitif sehingga dapat mempercepat produksi
dan memenuhi kebutuhan informasi geospasial nasional. Selain itu,
penerapan AEC diprediksi mampu meningkatkan pemanfaatan
informasi geospasial. Hal ini dapat memicu peningkatan jumlah
penyelenggara informasi geospasial nasional khususnya dari swasta.
Sehingga, penyelenggaraan informasi geospasial dapat dilakukan
lebih optimal dan mendukung pembangunan nasional.

Selain menimbulkan potensi, penerapan AEC juga dapat


menimbulkan permasalahan dan tantangan bagi sektor informasi
geospasial. AEC memungkinkannya terjadinya aliran bebas sumber
daya manusia (SDM) informasi geospasial antar negara-negara
ASEAN. Hal ini berarti bahwa SDM di bidang informasi geospasial
dari negara-negara ASEAN dapat masuk dan bekerja di Indonesia.
Dampaknya adalah meningkatnya persaingan SDM informasi
geospasial dalam negeri dengan SDM informasi geospasial dari
negara ASEAN. Selain itu, aliran bebas SDM informasi geospasial ini
juga membuka peluang bagi tenaga ahli informasi geospasial dalam
negeri untuk pindah dan bekerja di negara-negara ASEAN. Hal ini
menjadi tantangan tersendiri khususnya bagi BIG untuk dapat
mempertahankan tenaga ahli informasi geospasial agar dapat tetap
mengabdikan keahliannya untuk informasi geospasial nasional.

52
Peran informasi geospasial di Indonesia semakin penting dan
strategis, khususnya bagi pembangunan nasional. Bahkan buku II
rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) tahun
2015 2019 memuat peran informasi geospasial dalam sub bab
tersendiri. Dalam buku II nawacita tersebut dijelaskan bahwa
informasi geospasial dapat digunakan untuk pemerataan pembangunan
antar wilayah serta pembangunan ekonomi yang difokuskan pada
sektor pangan, energi, maritim dan kelautan, serta pariwisata. Hal ini
berdampak terhadap meningkatnya permintaan informasi geospasial
dasar (IGD) dan informasi geospasial tematik (IGT) pada skala yang
sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional. Selain itu, informasi
geospasial juga dapat digunakan untuk mendukung kebijakan
percepatan pembangunan berbasis wilayah, seperti kebijakan
percepatan pembangunan kawasan timur Indonesia, Kawasan
Strategis Nasional (KSN) dan lain sebagainya. Kontribusi yang dapat
diberikan adalah penyelenggaraan informasi geospasial dapat
difokuskan sebagai dasar dalam percepatan pembangunan berbasis
wilayah melalui program kerja sama maupun pelaksanaan program
lintas nasional, sehingga terjadi pergeseran prioritas informasi
geospasial ke skala besar sesuai dengan kebutuhan. Namun hal ini
juga memberikan tantangan khususnya bagi BIG dimana informasi
geospasial termutakhir skala besar belum tersedia sesuai kebutuhan.

Permasalahan dan tantangan informasi geospasial lainnya yang


harus segera ditanggulangi adalah jumlah dan jenis usaha penyedia
barang dan jasa di bidang informasi geospasial tidak sebanding
dengan tuntutan penyediaan informasi geospasial seperti diamanatkan
di dalam UU Informasi Geospasial. Keterbatasan jumlah dan jenis
usaha penyedia barang dan jasa di bidang informasi geospasial
menyebabkan penyediaan informasi geospasial sulit dilakukan,
sehingga menyebabkan lambatnya produksi informasi geospasial
nasional dalam memenuhi kebutuhan. Hal ini berdampak terhadap

53
biaya penyediaan informasi geospasial yang relatif tinggi dikarenakan
sedikitnya penyedia informasi geospasial.

Informasi geospasial sebenarnya dapat dimanfaatkan secara


luas, termasuk dalam melakukan perkiraan ekonomi. Tingkat akurasi
proyeksi maupun prediksi ekonomi nasional sangat bergantung
kepada ketersediaan informasi, salah satunya adalah informasi
geospasial, misalnya untuk mengetahui sebaran distribusi SDA, SDM,
kepadatan penduduk, industri, dan lain-lain. Namun tantangan
pemanfaatan informasi geospasial untuk proyeksi dan prediksi
ekonomi adalah informasi geospasial yang dihasilkan belum
sepenuhnya mengacu pada satu standar nasional. Selain itu, banyak
informasi geospasial yang belum dimutakhirkan dan divalidasi.
Sehingga hal ini mempengaruhi kualitas informasi geospasial yang
diberikan.

c. Sosial

Dinamika perkembangan masalah sosial yang semakin


kompleks perlu diantisipasi agar tidak memberikan dampak yang
merugikan pada masyarakat secara luas. Terkait dengan hal tersebut,
maka diperlukan perencanaan yang lebih komprehensif dalam
memitigasi dampak dari berbagai masalah yang dalam beberapa waktu
terakhir berangsur-angsur mengalami eskalasi, seperti masalah
kesehatan, pendidikan, imigran gelap dan/atau perdagangan manusia,
narkotika dan obat-obatan berbahaya (narkoba), dan kesenjangan
ekonomi. Perencanaan yang lebih menyeluruh dan terpadu tentunya
perlu ditunjang oleh informasi yang lengkap dan handal. Hal ini
mendorong munculnya kebutuhan, tidak hanya untuk
mengintegrasikan data tabular dengan data geospasial, tetapi bahkan
mengintegrasikan beberapa IG terkait masalah sosial kemasyarakatan
yang saling berkorelasi. Kebutuhan IG yang terintegrasi tersebut
memberikan tantangan kepada BIG untuk membangun koordinasi

54
yang optimal dengan berbagai K/L/P terkait dalam mendorong
penyediaan dan integrasi informasi geospasial.

Konflik agraria akibat tumpang tindih antara konsesi


pengelolaan lahan/wilayah oleh masyarakat dengan Hak Guna Usaha
(HGU) perkebunan, izin usaha pertambangan, dan/atau konsesi
lainnya merupakan bentuk masalah sosial yang berbeda dengan
beberapa masalah sosial yang telah disebutkan sebelumnya. Masalah
ini justru muncul karena ketersediaan berbagai IG terkait konsesi
pengelolaan lahan yang tumpang tindih, namun tidak seragam.
Ketidakseragaman IG yang tersedia tersebut menyebabkannya
menjadi tidak dapat dipertanggungjawabkan sehingga setiap IG
dianggap tidak valid untuk digunakan sebagai dasar pengelolaan
lahan. Hal tersebut berpotensi pada tidak terpenuhinya kewajiban
perencanaan daerah yang berbasiskan data dan informasi yang akurat
dan dapat dipertanggungjawabkan, sebagai amanat dari Pasal 152 UU
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Kondisi ini
tentunya memberikan tantangan bagi BIG sebagai penyelenggara IG
untuk mendorong penyediaan IG yang mengacu pada satu referensi,
satu standar, satu basis data, dan satu geoportal (one map policy) agar
IG yang disediakan oleh berbagai konsesi dapat
dipertanggungjawabkan dan diintegrasikan.

d. Teknologi

Pada era globalisasi ini, perkembangan teknologi terjadi sangat


pesat. Hal ini ditandai dengan banyaknya inovasi dari produk
teknologi yang beredar di pasaran. Fenomena perkembangan
teknologi yang sedang hangat di masyarakat adalah Unmanned Aerial
Vehicles (UAV), atau lebih sering dikenal dengan sebutan drone.
Secara harafiah UAV berarti pesawat tanpa awak atau pesawat
nirawak yang merupakan sebuah mesin terbang yang berfungsi
melalui kendali jarak jauh dengan menggunakan hukum aerodinamika
untuk mengangkat dirinya.

55
Pada awalnya penggunaan terbesar dari drone ini adalah di
bidang militer, tetapi saat ini drone justru menjadi popular untuk
teknologi akuisisi data citra. Pemotretan udara dengan menggunakan
drone menjadikan data yang diperoleh lebih detil, real time, cepat, dan
lebih murah. Hal ini tentunya menjadi peluang besar bagi BIG dalam
rangka menyediakan data geospasial yang akurat, cepat, dan
komprehensif. Di sisi lain, ada hal yang perlu menjadi perhatian
khusus oleh BIG dengan berkembangnya teknologi akuisisi data
tersebut. Salah satunya adalah sampai saat ini Indonesia belum
memliliki standar akurasi geometris yang dapat dijadikan acuan dalam
pengambilan data geospasial.

Selain tren penggunaan drone, teknologi yang berkembang


cukup pesat adalah Global Navigation Satelite System (GNSS). GNSS
merupakan teknologi yang digunakan untuk menentukan posisi atau
lokasi dalam satuan ilmiah di bumi. Sejak 5 (lima) sampai 10 tahun
terakhir GNSS sudah menjadi teknologi standard yang dibenamkan
pada sejumlah smartphone.

Teknologi GNSS dalam smartphone saat ini sudah dimanfaatkan


secara luas, salah satunya adalah melalui fasilitas share location. Hal
ini dapat mendukung pemenuhan kebutuhan data geospasial melalui
akuisisi data geospasial, sehingga berkontribusi dalam meningkatkan
kelengkapan informasi geospasial.

Perkembangan teknologi tidak hanya terjadi pada hardware,


tetapi juga pada software. Perkembangan 10 tahun terakhir
menunjukkan adanya pertumbuhan pemanfaatan teknologi open
source, yaitu teknologi yang diciptakan bersama untuk digunakan
secara tanpa biaya. Teknologi ini dapat digunakan secara luas dalam
mendukung penyelenggaraan informasi geospasial, misalnya
pembuatan aplikasi peta gratis berbasis mobil technology dimana
masing-masing pengguna dapat memberikan data maupun informasi

56
terkait lokasi spesifik dalam melengkapi data maupun informasi
geospasial.

Perkembangan solusi open source di bidang geospasial yang


semakin pesat ini berdampak positif terhadap sektor geospasial.
Dengan demikian, sektor ini memiliki alternatif solusi yang akan
digunakan dalam penyelenggaraan informasi geospasial. Selain
memiliki alternatif solusi, dengan penerapan solusi open source
organisasi dapat melakukan penghematan. Hal ini menjadi peluang
tersendiri bagi BIG, dimana BIG dapat menggunakan aplikasi open
source dan standar-standar penyelenggaraan IG (open standard).

Perkembangan tekologi open source memicu berkembangnya


trend crowdsourcing, yaitu pengembangan layanan, ide atau konten
yang dilakukan oleh sekelompok orang secara virtual (online).
Sehingga hal ini berdampak terhadap penyelenggaraan IG, dimana
penyelenggaraan IG tersebut dapat dilakukan oleh komunitas
(pemetaan partisipatif), K/L/P, maupun swasta untuk kepentingannya
masing-masing. Dengan demikian BIG harus mampu melakukan
positioning dan menentukan peran serta tanggungjawabnya dalam
penyelenggaraan informasi geospasial skala nasional.

Pengelolaan data dewasa ini sudah semakin maju, dimana


akuisisi data yang sebelumnya dilakukan hanya dari sumber data yang
diketahui (misalnya Kantor BIG), saat ini dapat diperoleh dari
berbagai sumber melalui internet. Tren ini disebut big data, dimana
kemampuan analisis yang dimiliki big data dapat dengan sendirinya
menentukan pola yang dibutuhkan dalam pengolahan data tersebut.
Hal ini, tidak dapat dilakukan oleh teknologi data mining, dimana
pada data mining pola data harus ditentukan terlebih dahulu serta
datanya diambil dari sumber data yang telah ditentukan. Menanggapi
hal tersebut, BIG harus mampu mengembangkan infrastruktur dan
kompetensi sehingga potensi yang dimiliki dari data yang besar
tersebut dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan. Selain itu,

57
big data yang lengkap dan komprehensif memungkinkan BIG untuk
menggunakan kekuatan analisis pola untuk pengambilan keputusan
terkait pengembangan produk sesuai kebutuhan pengguna.

Perkembangan teknologi tidak hanya di pengumpulan data


geospasial, tetapi juga pada visualisasinya. Hal ini ditandai dengan
perkembangan tren visualisasi dari pemetaan dua dimensi (2D)
menuju pemetaan tiga dimensi (3D) atau bahkan pemetaan empat
dimensi (4D). Perkembangan teknologi visualisasi yang sangat
signifikan mengakibatkan pergeseran tren dari pemetaan dua dimensi
(2D) ke arah pemetaan tiga dimensi (3D) bahkan ke pemetaan empat
dimensi (4D). Para pengguna menginginkan model pemetaan 3D yang
lebih kompleks, terukur dan lebih realistis khusunya untuk wilayah
perkotaan, dimana dengan ketersediaan peta 3D pengguna dapat
melakukan perencanaan dan manajemen yang efektif serta untuk
mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki. Dengn demikian maka
kebutuhan dan permintaan pengguna terhadap visualisasi peta
geospasial 3D bahkan 4D yang nyata dan terukur semakin meningkat.
Hal ini merupakan suatu tantangan bagi BIG agar dapat
mengembangkan potensi dalam memproduksi peta 3D bahkan peta
4D, khususnya peta geospasial tematik, sehingga layanan yang
diberikan kepada customer semakin komprehensif.

Berbicara terkait infrastruktur, saat ini BIG menghadapi


tantangan dimana IG yang dihasilkan belum dapat diakses secara
optimal, terutama untuk pengguna di daerah. Hal ini disebabkan oleh
infrastruktur TI di daerah yang tidak merata.

e. Lingkungan Hidup

Pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development)


merupakan fokus dalam nawacita 2015 2019. Dalam mencapai daya
saing kompetitif perekonomian, tren pembangunan tersebut salah
satunya menekankan pada pemanfaatan sumber daya alam (SDA)
yang secara berkelanjutan dengan menjaga keseimbangan antara

58
pemanfaatan dan kelestariannya. Konsep pembangunan ekonomi hijau
(green economy development) tersebut mendorong penggunaan IG
untuk pengelolaan dan pemanfaatan SDA yang lebih optimal. Oleh
karenanya, BIG dituntut untuk dapat memastikan ketersediaan IG
terintegrasi yang merepresentasikan inventarisasi, kondisi/cadangan,
alokasi, dan informasi lainnya terkait SDA oleh K/L/P yang
berwenang (wali data).

Selain IG terintegrasi, IG yang secara berkesinambungan


merekam dinamika SDA, termasuk pengelolaan dan pemanfaatannya,
juga dibutuhkan untuk mendukung perencanaan pengelolaan dan
pemanfaatan SDA yang efektif. Dengan demikian, ukuran IG yang
perlu disimpan dari waktu ke waktu akan mengalami peningkatan. Hal
ini tentunya memberikan tantangan kepada BIG untuk memastikan
ketersediaan data center yang dapat menghadapi tantangan kapasitas
IG yang terus bertumbuh.

f. Regulasi

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem


Perencanaan Pembangunan Nasional dan PP Nomor 8 Tahun 2013
tentang Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang menjelaskan bahwa
sistem perencanaan pembangunan nasional adalah satu kesatuan tata
cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana
pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan
yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat
di tingkat pusat dan daerah. Tertuang pada pasal 31 bahwa
perencanaan pembangunan nasional harus didasarkan pada data dan
informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Termasuk
juga di dalamnya data dan informasi geospasial. Diperkuat oleh UU
Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional 2005-2025 menegaskan bahwa aspek wilayah/spasial harus
diintegrasikan ke dalam dan menjadi bagian dari kerangka

59
perencanaan pembangunan di semua tingkat pemerintahan serta PP
Nomor 8 Tahun 2013 tentang Tata Ruang

Hal yang sama diamanatkan pada UU Nomor 23 Tahun 2014


tentang Pemerintah Daerah pada pasal 274 mengenai perencanaan
pembangunan daerah harus didasarkan pada data dan informasi yang
dikelola dalam sistem informasi pembangunan daerah. Pada pasal 392
dijelaskan lebih rinci mengenai informasi pembangunan daerah.
Informasi tersebut memuat informasi perencanaan pembangunan
daerah yang mencakup kondisi geografis daerah, demografi, potensi
sumber daya daerah, ekonomi dan keuangan daerah, aspek
kesejahteraan masyarakat, aspek pelayanan umum, dan aspek daya
saing daerah.

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang


mengamanatkan perlunya data dan informasi geospasial dalam
penentuan tata ruang, baik nasional, provinsi maupun kabupaten/kota.
Dalam pasal 20 ayat (1) dinyatakan bahwa kebijakan dan strategi
penataan ruang wilayah nasional harus mempertimbangkan beberapa
hal, salah satunya adalah ketersediaan data dan informasi. Disamping
itu, penataan ruang yang diselenggarakan juga harus memperhatikan
hal-hal sebagai berikut:

1) Kondisi fisik wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang


rentan terhadap bencana;
2) Potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber
daya buatan; kondisi ekonomi, sosial, budaya, politik, hukum,
pertahanan keamanan, lingkungan hidup, serta ilmu
pengetahuan dan teknologi sebagai satu kesatuan; dan
3) Geostrategi, geopolitik, dan geoekonomi.

Berdasarkan beberapa peraturan perundang-undangan di atas


dapat disimpulkan bahwa ada potensi peningkatan permintaan
informasi geospasial yang mendukung pembangunan nasional,
provinsi, kabupaten/kota, sampai ke desa. Salah satu contohnya adalah

60
peningkatan permintaan asistensi/konsultasi terkait teknis pemetaan
ruang dan rupabumi oleh K/L/P. Peningkatan ini tidak hanya dari segi
kuantitas, tapi juga kualitas karena mengingat posisi informasi
geospasial yang strategis dalam pembangunan. Seperti yang
diamanatkan dalam Undang-Undang bahwa informasi geospasial yang
disediakan harus akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.

Dalam rangka peningkatan kualitas informasi geospasial,


memungkinkan kerjasama strategis BIG dengan Badan Pusat Statistik
(BPS) untuk menyediakan informasi geospasial yang lebih
komprehensif. Seperti yang dicantumkan dalam UU Nomor 6 Tahun
2014 tentang Desa dan PP Nomor 60 Tahun 2014 Pasal 12 ayat (7)
bahwa data jumlah penduduk, luas wilayah, angka kemiskinan, dan
tingkat kesulitan geografis bersumber dari BPS. Apabila BIG dapat
memanfaatkan hal ini, yaitu mengombinasikan data statistik dan data
spasial, niscaya informasi yang disediakan bagi pembangunan
nasional akan semakin komprehensif.

Kualitas informasi geospasial yang tinggi tidak lepas dari


penyelenggaraan informasi geospasial yang optimal. Dimulai dari
pengumpulan data geospasial, pengolahan data geospasial dan
informasi geospasial, penyimpanan dan pengamanan data geospasial
dan informasi geospasial, penyebarluasan data geospasial dan
informasi geospasial, sampai dengan penggunaan informasi
geospasial. Hal ini akan terhambat apabila terdapat salah satu proses
organisasi atau lebih yang masih tergantung dengan K/L/P lain.

Dalam UU Nomor 21 Tahun 2013 tentang Keantariksaan pasal


15 sampai 23 membahas mengenai kegiatan penginderaaan jauh.
Tergambar bahwa salah satu hasil penginderaan jauh adalah data citra
satelit, mulai dari citra resolusi tinggi, citra resolusi menengah, dan
citra resolusi rendah. Pada dasarnya data citra merupakan data
geospasial, yaitu data tentang lokasi geografis, dimensi atau ukuran,
dan/atau karakteristik objek alam dan/atau buatan manusia yang

61
berada di bawah, pada, atau di atas permukaan bumi. Disamping itu,
PP Nomor 6 tahun 2012 menyatakan bahwa kebutuhan nasional data
citra satelit resolusi tinggi harus menggunakan data citra yang di
terima oleh lembaga terkait. Dengan demikian, terdapat indikasi
ketergantungan BIG dalam hal pengumpulan data citra satelit pada
K/L/P sehingga dapat menghambat penyelenggaraan informasi
geospasial oleh BIG.

Dengan kondisi seperti ini, BIG perlu mengambil langkah aktif


dalam rangka optimasi penyelenggaraan informasi geospasial.
Kerjasama strategis dengan K/L/P terkait proses pengumpulan data
geospasial, spesifik pada pemanfaatan teknologi pengumpulan data
citra satelit merupakan salah satu peluang yang dapat diambil oleh
BIG. Hal ini juga dapat dimanfaatkan sebagai cara untuk memperkuat
tugas dan fungsi BIG sebagai penyelenggara informasi agar tugas dan
fungsinya tidak diambil alih K/L/P lain.

Penguatan tugas dan fungsi BIG memerlukan dukungan sumber


daya manusia yang berkualitas. UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang
Aparatur Sipil Negara menetapkan bahwa aparatur sipil negara
merupakan profesi yang memiliki kewajiban mengelola dan
mengembangkan dirinya dan wajib mempertanggungjawabkan
kinerjanya dan menerapkan prinsip sistem merit dalam pelaksanaan
manajemen aparatur sipil negara.

Sistem merit sendiri adalah sebuah sistem yang mengatur


perbandingan antara kualifikasi, kompetensi, dan kinerja yang
dibutuhkan oleh jabatan dengan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja
yang dimiliki oleh calon dalam rekrutmen, pengangkatan,
penempatan, dan promosi pada jabatan yang dilaksanakan secara
terbuka dan kompetitif, sejalan dengan tata kelola pemerintahan yang
baik. Melalui penerapan sistem tersebut memungkinkan BIG
mendapatkan SDM yang benar-benar kompeten di bidangnya.

62
Hak memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia dan
keterbukaan informasi publik merupakan salah satu ciri penting
negara demokratis yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat untuk
mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik. Hal ini tertuang
dalam UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi
Publik. Informasi merupakan kebutuhan pokok setiap orang bagi
pengembangan pribadi dan lingkungan sosialnya serta merupakan
bagian penting bagi ketahanan nasional.

Badan publik wajib menyediakan informasi publik yang akurat,


benar, dan tidak menyesatkan. Setiap informasi publik harus dapat
diperoleh dengan cepat dan tepat waktu, biaya ringan, dan cara
sederhana. Informasi publik yang dimaksud adalah informasi yang
dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu
badan publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan
penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan
badan publik lainnya yang berkaitan dengan kepentingan publik.

Oleh karena itu, BIG sebagai salah satu instansi pemerintah


penyedia informasi geospasial harus mampu menyediakan informasi
geospasial yang akurat, benar, dan tidak menyesatkan. Dalam hal ini
informasi geospasial memiliki peran yang sangat strategis dalam
rangka pembangunan nasional, provinsi maupun kabupaten/kota.
Selain itu, cara penyampaian informasi tersebut harus cepat dan tepat
waktu, biaya ringan, dan cara sederhana.

1.2.3 Analisis SWOT

Berdasarkan analisis lingkungan internal dan eksternal yang telah


dilakukan, maka didapatkan 20 kekuatan, 35 kelemahan, 27 peluang, dan
22 tantangan. Masing-masing kekuatan, kelemahan, peluang serta
tantangan tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:

a. Kekuatan
Kekuatan-kekuatan yang dimiliki oleh BIG adalah sebagai
berikut:

63
1) Perencanaan kebutuhan pegawai telah dilakukan sesuai
kebutuhan, didahului dengan analisis jabatan, analisis beban
kerja hingga rencana distribusi pegawai.
2) Proses penerimaan pegawai juga telah dilakukan secara
transparan, objektif, akuntabel serta bebas praktek korupsi,
kolusi dan nepotisme (KKN).
3) Evaluasi jabatan telah dilakukan pada seluruh unit kerja yang
ada di BIG.
4) BIG telah memiliki SDM yang kompeten di bidang informasi
geospasial.
5) Beberapa tenaga ahli BIG di bidang informasi geospasial telah
mendapat pengakuan baik pada skala nasional maupun
internasional.
6) BIG telah memiliki tim reformasi birokrasi sebagai tim
perubahan organisasi dalam pelaksanaan reformasi birokrasi di
lingkungan BIG.
7) Harmonisasi terhadap peraturan perundang-undangan melalui
tahap identifikasi, analisis, dan pemetaan serta revisi terhadap
seluruh peraturan perundang-undangan terkait dengan informasi
geospasial yang tidak harmonis telah dilakukan dengan baik.
8) BIG telah memiliki kebijakan keterbukaan informasi publik
berupa Peraturan Kepala BIG Nomor 9 Tahun 2015 tentang
Pelaksanaan Keterbukaan Informasi Publik Di BIG.
9) Memiliki kebijakan mengenai:
a. penanganan pengaduan masyarakat, dan
b. standar pelayanan yang jelas.
10) Sebagian besar jenis layanan sudah memiliki SOP untuk
pelayanan.
11) Tindak lanjut atas pengaduan pelayanan telah dilakukan untuk
sebagian besar pengaduan yang ada.
12) Sebagian besar layanan sudah memanfaatkan teknologi
informasi.

64
13) Mekanisme layanan publik sudah dibuat melalui Ina-Geoportal,
dimana hal ini dapat menjawab kebutuhan masyarakat yaitu
kemudahan akses.
14) BIG memiliki data yang bersifat public domain dalam berbagai
skala.
15) Sebagian besar peta proses organisasi telah dijabarkan dalam
bentuk SOP.
16) SOP telah diterapkan oleh sebagian besar unit kerja.
17) BIG selaku Lembaga Pemerintah Non Kementerian saat ini
sudah memiliki rencana pengembangan e-Government di
lingkungan instansi.
18) BIG telah memiliki infrastruktur informasi geospasial dengan
kapasitas dan kapabilitas yang terbaik di Indonesia.
19) BIG memiliki stasiun pasang surut online yang mendukung Ina-
TEWS (Tsunami Early Warning System).
20) Terselenggaranya kerja sama dengan perguruan tinggi melalui
pembangunan PPDIS dalam rangka penguatan kelembagaan di
daerah.

b. Kelemahan
Kelemahan-kelemahan yang dimiliki oleh BIG adalah sebagai
berikut:

1) Pengembangan pegawai berbasis kompetensi (competency-


based human resource management) belum sepenuhnya
diteriapkan di seluruh unit kerja.
2) Promosi jabatan tinggi secara terbuka belum dilakukan dengan
optimal di lingkungan BIG.
3) Pengelolaan kinerja individu secara terintegrasi belum dilakukan
di lingkungan BIG.
4) Jumlah SDM BIG saat ini belum memenuhi jumlah SDM yang
dibutuhkan untuk menjalankan seluruh tugas dan fungsi BIG.
5) Sistem informasi kepegawaian belum dapat diakses secara
optimal.

65
6) Tim reformasi birokrasi yang merupakan tim perubahan belum
melaksanakan sebagian besar tugas sesuai rencana kerja tim
reformasi birokrasi BIG, termasuk belum melakukan monitoring
dan evaluasi terhadap pelaksanaan rencana kerja.
7) Agen perubahan sebagai perpanjangan tangan tim perubahan di
unit kerja belum dibentuk secara formal.
8) Roadmap reformasi birokrasi BIG belum dilakukan secara
optimal terkait:
a. Quick wins yang tidak sesuai dengan ekspektasi atau tidak
dapat diselesaikan dalam waktu cepat.
b. Sosialisasi dan internalisasi roadmap reformasi birokrasi
belum dilakukan untuk sebagian besar unit kerja.
9) Kemampuan SDM BIG dalam beradaptasi dengan perubahan
yang terjadi masih kurang dan masih perlu ditingkatkan.
10) Penegakan aturan disiplin/kode etik/kode perilaku pegawai juga
belum optimal dilakukan pada sebagian besar unit kerja di
lingkungan BIG.
11) Sosialisasi dan internalisasi serta pengawasan belum dilakukan
secara optimal.
12) Belum melaksanakan monev terkait pelaksanaan kebijakan
keterbukaan informasi publik, dan penataan peraturan
perundang-undangan.
13) Belum membuat kebiijakan tentang penanganan gratifikasi.
14) Penelitian yang dilakukan BIG belum sepenuhnya mendukung
perbaikan pelayanan publik dan kebijakan strategis BIG.
15) Hanya sebagian kecil jenis layanan yang telah disosialisasikan
dibandingkan dengan keseluruhan standar pelayanan yang ada.
16) Reviu dan perbaikan atas standar pelayanan belum dilakukan
secara berkala dan/atau tidak melibatkan stakeholders, misalnya
reviu terhadap perbaikan & SOP pelayanan.
17) Hanya sebagian kecil sosialisasi/pelatihan yang dilakukan dalam
upaya penerapan budaya pelayanan prima.

66
18) Pelaksanaan layananan publik belum menerapkan sistem reward
and punishment sesuai standar.
19) Layanan terpadu hanya mencakup sebagian kecil pelayanan.
20) SOP pengaduan pelayanan yang tersedia belum memenuhi
seluruh kebutuhan pengaduan pelayanan.
21) Evaluasi atas penanganan keluhan belum dilakukan secara
berkala.
22) Survey kepuasan masyarakat terhadap layanan BIG tidak
dilakukan secara berkala.
23) Hasil survey kepuasan masyarakat tidak dapat diakses.
24) Perbaikan terhadap teknologi informasi yang digunakan dalam
pelayanan publik belum dilakukan secara terus menerus.
25) Mekanisme pembayaran online (e-payment) belum terfasilitasi
dengan baik.
26) Sosialisasi kepada pengguna tentang PP tarif terkait produk dan
jasa yang dilayani belum dilaksanakan secara optimal dan
menyeluruh.
27) Hanya sebagian kecil unit organisasi yang sudah memiliki peta
proses organisasi sesuai dengan tugas dan fungsi.
28) Efisiensi dan efektivitas peta proses bisnis dan prosedur
operasional yang telah disusun dan diterapkan oleh unit kerja
belum dievaluasi secara berkala.
29) Sebagian besar IG belum temutakhirkan.
30) Kemampuan BIG dalam menghasilkan IGD belum memenuhi
kebutuhan.
31) Koordinasi antar unit kerja di BIG belum optimal.
32) Unit kerja masih bekerja tanpa mempertimbangkan korelasi
tugas dan fungsinya dengan unit kerja lain.
33) Saat ini pengalokasian anggaran di BIG belum memenuhi
prinsip penganggaran berbasis kinerja.
34) Opini BPK yang menunjukkan adanya penurunan akuntabilitas
pengelolaan keuangan oleh BIG.

67
35) Penyerapan anggaran BIG belum optimal dibandingkan dengan
LPNK yang berada di bawah pembinaan Kemenristek Dikti
(peringkat 6 dari 7).

c. Peluang
Peluang-peluang yang dapat diambil oleh BIG adalah sebagai
berikut:

1) Diterapkannya AEC akan memperketat persaingan sektor


penyedia jasa geospasial dalam negeri.
2) Kebutuhan akan penyedia barang dan jasa dapat terpenuhi
dengan harga yang kompetitif.
3) Penyelenggaraan informasi geospasial dapat dilakukan lebih
optimal dan mendukung pembangunan nasional.
4) Meningkatnya permintaan informasi geospasial dasar (IGD) dan
informasi geospasial tematik (IGT) pada skala yang sesuai
dengan kebutuhan pembangunan nasional.
5) Penyelenggaraan IG dapat difokuskan sebagai dasar dalam
percepatan pembangunan berbasis wilayah melalui program
kerjasama maupun pelaksanaan program lintas nasional.
6) Peningkatan permintaan asistensi/konsultasi terkait teknis
pemetaan ruang dan rupabumi oleh K/L/P.
7) Meningkatnya tuntutan ketersediaan informasi geospasial yang
berkualitas (akurat dan dapat dipertanggungjawabkan).
8) Dalam rangka peningkatan kualitas IG, memungkinkan
kerjasama strategis BIG dengan Badan Pusat Statistik (BPS)
untuk menyediakan informasi geospasial yang lebih
komprehensif.
9) Memungkinkan kerjasama strategis dengan K/L/P terkait proses
pengumpulan data geospasial, spesifik pada pemanfaatan
teknologi pengumpulan data.
10) Memungkinkan BIG mendapatkan SDM yang benar-benar
kompeten di bidangnya melalui penerapan Sistem Merit.

68
11) BIG dapat mengarahkan fokus penelitian ke bidang kemaritiman
untuk mendukung perencanaan pembangunan Indonesia.
12) BIG berpotensi untuk mendukung pembangunan sektor
kemaritiman dengan memberikan muatan lebih besar pada
penyelenggaraan IG sektor kemaritiman dalam rencana strategis
(Renstra) lembaga.
13) Jika BIG berada dibawah Kementrian PPN peran koordinasi
akan lebih kuat, terutama dalam mendukung pelaksanaan
nawacita.
14) BIG menjadi pembina bagi penyelenggara IG nasional yang
menjadi acuan bagi penyelenggara IG nasional yang terintegrasi.
15) BIG dapat melakukan langkah-langkah percepatan penyediaan
kajian teknis yang akan menjadi dasar perundingan batas
wilayah laut negara.
16) IG yang dihasilkan BIG berpotensi menjadi bahan/sumber
negosiasi bagi klaim perluasan wilayah laut Indonesia.
17) IG akan menjadi salah satu landasan dalam perencanaan
pembangunan nasional.
18) BIG sebagai penyelenggara IG nasional berpotensi untuk
melakukan identifikasi zona maritim Indonesia sebagai masukan
strategis terkait geostrategi dan geopolitik terhadap kedaulatan
Indonesia.
19) BIG berpotensi mengembangkan lembaga pelatihan nasional
bidang survey dan pemetaan.
20) Meningkatnya kebutuhan terhadap pengembangan serta
pengelolaan, termasuk di dalamnya sertifikasi, SDM bidang
survey dan pemetaan nasional.
21) BIG menjadi pembina bagi penyelenggara IG nasional yang
menjadi acuan bagi penyelenggara IG nasional yang terintegrasi
22) Informasi geospasial yang dikeluarkan oleh BIG dapat menjadi
acuan bagi penyelenggara informasi geospasial baik dari
pemerintahan, perseorangan, dan swasta.

69
23) BIG dapat menggunakan Unmanned Aerial Vehichle (UAV)
untuk pengambilan data geospasial, sehingga data yang
dihasilkan oleh BIG semakin lengkap, komprehensif, dan
berkualitas tinggi.
24) BIG dapat memanfaatkan fasilitas GNSS yang terdapat dalam
smartphone dalam melakukan akuisisi data geospasial,
25) BIG dapat memperluas layanannya ke platform mobile,
sehingga layanan publik yang diberikan semakin luas, dan
komprehensif.
26) BIG dapat menggunakan aplikasi open source dan standar-
standar penyelenggaraan IG (open standard).
27) Lengkap dan komprehensifnya data yang dimiliki
memungkinkan BIG untuk mengambil keputusan terkait
pengembangan produk berdasarkan analisis tren kebutuhan
konsumen.

d. Tantangan
Tantangan-tantangan yang dimiliki oleh BIG adalah sebagai
berikut:

1) Meningkatnya persaingan SDM informasi geospasial dalam


negeri dengan SDM informasi geospasial dari negara ASEAN.
2) Aliran bebas SDM informasi geospasial membuka peluang bagi
tenaga ahli informasi geospasial dalam negeri untuk pindah dan
bekerja di negara-negara ASEAN.
3) Informasi geospasial termutakhir skala besar belum tersedia
sesuai kebutuhan.
4) Biaya penyediaan informasi geospasial relatif tinggi
dikarenakan sedikitnya penyedia informasi geospasial. Hal ini
menjadi salah satu penyebab lambatnya produksi informasi
geospasial nasional.
5) Informasi geospasial yang dihasilkan belum sepenuhnya
mengacu pada satu standar nasional, dimutakhirkan, dan

70
divalidasi sehingga mempengaruhi kualitas informasi geospasial
yang diberikan.
6) Dikeluarkannya peraturan perundang-undangan yang beririsan
dengan peran BIG memungkinkan tugas dan fungsi BIG diambil
alih oleh K/L/P lain.
7) Ketergantungan BIG dalam hal pengumpulan data citra satelit
pada K/L/P lain sehingga dapat menghambat penyelenggaraan
informasi geospasial oleh BIG.
8) Terdapat potensi produk informasi geospasial dari BIG tidak
bisa dimanfaatkan pengguna (karena keterlambatan &
kelambatan penyediaan, kesulitan akses, dll).
9) BIG belum sepenuhnya memenuhi kebutuhan peta batas wilayah
negara terkait peta pulau-pulau kecil terluar dan wilayah
administrasi nasional.
10) Pencapaian target BIG dalam hal pemetaan rupabumi belum
optimal.
11) Pencapaian target BIG dalam hal pemetaan lingkungan pantai
belum optimal.
12) Integrasi IGT belum selesai dilakukan.
13) Penetapan wali data belum selesai dilakukan.
14) Indonesia belum memliliki standar akurasi geometris yang dapat
dijadikan acuan dalam pengambilan data geospasial.
15) BIG harus mampu melakukan positioning dan menentukan
peran serta tanggungjawabnya dalam penyelenggaraan informasi
geospasial skala nasional.
16) BIG agar dapat mengembangkan potensi dalam memproduksi
peta 3D bahkan peta 4D, khususnya peta geospasial tematik,
sehingga layanan yang diberikan kepada customer semakin
komprehensif.
17) BIG harus dapat mengembangkan infrastruktur dan kompetensi
sehingga potensi yang dimiliki dari data yang besar tersebut
dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan.

71
18) IG yang dihasilkan BIG belum dapat diakses secara optimal oleh
pengguna (khususnya dari daerah).
19) Perlunya membangun koordinasi yang optimal dengan berbagai
K/L/P terkait dalam mendorong penyediaan dan integrasi
informasi geospasial.
20) BIG sebagai penyelenggara IG harus mendorong penyediaan IG
yang mengacu pada satu referensi, satu standar, satu basis data,
dan satu geoportal (one map policy) agar IG yang disediakan
oleh berbagai konsesi dapat dipertanggungjawabkan dan
diintegrasikan.
21) BIG dituntut untuk dapat memastikan ketersediaan IG
terintegrasi yang merepresentasikan inventarisasi,
kondisi/cadangan, alokasi, dan informasi lainnya terkait SDA
oleh K/L/P yang berwenang (wali data).
22) BIG harus memastikan ketersediaan data center yang dapat
menghadapi tantangan kapasitas IG yang terus bertumbuh.

72
Kekuatan, kelemahan, peluang, dan tantangan yang dimiliki BIG
menjadi dasar disusunnya strategi yang akan diimplementasikan BIG
dalam kurun waktu lima tahun kedepan. Strategi-strategi tersebut adalah
strategi S-O, strategi W-O, strategi S-T, dan strategi W-T. Strategi S-O
merupakan strategi yang dibuat dengan memanfaatkan kekuatan (strength)
internal yang dimiliki BIG untuk mengambil keuntungan dari peluang
(opportunity) eksternal yang ada. Strategi S-O tersebut dapat dilihat pada
Tabel 1.7.

Tabel 1.7 Strategi S-O

STRENGTHS
STRATEGI S-O
a. Membangun kerja sama strategis dengan perguruan tinggi
dalam rangka pengembangan lembaga pelatihan nasional
di bidang penyelenggaraan informasi geospasial.
b. Mengoptimalkan pola rekrutmen SDM BIG sesuai dengan
prinsip Sistem Merit (UU 5 Tahun 2014 tentang Aparatur
Sipil Negara).
c. Menyempurnakan proses organisasi penyelenggaraan IG
OPPORTUNITIES

BIG.
d. Meningkatkan kapasitas dan kapabilitas SI/TI dalam
mendukung layanan public.
e. Membangun kerja sama strategis dengan K/L/P dalam
rangka meningkatkan kuantitas dan kualitas informasi
geospasial.
f. Menyusun rencana induk penelitian yang selaras dengan
Renstra BIG.
g. Mengembangkan mobile application untuk pengumpulan
data geospasial dan penyebarluasan informasi geospasial.

73
Strategi W-O merupakan strategi yang disusun dengan
mengatasi kelemahan (weakness) internal BIG untuk mengambil
keuntungan dari peluang (opportunity) eksternal yang ada. Strategi
W-O tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.8.

Tabel 1.8 Strategi W-O

WEAKNESSES

STRATEGI W-O:
a. Mengoptimalkan pola pengembangan SDM BIG sesuai
dengan prinsip Sistem Merit (UU 5 Tahun 2014 tentang
Aparatur Sipil Negara).
b. Meningkatkan koordinasi dengan K/L/P dalam rangka
optimasi pengumpulan data geospasial.
c. Menerapkan manajemen perubahan di lingkungan BIG
OPPORTUNITIES

d. Meningkatkan kesadaran peneliti tentang tema.


penelitian yang mendukung pencapaian visi BIG
e. Mendorong akselerasi pelaksanaan program RB di
lingkungan BIG.
f. Menginternalisasi budaya kerja BIG dalam mendorong
penyelenggaraan informasi geospasial BIG yang
optimal.
g. Menambah jumlah SDM untuk penyelenggaraan
informasi geospasial.
h. Melakukan strategic meeting di level pimpinan tinggi
secara berkala untuk menelaah eksekusi strategi.

74
Strategi S-T merupakan strategi yang disusun dengan
memanfaatkan kekuatan (strength) yang dimiliki BIG untuk
menghadapi tantangan/ancaman (threat) yang berasal dari
lingkungan eksternal BIG. Strategi S-T tersebut dapat dilihat pada
Tabel 1.9.

Tabel 1.9 Strategi S-T

STRENGTHS

STRATEGI S-T:
a. Mengalihdayakan pengembangan peta IGT 3D dan 4D
kepada pihak ketiga.
b. Membuat kebijakan yang relevan dengan kebutuhan
penyelenggaraan IG.
c. Menyusun human resource master plan SDM
informasi geospasial nasional yang memberi nilai
tambah.
d. Meningkatkan employee engagement.
e. Melakukan harmonisasi tusi dengan K/L terkait dalam
THREATS

rangka positioning dalam penyelenggaraan informasi


geospasial skala nasional.
f. Mengoptimalkan koordinasi dengan K/L/P terkait
dalam rangka pengembangan sistem peringatan dini
bencana alam.
g. Menciptakan varian produk informasi geospasial yang
mudah diakses.
h. Menyelenggarakan seminar tentang penyelenggaraan
informasi geospasial.
i. Meningkatkan kompetensi SDM dalam menganalisis
data dan informasi geospasial yang berasal dari big
data.

75
Strategi W-T merupakan strategi yang disusun dengan
mengatasi kelemahan (weakness) internal BIG untuk menghadapi
tantangan/ancaman (threat) yang berasal dari lingkungan eksternal
BIG. Strategi W-T tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.10.

Tabel 1.10 Strategi WT

WEAKNESSES
STRATEGI W-T:
a. Menyelaraskan rencana induk TIK dengan rencana
strategis BIG.
b. Meningkatkan koordinasi internal dan eksternal dalam
THREATS

rangka penyediaan dan pemutakhiran informasi


geospasial.
c. Meningkatkan kapasitas dan kapabilitas infrastruktur
informasi geospasial untuk mengantisipasi perkembangan
kebutuhan penyelenggaraan informasi geospasial.
d. Penguatan pengendalian internal dan eksternal.

76
BAB 2
VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN STRATEGIS

2.1 Visi

Visi suatu organisasi merupakan cita-cita atau kondisi masa depan


organisasi yang diharapkan terjadi. Visi dalam instansi pemerintahan harus
dapat menggambarkan dampak (impact) secara nasional, dimana visi
K/L/P harus selaras dengan visi Presiden terpilih yang tertuang dalam
RPJMN tahun 2015-2019. Berdasarkan hasil focus group discussion
(FGD) serta rapat pimpinan yang diselenggarakan dalam penyusunan
Renstra ini, maka visi BIG yang diharapkan dapat terwujud pada tahun
2019 adalah:

Menjadi integrator penyelenggaraan informasi geospasial


sebagai landasan pembangunan Indonesia

Visi diatas mengandung 2 (dua) kata kunci penting, yaitu "menjadi


integrator penyelenggaraan informasi geospasial" serta "landasan
pembangunan Indonesia". Makna visi BIG berdasarkan dapat dijabarkan
sebagai berikut:

a. Menjadi integrator penyelenggaraan informasi geospasial

BIG tidak hanya menjadi penyelenggara, namun juga berperan


sebagai integrator dalam mengintegrasikan penyelenggaraan
informasi geospasial. BIG sebagai integrator memiliki arti bahwa
BIG harus mampu menjadi institusi penggerak utama (prime mover)
dalam penyelenggaraan informasi geospasial. Menjadi penggerak
utama yang dimaksud adalah BIG menjadi bagian penting dan
strategis dari pembangunan Indonesia. Bentuk lain penggerak utama
adalah BIG dapat menjadi konsultan bagi
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah dalam bidang informasi
geospasial. Secara umum, BIG harus beorientasi kepada pemenuhan

77
kebutuhan pengguna dan mampu membuat terobosan kreatif
(creative breakthrough) sebagai upaya menjadi penggerak utama
penyelenggaraan informasi geospasial.

b. Penyelenggaraan informasi geospasial sebagai landasan


pembangunan Indonesia

Informasi geospasial yang dihasilkan BIG harus dapat


digunakan sebagai dasar dan fondasi untuk pembangunan nasional.
Hal ini tergambar dengan pemanfaatan IG sebagai bentuk dukungan
terhadap agenda prioritas pembangunan nasional, yaitu:

Pemerataan pembangunan antar wilayah (penentuan tata ruang


(nasional, provinsi, kabupaten/kota)
Penyediaan infrastruktur dan layanan sosial dasar bagi
masyarakat
Peningkatan ekonomi secara merata yang fokus pada sektor
pangan, energi, maritim dan kelautan serta pariwisata. Hal ini
dapat ditandai dengan penurunan GINI Index nasional.

c. Penyelenggaraan informasi geospasial

Penyelenggaraan informasi geospasial sesuai dengan UU


Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospaasial adalah:

Pengumpulan data geospasial


Pengolahan data geospasial dan informasi geospasial
Penyimpanan dan pengamanan data geospasial dan informasi
geospasial
Penyebarluasan data geospasial dan informasi geospasial
Penggunaan informasi geospasial

2.2 Misi

Misi merupakan rumusan umum mengenai upaya-upaya yang akan


dilaksanakan untuk mewujudkan visi. Selain itu, misi mencerminkan
upaya-upaya strategis yang akan dilakukan organisasi serta paradigma dan

78
jati diri organisasi. Misi dibuat untuk membangun kesamaan gerak dan
komitmen seluruh elemen organisasi. Berdasarkan hasil focus group
discussion (FGD) dalam rapat pimpinan BIG, maka misi BIG adalah:

1) Meningkatkan sinergi proaktif dalam penyelenggaraan


informasi geospasial nasional.
Sinergi proaktif, menggambarkan peran aktif BIG sebagai
penggerak utama (prime mover) penyelenggaraan informasi
geospasial. BIG dapat meningkatkan bahkan menciptakan sinergi
positif dengan K/L/P serta proaktif terhadap perubahan lingkungan.
Dalam hal ini, BIG menjadi inisiator yang proaktif dalam
membangun sinergi positif dalam bentuk koordinasi dengan K/L/P
supaya koordinasi yang dilakukan mampu:

Mendorong percepatan produksi IG nasional

Menjamin ketersediaan dan akses terhadap IG

Mendorong penggunaan IG dalam penyelenggaraan


pemerintahan dan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat

2) Mengintegrasikan informasi geospasial agar dapat memberikan


nilai tambah bagi pembangunan nasional.
Nilai tambah bagi pembangunan nasional, menggambarkan
dampak yang signifikan dari IG yang dihasilkan oleh BIG bagi
pembangunan nasional. Dalam hal ini sesuai dengan cita-cita BIG
yaitu IG dapat digunakan sebagai landasan untuk pembangunan
nasional. Dalam rangka mewujudkan IG yang bernilai tambah
tentunya IG yang dihasilkan BIG telah memenuhi kriteria kualitas
yang tinggi. BIG tidak hanya memproduksi IG yang sifatnya rutin,
tetapi juga memproduksi IG yang dapat dimanfaatkan untuk
menjawab isu-isu strategis.

3) Meningkatkan kapasitas dan kapabilitas penyelenggaraan


informasi geospasial nasional.
Kapasitas dan kapabilitas penyelenggaraan IG,
menggambarkan ketersediaan dan kemampuan infrastruktur

79
informasi geospasial yang dimiliki BIG selalu dapat mengikuti
perubahan kebutuhan IG nasional dengan kualitas terbaik.
Infrastruktur IG yang dimaksud adalah kebijakan, kelembagaan,
teknologi, standar, dan sumber daya manusia. Dengan kapasitas dan
kapabilitas penyelenggaraan IG yang terus-menerus meningkat,
maka penyelenggaraan IG dapat berjalan dengan optimal.

4) Optimasi pelaksanaan kebijakan satu peta (one map policy)


dalam meningkatkan pemanfaatan informasi geospasial dalam
pembangunan Indonesia.
Optimasi pelaksanaan kebijakan satu peta (one map policy)
dilaksanakan berdasarkan amanat Peraturan Presiden nomor 9 tahun
2016 tentang percepatan pelaksanaan kebijakan satu peta pada
tingkat ketelitian peta skala 1:50.000. Hal ini dilakukan untuk
memastikan integrasi dan sinkronisasi IG dalam mendukung
pembangunan nasional berbasis kewilayahan. Selain itu kebijakan
satu peta ini diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan yang
menghambat pembangunan nasional, seperti konflik lahan yang
masih terjadi hingga saat ini. Pemetaan tematik yang dilakukan
diatas peta dasar yang sama (superimpose) serta integrasi peta
tematik untuk mendukung pembangunan nasional merupakan upaya
integrasi dan sinkronisasi yang menjadi bagian penting dalam
pelaksanaan kebijakan satu peta.

2.3 Tujuan

Tujuan organisasi (strategic goals) adalah penjabaran misi yang


merupakan bentuk lebih sempit dari visi organisasi. Tujuan organisasi
memperjelas visi dan misi organisasi yang sudah ditentukan, untuk itu
maka pernyataan tujuan organisasi harus mengacu kepada kata kunci visi
dan misi organisasi. Berdasarkan hasil FGD yang dilakukan, maka tujuan
BIG yang harus terwujud pada tahun 2019 adalah:

80
1) Terwujudnya penyelenggaraan informasi geospasial yang
mengacu kepada satu referensi tunggal, satu standar, satu
database dan satu geoportal.
Penyelenggaraan IG dikatakan sudah optimal dan dilaksanakan
secara efektif dan efisien jika memenuhi 4 (empat) kondisi. Kondisi
pertama adalah penyelenggaraan IG mengacu kepada satu referensi
tunggal, yaitu Sistem Referensi Geospasial Indonesia (SRGI) untuk
pembuatan peta serta Informasi Geospasial Dasar (IGD) sebagai
landasan dalam membuat Informasi Geospasial Tematik (IGT).
Kondisi kedua adalah penyelenggaraan IG mengacu kepada satu
standar, yaitu standar penyelenggaraan IG yang dikeluarkan oleh
BIG. Kondisi ketiga adalah penyelenggaraan IG harus mengacu
kepada satu database geospasial yang sama, dalam hal ini adalah
Katalog Unsur Geografi Indonesia (KUGI). Sementara kondisi
keempat adalah penyelenggaraan IG harus mengacu kepada satu
geoportal yang sama, yaitu Ina-Geoportal yang dikelola oleh BIG.

2) Tersedianya infrastruktur informasi geospasial yang handal dan


mudah diakses.
Infrastruktur Informasi Geospasial (IIG) merupakan salah satu
dari 5 (lima) pilar informasi geospasial. IIG memegang peranan
penting dalam penyelenggaraan IG secara keseluruhan. Ketersediaan
IIG yang handal dan mudah diakses sesuai dengan kebutuhan
penyelenggaraan IG dibutuhkan untuk dapat menghasilkan IG yang
berkualitas.

3) Terintegrasinya informasi geospasial sesuai kebutuhan


pembangunan nasional.
Salah satu fokus utama dalam kebijakan satu peta adalah
mengintegrasikan IG berdasarkan tema sehingga tidak terjadi
tumpang tindih dalam pemanfaatan IG untuk mendukung
pembangunan nasional. Integrasi IG ini tentunya dilakukan dengan
asumsi IGT yang dibuat sudah mengacu kepada IGD.

81
2.4 Sasaran Strategis

Sasaran strategis merupakan gambaran kondisi yang harus terpenuhi


dalam rangka mewujudkan strategi organisasi. Sasaran strategis BIG
adalah:

1) Meningkatnya pemanfaatan IG dalam pelaksanaan agenda prioritas


nasional berbasis kewilayahan (Nawa Cita).
2) Terwujudnya integrasi IG dalam pemenuhan kebutuhan
pembangunan nasional.
3) Meningkatnya kepuasan pengguna produk dan layanan BIG.
4) Tersedianya kebijakan yang relevan dengan kebutuhan
penyelenggaraan IG yang sesuai dengan agenda prioritas nasional.
5) Terwujudnya satu IGD sebagai referensi nasional yang menjadi
acuan penyelenggaraan IG.
6) Terwujudnya satu database geospasial yang menjadi acuan
penyelenggaraan IG.
7) Terwujudnya satu geoportal yang menjadi acuan penyelenggaraan
IG.
8) Dimanfaatkannya inovasi, teknologi, metode, dan metodologi dalam
mempercepat penyelenggaraan IG.
9) Meningkatnya kepatuhan penyelenggaraan IG sesuai standar
penyelenggaraan IG.
10) Terselenggaranya Reformasi Birokrasi Badan Informasi Geospasial
(BIG) sesuai roadmap Reformasi Birokrasi Nasional (RBN) 2015 -
2019.

Dalam rangka menghindari multi tafsir atas sasaran strategis yang masih
bersifat strategis, maka perlu diterjemahkan ke dalam rencana aksi. Salah satu
tools yang dapat digunakan dalam menerjemahkan strategi menjadi rencana aksi
adalah Balanced Scorecard (BSC). Mengacu pada strategi yang telah disusun,
maka dengan menggunakan BSC, peta strategi BIG dapat dilihat pada Gambar
2.1.

82
PETA STRATEGI BSC KEPALA BIG (LEVEL 0)
STAKEHOLDER
PERSPECTIVE
SS1. Meningkatnya pemanfaatan IG
dalam pelaksanaan agenda prioritas
nasional berbasis kewilayahan (Nawa
Cita)
PERSPECTIVE

K/L, Pemda, dan Masyarakat


CUSTOMER

SS2. Terwujudnya integrasi IG dalam SS3. Meningkatnya kepuasan pengguna produk


pemenuhan kebutuhan pembangunan nasional dan layanan BIG
INTERNAL PROCESS PERSPECTIVE

Perumusan kebijakan IG Penyelenggaraan IG


Pengendalian kebijakan IG
SS7. Terwujudnya satu geoportal yang
SS4. menjadi acuan penyelenggaraan IG
Tersedianya kebijakan SS9. Meningkatnya
yang relevan dengan kepatuhan
kebutuhan SS5.Terwujudnya satu
SS6. Terwujudnya satu penyelenggaraan IG
IGD sebagai referensi
penyelenggaraan IG database geospasial sesuai standar
nasional yang menjadi
yang sesuai dengan yang menjadi acuan penyelenggaraan IG
acuan
agenda prioritas penyelenggaraan IG
penyelenggaraan IG
nasional
SS8. Dimanfaatkannya inovasi, teknologi, metode,
dan metodologi dalam mempercepat
penyelenggaraan IG
LEARN & GROWTH
PERSPECTIVE

REVOLUSI MENTAL

SS10. Terselenggaranya Reformasi Birokrasi Badan Informasi Geospasial (BIG) sesuai roadmap
Reformasi Birokrasi Nasional (RBN) 2015 - 2019

Gambar 2.1 Peta Strategi BIG

Peta strategi menggambarkan hubungan sebab-akibat antar sasaran


strategis pada satu maupun antar perspektif yang ada pada BSC. Sasaran strategis
yang telah dihasilkan harus dapat diukur pencapaiannya, untuk itu perlu disusun
suatu ukuran keberhasilan untuk masing-masing sasaran strategis. Penjabaran
sasaran strategis, indikator keberhasilan, dan target yang akan dicapai BIG pada
tahun 2015-2019 dapat dilihat dalam Tabel 2.1.

83
Tabel 2.1 Sasaran Strategis, Indikator Kinerja Sasaran Strategis, dan Target

Target
Sasaran Strategis IKSS SAT
2016 2017 2018 2019
STAKEHOLDER PERSPECTIVE
Meningkatnya Rasio program
pemanfaatan prioritas
IG dalam pembangunan
pelaksanaan nasional yang
S
agenda memanfaatkan
S 1 % 23% 26% 29% 32%
prioritas IG terhadap total
1
nasional program prioritas
berbasis pembangunan
kewilayahan nasional pada
(Nawa Cita). tahun berjalan.
CUSTOMER PERSPECTIVE
Jumlah integrasi
Terwujudnya 17/8 53/8 85/8
IGT seluruh 77/85
integrasi IG 5 5 5
provinsi (34 tema
S dalam tema tema tema
provinsi) yang Jum- per 2
S pemenuhan 2 per 1 per 2 per 3
dihasilkan untuk lah
wila- wila-
wila-
wila-
2 kebutuhan yah
mendukung yah yah yah
pembangunan ***
pembangunan * ** ****
nasional.
nasional.
Meningkatnya
Indeks kepuasan
S kepuasan Skala
pengguna
S pengguna 3 likert 4 4 4 4
terhadap produk
3 produk dan 1-5
dan layanan BIG.
layanan BIG.

INTERNAL PROCESS PERSPECTIVE


Tersedianya
kebijakan yang
relevan Rasio kebijakan
dengan IG yang sesuai
S kebutuhan kebutuhan
100 100
S penyelenggara 4 penyelenggaraan % 80% 100%
% %
4 an IG yang IG dibanding
sesuai dengan total kebijakan
agenda yang dibuat.
prioritas
nasional
Terwujudnya
Rasio IGT K/L/P
satu IGD
yang mengacu
sebagai
S kepada IGD
referensi
S 5 terhadap total % 50% 60% 70% 80%
nasional yang
5 IGT yang
menjadi acuan
diselenggarakan
penyelenggara
K/L/P.
-an IG

84
Target
Sasaran Strategis IKSS SAT
2016 2017 2018 2019

INTERNAL PROCESS PERSPECTIVE

Rasio IG yang
Terwujudnya
sesuai dengan
satu database
S Katalog Unsur
geospasial yang
S 6 Geografi Indonesia % 10% 15% 30% 50%
menjadi acuan
6 (KUGI) terhadap
penyelenggara-
seluruh IG yang
an IG
dikeluarkan K/L/P
Pemenuhan
Service Level
7 Agreement (SLA) % 95% 96% 97% 99%
Terwujudnya layanan INA-
satu geoportal Geoportal BIG.
S
yang menjadi
S 8 Tingkat
7 acuan
penyelengga- penerimaan
raan IG pengguna (user
% 80% 85% 90% 95%
acceptance)
terhadap konten
INA-Geoportal.
Rasio inovasi,
teknologi, metode,
dan/atau
Dimanfaatkann metodologi yang
ya inovasi, dimanfaatkan
teknologi, untuk
S metode, dan mempercepat
S metodologi 9 penyelenggaraan % 5% 5% 5% 5%
8 dalam IG dibanding total
mempercepat inovasi, teknologi,
penyelengga- metode, dan/atau
raan IG metodologi
penyelenggaraan
IG yang
dihasilkan.
Rasio K/L/P
Meningkatnya penyelenggara IG
kepatuhan yang patuh
S penyelengga- terhadap standar
1
S raan IG sesuai terkait % 15% 20% 25% 30%
0
9 standar penyelenggaraan
penyelengga- IG terhadap total
raan IG K/L/P
penyelenggara IG

85
Target
Sasaran Strategis IKSS SAT
2016 2017 2018 2019
LEARN AND GROWTH PERSPECTIVE
Terselenggara
nya Reformasi
Birokrasi
Badan
Informasi
S Geospasial 71,0 81,0
S Nilai Reformasi Nilai 83,19 85,3
(BIG) sesuai 11 9 4
1 Birokrasi BIG RB (A) (A)
0 roadmap (BB) (A)
Reformasi
Birokrasi
Nasional
(RBN) 2015 -
2019

2.5 Sistem Nilai

Sistem nilai menggambarkan budaya organisasi yang diharapkan


berkembang dalam organisasi untuk mencapai visi, misi dan tujuannya.
Sistem nilai pada prinsipnya merupakan aspek yang menjadi perekat
antara elemen strategis organisasi, yaitu strategi, struktur organisasi,
kebijakan dan sistem, sumberdaya manusia (jumlah dan kompetensi) serta
gaya manajemen (management style) yang diterapkan. Sistem nilai BIG
yang disepakati adalah SIAP KERJA, yaitu:

1) Kolaborasi (SI)
Sistem nilai ini bermakna bahwa setiap individu di BIG harus
mampu berkolaborasi satu sama lain dalam menyelesaikan tugas dan
fungsinya maupun dalam mengatasi setiap hambatan dan
permasalahan yang ada. Kolaborasi berarti antar pihak yang
berkolaborasi harus berperan aktif dan saling mendukung satu sama
lain dalam mencapai suatu tujuan tertentu.

2) Adaptif (A)
Sistem nilai ini bermakna bahwa setiap individu di BIG harus
mampu adaptif, yaitu secara cepat mampu menyesuaikan dengan
perubahan yang terjadi. Adaptif bermakna luas, dimana penyesuaian

86
perubahan yang terjadi tidak hanya dalam konteks individu namun
juga dalam konteks organisasi.

3) Profesional (P)
Sistem nilai ini bermakna bahwa setiap individu di BIG harus
mampu mengerjakan seluruh pekerjaan sesuai profesi yang dimiliki
dengan kompetensi dan integritas yang tinggi.

4) Kerja cerdas (KERJA)


Sistem nilai ini bermakna bahwa setiap individu di BIG harus
mampu bekerja berdasarkan prioritas secara efektif dan efisien.

87
BAB 3
ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI, KERANGKA REGULASI,
DAN KERANGKA KELEMBAGAAN

Arah kebijakan dan strategi merupakan serangkaian upaya strategis yang


dilakukan organisasi untuk mewujudkan visi. Arah kebijakan disusun sebagai
koridor untuk memastikan agar strategi dapat berjalan sesuai arah yang sudah
ditentukan. Strategi organisasi dikembangkan dengan mempertimbangkan
dinamika lingkungan internal maupun lingkungan eksternal organisasi, baik
global, regional maupun nasional.

Suatu arah kebijakan dan strategi kementerian/lembaga yang baik adalah


arah kebijakan dan strategi yang selaras dengan arah kebijakan dan strategi
nasional. Keselarasan ini penting untuk memastikan apa yang dilakukan oleh BIG
sejalan dengan pembangunan nasional. Subbab berikut akan membahas arah
kebijakan dan strategi nasional, arah kebijakan dan strategi BIG, kerangka
regulasi serta kerangka kelembagaan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari
Renstra ini.

3.1 Arah Kebijakan dan Strategi Nasional

Arah kebijakan dan strategi nasional tertuang dalam dokumen


nawacita tahun 2015 - 2019 yang terdiri dari buku 1, buku 2 dan buku 3.
Berdasarkan nawacita tahun 2015 - 2019, visi pembangunan nasional
adalah:

"Terwujudnya Indonesia yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian


berlandaskan gotong-royong "

Untuk mencapai visi tersebut, maka misi pembangunan nasional


tahun 2015 - 2019 adalah:
a. Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan
wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan

88
sumber daya maritim, dan mencerminkan kepribadian Indonesia
sebagai negara kepulauan.
b. Mewujudkan masyarakat maju, berkeseimbangan, dan demokratis
berlandaskan negara hukum.
c. Mewujudkan politik luar negeri bebas-aktif dan memperkuat jati diri
sebagai negara maritim.
d. Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju, dan
sejahtera.
e. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing.
f. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju,
kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional.
g. Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan.

Strategi pembangunan nasional untuk mencapai visi dan misi


pembangunan tahun 2015 - 2019 dilakukan melalui 3 (tiga) dimensi
pembangunan nasional, yaitu:
a. Dimensi pembangunan manusia, yang terdiri dari pendidikan,
kesehatan, perumahan dan mental/karakter.
b. Dimensi pembangunan sektor unggulan, yang terdiri dari sektor
kedaulatan pangan, kedaulatan energi dan ketenagalistrikan,
kemaritiman dan kelautan serta pariwisata dan industri.
c. Dimensi pemerataan dan kewilayahan, yang terdiri dari pemerataan
antar kelompok pendapatan serta pemerataan antar wilayah meliputi
wilayah desa, pinggiran, luar jawa dan kawasan timur.

Dalam melaksanakan strategi pembangunan nasional, pemerintah


menetapkan prioritas yang tertuang dalam 9 (sembilan) agenda prioritas
pembangunan nasional (Nawa Cita), yaitu:
a. Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan
memberikan rasa aman kepada seluruh warga negara.
b. Membuat Pemerintah selalu hadir dengan membangun tata kelola
pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya.
c. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-
daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.

89
d. Memperkuat kehadiran negara dalam melakukan reformasi sistem dan
penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya.
e. Meningkatkan kualitas hidup manusia dan masyarakat Indonesia.
f. Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar
Internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit
bersama bangsa-bangsa Asia lainnya.
g. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-
sektor strategis ekonomi domestik.
h. Melakukan revolusi karakter bangsa.
i. Memperteguh kebhinekaan dan memperkuat restorasi sosial
Indonesia.

Informasi geospasial memiliki peranan penting dalam pembangunan


nasional. Buku 2 nawacita tahun 2015-2019 meletakkan informasi
geospasial sebagai landasan utama dalam pembangunan wilayah dan tata
ruang. Percepatan pembangunan kawasan timur Indonesia (KTI) dengan
tetap mempertahankan momentum pertumbuhan kawasan barat Indonesia
(KBI) menjadi fokus utama dalam pembangunan wilayah dan tata ruang.
Peran Informasi Geospasial menjadi sangat penting dalam mendukung
upaya pemerataan pembangunan antarwilayah, termasuk pembangunan
desa, penyediaan infrastruktur dan layanan sosial dasar bagi masyarakat,
serta pembangunan ekonomi yang difokuskan pada sektor pangan, energi,
maritim dan kelautan, serta pariwisata. Peran tersebut diantaranya dapat
diberikan dalam bentuk pemetaan rupabumi, pemetaan tata ruang, pemetaan
batas wilayah, pemetaan tematik, serta pemetaan kelautan dan lingkungan
pantai. Untuk itu, peta dasar skala besar 1:5000 sangat diperlukan dalam
penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) kabupaten/kota.

Namun jika dilihat lebih lanjut, peran informasi geospasial sebenarnya


dapat diperluas dengan memberikan kontribusi terhadap dimensi
pembangunan nasional maupun stabilitas yang menjadi prasyarat
pembangunan yang berkualitas. Gambar 3.1 menunjukkan peran strategis
informasi geospasial dalam pembangunan nasional.

90
VISI DAN MISI REPUBLIK INDONESIA

NAWA CITA
DIMENSI PEMERATAAN DAN
DIMENSI PEMBANGUNAN DIMENSI PEMBANGUNAN KEWILAYAHAN
MANUSIA SEKTOR UNGGULAN
Pemerataan antar kelompok
Revolusi mental Kedaulatan pangan pendapatan
Pembangunan pendidikan Kedaulatan energi dan Perbatasan negara dan daerah
Pembangunan kesehatan ketenagalistrikan ter@nggal
Pembangunan perumahan dan Kemari@man dan kelautan Pembangunan pedesaan dan
pemukiman Pariwisata perkotaan
Kawasan industri dan Pengembangan konek8vitas
kawasan ekonomi khusus nasional

PRASYARAT PEMBANGUNAN NASIONAL (KONDISI PERLU)


KEPASTIAN DAN KEAMANAN DAN POLITIK & TATA KELOLA &
PENEGAKAN HUKUM KETERTIBAN DEMOKRASI RB

INFORMASI GEOSPASIAL TERINTEGRASI

Gambar 3.1 Peran Strategis Informasi Geospasial


dalam Pembangunan Nasional

Pada Gambar 3.1 terlihat bahwa informasi geospasial terintegrasi


menjadi landasan/fondasi dalam pelaksanaan 2 (dua) dari 3 (tiga) dimensi
pembangunan nasional yaitu dimensi pembangunan sektor unggulan serta
dimensi pemerataan dan kewilayahan. Kontribusi informasi geospasial
terintegrasi dalam dimensi pembangunan sektor unggulan adalah untuk
mendukung pelaksanaan kedaulatan pangan, kemaritiman dan kelautan serta
kawasan industri dan kawasan ekonomi khusus. Sedangkan kontribusi
informasi geospasial terintegrasi dalam dimensi pemerataan dan
kewilayahan adalah untuk mendukung kedaulatan perbatasan negara dan
daerah tertinggal serta pembangunan pedesaan dan perkotaan.

Kontribusi BIG pada dimensi pembangunan sektor unggulan dalam


mendukung kedaulatan pangan adalah pemanfaatan informasi geospasial
untuk mengukur luas sawah secara akurat dalam rangka mengendalikan
konversi lahan padi. Selain itu, pada dimensi ini BIG juga berkontribusi
dalam mendukung prioritas kemaritiman dan kelautan, meliputi:

91
1. Menyediakan informasi geospasial untuk konektivitas (tol) laut serta
pembangunan/pengembangan pelabuhan.
2. Menyediakan informasi geospasial seluruh pulau di wilayah NKRI.
3. Menyediakan informasi geospasial batas laut NKRI sebagai dasar
dalam melakukan perundingan batas laut.
4. Menyediakan informasi geospasial tata ruang laut dan zona pesisir
untuk kepentingan tata ruang, konservasi serta rehabilitasi laut dan
lingkungan pantai.

Sedangkan kontribusi BIG dalam mendukung pembangunan kawasan


industri dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dalam rangka pembangunan
sektor unggulan adalah:

1. Menyediakan informasi geospasial untuk menyusun Rencana Detail


Tata Ruang (RDTR) pada kawasan industri/KEK.
2. Menyediakan informasi geospasial untuk menghitung Neraca Sumber
Daya Alam (NSDA).
3. Menyediakan informasi geospasial terintegrasi untuk skenario
pengembangan wilayah kabupaten/kota.

Kontribusi BIG pada dimensi pemerataan dan kewilayahan untuk


mendukung kedaulatan perbatasan negara dan daerah tertinggal adalah
menyediakan informasi geospasial batas wilayah negara. Selain itu, pada
dimensi ini BIG juga berkontribusi dalam mendukung pembangunan
pedesaan, yaitu:

1. Menyediakan informasi geospasial untuk penegasan batas wilayah,


kewenangan serta administrasi pemerintahan desa.
2. Menyediakan informasi geospasial sarana dan prasarana pedesaan.
3. Menyediakan informasi geospasial tata ruang pedesaan untuk
melindungi lahan pertanian dan menekan alih fungsi lahan produktif
dan lahan konservasi.

Selain mendukung 2 (dua) dimensi pembangunan nasional, Informasi


geospasial juga turut berkontribusi dalam mendukung prasyarat
pembangunan nasional meliputi kepastian dan penegakan hukum, keamanan

92
dan ketertiban, politik dan demokrasi serta tata kelola dan reformasi
birokrasi. Kebutuhan informasi geospasial dalam mewujudkan ketiga
prasyarat pembangunan nasional tersebut harus selalu dipenuhi sesuai
dengan kebutuhan dan permintaan.

Selain itu, pada tahun 2016 dikeluarkan Peraturan Presiden (Perpres)


nomor 9 tahun 2016 tentang tentang Percepatan pelaksanaan kebijakan satu
peta pada tingkat ketelitian peta skala 1:50.000. Perpres tersebut
mengamanatkan 5 (lima) hal penting yang diharapkan dari BIG, yaitu:
1. Mewujudkan IGT perencanaan ruang
2. Mewujudkan IGT potensi kawasan
3. Menyusun grand design kebijakan satu peta berkelanjutan
4. Mewujudkan IGT satu peta
5. BIG mengawal integrasi dan singkronisasi IGT

3.2 Arah Kebijakan dan Strategi Badan Informasi Geospasial (BIG)

Berdasarkan arah kebijakan dan strategi nasional yang tertuang dalam


nawacita tahun 2015 -2019 serta dengan mempertimbangkan kondisi
lingkungan internal maupun eksternal organisasi, maka kerangka strategi
Badan Informasi Geospasial (BIG) tahun 2015-2019 dapat dilihat pada
Gambar 3.2.

Kebijakan satu peta


(one map policy)
Pemanfaatan informasi
Reformasi geospasial dalam:
Birokrasi (RB) Informasi Geospasial Tema8k
BIG dalam (IGT) yang terintegrasi sesuai Mewujudkan kedaulatan
mewujudkan: kebutuhan pangan.
Pemerintahan Mewujudkan kedaulatan
Penyeleng-
yang bersih kemari8man dan kelautan
garaan IG yang
dan akuntabel Infrastruktur Informasi
didukung oleh Geospasial (IIG) yang handal, Mewujudkan
Birokrasi yang peneli8an sesuai standar, satu pembangunan kawasan
efek6f dan (applied database, dan mudah diakses industri dan kawasan
esien research) melalui satu geoportal. ekonomi khusus (KEK)
Birokrasi yang
memiliki Mewujudkan
pelayanan pembangunan pedesaan.
publik yang Informasi Geospasial Dasar Mewujudkan kedaulatan
berkualitas (IGD) yang menjadi acuan
daerah perbatasan
(satu referensi)

Gambar 3.2 Kerangka strategi BIG tahun 2015-2019

93
Outcome/impact nasional yang ingin diwujudkan oleh BIG
berdasarkan kontribusi BIG bagi pembangunan nasional adalah
pemanfaatan informasi geospasial untuk 5 (lima) aspek, yaitu:
1. Mewujudkan kedaulatan pangan.
2. Mewujudkan kedaulatan kemaritiman dan kelautan.
3. Mewujudkan pembangunan kawasan industri dan kawasan ekonomi
khusus (KEK).
4. Mewujudkan pembangunan pedesaan.
5. Mewujudkan kedaulatan daerah perbatasan.

Untuk mencapai outcome/impact nasional tersebut, maka kebijakan


satu peta (one map policy) perlu dilakukan secara konsisten dan
berkesinambungan. Sehubungan dengan kebijakan satu peta tersebut, maka
ada 3 (tiga) hal penting yang harus terwujud, yaitu:

1. Informasi Geospasial Tematik (IGT) yang terintegrasi sesuai kebutuhan


2. Infrastruktur Informasi Geospasial (IIG) yang handal, sesuai standar,
satu database, dan mudah diakses melalui satu geoportal.
3. Informasi Geospasial Dasar (IGD) yang menjadi acuan (satu referensi).

Percepatan implementasi kebijakan satu peta membutuhkan adanya


inovasi dalam setiap proses penyelenggaraan IG, dimana perkembangan
teknologi sudah memungkinkan dilakukannya percepatan implementasi
penyelenggaraan IG sehingga mampu menghasilkan IG berkualitas dengan
waktu yang lebih cepat. Untuk itu, maka diperlukan penyelenggaraan IG
yang didukung oleh penelitian (applied research) dalam rangka
menghasilkan inovasi maupun alih teknologi yang dibutuhkan dalam
mendukung penyelenggaraan IG tersebut. Selain itu, reformasi birokrasi di
lingkungan BIG juga perlu dilakukan secara konsisten dan menyeluruh agar
pemerintahan yang bersih dan akuntabel, birokrasi yang efektif dan efisien
serta birokrasi yang memiliki pelayanan publik yang berkualitas dapat
terwujud. Kerangka strategi ini juga menjadi koridor BIG dalam menyusun
arah kebijakan dan strategi hingga rencana kerja tahunan untuk dapat
mewujudkan visi BIG tahun 2019.

94
Berdasarkan kerangka strategi tersebut, maka arah kebijakan BIG 5
(lima) tahun kedepan adalah:
a. Optimasi penyelenggaraan informasi geospasial terintegrasi
sesuai agenda prioritas nasional

Penyelenggaraan informasi geospasial telah diamanatkan


melalui UU nomor 4 tahun 2011 tentang informasi geospasial, dimana
penyelenggaraan informasi geospasial yang perlu dioptimalkan
meliputi pengumpulan data geospasial, pengolahan data geospasial
dan informasi geospasial, penyimpanan dan pengamanan data
geospasial dan informasi geospasial, penyebarluasan data geospasial
dan informasi geospasial, serta penggunaan informasi geospasial.

Arah kebijakan ini akan dilakukan melalui 3 (tiga) strategi,


meliputi:
1) Integrasi informasi geospasial tematik dalam mendorong
pemanfaatan IG untuk pembangunan nasional

Integrasi dilakukan guna mendorong pemanfaatan IG


sebagai salah satu landasan dalam pembangunan nasional.
Proses pengintegrasian dilakukan dengan kegiatan superimpose
diatas peta rupabumi Indonesia (RBI). Strategi integrasi
dilakukan melalui:

Percepatan IGT satu peta sesuai kebutuhan pembangunan


nasional.
Meningkatkan koordinasi dengan K/L/P terkait dalam
rangka optimasi penyelenggaraan IGT potensi kawasan.
Mengoptimalkan koordinasi dengan K/L/P dalam rangka
penyelenggaraan IGT perencanaan ruang.
Memastikan penyelenggaraan IGT satu peta dilakukan
secara berkelanjutan.
Harmonisasi penyelenggaraan IGT nasional dalam
mewujudkan kedaulatan pangan, kedaulatan maritim dan
kelautan, pembangunan kawasan industri dan kawasan

95
ekonomi khusus, pembangunan pedesaan serta kedaulatan
wilayah perbatasan.

2) Meningkatkan akurasi dan ketersediaan Informasi


Geospasial Dasar (IGD)

Berdasarkan UU nomor 4 tahun 2011 tentang informasi


geospasial, salah satu asas penyelenggaraan IG yaitu keakuratan.
Keakuratan memastikan bahwa penyelenggaraan IG harus
diupayakan untuk menghasilkan DG dan IG yang teliti, tepat,
benar, dan berkualitas sesuai dengan kebutuhan, termasuk
kebutuhan pembangunan prioritas nasional. Guna mendorong
ketersediaan dan peningkatan akurasi IGD dapat dilakukan
melalui:

Optimasi pemanfaatan kerangka kontrol geodesi sebagai


suatu sistem referensi tunggal.
Optimasi pemanfaatan peta dasar sebagai acuan
penyelenggaraan IG nasional.
Akselerasi produksi IGD sesuai tingkat ketelitian yang
dibutuhkan dalam mewujudkan kedaulatan pangan,
kedaulatan maritim dan kelautan, pembangunan kawasan
industri dan kawasan ekonomi khusus, pembangunan
pedesaan serta kedaulatan wilayah perbatasan.
Quality control dan quality assurance terpadu dalam
meningkatkan kualitas IGD yang dihasilkan.

3) Meningkatkan aksesibilitas dan kehandalan infrastruktur


informasi geospasial.

Ketersediaan akses terhadap IG yang dihasilkan salah


satunya dipengaruhi oleh kehandalan infrastruktur. Terminologi
infrastruktur IG seperti tercantum pada Peraturan Presiden
Nomor 9 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial adalah

96
sarana dan prasarana yang digunakan untuk memperlancar
penyelenggaraan IG. Infrastruktur IG terdiri atas kebijakan,
kelembagaan, teknologi, standar, dan sumber daya manusia.
Strategi peningkatan aksesabilitas dan kehandalan infrastruktur
IG dilakukan melalui:
Standardisasi penyelenggaraan IG sebagai perwujudan
implementasi IG satu standar.
Optimasi aktifitas dan konektivitas simpul jaringan
nasional sebagai enabler penyelenggaraan IG nasional.
Mewujudkan satu database dan satu geoportal dalam
penyelenggaraan IG nasional sebagai bagian dari
implementasi kebijakan satu peta.

4) Mendorong penelitian terapan (applied research) sebagai


langkah kritis dalam percepatan penyelenggaraan IG

Penelitian merupakan aspek penting dalam mendukung


penyelenggaraan informasi geospasial. Penelitian dilakukan
untuk dapat meningkatkan inovasi produk maupun teknologi
informasi geospasial. Melalui penelitian, diharapkan dapat
mendorong percepatan penyelenggaraan IG melalui:
Implementasi grand design penelitian BIG dalam
memberikan nilai tambah bagi penyelenggaraan IG.
Meningkatkan kompetensi dan motivasi peneliti dalam
melakukan penelitian terapan.
Mengarahkan program pengembangan peneliti untuk
menciptakan inovasi teknologi, metodologi maupun
metode dalam mempercepat produksi IG.

b. Optimasi pelaksanaan reformasi birokrasi BIG tahun 2015-2019


dengan mengutamakan peningkatan kualitas pelayanan publik
dalam mewujudkan pemerintahan yang akuntabel, bersih, efektif
dan efisien

97
Reformasi birokrasi BIG merupakan upaya komprehensif dalam
memperkuat kapasitas dan kapabilitas BIG. Program reformasi
birokrasi BIG terdiri dari 8 (delapan) program serta 1 (satu)
monitoring dan evaluasi (monev), meliputi program manajemen
perubahan, program penataan peraturan perundang-undangan,
program penataan dan penguatan organisasi, program penataan tata
laksana, program penataan sistem manajemen SDM aparatur, program
penguatan pengawasan, program penguatan akuntabilitas kinerja serta
program peningkatan kualitas layanan publik.

Hasil penilaian pelaksanaan reformasi birokrasi BIG gelombang


II menunjukkan bahwa pencapaian reformasi birokrasi di lingkungan
BIG masih perlu ditingkatkan. Untuk itu, pelaksanaan reformasi
birokrasi 2015-2019 berikutnya harus mengacu pada posisi
pencapaian gelombang II agar reformasi birokrasi secara
berkelanjutan dapat berjalan sesuai dengan kerangka reformasi
birokrasi nasional (RBN).

Arah kebijakan terkait pelaksanaan reformasi birokrasi di


lingkungan BIG ini dilaksanakan melalui 2 (dua) strategi, yaitu:

1) Mendorong akselerasi pelaksanaan program reformasi


birokrasi di lingkungan BIG

Akselerasi pelaksanaan program reformasi birokrasi


dilakukan berdasarkan hasil penilaian evaluasi pelaksanaan
reformasi birokrasi 2015-2019 di lingkungan BIG. Akselerasi
dilakukan pada program yang pencapaiannya masih jauh dari
target yang diharapkan. Akselerasi program reformasi birokrasi
di lingkungan BIG meliputi:
Implementasi roadmap reformasi birokrasi BIG yang
selaras dengan roadmap reformasi birokrasi nasional
tahun 2015-2019.
Mendorong pengelolaan reformasi birokrasi BIG dengan
sistem hybrid dimana pengelolaan reformasi birokrasi BIG

98
dilakukan terpusat sedangkan pelaksanaan reformasi
birokrasi BIG dilakukan pada tingkat Satuan Kerja atau
unit kerja eselon II (Pusat dan Biro).
Menentukan layanan publik unggulan BIG.
Optimasi pemanfaatan TIK dalam reformasi birokrasi BIG
melalui perluasan pemanfaatan e-Government BIG.
2) Memperkuat peran dan fungsi inspektorat dalam
meningkatkan pengawasan internal dan akuntabilitas
pemerintahan

Fungsi inspektorat dalam melakukan pengawasan internal


belum berjalan secara optimal. Beberapa permasalahan yang
terjadi seperti opini BPK "Tidak Menyatakan Pendapat (TMP)"
pada laporan keuangan serta penegakan kode etik yang belum
optimal terjadi dikarenakan pengawasan internal tidak berjalan
optimal, konsisten dan berkelanjutan. Penguatan yang dimaksud
tidak hanya pada aspek tugas dan fungsi inspektorat saja, namun
juga meliputi aspek kelembagaan inspektorat serta aspek sumber
daya manusia inspektorat, baik secara kualitas maupun
kuantitas. Untuk itu, penguatan inspektorat dilakukan melalui:
Penerapan sistem pengawasan internal berbasis risiko.
Perubahan paradigma supervisi menjadi evaluasi internal,
dengan mengedepankan evaluasi terhadap keuangan (audit
keuangan) maupun evaluasi terhadap kinerja organisasi
(audit kinerja).
Pemberdayaan agen perubahan (change agent) sebagai
Aparatur Pengawas Internal pemerintah (APIP) di seluruh
unit kerja.
Peningkatan jumlah maupun kompetensi auditor BIG.
Penetapan dan penerapan audit charter.

99
Seluruh arah kebijakan dan strategi yang ditetapkan memiliki prioritas
pelaksanaan yang berbeda. Keterbatasan sumber daya yang dimiliki BIG
menyebabkan BIG perlu menyusun prioritas tersebut kedalam sebuah
roadmap strategi BIG, seperti ditunjukkan pada Error! Reference source
not found..

Visi BIG 2019:


Menjadi integrator penyelenggaraan informasi
geospasial sebagai landasan pembangunan Indonesia

Meningkatnya
Terintegrasinya IGT aksesibilitas dan
Meningkatnya akurasi
sesuai kebutuhan kehandalan
dan ketersediaan IGD
pembangunan infrastruktur informasi
nasional. geospasial

Tersedianya inovasi teknologi, metodologi dan metode penyelenggaraan IG melalui


peneli@an terapan (applied research).

Terwujudnya penguatan peran dan


fungsi inspektorat dalam melakukan Terwujudnya reformasi birokrasi di
pengawasan internal dan lingkungan BIG
mewujudkan akuntabilitas BIG.

Gambar 3.3 Rumah strategi BIG

Untuk mempermudah dalam menyusun prioritas, maka digunakan


metode rumah strategi seperti ditunjukkan pada Gambar 3.3. Jika digunakan
logika pembangunan suatu rumah, maka pondasi adalah prioritas pertama
yang harus dibangun. Selanjutnya kolom akan berdiri diatas pondasi dan
balok akan diletakkan melintang diatas kolom. Baru kemudian atap dapat
dibangun dan diletakkan diatasnya. Dalam rumah strategi, atap merupakan
visi BIG yang ingin dicapai BIG 5 (lima) tahun kedepan. Untuk mencapai
visi tersebut, maka prioritas pertama yang harus dicapai adalah terwujudnya
reformasi birokrasi di lingkungan BIG dan terwujudnya penguatan peran
dan fungsi inspektorat dalam melakukan pengawasan internal dan
mewujudkan akuntabilitas BIG. Prioritas berikutnya adalah tersedianya
inovasi teknologi, metodologi dan metode penyelenggaraan IG melalui

100
penelitian terapan (applied research). Prioritas selanjutnya sebelum visi
tercapai adalah terintegrasinya IGT sesuai kebutuhan pembangunan
nasional, meningkatnya aksesibilitas dan kehandalan infrastruktur informasi
geospasial, serta meningkatnya akurasi dan ketersediaan IGD. Jika
digambarkan berdasarkan waktu, maka roadmap strategi BIG 5 (lima) tahun
kedepan dapat digambarkan berikut ini.

vem
ent
2019
us Im pro 2018 Visi BIG : Menjadi integrator
penyelenggaraan informasi
+ nuo Terintegrasinya IGT sesuai geospasial sebagai landasan
Con kebutuhan pembangunan pembangunan Indonesia

2017 nasional

Meningkatnya aksesibilitas dan kehandalan


infrastruktur informasi geospasial

2016 Meningkatnya akurasi dan ketersediaan IGD

Terwujudnya reformasi birokrasi di lingkungan BIG.


Tersedianya inovasi teknologi, metodologi dan metode
penyelenggaraan IG melalui peneliIan terapan (applied research).

2015
Terwujudnya penguatan peran dan fungsi inspektorat

Gambar 3.4 Roadmap strategi BIG

Pada Gambar 3.4 terlihat penjabaran visi menjadi pernyataan tujuan


(destination statement) untuk setiap tahunnya. Roadmap ini menunjukkan
tahapan pencapaian visi secara jelas sehingga apa yang harus dicapai BIG
setiap tahun dalam rangka mewujudkan visi BIG dapat terpetakan
berdasarkan prioritas. Roadmap strategi BIG menggunakan prinsip
peningkatan secara berkesinambungan (continuous improvement) seperti
layaknya rumah, dimana pondasi harus tetap ada hingga rumah selesai
dibangun. Sehingga apa yang dicapai pada tahun 2015 akan terus dan harus
dipertahankan hingga visi terwujud pada tahun 2019.

101
3.3 Kerangka Regulasi

Visi, misi, tujuan, sistem nilai serta arah kebijakan dan strategi baru
yang disusun dalam Renstra ini tentunya membutuhkan adanya penyesuaian
maupun penyusunan regulasi sebagai dasar hukum. Untuk itu, perlu
dilakukan peninjauan ulang terhadap Undang-Undang nomor 4 tahun
2014 tentang informasi geospasial beserta turunannya. Selain itu,
berdasarkan Renstra yang disusun tentunya terdapat perubahan tugas dan
fungsi maupun penyesuaian terhadap struktur organisasi BIG saat ini. Oleh
karena itu perlu juga dilakukan peninjauan ulang terhadap Peraturan
Presiden nomor 94 tahun 2011 tentang Badan Informasi Geospasial.

Hingga saat ini, BIG masih melakukan policy research (policy


analysis and policy making) dalam rangka identifikasi dan pemetaan
kebutuhan peraturan perundang-undangan yang dibutuhkan dalam
mendukung pelaksanaan Renstra ini. Sehingga sub bab kerangka regulasi
belum dapat sepenuhnya dilengkapi sebagai bagian yang tidak terpisahkan
dari Renstra ini.

3.4 Kerangka Kelembagaan

Struktur organisasi yang baik adalah struktur organisasi yang selaras


dengan Renstra organisasi, sesuai dengan prinsip structure follow strategy.
Untuk itu, perlu dilakukan kajian untuk mengetahui apakah struktur
organisasi saat ini masih cukup relevan untuk mendukung pelaksanaan
Renstra BIG tahun 2015 - 2019. Hal ini perlu dilakukan mengingat dalam
dokumen Renstra juga dibutuhkan perubahan tugas dan fungsi serta
perpindahan kementerian pembina LPNK dari Kemenristek dan Dikti ke
Kementerian PPN.

Hingga saat ini, BIG masih melakukan proses restrukturisasi


organisasi guna mendukung Renstra BIG tahun 2015 - 2019. Kerangka
kelembagaan dalam bentuk struktur organisasi baru beserta tugas dan
fungsinya akan menjadi bagian tidak terpisahkan dari Renstra ini, namun

102
detail desain struktur organisasi beserta argumentasi akan disusun dalam
naskah akademik yang terpisah dari dokumen Renstra ini.

103
BAB 4
TARGET KINERJA DAN KERANGKA PENDANAAN

Manajemen kinerja merupakan proses yang dilakukan organisasi untuk


membangun kesepakatan bersama mengenai apa yang ingin dicapai, apa ukuran
pencapaiannya, dan bagaimana mencapainya. Dalam program RB diamanatkan
bahwa penguatan akuntabilitas kinerja ditandai dengan adanya sistem manajemen
kinerja yang terukur. Target kinerja dan kerangka pendanaan merupakan alat yang
digunakan sebagai panduan implementasi strategi organisasi sehingga kinerja
organisasi dapat terukur. Target kinerja memastikan bahwa setiap sasaran strategis
dapat diukur keberhasilannya. Kerangka pendanaan memastikan bahwa strategi
dapat dieksekusi sesuai anggaran yang ada. Target kinerja dan kerangka
pendanaan disusun dengan mempertimbangkan kemampuan dari organisasi serta
kebijakan nasional yang mengatur hal tersebut. Bab ini akan menjabarkan
mengenai target kinerja dan kerangka pendanaan yang dibutuhkan BIG dalam
rangka eksekusi strategi.

4.1 Target Kinerja

Target kinerja merupakan standar kinerja yang disepakati bersama


oleh organisasi untuk dilaksanakan pada periode tertentu. Target kinerja
BIG digambarkan dengan indikator kinerja sasaran strategis (IKSS) yang
menjadi ukuran pencapaian setiap sasaran strategis BIG. Terdapat 11 IKSS
yang menjadi target kinerja BIG, penjelasan setiap IKSS sebagai berikut:

a. IKSS1. Rasio program prioritas pembangunan nasional yang


memanfaatkan IG terhadap total program prioritas pembangunan
nasional pada tahun berjalan

Indikator tersebut mengandung arti bahwa perbandingan antara


jumlah program prioritas pembangunan nasional (kedaulatan pangan,
kedaulatan maritim dan kelautan, pembangunan kawasan industri dan

104
105

kawasan ekonomi khusus, pembangunan pedesaan serta kedaulatan


wilayah perbatasan) yang menanfaatkan IG dengan total program
prioritas pembangunan nasional tahun berjalan. Target dari indikator
tersebut mencapai 23% pada tahun 2016 dan meningkat 3% setiap
tahun menjadi 26% (2016), 29% (2018) dan 32% pada akhir periode
perencanaan 2019.

b. IKSS2. Jumlah integrasi IGT seluruh provinsi (34 provinsi) yang


dihasilkan untuk mendukung pembangunan nasional.

Indikator tersebut mengandung arti bahwa jumlah intergrasi IGT


yang berhasil dilakukan BIG dalam mendukung pembangunan
nasional. Pengintegrasian IGT difokuskan berdsarkan wilayah dalam
satu tahun, dimulai oleh wilayah Kalimantan pada tahun 2017, diikuti
oleh wilayah Sulawesi dan wilayah Sumatera, wilayah Papua dan
wilayah Maluku pada tahun 2018, dan wilayah Jawa, Bali serta Nusa
Tenggara diakhir 2019. Sehingga ditargetkan pada tahun 2015
terselesaikan 17/85 tema per-satu wilayah (Kalimantan), sebanyak
53/85 tema per-dua wilayah (Sulawesi dan Sumatera). Pada tahun
2017 ditargetkan 77/85 tema per-dua wilayah (Papua dan Maluku).
Pada tahun 2019, ditargetkan keseluruhan dari 85 tema IGT akan
selesai (Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara).

c. IKSS3. Indeks kepuasan pengguna terhadap produk BIG

Indikator tersebut mengandung arti bahwa persepsi kepuasan


pengguna terhadap produk yang diberikan BIG diukur dalam skala
likert 1 sampai 5. Skala 1 merepresentasikan sangat tidak puas, 2
merepresentasikan tidak puas, 3 merepresentasikan cukup puas, 4
merepresentasikan puas dan 5 merepresentasikan sangat puas.
Indikator kepuasan pengguna ditargetkan stabil dari tahun ke tahun
yaitu pada skala 4.

d. IKSS4. Rasio kebijakan IG yang sesuai kebutuhan penyelenggaraan


IG dibanding total kebijakan yang dibuat.

105
106

Indikator tersebut mengandung arti bahwa perbandingan antara


kebijakan IG yang sesuai kebutuhan penyelenggara IG (pengumpulan
DG, pengolahan DG dan IG, penyimpanan dan pengamanan DG dan
IG, penyebarluasan DG dan IG serta penggunaan IG), yaitu K/L/P,
orang perseorangan, kelompok orang, badan usaha, swasta, Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) dan mahasiswa, terhadap total kebijakan
IG yang dikeluarkan BIG. Bentuk dari kebijakan IG dapat berupa
norma, standar, prosedur, kebijakan (NSPK) maupun peraturan kepala
(Perka). Target dari capaian indikator ini sebesar 80% pada tahun
2016 dan meningkat stabil sebesar 100% pada tahun 2017 sampai
dengan tahun 2019.

e. IKSS5. Rasio IGT K/L/P yang mengacu kepada IGD terhadap total
IGT yang diselenggarakan K/L/P.

Indikator tersebut mengandung arti bahwa perbandingan antara


perbandingan jumlah penyelenggaraan IGT (pengumpulan DG,
pengolahan DG dan IG, penyimpanan dan pengamanan DG dan IG,
penyebarluasan DG dan IG serta penggunaan IGT) oleh K/L/P yang
mengacu pada IGD terhadap total IGT yang dikeluarkan K/L/P dan
BIG. Mengacu pada IGD yang dimaksud adalah pembuatan IGT yang
dilakukan oleh K/LP berdasarkan peta dasar yang dihasilkan BIG.
Target dari indikator tersebut sebesar 50% pada tahun 2016 dan
meningkat sebesar 10% per tahun sehingga mencapai 80% pada tahun
2019.

f. IKSS6. Rasio IG yang sesuai dengan Katalog Unsur Geografi


Indonesia (KUGI) terhadap seluruh IG yang dikeluarkan K/L/P

Indikator tersebut mengandung arti bahwa perbandingan antara


IG yang dikeluarkan oleh K/L/P dan sesuai dengan KUGI terhadap
total IG yang dikeluarkan K/L/P. Mengacu pada Perka BIG Nomor 12
Tahun 2013 tentang Standar Prosedur Penyimpanan dan Mekanisme
Penyimpanan untuk Pengarsipan Data Geospasial dan Informasi
Geospasial, KUGI adalah standardisasi struktur penyimpanan DG dan

106
107

IG digital dalam perangkat elektronik. Target kinerja yang ditetapkan


pada tahun 2016 sebesar 10%, pada tahun 2017 sebesar 15%,
meningkat menjadi 30% di tahun 2018, dan mencapai angka 50%
pada tahun 2019.

g. IKSS7. Pemenuhan Service Level Agreement (SLA) layanan INA-


Geoportal BIG

Indikator tersebut mengandung arti pemenuhan kontrak BIG


sebagai penyedia layanan INA-Geoportal terhadap pengguna INA-
Geoportal terkait tingkat (mutu) layanan. Pemenuhan kontrak BIG
tersebut direpresentasikan dalam bentuk persentase (%) pemenuhan
kontrak mutu layanan. Target kinerja yang ditetapkan adalah 95%
pada tahun 2016, meningkat menjadi 96% pada tahun 2017, sebesar
97% pada tahun 2018, dan 99% pada tahun 2019.

h. IKSK9. Rasio inovasi, teknologi, metode, dan/atau metodologi yang


dimanfaatkan untuk mempercepat penyelenggaraan IG dibanding total
inovasi, teknologi, metode, dan/atau metodologi penyelenggaraan IG
yang dihasilkan

Indikator tersebut mengandung arti bahwa perbandingan antara


inovasi, teknologi, metode, dan/atau metodologi yang dimanfaatkan
guna percepatan penyelenggaraan IG terhadap total inovasi, teknologi,
metode, dan/atau metodologi penyelenggaraan IG yang dihasilkan.
Pemanfaatan ditargetkan stabil sebesar 5% dari periode 2016 hingga
periode 2019.

i. IKSK10. Rasio K/L/P penyelenggara IG yang patuh terhadap standar


terkait penyelenggaraan IG terhadap total K/L/P penyelenggara IG

Indikator tersebut mengandung arti bahwa perbandingan antara


jumlah K/L/P penyelenggara IG yang menyelenggarakan IG sesuai
standar menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang
Informasi Geospasial terhadap total K/L/P penyelenggara IG.
Kepatuhan terhadap standar ditargetkan sebesar 15% pada tahun 2016,

107
108

meningkat 5% disetiap tahunnya menjadi 20% pada tahun 2017,


sebesar 25% pada tahun 2018, dan 30% pada tahun 2019.

j. IKSS11. Nilai Reformasi Birokrasi BIG.

Nilai Reformasi Birokrasi (RB) BIG 2015-2019 berdasarkan


asesmen dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi (Menpan RB). Nilai total RB terdiri dari:

Predikat AA untuk nilai RB: 86% - 100%


Predikat A untuk nilai RB: 76% - 85%
Predikat B untuk nilai RB: 66% - 75%
Predikat CC untuk nilai RB: 51% - 65%
Predikat C untuk nilai RB: 31% - 50%
Predikat D untuk nilai RB: 0% - 30%

Pada indikator ini, BIG menargetkan meningkatnya nilai RB


dati tahun ke tahun. Dimulai pada tahun 2015, nilai RB BIG
diharapkan telah mencapai nilai 51, kemudian 71,09 pada tahun 2016.
Pada tahun 2017 nilai RB sudah harus mencapai predikat A dengan
nilai 81,04, dan terus meningkat pada tahun 2018 yaitu 83,19. Di akhir
periode Renstra ini ditargetkan tetap pada predikat A, tetapi nilainya
meningkat menjadi 85,3.

4.2 Kerangka Pendanaan

Pendanaan kegiatan penyelenggaraan Informasi Geospasial di BIG


adalah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang
bersumber dari rupiah murni, Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri
(PHLN), Pinjaman dan/atau Hibah Dalam Negeri (PHDN), dan Penerimaan
Negara Bukan Pajak (PNBP). Selain itu, pemerintah daerah serta pihak
swasta dimungkinkan untuk memberikan kontribusi penyelenggaraan
informasi geospasial dengan biaya sendiri namun tetap merujuk pada
ketentuan peraturan yang berlaku.

108
109

Kebutuhan anggaran yang tercantum dalam lampiran dokumen


Renstra BIG Tahun 2015-2019 ini merupakan kebutuhan optimal
penyelenggaraan IG yang disinkronkan dengan realitas kemampuan sumber
daya yang tersedia, baik di internal BIG maupun di dunia industri. Demikian
juga dengan capaian output yang dicantumkan merupakan target optimal
yang mengacu ke anggaran yang dialokasikan. Dengan kata lain, target
capaian output disesuaikan dengan realitas alokasi anggaran yang diterima
oleh BIG.

109
BAB 5
PENUTUP

Rencana strategis (Renstra) BIG tahun 2016-2019 menggambarkan arahan


strategis bagi seluruh unit kerja yang ada di BIG dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya lima tahun kedepan. Renstra ini disusun melalui serangkaian langkah
sistematis dan melibatkan seluruh elemen organisasi dengan menggunakan Focus
Group Discussion (FGD). Penyusunan Renstra ini mempertimbangkan beberapa
aspek strategis, yaitu Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) tahun 2015 2019, hasil evaluasi pencapaian Renstra terdahulu, kondisi
global, regional, dan nasional di bidang geospasial, program RB tahun 2015-2019,
aspirasi masyarakat, kebijakan-kebijakan di bidang geospasial serta perubahan
lingkungan eksternal organisasi yang berdampak terhadap BIG, khususnya
perpindahan Kemenristek Dikti ke Kementerian PPN/Kepala Bappenas sebagai
kementerian koordinator LPNK untuk BIG.

Visi yang merupakan cita-cita organisasi, harus dapat dieksekusi bersama-


sama oleh seluruh komponen organisasi. Oleh karena itu, keberhasilan pencapaian
visi BIG tersebut sangat bergantung pada komitmen seluruh komponen organisasi
untuk terus-menerus berusaha mencapai sasaran dan target masing-masing unit
kerja. Selain itu, persamaan persepsi mengenai pentingnya Renstra bagi seluruh
komponen organisasi juga akan mendorong keberhasilan Renstra ini. Dalam
eksekusinya, tentu tidak lepas dari perubahan-perubahan lingkungan yang tak
terduga. Untuk itu maka organisasi harus dapat beradaptasi dengan cepat agar
kinerja organisasi tetap optimal.

110
111

Permasalahan klasik dalam manajemen strategis adalah mampu memiliki


perencanaan (Renstra) yang baik, namun bermasalah dalam eksekusinya.
Organisasi dapat membuat suatu dokumen perencanaan secara komprehensif,
sistematis dan melibatkan berbagai unsur dalam memperoleh strategic insight
guna mempertajam strategi yang disusun. Namun justru permasalahan terbesarnya
adalah merealisasikan seluruh rencana strategis tersebut pada tingkat operasional,
sehingga strategi yang direncanakan dapat berjalan dan mencapai visi yang
diharapkan. Untuk itu, eksekusi Renstra perlu menjadi perhatian manajemen BIG
yang harus dipantau secara periodik. Pengendalian atas eksekusi Renstra perlu
dilakukan secara konsisten dan berkesinambungan agar seluruh strategi, program
dan kegiatan dapat dilaksanakan sesuai koridor kebijakan dalam mencapai visi
BIG 5 (lima) tahun mendatang.

Anda mungkin juga menyukai