Anda di halaman 1dari 2

Antisipasi Lonjakan Lansia

Kompas20 May 2017

JAKARTA, KOMPAS Jumlah penduduk lanjut usia di Indonesia pada 2016 lebih kurang 21
juta jiwa. Jumlah itu diperkirakan akan terus bertambah seiring meningkatnya usia harapan
hidup. Hal ini bakal memunculkan sejumlah risiko, antara lain karena mereka rentan terkena
penyakit degeneratif. Pemerintah harus mengantisipasi hal tersebut.

Demikian disampaikan Prof Siti Setiati dari Divisi Geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI)-Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM)
Jakarta, Jumat (19/5), di Jakarta. Siti Setiati yang akrab dipanggil Atiek mengatakan, saat ini
Indonesia menjadi negara dengan penduduk yang menua. Sekarang 1 dari 10 penduduk
Indonesia lanjut usia. Tahun 2050, 1 dari 5 penduduk Indonesia berusia lanjut, katanya.
Indonesia masih menggunakan batasan usia 60 tahun untuk mengategorikan seseorang lanjut
usia (lansia). Di negara lain ada yang menetapkan batasan umur lansia 65 tahun dan ada juga
yang memecah kategori lansia berdasarkan rentang usia. Data sensus penduduk menunjukkan,
jumlah penduduk lansia di Indonesia tahun 2010 sebanyak 18,1 juta jiwa (7,6 persen dari total
populasi), tahun 2014 meningkat jadi 20,24 juta jiwa (8,03 persen populasi), dan diperkirakan
akan mencapai 36 juta jiwa pada 2025. Sebuah negara dikategorikan menua jika jumlah
lansianya sudah di atas 7 persen dari total penduduk, ujar Atiek.

Usia rentan

Penduduk lansia merupakan kelompok usia yang rentan terhadap penyakit degeneratif. Data
Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 menunjukkan, angka kesakitan penduduk lansia mencapai 25
persen, dengan kata lain 25 dari 100 orang lansia sakit. Hipertensi menduduki peringkat pertama
masalah kesehatan yang banyak dialami lansia, diikuti artritis, stroke, penyakit paru obstruktif
kronis (PPOK), dan diabetes melitus. Menurut Atiek, semua pihak harus siap mengantisipasi
lonjakan jumlah lansia. Tidak hanya sistem kesehatan, tetapi juga hal lain di luar kesehatan
seperti transportasi publik ramah lansia juga lingkungan ramah lansia. Hal ini yang menurut
Atiek belum dilakukan banyak pihak, termasuk pemerintah. Atiek mencontohkan dalam sistem
pembiayaan kesehatan melalui Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS).
Walaupun telah menjadi bagian dari manfaat JKN-KIS, layanan kesehatan bagi lansia di rumah
belum ditanggung. Padahal, lansia cenderung lebih nyaman jika dirawat di rumah. Selain itu,
sistem rujukan berjenjang juga perlu ditata lagi agar lansia tidak harus menunggu terlalu lama
untuk menerima layanan ketika dirujuk. Sumber daya tenaga kesehatan yang memahami geriatri
juga perlu diperbanyak. Saat ini dokter geriatri di Indonesia baru ada sekitar 50 orang, kata
Atiek. Masyarakat, ujar Atiek, juga bisa berperan mengantisipasi lonjakan jumlah penduduk
lansia dengan menerapkan pola hidup sehat. Dengan begitu, ketika sudah lansia tidak mudah
terkena penyakit degeneratif. Seorang lansia berusia 88 tahun yang juga veteran, Wibowo
Wirjodiprodjo, mengatakan, banyak pelayanan umum yang belum ramah terhadap lansia. Jika di
Jakarta, contohnya bus transjakarta. Kalau lansia mau naik transjakarta, rasanya tidak mungkin
karena terlalu tinggi tangganya dan jauh. Di bank pun sebaiknya ada loket khusus lansia agar
lansia yang sudah tidak sanggup mengantre lama bisa cepat dilayani, katanya. Wibowo
menambahkan, agar tetap bisa memiliki hidup berkualitas, lansia sebaiknya rajin berolahraga,
menjaga pola makan, tetap beraktivitas dan belajar hal baru. Yang penting jangan sampai
merasa kesepian, ujarnya.

Anda mungkin juga menyukai