Anda di halaman 1dari 4

Bab II

Tinjauan Pustaka

a. Interaksi Obat
Interaksi obat adalah pemberian dua atau lebih obat pada waktu
bersamaan atau hampir bersaman yang dapat saling mempengaruhi efek kerja
obat tersebut atau juga tidak akan saling mempengaruhi. Mekanisme interaksi
obat secara garis besar dapat dibedakan atas 3 mekanisme, yaitu: interaksi
farmasetik, interaksi farmakokinetik dan interaksi farmakodinamik (Mutschler,
1986).
1) Interaksi Farmasetik
Interaksi ini terjadi jika antara dua obat yang diberikan
bersamaan tersebut terjadi inkompabilitas atau terjadi reaksi langsung
dan umumnya terjadi di luar tubuh dan dapat berakibat berubahnya
efek farmakologik obat yang diberikan. Sebagai contoh, pencampuran
penisilin dan aminoglikosida akan menyebabkan hilangnya efek
farmakologik yang diharapkan.
2) Interaksi Farmakokinetik
Interaksi farmakokinetik dapat terjadi dalam proses absorbsi,
distribusi obat dalam tubuh, metabolisme atau dalam proses ekskresi
di ginjal.
a) Interaksi pada proses absorbsi
Terjadi akibat perpanjangan atau pengurangan waktu huni dalam
saluran cerna. Misal apabila pelewatan melalui usus dipercepat dengan
pemberian metoklopramida, maka khusus senyawa-senyawa yang
sukar diabsobrsi tidak lagi diabsorbsi dalam jumlah yang normal lagi
karena senyawa-senyawa ini tidak lagi cukup lama dapat berkontak
dengan permukaan absorbsi (Mutschler, 1986).
Mekanisme interaksi yang melibatkan absorpsi gastrointestinal
dapat terjadi melalui beberapa cara: (1) secara langsung, sebelum
absorpsi; (2) terjadi perubahan pH cairan gastrointestinal; (3)
penghambatan transport aktif gastrointestinal; (4) adanya perubahan
flora usus dan (5) efek makanan.
Interaksi yang terjadi secara langsung sebelum obat diabsorpsi
contohnya adalah interaksi antibiotika (tetrasiklin, fluorokuinolon)
dengan besi (Fe) dan antasida yang mengandung Al, Ca, Mg, terbentuk
senyawa chelate yang tidak larut sehingga obat antibiotika tidak
diabsorpsi. Obat-obat seperti digoksin, siklosporin, asam valproat
menjadi inaktif jika diberikan bersama adsorben (kaolin, charcoal) atau
anionic exchange resins (kolestiramin, kolestipol). Terjadinya
perubahan pH cairan gastrointestinal, misalnya peningkatan pH karena
adanya antasida, penghambat-H2, ataupun penghambat pompa-proton
akan menurunkan absorpsi basa-basa lemah (misal, ketokonazol,
itrakonazol) dan akan meningkatkan absorpsi obat-obat asam lemah
(misal, glibenklamid, glipizid, tolbutamid). Peningkatan pH cairan
gastrointestinal akan menurunkan absorpsi antibiotika golongan
selafosporin seperti sefuroksim aksetil dan sefpodoksim proksetil.
Mekanisme interaksi melalui penghambatan transport aktif
gastrointestinal, misalnya grapefruit juice, yakni suatu inhibitor protein
transporter uptake pump di saluran cerna, akan menurunkan
bioavailabilitas beta-bloker dan beberapa antihistamin (misalnya,
fexofenadin) jika diberikan bersama-sama.7 Pemberian digoksin
bersama inhibitor transporter efflux pump Pglikoprotein (a.l.
ketokonazol, amiodarone, quinidin) akan meningkatkan kadar plasma
digoksin sebesar 60-80% dan menyebabkan intoksikasi (blokade
jantung derajat-3), menurunkan ekskresinya lewat empedu, dan
menurunkan sekresinya oleh sel-sel tubulus ginjal proksimal. Adanya
perubahan flora usus, misalnya akibat penggunaan antibiotika
berspektrum luas yang mensupresi flora usus dapat menyebabkan
menurunnya konversi obat menjadi komponen aktif (Gitawati, 2008).
b) Interaksi Farmakokinetik pada Proses Distribusi
Interaksi terjadi pada proses distribusi jika obat-obat dengan
ikatan protein yang lebih kuat menggeser obat-obat lain dengan ikatan
protein yang lebih lemah ikatannya pada protein plasma. Akibatnya
kadar obat yang tergusur ini akan lebih tinggi pada darah dengan
segala konsekuensinya, terutama terjadinya peningkatan efek toksik
(Mutschler, 1986).
c) Interaksi pada Proses Metabolisme
Dengan cara yang sama seperti albumin plasma mungkin
terjadi persaingan terhadap enzim yang berfungsi untuk
biotransformasi obat khususnya sitokrom P450 dan dengan demikian
mungkin terjadi metabolisme yang diperlambat. Biotransformasi suatu
obat kedua selanjutnya dapat diperlambat atau dipercepat berdasarkan
penghambatan enzim yang ditimbulkan oleh obat pertama (Mutschler,
1986).
d) Interaksi Farmakokinetik pada Proses Ekskresi
Interaksi dalam proses ekskresi terjadi kalau ekskresi suatu
obat (melalui ginjal) dipengaruhi oleh obat lain. Sebagai contoh ialah
penghambatan ekskresi penisilin oleh probenesid yang berakibat
meningkatnya kadar antibiotik dalam darah. Interaksi ini justru
dimanfaatkan untuk meningkatkan kadar penisilin dalam darah
(Mutschler, 1986).
3) Interaksi Farmakodinamik
Interaksi farmakodinamik adalah interaksi obat yang terjadi ditingkat
reseptor dan mengakibatkan berubahnya salah satu efek obat, yang bersifat
sinergis apabila efeknya menguatkan atau antagonis bila efeknya saling
mengurangi. Sebagai contoh adalah meningkatnya efek toksik glikosida
jantung pada keadaan hipokalemia (Mutschler, 1986).
Contoh interaksi obat pada reseptor yang bersifat antagonistik misalnya:
interaksi antara Pbloker dengan agonis-p2 pada penderita asma; interaksi antara
penghambat reseptor dopamin (haloperidol, metoclo-pramid) dengan levodopa
pada pasien parkinson. Beberapa contoh interaksi obat secara fisiologik serta
dampaknya antara lain sebagai berikut: interaksi antara aminogliko-sida dengan
furosemid akan meningkatkan risiko ototoksik dan nefrotoksik dari
aminoglikosida; Pbloker dengan verapamil menimbulkan gagal jantung, blok
AV, dan bradikardi berat; benzodiazepin dengan etanol meningkatkan depresi
susunan saraf pusat (SSP) (Gitawati, 2008).

DAFTAR PUSTAKA

Mutschler, Ernst. 1986. Dinamika Obat Farmakologi dan Toksikologi. ITB:


Bandung.
Gitawati, Retno. 2008. Interaksi Obat dan Beberapa Implikasinya. Media
Litbang Kesehatan Vol.XVIII No.4.

Anda mungkin juga menyukai