Anda di halaman 1dari 41

Telah disetujui/diterima pembimbing

Hari/tanggal :
Tanda Tangan :

ILMU KEPERAWATAN ANAK DALAM KONTEKS KELUARGA


PROGRAM PROFESI NERS

Asuhan Keperawatan pada Anak .. dengan di Ruang


... Instalasi Kesehatan Anak
Rumah sakit Mohammad Hoesin Palembang/SLB/Puskesmas

LAPORAN PENDAHULUAN

Oleh :
Yenni Apridayanti, S. Kep
04021481518004

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2017
A. Konsep Tumbuh kembang

1. Pengertian Tumbuh Kembang


Menurut Permenkes RI (2014); Maryunani (2010); Ranuh (2013); Ngastiyah (2005);
Hidayat (2008); Supartini (2004) istilah arti tumbuh kembang sebenarnya mencakup
dua peristiwa penting yang sifatnya berbeda namun saling berikatan dan sulit untuk
dipisahkan. Dimana dua peristiwa penting itu adalah pertumbuhan dan
perkembangan. Tumbuh kembang dalam garis besarnya adalah kata tumbuh yang
dihubungkan dengan pertumbuhan dalam jumlah dan besarnya sel, sedangkan kata
kembang dihubungkan dengan meningkatnya fungsi sel tubuh, dimana pertumbuhan
dan perkembangan dapat didefinisikan sebagai berikut:
a. Pertumbuhan (growth) adalah bertambah jumlah dan besarnya sel diseluruh tubuh
yang secara kuantitatif dapat diukur (tinggi badan, berat badan, lingkar kepala,
lingkar dada, dan sebagainya).
b. Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam
struktur dan fungsi tubuh dalam pola yang teratur yang menyangkut proses dari
sel-sel tubuh, organ-organ dan system organ yang berkembang sedemikian rupa
sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya.

Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah,


ukuran, atau dimensi tingkat sel, organ, mamupun individu, yang bisa diukur dengan
ukuran berat (gram, kg), ukuran panjang (cm), umur tulang, dan keseimbangan
metabolis atau retensi kalsium dan nitrogen tubuh (Sulistyawati, 2014).

2. Prinsip pertumbuhan dan perkembangan


Menurut Hidayat (2008) secara umum pertumbuhan dan perkembangan memiliki
beberapa prinsip dalam prosesnya. Prinsip tersebut dapat menentukan ciri atau pola
dari pertumbuhan dan perkembangan setiap anak. Prinsip-prinsip tersebut antara lain
sebagai berikut:
a. Proses pertumbuhan dan perkembangan sangat bergantung pada aspek
kematangan susunan saraf pada manusia, dimana semakin sempurna atau
kompleks kematangan saraf maka semakin sempurna pula proses pertumbuhan
dan perkembangan yang terjadi mulai dari proses konsepsi sampai dengan
dewasa.
b. Proses pertumbuhan dan perkembangan setiap individu adalah sama, yaitu
mencapai proses kematangan, meskipun dalam proses pencapaian tersebut tidak
memiliki kecepatan yang sama antara individu yang satu dengan individu yang
lain.
c. Proses pertumbuhan dan perkembangan memiliki pola khas yang dapat terjadi
mulai dari kepala hingga ke seluruh bagian tubuh atau juga mulai dari kemampuan
yang sederhana hingga mencapai kemampuan yang lebih kompleks, sampai
mencapai kesempurnaan dari tahap pertumbuhan dan perkembangan.

3. Pola pertumbuhan dan perkembangan


Menurut Maryunani (2010); Hidayat (2008) pola pertumbuhan dan perkembangan
merupakan peristiwa yang terjadi selama proses pertumbuhan dan perkembangan
pada anak yang dapat mengalami percepatan atau perlambatan yang saling
berhubungan antara satu organ dengan organ yang lain. Dalam peristiwa tersebut akan
mengalami perubahan pola pertumbuhan dan perkembangan, diantaranya sebagai
berikut:
a. Pola pertumbuhan fisik yang terarah
Pola ini memiliki 2 prinsip atau hokum perkembangan, yaitu prinsip
cephalocaudal dan prinsip proximodistal.
1) Cephalocaudal atau head to tail direction (dari arah kepala kemudian ke kaki).
Dimulai dari kepala yang ditandai dengan perubahan ukuran kepala yang lebih
besar, kemudian berkembang kemampuan untuk menggerakan kepala
dilanjutkan kebagian ekstremitas atas hingga ke kaki. Hal tersebut merupakan
pola searah dalam pertumbuhan dan perkembangan.
2) Proximodistal atau near for direction, pola ini dimulai dengan menggerakan
anggota gerak yang paling dekat denga pusat/sumbu tengah kemudian
menggerakkan anggota gerak yang lebih jauh atau kerah bagian tepi, seperti
menggerakkan bahu terlebih dahulu lalu jari-jari.
b. Pola perkembangan dari umum ke khusus
Dikenal dengan nama pola mass to specific atau to complex, dimulai dengan
menggerakkan daerah yang lebih umum (sederhana) dahulu baru kemudian daerah
yang lebih kompleks (khusus), seperti melambaikan tangan kemudian baru
menggerakkan jari tangan.
c. Pola perkembangan berlangsung dalam tahap perkembangan
Mencerminkan ciri khusus dalam setiap tahapan perkembangan yang dapat
digunakan untuk mendeteksi perkembangan selanjutnya.

4. Ciri ciri pertumbuhan dan perkembangan anak


Menurut Hidayat (2008); Perry dan Potter (2005) pertumbuhan memiliki ciri - ciri
sebagai berikut:
a. Dalam pertumbuhan akan terjadi perubahan ukuran dalam hal bertambahnya
ukuran fisik, seperti berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, lingkar lengan,
lingkar dada dan lain lain.
b. Dalam pertumbuhan dapat terjadi perubahan proporsi yang dapat terlihat pada
proporsi fisik atau organ manusia yang muncul mulai dari masa konsepsi hingga
dewasa.
c. Dalam pertumbuhan terdapat ciri baru yang secara perlahan mengikuti proses
kematangan, seperti adanya rambut pada daerah aksila, pubis dan dada.

Perkembangan memiliki ciri ciri sebagai berikut:


a. Perkembangan selalu melibatkan proses pertumbuhan yang diikuti dari perubahan
fungsi, seperti perkembangan sistem reproduksi aka diikuti perubahan pada fungsi
alat kelamin.
b. Perkembangan memiliki pola yang konstan dengan hokum tetap, yaitu
perkembangan dapat terjadi dari daerah kepala menuju kearah kaudal stsu dari
bagian proksimal ke bagian distal.
c. Perkembangan memiliki tahapan yang berurutan mulai dari kemampuan
melakukan hal yang sederhana sampai melakukan hal yang sempurna.
d. Setiap individu memiliki kecepatan pencapaian perkembangan yang berbeda

5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang pada anak


Menurut Maryunani (2010); Ngastiyah (2005); Hidayat (2008) ada dua faktor utama
yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak, yaitu:
a. Faktor Genetik
Faktor genetik merupakan modal dasar dalam mencapai hasil akhir proses
tumbuh kembang anak. Melalui instruksi genetik yang terkandung didalam sel
telur yang telah dibuahi, dapat ditentukan kualitas dan kuantitas pertumbuhan.
Termasuk faktor genetik antara lain adalah berbagai faktor bawaan yang normal
dan patologik, jenis kelamin, suku bangsa atau bangsa.
Faktor ini dapat ditentukan dengan intensitas dan kecepatan dalam pembelahan sel
telur, tingkat sensitivitas jaringan terhadap rangsangan, umur pubertas dan
berhentinya pertumbuhan tulang. Setiap pertumbuhan serta perkembangan pada
anak dengan jenis kelamin laki- laki setelah lahir akan cenederung lebih cepat atau
lebih tinggi pertumbuhan tinggi badan dan berat badan dibandingkan dengan anak
perempuan dan akan bertahan sampai usia tertentu mengingat anak perempuan
akan mengalami pertumbuhan yang lebih tinggi dan besar ketika masa pubertas
dan begitu juga sebaliknya disaat anak laki-laki mencapai pubertas maka anak
laki-laki cenderung lebih besar pertumbuhannya.

b. Faktor Lingkungan
Lingkungan merupakan hal yang sangat berpengaruh terhadap tercapai atau
tidaknya potensi bawaan. Lingkungan yang baik memungkinkan potensi bawaan
tercapai, sedangkan yang kurang baik akan menghambatnya. Adapun yang
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak yaitu dari faktor lingkungan
prenatal, faktor lingkungan post-natal.
1) Faktor lingkungan prenatal
Merupakan lingkungan dalam kandungan, mulai konsepsi sampai lahir. Faktor
lingkungan prenatal yang mempengaruhi tumbuh kembang janin mulai dari
konsepsi sampai lahir adalah sebagai berikut:
a) Gizi ibu pada waktu hamil, gizi ibu yang jelek sebelum hamil maupun saat
hamil akan menyebabkan berat badan lahir rendah (BBLR) atau lahir mati,
namun jarang akan menyebabkan kelainan bawaan.
b) Mekanis, trauma dan cairan ketuban yang kurang dapat menyebabkan
kelainan bawaan pada bayi yang dilahirkan.
c) Radiasi, radiasi janin sebelum berumur 18 minggu kehamilan dapat
menyebabkan kematian janin, kerusakan otak, atau cacat bawaan lainnya.
d) Stress, stress yang dialami ibu hamil akan berpengaruh terhadap tumbuh
kembang janin seperti cacat bawaan, kelainan kejiwaan, dan lain lain.
2) Faktor lingkungan post-natal
Pemberian air susu ibu (ASI) sedini mungkin setelah bayi lahir merupakan
stimulasi dini terhadap tumbuh kembang anak. Keuntungan pada bayi selain
nilai gizi yang tinggi juga mengandung zat anti yang melindungi bayi dari
berbagai macam infeksi, selain itu bayi juga merasa sentuhan, kata-kata,
kehangatan dari kasih sayang ibunya. Dalam lingkungan post-natal ada
beberapa faktor yang mempengaruhinya, antara lain:
a) Faktor dari lingkungan biologis mencakup ras/suku bangsa, gizi, umur,
budaya lingkungan dalam hal ini masyarakat dapat mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan anak dalam memahami atau
mempersepsikan pola hidup sehat. Sebagai contoh anak yang dalam usia
tumbuh kembang membutuhkan makanan yang bergizi karena terdapat
adat atau budaya tertentu terdapat makanan yang dilarang. Pada masa
tertentu padahal makanan tersebut dibutuhkan untuk perbaikan gizi, maka
tentu akan menggangu atau menghambat pada masa tumbuh kembang.
b) Faktor fisik mencakup cuaca, musim, dan keadaan geografis suatu daerah
karena apabila pada saat musim kemarau panjang dan bencana alam yang
menyebabkan gagal panen menyebabkan anak kurang gizi, keadaan rumah
yang perlu cukup ventilisasi agar pertukaran udara baik dan sinar matahari
perlu untuk kesehatan.
c) Faktor keluarga mencakup pekerjaan atau pendapatan keluarga,
pendidikan ayah dan ibu, jumlah saudara, kepribadian ayah dan ibu, adat
istiadat dan norma-norma. Status sosial ekonomi keluarga dapat
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Hal ini dapat
terlihat dengan sosial ekonomi tinggi, tentunya pemenuhan kebutuhan gizi
sangat baik dibandingkan dengan anak yang sosial ekonomi rendah.
d) Nutrisi menjadi kebutuhan untuk tumbuh dan berkembang selama masa
pertumbuhan. Dalam nutrisi terdapat kebutuhan zat gizi yang diperlukan
untuk pertumbuhan dan perkembangan seperti protein, karbohidrat, lemak,
mineral, vitamin dan air.
e) Olahraga atau Latihan fisik dapat memacu perkembangan anak, karena
dapat meningkatkan sirkulasi darah sehingga suplai oksigen keseluruh
tubuh dapat teratur.
f) Posisi anak dalam keluarga dapat mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan. Hal ini dapat dilihat pada anak pertama atau tunggal,
dalam aspek perkembangan secara umum kemampuan intelektual lebih
menonjol dan cepat berkembang karena sering berinteraksi dengan orang
dewasa, akan tetapi dalam perkembangan motoriknya kadang kadang
terlambat karena tidak ada stimulasi yang biasanya dilakukan saudara
kandungnya.
g) Status kesehatan anak dapat mempengaruhi pertumbuhan serta
perkembangan. Hal ini dapat dilihat apabila anak dengan kondisi sehat dan
sejahtera maka percepatan untuk tumbuh kembang sangat mudah, akan
tetapi apabila kondisi status kesehatan kurang maka akan terjadi
perlambatan. Sebagai contoh,pada saat tertentu anak seharusnya mencapai
puncak dalam pertumbuhan dan perkembangan, akan tetapi apabila saat itu
pula terjadi penyakit kronis yang ada pada diri anak, maka pencapaian
kemampuan untuk maksimal dalam tumbuh kembang anak terhambat,
karena anak memiliki masa kritis.
h) Faktor Hormonal yang berperan dalam tumbuh kembang anak antara lain ;
somatotropin (growth hormone) yang berperan dalam mempengaruhi
pertumbuhan tinggi badan.

6. Tahapan Tumbuh Kembang Anak


Menurut Ranuh (2013); Hidayat (2008); Perry dan Potter (2005) tahapan
pertumbuhan dan perkembangan dapat ditentukan oleh masa atau waktu kehidupan
anak, dimana tahapan pertumbuhan dan perkembangan secara umu terbagi menjadi
dua, yaitu:
a. Masa Prenatal
Masa prenatal terdiri atas dua fase, yaitu fase embrio dan fase fetus. Pada fase
embrio, pertumbuhan dapat diawali mulai dari konsepsi hingga 8 minggu pertama
(perubahan yang cepat dari ovum menjadi suatu organism dan terbentuknya
manusia) hingga minggu ke 7 (belum tampak adanya gerakan yang berarti
melainkan hanya terdapat denyut jantung janin). Fase fetus terjadi sejak usia 9
minggu hingga kelahiran. Pada masa prenatal yang berperan adalah gizi ibu,
tekanan-tekanan mekanik pada janin, toksik atau zat kima, hormon, radiasi,
infeksi, stress, imunitas dan adanya anoksia pada janin.
b. Masa Postnatal
Masa postnatal terdiri atas masa neonatus, masa bayi, masa prasekolah, masa
sekolah dan masa remaja. Dimana penjelasannya seperti dibawah ini:
1) Masa Neonatus (0 28 hari)
Masa ini merupakan masa terjadinya kehidupan yang baru dalam ekstrauteri,
yaitu adanya proses adaptasi semua sistem organ tubuh. Proses adaptasi dari
organ tersebut dimulai dari aktivitas pernafasan dengan frekuensi pernafasan
antara 35-50 kali per menit, penyesuaian denyut jantung antara 120-160 kali
per menit, aktivitas pergerakan bayi untuk memenuhi kebutuhan gizi mulai
meningkat, mekonium dalam waktu 24 jam pertama, kadar hemoglobin darah
tepi pada neonates berkisar antara 17-19 g/dl, hematokrit saat lahir adalah
52%, serta terjadi peningkatan kadar leukosit sekitar 25.000-30.000/l namun
akan menurun setelah usia satu minggu.
2) Masa Bayi (1 12 bulan)
Periode bayi merupakan salah satu perkembangan motorik, kognitif, dan sosial
yang cepat. Melalui hubungan timbale balik dengan orangtua, bayi
menetapkan dasar kepercayaan di dunia dan dasar untuk hubungan
interpersonal dimasa yang akan datang.
3) Masa Prasekolah (1 6 tahun)
Pada masa ini perkembangan motorik meningkat secara stabil, mendapatkan
bahasa dan perluasan hubungan sosial, belajar standar peran, meningkatkan
kontrol diri dan penguasaan serta mulai mengembangkan konsep diri.
4) Masa Sekolah (6 12 tahun)
Sering disebut sebagai usia sekolah. Masa ini merupakan periode dimana anak
diarahkan untuk menjauh dari kelompok keluarga dan berada ditengah dunia
yang lebih luas dari hubungan teman sebaya. Kematangan yang stabil pada
perkembangan fisik, mental dan sosial.
5) Masa Remaja (13 21 tahun)
Pada masa ini terjadi perbedaan pada perempuan dan laki-laki. Pada umumnya
perempuan 2 tahun lebih cepat untuk masuk kedalam tahap remaja/pubertas
dibandingkan laki-laki dan perkembangan ini ditunjukan pada perkembangan
pubertas.
Tahap Perkembangan Anak menurut Umur dalam pedoman SDIDTK
(Depkes RI 2013)
7. Tugas Perkembangan Anak
Menurut Singgih (2008) tugas perkembangan anak terbagi menjadi 2 kelompok umur,
yaitu kelompok umur 0-6 tahun dan kelompok umur 6-12 tahun, dimana
penjelasannya adalah sebagai beikut:
a) Kelompok umur 0 6 tahun
Tugas perkembangan anak pada kelompok umur ini adalah:
1) Berjalan
2) Belajar memakan makanan yang keras
3) Belajar berbicara
4) Belajar untuk mengatur dan mengurangi gerak gerik tubuh yang tidak perlu
5) Mencapai stabilitas fisiologis
6) Membentuk konsep-konsep sederhana mengenai realitas sosial dan realitas
fisik
7) Belajar untuk melibatkan diri secara emosional dengan orangtua, saudara-
saudara dan orang lain
8) Belajar membedakan mana yang benar dan mana yang salah serta membentuk
nurani

b) Kelompok umur 6 12 tahun


Tugas perkembangan anak pada kelompok umur ini adalah:
1) Belajar kemampuan kemampuan fisik yang diperlukan agar bisa
melaksanakan permainan atau olahraga yang biasa
2) Membentuk sikap-sikap tertentu terhadap dirinya sebagai pribadi yang sedang
tumbuh dan berkembang
3) Belajar bergaul dengan teman seumurnya atau teman sebaya baik disekita
rumah atau lingkungan sekolah
4) Mengembangkan kemampuan-kemampuan dasar dalam membaca, menulis
dan menghitung
5) Mengembangkan nurani, moralitas dan skala nilai
6) Memperoleh kebebasan pribadi
7) Membentuk sikap-sikap terhadap kelompok-kelompok sosial dan institusi
yang baru

8. Penilaian pertumbuhan dan perkembangan


a. Pertumbuhan fisik pada Anak
Menurut Hidayat Ranuh (2013); (2008); Ngastiyah (2005); Depkes RI (2013)
dalam penilaian pertumbuhan fisik pada anak terdapat beberapa cara yang dapat
digunakan untuk mendeteksi tumbuh kembang anak, diantaranya dengan
pengukuran antropometri, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan radiologi.
1) Pengukuran antropometri
Pengukuran antropometri ini meliputi pengukuran berat badan, tinggi badan
(panjang badan), lingkar kepala dan lingkar lengan atas. Dalam pengukuran
antropometri terdapat 2 cara dalam pengukuran, yaitu pengukuran berdasarkan
usia dan pengukuran tidak berdasarkan usia. Pengukuran berdasarkan usia
misalnya berat badan berdasarkan usia, tinggi badan berdasarkan usia, dan
lain-lain. Pengukuran tidak berdasarkan berdasarkan usia misalnya
pengukuran berat badan berdasarkan tinggi badan, lingkar lengan atas
berdasarkan tinggi badan, dan lain-lain.
c) Pengukuran Berat Badan (BB)
Pengukuran berat badan digunakan untuk menilai peningkatan atau
penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh, misalnya tulang, otot,
lemak, organ tubuh dan cairan tubuh sehingga dapat diketahui status
keadaan gizi atau tumbuh kembang anak. Selain menilai berdasarkan
status gizi dan tumbuh kembang anak, berat badan juga dapat digunakan
sebagai dasar perhitungan dosis dan makanan yang diperlukan dalam
tindakan pengobatan.Pengukuran BB dapat di ukur menurut usia, panjang
badan/tinggi badan, serta pengukuran langsung. Pada masa pertumbuhan
BB bayi dibagi menjadi dua, yaitu usia 0-6 bulan dan usia 6-12 bulan.
Untuk usia 0-6 bulan pertumbuhan BB akan mengalami penambahan
setiap minggu sekitar 140-200 gram dan BB nya akan menjadi dua kali BB
lahir pada akhir bulan ke-6. Sedangkan pada usia 6-12 bulan terjadi
penambahan setiap minggu sekitar 25-40 gram dan pada akhir bulan ke-12
terjadi penambahan 3 kali lipat BB lahir. Pada masa bermain terjadi
penambahan BB sekitar 4 kali lipat dari BB lahir pada usia kurang dari 2,5
tahun, serta penambahan BB setiap tahunnya adalah 2-3 kg.

Sebagai patokan BB yang mudah dipakai sehari-hari, yaitu:


Rata-rata normal : 3000 3500 gram
Umur 5 bulan : 2 x Berat Lahir
Umur 1 tahun : 3 x Berat Lahir
Umur 2 tahun : 4 x Berat Lahir
Kenaikan BB pada tahun pertama kehidupan, yaitu:
700 1000 gram/bulan pada triwulan I
500 600 gram/bulan pada triwulan II
350 450 gram/bulan pada triwulan III
250 350 gram/bulan pada triwulan IV
Pada masa Prasekolah kenaikan BB rata-rata 2 kg/tahun, berdasarkan
panjang badan/tinggi badan (TB) yaitu:
Rata-rata lahir normal : 50 cm
Umur 1 tahun : 1,5 x TB lahir
Umur 4 tahun : 2 x TB lahir
Umur 6 tahun : 1,5 x TB umur 1 tahun
Umur 13 tahun : 3x TB lahir
Dewasa :3,5 x TB lahir (2 x TB umur 1 tahun)

d) Pengukuran Tinggi Badan (TB)


Pengukuran ini digunakan untuk menilai status perbaikan gizi. Pengukuran
ini dapat dilakukan dengan sangat mudah dalam menilai gangguan
pertumbuhan dan perkembangan anak. Pada usia 0-6 bulan akan
mengalami penambahan TB sekitar 2,5 cm/bulan, 6-12 bulan akan
mengalami penambahan TB sekitar 1,25 cm/bulan, pada tahun ke-3
penambahan TB sekitar 4-6 cm. pada masa prasekolah khususnya diakhir
usia 4 tahun penambahan rata-rata 2 kali lipat dari TB waktu lahir, pada
masa sekolah akan mengalami penambahan TB setiap tahunnya, dimana
setelah usia 6 tahun TB bertambah rata-rata 5 cm. pada usia 13 tahun TB
bertambah lagi menjadi rata-rata 3 x lipat TB waktu lahir.

Penilaian tinggi badan berdasarkan usia menurut WHO dengan standarr


baku NCHS yaitu menggunakan presentase dari median sebagai berikut :

lebih dari atau sama dengan 90 % dikatakan normal


sedangkan kurang dari 90% dikatakan malnutrisi kronis (abnormal).
e) Pengukuran Lingkar Kepala (LK)
Pengukuran lingkar kepala ini digunakan sebagai salah satu parameter
untuk menilai pertumbuhan otak. Dengan penilaian ini, dapat dideteksi
secara dini apabila terjadi pertumbuhan otak mengecil yang abnormal
(mikrosefali) atau pertumbuhan otak membesar yang abnormal (volume
kepala meningkat). Pertumbuhan lingkar kepalapada 6 bulan pertama yaitu
35-43 cm. pada usia 1 tahun pertumbuhan LK kurang lebih 46,5 cm, usia 2
tahun pertumbuhan LK kurang lebih 49 cm, kemudian akan bertambah 1
cm sampai dengan usia tahun ketiga, bertambah lagi kurang lebih 5 cm
sampai dengan usia remaja.

f) Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA)


Merupakan pengukuran tidak langsung terhadap masa otot, diukur pada
lengan atas dengan meteran logam, yaitu pada titik tengah (diukur dengan
meteran dipasang vertiksl sepanjang posterior lengan ke prosesus acromial
dan olecranon). Penilaian ini digunakan untuk menilai jaringan lemak dan
massa otot.

2) Pemeriksaan Fisik
Penilaian terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak dapat juga
ditentukan dengan melakukan pemeriksaan fisik; melihat bentuk tubuh;
membandingkan bagian tubuh dan anggota gerak lainnya; menentukan
jaringan otot dengan memeriksa lengan atas, bokong dan paha; menentukan
jaringan lemak; melakukan pemeriksaan pada trisep; serta menentukan
pemeriksaan rambut dan gigi.
3) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan ini dilakukan guna meliai keadaan pertumbuhan dan
perkembangan anak yang berkaitan dengan keberadaan penyakit. Adapun
pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan kadar hemoglobin,
pemeriksaan serum protein (albumin dan globulin), hormonal, dan
pemeriksaan-pemeriksaan lain yang dapat menunjang penegakan diagnosis
suatu penyakit ataupun evaluasinya.

4) Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan ini dilakukan guna untuk menilai usia tumbuh kembang, seperti
usia tulang apabila dicurigai adanya gangguan pertumbuhan.

b. Perkembangan pada Anak


Untuk menilai perkembangan anak, hal yang dapat dilakukan pertama kali adalah
melakukan wawancara tentang faktor kemungkinan yang menyebabkan gangguan
dalam perkembangan, tes skrining perkembangan anak dengan DDST, tes IQ dan
tes psikologi, atau pemeriksaan lainnya. Selain itu, juga dapat dilakukan tes
seperti evaluasi dalam lingkungan anak, yaitu interaksi anak selama ini; evaluasi
fungsi penglihatan, pendengaran, bicara, bahasa; serta melakukan pemeriksaan
fisik lainnya, seperti pemeriksaan neurologis, metabolik dan lain-lain. Pada
penilaian tahap ini, beberapa tes yang dapat digunakan di antaranya tes intelegensi
Stanford Binet, skala intelegensi Wechsler untuk anak prasekolah dan sekolah,
skala perkembangan menurut Gesell (Gesell infant scale), skalai Bayle (Bayle
infant scale of development), tes bentuk geometris, tes motor visual bender
Gestalt, tes menggambar orang, tes perkembangan adaptasi social, DDST, serta
diagnostic perkembangan fungsi munchen tahun pertama.

9. Konsep SDIDTK/DDTK
Menurut Pedoman SDIDTK dalam Depkes RI (2013) Stimulasi adalah kegiatan
merangsang kemampuan dasar anak umur 0 -6 tahun agar anak tumbuh dan
berkembang secara optimal. Setiap anak perlu mendapat stimulasi rutin sedini
mungkin dan terus menerus pada setiap kesempatan. Stimulasi tumbuh kembang anak
dilakukan oleh ibu dan ayah yang merupakan orang terdekat dengan anak, pengganti
ibu / pengasuh anak, anggota keluarga lain dan kelompok masyarakat di lingkungan
rumah tangga masing-masing dan dalam kehidupan sehari-hari. Kurangnya stimulasi
dapat menyebabkan penyimpangan tumbuh kembang anak bahkan gangguan yang
menetap. Dalam melakukan stimulasi tumbuh kembang anak,ada beberapa prinsip
dasar yang perlu diperhatikan, yaitu:
a. Stimulasi dilakukan dengan dilandasi rasa cinta dan kasih sayang.
b. Selalu tunjukkan sikap dan perilaku yang baik karena anak akan meniru tingkah
laku orang-orang yang terdekat dengannya.
c. Berikan stimulasi sesuai dengan kelompok umur anak.
d. Lakukan stimulasi dengan cara mengajak anak bermain, bernyanyi, bervariasi,
menyenangkan tanpa paksaan dan tidak ada hukuman.
e. Lakukan stimulasi secara bertahap dan berkelanjutan sesuai umur anak, terhadap
ke 4 aspek kemampuan dasar anak.
f. Gunakan alat bantu/permainan yang sederhana, aman dan ada di sekitar anak.
g. Anak selalu diberi pujian, bila perlu diberi hadiah atas keberhasilannya.

Sedangkan Deteksi dini tumbuh kembang anak adalah kegiatan / pemeriksaan untuk
menemukan secara dini adanya penyimpangan tumbuh kembang pada balita dan anak
prasekolah. Dengan ditemukannya secara dini penyimpangan / masalah tumbuh
kembang anak, maka intervensi akan lebih mudah dilakukan, tenaga kesehatan juga
mempunyai waktu dalam membuat rencana tindakan / intervensi yang tepat, terutama
ketika hares melibatkan ibu. / keluarga. Bila penyimpangan terlambat diketahui, maka
intervensinya akan lebih sulit dan hal ini akan berpengaruh pada tumbuh kembang
anak.
Menurut Kemenkes RI (2010) ada 3 jenis deteksi dini tumbuh kembang yang dapat
dikerjakan oleh tenaga kesehatan di tingkat puskesmas dan jaringannya berupa :
a. Deteksi dini penyimpangan pertumbuhan yaitu untuk mengetahui / menemukan
status gizi kurang / buruk clan mikro / makrosefali.
b. Deteksi dini penyimpangan perkembangan yaitu untuk mengetahui gangguan
perkembangan anak (keterlambatan), gangguan daya lihat, gangguan daya dengar.
c. Deteksi dini penyimpangan mental emosional yaitu untuk mengetahui adanya
masalah mental emosional, autisme dan gangguan pemusatan perhatian dan
hiperaktifitas.
Adapun jadwal kegiatan dan jenis skrining/deteksi dini adanya penyimpangan tumbuh
kembang pada balita dan anak prasekolah oleh tenaga kesehatan adalah sebagai
berikut
Jadwal dan jenis deteksi dini tumbuh kembang dapat berubah sewaktu-waktu, yaitu
pada:
a. Kasus rujukan
b. Ada kecurigaan anak mempunyai penyimpangan tumbuh
c. Ada keluhan anak mempunyai masalah tumbuh kembang

10. Pengkajian SDIDTK/DDTK


a. Stimulasi Tumbuh Kembang
menurut Hidayat (2008); Depkes RI (2013) Stimulasi pada anak dapat diberikan
mulai dari usia 0 bulan sampai dengan 72 bulan, dimana stimulasi yang dapat
diberikan kepada anak dalam rangka merangsang pertumbuhan dan perkembangan
diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Menstimulasi kemampuan gerak dasar
b. Menstimulasi kemampuan gerak halus
c. Menstimulasi kemampuan bicara dan bahasa
d. Menstimulasi kemampuan sosialisasi dan kemandirian

b. Deteksi Dini Tumbuh Kembang


Menurut Depkes RI (2013) Pengkajian yang dapat dilakukan untuk deteksi dini
tumbuh kembang anak meliputi :
a. Deteksi dini penyimpangan pertumbuhan dengan melakukan pemantauan
berat badan terhadap tinggi badan (BB/TB) dan pengukuran lingkar kepala
(LK) dimulai sejak usia 0 bulan dilakukan secara periodik minimal tiap tiga
bulan sekali atau sesuai indikasi. Tujuan dari pengukuran BB/TB adalah untuk
menentukan status gizi anak (normal, kurus, kurus sekali atau gemuk). Hasil
pengukuran BB dan TB ini dapat menggunakan tabel BB/TB (Direktorat Gizi
Masyarakat, 2002).
b. Deteksi dini penyimpangan perkembangan dapat dilakukan dengan
memberikan:
1) Kuesioner Pra Skrining Perkembangan ( KPSP )
Tujuan skrining/pemeriksaan perkembangan anak menggunakan KPSP
adalah untuk mengetahui perkembangananak normal atau ada
penyimpangan. Skrining atau pemeriksaan KPSP ini dapat dilakukan oleh
tenaga kesehatan, guru TK, petugas PADU terlatih.
Alat/instrument yang digunakan adalah:
a) Formulir KPSP menurut umur
b) Pensil, kertas, bola sebesar bola tenis, kerincingan, kismis, kacang
tanah, potongan biscuit dan lain lain.
Interpretasi hasil KPSP:
a) Hitung berpa jumlah jawaban YA
b) Jumlah Jawaban YA = 9 atau 10 artinya perkembangan anak sesuai
dengan tahap perkembangannya (S)
c) Jumlah Jawaban YA = 7 atau 8 artinya perkembangan anak meragykan
(M)
d) Jumlah Jawaban YA = 6 atau kurang artinya kemungkinan ada
penyimpangan (P)
2) Tes Daya Dengar (TDD)
Tujuan TDD adalah untuk menemukan gangguan pendengaran sejak dini,
agar dapat segera ditindaklanjuti untuk meningkatkan kemampuan daya
dengar dan bicara anak.
Alat/sarana yang diperlukan adalah:
a) Instrument TTD menurut umur anak
b) Gambar binatang (ayam, anjing, kucing), manusia
c) Mainan (boneka, sendok, cangkir, bola)
Interpretasi hasil TTD:
Bila ada satu atau lebih jawaban TIDAK, kemungkinan anak mengalami
gangguan pendengaran

3) Tes Daya Lihat ( TDL )


Tujuan TDL adalah untuk mendeteksi secara dini kelainan daya lihat agar
segera dapat dilakukan tindakan lanjutan sehingga kesempatan untuk
memperoleh ketajaman daya lihat menjadi lebih besar.
Alat/sarana yang diperlukan adalah:
a) Ruangan yang bersih, tenang dan penyinaran yang baik
b) 2 buah kursi (1 untuk anak dan 1 untuk pemeriksa)
c) Poster E untuk digantung dan kartu E untuk dipegang anak
d) Alat penunjuk
Interpretasi hasil TDL:
Anak prasekolah umumnya tidak mengalami kesulitan melihat sampai
pada baris ketiga poster E. bila kedua mata anak tidak dapat melihat
baris ketiga poster E, kemungkinan anak mengalami gangguan daya
lihat.

4) Deteksi dini penyimpangan mental emosional dengan memberikan


Kuesioner Masalah Mental Emosional (KMME)
Tujuannya adalah untuk mendeteksi secara dini adanya
penyimpangan/masalah mental emosional pada anak usia 36 bulan sampai
dengan 72 bulan. Alat yang digunakan dalam pemeriksaan ini adalah
kuesioner KMME yang terdiri dari 12 pertanyaan.

Interpretasi hasil KMME:


Bila ada jawaban YA, kemungkinan anak mengalami masalah mental
emosional

5) Deteksi dini autis dengan menggunakan Checklist for Autis in Toddler


(CHAT)
Tujuannya adalah untuk mendeteksi secara dini adanya autis pada anak
umur 18 bulan sampai dengan 36 bulan. Deteksi ini dilakukan bila ada
keluhan dari orangtua/pengasuh atau ada kecurigaan dari tenaga kesehatan,
dimana keluhan dapat berupa salah satu atau lebih keluhan dibawah ini:
a) Keterlambatan berbicara
b) Gangguan komunikasi/interaksi sosial
c) Perilaku yang berulang-ulang
Alat yang digunakan adalah lembar CHAT
Interpretasi hasil CHAT:
a) Resiko tinggi menderitas autis (bila jawaban TIDAK pada pertanyaan
A5, A7, B2, B3 dan B4
b) Resiko rendah menderita autis (bila jawaban TIDAK pada pertanyaan
A7 dan B4
c) Kemungkinan gangguan perkembangan lain (bila jawaban TIDAK
jumlahnya 3 atau lebih untuk pertanyaan A1-A4; A6; A8-A9; B1; B5.
d) Normal (bila tidak termasuk dalam kategori 1, 2 dan 3

6) Deteksi dini Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktifitas (GPPH)


Tujuannya adalah untuk mengetahui secara dini adanya gangguan
pemusatan perhatian dan hiperaktivitas pada umur anak 36 bulan keatas.
Deteksi ini dilakukan bila ada keluhan dari orangtua/pengasuh atau ada
kecurigaan dari tenaga kesehatan, dimana keluhan dapat berupa salah satu
atau lebih keluhan dibawah ini:
a) Anak tidak bisa duduk tenang
b) Anak selalu bergerak tanpa tujuan dan tidak mengenal lelah
c) Perubahan suasana hati yang mendadak/impulsive
Alat yang digunakan adalah formulir GPPH

Interpretasi hasil GPPH:


Nilai 0 : jika keadaan tersebut tidak ditemukan pada anak
Nilai 1 : jika keadaan tersebut kadang kadang ditemukan pada anak
Nilai 2 : jika keadaan tersebut sering ditemukan pada anak
Nilai 3 : jika keadaan tersebut selalu ada pada anak
Berikan nilai total dari seluruh pertanyaan, bilai nilai 13 atau lebih anak
kemungkinan dengan GPPH.

11. Gangguan tumbuh kembang yang sering ditemukan


Menurut Hidayat (2008) beberapa gangguan tumbuh kembang yang sering ditemukan
antara lain:
a. Gangguan bicara dan bahasa
Kemampuan bahasa sensitive terhadap keterlambatan atau kerusakan pada sistem
lainnya. Kurang stimulasi akan dapat menyebabkan gangguan bicara dan
berbahasa bahkan gangguan ini dapat menetap.
b. Cerebral palsy
Suatu kelainan gerakan dan postur tubuh yang tidak progresif, karena suatu
kerusakan pada sel-sel motorik susunan saraf pusat yang sedang tumbuh.
c. Sindrom down
Individu yang dapat dikenal dengan fenotipnya dan mempunyai kecerdasan yang
terbatas, yang terjadi akibat adanya jumlah kromosom 21 yang berlebih.
Perkembangannya lebih lambat daripada anak yang normal.
d. Perawakan pendek
Short sature merupakan suatu terminology mengenai TB yang berada dibawah
persentil 3 atau -2 SD pada kurva pertumbuhan yang berlaku pada populasi
tersebut.
e. Gangguan autisme
Merupakan gangguan perkembangan pervasif yang gejala nya munculsebelum
anak berusia 3 tahun.
f. Retardasi mental
Suatu kondisi yang ditandai dengan intelegensia yang rendah (IQ < 70),
menyebabkan ketidakmampuan individu belajar dan beradaptasi.
g. Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (GPPH)
Anak kesulitanuntuk memusatkan perhatian disertai hiperaktivitas.
12. Intervensi Dini pada masalah pertumbuhan dan perkembangan anak
a. Anak umur 6 bulan belum bisa tengkurap dengan kepala tegak
Intervensi:
1) Tidurkan tengkurap, beri benda warna cerah/berbunyi, sampai bayi bisa angkat
kepala
2) Tidur tengkurap, tekan-tekan otot punggung dari arah leher ke bawah, sampai
bayi bisa angkat kepala
3) Bila otot punggung & bahu lemah tengkurapkan di atas bantal, taruh mainan/
ajak bicara
4) Cara gendong harus benar, anak dapat menegakkan kepala, tangan & kaki
bebas bergerak (gendong di depan dada ibu)
b. Anak umur 9 bulan belum bisa bermain dengan benda-benda
Intervensi:
1) Dudukan bayi dipangkuan
2) Letakkan mainan ditangannya supaya digenggam, tarik pelan-pelan
3) Letakkan di depan bayi mainan yang bisa dipegang dan tidak tajam
4) Ajarkan untuk meraih dan memgang mainan tersebut
5) Ajarkan memindahkan mainan dari tangan kanan ke kiri
6) Letakkan benda yang lebih kecil : potongan biscuit
7) Ajarkan untuk mengambil biscuit
8) Bila berhasil berikan pujian dengan gembira
9) Latihlah berulang-ulang, dengan kasih sayang
c. Anak umur 21 bulan belum bisa menumpuk 2 buah kubus
Intervensi:
1) Sediakan kubus kubus kecil ukuran 2,5 5 cm (dari plastik atau kayu)
2) Ajak anak bermain dan ajari cara menumpuk 2 buah kubus
3) Berikan pujian jika anak mau menumpuk kubus
4) Latih terus sambil bermain, mula-mula 2 kubus, selanjutnya secara bertahap
ditambah 4 atau lebih
d. Anak umur 30 bulan belum bisa menendang bola
Intervensi:
1) Sediakan bola sebesar bola tenis
2) Ajak anak bermain, mula-mula perlihatkan cara menendang bola, selanjutnya
minta anak menendang bola
3) Lakukan permainan sesering mungkin agar anak bisa menendang bola
e. Anak umur 42 bulan belum bisa menggambar lingkaran
Intervensi:
1) Bantu anak memegang pensil dengan benar
2) Ajak anak melihat dan memperhatikan cara menggambar lingkaran berulang
ulang
3) Anjurkan anak untuk meniru cara menggambar lingkaran yang sudah
dipraktekan
4) Berikan pujian kepada anak jika bisa menggambar lingkaran

B. Konsep Imunologi
1. Pengertian Imunisasi
Imunisasi merupakan suatu cara peningkatan kekebalan pada tubuh seseorang secara
aktif terhadap suatu penyakit tertentu. Tujuan dari imunisasi ini adalah untuk
mencegah atau melindungi seseorang dari penyakit tertentu, menghilangkan penyakit
tertentu pada kelompok masyarakat.
Menurut Pusdatin (2016) imunisasi merupakansalah satu cara pencegahan penyakit
menular khususnya penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi yang diberikan
kepada anak, dimana cara kerja imunisasi yaitu dengan memberikan antigen bakteri
atau virus tertentu yang sudah dilemahkan atau dimatikan dengan tujuan merangsang
sistem imun tubuh untuk membentuk antibodi (kekebalan tubuh).

2. Jenis kekebalan tubuh


Jenis kekebalan tubuh manusia terbagi menjadi dua, yaitu:
a. Kekebalan pasif
Yaitu apabila seseorang mendapatkan kekebalan dari luar tubuhnya. Kekebalan
tersebut tidak dibentuk oleh tubuh sendiri, langsung dapat digunakan tanpa
menunggu tubuh penderita membentuknya. Tidak berlangsung lama hanya
beberapa minggu bulan saja, dimana kekebalan pasif ini terbagi lagi menjadi
dua, yaitu kekebalan pasif alamiah dan kekebalan pasif didapat.
b. Kekebalan Aktif
Yaitu kekebalan yang dibentuk oleh tubuh sendiri. Kekebalan terbentuk saat
seseorang terinfeksi penyakit. Membutuhkan waktu untuk terbentuknya antibodi
sejak terinfeksi. Daya imunitas dapat bertahan lama bahkan seumur hidup, dimana
kekebalan aktif ini terbagi lagi menjadi dua, yaitu kekebalan aktif alamiah dan
kekebalan aktif didapat.

3. Tata Laksana Imunisasi atau Pengkajian Sebelum Pemberian Imunisasi


a. Pemberian penjelasan kepada orangtua mengenai tujuan imunisasi, risiko apabila
diberikan dan tidak diberikan imunisasi, kemungkinan adanya KIPI.
b. Pemberian imunisasi dilakukan setelah mendapat persetujuan orangtua.
c. Baca informasi produk vaksin dengan teliti sebelum memberikan vaksin.
d. Periksa kondisi vaksin: tanggal kadaluarsa, perubahan warna (sesuaikan dengan
vvm).
e. Periksa identitas penerima vaksin dan riwayat pemberian vaksin sebelumnya.
f. Pemberian vaksin sesuai jadwal.
g. Periksa keadaan anak (apakah anak sakit, demam, batuk, pilek dan sebagainya)
h. Berikan vaksin dengan teknik yang benar jika anak dalam keadaan sehat
i. Dokumentasikan pemberian vaksin yang telah dilakukan

4. Jadwal imunisasi dasar dan anjuran


Menurut Pusdatin (2016) di Indonesia pemerintah menganjur anak anak untuk
mendapatkan imunisasi baik itu imunisasi dasar maupun imunisasi anjuran, program
imunisasi di Indonesia mewajibkan setiap bayi (usia 0 11 bulan) mendapatkan
imunisasi dasar lengkap dengan waktu pemberian yaitu sebagai berikut:

Usia Jenis Imunisasi


0 7 hari HB 0
1 bulan BCG, Polio 1
2 bulan DPT/HB 1, Polio 2
3 bulan DPT/HB 2, Polio 3
4 bulan DPT/HB 3, Polio 4
9 bulan Campak

Sedangkan imunisasi anjuran yang direkomendasikan oleh pemerintah yang dapat


diberikan pada anak yaitu:
a. Imunisasi Hib
Jadwal imunisasi ini yaitu pada saat usia 2, 4, 6 dan 15 bulan. Tujuan dari
imunisasi tambahan jenis ini yaitu untuk mencegah infeksi virus Haemophilus
Influenza tipe B yang dapat menyebabkan radang selaput otak.
b. Imunisasi Varicella
Imunisasi ini direkomendasikan untuk anak berusia 12 18 bulan. Tujuannya
yaitu untuk mencegah penyakit cacar air.
c. Imunisasi Hepatitis A
Jadwal pemberian imunisasi tambahan jenis ini adalah diberikan pada saat usia
anak 2 tahun yang bertujuan untuk mencegah penyakit hepatitis A yang bisa
merusak organ hati.
d. Imunisasi MMR
Jadwal pemberian imunisasi tambahan jenis ini adalah pada anak berusia 25 bulan
dan bisa diulang ketika berusia 6 tahun, dimana pemberian imunisasi ini
merupakan lanjutan dari imunisasi campak. Tujuannya adalah untuk mencegah
virus campak, rubella, dan gondok.
e. Imunisasi thipoid
Pemberian imunisasi ini dapat dilakukan pada anak usai 2 tahun dan bisa diulang
ketika anak berusia 3 tahun. Tujuannya adalah untuk mencegah infeksi bakteri
salmonella typhi yang merupakan penyebab penyakit tifus.

Selain itu jika, jika terjadi keterlambatan dalam pemberian imunisasi dapat dilakukan
pemberian vaksin sesuai dengan rekomendasi dibawah ini:
a. BCG
Jika usia anak kurang dari 12 bulan dapat diberikan kapan saja, jika usia anak
lebih dari 12 bulan dapat diberikan kapan saja dengan dosis 0,1 ml/IM.
b. Polio oral
Bila terlambat tidak diperbolehkan mengulang pemberian dari awal, tetapi
lanjutkan dan lengkapi imunisasi sesuai jadwal. Tidak peduli berapapun jarak
waktu atau intervalnya keterlambatan dari pemberian sebelumnya.
c. DPT
Diberikan pada anak usia lebih dari 7 tahun jika vaksin tersedia. Bila terlambat
tidak diperbolehkan mengulang pemberian dari awal, tetapi lanjutkan dan
lengkapi imunisasi sesuai jadwal. Tidak peduli berapapun jarak waktu atau
intervalnya keterlambatan dari pemberian sebelumnya. Bila belum pernah
imunisasi dasar pada usia kurang dari 12 bulan, imunisasi diberikan sesuai
imunisasi dasar baik jumlah maupun intervalnya. Bila pemberian ke-4 setelah
umur empat tahun, maka pemberian ke-5 tidak perlu lagi.
d. Campak
Jika usia antara 9-12 tahun diberikan saat ada di Posyandu. Usia anak 1 tahun atau
lebih berikan MMR
e. MMR
Bila sampai umur 12 bulan belum mendapatkan vaksin campak, MMR bisa
diberikan kapan saja setelah berumur 1 tahun
f. Hepatitis B
Bila terlambat jangan pemberian dari awal, tetapi lanjutkan dan lengkapi
imunisasi seperti jadwal, tidak peduli berapun jarak waktu atau interval dari
pemberian sebelumnya. Anak dan remaja yang belum pernah imunisasi Hepatitis
B pada masa bayi, bisa mendapatkan serial imunisasi Hepatitis B kapan saja saat
berkunjung.
5. Cara pemberian imunisasi dan efek samping dari imunisasi yang diberikan
Pemberian imunisasi pada anak dapat menimbulkan reaksi atau efek samping
terhadap anak yang diberikan imunisasi, reaksi paska imunisasi tersebut diantaranya
yaitu:
a. Imunisasi BCG
Dosis BBL 0.05 ml dan dosis anak-anak 0.10 ml. pemberian imunisasi ini secara
intracutan (IC) di deltoid kanan. Sebaiknya diberikan pada anak dengan uji
mantoux (tuberkulin) negatif. Penyuntikan yang benar akan menimbulkan ulkus
lokal superfisial. Ulkus sembuh dalam 2-3 bulan dan akan meninggalkan jaringan
parut berbentuk bulat dengan diameter 4-8 mm.
b. Imunisasi DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus)
Dosis pemberian imunisasi ini 0,5 ml secara intramuscular (IM). Reaksi lokal
akibat imunisasi ini adalah merah, bengkak, nyeri. Sedangkan reaksi umum yaitu
demam ringan, jarang hiperpireksia, kejang.
c. Imunisasi Polio
Dosis pemberian imunisasi ini adalah 2 tetes per oral dengan interval tidak kurang
dari 4 minggu. Virus pada vaksin polio ini akan berada di dalam usus dan
menstimulasi pembentukan antibodi dalam darah dan epitel usus sebagai
pertahanan lokal. Reaksi pasca imunisasi yaitu diare ringan. Kontraindikasi
dilakukan pemberian imunisasi polio ini yaitu jika anak demam >38.5C, diare,
keganasan.
d. Imunisasi Campak
Dosis 0,5 ml secara subkutan (SC). Reaksi yang timbul dari pemberian imunisasi
ini adalah biasanya terjadi pada imunisasi ulangan. Dapat berupa demam >39,5 oC
pada hari ke 5-6 berlangsung 2 hari.
6. Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)
KIPI merupakan semua kejadian sakit yang terjadi selama 1 bulan setelah diberikan
imunisasi. Dimana reaksi dari KIPI yaitu reaksi lokal pada tempat suntikan atau reaksi
umum seperti kemerahan, gatal dan nyeri. KIPI dari beberapa macam pemberian
imunisasi diantaranya yaitu:
a. BCG
Dalam 2 sampai dengan 6 minggu dapat timbul papula dan berkembang menjadi
ulkus yang kemudian akan sembuh dengan menimbulkan jaringan parut.
b. DPT
Demam tinggi, reaksi lokal.
c. Hep.B
Jarang terjadi, namun ada yang menyebabkan demam yang agak tinggi, reaksi
lokal.
d. Polio oral
Sangat jarang terjadi.
e. Campak dan MMR
Reaksi lokal yaitu rasa tidak nyaman . 5-12 hari setelah imunisasi dapat timbul
demam atau erupsi kulit halus yang berlangsung kurang dari 48 jam. 3 minggu
pasca imunisasi dapat timbul pembengkakan kelenjar getah bening di belakang
telinga.

C. Konsep Dasar Infeksi Saluran Penyakit Atas (ISPA)


1. Pengertian
Menurut Namira (2013) infeksi Saluran Pernapasan Akut dalam bahasa Inggris
dikenal dengan istilah Acute Respiratory Infection (ARI) mengandung tiga unsur yaitu
infeksi, saluran pernapasan, dan akut. Infeksi ialah peristiwa masuk dan penggandaan
mikroorganisme (agen) di dalam tubuh pejamu (host), sedangkan penyakit infeksi
merupakan manifestasi klinik bila terjadi kerusakan jaringan dan/atau fungsi bila
reaksi radang pejamu terpanggil. Saluran pernafasan adalah organ yang mulai dari
hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya (sinus-sinus, rongga telinga tengah
dan pleura), sedang infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14
hari.
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan penyakit yang sering diderita oleh
bayi dan anak, dimana penyakit infeksi ini menyerang salah satu bagian dan atau lebih
dari saluran nafas, mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah)
termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura.
Penyakit saluran pernapasan pada umumnya dimulai dengan keluhan dan gejala
ringan. Gejala dan keluhan tersebut dapat menjadi lebih berat dan bila semakin berat
dapat mengalami kegagalan pernapasan dan mungkin dapat meninggal. Angka
mortalitas ISPA masih tinggi, sehingga perlu upaya agar penyakit yang ringan tidak
menjadi lebih berat dan yang sudah berat ditolong dengan cepat agar tidak mengalami
kegagalan pernafasan (Depkes RI, 2009).
Sedangkan menurut Muttaqin (2008); Wong (2008) ISPA adalah proses inflamasi
yang disebabkan oleh virus, bakteri, atipikal (mikoplasma), atau aspirasi substansia
asing, yang melibatkan suatu atau semua bagian saluran pernapasan aseperti
tenggorokan, hidung dan paru-paru yang berlangsung kurang lebih 14 hari.

2. Etiologi
Penyakit ini dapat disebabkan oleh virus, bakteri, riketsia, atau protozoa. Virus yang
termasuk penggolong ISPA adalah rinovirus, koronavirus, adenovirus, dan
koksakievirus, influenza, virus sinsisial pernapasan. Virus yang mudah ditularkan
melalui ludah yang dibatukkan atau dibersinkan oleh penderita adalah virus influenza,
virus sinsisial pernapasan, dan rinovirus (Junaidi, 2010).
Menurut Depkes RI (2009) penyebab ISPA terdiri dari 300 lebih jenis virus, bakteri
dan riketsia serta jamur. Virus penyebab ISPA antara lain golongan miksovirus
(termasuk didalamnya virus influensa, virus para-influensa dan virus campak),
adenovirus. Bakteri penyebab ISPA misalnya streptokokus hemolitikus, stafilokokus,
pneumokokus, hemofilus influenza, Bordetella pertussis, korinebakterium diffteria.
Selain itu juga penyebab ISPA yang lain adalah asap pembakaran bahan bakar kayu
yang biasanya digunakan untuk memasak. Timbulnya asap dari bahan bakar kayu ini
menyebabkan batuk, sesak napas dan sulit untuk bernapas. Polusi dari bahan bakar
kayu tersebut mengandung zat-zat seperti Dry basis, Ash, carbon, dan lain lain yang
sangat berbahaya bagi kesehatan.
3. Faktor Resiko
Menurut Kemenkes RI (2012) faktor risiko terjadinya ISPA secara umum yaitu faktor
lingkungan, faktor individu anak, serta faktor perilaku, yakni:
a. Faktor individu
Faktor individu anak atau faktor keadaan anak dimana anak yang mudah sekali
terkena penyakit ISPA. Umur anak, status kondisi anak saat lahir, status kekebalan
tubuh anak, status gizi anak, dan status kelengkapan imunisasi anak merupakan
faktor anak itu mudah sekali terkena penyakit ISPA.
b. Faktor Lingkungan
Kondisi lingkungan (misalnya, polutan udara, kepadatan anggota keluarga,
keterbatasan tempat penukaran udara bersih (ventilasi), kelembaban, kebersihan,
musim, temperature, ketersediaan dan efektivitas pelayanan kesehatan dan
langkah pencegahan infeksi untuk mencegah penyebaran (misalnya, vaksin, akses
terhadap fasilitas pelayanan kesehatan, kapasitas ruang isolasi) ISPA mudah
sekali tersebar, maka lingkungan yang seperti ini merupakan faktor terjangkitnya
penyakit ISPA.
c. Faktor perilaku
Faktor perilaku dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit ISPA pada bayi
dan balita dalam hal ini adalah praktek penanganan ISPA di keluarga baik yang
dilakukan oleh ibu, bapak, ataupun oleh anggota keluarga lainnya. Peran aktif
keluarga atau masyarakat dalam menangani ISPA sangat penting karena penyakit
ISPA merupakan penyakit yang ada sehari-hari di dalam masyarakat atau keluarga
dan dapat menular. Hal ini perlu mendapat perhatian serius karena penyakit ini
banyak menyerang balita, sehingga balita dan anggota keluarganya yang sebagian
besar dekat dengan balita dengan ISPA mengetahui dan terampil dalam menangani
penyakit ISPA ketika anaknya sakit. Menurut Fitriani (2011) perilaku kesehatan
terbagi menjadi 3 bagian, yaitu Perilaku pemeliharaan kesehatan dengan
mengusahakan seseorang untuk menjaga kesehatannya agar tidak sakit serta
perilaku meningkatkan gizi agar tidak mudah terserang penyakit. Perilaku
pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan atau perilaku
pencarian pengobatan, serta perilaku kesehatan lingkungan yaitu dengan menjaga
lingkuangan agar lingkungaan tetap bersih dan sehat.

4. Patofisiologi
Menurut Depkes RI (2009); Hutagaol (2014); Naning, dkk (2014) proses perjalanan
terjadinya penyakit ISPA adalah sebagai berikut:
5. Klasifikasi ISPA
Menurut Wong (2008) Infeksi saluran pernapasan akut memiliki berbagai macam
jenisnya. Berdasarkan letaknya terbagi menjadi infeksi di saluran pernapasan atas,
sindrom croup (terdiri dari epiglotis, laring dan trakea), dan saluran pernapasan bawah
(terdiri dari bronkus dan bronkiolus. Infeksi saluran pernapasan atas terdiri dari pilek
(nasofaring), faringitis, influenza. Sindrom croup terdiri dari laringitis akut, laringitis
spasmodik akut, epiglotitis akut, dan trakeitis akut. Infeksi saluran pernapasan bawah
terdiri dari bronchitis pneumoni, TBC, dan Aspirasi substansi asing.

Sedangkan menurut Mutaqqin (2008) klasifikasi ISPA dibedakan untuk golongan


umur di bawah 2 bulan dan untuk golongan umur 2 bulan-5 tahun:
a. Golongan umur kurang 2 bulan:
1) Pneumonia berat
Bila disertai salah satu tanda tarikan kuat di dinding pada bagian bawah atau
nafas cepat. Napas cepat untuk golongan umur kurang dari 2 bulan yaitu 60
kali per menit atau lebih.
2) Bukan pneumonia (batuk pilek biasa)
Bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding dada bagian bawah atau
napas cepat. Tanda bahaya untuk golongan umur kurang 2 bulan, yaitu:
a) Kemampuan minum menurun sampai kurang dari volume yang biasa
diminum.
b) Kejang
c) Kesadaran menurun
d) Stridor
e) Wheezing
f) Demam/dingin.

b. Golongan umur 2 bulan-5 tahun


1) Pneumonia Berat
Bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan di dinding dada bagian bawah ke
dalam pada waktu anak menarik napas.
2) Pneumonia Sedang
Bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah untuk usia 2 bulan -12
bulan= 50 kali per menit atau lebih. Untuk usia 1-4 tahun= 40 kali per menit
atau lebih.
3) Bukan Pneumonia
Bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada napas
cepat. Tanda bahaya untuk golongan umur 2 bulan-5 tahun yaitu:
a) Tidak bisa minum.
b) Kejang
c) Kesadaran menurun
d) Stridor
e) Gizi buruk

Sedangkan Depkes RI (2009) mengklasifikasikan ISPA dalam 3 kategori, yaitu:


a. ISPA ringan
Tanda dan gejala ISPA ringan yaitu batuk, pilek, demam, tidak ada nafas cepat 40
kali per menit tidak ada tarikan dinding ke dada dalam. Seseorang dinyatakan
menderita ISPA ringan jika ditemukan gejala-gejala batuk, serak, pilek, panas atau
demam.
b. ISPA sedang
ISPA sedang yaitu jika dijumpai gejala dari ISPA ringan disertai satu atau lebih
dengan gejala-gejala sebagai berikut:
1) Pernapasan cepat :
a) Umur 2bulan - <12 bulan : 50 kali atau lebih per menit
b) Umur 12 bulan - <5 tahun : 40 kali atau lebih per menit
2) Wheezing (mengi) yaitu napas bersuara
3) Sakit atau keluar cairan dari telinga
4) Bercak kemerahan (campak)

c. ISPA berat
ISPA berat ditandai dengan gejala-gejala ISPA ringan atau ISPA sedang disertai
satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:
1) Penarikan dinding dada
2) Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) saat bernapas
Kesadaran menurun
3) Bibir atau kulit pucat kebiruan
4) Suara nafas seperti mengorok

6. Cara Penularan ISPA


Menurut Alsagaff dan Mukty (2010); Depkes RI (2009) penularan penyakit ISPA
dapat terjadi melalui udara yang telah tercemar bibit penyakit masuk ke dalam tubuh
melalui pernafasan. Bibit penyakit di udara umumnya berbentuk aerosol yakni suatu
suspensi yang melayang di udara, dapat seluruhnya berupa bibit penyakit atau hanya
sebagian daripadanya. Aerosol merupakan bentuk dari penyebab penyakit tersebut ada
dua, yakni droplet nuclei (sisa dari sekresi saluran pernafasan yang dikeluarkan dari
tubuh berupa droplet dan melayang di udara) dan dust (campuran antara bibit penyakit
yang melayang di udara).Oleh karena itu penyakit ISPA termasuk golongan air borne
disease. Penularan melalui udara yang dimaksud adalah cara penularan yang terjadi
tanpa kontak dengan penderita maupun dengan benda terkontaminasi. Sebagian besar
penularan melalui udara dapat juga menular melalui kontak langsung, namun tidak
jarang penyakit yang sebagian besar penularannya adalah karena menghirup udara
yang mengandung unsur penyebab atau mikroorganisme penyebab ISPA. Saluran
pernafasan selalu terpapar dengan dunia luar sehingga untuk mengatasinya
dibutuhkan suatu sistem pertahanan yang efektif dan efisien.
Sedangkan menurut WHO (2007) cara penularan utama sebagian besar ISPA adalah
melalui droplet, tapi penularan melalui kontak (termasuk kontaminasi tangan yang
diikuti oleh inokulasi tak sengaja) dan aerosol pernapasan infeksius berbagai ukuran
dan dalam jarak dekat dapat juga terjadi untuk sebagian pathogen.

7. Komplikasi
Menurut Wong (2008) penyakit ISPA merupakan self limited disease, yang sembuh
sendiri 5-6 hari jika tidak terjadi invasi kuman lainnya. Komplukasi yang dapat terjadi
adalah sinusitis paranasal, penutupan tuba eusthacii dan penyebaran infeksi ke sistem
yang lain.

8. Pencegahan
Pencegahan terjadinya ISPA yakni dengan meningkatkan daya tahan tubuh atau
memperbaiki gizi dengan makan makanan yang bergizi, minum cukup, dan istirahat
cukup. Kunjungi pelayanan kesehatan segera atau beri pengobatan bila mulai muncul
tanda-tanda ISPA. Tempat tinggal sedapat mungkin memiliki ventilasi yang baik dan
tidak terlalu penuh penghuninya agar udara tidak sesak, serta pastikan anak
mendapatkan imunisasi lengkap (Sukandarrumidi, 2010).

Pencegahan terjadinya penyakit ISPA terutama dengan menghindari bakteri yang


pathogen dengan menjaga kebersihan tangan, gunakan alat pelindung diri terutama
masker untuk menghindari droplet yang melayang di udara jika diperkirakan ada
penyebab ISPA untuk menular tidak dekat-dekat sama orang yang terinfeksi, ciptakan
lingkungan yang bersih, hindari anak dari asap yang membuat anak untuk sulit
bernapas. Pencegahan ini juga dilakukan orang tua atau keluarga menggunakan etika
batuk dengan cara ketika batuk menutup mulut dengan sapu tangan atau tissue, selain
itu juga untuk individu anak dilakukan peningkatan kekebalan tubuhnya dengan
melakukan imunisasi lengkap (WHO, 2007).

9. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan untuk penderita ISPA yaitu:
a. Pemeriksaan kultur/biakan kuman (swab)
Hasil yang didapatkan adalah biakan kuman positif sesuai dengan jenis kuman
b. Pemeriksaan hitung darah (deferential count)
Laju endap darah meningkat disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga
disertai dengan adanya trombositopenia
c. Pemeriksaan thorax jika diperlukan

10. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dilakukan dalam pelayanan sesuai klasifikasinya dengan petunjuk
bagan MTBS, untuk gejala batuk bukan Pneumonia beri pelega tenggorokan dan
pereda batuk yang aman, jika batuk lebih dari 3 minggu rujuk untuk pemeriksaan
lanjutan, kunjungi pelayanan kesehatan bila selama 5 hari tidak ada perbaikan.
Klasifikasi Pneumonia diberikan antibiotik yang sesuai, beri pelega tenggorokan dan
pereda batuk yang aman dan Pneumonia berat beri dosis pertama antibiotik yang
sesuai dan dirujuk ke sarana kesehatan yang lebih memadai (Depkes, 2008).
Menurut WHO (2012) perawatan di rumah sangat penting dalam penatalaksanaan
anak dengan penyakit ISPA yang dapat dilakukan dengan cara:
a. Pemberian makanan
1) Berilah makanan secukupnya selama sakit
2) Tambahlah jumlahnya setelah sembuh
b. Pemberian cairan
1) Berilah anak minuman lebih banyak dan tingkatkan pemberian asi
c. Pemberian obat pelega tenggorokan dan pereda batuk dengan ramuan yang aman
dan sederhana
d. Amati tanda tanda pneumonia
Bawalah kembali ke petugas kesehatan, bila nafas menjadi sesak, nafas menjadi
cepat, anak tidak mau minum, sakit anak lebih parah.
D. Asuhan Keperawatan Teoritis
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dari proses keperawatan secara komprehensif
meliputi aspek biopsikososiokultural. Pada tahap ini semua data atau informasi
tentang klien dikumpulkan melalui wawancara, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan diagnostik. Menurut Doengoes (2000) pengkajian yang
dapat dilakukan pada pasien dengan ISPA diantaranya yaitu:
a. Aktivitas/istirahat
Gejala : Kelemahan, kelelelahan, Insomnia Tanda : Letargi, penurunan toleransi
terhadap aktivitas
b. Sirkulasi
Gejala : Riwayat adanya/GJK kronis Tanda :takikardia, Penampilan kemerahan
atau pucat
c. Integritas Ego
Gejala : Banyakya stressor, masalah financial
d. Makanan/Cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan,mual/muntah Tanda : Distensi abdomen,
Hiperaktif bunyi usus, Kulit kering dengan turgor buruk, Penampilan
kakeksia(malnutrisi.
e. Neurosensori
Gejala :sakit kepala daerah frontal (influnza) Tanda :perubahn mental (bingung,
samnolen ).
f. Nyeri/kenyamanan
Gejala : sakit kepala, Nyeri dada(pleuritik), meningkat oleh batuk, nyeri dada
subternal(influenza)mialgia,artralgia, nyeri tenggorokan 7.
g. Pernafasan
Gejala : Riwayat adanya/ISK kronis, PPOM, merokok sigaret Tanda : Adanya
sputum atau secret; Perkusi : pekak di atas area yang konsolidasi; Bunyi nafas
:menurun atau tidak ada di atas area yang terlibat , atau nafas yang bronchial;
Warna :pucat atau sianosis bibir/kuku
h. Keamanan
Gejala : Demam (mis :38,5-39,76oC) Tanda : Berkeringat, Menggigil berulang,
gementar, kemerahan mungkin ada pada kasus rubeola atau varisela

i. Penyuluhan/Pembelajaran
Tanda : Bantuan dengan perawatan diri: tugas pemeliharaan rumah; Oksigen
mungkin diperlukan, bila ada kondisi pencetus
j. Pemeriksaan fisik
Difokuskan pada pengkajian sistem pernafasan:

Pemeriksaan Hasil
Inspeksi Membran mukosa hidung-faring tampak kemerahan,
Tonsil tampak kemerahan dan edema, Tampak batuk
tidak produktif, Tidak ada jaringan parut pada leher,
Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan
tambahan, pernafasan cuping hidung.

Palpasi Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada


daerah leher/nyeritekan pada nodus limfe servikalis,
Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid,
Adanya demam
Perkusi Suara paru normal (resonance).
Auskultasi Suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada
kedua sisi paru

2. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul

a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi mekanik dari


jalan nafas oleh sekret, proses inflamasi, peningkatan produksi secret
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia,
intake inadekuat
c. Peningkatan suhu tubuh atau hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
d. Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi

3. Intervensi Keperawatan

No
Diagnosa Keperawatan NOC NIC
.
1. Bersihan jalan napas tidak 1.Respiratory status : Airway Manajemen
efektif Ventilatio 1. Monitor status oksigen pasien
Definisi : 2.Respiratory status : 2. Auskultasi suara nafas
Ketidakmampuan untuk Airway patency sebelum dan sesudah
membersihkan sekresi atau 3.Aspiration Control suctioning.
obstruksi dari saluran pernafasan 3. Pastikan kebutuhan oral /
untuk mempertahankan Tujuan dan Kriteria tracheal suctioning
kebersihan jalan nafas. Hasil: setelah 4. Minta klien nafas dalam
dilakukan tindakan sebelum suction dilakukan.
Batasan Karakteristik: keperawatan selama 2 x 5. Berikan O2 dengan
a. Dispneu, Penurunan suara 24 jam bersihan jalan menggunakan nasal untuk
nafas napas tidak efektof memfasilitasi suksion
b. Orthopneu teratasi/ berkurang nasotrakeal
c. Cyanosis dengan indicator : 6. Gunakan alat yang steril
d. Kelainan suara nafas (rales, 1. Mendemonstrasikan sitiap melakukan tindakan
wheezing) batuk efektif dan 7. Hentikan suksion dan berikan
e. Kesulitan berbicara suara nafas yang oksigen apabila pasien
f. Batuk, tidak efekotif atau bersih, tidak ada menunjukkan bradikardi,
tidak ada sianosis dan dyspneu peningkatan saturasi O2, dll.
g. Mata melebar (mampu
h. Produksi sputum mengeluarkan Airway Management
i. Gelisah sputum, mampu 1. Auskultasi suara nafas, catat
j. Perubahan frekuensi dan bernafas dengan adanya suara tambahan
irama nafas mudah, tidak ada 2. Monitor respirasi dan status
pursed lips) O2
Faktor-Faktor yang berhubungan: 2. Menunjukkan jalan 3. Identifikasi pasien perlunya
a. Lingkungan : merokok, nafas yang paten pemasangan alat jalan nafas
menghirup asap rokok, (klien tidak merasa buatan
perokok pasif-POK, infeksi tercekik, irama nafas, 4. Atur intake untuk cairan
b. Fisiologis : disfungsi frekuensi pernafasan mengoptimalkan
neuromuskular, hiperplasia dalam rentang keseimbangan
dinding bronkus, alergi jalan normal, tidak ada 5. Buka jalan nafas, guanakan
nafas, asma. suara nafas abnormal) teknik chin lift atau jawthrust
c. Obstruksi jalan nafas : spasme 3. Mampu bila perlu
jalan nafas, sekresi tertahan, mengidentifikasi-kan 6. Posisikan pasien untuk
banyaknya mukus, adanya dan mencegah factor memaksimalkan ventilasi
jalan nafas buatan, sekresi yang dapat 7. Lakukan fisioterapi dada jika
bronkus, adanya eksudat di menghambat jalan perlu
alveolus, adanya benda asing nafas 8. Keluarkan sekret dengan
di jalan nafas. batuk atau suction
9. Berikan bronkodilator bila
perlu

2 Ketidakseimbangan nutrisi Setelah dilakukan Nutritiont Management


tubuh : kurang dari kebutuhan tindakan keperawatan 1. Kaji makanan yang disukai
tubuh selama ...x24 jam klien oleh klien
Definisi menunjukkan nutrisi 2. Kaji adanya alergi makanan
Ketidakseimbangan nutrisi adalah sesuai dengan 3. Monitor jumlah nutrisi dan
resiko asupan nutrisi yang tidak kebutuhan tubuh dengan kandungan kalori.
mencukupi kebutuhan metabolik. kriteria hasil: 4. Kaji kemampuan pasien
Batasan Karakteristik 1. Laporkan nutrisi untuk mendapatkan nutrisi
a. Persepesi ketidakmampuan adekuat yang dibutuhkan
untuk mencerna makanan. 2. Masukan makanan 5. Pantau adanya mual atau
b. Kekurangan makanan dan cairan adekuat muntah.
c. Tonus otot buruk 3. Energi adekuat 6. Yakinkan diet yang dimakan
d. Kelemahan otot yang berfungsi 4. Massa tubuh normal mengandung tinggi serat
untuk menelan atau mengunyah untuk mencegah konstipasi
7. Kolaborasi dengan ahli gizi
Faktor yang berhubungan untuk menentukan jumlah
a. Ketidakmampuan untuk kalori dan nutrisi yang
menelan atau mencerna dibutuhkan pasien.
makanan atau menyerap nurtien 8. Berikan makanan yang
akibat faktor biologi : terpilih ( sudah
b.Penyakit kronis dikonsultasikan dengan ahli
c. Kesulitan mengunyah atau gizi)
menelan 9. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk diet yang tepat bagi
anak dengan sindrom
nefrotik.

Weight Management
1. Diskusikan bersama pasien
mengenai hubungan antara
intake makanan, latihan,
peningkatan BB dan
penurunan BB.
2. Diskusikan bersama pasien
mengani kondisi medis yang
dapat mempengaruhi BB
3. Diskusikan bersama pasien
mengenai kebiasaan, gaya
hidup dan factor herediter
yang dapat mempengaruhi
BB
4. Diskusikan bersama pasien
mengenai risiko yang
berhubungan dengan BB
berlebih dan penurunan BB
5. Perkirakan BB badan ideal
pasien

3 Termoregulation Fever treatment


1. Monitor suhu sesering
Setelah dilakukan mungkin
tindakan keperawatan 2. Monitor warna dan suhu
selama 1x24 jam kulit
Hipertermi diharapkan suhu tubuh 3. Monitor tekanan darah, nadi
Definisi : suhu tubuh naik diatas kembali normal dengan dan RR
rentang normal Kriteria Hasil : 4. Monitor penurunan tingkat
Batasan Karakteristik: 1. Suhu tubuh dalam kesadaran
a. kenaikan suhu tubuh diatas rentang normal 5. Monitor WBC, Hb, dan Hct
rentang normal 2. Nadi dan RR dalam 6. Monitor intake dan output
b. serangan atau konvulsi (kejang) rentang normal 7. Berikan anti piretik
c. kulit kemeraha 3. Tidak ada perubahan 8. Berikan pengobatan untuk
d. pertambahan RR warna kulit dan mengatasi penyebab demam
e. takikardi 4. tidak ada pusing 9. Selimuti pasien
f. saat disentuh tangan terasa 10.Berikan cairan intravena
hangat 11. Kompres pasien pada lipat
paha dan aksila
Faktor faktor yang berhubungan : 12.Tingkatkan sirkulasi udara
a. penyakit/ trauma 13.Berikan pengobatan untuk
b. peningkatan metabolisme mencegah terjadinya
c. aktivitas yang berlebih menggigil
d. pengaruh medikasi/anastesi
e. ketidakmampuan/penurunan Temperature regulation
kemampuan untuk 1. Monitor suhu minimal tiap 2
berkeringat jam
f. terpapar dilingkungan panas 2. Rencanakan monitoring
g. Dehidrasi suhu secara kontinyu
h. pakaian yang tidak tepat 3. Tingkatkan intake cairan
dan nutrisi
4. Ajarkan pada pasien cara
mencegah keletihan akibat
panas

4. Nyeri akut 1. Pain Level, Pain Management


Definisi: 2. pain control, 1. Lakukan pengkajian nyeri
Sensori yang tidak 3. comfort level secara komprehensif
menyenangkan dan pengalaman termasuk lokasi,
emosional yang muncul secara Setelah dilakukan karakteristik, durasi,
aktual atau potensial kerusakan tindakan keperawatan frekuensi, kualitas dan
jaringan atau menggambarkan selama 2 x 24 jam, faktor presipitasi
adanya kerusakan. Nyeri juga Tujuan dan kriteria hasil 2. Observasi reaksi nonverbal
merupakan serangan mendadak : dari ketidaknyamanan
atau pelan intensitasnya dari a. nyeri berkurang atau 3. Kaji kultur yang
ringan sampai berat yang dapat terkontrol. mempengaruhi respon nyeri
diantisipasi dengan akhir yang b. Mampu mengontrol 4. Kaji tipe dan sumber nyeri
dapat diprediksi dan dengan nyeri (tahu penyebab untuk menentukan
durasi kurang dari 6 bulan. nyeri, mampu intervensi
Batasan karakteristik: c. Menggunakan tehnik 5. Monitor penerimaan klien
a. Mengungkapkan secara verbal nonfarmakologi untuk tentang manajemen nyeri
atau melaporkan dengan mengurangi nyeri, 6. Gunakan teknik komunikasi
isyarat mencari bantuan) terapeutik untuk mengetahui
b. Posisi untuk menghindari nyeri d. Melaporkan bahwa pengalaman nyeri klien
c. Mengkomunikasikan deskriptor nyeri berkurang 7. Kontrol lingkungan yang
nyeri (misalnya rasa tidak dengan menggunakan dapat mempengaruhi nyeri
nyaman). manajemen nyeri seperti suhu ruangan,
Faktor yang berhubungan : e. Mampu mengenali pencahayaan dan kebisingan
Agen-agen penyebab cedera nyeri (skala, 8. Kurangi faktor presipitasi
(misalnya biologis, kimia, fisik intensitas, frekuensi nyeri
dan psikologis. dan tanda nyeri) 9. Evaluasi keefektifan kontrol
f. Menyatakan rasa nyeri
nyaman setelah 10. Tingkatkan istirahat
g. nyeri berkurang 11. Pilih dan lakukan
h. Tanda vital dalam penanganan nyeri
rentang normal (farmakologi,
nonfarmakologi dan inter
personal)
12. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
13. Kolaborasikan dengan
dokter jika ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak berhasil

Analgesic Administration
1. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat
2. Cek instruksi dokter tentang
jenis obat, dosis, dan
frekuensi
3. Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali

HE :
1. Instrusikan pasien untuk
menginformasikan kepada
peraway jika peredaan nyeri
tidak dapat dicapai
2. Informasikan kepada klien
tentang prosedur yang dapat
meningkatkan nyeri dan
tawarkan strategi koping
yang disarankan.
3. Berikan informasi tentang
nyeri, seperti penyebab
nyeri, berapa lama akan
berlangsung, dan antisipasi
ketidaknyamanan akibat
prosedur

DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff, H,Mukty, H.A. (2010). Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru.Cetakan keempat.


Surabaya: Erlangga University Press
Depkes RI. (2008). Buku Bagan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Jakarta:
kementerian kesehatan RI
. (2009). Pedoman Pengendalian Penyakit ISPA untuk penanggulangan
Pneumonia pada balita. Jakarta
. (2013). Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh
KembangAnak Ditingkat Kesehatan Dasar. Departemen Kesehatan RI
Doengoes, Marylin. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian. Alih bahasa. Jakarta: EGC
Hidayat, A. A.(2008). Pengantar ilmu kesehataan anak untuk pendidikan kebidanan. Jakarta:
Salemba Medika
Junaidi, I. (2010). Penyakit Paru & Saluran Napas. Jakarta : PT Bhuana Ilmu Populer
Kemenkes RI. (2012). Lihat dan Dengarkan dan Selamatkan Balita Indonesia dari
Kematian; Modul Tatalaksana Standar Pneumonia. Jakarta: Kemenkes RI
Maryunani, A. (2010). Ilmu Kesehatan Anak dalam Kebidanan. Jakarta; CV. Trans Info
Media

Muttaqin, A. (2008). Buku Ajar: Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika.
Nanda NIC NOC. (2015). Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa medis.
Yogyakarta: MediAction
Namira, S. (2013). Gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian ISPA pada anak
prasekolah di Kampung Pemulung Tangerang Selatan. (skripsi). UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
Ngastiyah. (2005). Perawatan anak sakit. (Edisi 2). Jakarta: EGC
Permenkes RI. (2014). Pemantauan Pertumbuhan, Perkembangan dan Gangguan Tumbuh
Kembang Anak. No 66 tahun 2014

Perry, A. G, Potter, P. A.(2005). Buku ajar fundamental keperawatan. Jakarta : EGC


Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI/Pusdatin RI. (2016). Situasi Imunisasi
di Indonesia tahun 2007-2015. Kementerian Kesehatan RI
Ranuh, I.G.N. (2013). Beberapa Catatan Kesehatan Anak. Jakarta; Sagung Seto

Singgih, D. G. (2008). Dasar dan Teori Perkembangan Anak. Jakarta; Gunung Mulia
Sukandarrumidi. (2010). Bencana Alam dan Bencana Anthropegene. Yogyakarta : Kanisius
Sulistyawati, A.(2014). Deteksi tumbuh kembang anak. Jakarta : Salemba Medika
Supartini, Y.(2004). Buku ajar konsep dasar keperawatan anak. Jakarta: EGC
WHO. (2007). Infection Prevention and Control of Epidemic-and Pandemic-Prone Acute
Rrespiratory Diseases in Health Care. Jenewa
(2012). Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana. Jakarta:
Bakti Husada
Wong, Donna L dkk. (2008). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Edisi 6. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai