Makalah
Diajukan untuk Memenuhi
Tugas Mata Kuliah Seminar Matematika
Oleh :
Saumi Malini
RSA1C214012
Dosen Pengampu:
1. Dra. Sofnidar, M.Si
2. Sri Winarni, S.Pd, M.Pd
Halaman
COVER ............................................................................................................... i
Daftar Isi ............................................................................................. ii
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
baru yang benar berdasar pada beberapa pernyataan yang kebenarannya telah
dibuktikan atau diasumsikan sebelumnya.
Menurut Suherman (2005:159), Penalaran matematika adalah suatu kegiatan
menyimpulkan fakta,menganalisa data, memperkirakan,menjelaskan dan
membuat suatu kesimpulan.Sebagai kegiatan berpikir penalaran mempunyai ciri-
ciri sebagai berikut: (1) adanya suatu pola pikir yang secara luas disebut
Logika.Dengan kata lain, tiap penalaran mempunyai sitem berpikir formal sendiri-
sendiri untuk menarik kesimpulan, (2) proses berpikir bersifat analitik. Penalaran
adalah suatu kegiatan berpikir yang menggunakan logika alamiah. Proses bernalar
terbagi menjadi penalaran deduktif dan penalaran induktif.
Penalaran deduktif menurut Barnes dan Nobel merupakan suatu metode
penarikan kesimpulan yang sangat valid. Ini berarti bahwa kesimpulan yang
diperoleh dengan menggunakan penalaran deduktif merupakan hasil dari
kumpulan fakta atau data yang diketahui sebelumnya. Aturan penarikan
kesimpulan dengan menggunakan penalaran deduktif lebih kuat.Ini berarti jika
sebuah argumen valid dan anggapannya benar maka kesimpulannya akan dijamin
benar. Jika dalam penarikan kesimpulan bernilai salah, maka yang salah bukan
aturannya tetapi ada premis yang salah.
Penalaran induktif adalah proses berpikir berupa penarikan kesimpulan yang
bersifat umum atas dasar pengetahuan tentang hal-hal khusus. Adapun Indikator
dari penalaran induktifadalahmenjelaskan keterkaitan antar konsep matematika
dan menarik kesimpulan logis dari hubungan antar konsep dengan situasi
matematis(Shadiq, 2007:13).
Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian untuk melihat kemampuan penalaran matematis siswa dalam
menyelesaikan soal-soal matematika dalam sajian cerita, sajian gambar dan sajian
symbol khususnya materi sistem persamaan linear dua variabel karena sistem
persamaan linear dua variabel ini akan diterapkan juga untuk materi selanjutnya
dan untuk mengetahui tingkat kemampuan penalaran siswa dalam menyelesaikan
soal cerita materi FPB dan KPK di kelas VII B SMP Negeri 10 Jember dan aspek
kemampuan penalaran apa saja yang jarang muncul dalam penyelesaian siswa.
Berdasarkan pengamatan di lapangan, diduga yang menyebabkan rendahnya
kemampuan bernalar siswa adalah sajian-sajian soal yang diberikan sangat klasik
yaitu tidak bervariatif sehingga siswa tidak mampu menggali penalaran mereka
2
dengan memberikan alasan yang sesuai dan menarik kesimpulan dengan tepat atas
solusi pengerjaan yang dilakukannya.
Dikarenakan uraian diatas penulis tertarik untuk mengambil judul tentang
PERBANDINGAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMP
DAN SMA
3
BAB 2
LANDASAN TEORI
4
pengetahuan dan keyakinan mutakhir. Galloti (1989) penalan
adalah menstransformasikan informasi yang diberikan untuk
menelaah konklusi. Dapat dikatakan bahwa Penalaran adalah
daya pikir seseorang dalam menarik dan menyimpulkan sesuatu.
Suherman dan Winataputra (1993) penalaran adalah proses
berpikir yang dilakukan dengan suatu cara untuk menarik
kesimpulan. Kesimpulan yang diperoleh dari hasil bernalar,
didasarkan pada pengamatan datadata yang ada sebelumnya dan
telah diuji kebenarannya.
Hal ini sejalan dengan pendapat Shadiq (dalam Sumartini, 2015 : ) yang
mengemukakan bahwa penalaran adalah suatu proses atau suatu aktifitas berpikir
untuk menarik suatu kesimpulan atau membuat suatu pernyataan baru yang benar
berdasar pada beberapa pernyataan yang kebenarannya telah dibuktikan atau
diasumsikan sebelumnya. Kemampuan penalaran matematis membantu siswa
dalam menyimpulkan dan membuktikan suatu pernyataan, membangun gagasan
baru, sampai pada menyelesaikan masalah-masalah dalam matematika. Oleh
karena itu, kemampuan penalaran matematis harus selalu dibiasakan dan
dikembangkan dalam setiap pembelajaran matematika. Pembiasaan tersebut harus
dimulai dari kekonsistenan guru dalam mengajar terutama dalam pemberian soal-
soal yang non rutin.
Turmudi (dalam Sumartini, 2015 : ) menyatakan bahwa penalaran matematis
merupakan suatu kebiasaan otak seperti halnya kebiasaan yang lain yang harus
dikembangkan secara konsisten dengan menggunakan berbagai macam konteks.
Secara garis besar penalaran terbagi menjadi dua, yaitu penalaran deduktif dan
penalaran induktif. Penalaran deduktif merupakan penarikan kesimpulan dari hal
yang umum menuju hal yang khusus berdasarkan fakta-fakta yang ada. Menurut
Pesce (dalam Sumartini, 2015 : ) , penalaran deduktif adalah proses penalaran dan
pengetahuan prinsip atau pengalaman umum yang menuntun kita memperoleh
kesimpulan untuk sesuatu yang khusus.
Untuk dapat meningkatkan kemampuan berpikir matematika siswa, perlu
diketahui tingkatan kemampuan berpikir matematika. Shefer dan Foster (dalam
Rahmatika, dkk, 2014 : ) mengajukan tiga tingkatan kemampuan berpikir
matematika, yaitu tingkatan reproduksi, tingkatan koneksi, dan tingkatan analisis.
5
Masing-masing tingkatan terdiri atas komponen-komponen sebagai indikatornya,
yaitu sebagai berikut:
2.1.2Tingkatan I Reproduksi
2.1.2.1Mengetahui fakta dasar
2.1.2.2Menerapkan algoritma standar
2.1.2.3 Mengembangkan keterampilan teknis
2.1.3Tingkatan II Koneksi
2.1.3.1Mengintegrasikan informasi
2.1.3.2Membuat koneksi dalam dan antar domain matematika
2.1.3.2.1 Menetapkan rumus yang akan digunakan untuk
menyelesaikan masalah
2.1.3.2.2 Memecahkan masalah tidak rutin
2.1.4Tingkatan III Analisis
2.1.4.1 Matematisasi situasi
2.1.4.2 Melakukan analisis
2.1.4.3 Melakukan interpretasi
2.1.4.4 Mengembangkan model dan strategi baru
2.1.4.5 Mengembangkan argumen matematika
2.1.4.6 Membuat generalisasi.
Shurter dan Pierce (dalam Shofiah, 2007 : 14) menjelaskan bahwa secara garis
besar terdapat dua jenis penalaran yaitu penalaran deduktif dan penalaran induktif.
Penalaran deduktif adalah cara menarik kesimpulan khusus dari hal-hal yang
bersifat umum. Sedangkan penalaran induktif adalah cara menarik kesimpulan
yang bersifat umum dari kasus-kasus yang bersifat khusus.
Menurut Suria sumantri (dalam Shofiah, 2007 :15) penalaran induktif adalah
suatu proses berpikir yang berupa penarikan kesimpulan yang umum atau dasar
pengetahuan tentang hal-hal yang khusus. Artinya,dari fakta-fakta yang ada dapat
ditarik suatu kesimpulan. Kesimpulan umum yang diperoleh melalui suatu
penalaran induktif ini bukan merupakan bukti. Hal tersebut dikarenakan aturan
umum yang diperoleh dari pemeriksaan beberapa contoh khusus yang benar,
belum tentu berlaku untuk semua kasus.
6
Penalalaran induktif merupakan suatu proses berpikir dengan mengambil
suatu kesimpulan yang bersifat umum atau membuat suatu pernyataan baru dari
kasus-kasus yang khusus. Seperti yang dikemukakan oleh Pierce (dalam
Sumartini, 2015 : ) penalaran induksi adalah proes penalaran yang menurunkan
prinsip atau aturan umum dari pengamatan hal-hal atau contoh-contoh khusus.
Sedangkan menurut Copi (dalam Sumartini, 2015 : ), penalaran induktif
merupakan proses penalaran yang kesimpulannya diturunkan dari premis-
premisnya dengan suatu probabilitas. Sumarmo (dalam Sumartini, 2015 : )
mengemukakan beberapa kegiatan yang tergolong penalaran induktif yaitu
sebagai berikut
2.2.1 Transduktif yaitu menarik kesimpulan dari suatu kasus atau
sifat khusus yang satu diterapkan pada kasus yang khusus lainnya.
2.2.2 Analogi yaitu penarikan kesimpulan berdasarkan keserupaan
data atau proses.
2.2.3 Generalisasi yaitu penarikan kesimpulan umum berdasarkan
sejumlah data yang teramati.
2.2.4 Memperkirakan jawaban, solusi atau kecenderungan,
interpolasi, dan ekstrapolasi.
2.2.5 Memberi penjelasan terhadap model, fakta, sifat, hubungan,
atau pola yang ada.
2.2.6 Menggunakan pola hubungan untuk menganalisis situasi dan
menyusun konjektur.
7
2.3 Indikator Penalaran Matematis
Adapun indikator kemampuan penalaran matematis menurut Sumarmo (dalam
Sumartini, 2015 : ) dalam pembelajaran matematika adalah sebagai berikut:
1. Menarik kesimpulan logis
2. Memberikan penjelasan dengan model, fakta, sifat-sifat, dan hubungan.
3. Memperkirakan jawaban dan proses solusi
4. Menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi matematis
5. Menyusun dan mengkaji konjektur
6. Merumuskan lawan Mengikuti aturan inferensi, memeriksa vaiditas argumen
7. Menyusun argumen yang valid
8. Menyusun pembuktian langsung, tak langsung, dan menggunakan induksi
matematis.
8
2. Melakukan manipulasi matematik.
3. Menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap
kebenaran solusi.
4. Menarik kesimpulan dari pernyataan.
5. Memeriksa kesahihan suatu argumen.
6. Menentukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi
Indikator penalaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah indikator
penalaran yang dikemukakan oleh TIM PPPG Matematika.
9
2.4.2 Menggunakan perbandingan fungsi, persamaan, dan identitas persamaan
trigonometri dalam pemecahan masalah.
2.4.3 Menggunakan sifat dan aturan geometri dalam menentukan kedudukan
titik, garis dan bidang; jarak; sudut; dan volum.
2.4.4 Menggunakan aturan statistika dalam menyajikan dan meringkas data
dengan berbagai cara serta memberi tafsiran; menyusun dan menggunakan kaidah
pencacahan dalam menentukan banyak kemungkinan; dan menggunakan aturan
peluang dalam menentukan dan menafsirkan peluang kejadian majemuk.
2.4.5 Menggunakan manipulasi aljabar untuk merancang rumus trigonometri dan
menyusun bukti.
2.4.6 Menyusun dan menggunakan persamaan lingkaran beserta garis
singgungnya; menggunakan algoritma pembagian, teorema sisa, dan teorema
faktor dalam pemecahan masalah; menggunakan operasi dan manipulasi aljabar
dalam pemecahan masalah yang berkaitan dengan fungsi komposisi dan fungsi
invers.
2.4.7 Menggunakan konsep limit fungsi dan turunan dalam pemecahan masalah.
2.4.8 Menggunakan konsep integral dalam pemecahan masalah.
2.4.9 Merancang dan menggunakan model matematika program linear serta
menggunakan sifat dan aturan yang berkaitan dengan barisan, deret, matriks,
vektor, transformasi, fungsi eksponen dan logaritma dalam pemecahan masalah.
Sardiman (2001:118): Karakteristik siswa adalah keseluruhan pola
kelakuan dan kemampuan yang ada pada siswa sebagai hasil dari pembawaan dan
lingkungan sosialnya sehingga menentukan pola aktivitas dalam meraih cita-
citanya. Setiap siswa mempunyai kemampuan dan pembawaan yang berbeda.
Siswa juga berasal dari lingkungan sosial yang tidak sama. Kemampuan,
pembawaan, dan lingkungan sosial siswa membentuknya menjadi sebuah karakter
tersendiri yang mempunyai pola perilaku tertentu. Pola perilaku yang terbentuk
tersebut menentukan aktivitas yang dilakukan siswa baik di sekolah maupun di
luar sekolah. Aktivitas-aktivitas diarahkan untuk mencapai cita-cita siswa,
tentunya dengan bimbingan guru.
Khodijah (2011:181): Perbedaan individual di antara anak didik
merupakan hal yang tidak mungkin dihindari, karena hampir tidak ada kesamaan
yang dimiliki oleh manusia kecuali perbedaan itu sendiri. Sejauhmana individu
berbeda akan mewujudkan kualitas perbedaan mereka atau kombinasi-kombinasi
10
dari berbagai unsur perbedaan tersebut. Pola perilaku yang dimiliki masing-
masing siswa menyebabkannya mempunyai karakteristik yang berbeda-beda
antara satu dan yang lainnya. Perbedaan-perbedaan yang ada merupakan hal yang
sudah pasti, tidak ada satupun siswa yang mempunyai kesamaan dengan lainnya.
Apabila ada satu aspek yang sama maka aspek yang lainnya pasti berbeda.
Perbedaan setiap individu merupakan salah satu faktor yang menjadi pendukung
untuk mewujudkan kualitas masing-masing individu.
Siswa adalah subjek yang menerima pelajaran. Ada siswa pandai, kurang
pandai, dan tidak pandai. Setiap siswa mempunyai bakat intelektual, emosional,
sosial, dan lain-lain yang sifatnya khusus (Arikunto 2009:296). Karakteristik
siswa antara lain ditemukan ada siswa yang pandai, siswa kurang pandai, dan
siswa yang tidak pandai. Siswa yang pandai akan lebih mudah menerima materi
pembelajaran dibandingkan dengan siswa yang kurang pandai dan yang tidak
pandai. Belum lagi perbedaan dalam bakat, emosional, dan sosial. Siswa yang
berbakat, emosi stabil, dan lingkungan sosial yang baik akan lebih mudah
mengikuti proses pembelajaran bila dibandingkan dengan siswa yang tidak
berbakat, emosi tidak stabil, dan siswa yang berasal dari lingkungan sosial yang
buruk. Perbedaan karakteristik ini menuntut guru untuk bersikap arif
menyikapinya.
11
BAB 3
PEMBAHASAN
12
Dilihat dari indikator Penalaran Matematis siswa pada aspek
1. Mengajukan dugaan : siswa sudah mampu mengajukan dugaan, tetapi masih
butuh bimbingan dari guru.
2. Melakukan manipulasi matematik : siswa sudah mampu melakukan
manipulasi matematik, tetapi masih butuh bimbingan dari guru.
3. Menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti
terhadap kebenaran solusi : siswa sudah bisa menarik kesimpulan , menyusun
bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran solusi tetapi masih
butuh bimbingan dari guru.
4. Menarik kesimpulan dari pernyataan : siswa sudah bisa melakukannya.
5. Memeriksa kesahihan suatu argumen : siswa sudah mampu melakukannya.
6. Menentukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi
: siswa sudah mampu melakukannya.
13
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Perbandingan ini ditinjau dari indikator kemampuan penalaraan matematis
yaitu : Mengajukan dugaan, Melakukan manipulasi matematik ,Menarik
kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran
solusi, Menarik kesimpulan dari pernyataan, Memeriksa kesahihan suatu
argumen, Menentukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat
generalisasi. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Kemampuan
Penalaran Matematis siswa SMP dan SMA memiliki perbedaan dan persamaan
ditinjau dari indikator kemampuan penalaran matematis siswa. Kemampuan
penalaran matematis siswa SMP lebih rendah daripada siswa SMA karena siswa
SMP masih membutuhkan bimbingan dari guru sedangkan siswa SMA suah
mampu bernalar sendiri ini disebabkan oleh pengalaman siswa SMA yang lebih
dari siswa SMP.
4.2 Saran
Untuk peneliti selanjutnya , penulis mengharapkan untuk mengkaji lebih
banyak lagi sumber maupun referensi terkait perbandingan kemampuan penalaran
matemtis siswa SMP dan SMA .
14
DAFTAR PUSTAKA
Susilowati, Jati Putri Asih. (2016). Profil Penalaran siswa SMP dalam Pemecahan
Masalah Matematika Ditinjau dari Perbedaan Gender. Pendidikan Matematika, Program
Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya.
15
Yani, Ahmad. 2015. Analisis Kemampuan Penalaran Matematika Siswa pada Materi
Penggunaan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel Kelas X SMAN 7 Banjarmasin
Tahun Pelajaran 2015/2016. Skripsi. Jurusan Pendidikan Matematika. Fakultas Tarbiyah
dan Keguruan. IAIN Antasari.
Jeranopendidikan.blogspot.co.id/2012/09/Pembelajaran-matematika-di-sekolah.html
Sharingposting.blogspot.co.id/2012/10/Karakteristik-dan-peserta.html
16