Referat
Referat
REFERAT
IMUNISASI
Pembimbing:
Disusun Oleh:
FAKULTAS KEDOKTERAN
2017
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmatNya penulis dapat
menyelesaikan referat stase Ilmu Kesehatan Anak dengan mengambil topik Imunisasi.
Referat ini disusun dalam rangka menjalani kepaniteraan klinik bagian Ilmu Kesehatan
Anak di Rumah Sakit Bhayangkara Kediri. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada
berbagai pihak yang telah membantu dalam penyusunan referat ini, terutama kepada dr. Arsi
Widyastriastuti, Sp.A selaku dokter pembimbing yang telah memberikan bimbingan kepada
penulis dalam penyusunan referat ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa referat ini masih
jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.
Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat dalam bidang kedokteran khususnya Bagian Ilmu
Kesehatan Anak.
Penulis
3
DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN
Dalam dunia kesehatan dikenal tiga pilar utama dalam meningkatkan kesehatan
masyarakat yaitu preventif, kuratif atau pengobatan dan rehabilitatif. Dua puluh tahuin terakhir,
upaya pencegahan telah membuahkan hasil yang dapat mengurangi kebutuhan kuratif dan
rehbilitatif. Melalui upaya pencegahan penularan dan transmisi penyakit infeksi yang berbahaya
akan mengurangi morbiditas dan mortalitas penyakit infeksi pada anak terutam kelompok di
bawah umur lima tahun. Penyediaan air bersih, nutrisi yang seimbang,pemberian air susu ibu
eksklusif, menghindari pencemaran udara di dalam rumah, keluarga berencana dan vaksinasi
Imunisasi adalah salah satu bentuk intervensi kesehatan yang sangat efektif dalam upaya
menurunkan angka kematian bayi dan balita. Imunisasi adalah sarana untuk mencegah penyakit
berbahaya, yang dapat menimbulkan kematian pada bayi. Penurunan insiden penyakit menular
telah terjadi berpuluh puluh tahun yang lampau di Negara Negara maju yang telah
Angka kesakitan bayi di Indonesia relatif masih cukup tinggi. Program imunisasi bisa
didapatkan tidak hanya di Puskesmas atau di Rumah Sakit saja, akan tetapi juga diberikan di
Posyandu yang dibentuk masyarakat dengan dukungan oleh petugas kesehatan dan diberikan
secara gratis kepada masyarakat dengan maksud program imunisasi dapat berjalan sesuai dengan
harapan. Program imunisasi di Posyandu telah menargetkan sasaran yang ingin dicapai yakni
pemberian imunisasi pada bayi secara lengkap. Imunisasi dikatakan lengkap apabila mendapat
5
BCG 1 kali, DPT 3 kali, Hepatitis B 3 kali, Campak 1 kali, dan Polio 4 kali. Imunisasi secara
lengkap dapat mencegah terjadinya berbagai penyakit tersebut (Sri Rezeki, 2005).
Untuk dapat melakukan pelayanan imunisasi yang baik dan benar diperlukan
pengetahuan dan keterampilan tentang vaksin (vaksinologi), ilmu kekebalan (imunologi) dan
cara atau prosedur pemberian vaksin yang benar. Dengan melakukan imunisasi terhadap seorang
anak, tidak hanya memberikan perlindungan pada anak tersebut tetapi juga berdampak kepada
anak lainnya karena terjadi tingkat imunitas umum yang meningkat dan mengurangi penyebaran
infeksi. Banyak penyakit menular yang bisa menyebabkan gangguan serius pada perkembangan
fisik dan mental anak. Imunisasi bisa melindungi anak anak dari penyakit melalui vaksinasi
Upaya imunisasi di Indonesia dapat dikatakan telah mencapai tingkat yang memuaskan.
Namun, Survei Kesehatan Demografi Indonesia (SKDI) diketahui bahwa dua tahun terakhir
cakupan imunisasi dan kualitas vaksinasi tampak menurun. Penurunan cakupan imunisasi sangat
dirasakan dengan ditemukannya kembali kasus polio dan difteria di negara kita. Tiga ratus enam
orang anak menderita poliomyelitis pada periode Mei 2005 sampai dengan Februari 2006
sebagai akibat cakupan vaksinasi polio yang menurun di daerah Cidahu Sukabumi. Angka
kejadian difteria yang masih tinggi pada tahun 2000 ditemukan 1036 kasus dan 174 kasus di
tahun 2007 merupakan bukti bahwa vaksinasi DPT tidak merata (Ranuh IGN,dkk, 2011).
6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Anak diimunisasi, berarti
diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal atau resisten terhadap
suatu penyakit tetapi belum tentu kebal terhadap penyakit yang lain. Imunisasi adalah suatu
upaya untuk menimbulkan / meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu
penyakit, sehingga apabila suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit
Vaksin adalah antigen berupa mikroorganisme yang sudah mati, masih hidup tapi
dilemahkan, masih utuh atau bagiannya yang telah diolah berupa toksin mikroorganisme
yang telah diolah menjadi toksoid, protein rekombinan yang apabila diberikan kepada
seseorang akan menimbulkan kekebalan spesifik secara aktif terhadap penyakit infeksi
Turunnya angka kesakitan, kecacatan dan kematian akibat Penyakit yang Dapat
desa/kelurahan.
7
rubella.
Ada banyak penyakit menular di Indonesia yang dapat dicegah dengan imunisasi, yang
selanjutnya disebut dengan Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I).
Imunologi adalah ilmu yang sangat kompleks mempelajari tentang sistem kekebalan
tubuh. Perlindungan terhadap penyakit infeksi dihubungkan dengan suatu kekebalan, yaitu
Sistem kekebalan adalah suatu sistem yang rumit dari interaksi sel yang tujuan
utamanya adalah mengenali adanya antigen. Antigen dapat berupa virus atau bakteri
yang hidup atau yang sudah diinaktifkan. Jenis kekebalan terbagi menjadi kekebalan
Kekebalan aktif
Kekebalan aktif adalah tubuh anak sendiri membuat zat anti yang akan
bertahan selama bertahun-tahun. Adapun tipe vaksin yang dibuat hidup dan
mati. Vaksin yang hidup mengandung bakteri atau virus (germ) yang tidak
antibodi. Vaksin yang mati dibuat dari bakteri atau virus, atau dari bahan
toksik yang dihasilkannya yang dibuat tidak berbahaya dan disebut toxoid
Kekebalan pasif
sendiri zat aktif tersebut untuk kekebalan tubuhnya. Antibodi yang diberikan
Kekebalan pasif dapat terjadi secara alami saat ibu hamil memberikan
pertama kehamilan dan jenis antibodi yang ditransfer melalui plasenta adalah
sebab kadar zat-zat anti yang meningkat dalam tubuh anak bukan sebagai
Tubuh manusia memiliki suatu sistem pertahanan terhadap benda asing dan patogen
yang disebut sebagai sistem imun. Respon imun timbul karena adanya reaksi yang
imun terdiri atas sistem imun alamiah atau non spesifik (natural/innate/native) dan
didapat atau spesifik (adaptive/acquired). Baik sistem imun non spesifik maupun
kekurangan namun sebenarnya ke dua sistem tersebut memiliki kerja sama yang erat
Dalam mekanisme imunitas non spesifik memiliki sifat selalu siap dan
memiliki respon langsung serta cepat terhadap adanya patogen pada individu
yang sehat. Sistem imun ini bertindak sebagai lini pertama dalam menghadapi
infeksi dan tidak perlu menerima pajanan sebelumnya, bersifat tidak spesifik
karena tidak ditunjukkan terhadap patogen atau mikroba tertentu, telah ada
respon imun alamiah dapat berupa kulit, epitel mukosa, selaput lendir,
gerakan silia saluran nafas, batuk dan bersin, lisozim, IgA, pH asam lambung
akut dan kolektin. Komplemen terdiri atas sejumlah besar protein yang bila
opsonin yang dapat mengikat hidrat arang pada permukaan kuman (Kamen
Iris, 2010).
yang diaktifkan, sel NK dan berbagai sel tubuh yang mengandung nukleus
reactive protein dalam darah dan Mannan Binding Lectin yang berperan
15
Iris, 2010).
Sel fagosit mononuklear dan polimorfonuklear serta sel Natural Killer dan sel
mast berperan dalam sistem imun non spesifik selular. Neutrofil, salah satu
katelicidin. Mononuklear fagosit yang berasal dari sel primordial dan beredar
di sel darah tepi disebut sebagai monosit. Makrofag di sistem saraf pusat
disebut sebagai sel mikroglia, saat berada di sinusoid hepar disebut sel
disebut sebagai osteoklas. Sel Natural Killer merupakan sel limfosit yang
berfungsi dalam imunitas nonspesifik terhadap virus dan sel tumor. Sel mast
berperan dalam reaksi alergi dan imunitas terhadap parasit dalam usus serta
dianggap asing. Benda asing yang pertama kali muncul akan segera dikenali
dan terjadi sensitisasi sel-sel sistem imun tersebut. Benda asing yang sama,
bila terpajan ulang akan dikenal lebih cepat dan kemudian dihancurkan.
Respon sistem imun spesifik lebih lambat karena dibutuhkan sensitisasi oleh
antigen namun memiliki perlindungan lebih baik terhadap antigen yang sama.
Sistem imun ini diperankan oleh Limfosit B dan Limfosit T yang berasal dari
Limfosit B atau sel B berperan dalam sistem imun spesifik humoral yang
berasal dari sel B yang mengalami proliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel
melalui metode tertentu melalui marker seperti CD19, CD21 dan MHC II
Limfosit T berperan pada sistem imun spesifik selular. Pada orang dewasa,
untuk ke sirkulasi hanya 5-10%. Fungsi utama sistem imun spesifik selular
Sel T terdiri atas beberapa subset dengan fungsi yang berbeda-beda yaitu sel
Th1, Th2, Tdth, CTL atau Tc, Th3 atau Ts atau sel Tr. CD4+ merupakan
penanda bagi sel T helper dan CD8 merupakan penanda dari CTL yang
Vaksin ini dibuat dari bakteri atau virus penyebab penyakit yang dilemahkan di
respon imun , vaksin hidup attenuated harus berkembang biak didalam tubuh
resipien. Suatu dosis kecil virus atau bakteri yang diberikan, yang kemudian
mengadakan replikasi di dalam tubuh dan meningkat jumlahnya sampai cukup besar
untuk memberikan rangsangan suatu respon imun. Vaksin hidup ini bersifat labil dan
dapat mengalami kerusakan bila kena panas atau sinar, maka harus dilakukan
pengelolaan dan penyimpanan dengan baik dan hati-hati. Vaksin yang berasal dari
virus hidup vaksin campak, parotitis, rubella, polio,rotavirus dan demam kuning.
Berasal dari bakteri hidup vaksin BCG dan demam tifoid oral (Ranuh IGN,dkk,
2011).
2.6.2 Inactivated
18
Vaksin inactivated dihasilkan dengan cara membiakkan bakteri atau virus dalam
media pembiakan kemudian dibuat tidak aktif dengan penanaman bahan kimia.
Vaksin ini selalu membutuhkan dosis multiple. Pada umumnya, dosis pertama tidak
imun. Respon imun protektif baru timbul setelah dosis kedua atau ketiga. Titer
Seluruh sel virus yang inactivated,contoh influenza, polio injeksi, rabies dan
hepatitis A
Seluruh bakteri yang inactivated ,contoh pertusis, tifoid, kolera dan lepra
influenza tipe B
Ada 2 jenis vaksin berdasarkan sensitivitasnya terhadap suhu, yaitu vaksin yang sensitif
1. Imunisasi Wajib
dan masyarakat sekitarnya dari penyakit menular tertentu. Imunisasi wajib terdiri
a. Imunisasi Rutin
menerus sesuai jadwal. Imunisasi rutin terdiri atas imunisasi dasar dan imunisasi
lanjutan.
Imunisasi Dasar
Imunisasi Lanjutan
25
b. Imunisasi Tambahan
c. Imunisasi Khusus
perjalanan menuju negara endemis penyakit tertentu dan kondisi kejadian luar
biasa. Jenis imunisasi khusus, antara lain terdiri atas Imunisasi Meningitis
2. Imunisasi Pilihan
penyakit menular tertentu, yaitu vaksin MMR, Htb, Tifoid, Varisela, hepatitis A,
Vaksin Influenza
Vaksin influenza diproduksi dua kali setahun berdasarkan perubahan galur virus
dosis dengan interval minimal 4-6 mingg, sedangkan bila anak berusia >
pada usia 18 bulan Vaksin HiB juga dapat diberikan dalam bentuk vaksin
kombinasi. Apabila anak datang pada usia 1-5 tahun, HiB hanya
diberikan 1 kali. Anak > 5 tahun tidak perlu diberikan karena penyakit ini
Dosis : 0,5 ml
2013).
Vaksin Pneumokokus
konjugasi (PCV).
Pemberian : Usia datang 2-6 bulan diberikan 3 kali interval 6-8 minggu
dan ulangan 1 kali usia 12-15 bulan. Usia datang 7-11 bulan diberikan 2
kali interval 6-8 minggu dan ulangan 1 kali pada usia 12-15 bulan. Usia
datang 12-23 bulan diberikan 2 kali interval 6-8 minggu tanpa ulangan.
Dosis : 5 ml
2013)
Vaksin MMR
seorang anak telah mendapat imunisasi MMR pada usia 15-18 bulan dan
di ulang pada usia 6 tahun, imunisasi campak tambahan pada usia 6 tahun
tidak perlu diberikan lagi. Bila imunisasi ulangan belum diberikan setalah
uisa 6 tahun, berikan vaksin campak/MMR kapan saja saat bertemu. Pada
Dosis : 0,5 ml
atau neomisin, dalam terapi steroid dosis tinggi (2 mg/ kgBB), demam
Vaksin Tifoid
Dosis : 0,5 mL
2013).
Vaksin Hepatitis A
daerah deltoid.
Kemasan : vial
Vaksin Varisela
berusia >13 tahun diberikan 2 kali dengan interval 4-8 minggu. Bila
terlambat, berikan kapanpun saat pasien datang, karena imunisasi ini bisa
Dosis : 0,5 ml
Vaksin Rotavirus
Pemberian :
minggu dan dosis ke-2 pada usia 14 minggu (maksimal pada usia 6
bulan). Apabila bayi belum di imunisasi pada usia lebih dari 6-8
keamanannya.
atau dehidrasi.
31
2013).
bulan dan dosis ketiga interval 6 bulan. Kuadrivalen dengan dosis kedua
Vaksin HB pertama paling baik diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir dan
didahului pemberian suntikan vitamin K, sekitar 30 menit sebelumnya. Bila bayi lahir
dari ibu dengan HbsAg positif, maka diberikan vaksin HB dan immunoglobulin
mencapai 5 dosis pada umur 18 bulan). Jika diberikan vaksin HB monovalen pada
anak yang telah mendapatkan HBIg tadi, maka jadwal pemberiannya adalah 0, 1, dan
6 bulan.6
b. Vaksin Polio
Pada saat lahir atau pada saat bayi dipulangkan harus diberikan vaksin polio oral
vaksin OPV atau IPV, paling sedikit mendapat satu dosis vaksin IPV* bersamaan
c. Vaksin BCG
Pemberian vaksin BCG dianjurkan sebelum usia 3 bulan, optimal 2 bulan. Apabila
diberikan sesudah usia 3 bulan, perlu dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu.6
d. Vaksin DTP
Vaksin DTP pertama diberikan paling cepat pada usia 6 minggu. Dapat diberikan
vaksin DTPw atau DTPa atau kombinasi dengan vaksin lain. Apabila diberikan vaksin
DTPa maka jadwal mengikuti rekomendasi vaksin tersebut yaitu usia 2, 4, dan 6
bulan. Vaksin DTPw-HB-Hib dapat pula diberikan pada usia 2, 4, dan 6 bulan. Untuk
34
anak usia lebih dari 7 tahun diberikan vaksin Td atau Tdap, booster diberikan setiap 10
tahun.6
Apabila diberikan pada usia 7-12 bulan, PCV diberikan 2 kali dengan interval 2 bulan
dan pada usia lebih dari 1 tahun diberikan 1 kali. Keduanya perlu booster pada usia
lebih dari 12 bulan atau minimal 2 bulan setelah dosis terakhir. Pada anak usia diatas 2
f. Vaksin Rotavirus
Vaksin rotavirus monovalen diberikan 2 kali, dosis ke-1 usia 6-14 minggu, dosis ke-2
dengan interval minimal 4 minggu dan harus selesai sebelum usia 24 minggu. Vaksin
rotavirus pentavalen diberikan 3 kali, dosis ke-1 usia 6-14 minggu, dosis ke-2 dengan
interval 4-10 minggu, dosis ke-3 diberikan pada usia kurang dari 32 minggu.6
g. Vaksin Influenza
Vaksin Influenza diberikan pada usia minimal 6 bulan, diulang setiap tahun. Untuk
imunisasi pertama kali (primary immunization) pada anak usia kurang dari 9 tahun
diberi dua kali dengan interval minimal 4 minggu. Untuk anak 6 < 36 bulan
berikutnya, dosisnya 0,25 mL. Hal ini berlaku bagi vaksin trivalen dan quadrivalen.6
Vaksin Campak diberikan pada usia 9 bulan, sedangkan vaksin MMR pada usia 12
bulan. Apabila MMR sudah diberikan pada usia 12 bulan, vaksin campak kedua tidak
perlu diberikan pada usia 18 bulan. Vaksin campak ketiga tidak perlu diberikan
i. Vaksin Varisela
35
Vaksin varisela diberikan setelah usia 12 bulan, terbaik pada usia sebelum masuk
sekolah dasar. Apabila diberikan pada usia lebih dari 12 tahun, maka diperlukan 2
Diberikan mulai usia 10 tahun. Vaksin HPV bivalen diberikan tiga kali dengan interval
0, 1, 6 bulan. Vaksin HPV tetravalen diberikan tiga kali dengan interval 0, 2, 6 bulan.
Khusus pada remaja usia 10-13 tahun, cukup 2 dosis dengan interval 6-12 bulan.6
Vaksin JE yang dilemahkan dapat diberikan mulai usia 12 bulan pada daerah endemis
dan berpergian ke daerah tersebut. Untuk perlindungan jangka panjang dapat diberikan
l. Vaksin Dengue
Vaksin kering yang beku harus diencerkan dengan cairan pelarut khusus dan
digunakan dalam periode waktu tertentu. Apabila telah diencerkan, harus diperiksa
terhadap tanda-tanda kerusakan (warna dan kejernihan). Jarum ukuran 21 yang steril
Sebagian besar vaksin diberikan melalui suntikan intramuscular atau subkutan dalam,
kecuali OPV yang diberikan peroral dan BCG yang diberikan dengan suntikan
intradermal.
36
Standar jarum suntik adalah ukuran 23 dengan panjang 25 mm tetapi ada perkecualian
Pada bayi kurang bulan, umur dua bulan atau yang lebih muda dapat dipakai
Untuk suntikan subkutan pada lengan atas, dipakai jarum ukuran 25 dengan
panjang 16 mm, untuk bayi-bayi kecil dipakai jarum ukuran 27 dengan panjang
12 mm
Untuk suntikkan intramuscular pada orang dewasa yang sangat gemuk dipakai
Untuk suntikan intradermal pada vaksinasi BCG dipakai jarum ukuran 25-27
dengan panjang 10 mm
Definisi KIPI
berhubungan dengan imunisasi baik efek vaksin atau efek samping, toksisitas,
IGN,dkk, 2011).
37
Klasifikasi KIPI
Reaksi Vaksin, misal : induksi vaksin, potensiasi vaksin, sifat dasar vaksin
Kesalahan program, misal : salah dosis, salah lokasi dan cara penyuntikan,
semprit dan jarum tidak steril, kontaminasi vaksin dan alat suntik, penyimpanan
vaksin salah
disaat yang sama pada kelompok populasi setempat tetapi tidak mendapat
imunisasi.
penyuntikan, bukan dari vaksin. Misalnya rasa sakit, bengkak dan kemerahan
Gejala klinis dapat timbul secara cepat atau lambat dan dapat dibagi menjadi
gejala lokal, sistemik, reaksi susunan saraf pusat, serta reaksi lainnya.
Reaksi Lokal:
Limfadenitis
Reaksi SSP:
Kelumpuhan akut
38
Ensefalopati
Ensefalitis
Meningitis
Kejang
Reaksi Lainnya:
Reaksi anafilaksis
Syok anafilaksis
Artralgia
Episode hipotensif-hiporesponsif
Osteomielitis
Reaksi lokal paling sering terjadi pada pemberian vaksin inaktif, khususnya yang
mengandung ajuvan, seperti vaksin DTP. Reaksi lokal biasanya terjadi beberapa jam
setelah suntikan dan biasanya ringan serta dapat sembuh sendiri. Pada beberapa kasus,
reaksi lokal dapat menjadi lebih parah. Ini dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas
meskipun bukan alergi. Reaksi ini disebut reaksi arthus dan sering terjadi pada
pemberian tetanus toksoid dan difteri. Reaksi arthus disebabkan oleh titer antibodi yang
terlalu tinggi yang biasanya disebabkan oleh terlalu banyaknya dosis toksoid (Depkes
RI, 2005).
39
Reaksi sistemik berupa reaksi alergi dapat disebabkan oleh antigen vaksin
sendiri, komponen vaksin seperti materi sel kultur, stabilisator, preservatif, atau
antibiotik yang digunakan untuk menghambat pertumbuhan bakteri. Reaksi alergi yang
parah dapat membahayakan jiwa, tetapi hal ini jarang terjadi. Berdasarkan estimasi
dapat terjadi satu kasus dari setengah juta dosis. Reaksi alergi dapat diperkecil dengan
Reaksi sistemik lebih merupakan gej ala umum, termasuk demam, malaise,
mialgia, sakit kepala, hilangnya nafsu makan, dan lain-lain. Gejala ini dapat bersifat
umum, tidak spesifik, dan dapat terjadi pada orang yang diimunisasi dapat disebabkan
oleh vaksin atau oleh sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan vaksin, seperti
infeksi virus lain. Reaksi sistemik sering terjadi pada pemberian vaksin sel utuh DTP
Untuk menghindari reaksi KIPI sistemik berat, perlu dilakukan anamnesa apakah ada
Penanganan KIPI
o Gejala : nyeri, eritema, bengkak di daerah suntikan < 1 cm, timbul <48
(parasetamol)
40
sistemik
Reaksi umum/sistemik
o Gejala : anak tetap sadar tapi tidak bereaksi terhadap rangsangan, pada
Syok anafilaktik
pingsan/tidak sadar
Abses dingin
Pembengkakan
Sepsis
Tetanus
o Penanganan : Rujuk RS
Kelumpuhan/kelemahan otot
Alergi
NaCl 0.9%
Faktor Psikologis
wewangian atau alcohol. Setelah sadar beri minum teh manis hangat
Faktor kebetulan
Rantai Vaksin
vaksin sejak dari pabrik sampai diberikan kepada pasien (Ranuh IGN,dkk, 2011).
pengelolaan vaksin sesuai dengan prosedur untuk menjaga vaksin pada suhu yang
ditetapkan, meliputi :
43
1. Lemari Es
2. Vaccine carrier : adalah alat untuk membawa vaksin dapat mempertahankan suhu
+2C s/d +8C relatif lama . Vaccine carrier dilengkapi dengan 4 buah cool pack.
3. Kotak Dingin ( Cool pack ) : adalah wadah plastik berbentuk segi empat yang
diisi dengan air yang kemudian didinginkan pada lemari es selama 24 jam
suhu kurang dari 10 jam, sehingga cocok digunakan untuk daerah yang
transportasinya lancar.
5. Cold Box digunakan apabila keadaan darurat seperti listrik padam untuk waktu
cukup lama.
6. Freeze Tag atau freeze watch : untuk memantau suhu pada waktu membawa
Polio disimpan dalam suhu -15 C s/d -25oC (Ranuh IGN,dkk, 2011).
Kualitas Vaksin
vaksin harus memenuhi syarat rantai vaksin, yaitu : disimpan di dalam lemari es atau
freezer dalam suhu 2o C sampai dengan 8o C, tansportasi vaksin di dalam kotak dingin
atau termos yang tertutup rapat, tidak terendam air terlindung dari sinar matahari
langsung, belum melewati tanggal kadaluarsa, indicator suhu berupa VVM ( Vaccine
Vial Monitor) atau freeze watch tag belum pernah di bawah suhu 2oC atau di atas suhu
1. VVM ( Vaccine Vial Monitor) digunakan untuk menilai apakah vaksin sudah
pernah terpapar suhu di atas 8oC dalam waktu lama dengan membandingkan
Kondisi vaksin dapat digunakan warna segi empat bagian dalam lebih terang
Kondisi vaksin harus segera digunakan warna segi empat bagian dalam
sudah mulai gelap namun masih terang dari warna gelap sekelilingnya.
Kondisi vaksin tidak boleh digunakan warna segi empat bagian dalam sama
gelap
2. Freeze watch atau freeze tag adalah alat untuk mengetahui apakah vaksin pernah
terpapar suhu di bawah 0oC. Bila dalam freeze watch terdapat warna biru yang
melebar kesekitarnya atau dalam freeze tag ada tanda silang (X) berarti vaksin
pernah terpapar suhu di bawah 0oC yang dapat merusak vaksin mati (inaktif).
Warna dan Kejernihan, vaksin polio harus berwarna kuning oranye bila berubah
kemerahan atau pucat berarti pHnya telah berubah sehingga tidak stabil dan tidak
boleh diberikan kepada pasien. Vaksin toksoid atau polisakarida umumnya berwarna
putih jernih sedikit berkabut. Bila menggumpal atau banyak endapan berarti sudah
pernah beku, tidak boleh digunakan karena rusak. Untuk meyakinkan dapat dikocok
terlebih dahulu. Bila dikocok tetap emnggumpal atau mengendap berarti vaksin tidak
BAB 3
KESIMPULAN
Imunisasi adalah proses memicu sistem kekebalan tubuh seseorang secara artifisial yang
dilakukan melalui vaksinasi (imunisasi aktif) atau melalui pemberian antibodi (imunisasi pasif)
yang memiliki tujuan mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang dan menghilangkan
penyakit tersebut pada sekelompok masyarakat atau menghilangkannya dari dunia seperti
keberhasilan imunisasi variola. Adapun imunisasi wajib yang harus diberikan pada anak adalah
BCG, Campak, DTP, Polio dan Hepatitis B.. Dalam setiap imunisasi dapat terjadi kejadian
ikutan pasca imunisasi (KIPI) yang dapat berupa reaksi lokal maupun sistemik. Setiap reaksi
tersebut dapat ditangani dengan pemberian obat, kompres hangat ataupun dapat dirujuk ke RS.
Vaksin yang ada harus dijaga kualitasnya dengan alat-alat yang ada agar tidak rusak,
apabila kualitas dari vaksin tersebut berkurang ada beberapa indikator yang dapat dilihat seperti
DAFTAR PUSTAKA
1. Anik Maryunani, Ilmu Kesehatan Anak Dalam Kebidanan, CV. Trans Info Media,
Jakarta, 2010.
2. Chen RT . Safety of vaccines dalam: Plotkin SA, Mortimer WA, penyunting Vaccines
3th Edition,2005.
2005.
4. Ismoedijanto. Perlunya Peningkatan Cakupan Vaksinasi Difteria pada Anak dan Remaja.
5. Peter G, Lepow ML, McCracken GH, Philips CF. Report of the Committee on Infectious
Pedoman Imunisasi Indonesia Edisi Keempat. Jakarta : Badan Penerbit Ikatan Dokter
8. Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Jadwal imunisasi anak umur 0-
9. Sri, Rezeki S Hadinegoro. Prof. Dr. Dr. Sp.A (K), dkk. Pedoman Imunisasi di Indonesia.