Anda di halaman 1dari 8

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Asal Evolusi Virus


Asal virus tidak diketahui. Terdapat banyak perbedaan di antara virus DNA, virus
RNA, dan virus-virus yang menggunakan DNA maupun RNA sebagai bahan genetiknya
selama tahap yang berbeda dalam siklus hidupnya. Jenis agen yang berbeda kemungkinan
juga mempunyai asal yang berbeda. Terdapat dua teori mengenai asal virus :
1. Virus mungkin berasal dari komponen asamnukleat DNA atau RNA sel penjamu yang
mampu melakukan replikasi secara otonom dan berkembang secara bebas. Virus-virus
tersebut menyerupai gen ynag mendapatkan kapasitas untuk hidup secara bebas dalam
sel. Beberapa sekuens viral dihubungkan dengan bagian gen-gen seluler yang mengode
domain fungsional protein. Beberapa virus kemungkinan berkembang dengan cara
tersebut (Jawetz, Melnick and Adelberg, 2008).
2. Virus-virus mungkin merupakan bentuk degenerasi parasit intraselular. Tidak ada bukti
yang menunjukkan bahwa virus berkembang dari bakteri, meskipun organisme
intraseluler obligat lan, misal riketsia dan klamidia, kemungkinan demikian. Namun,
poxvoirus sangat besar dan kompleks yang mungkin merupakan prouk evolusi dari
beberapa sel lainnya (Jawetz, Melnick and Adelberg, 2008).
2.2 Morfologi dan Komponen Virus
Stuktur dan replikasi virus berbeda dengan organisme seluler, yaitu tidak bisa tumbuh pada
media buatan, tidak membelah, tidak punya DNA dan RNA, tidak mempunyai ribosum dan tidak
peka antibiotika. Materi genetiknya hanya ada DNA atau RNA. Virus yang mempunyai genom
RNA dan DNA tidak dikenal di alam. Virus dikenal sebagai mahkluk biologis yang sub-
mikroskopik, yaitu yang tidak bissa dilihat dengan mikroskop biasa. Ukurannya dari 20 nm
sampai sekitar 400nm. Satu nanometer (1nm) sama dengan 0.001 mikron (Mahardika et al.,
2016).
Ukuran Virus
Sumber : (Mahardika et al., 2016).
Virus yang paling sederhana terdiri dari genom RNA atau DNA dan selubung protein yang
disebut kapsid. Kapsid virus yang paling sederhana yaitu, sirkovirus, tersusun atas dua protein
saja. Sedangkan virus yang lebih kompleks, misalnya virus pox, kapsidnya tersusun atas puluhan
protein. Protein kapsid dengan genom membentuk nukleokapsid, dengan simetri yang berbeda
pada virus yang berbeda. Simetri nukleokapsid dapat berbentuk ikosahedral, helikal dan
kompleks. Diagram berbagai simetri itu ditunjukkan pada gabar 1.2. Dalam simetri ikosahedral,
protein kapsid membentuk ruangan, dimana genom berada didalamnya. Ruangan itu bersudut
dan berisi 6 atau lebih. Dalam simetri helikal, protein kapsid membungkus sepanjang genom,
sehingga tampak seperti berpilin. Simetri kompleks adalah simetri yang tidak beraturan, sebagian
mirip ikosahedral yang membentuk ruangan, sebagian tidak lagi (Mahardika et al., 2016).
Beberapa virus mempunyai selubung lemak (yang disebut amplop) yang diperoleh dari sel
inang. Struktur ini berintegrasi dengan nukleokapsid saat virus menyembul (budding) dari sel
membran sel inang (Mahardika et al., 2016).
Amplop terdiri dari lemak dua lapis bergabung dengan protein-protein permukaan virus
(surface protein). Protein-protein ini berperan dalam perlakatan virus dengan reseptor seldan
merupaka antigen target untuk menginduksi kekebalan yang protektif. Virus beramplop mudah
rusak. Virus beramlop hanya infeksius (menular) bila amplopnya utuh sehingga bahan
penghancur amplop menurunkan infektivitas amplopnya (Mahardika et al., 2016).
Genom virus dapat berupa DNA atau RNA. Genom itu berserat tunggal (single strand)
sdapat juga berserat gaa (double strand) Virus DNA berserat ganda dapat mempunyai genom
yang melingkar (circular) dapat juga linier. Sedangkan virus RNA yang b ke dalam sel diserserat
tunggal dapat berpolarisasi positif (+) dapat pula negative (-). Polaritas positif adalah genom
virus itu merupakan mRNA yang setelah masuk ke dalam sel langsung ditranslasi menjadi
protein. Sebaliknya, polaritas negative adalah genom virus yang komplementer dengan mRNA,
yang setelah masuk ke dalam sel disain menjadi mRNA sebelum ditranslasi menjdi protein. Virus
RNA negative ada yang mempunyai genom bersegmen dan tidak bersegmen. Yang terakhir
digolomgkan sebagai mononegavirales. Berdasarkan genom RNA atau DNA, serat genom
(tunggal atau ganda), simetri nukleokapsid, sirkulisasi, polarisasi RNA, da nada tidaknya amplop
digunakan untuk mengklasifikasikan virus dalam satu family (Mahardika et al., 2016).

2.3 Sifat-sifat Virus


Adapun sifat-sifat khusus virus menurut Lwoff, Horne, Tournier (1966):
1. Bahan genetik virus terdiri dari asam ribonukleat (RNA) atau asam deoksiribonukleat
(DNA), akan tetapi tidak terdiri dari kedua jenis asam nukleat sekaligus
(Syahrurachman et al., 2010).
2. Struktur virus secara relatif sangat sederhana, yaitu terdiri dari pembungkus yang
mengelilingi atau melindungi asam nukleat (Syahrurachman et al., 2010).
3. Virus mengadakan reproduksi hanya dalam sel hidup, yaitu di dalam nukleus,
sitoplasma atau di dalam kedua-duanya dan tidak mengadakan kegiatan metabolisme
jika berada di luar sel hidup (Syahrurachman et al., 2010).
4. Virus tidak mempunyai informasi genteik sistem Lipman untuk sintesis energi
berpotensi tinggi (Syahrurachman et al., 2010).
5. Virus stidak membelah diri dengan cara pembelahan biner (binary fission). Partikel
virus baru dibentuk dnegan suatu proses biosintesis majemuk yang dimulai dengan
pemecaan suatu partikel virus infektif menjadi lapisan protein pelindung dan
komponen adam nukleat infektif (Syahrurachman et al., 2010).
6. Asam nukleat partikel virus yang menginfeksi sel mengambil alih kekuasaan dan
pengawasan sistem enzim sel hospesnya, sehingga selaras dengan proses sintesis asam
nukelat dan protein virus (Syahrurachman et al., 2010).
7. Virus yang menginfeksi sel mempergunakan ribosom sel hospes untuk keperluan
metabolismenya (Syahrurachman et al., 2010).
8. Komponen-komponen utama virus dibentuk secara terpisah dan baru digabung di
dalam sel hospestidak alma sebelum dibebaskan (Syahrurachman et al., 2010).
9. Selama berlangsungnya proses pembebasan, beberapa partikel virus mendapat
selubung luar yang mengandung lipid protein dan bahan-bahan lain yang sebagian
berasal dari sel hospes (Syahrurachman et al., 2010).
10. Partikel virus lengkap disebut virioon dan terdiri dari inti asam nukleat yang dikelilingi
lapisan protein yang bersifat antigenik yang disebut kapsid dengan atau tanpa selubung
di luar kapsid (Syahrurachman et al., 2010).

2.4 Reproduksi virus


Perkembangbiakan virus dibagi atas beberapa tahap, walaupun sebenarnya setelah
beberapa jam infeksi berbagai tahap berlangsung tumpang tindih.
1. Penempelan (Attachment)
Penempelan virion pada membran sel berlandaskan mekanisme elektrostatik dan
dipermudah oleh ion Logam terutama Mg++, serta terjadi setelah adanya tumbuhkan
antara sel dan virion pada reseptor spesifik. Virus polio misalnya hanya akan menempel
pada sel primata dan tidak pada sel bintanag mengerat, karena sel primata mempunyai
reseptor tersebut. Contoh lainnya yaitu kenyataan bahwa virus influenza tidak dapat
menempel pada sel yang telah diolah dengan enzim neuraminidasa (Syahrurachman et
al., 2010).
2. Penyusupan (penetrasi)
Segera setelah penempela, virion atau asam nukleat virus menyusup ke sitoplasma sel.
Pada bakteriofage hanya asma nukleat saja yang menyusup ke sitoplasma, sementara
kapsid-kapsid berada di luar. Pada virus telanjang lain penyusupan terjadi dengan cara
fagositosis virion (viropexis), sedangkan penyusupan virus berselubung dapat pula
terjadi dengan cara fusi selubung virus ke membran palsma diikuti dengan masuknya
nukleokapsid ke sitopalsma. Berbeda dengan proses penempelan, proses penusupan
dipengaruhi oleh suhu dan zat penghambat fagositosis (Syahrurachman et al., 2010).
3. Pelepasan pembungkus luas (uncoating)
Merupakan proses pelepasan asam nukleat infektif dari pembungkus luarnya. Pada
enterovirus pelepasan asam nukleat infektif di membran sel, sedangkan poxvirus terjadi
di dalam sel dan reovirus mungkin tidak pernah mengalami proses uncoating lengkap
(Syahrurachman et al., 2010).
4. Replikasi asam nukleat dan sintesis komponen virus
Setelah pelepasan selubung luar, proses selanjutnya berbeda antara virus-virus DNA
dan virus-virus RNA (Syahrurachman et al., 2010).
Kebanyakan virus DNA berkembang biak di dalam inti sel dan tergantung pada rNA
polimerase sel, kecuali poxvirus yang berkembangbiak di dalam sitopalsma dan
mempunnyai enzim transkriptase sendiri.
Pada tahap awal biasanya hanya sebagian gen virus saja yang mengalami transkripsi,
yaitu terutama gen yang berhubungan dengan pembentukan enzim dan protein awal.
Transkripsi selanjutnya berhubungan dengan pembentukan struktur virus. Setelah proses
transkripsi, RNA ditranslasikan menjadi protein pada poliribosom sitoplasma. Protein
yang merupakan produk ini antara lain :
a. Polipetida structural virion
b. Enzim virion
c. Enzim yang tidak bersifat structural dan berhubungan dengan transkripsi atau sintesis
DNA.
d. Protein yang mengatur supresi transkripsi atau translasi oleh sel
e. Protein yang mengatur supresi ekspresi gen awal virus (Syahrurachman et al., 2010).
Jika konsentrasi enzim yang diperlukan telah mencukupi,DNA mulai mengadakan
replikasi. Virion yang telah lengkap bergerak menuju membrane sel. Virus yang
berselubung akan mendapatkan selubungnya di membrane sel. Beberapa virus kurang
mempengaruhi proses sintesis sel sehingga dalam keadaan ekstrem perkembangbiakan sel
dan virus terjadi bersama yang disebut steady state infection (Syahrurachman et al.,
2010).

2.5 Reproduksi Virus di Laboratorium


Virus adalah parasit obligat intarsel, karenanya tidak dapat berkembang biak di dalam
medium mati. Ada tiga cara mengembangbiakkan virus yaitu :
1. Cara in Vitro
Pada cara in vitro ditanam pada sel yang ditumbuhkan dalam bentuk potongan organ
(biakan organ ),potongan kecil jaringan (biakan jaringan) , sel-sel yang telah dilepaskan dai
pengikatnya (biakan sel). Biakan organ dan jaringan hanya dapat betahan beberapa hari
sampai beberapa minggu. Sedangkan biakan sel dapat bertahan beberapa hari sampai
waktu yang tak terbatas ,tergantung pada jenis biakan. Karenanya biakan sel dapat dibagi
atas :
a. Biakan Sel Primer ( Sel diambil dalam keadaan segar dari binatang)
b. Biakan Sel diploid ( Merupakan kumpulan satu jenis sel yang mampu membelah
kira-kira 100 kali sebelum mati)
c. Biakan sel terusan ( merupakan sel yang mampu membelah tak terbatas.
Kromosomnya sudah bersifat poliploid atau aneuploid, dapat berasal dari sel tumor
ganas ataupun sel diploid yang telah mengalami transformasi)
Cara pembiakan virus in vitro antara lain bermanfaat untuk :
a. Isolasi primer virus dari bahan klinis
b. Pembuatan vaksin
c. Penyelidikan biokimiawi

Adapun perkembangbiakan virus dapat dikenali melalui :


1) Timbulnya Efek sitopatogenik
Efek Sitopatogenik adalah perubahan morfologis yang terjadi akibat infeksi oleh
virus sitopatogenik. Pada sediaan yang tidak diwarnai tampak sel menjadi lebih
refraktil. Perubahan morfologis dari sel dapat berupa piknosis, karioreksis,
plasmolisis, pembentukan sel raksasa, pembentukan sel busa dan sebagainya
(Syahrurachman et al., 2010)..
2) Hambatan metabolisme
Dalam metabolismenya, sel membentuk asam. Jika sel diinfeksi oleh vrus, maka
pada berbagai tingkatan akan terjadi hambatan metabolisme, termasuk pembentukan
asam. Dengan memakai indikator tertentu perubahan ini dapat dikenal. Tes hambatan
metabolisme ini telah dikembangkan antara lain untuk adenovirus, arbovirus,
echovirus, coxsackiesvirus, herpes simpleks dan beberaa myxovirus (Syahrurachman
et al., 2010).
3) Selain dari efek sitopatogenik dan hambatan metabolisme, adanya infeksi virus dapat
juga diketahui dari timbulnya: fenomena hemadsorpsi, misalnya pada parainfluenza
virus dan influenza viru; pembentukan antigen reaksi ikat komplemen pada
poliovirus, varisela zoster, adenovirus, coxsackie dan echovirus; pembentukan
antigen hemaglutinasi pada coxsackievirus; pertunjukan antigen dengan reaksi
immunofluoresensi atau perubahan morfologik hospes akibat infeksi virus onkogenik
yang biasnaya diikuti oleh adanya loss of contact inhibition dan berkumpulnya sel-
sel menjadi sel yang tidak teratur (Syahrurachman et al., 2010).
4) Hambatan metabolisme
Dalam metabolismenya, sel membentuk asam. Jika sel diinfeksi oleh vrus, maka
pada berbagai tingkatan akan terjadi hambatan metabolisme, termasuk pembentukan
asam. Dengan memakai indikator tertentu perubahan ini dapat dikenal. Tes hambatan
metabolisme ini telah dikembangkan antara lain untuk adenovirus, arbovirus,
echovirus, coxsackiesvirus, herpes simpleks dan beberaa myxovirus (Syahrurachman
et al., 2010).
5) Selain dari efek sitopatogenik dan hambatan metabolisme, adanya infeksi virus dapat
juga diketahui dari timbulnya: fenomena hemadsorpsi, misalnya pada parainfluenza
virus dan influenza viru; pembentukan antigen reaksi ikat komplemen pada
poliovirus, varisela zoster, adenovirus, coxsackie dan echovirus; pembentukan
antigen hemaglutinasi pada coxsackievirus; pertunjukan antigen dengan reaksi
immunofluoresensi atau perubahan morfologik hospes akibat infeksi virus onkogenik
yang biasnaya diikuti oleh adanya loss of contact inhibition dan berkumpulnya sel-
sel menjadi sel yang tidak teratur (Syahrurachman et al., 2010).
2. Cara in Ovo
Telur juga merupakan perbenihan virus yang sudah steril dan embrio telur yang
tumbuh di dalamnya tidak membentuk zat anti yang dapat mengganggu pertumbuhan
virus. Karena telur merupakan sumber sel hidup yang relatif murah untuk isolasi virus,
maka cara in ovo ini sering digunakan di dalam laboratorium (Syahrurachman et al., 2010).
Cara pertama mempergunakan lapisan luar atau lapisan ektoderm selaput
korioalantois telur berembrio umur 10 hari. Cara penanaman ini berguna untuk isolasi virus
yang menyebabkan kelainan pada kulit yang dulu digolongkan sebagai virus dermatotrofik
seperti virus variolas, virus vaccinia dan virus herpes. Setiap virion yang infektif akan
menyerang sel dan setelah berkembangbiak akan menyerang sel-sel di sekitarnya serta
menyebabkan reaksi inflamasi yang dapat dilihat sebagai bercak putih yang disecut dengan
pock. Pock ini berlainan ukurannya dan sifatnya tergantung pada virus yang
menyebabkannya. Cara penanaman pada selaput korioalantois juga berguna untuk titrasi
virus dan untuk titrasi antibodi terhadap virus dengan teknik menghitung jumlah pock
(Syahrurachman et al., 2010).
Cara kedua ialah dengan menyuntikkan bahan ke dalam ruang amnion telur
berembrio umur 10-15 hari. Cara ini terutama berguna untuk isolasi virus influenza dan
virus parotitis karena virus ini tumbuh di dalam sel-sel epitel paru-paru embrio sedang
berkembang. Adanya perkembanganbiakan virus idkenal dengan reaksi hemaglutinasi
(Syahrurachman et al., 2010).
Cara ketiga ialah dengan menyuntikkan bahan pada kantong kuning telur berembrio
9-12 hari. Teknik penanaman ini menggunakan penyuntikan langsung melalui lubang kecil
di kulit telur ke dalam kantomg kuning telur. Dipakai untuk isolasi mikroogranisme
golongan Bedsonia dan Rickettsia (Syahrurachman et al., 2010).
3. Cara in Vivo
Untuk maksud pembiakan in vivo suspensi virus diinfeksikan pada bintanag
percobaan yang cocok. Mencit baru lahir misalnya digunakan untuk virus-virus golongan
arbovirus, coxsackie virus. Hamster banyak digunakan untuk golongan herpesvirus
tertentu. Adanya pertumbuhan virus dikenal oleh timbulnya gejala-gejala yang khas atau
adanya perubahan patologis lain (Syahrurachman et al., 2010).

Jawetz, Melnick and Adelberg (2008) Mikrobiologi Kedokteran. 23rd edn. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.

Mahardika, G. N. K., Astawa, Ny. M., Kencana, G. A. Y., SUardana, I. B. K. and Sari, T. K.
(2016) Teknik Lab Virus. Kedua, Universitas Udayana Denpasar. Kedua. Denpasar: Udayana
University Press.

Syahrurachman, A., Chatim, A., Soebandrio, A. and Karuniawati, A. (2010) Buku Ajar
Mikrobiologi Kedokteran. Revisi. Binarupa Aksara.

Anda mungkin juga menyukai