1
BAB I
PENDAHULUAN
Apendiks atau yang lebih dikenal masyarakat dengan istilah usus buntu,
adalah salah satu organ viseral pada sistem gastrointestinal yang sering
menimbulkan masalah kesehatan. Adanya peradangan pada apendiks vermiformis
disebut dengan apendisitis dan merupakan penyebab tersering nyeri akut abdomen
yang paling sering ditemukan serta menghasilkan jenis operasi yang paling sering
dilakukan di dunia. Peradangan pada apendiks merupakan kausa laparotomi
tersering pada anak dan orang dewasa.1,2
Insiden terjadinya radang pada apendiks atau apendisitis ini terus
meningkat.3 Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan
makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap apendisitis.4 Adapun
faktor risiko yang berpotensi menyebabkan apendisitis antara lain, diet rendah
serat dan tinggi gula, riwayat keluarga, infeksi, dan panjang apendiks.5 Faktor
predisposisi lain yaitu sisa makanan, limfoid hiperplasia (pada anak-anak) dan
tumor karsinoma. Inflamasi akibat virus dan bakteri juga dapat mempengaruhi
apendiks.6 Peradangan akut pada apendiks merupakan kasus gawat darurat karena
dapat menimbulkan abses, perforasi, hingga peritonitis, sehingga perlu tindakan
bedah yaitu apendektomi untuk mencegah komplikasi yang berbahaya dan dapat
mengancam jiwa.3
Penyakit ini dapat dimulai saat lahir, mengalami puncak di usia remaja
akhir dan menurun di usia lanjut.7 Apendisitis dapat ditemukan pada laki-laki
maupun perempuan dengan risiko menderita apendisitis selama hidupnya
mencapai 7-8%. Insiden tertinggi dilaporkan pada rentang usia 20-30 tahun.
Kasus perforasi apendiks pada apendisitis akut berkisar antara 20-30% dan
meningkat 32-72% pada usia lebih dari 60 tahun, sedangkan pada anak kurang
dari satu tahun kasus apendisitis jarang ditemukan.8,9 Perbandingan angka
kejadian pada remaja : dewasa muda adalah 3 : 2 dan didominasi pria. Pada orang
dewasa, angka kejadian apendisitis 1,4 kali lebih banyak pada pria dibanding
wanita dan risiko terkena apendisitis sebanyak 8,6% pada pria dan 6,7% pada
wanita.7,9
2
Dalam bentuk tanda dan gejala fisik, apendisitis adalah suatu penyakit
prototipe yang berlanjut melalui peradangan, obstruksi dan iskemia dalam jangka
waktu yang bervariasi.10 Gejala awal apendisitis akut adalah nyeri atau rasa tidak
enak di sekitar umbilikus. Gejala ini umumnya berlangsung lebih dari 1 atau 2
hari. Dalam beberapa jam nyeri bergeser ke kuadran kanan bawah dengan disertai
oleh anoreksia, mual dan muntah. Dapat juga terjadi nyeri tekan disekitar titik Mc
Burney. Kemudian timbul spasme otot dan nyeri tekan lepas. Apabila terjadi
ruptur pada apendiks, tanda perforasi dapat berupa nyeri, nyeri tekan dan
spasme.11
Penanganan standar apendisitis di dunia adalah operasi pengangkatan
apendiks yang disebut apendektomi dan dilakukan laparotomi jika sudah terjadi
perforasi. Angka mortalitas pada pasien yang dilakukan apendektomi mencapai
0,07-0,7% dan 0,5-2,4% pada pasien dengan atau tanpa perforasi. Walaupun
mortalitas apendisitis akut rendah tetapi angka morbiditasnya cukup tinggi.2
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi
4
jaringan limfoid yang menonjol, lapisan otot sirkular dan longitudinal, dan
lapisan serosa di atasnya.3
B. Fisiologi
Fungsi apendiks dalam tubuh manusia belum sepenuhnya dipahami.
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir tersebut normalnya
dicurahkan ke alam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan
aliran lendir di muara apendiks tampakya berperan pada patogenesis
apendisitis.1
C. Etiologi
5
adanya fekalit. Fekalit diperkirakan menyebabkan terjebaknya substansi
sayuran dan berikutnya deposisi mukus, yang akhirnya kalsifikasi. Teori
obstruksi ini tidak menjelaskan etiologi apendisitis sepenuhnya, karena
beberapa kasus apendisitis menunjukkan lumen yang paten secara radiologi,
makroskopik, dan pemeriksaan mikroskopik.3
D. Patofisiologi
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri
akan menembus dinding. Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum
setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini
disebut dengan apendisitis supuratif akut.13
Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang
diikuti dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa.
Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.13
6
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa local
yang disebut infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat
menjadi abses atau menghilang.13
Infiltrat apendikularis merupakan tahap patologi apendisitis yang dimulai
dimukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-
48 jam pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan membatasi
proses radang dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus, atau
adneksa sehingga terbentuk massa periapendikular. Didalamnya dapat terjadi
nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak
terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa periapendikular akan
menjadi tenang untuk selanjutnya akan mengurai diri secara lambat.13
Pada sebagian kasus, apendisitis dapat melewati fase akut tanpa
dilakukan tindakan operasi. Akan tetapi, nyeri akan seringkali berulang dan
menyebabkan eksaserbasi akut sewaktu-waktu dan dapat langsung berujung
pada komplikasi perforasi.14 Pada anak-anak dan geriatri, daya tahan tubuh
yang rendah dapat menyebabkan sulitnya terbentuk infiltrat apendisitis
sehingga resiko perforasi lebih besar.13
E. Manifestasi Klinis
Nyeri perut merupakan keluhan utama yang biasanya dirasakan oleh
pasien dengan apendisitis akut. Karakteristik nyeri perut sangat penting untuk
menentukan diagnosa apendisitis akut.1
7
pula. Anoreksia sering terdapat pada kasus apendisitis ini, sehingga perlu
ditanyakan saat anamnesa. Mual muntah terjadi pada 75% pasien. Banyak
pasien yang mengalami obstipasi terlebih dahulu sebagai onset awal dari nyeri
abdomen, dan banyak dari mereka yang merasa bahwa defekasi akan
menghilangkan nyeri tersebut. Selain itu, diare didapatkan juga pada beberapa
pasien, khususnya anak-anak. Maka dari itu, pola defekasi juga dapat
membantu menegakkan diagnosis.3
Bila letak apendiks retrosekal di luar rongga perut, tanda nyeri di titik
McBurney tidak begitu jelas karena apendiks terlindung oleh sekum. Rasa
nyeri lebih ke arah perut sisi kanan, atau bisa juga dirasakan saat berjalan
karena kontraksi otot psoas mayor yang menegang dari dorsal. Apendiks yang
terletak di rongga pelvis, bila meradang dapat menimbulkan tanda dan gejala
dari rangsangan sigmoid atau rektum, menyebabkan peningkatan peristaltis,
dan pengosongan rektum juga akan menjadi lebih cepat. Apabila apendiks
menempel pada kandung kemih makan frekuensi berkemih akan meningkat,
karena terjadi rangsangan pada dindingnya. Lebih dari 95% pasien dengan
apendisitis akut mengalami anoreksia sebagai gejala awal, diikuti dengan
nyeri abdomen, lalu mual muntah.1
Tanda vital umumnya tidak banyak berubah pada apendisitis akut yang
tidak mengalami komplikasi. Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar
37.5-38.5oC dan pulsasi nadi normal atau meningkat sedikit. Bila suhu naik
lebih tinggi dari 1oC mungkin sudah terjadi perforasi. Kembung sering terlihat
pada penderita yang sudah mengalami perforasi. Penonjolan perut kanan
bawah bisa dilihat pada massa atau abses apendikuler.15
Pasien dengan apendisitis berbaring dengan posisi supinasi dengan
tungkai ditekuk, karena pergerakkannya dapat meningkatkan rasa nyeri. Pada
palpasi didapatkan nyeri terbatas pada regio iliaka kanan, tepatnya pada titik
McBurney, bisa disertai nyeri lepas. Tanda Rovsing adalah adanya nyeri di
perut kanan bawah pada penekanan perut kiri bawah, uji bumberg positif yaitu
adanya nyeri perut kanan bawah bila tekanan pada perut kiri bawah
dilepaskan. Kedua pemeriksaan ini mengindikasikan juga adanya iritasi pada
peritoneum. Defans muskuler menunjukkan adanya rangsangan peritoneum
8
parietal akibat semakin parahnya proses inflamasi yang terjadi. Uji psoas
dengan cara hiperekstensi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul
kanan, kemudian paha kanan ditahan, uji psoas positif bila tindakan ini
menimbulkan nyeri yang disebabkan karena apendiks yang meradang
menempel di m.psoas Uji obturator dengan cara endorotasi sendi panggul pada
posisi terlentang, uji obturator positif bila tindakan ini menimbulkan nyeri.
Nyei disebabkan karena apendiks yang meradang kontak dengan m.obutaror
internus yang merupakan dinding panggul kecil. Uji psoas dan obturator
merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak
apendiks.12
Pemeriksaan colok dubur dapat menyebabkan nyeri bila daerah radang
tercapai dengan jari telunjuk. Pada apendisitis pelvika tanda perut sering
meragukan, maka colok dubur lebih menjanjikan untuk menegakkan
diagnosis. Namun pemeriksaan colok dubur tidak dianjurkan pada anak-anak.
Pada auskultasi, peristalsis usus sering normal. Peristalsis dapat hilang karena
ileus paralitik pada peritonitis generalisata akibat apendisits perforata.1
F. Diagnosis
9
dilakukan observasi dan pemberian antibiotik, skor 1-4 diberikan pengobatan
simptomatik dan dipulangkan.16
Selain Alvarado score, untuk pasien anak dapat juga digunakan alat
bantu Paediatric Appendisitis Score (PAS), dengan skor <= 5 Bukan
merupakan appendicitis dan skor >= 6 merupakan appendicitis.16
Tabel 1. Alvarado Scoring System & Paediatric Appendicitis Score16
G. Diagnosis Banding
1. Gastroenteritis
10
4. DHF
Pada penyakit ini pemeriksaan darah terdapat trombositopeni,
leukopeni, rumple leed (+), hematokrit meningkat.16
H. Penatalaksanaan
11
Masa periapendikuler terjadi apabila gangren apendiks masih berupa
penutupan lekuk usus halus. Sebenarnya pada beberapa kasus masa ini
dapat diremisi oleh tubuh setelah inflamasi akut sudah tidak terjadi.
Akan tetapi, risiko terjadinya abses dan penyebaran pus dalam infilitrat
dapat terjadei sewaktu-waktu sehingga massa periapendikuler ini adalah
target dari operasi apendektomi.1
Perforasi merupakan komplikasi yang paling ditakutkan pada
apendisitis karena selain angka morbiditas yang tinggi, penanganan akan
menjadi semakin kompleks. Perforasi dapat menyebabkan peritonitis
purulenta yang ditandai nyeri hebat seluruh perut, demam tinggi, dan gejala
kembung pada perut. Bisis usus dapat menurun atau bahkan menghilang
karena ileus paralitik yang terjadi. Pus yang menyebar dapat menjadi
abses inttraabdomen yang paling umum dijumpai pada rongga pelvis dan
subdiafragma. Tata laksana yang dilakukan pada kondisi berat ini adalah
laparotomi eksploratif untuk membersihkan pus-pus yang ada. Sekarang ini
sudah dikembangkan teknologi drainase pus dengan laparoskopi sehingga
pembilasan dilakukan lebih mudah.1
12
BAB III
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : An. OM
Umur : 9 tahun
Jenis Kelamin : Laki - Laki
Pekerjaan : Sekolah
Alamat : Rinegetan lingkungan V
Suku/Bangsa : Minahasa/Indonesia
Agama : Kristen Protestan
Tanggal Pemeriksaan : 13 Oktober 2017
B. Anamnesis
a. Keluhan utama
Nyeri perut kanan bawah 3 hari sebelum masuk Rumah Sakit
b. Riwayat penyakit sekarang
Nyeri perut kanan bawah dirasakan pasien sejak ± 3 hari sebelum
masuk Rumah Sakit. Awalnya nyeri dirasakan di ulu hati ± 4 hari sebelum
masuk Rumah Sakit, nyeri kemudian berpindah ke perut kanan bawah
sejak ± 3 hari yang lalu dan dirasakan hilang timbul dengan intensitas
yang semakin meningkat. Nyeri tidak menyebar ke seluruh perut. Saat
berjalan badan pasien membungkuk ke kanan depan.
Keluhan diserta demam yang hilang timbul, mual dan muntah (+)
warna putih kekuningan isi air dan makanan, nafsu makan berkurang (+).
Pasien belum BAB sejak ± 2 hari yang lalu dan diare dialami sejak ± 6 jam
sebelum masuk rumah sakit, BAK normal. 2 hari sebelum masuk Rumah
Sakit penderita dibawa berobat ke dokter umum dan diberi obat-obatan
pulang. Namun karena keluhan tidak membaik, penderita akhirnya dibawa
ke RS Bethesda dan kemudian dirujuk ke RSUP Prof. Kandou.
13
c. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat keluhan serupa, hipertensi, DM, asma, sakit jantung, alergi,
operasi sebelumnya disangkal pasien.
14
Nausea/Vomiting 1
Anorexia 1
Signs
Tenderness in right fossa iliac 2
Rebound tenderness in right iliac fossa 1
Elevated temperature (>37,3 C) 1
Laboratory Findings
Leucocyitosis 2
Shift to the left of neutrophils -
TOTAL 9
Skor total adalah 9 yang artinya segera dipersiapkan untuk apendektomi.
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium 13/10/2017
Leukosit 18.400
Eritrosit 4,20
Hemoglobin 13,2
Hematokrit 38,6%
Trombosit 212.000
15
SGOT/GPT 12/7
Ureum/Creatinin 29/0,5
GDS 98
Na/K/Cl 137/3,50/105.0
PT/APTT/INR 19,7/1,31/1,02
Rectal Toucher:
Tonus Sphincter Ani cekat, Ampula kosong, mukosa licin.
E. DIAGNOSIS
Apendisitis Akut
F. PENATALAKSANAAN
- Pro Appendektomi CITO
- IVFD NaCl 0,9% 1500c/24jam
- Ceftriaxone 2x1 gr (IV)
- Ranitidin 2x25 mg (IV)
- Paracetamol 3x250 mg
G. PROGNOSIS
o Quo ad vitam: Bonam
o Quo ad functionam: Bonam
o Quo ad sanationam: Bonam
H. Follow Up
Tgl 14-10-2017
S: Nyeri Luka Operasi(+)
O: Kepala CA-/-, SI-/-
Abdomen: NT(+) kanan bawah, defens muscular(-)
A: Post Apendektomi ec Apendisitis Akut (H1)
P: IVFD NaCl 0,9%
Ceftriaxone 2x 1 gr IV (H2)
16
Ranitidin 2x25 mg IV
Diet Lunak
Tgl 15-10-2017
S: Nyeri luka operasi
O: Abdomen: I: Luka operasi terawat
A: BU(+) Normal
P: Lemas, NT(-)
P: Timpani
A: Post Apendektomi ec Apendisitis Akut (H2)
P: Cefixime Syrup 2x1 cth
Paracetamol Syrup 3x2 cth
Tgl 16-10-2017
S: Nyeri luka operasi(-)
O: Abdomen: I: Luka operasi terawat
A: BU(+) Normal
P: Lemas, NT(-)
P: Timpani
A: Post Apendektomi ec Apendisitis Akut (H3)
P: Cefixime Syrup 2x1 cth
Paracetamol Syrup 3x2 cth
Rawat Jalan
J. Laporan Operasi
Apendektomi Cito dilakukan pada tanggal 13 Oktober 2017 di OK Cito
RS.Prof.R.D.Kandou Manado dengan operator dr. Ishak Lahunduitan, SpB,
SpBA. Diagnosis pra-bedah adalah Apendisitis Akut dan jenis operasi yang
dilakukan adalah Apendektomi. Operasi berlangsung selama satu jam lima
puluh lima menit, dimulai pada pukul 22.15 wita dan berakhir pada pukul
00.10 wita.
17
Uraian Pembedahan:
- Omentum disisihkan
- Apendiks dijahit
- Operasi selesai
Foto Appendiks
18
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien seorang anak laki - laki usia 9 tahun di rujuk dari RSUD Bethesda
ke RSUP Prof Kandou dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak 3 hari
SMRS. Berdasarkan keluhan tersebut maka dapat dipikirkan bahwa pasien
mengalami gejala abdomen akut. Untuk dapat menegakkan penyebab dari
abdomen akut maka harus diketahui dahulu lokasi nyeri yang dirasakan pasien
dan perlu dilakukan pemeriksaan fisik.
Dari hasil pemeriksaan fisik umum didapat kondisi pasien dalam keadaan
sakit ringan. Dari hasil pemeriksaan fisik abdomen didapatkan adanya nyeri tekan
di titik McBurney. Adanya nyeri tekan di titik McBurney dan terbatas di region
19
iliaka kanan merupakan kunci diagnosis apendisitis akut. Selain itu juga
ditemukan adanya nyeri pada perut kanan bawah apabila dilakukan
penekanan pada perut kiri bawah (Rovsing Sign), adanya Rovsing Sign dapat
membantu menegakkan diagnosis apendisitis akut. Pada pemeriksaan lain
yaitu Psoas Sign dan Obturator Sign didapatkan hasil negatif. Uji psoas dan
uji obturator ditujukan untuk mengetahui letak apendiks. Uji psoas merangsang
otot psoas lewat hiperekstensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul
kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila apendiks yang meradang menempel di
m. psoas mayor, tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Uji obturator
digunakan untuk mengetahui apakah apendiks yang meradang kontak dengan m.
obturator internus. Gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi
terlentang akan menimbulkan nyeri pada apendisitis pelviks. Pada pemeriksaan
didapatkan defans muskular negatif. Defans muskuler menunjukkan adanya
rangsangan pada peritoneum parietale, dimana jika terjadi maka diagnosis
mengarah ke peritonitis. Pada pemeriksaan colok dubur nyeri yang dirasakan
tidak terlalu jelas. Nyeri dirasakan juka daerah infeksi bisa dicapai dengan jari
telunjuk, misalnya pada apendisitis pelvika.
20
dan tidak berbatas tegas, seperti pada kasus ini nyeri terasa hebat dan berbatas
tegas di regio iliaka kanan. Demam dan leukositosis dapat terjadi namun kurang
menonjol dibandingkan apendisitis akut. Pada demam dengue sakit perut yang
dirasakan serupa dengan peritonitis dan pemeriksaan darah ditemukan
trombositopenia serta hematokrit yang meningkat. Kelainan pada saluran kemih
juga dapat disingkirkan karena BAK normal.
Pada penaganan kasus pasien ini, sudah dilakukan dengan benar karena
direncanakan apendektomi cito. Apendektomi secara dini diharapkan dapat
mengurangi komplikasi post-operasi seperti infeksi luka dan pembentukan abses
intraabdomen. Bila pada kasus apendisitis diagnosisnya belum jelas, sebaiknya
dilakukan observasi dulu. Ultrasonografi bisa dilakukan bila dalam observasi
masih terdapat keraguan.
Terapi cairan pada pasien ini dilakukan seperti biasa karena tidak ada
tanda-tanda gangguan sirkulasi yaitu pemberian Intravena NaCl 0,9% 500 cc/24
jam. Terapi cairan juga diberikan karena pasien akan menjalani operasi
segera sehingga untuk mempertahankan hemodinamika pasien.1
21
BAB V
KESIMPULAN
22
DAFTAR PUSTAKA
3. Matthew JB, Hodin RA. Acute Abdomen and Appendix. In: Mulholland,
Michael W, Lillemoe, Keith D, editors. Greenfield’s Surgery: Scientific
Principles and Practice. 4th ed. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins; 2006. p. 1214-9.
4. Hafid, A., & Syukur, A. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. (R. Sjamsuhidayat, & W.
d. Jong, Penyunt.) Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
5. Dani & Calista P. Karakteristik Penderita Appendisitis Akut di Rumah Sakit
Immanuel Bandung Periode 1 Januari 2013 – 30 Juni 2013: Fakultas Kedokteran,
Universitas Kristen Maranatha.
23
12. Ferguson CM. Acute appendicitis. In: Irene Butcher, editor. Oxford
Textbook of Surgery. 2nd ed. Oxford: Oxford University Press; 2002. p.
626-30.
13. Tjandra JJ, Clunie GJA, Kaye AH, Smith JA. Textbook of Surgery. 3rd ed.
Blackwell Publishing; 2006. H. 123-27.
14. Humes DJ, Simpson J. Clinical Review: Acute appendicitis. BMJ; 2007. P
333:540-34.
15. Berger DH, Jaffe BM. The Appendix. In: F. Charles Brunicardi, editor.
Schwartz’s Manual of Surgery. 8th ed. New York: McGraw-Hill; 2006. p.
784-96.
16. Winn R, Laura S, Douglas C, et al: Protocol based approach to suspected
appendicitis, incorporating the Alvorado Score and outpatients Antibiotics.
ANZ J. Surg; 2004. 321:921-22.
17. Jaffe B, Berger D. The Appendix in Schwartz’s principles of surgery. 8th
ed. New York: McGraw Hill; 2006. P 648-51.
18. Brunicardi FC. Schwartz’s Manual of Surgery. 8th edition. London:
McGraw-Hill. 2006. p. 784-95
19. Grace PA, Borley NR. Surgery at a Glance. 2nd edition. Victoria:
Blackwell Science. 2002. p. 28
24