Anda di halaman 1dari 7

2.3.

Teori
Pengukuran adalah membandingkan suatu besaran dengan satuan yang
dijadikan sebagai patokan. Suatu pengamatan terhadap besaran fisis harus melalui
pengukuran. Pengukuran-pengukuran yang sangat teliti diperlukan dalam fisika,
agar gejala-gejala peristiwa yang akan terjadi dapat diprediksi dengan kuat.
Namun bagaimanapun juga ketika kita mengukur suatu besaran fisis dengan
menggunakan instrumen, tidaklah mungkin akan mendapatkan nilai benar Xo,
melainkan selalu terdapat ketidakpastian.

2.3.1. Alat ukur dasar


Alat ukur adalah perangkat untuk menentukan nilai atau besaran
dari suatu kuantitas atau variabel fisis. Pada umunya, alat ukur dasar
terbagi menjadi dua, yaitu alat ukur analog dan digital. Ada dua sistem
pengukuran yaitu sistem analog dan sistem digital. Alat ukur analog
memberikan hasil ukuran yang bernilai kontinyu, misalnya petunjuk
temperatur yang ditunjukan oleh skala, petunjuk jarum pada skala meter,
atau petunjuk skala elektronik. Alat ukur digital memberikan hasil
pengukuran yamng bernilai diskrit. Hasil pengukuran tegangan atau arus
dari meter digital merupakan sebuah nilai dengan jumlah digit tertentu
yang ditunjukan pada panel displaynya.
Suatu pengukuran selalu disertai oleh ketidakpastian. Beberapa
penyebab ketidakpastian tersebut antara lain adalah Nilai Skala Terkecil
(NST), kesalahan kalibrasi, kesalahan titik nol, kesalahan paralaks,
fluktuasi parameter pengukuran, dan lingkungan yang saling
mempengaruhi serta tingkat keterampilan pengamat yang berbeda-beda.
Beberapa alat ukur dasar yang sering digunakan dalam praktikum
adalah jangka sorong, mikrometer sekrup, barometer, neraca teknis,
penggaris, busur derajat, stopwatch, dan beberapa alat ukur besaran listrik.

2.3.2. Nilai skala terkecil


Pada setiap alat ukur terdapat suatu nilai skala yang tidak dapat
dibagi-bagi lagi, inilah yang disebut dengan Nilai Skala Terkecil (NST).
Ketelitian alat ukur bergantung pada NST ini.

2.3.3. Parameter alat ukur


Ada beberapa istilah dan definisi dalam pengukuran yang harus
dipahami, diantaranya:
1. Akurasi, kedekatan alat ukur membaca pada nilai yang
sebenarnya dari variabel yang diukur.
2. Presisi, hasil pengukuran yang dihasilkan dari proses
pengukuran, atau derajat untuk membedakan suatu pengukuran
dengan lainnya.
3. Kepekaan, ratio dari sinyal output atau tanggapan alat ukur
perubahan input atau variabel yang diukur.
4. Resolusi, perubahan terkecil dari nilai pengukuran yang
mampu ditanggapi oleh alat ukur.
5. Kesalahan, angka penyimpangan dari nilai sebenarnya variabel
yang diukur.

2.3.4. Ketidakpastian
Beberapa penyebab ketidakpastian tersebut antara lain adanya Nilai
Skala Terkecil (NST), kesalahan kalibrasi, kesalahan titik nol, kesalahan
paralaks, fluktuasi parameter pengukuran, dan lingkungan yang saling
mempengaruhi hasil pengukuran, dan karena hal-hal seperti ini
pengukuran mengalami gangguan.
Ketidakpastian dibedakan menjadi dua, yaitu ketidakpastian
mutlak dan relatif. Masing-masing ketidakpastian dapat digunakan dalam
pengukuran tunggal dan berulang.
A. Ketidakpastian mutlak
Suatu nilai ketidakpastian yang sebabkan karena keterbatasan alat
ukur itu sendiri. Pada pengukuran tunggal, ketidakpastian yang umumnya
digunakan bernilai setengah dari NST.
∆X = ½ NST hasil pengukuran X = X ± ∆X
Kesalahan ½ - Rentang merupakan salah satu cara untuk
menyatakan ketidakpastian pada pengukuran berulang.
( 𝑿𝒎𝒂𝒙−𝑿𝒎𝒊𝒏 )
∆X = hasilnya X = x̄ ± ∆X
𝟐

Kesalahan dari nilai rata-rata ini terhadap nilai sebenarnya besaran


X ( yang tidak mungkin diketahui nilai sebenarnya Xo ) dinyatakan oleh
standar deviasi.

𝟐
∑ 𝑿𝒊 𝟐 − (∑ 𝑿)
∑(𝑿𝒊−𝐱̄ )𝟐
SD = √ 𝒏
atau √
𝒏−𝟏 𝒏−𝟏

B. Ketidakpastian relatif
Ketidakpastian relatif adalah ketidakpastian yang dibandingkan
dengan hasil pengukur.
∆X
KTP Relatif = 𝑋

hasilnya X = X ± ( KTP relatif x 100% )


(Ruwanto, 2003)

Bentuk ketidakpastian pengukuran terdiri atas ketidakpastian bersistem


dan ketidakpastian acak (rambang). Ketidakpastian bersistem terdiri atas:
kesalahan kalibrasi, kesalahan titik nol, kerusakan komponen alat, gesekan,
kesalahan paralaks. Ketidakpastian rambang (acak) merupakan kesalahan
yang bersumber dari gejala yang tidak mungkin dikendalikan atau diatasi berupa
perubahan yang berlangsung sangat cepat sehingga pengontrolan dan
pengaturan di luar kemampuan. Ketidakpastian berbeda antara pengukuran
tunggal dengan pengukuran berulang.
a. Ketidakpastian pengukuran tunggal
Pengukuran tunggal adalah pengukuran yang hanya dilakukan satu kali
saja. Keterbatasan skala alat ukur dan keterbatasan kemampuan mengamati
serta banyak sumber kesalahan lain, mengakibatkan hasil pengukuran selalu
dihinggapi ketidakpastian. Nilai X sampai goresan terkhir dapat
diketahuidengan pasti, namun bacaan selebihnya adalah terkaan atau dugaan
belaka sehingga patut diragukan. Inilah yang ketidakpastian yang dimaksud
dan diberi lambang ∆X. Lambang ∆X merupakan ketidakpastian mutlak.
1
∆X = NST Alat
2

Dimana ∆X adalah ketidakpastian pengukuran tunggal. Angka 2 pada persamaan


di atas menunjukkan satu skala (nilai antar dua goresan terdekat) masih dapat
dibagi 2 bagian secara jelas oleh mata. Nilai ∆X merupakan hasil pengukuran
dilaporkan dengan cara yang sudah dibakukan sebagai berikut :
X = |X ± ∆X| satuan
b. Ketidakpastian pengukuran berulang
Pengukuran berulang merupakan pengukuran yang dilakukan lebih dari
satu kali, akan tetapi dapat dibedakan anta pengukuran yang dilakukan
beberapa kali (2 atau 3 kali) dengan pengukuran yang cukup sering (10 kali atau
lebih. Nilai pengukuran rata-rata dapat dilaporkan sebagai X rata-rata sedangkan
deviasi (penyimpangan) terbesar atau deviasi rata-rata dilaporkan sebagai ∆X.
Deviasi adalah selisih antara tiap hasil pengukuran dari nilai rata-ratanya.
(Halliday, 2010)

2.3.5 Angka Berarti


Angka berarti (AB) menunjukkan jumlah digit angka yang akan
dilaporkan pada hasil akhir pengukuran. Angka berarti berkaitan
dengan KTP relatif (dalam %). Semakin kecil KTP relatif maka
semakin tinggi mutu pengukuran atau semakin tinggi ketelitian
hasil pengukuran yang dilakukan. Hubungan anatara KTP relatif
dan akngka berarti adalah sebagai berikut:
AB= 1 – log (KTP relatif)
(Hermansyah, 2014)
2.3.6 Jangka Sorong
Jangka sorong merupakan alat ukur panjang yang terdiri atas skala utama,
skala nonius, rahang pengatur garis tengah dalam, rahang pengatur garis tengah
luar, dan pengukur kedalaman.

Jangka sorong adalah salah satu alat ukur yang dapat digunakan untuk
mengukur beberapa alat dalam kehidupan yang sulit untuk dijangkau dengan
pengukuran biasa. Secara umum, jangka sorong memiliki dua jenis skala. Skala
pertama tertera pada rahang utama jangka sorong. Skala ini disebut dengan skala
tetap (skala utama). Skala kedua tertera pada rahang yang bergerak disebut skala
nonius atau skala vernier.

Skala nonius disebut juga sebagai skala vernier yang diambil dari nama
penemunya Piere Vernier, seorang ahli teknik berkebangsaan Perancis. Panjang
10 skala nonius adalah 9 mm. Ini berarti, 1 skala nonius (jarak antara dua garis
nonius yang berdekatan) sama dengan 0,9 mm. Dengan demikian, selisih skala
utama dengan skala nonius adalah 1 mm – 0,9 mm = 0,1 mm atau 0,01 cm.

Pengukuran panjang sisi luar suatu benda dapat dilakukan dengan


menjepit benda yang diukur dengan menggunakan rahang jangka sorong yang
besar. Sebaliknya, pengukuran panjang sisi dalam suatu benda dapat dilakukan
dengan menarik benda yang ingin diukur dengan menggunakan rahang jangka
sorong yang kecil. Dengan melihat skala terkecil dari jangka sorong ini, yaitu 0,1
mm atau 0,01 cm, maka ketelitian dari jangka sorong adalah setengah dari skala
terkecil jangka sorong tersebut, yaitu :


x=
21
× 0,1 mm = 0,05 mm atau 0,005 cm
2.3.7. Bagian-Bagian Jangka Sorong
Bagian-bagian jangka sorong terdiri atas :
1. Internal jaws (rahang dalam)
adalah bagian yang berfungsi untuk mengukur dimensi bagian
dalam.
2. External jaws (rahang luar)
adalah bagian yang berfungsi untuk mengukur dimensi bagian luar.
3. Locking screw (baut pengunci)
adalah bagian yang berfungsi sebagai pengunci rahang.
4. Imperial scale
adalah skala dalam satuan inci.
5. Metric scale
adalah skala dala satuan millimeter.
6. Depth measuring blade
adalah batang pengukur kedalaman.

2.3.8. Fungsi dan Ketelitian Jangka Sorong

Jangka sorong mempunyai beberapa fungsi pengukuran, yaitu :


1. Mengukur benda kerja pada bagian luar, bentuk kubus, persegi
panjang, bujur sangkar atau bulat.
2. Mengukur benda kerja pada bagian dalam, bentuk pipa bulat,
segi empat, dan lain-lain.
3. Mengukur kedalaman lubang.
4. Mengukur ketinggian benda yang bertingkat
DAFTAR PUSTAKA

Halliday, Resnick, Walker. 2010. Fisika Dasar Jilid 1. Ciracas: Erlangga.


Hermansyah, asisten LFD. 2014. Penuntun Praktikum Fisika Dasar 1. Makassar :
FMIPA UNM.
Ruwanto, Bambang. 2003. Asas-Asas Fisika. Jakarta : Yudistira.

Anda mungkin juga menyukai