Penyusun:
1. Mengidentifikasi kasus- kasus yang sering didapatkan di layanan primer (klinik pesisir,
puskesmas)
Sengatan ubur-ubur
Tertusuk bulu babi
Kasus THT: Otitis eksterna dan media
Penyakit dekompresi tipe 1
Kasus-kasus yang mampu ditangani di layanan primer merujuk pada Peraturan Menteri
Kesehatan No. 5 tahun 2014 tentang 155 penyakit yang harus ditangani di pelayanan tingkat
pertama. Kasus yang sering ditemui di Puskemas Nipah dan Puskesmas Pemenang adalah
kasus THT (ISPA dan otitis eksterna media), kasus demam, dan kasus diare. Adapun kasus
yang berhubungan dengan aktivitas di pesisir pantai dan laut adalah trauma akibat jangkar
perahu dan kail. Kasus-kasus tersebut pada umumnya sudah dilakukan penanganan pertama
di puskesmas dan pasien tidak perlu dirujuk.
Kasus yang ditemukan di Puskesmas Pemenang, Puskesmas Nipah, Pustu Gili Indah
dan Klinik Blue Island merupakan kasus yang sering ditemukan di daerah pesisir. Kasus THT
atau otitis eksterna dan media yang merupakan kasus paling sering ditemukan merupakan
kasus yang bisa diakibatkan oleh aktivitas di laut, seperti berenang, snorkling ataupun diving.
Rendahnya higienitas, tingkat kelembaban, maupun masuknya air ke liang telinga merupakan
faktor predisposisi terjadinya otitis eksterna maupun media. Kasus tenggelam masih
ditemukan di puskesmas dan klinik tersebut, namun biasanya pasien dalam kondisi sudah
meninggal.
Adapun kasus-kasus yang ditemukan di Pustu Gili Indah dan Klinik Blue Island adalah
sengatan ubur-ubur, tertusuk bulu babi, otitis media dan eksterna, serta penyakit dekompresi
tipe 1. Penanganan untuk kasus-kasus tersebut telah dilakukan penanganan awal dan pasien
dapat pulang setelah dilakukan observasi.
Kasus akibat hewan laut seperti sengatan ubur-ubur dan tertusuk bulu babi masih sering
ditemukan di perairan sekitar Gili Indah karena secara umum Indonesia merupakan wilayah
distribusi tempat hidup hewan-hewan tersebut terlebih Indonesia merupakan negara
kepulauan.
Kasus DCS atau penyakit dekompresi merupakan penyakit yang masih ditemukan
meskipun tidak terlalu sering. Kasus yang sering terjadi adalah kasus DCS tipe 1 atau yang
mengalami gejala lokal seperti ruam kulit dan biasanya hanya butuh observasi dan tidak perlu
dirujuk. Hal ini karena wilayah Gili Indah merupakan wilayah perairan dengan keindahan
alam bawah laut, sehingga di wilayah ini berkembang pariwisata serta bisnis penyelaman.
Kendala yang ditemui pada saat penanganan pasien adalah ketersediaan alat yang
kurang lengkap dan obat-obatan yang kurang memadai. Sedangkan kendala yang ditemui saat
proses rujukan adalah pihak klinik perlu melakukan konfirmasi terlebih dahulu ke asuransi
yang menanggung pasien mancanegara, ketersediaan transportasi, serta permintaan pasien
dan keluarga.
2.3 Kasus yang perlu dirujuk
Kasus-kasus yang perlu dirujuk seringkali adalah kasus-kasus yang perlu dilakukan
pemeriksaan lanjutan dan penanganan definitif, seperti penyakit dekompresi tipe 2 yang
membutuhkan terapi hiperbarik dan pasien trauma multipel yang membutuhkan tindakan
operasi.
Adapun kasus-kasus lain yang sering dirujuk adalah dari wilayah Pustu Gili Indah
yang merupakan kasus dari penduduk lokal seperti kasus obstetrik, trauma serta kasus demam
yang membutuhkan pemeriksaan lanjutan.
3.1.1 Obat-obatan
Epinefrin
Diphenhidramin
Aminophilin
Furosemide
Lidokain
3.1.2 Peralatan
Ambu bag
Oksigen
Spuit
Kanul oksigen + sungkup
Endotrakeal tube
Handscoon
Infus set
Minor set
Suction
3.1.3 Alat transportasi khusus
Ambulance darat (mobil)
3.2 Fasilitas di Pustu Gili Trawangan
3.2.1 Obat-obatan
Epinefrin
Furosemide
Diphenhidramin
Aminofilin, dan obat-obatan simptomatis lainnya.
3.2.2 Peralatan
Oksigen
Kanul Oksigen
Ambubag
Minor set
IV line set
Gerobak roda 2
3.3.1 Obat-obatan
Epinefrin, Furosemide, Diphenhidramin, Aminofilin, Kalsium Glukonas,
Mannitol, Lidokain dan obat-obatan simtomatis lainnya seperti analgetik, antibiotik,
muscle relaxant, dll.
Gambar 1.5
Ambulans air
Pustu Gili Puskesmas Nipah RSUD KLU Tanjung RSUD Provinsi NTB
Alur rujukan ini tidak berlaku dalam kasus emergensi, alur rujukan bisa menjadi:
Hal hal yang harus dipertimbangkan dalam merujuk pasien antara lain:
Pasien BPJS
Kartu BPJS, beserta surat rujukan pasien dari Pustu atau Puskesmas yang
berisi anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien, diagnosis, serta terapi yang
sudah diberikan kepada pasien.
Pasien non BPJS
Asuransi kesehatan yang dimiliki oleh pasien (Negeri/Swasta), surat rujukan
pasien dari klinik swasta yang berisi anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien,
diagnosis, serta terapi yang sudah diberikan kepada pasien
Contoh Kasus
Pasien datang ke Blue Island klinik dengan berjalan kaki, keadaan umum baik, tidak
ada permasalah pada jalan napas, pernapasan maupun sirkulasi pasien. Pasien dalam keadaan
sadar penuh. Pasien mengeluh nyeri pada telapak kaki kiri, edema (+), berwarna kemerahan
disekitar bulu babi prominen. Di Klinik dilakukan pembersihan dengan NaCl 0,9% kemudian
dilakukan pencabutan bulu babi prominen yang ada di telapak kaki pasien. Adapun pada bulu
babi yang tertusuk terlalu dalam dan tidak prominen dilakukan penepukan pada daerah yang
tertusuk. Pasien kemudian diperbolehkan pulang setelah observasi setelah 2 jam dan
diberikan obat antibiotik dan analgesik oral.
Analisa Kasus
Kasus bulu babi merupakan kasus yang sering terjadi di Indonesia. Bulu babi hidup di
ekosistem terumbu karang (zona pertumbuhan alga) dan lamun. Bulu babi ditemui dari
daerah intertidal sampai kedalaman 10 m dan merupakan penghuni sejati laut dengan batas
toleransi salinitas antara 30-34 ‰ . Hyman (1955) dalam Ratna (2002) menambahkan bahwa
bulu babi termasuk hewan benthonic, ditemui di semua laut dan lautan dengan batas
kedalaman antara 0-8000 m. Karena echinoide memiliki kemampuan beradaptasi dengan air
payau lebih rendah dibandingkan invertebrate lain. Kebanyakan bulu babi beraturan hidup
pada substrat yang keras, yakni batu-batuan atau terumbu karang dan hanya sebagian kecil
yang menghuni substrat pasir dan Lumpur. Sehingga dalam kasus ini, sangat mungkin terjadi
kasus tertusuk bulu babi karena dalam kegiatan snorckling pasien sempat menginjak sekitar
karang.
Pada pasien hanya terjadi nyeri lokal. Hal ini terjadi karena tusukan bulu babi tidak
terlalu dalam sehingga belum mencapai pediselaria. Pada penelitian Darsono dan Toso (1987)
di perairan terumbu karang gugus Pulau Pari, Pulau Seribu, Jakarta. Pengamat
mengumpulkan 300 ekor bulu babi, yang memiliki panjang diameter berkisar dari 47,30-
94,00 mm dengan rata-ratanya (64,50±7,90) mm. berat berkisar dari 55,40-325,00 gr dengan
rata-rata (134,20±43,00) gr. Ukuran tersebut membutuhkan tusukan yang lebih dalam untuk
mencapai lokasi pedicelaria bulu babi.
Dalam kasus ini, pasien segera membawa diri ke klinik terdekat dengan cara berjalan
kaki. Pada saat berjalan, kemungkinan bulu babi yang prominen masuk lebih dalam sehingga
pada saat penanganan perlu dilakukan tindakan lain untuk mengeluarkan bulu babi tersebut.
Penanganan yang dilakukan di klinik sudah tepat, namun tidak dilakukan pencukuran daerah
yang terkena dengan krim cukur. Pada kasus bulu babi yang pertama kali dilakukan adalah:
Pasien diberikan analgesik dan antibiotik sebagai profilaksis karena ditakutkan dapat
terjadi infeksi. seharusnya antibiotik diberikan atas indikasi adanya tanda-tanda infeksi
seperti luka yang terdapat pus.
Observasi dilakukan selama 2 jam, hal ini sudah sesuai teori. Karena pada bulu babi
tidak hanya dapat terjadi reaksi lokal, namun juga reaksi sistemik. Reaksi sistemik terjadi
akibat toksin yang terdapat pada pedicellaria. Toksin tersbeut dapat menyebabkan dyspnea,
kelemahan otot, aritmia jantung hingga kegagalan napas sehingga gejala tersebut harus
dilakukan observasi terlebih dahulu selama minimal 2 jam.