Anda di halaman 1dari 12

TUGAS AKHIR KEPANITERAAN KLINIK

MUATAN LOKAL: KEDOKTERAN KEPULAUAN


KASUS 1

Penyusun:

Brian Umbu Rezi Depamede (H1A212003)

Elina Indraswari (H1A012016)

Surya Meka Novita Sari (H1A212058)

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

BAGIAN MUATAN LOKAL


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
2017
Kasus 1

1. Mengidentifikasi kasus- kasus yang sering didapatkan di layanan primer (klinik pesisir,
puskesmas)

2. Mengidentifikasi kasus- kasus yang mampu ditangani di layanan primer, kendala


penanganan kasus di layanan primer dan kasus- kasus yang harus dirujuk (klinik pesisir,
puskesmas)

3. Mengenal fasilitas dan kesiapan layanan primer di daerah pesisir pantai

4. Mengetahui prosedur rujukan dari layanan primer ke tempat rujukan

Deskripsi dan Analisis Kasus

1. Identifikasi Kasus di Puskesmas dan Klinik Pesisir


Adapun kasus-kasus yang sering ditemukan, yaitu:
1.1 Puskesmas Pemenang
1.1.1 Kasus yang sering ditemukan
 Tenggelam
 Trauma akibat aktivitas di laut (terkena jangkar atau kail)
 Kasus THT, Demam, dan Diare
1.1.2 Seberapa sering kasus didapatkan ?
 Tenggelam tiga kali dalam 1 tahun terakhir
 Luka karena trauma seperti vulnus laseratum, vulnus appertum yang
disebabkan oleh boat yang pecah, terkena baling-baling ataupun kail saat
memancing terjadi beberapa kali dalam 1 tahun terakhir
 Kasus THT, diare dan demam merupakan kasus yang biasa ditemukan sehari-
hari di Puskesmas dan bukan hanya terkait dengan kegiatan di laut
1.2 Puskesmas Nipah

1.2.1 Kasus yang sering ditemukan Tertusuk bulu babi

 Trauma akibat hewan laut (Ikan)


 Trauma akibat aktivitas di laut (terkena jangkar atau kail)
 Tenggelam
 Kasus THT, Demam, dan Diare

1.2.2 Seberapa sering kasus didapatkan?


 Sengatan ubur-ubur dan bulu babi biasanya cukup sering dan terjadi malam
hari
 Luka tususk ec mata pancing juga cukup sering terjadi karena hampir sebagian
besar penduduk sekitar bermata pencaharian sebagai nelayan
 Tenggelam dalam satu tahun terakhir ada 2 kasus dan sudah dalam kondisi
meninggal

1.3 Pustu Gili Indah dan Klinik Swasta

1.3.1 Kasus yang sering ditemukan

 Sengatan ubur-ubur
 Tertusuk bulu babi
 Kasus THT: Otitis eksterna dan media
 Penyakit dekompresi tipe 1

1.3.2 Seberapa sering kasus didapatkan?


 Tenggelam dan DCS bisa terjadi sekali atau dua kali dalam 1 tahun terakhir.
Kasus ini cukup jarang dikarenakan biasanya turis mancanegara sudah dilengkapi
pengetahuan dan didampingi oleh mentor yang ahli dalam bidang menyelam
 Sengatan ubur-ubur dan bulu babi cukup sering terjadi. Adapun insiden sengatan
ubur-ubur sering pada bulan juni-agustus

2 Identifikasi Kasus yang Mampu Ditangani dan Dirujuk


2.1 Kasus yang mampu ditangani di layanan primer

Kasus-kasus yang mampu ditangani di layanan primer merujuk pada Peraturan Menteri
Kesehatan No. 5 tahun 2014 tentang 155 penyakit yang harus ditangani di pelayanan tingkat
pertama. Kasus yang sering ditemui di Puskemas Nipah dan Puskesmas Pemenang adalah
kasus THT (ISPA dan otitis eksterna media), kasus demam, dan kasus diare. Adapun kasus
yang berhubungan dengan aktivitas di pesisir pantai dan laut adalah trauma akibat jangkar
perahu dan kail. Kasus-kasus tersebut pada umumnya sudah dilakukan penanganan pertama
di puskesmas dan pasien tidak perlu dirujuk.

Kasus yang ditemukan di Puskesmas Pemenang, Puskesmas Nipah, Pustu Gili Indah
dan Klinik Blue Island merupakan kasus yang sering ditemukan di daerah pesisir. Kasus THT
atau otitis eksterna dan media yang merupakan kasus paling sering ditemukan merupakan
kasus yang bisa diakibatkan oleh aktivitas di laut, seperti berenang, snorkling ataupun diving.
Rendahnya higienitas, tingkat kelembaban, maupun masuknya air ke liang telinga merupakan
faktor predisposisi terjadinya otitis eksterna maupun media. Kasus tenggelam masih
ditemukan di puskesmas dan klinik tersebut, namun biasanya pasien dalam kondisi sudah
meninggal.

Adapun kasus-kasus yang ditemukan di Pustu Gili Indah dan Klinik Blue Island adalah
sengatan ubur-ubur, tertusuk bulu babi, otitis media dan eksterna, serta penyakit dekompresi
tipe 1. Penanganan untuk kasus-kasus tersebut telah dilakukan penanganan awal dan pasien
dapat pulang setelah dilakukan observasi.

Kasus akibat hewan laut seperti sengatan ubur-ubur dan tertusuk bulu babi masih sering
ditemukan di perairan sekitar Gili Indah karena secara umum Indonesia merupakan wilayah
distribusi tempat hidup hewan-hewan tersebut terlebih Indonesia merupakan negara
kepulauan.

Kasus DCS atau penyakit dekompresi merupakan penyakit yang masih ditemukan
meskipun tidak terlalu sering. Kasus yang sering terjadi adalah kasus DCS tipe 1 atau yang
mengalami gejala lokal seperti ruam kulit dan biasanya hanya butuh observasi dan tidak perlu
dirujuk. Hal ini karena wilayah Gili Indah merupakan wilayah perairan dengan keindahan
alam bawah laut, sehingga di wilayah ini berkembang pariwisata serta bisnis penyelaman.

2.2 Kendala penanganan kasus dan rujukan

Kendala yang ditemui pada saat penanganan pasien adalah ketersediaan alat yang
kurang lengkap dan obat-obatan yang kurang memadai. Sedangkan kendala yang ditemui saat
proses rujukan adalah pihak klinik perlu melakukan konfirmasi terlebih dahulu ke asuransi
yang menanggung pasien mancanegara, ketersediaan transportasi, serta permintaan pasien
dan keluarga.
2.3 Kasus yang perlu dirujuk

Kasus-kasus yang perlu dirujuk seringkali adalah kasus-kasus yang perlu dilakukan
pemeriksaan lanjutan dan penanganan definitif, seperti penyakit dekompresi tipe 2 yang
membutuhkan terapi hiperbarik dan pasien trauma multipel yang membutuhkan tindakan
operasi.

Adapun kasus-kasus lain yang sering dirujuk adalah dari wilayah Pustu Gili Indah
yang merupakan kasus dari penduduk lokal seperti kasus obstetrik, trauma serta kasus demam
yang membutuhkan pemeriksaan lanjutan.

3. Fasilitas dan Kesiapan Layanan Primer di Daerah Pesisir Pantai

3.1 Fasilitas di Puksemas Nipah

3.1.1 Obat-obatan
 Epinefrin
 Diphenhidramin
 Aminophilin
 Furosemide
 Lidokain
3.1.2 Peralatan
 Ambu bag
 Oksigen
 Spuit
 Kanul oksigen + sungkup
 Endotrakeal tube
 Handscoon
 Infus set
 Minor set
 Suction
3.1.3 Alat transportasi khusus
 Ambulance darat (mobil)
3.2 Fasilitas di Pustu Gili Trawangan

3.2.1 Obat-obatan
 Epinefrin
 Furosemide
 Diphenhidramin
 Aminofilin, dan obat-obatan simptomatis lainnya.

3.2.2 Peralatan

 Oksigen
 Kanul Oksigen
 Ambubag
 Minor set
 IV line set

3.2.3 Alat Transportasi Khusus

 Gerobak roda 2

3.3 Fasilitas di Klinik Swasta

3.3.1 Obat-obatan
Epinefrin, Furosemide, Diphenhidramin, Aminofilin, Kalsium Glukonas,
Mannitol, Lidokain dan obat-obatan simtomatis lainnya seperti analgetik, antibiotik,
muscle relaxant, dll.

Gambar 1.1 Obat-obatan


3.3.2 Peralatan
Oksigen, Kanul Oksigen, Non Re-Breathing Mask, Ambubag, Minor set, IV
line set, Monitor EKG portabel, Inhaler, Peralatan laboratorium (Darah Lengkap,
Urinalisis, NS-1, dan Malaria)

Gambar 1.2 Ruangan perawatan

Gambar 1.3 Laboratorium Klinis

Gambar 1.4 Monitor EKG Portable


3.3.3 Alat Transportasi
 Ambulans air
Ambulans air digunakan dalam transportasi pasien antar gili (trawangan, air, dan
meno)

Gambar 1.5
Ambulans air

 Alat Transportasi Darat


Meliputi brankar pasien, kursi roda, dan sepeda listrik

Gambar 1.6 Alat Transportasi Darat


 Alat Transportasi Udara
Meliputi helikopter dengan tujuan perujukan tersering ialah RS Sanglah Bali.
Gambar 1.7 Helipad sebagai titik pendaratan helikopter di G. Trawangan

4. Mengetahui prosedur rujukan dari layanan primer ke tempat rujukan

4.1 Alur Rujukan

Pustu Gili  Puskesmas Nipah RSUD KLU Tanjung  RSUD Provinsi NTB

Alur rujukan ini tidak berlaku dalam kasus emergensi, alur rujukan bisa menjadi:

1) Puskesmas Nipah RSUD Kota Mataram


2) Klinik Swasta Pesisir  RSUD Kota Mataram/ RS Harapan Keluarga/ Bali Medical
Clinic
Pasien yang berasal dari Klinik Swasta dibawa dengan pilihan transportasi air ataupun
udara dengan tujuan tersering melalui udara adalah Bali Medical Clinic, RSUD
Sanglah Bali ataupun negara asal dari pasien tersebut. Sedangkan daerah tujuan
rujukan dengan menggunakan metode transportasi darat adalah RS Harapan Keluarga
dan RSUD Provinsi NTB

4.2 Hal yang Dipertimbangkan dalam Merujuk Pasien

Hal hal yang harus dipertimbangkan dalam merujuk pasien antara lain:

 Kondisi umum pasien


Kondisi umum pasien sebelum dirujuk harus stabil ABCD
 Ketersediaan transportasi
Transportasi yang digunakan harus memadai dari sisi kemanan untuk pasien
agar tidak terjadi perburukan kondisi, minimal alat transportasi air yang
memadai misalnya dengan menggunakan kapal kayu dengan tujuan.
Pelabuhan Bangsal, harus dilengkapi dengan ruangan yang datar dan keras,
disertai tabung oksigen, dan seorang dokter/perawat yang mendampingi pasien
ke Puskesmas Nipah atau RSUD Tanjung sebagai tujuan perujukan.
Adapun transportasi yang digunakan pada klinik swasta cukup memadai
namun membutuhkan biaya yang besar. Klinik Blue Island terletak di wilayah
Hotel Villa Ombak yang memiliki fasilitas pelabuhan sendiri serta Landasan
helicopter. Dermaga yang tidak permanen menjadikan proses evakuasi pasien
ke Ambulan Speed Boat sedikit terhambat, hal ini perlu diperhatikan terutama
saat cuaca buruk. Untuk landasan helicopter tergantung asuransi yang
membiayai serta kondisi cuaca yang memungkinkan helicopter untuk take off
ke tempat tujuan rujukan.
 Persetujuan keluarga pasien
 Kondisi Cuaca dan waktu
speed boat Diatas jam 5 sore tidak bisa ke bali
ke Lombok masih bisa tapi dengan speedboat
penggunaan helicopter tidak bisa diatas jam 5 sore

4.3 Aspek Administratif dalam Merujuk Pasien

 Pasien BPJS
Kartu BPJS, beserta surat rujukan pasien dari Pustu atau Puskesmas yang
berisi anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien, diagnosis, serta terapi yang
sudah diberikan kepada pasien.
 Pasien non BPJS
Asuransi kesehatan yang dimiliki oleh pasien (Negeri/Swasta), surat rujukan
pasien dari klinik swasta yang berisi anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien,
diagnosis, serta terapi yang sudah diberikan kepada pasien
Contoh Kasus

Laki-laki 28 tahun, Turis Mancanegara asal Belanda berlibur ke Gili Terawangan.


Pasien ingin melakukan Snorckling di 3 Gili. Saat sedang melakukan snorckling pasien kaget
karena tiba-tiba pasien merasakan nyeri pada telapak kaki kiri karena terinjak benda tajam.
Pasien melihat terdapat benda tajam berwarna kehitaman diantara terumbu karang. Pasien
segera kembali ke tepi pantai dan mencari klinik terdekat.

Pasien datang ke Blue Island klinik dengan berjalan kaki, keadaan umum baik, tidak
ada permasalah pada jalan napas, pernapasan maupun sirkulasi pasien. Pasien dalam keadaan
sadar penuh. Pasien mengeluh nyeri pada telapak kaki kiri, edema (+), berwarna kemerahan
disekitar bulu babi prominen. Di Klinik dilakukan pembersihan dengan NaCl 0,9% kemudian
dilakukan pencabutan bulu babi prominen yang ada di telapak kaki pasien. Adapun pada bulu
babi yang tertusuk terlalu dalam dan tidak prominen dilakukan penepukan pada daerah yang
tertusuk. Pasien kemudian diperbolehkan pulang setelah observasi setelah 2 jam dan
diberikan obat antibiotik dan analgesik oral.

Analisa Kasus

Kasus bulu babi merupakan kasus yang sering terjadi di Indonesia. Bulu babi hidup di
ekosistem terumbu karang (zona pertumbuhan alga) dan lamun. Bulu babi ditemui dari
daerah intertidal sampai kedalaman 10 m dan merupakan penghuni sejati laut dengan batas
toleransi salinitas antara 30-34 ‰ . Hyman (1955) dalam Ratna (2002) menambahkan bahwa
bulu babi termasuk hewan benthonic, ditemui di semua laut dan lautan dengan batas
kedalaman antara 0-8000 m. Karena echinoide memiliki kemampuan beradaptasi dengan air
payau lebih rendah dibandingkan invertebrate lain. Kebanyakan bulu babi beraturan hidup
pada substrat yang keras, yakni batu-batuan atau terumbu karang dan hanya sebagian kecil
yang menghuni substrat pasir dan Lumpur. Sehingga dalam kasus ini, sangat mungkin terjadi
kasus tertusuk bulu babi karena dalam kegiatan snorckling pasien sempat menginjak sekitar
karang.

Pada pasien hanya terjadi nyeri lokal. Hal ini terjadi karena tusukan bulu babi tidak
terlalu dalam sehingga belum mencapai pediselaria. Pada penelitian Darsono dan Toso (1987)
di perairan terumbu karang gugus Pulau Pari, Pulau Seribu, Jakarta. Pengamat
mengumpulkan 300 ekor bulu babi, yang memiliki panjang diameter berkisar dari 47,30-
94,00 mm dengan rata-ratanya (64,50±7,90) mm. berat berkisar dari 55,40-325,00 gr dengan
rata-rata (134,20±43,00) gr. Ukuran tersebut membutuhkan tusukan yang lebih dalam untuk
mencapai lokasi pedicelaria bulu babi.

Dalam kasus ini, pasien segera membawa diri ke klinik terdekat dengan cara berjalan
kaki. Pada saat berjalan, kemungkinan bulu babi yang prominen masuk lebih dalam sehingga
pada saat penanganan perlu dilakukan tindakan lain untuk mengeluarkan bulu babi tersebut.
Penanganan yang dilakukan di klinik sudah tepat, namun tidak dilakukan pencukuran daerah
yang terkena dengan krim cukur. Pada kasus bulu babi yang pertama kali dilakukan adalah:

- Cuci dengan cairan NaCl 0,9%


- Cabut spine bulu babi sesegera mungkin
- Hilangkan pedicellaria dengan cukur dank rim cukur
- Tidak menutup luka
- Pemberian analgesic atau antibiotik jika diperlukan

Pasien diberikan analgesik dan antibiotik sebagai profilaksis karena ditakutkan dapat
terjadi infeksi. seharusnya antibiotik diberikan atas indikasi adanya tanda-tanda infeksi
seperti luka yang terdapat pus.

Observasi dilakukan selama 2 jam, hal ini sudah sesuai teori. Karena pada bulu babi
tidak hanya dapat terjadi reaksi lokal, namun juga reaksi sistemik. Reaksi sistemik terjadi
akibat toksin yang terdapat pada pedicellaria. Toksin tersbeut dapat menyebabkan dyspnea,
kelemahan otot, aritmia jantung hingga kegagalan napas sehingga gejala tersebut harus
dilakukan observasi terlebih dahulu selama minimal 2 jam.

Anda mungkin juga menyukai