Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi sehat emosional, psikologis, dan

sosial yang terlihat dari hubungan interpersonal yang memuaskan perilaku dan

koping individu yang efektif, konsep diri yang positif dan kestabilan emosional.

Kesehatan jiwa juga mempunyai sifat yang harmonis dan memperhatikan semua

segi dalam kehidupan manusia dalam berhubungan dengan manusia lainnya

yang akan mempengaruhi perkembangan fisik,mental, dan sosial individu secara

optimal yang selaras dengan perkembangan masing-masing individu (Videbeck,

2008).

Gangguan jiwa merupakan bentuk penyimpangan perilaku akibat adanya

distrosi emosi sehingga ditemukan ketidak-wajaran dalam bertingkah laku. Hal

ini terjadi karena menurunnya semua fungsi kejiwaan (Nasir & Muhith, 2011

dalam Jaya 2015). Kriteria umum dari gangguan jiwa meliputi beberapa hal yaitu

adanya ketidakpuasan dengan karakteristik, kemampuan dan prestasi diri,

hubungan yang tidak efektif atau tidak memuaskan, tidak puas hidup didunia,

koping yang tidak efektif terhadap peristiwa, tidak terjadi pertumbuhan

kepribadian, terdapat perilaku yang tidak diharapkan (Videbeck, 2008 dalam

Jaya, 2015).

Tanda dan gejala gangguan jiwa bisa dilihat dari adanya gangguan

kognitif, gangguan perhatian, gangguan ingatan, gangguan asosiasi, gangguan

pertimbangan, gangguan pikiran, gangguan kesadaran, gangguan kemauan,

gangguan emosi dan afek. Emosi dan afek itu dapat di artikan dengan suatu
1
2

pengalaman yang sadar dan memberikan pengaruh pada aktivitas

tubuh serta menghasilkan sensasi organic dan kinestik dan afek itu sendiri yaitu

kehidupan perasaan atau nada perasaan emosional seseorang, menyenangkan

atau tidak, menyertai suatu pikiran, bisa berlangsung lama dan jarang disertai

komponen fisiologis. dan tanda yang terakhir adanya gangguan psikomotor yaitu

gerakan tubuh yang dipengaruhi oleh emosi jiwa (Fitria, 2010).

Salah satu bentuk gangguan jiwa adalah skizofrenia. Skizofrenia adalah

suatu penyakit yang mempengaruhi otak dan menyebabkan timbulnya pikiran,

persepsi, emosi, gerakan, dan perilaku yang aneh dan terganggu. Skizofrenia

tidak dapat didefinisikan sebagai penyakit tersendiri, melainkan diduga sebagai

suatu syndrome atau proses penyakit yang mencakup banyak jenis dengan

berbagai gejala (Videbeck, 2008)

Skizofrenia merupakan gangguan psikiatrik yang ditandai dengan

disorganisasi pola pikir yang signifikan dan dimanifestasikan dengan masalah

komunikasi dan kognisi, gangguan persepsi terhadap realitas yang

dimanifestasikan dengan halusinasi dan waham serta terkadang ditandai dengan

penurunan fungsi yang berlebihan (O’brien, 2014).

Secara general gejala skizofrenia di bagi menjadi 2 (dua), yaitu gejala

positif dan negatif. Gejala positif seperti halusinasi dan waham menunjukan

gangguan fungsi otak. Klien dapat salah mengartikan persepsi atau pengalaman

mereka. Proses fikir yang terdistorsi dan berlebih-lebihan dapat menimbulkan

waham (keyakinan yang salah). Isi waham dapat berupa rasa curiga hingga

waham kebesaran. Klien sering kali mengalami waham curiga dan merasa

seolah-olah mereka diikuti, disiksa. Diejek atau dimata-matai. Gejala negatif


3

utama adalah harga diri rendah, alogia, avolition, anhedonia dan masalah

perhatian. Klien yang menunjukan harga diri rendah memiliki ekspresi wajah

yang tampak tidak bergerak, seperti topeng, tidak responsif dan klien tersebut

juga memiliki kontak mata yang buruk (O’Brien, 2014).

Harga Diri Rendah (HDR) adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti

dan rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadap diri

sendiri atau kemampuan diri. Adanya perasaan hilang kepercayaan diri, merasa

gagal karena tidak mampu mencapai keinginan sesuai ideal diri (Keliat, 2008)

(Keliat, 2008) Tindakan untuk klien harga diri rendah secara pribadi, juga

untuk keluarga dan komunitas di lingkungan klien tinggal. Terapi yang diberikan

tetap dengan menggunakan tindakan keperawatan generalis ditambang dengan

tindakan berupa terapi kognitif untuk individu. Terapi tersebut akan diuraikan

sebagai berikut: klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang

dimiliki, klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan, klien dapat

menetapkan atau memilih kegiatan yang sesuai dengan kemampuan, klien dapat

melatih kegiatan yang sudah dipilih sesuai kemampuan, klien dapat

merencanakan kegiatan yang sudah dilatihnya. Untuk itu perawat sebagai bagian

dari tim kesehatan mempunyai peranan penting untuk memecahkan masalah

yang dihadapi klien dengan HDR, yang menggunakan proses keperawatan.

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Memberikan gambaran asuhan keperawatan pada klien dengan harga

diri rendah.
4

2. Tujuan Khusus

Setelah melakukan asuhan keperawatan penulis mampu :

a. Memberikan gambaran mengenai pengkajian pada klien dengan

harga diri rendah.

b. Menggambarkan analisa data berdasarkan hasil pengkajian pada

klien dengan harga diri rendah.

c. Menggambarkan perumusan diagnosa keperawatan jiwa sesuai

dengan analisa data.

d. Menggambarkan implementasi pada klien dengan harga diri

rendah.

e. Menggambarkan evaluasi tindakan keperawatan pada klien

dengan harga diri rendah.

f. Melakukan analisa proses asuhan keperawatan pada klien dengan

harga diri rendah.

g. Mendokumentasikan tindakan keperawatan yang telah dilakukan

pada klien dengan harga diri rendah.

C. Kerangka Penulisan

1. Pengumpulan Data

a) Observasi

Observasi akan dilakukan pada klien dengan harga diri rendah

untuk mendapatkan data objektif tentang harga diri rendah dan

mengevaluasi perkembangan.

b) Wawancara
5

Wawancara dilakukan untuk mendapatkan data subjektif mengenai

harga diri rendah yang dialami klien untuk memberikan asuhan

keperawatan dalam bentuk komter dan TAK, wawancara ini

dilakukan untuk mengetahui perkembangan klien.

c) Studi Kepustakaan

Pengumpulan data yang dilakukan melalui beberapa sumber

secara langsung untuk memenuhi jawaban mengenai proses

asuhan keperawatan.

d) Studi dokumentasi

Kejadian yang ada hubungannya dengan kasus yang diterangkan

pada klien harga diri rendah.

2. Tempat dan Waktu

Pelaksanaan pengambilan data yang dimulai dari pengkajian sampai

dengan evaluasi di lakukan di RSJ Provinsi Jawa Barat.

3. Manfaat Penulisan

a) Teoritis

Merupakan sumbangan ilmu pengetahuan khususnya dalam

asuhan keperawatan jiwa pada klien dengan skizofrenia

hebefrenik akibat harga diri rendah.

b) Praktis

(1) Bagi Profesi Keperawatan

Menggambarkan asuhan keperawatan jiwa pada klien dengan

skizofrenia hebefrenik akibat harga diri rendah yang sesuai

dengan teori yang ada.


6

(2) Bagi Institusi Pendidikan

Untuk menambah bahan dan referensi bacaan dalam bidang

Ilmu Keperawatan Jiwa khususnya dalam penanganan klien

dengan skizofrenia hebefrenik akibat harga diri rendah.

(3) Bagi Penulis Lain

Mengaplikasikan mata kuliah keperawatan jiwa dengan

pemberian asuhan keperawatan jiwa pada klien dengan

skizofrenia hebefrenik akibat harga diri rendah.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP SKIZOFRENIA

1. Pengertian Skizofrenia

Skizofrenia adalah sebagai penyakit neurologis yang

mempengaruhi persepsi klien, cara berpikir, bahasa dan emosi dan

perilaku soasialnya (Yosef, 2009)

Skizofrenia adalah suatu penyakit yang memengaruhi otak dan

menyebabkan timbulnya fikiran, persepsi, emosi, gerakan dan perilaku

yang aneh dan terganggu. Skizofrenia tidak dapat didefiniskan sebagai

penyakit tersendiri, melainkan diduga sebagai suatu sindrom atau proses

penyakit yang mencakup banyak jenis dengan berbagai gejala (Videbeck,

2008)

Skizofrenia adalah gangguan jiwa yang memiliki berbagai tanda

dan gejala dan skizofrenia merupakan penyakit yang dapat dipengaruhi

dengan obat (Videbeck, 2008).

2. Penyebab Skizofrenia

Sampai saat ini penyebab skizofrenia masih belum jelas dan masih

dalam penelitian para ahli. Penelitian ilmiah terbaru mulai menunjukan

bahwa skizofrenia adalah akibat suatu tipe disfungsi otak (Videbeck,

2008).

Berikut ini adalah area-area minat dan penelitian saat ini :

a. Faktor Genetik

Kebanyakan penelitian genetik berfokus pada keluarga

terdekat, seperti orang tua, saudara kandung dan anak cucu


7
8

untuk melihat apakah skizofrenia diwariskan atau diturunkan

secara genetik. Penelitian yang paling penting memusatkan

pada penelitian anak kembar yang menunjukan bahwa kembar

identik beresiko mengalami gangguan jiwa sebesar 50%.

Penelitian penting lain menunjukan bahwa anak yang memiliki

satu orang tua biologis penderita skizofrenia memiliki resiko

15%. Angka ini meningkat sampai 35% jika kedua orang tua

biologis menderita skizofrenia. Semua penelitian ini

menunjukan bahwa ada resiko genetik atau kecenderungan

skizofrenia, tetapi bukan satu-satunya faktor.

b. Faktor Neuroanatomi dan Neurokimia

Dengan perkembangan teknik pencitraan nonin vasive, seperti

CT Scan dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) dalam 25

tahun terakhir, para ilmuan mampu meneliti struktur otak

(neuroanatomi) dan aktivitas otak (neurokimia) individu

penderita skizofrenia. Penelitian menunjukan bahwa individu

penderita skizofrenia memiliki jaringan otak yang relatif sedikit,

hal ini dapat memperlihatkan suatu kegagalan perkembangan

atau kehilangan jaringan selanjutnya. Riset secara konsisten

menunjukan penurunan volume otak dan fungsi otak yang

abnormal pada area temporal dan frontal individu penderita

skizofrenia. Patologi ini berkolerasi dengan tanda-tanda positif

(lobus temporalis) seperti psikosis dan (lobus frontalis) dengan

tanda-tanda negatif seperti tidak memiliki kemauan atau


9

motivasi dan anhedonia. Penelitian neurokimia secara

konsisten memperlihatkan adanya perubahan sistem

neurotransmitter otak pada individu penderita skizofrenia. Teori

neurokimia yang paling terkenal saat ini mencakup dopamin

dan serotonin. Satu teori yang terkenal memperlihatkan

kelebihan dopamin sebagai faktor penyebab. Teori tentang

serotonin memperlihatkan bahwa serotonin memiliki efek pada

dopamin yang membantu mengontrol kelebihan dopamin.

c. Faktor Imunologi

Baru-baru ini para peneliti memfokuskan intervensi pada ibu

hamil sebagai kemungkinan penyebab awal skizofrenia.

Epidemik flu diikuti dengan peningkatan kejadian skizofrenia di

Inggris, Wales, Denmark, Finlandia dan negara-negara lain.

Suatu penelitian terkini yang diterbitkan di New England

Journal of Medicine melaporkan angka kejadian skizofrenia

lebih tinggi pada anak yang lahir di daerah padat dengan cuaca

dingin, yaitu kondisi yang memungkinkan gangguan

pernafasan.

d. Faktor Perkembangan

Ahli teori Sullivan dan Erikson mengemukakan bahwa

kurangnya perhatian yang hangat dan penuh kasih sayang di

tahun-tahun awal kehidupan berperan dalam menyebabkan

kurangnya identitas diri, salah interpretasi terhadap realitas dan

menarik diri dari hubungan sosial pada penderita skizofrenia


10

e. Proses Terjadinya Skizofrenia

Di dalam otak terdapat milyaran sambungan sel, setiap

sambungan sel menjadi tempat untuk meneruskan maupun

menerima pesan dari sambungan sel yang lain.sambungan

tersebut melepaskan zat kimia yang di sebut neurotransmitters

yang membawa pesan dari ujung sambungan sel yang satu ke

ujung.

3. Tanda dan Gejala Skizofrenia

O’Brien (2014) Secara general gejala skizofrenia di bagi menjadi 2

(dua), yaitu gejala positif dan negatif.

a. Gejala Positif

Gejala positif seperti halusinasi dan waham menunjukan gangguan

fungsi otak. Klien dapat salah mengartikan persepsi atau

pengalaman mereka. Klien yang mengalami halusinasi menunjukan

perubahan persepsi. Meskipun dapat terjadi pada semua modalitas

sensori – Audiotori, visual, olfaktori, gustatory, kinestetik dan taktil

namun, halusinasi pendengaran lebih sering terjadi pada klien

skizofrenia. Klien yang mengalami halusinasi pendengaran

biasanya melaporkan mendengar suara-suara (pria atau wanita)

yang berbeda dan kadang “bicara” dalam kalimat penuh atau

bisikan. Klien yang mengalami halusinasi penglihatan dapat

mengeluh melihat kalajengking yang merayap di dinding atau


11

orang-orang yang mengejar mereka. Halusinasi pengecapan,

penciuman dan perabaan biasanya timbul akibat penyakit medis

atau penyalahgunaan zat bukan skizofrenia. Halusinasi penciuman

dan pengecapan sering kali dialami bersamaan dan berkaitan

dengan gangguan medis, seperti tumor otak.

Proses fikir yang terdistorsi dan berlebih-lebihan dapat

menimbulkan waham (keyakinan yang salah). Isi waham dapat

berupa rasa curiga hingga waham kebesaran. Klien sering kali

mengalami waham curiga dan merasa seolah-olah mereka diikuti,

disiksa. Diejek atau dimata-matai. Klien juga dapat mengalami

waham rujukan dan menyatakan bahwa lagu atau siaran radio

merujuk pada diri dan situasi mereka. Waham kebesaran terutama

berkaitan dengan skizofrenia. Klien dapat meyakini bahwa ia

merupakan orang yang berkuasa, seperti Yesus Kristus. Klien lain

dapat meyakini bahwa mereka “kemasukan” alien dan alien

tersebut mengendalikan diri mereka melalui gelombang listrik atau

pikiran. Tema waham kemungkinan bergantung pada budaya.

Klien pada masyarakat saat ini cenderung memilih figur yang

berkuasa yang mereka kenal. Validasi pengalaman sosiokultural

dan agama sangat penting.

b. Gejala Negatif

Gejala negatif utama adalah afek datar, alogia, avolition, anhedonia

dan masalah perhatian. Klien yang menunjukan afek datar memiliki

ekspresi wajah yang tampak tidak bergerak, seperti topeng, tidak


12

responsif dan klien tersebut juga memiliki kontak mata yang buruk.

Klien alogia berespon singkat, dan pola bicara spontan mereka

terbatas; isi pikiran, yang tercermin dalam bicara yang tidak lancar

dan penggunaan bahasa yang kurang memadai, menurun. Klien

yang mengalami avolition tidak mampu memulai dan

menyelesaikan aktivitas yang memiliki tujuan dan dapat mengalami

masalah dalam melakukan aktivitas serta menyelesaikan tugas.

Mereka dapat duduk di satu area dan menunjukan sedikit

ketertarikan terhadap sekitar. Keluarga dapat melaporkan bahwa

klien tampak menjauh dari percakapan dan aktivitas keluarga. Klien

anhedonia mengalami ketidakmampuan menikmati atau

merasakan kesenangan dalam aktivitas yang biasanya

menyenangkan. Efek gejala negatif pada fungsi klien sering kali

merupakan kekhawatiran utama keluarga.

4. Tipe – Tipe Skizofrenia

(O’Brien, 2014), The Diagnostic and Statistical Manual of Mental

Disorder, Fourth Edition, Text Revision (DSM-IV-TR) mengelompokkan

skizofrenia menjadi beberapa subtipe, yaitu :

a. Tipe Paranoid

Skizofrenia paranoid terjadi pada tahap perkembangan lanjut dan

prognosisnya lebih baik dibanding subtipe lain. Klien biasanya tetap

mandiri dan beberapa diantara mereka mampu pergi kerja. Pada fase akut

waham dan halusinasi dapat menonjol. Waham biasanya berupa waham

curiga, kebesaran ataupun keduanya namun cenderung terarah pada satu


13

tema. Halusinasi biasanya menyertai waham. Klien dapat ansietas, marah,

menyendiri, argumentatif, dapat menunjukan gejala superioritas dan emosi

yang intens atau watak yang keras. Klien dapat sangat hati-hati dan curiga

terhadap orang lain.

b. Tipe Hebefrenik

Tipe hebefrenik ditandai dengan awitan usia dini, biasanya saat pubertas.

Gambaran utama mencakup inkoheren, asosiasi buruk dan disorganisasi

perilaku yang sangat parah. Afek klien tampak tumpul dan labil.

c. Tipe Katatonik

Perubahan perilaku secara drastis dan cepat, mulai dari menarik diri total

hingga sangat heboh, sering kali terlihat pada tipe katatonik. Pada fase

menarik diri, klien tampak stupor, mengalami kakuan otot, mutisme,

blocking, negativisme dan katalepsi. Pada tahap sangat heboh, klien

menunjukan perilaku takterarah dan impulsif yang dapat berakibat pada

kekerasan. Klien juga dapat mengalami ekolalia (meniru pola bicara atau

suara) dan ekopraksia (meniru gerakan orang lain).

d. Tipe Residual

Pada tipe residual, klien telah terdiagnosis skizofrenia, tetapi saat ini tidak

menunjukan gejala positif. Tipe ini merupakan sisa-sisa (residu) dari gejala

skizofrenia yang tidak begitu menonjol. Misalnya alam perasaan yang

tumpul dan mendatar serta tidak serasi, penarikan diri dari pergaulan

sosial, tingkah laku eksentrik, pikiran tidak logis dan tidak rasional.

e. Tipe Tak Tergolongkan


14

Tipe ini tidak dapat dimasukkan dalam tipe-tipe yang telah diuraikan hanya

gambaran klinisnya terdapat inkoherensi atau tingkah laku kacau.

5. Patofisiologi Skizofrenia

Di dialam otak terdapat sambungan sel. Setiap sambungan sel

menjadi tempat untuk meneruskan maupun menerima pesan dari

sambungan sel yang lain. Sambungan sel tersebut melepaskan zat kimia

yang disebut neurotransmitter yang membawa pesan dari ujung

sambungan sel yang satu ke sambungan sel yang lain. Di dalam otak

yang terserang skizofrenia (schizophrenia), terdapat kesalahan atau

kerusakan pada sistem komunikasi tersebut.

Bagi keluarga dengan penderita skizofrenia di dalamnya, akan

mengerti dengan jelas apa yang dialami penderita skizofrenia dengan

membandingkan otak dengan telepon. Pada orang normal, sistem switch

pada otak bekerja dengan normal. Sinyal-sinyal persepsi yang datang

dikirim kembali dengan sempurna tanpa ada gangguan sehingga

menghasilkan perasaan, pemikiran, dan akhirnya melakukan tindakan

sesuai kebutuhan saat itu. Pada otak klien skizofrenia, sinyal-sinyal yang

dikirim mengalami gangguan sehingga tidak berhasil mencapai

sambungan sel yang dituju.


15

Skizofrenia (schizophrenia) terbentuk secara bertahap dimana

keluarga maupun klien tidak menyadari ada sesuatu yang tidak beres

dalam otaknya dalam kurun waktu yang lama. Kerusakan yang perlahan-

lahan ini yang akhirnya menjadi skizofrenia yang tersembunyi dan

berbahaya. Gejala yang timbul secara perlahan-lahan ini bisa saja

menjadi schizophrenia acute. Periode skizofrenia akut adalah gangguan

yang sangat singkat dan kuat, yang meliputi halusinasi, penyesatan

pikiran (delusi), dan kegagalan berpikir. Kadang kaya skizofrenia

menyerang scara tiba-tiba. Perubahan perilaku yang sangat dramatis

terjadi dalam beberapa hari atau minggu. Serangan yang mendadak

selalu memicu terjadinya periode akut secara tepat. Beberapa penderita

mengalami gangguan seumur hidup, tapi banyak juga bisa kembali hidup

secara normal dalam periode akut tersebut. kebanyakan didapati bahwa

mereka dikucilkan, menderita depresi yang hebat , dan tidak dapat

berfungsi sebagaimana layaknya orang normal dan lingkungannya.

Dalam beberapa kasus serangan dapat meningkat menjadi apa yang

disebut skizofrenia kronis. Klien menjadi buas, kehilangan karakter

sebagai manusia dalam kehidupan sosial, tidak memiliki motivasi sama

sekali dan tidak memiliki kepekaan tentang perasaannya sendiri (Yosep,

2010).

B. HARGA DIRI RENDAH

1. Definisi

Harga Diri Rendah (HDR) adalah perasaan tidak berharga, tidak

berarti dan rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif
16

terhadap diri sendiri atau kemampuan diri. Adanya perasaan hilang

kepercayaan diri, merasa gagal karena tidak mampu mencapai keinginan

sesuai ideal diri (Keliat, 2008)

Harga diri rendah adalah semua pemikiran, kepercayaan, dan

keyakinan yang merupakan pengetahuan individu tentang dirinya dan

mempengaruhi hubungannya dengan orang lain. Harga diri terbentuk

waktu lahir tetapi dipelajari sebagai hasil pengalaman unik seseorang

dalam dirinya sendiri, dengan orang terdekat dan realitas dunia (Stuart,

2006)

Keliat B.A mendefinisikan harga diri rendah adalah penilaian

tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku

sesuai dengan ideal diri. Perasaan tidak berharga, tidak berarti dan

rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri

sendiri dan kemampuan diri (Fajariyah, 2012)

2. Penyebab Harga Diri Rendah (Fitria, 2009)

1. Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi terjadinya harga diri rendah adalah penolakan orng

tua yang tidak realistis, kegagalan berulang kali, kurang mempunyai

tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain ideal diri

yang tidak realistis.

2. Faktor Presipitasi

Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah biasanya adalah

hilangnya sebagian tubuh, perubahan penampilan/bentuk tubuh,

mengalami kegagalan serta menurunnya produktivitas.


17

3. Respon Harga Diri

Gambar 2.1 Rentang Respon Harga Diri

Rentang Respon Harga Diri

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Aktualisasi Konsep Diri Harga Diri Keracunan Depersonalisasi


Diri Rendah Rendah Identitas

1. Aktualisasi Diri

Pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan latar belakang

pengalaman nyata yang sukses dan dapat diterima.

2. Konsep Diri Positif

Apabila individu mempunyai pengalaman yang positif dalam

beraktualisasi diri dan menyadari hal-hal positif maupun yang negatif

dari dirinya.

3. Harga Diri Rendah

Individu cenderung untuk menilai dirinya negatif dan merasa lebih

rendah dari orang lain.

4. Kerancuan Identitas

Kegagalan individu mengintegrasi aspek-aspek identitas masa kanak-

kanak keadalam kematangan aspek psikososial kepribadian pada

masa dewasa yang harmonis.


18

5. Depersonalisasi

Perasaan yang tidak realitas dan asing terhadap diri sendiri yang

berhubungan dengan kecemasan, kepanikan serta tidak dapat

membedakan dirinya dengan orang lain.

Konsep diri terdiri dari lima komponen (Dalami, 2014).

1. Citra tubuh

Citra tubuh adalah sikap, persepsi, keyakinan dan pengetahuan

individu secara sadar atau tidak sadar terhadap tubuhnya yaitu ukuran,

bentuk, struktur, fungsi, keterbatasan, makna dan objek yang kontak

secara terus-menerus (anting, make-up, kontak lensa, pakaian, kursi

roda) baik masa lalu maupun masa sekarang.

2. Ideal diri

Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana dia harus

berperilaku berdasarkan standar, tujuan, keinginan atau nilai pribadi

tertentu. Sering disebut bahwa ideal diri sama dengan cita-cita,

keinginan, harapan tentang diri sendiri

3. Harga diri (self-esteem)

Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan

menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri.

Pencapaian ideal diri atau cita-cita/harapan langsung menghasilkan

persaan berharga.

4. Identitas diri

Identitas adlaah kesadaran akan keunikan diri sendiri yang bersumber

dari penilaian dan observasi diri sendiri. Identitas ditandai dengan


19

kemampuan memandang diri sendiri beda dengan orangg lain,

mempunyai percaya diri, dapat mengontrol diri, mempunyai persepsi

tentang peran serta citra-diri.

5. Peran

Peran adalah sebagai seperangkat perilaku yang diharapkan serta

sosial yang berhubungan dengan fungsi individu pada berbagai

kelompok sosial, tiap individu mempunyai berbagai peran yang

terintegrasi dalam pola fungsi individu.

4. Mekanisme Koping

a. Pertahankan Jangka Pendek

Aktifitas yang dapat memberikan pelarian sementaradan krisis,

misalnya : kerja keras, nonton, dan lain-lain.

Aktifitas yang dapat memberikan identitas pengganti sementara,

misalnya : kompetisi pencapaian akademik.

Aktifitas yang mewakili upaya jarak pendek untuk membuat

masalah identitas menjadi kurang berarti dalam kehidupan,

misalnya : penyalahgunaan obat.

b. Pertahankan Jangka Panjang

 Penutupan Identitas

Adopsi identitas prematur yang diinginkan oleh orang yang

penting bagi individu tanpa memperhatikan keinginan,

aspirasi, potensi dari individu.

 Identitas Negatif
20

Asumsi identitas yang tidak wajar untuk dapat diterima oleh

nilai-nilai harapan masyarakat.

5. Mekanisme Ego

 Fantasi

 Dissosiasi

 Isolasi

 Proyeksi

 Displacement

 Marah/amuk pada diri sendiri.

6. Sumber Koping

Sumber koping merupakan suatu evaluasi terhadap pilihan koping

dan strategi seseorang. Individu dapat mengatasi stress dan ansietas

dengan menggunakan sumber koping yang ada dilingkungannya.

Sumber koping tersebut dijadikan sebagai modal untu menyelesaikan

masalah. Dukungan sosial dan keyakinan budaya dapat membantu

seseorang mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stress dan

mengadopsi strategi koping yang efektif (Fitria, 2009).

7. Pohon Masalah

Gangguan konsep diri : Harga Diri Rendah

Isolasi Sosial : Menarik Diri

Resiko Perilaku Kekerasan


21

Perubahan persepsi sensori : Halusinasi

Gambar 2.2 Pohon Masalah Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah

8. Tanda dan Gejala Harga Diri Rendah

1) Perasaan malu terhadap dirinya sendiri akibat peyakit dan akibat

tindakan terhadap penyakit. Misalnya: malu dan sedih karena rambut

jadi botak setelah mendapat terapi sinar pada kanker.

2) Rasa bersalah terhadap diri sendiri, Misalnya: ini akan terjadi jika saya

tidak segera ke rumah sakit, menyalahkan atau mengejek dan

mengkritik diri sendiri.

3) Merandahkan martabat. Misalnya: saya tidak bisa, saya tidak mampu,

saya orang bodoh dan tidak tahu apa-apa.

4) Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri. Klien tidak mau

bertemu dengan orang lain dan lebih suka menyendiri.

5) Percaya diri kurang klien sukar mengambil keputusan. Misalnya:

tentang memilih alternatif tindakan.

6) Mencederai diri, akibat harga diri yang rendah disertai harapan yang

suram, mungkin klien ingin mengakhiri hidupnya.

C. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN HDR

Peristiwa traumatik, seperti kehilangan pekerjaan, harta benda,

dan orang yang dicintai dapat meninggalkan dampak yang serius.

Dampak kehilangan tersebut sangat mempengaruhi persepsi individu


22

akan kemampuan dirinya sehingga mengganggu harga diri seseorang

(Keliat, 2012)

1. Pengkajian Pasien Harga Diri Rendah

Keliat (2012) menyatakan bahwa dalam keperawatan, pengkajian

merupakan pengumpulan data subjektif dan objektif secara sistematis

untun menentukan tindakan keperawatan bagi individu, keluarga dan

komunitas. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu format pengkajian yang

dapat menjadi alat bantu perawat dalam pengumpulan data. Data yang

dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial, dan spiritual.

Pengumpulan data pengkajian ini meliputi aspek pengkajian klien, alasan

masuk, faktor predisposisi pemeriksaan fisik, psikososial, status mental,

kebutuhan persiapan pulang, mekanisme koping, masalah psikososial

dan lingkungan serta pengetahuan dan aspek medik.

2. Masalah Keperawatan dan Data Fokus Pengkajian

Prosedur terjadinya masalah (psikodinamika) harga diri

merupakan penilaian seseorang terhadap dirinya, individu dengan harga

diri rendah akan merasa tidak mampu, tidak berdaya, pesimis dapat

menghadapi kehidupan dan tidak percaya diri sendiri. Untuk menutup

rasa tidak mampu individu akan banyak diam, menyendiri, tidak

berkomunikasi dan menarik diri dari kehidupan sosial

Harga diri rendah dapat dipengaruhi oleh adanya penolakan akan

kurang penghargaan dari orang tua yang berarti. Pola asuh anak yang

tidak tepat, misalnya terlalu dilarang, dituntut, dituruti, persaingan dengan

saudara, kesalahan dan kegagalan yang berulang, cita-cita yang tidak


23

dicapai, gagal bertanggung jawab terhadap diri sendiri. Sedangkan faktor

lain yang mempengaruhi harga diri rendah adalah hilangnya anggota

badan, baik akibat kecelakaan adalah cacat dari lahir. Tindakan operasi

proses patologi penyakit, perubahan struktur dan fungsi proses tumbuh

kembang dan prosedur tindakan dan pengobatan.

3. Diagnosa Keperawatan

Videbeck (2008) menyatakan bahwa diagnosis keperawatan

berbeda dari diagnosa prikiatrik medis dimana diagnosis keperawatan

adalah respon klien terhadap masalah medis atau bagaimana masalah

mempengaruhi fungsi klien sehari-hari yang merupakan perhatian utama

diagnosis keperawatan. Diagnosa yang didapat pada klien yaitu harga diri

rendah.

4. Perencanaan Keperawatan

Tindakan keperawatan atau implementasi merupakan suatu

tindakan yang dilakukan langsung pada klien, keluarga, dan komunitas

berdasarkan rencana keperawatan yang dibuat.

Berdasarkan manajemen asuhan keperawatan, diperlukan sistem

klasifikasi pasien dalam pemberian asuhan keperawatan. Sistem ini

dikembangkan untuk meyakinkan adanya pelayanan prima yang berfokus

pada pelayanan. Dengan sistem ini, dikaji kebutuhannya melalui standar

pelayanan dan asuhan keperawatan (Keliat, 2012)


Tabel 2.3 Rencana Tindakan Keperawatan Harga Diri Rendah

N Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional

T mampu :
Klien Setelah ...x pertemuan 1 SP 1 Sebagai data awal dalam

1. Mengiden- klien mampu : Identifikasi kemampuan pemberian intervensi awal

tifikasi 1. Mengidentifikasi positif yang dimiliki : yang akan diberikan.

kemampuan kemampuan aspek 1. Diskusikan bahwa

aspek positif positif yang dimiliki pasien masih memiliki

yang dimiliki 2. Memiliki kemampuan sejumlah kemampuan

2. Menilai yang dapat digunakan dan aspek positif

kemampuan 3. Memilih kegiatan seperti kegiatan

yang dapat sesuai kemampuan pasien dirumah

digunakan 4. Melakukan kegiatan adanya keluarga dan

yang sudah dipilih


3. Menetapkan / 5. Merencanakan lingkungan terdekat

memilih kegiatan yang sudah pasien.

kegiatan yang dilatih 2. Beri pujian yang

sesuai dengan realistis dan

kemampuan hindarkan setiap kali

4. Melatih bertemu dengan klien

kegiatan yang penilaian yang

sudah dipilih negatif.

sesuai Nilai kemampuan yang

kemampuan dapat dilakukan saat ini :

5. Merencanakan 1. Diskusikan dengan

kegiatan yang klien kemampuan


sudah yang masih

dilatihnya. digunakan saat ini

2. Bantu klien

menyebutkan dan

memberi

penguatan

terhadap

kemampuan diri

yang diungkapkan

klien

3. Perhatikan respon

yang kondusif dan


menjadi pendengar

yang aktif Membantu klien menemukan

Pilih kemampuan yang kemampuan terkuat yang klien

akan dilatih : miliki.

1. Diskusikan dengan

klien beberapa

aktivitas yang

dapat dilakukan

dan dipilih sebagai

kegiatan yang akan

klien lakukan

sehari-hari
2. Bantu klien

menetapkan

aktivitas yang

mana dapat klien

lakukan secara

mandiri

3. Aktivitas

memerlukan

bantuan minimal

dari keluarga

4. Aktivitas apa saja

yang perlu bantuan

penuh dari
keluarga atau

lingkungan

terdekat klien

5. Beri contoh cara

pelaksanaan

aktivitas yang

dapat dilakukan

klien

6. Susun bersama

klien aktivitas atau

kegiatan sehari-

hari klien
Nilai kemampuan pertama

yang dipilih :

1. Diskusikan dengan

klien untuk

menetapkan urutan

kegiatan (yang

sudah dipilih klien)

yang akan

dilatihkan.

2. Bersama klien dan

keluarga

memperagakan

beberapa kegiatan
yang akan

dilakukan klien

3. Beri dukungan atau

pujian yang nyata

sesuai kemajuan

yang diperlihatkan Membantu klien menemukan

klien. kemampuan terkuat yang klien

Masukan dalam jadwal miliki.

kegiatan klien :

1. Beri kesempatan

pada klien untuk

mencoba kegiatan
2. Beri pujian atas

aktivitas / kegiatan

yang dapat

dilakukan klien

setiap hari

3. Tingkatkan

kegiatan sesuai

Keluarga mampu dengan toleransi

merawat klien dan perubahan

dengan harga diri sikap

rendah dirumah 4. Susun daftar

dan menjadi aktivitas yang

sistem sudah dilatihkan


pendukung yang bersama klien dan

efektif bagi klien. keluarga.

5. Berikan

kesempatan

mengungkapkan

perasaannya

setelah

pelaksanaan

kegiatan. Yakinkan

bahwa keluarga

mendukung setiap

aktivitas yang

dilakukan klien.
Sp 2 : Memberikan kesempatan kepada

1. Evaluasi kegiatan klien untuk melakukan kegiatan

lalu (SP 1) yang sudah ditetapkan.

2. Pilih kemampuan

yang dapat

dilakukan

3. Latih kemampuan

yang dpilih

4. Masukkan dalam

kegiatan jadwal

klien

SP 3 :
1. Evaluasi kegiatan

yang lalu (SP 1 dan

SP 2)

2. Memilih

kemampuan ketiga

yang dapat

dilakukan

3. Masukkan dalam

jadwal kegiatan

klien

SP 1 :

1. Identifikasi

masalah yang
dirasakan dalam

merawat klien

2. Jelaskan proses

terjadinya HDR

3. Jelaskan tentang

cara merawat klien

4. Main peran dalam

merawat pasien

HDR

5. Susun RTL

keluarga / jadwal

keluarga untuk

merawat klien
SP 2 :

1. Evaluasi

kemampuan SP 1

2. Latih keluarga

langsung ke klien

3. Menyusun RTL

keluarga / jadwal

keluarga untuk

merawat klien

SP 3

1. Evaluasi

kemampuan

keluarga
2. Evaluasi

kemampuan klien

3. RTL keluarga :

 Follow Up

 Rujukan

Setelah ...x pertemuan

keluarga mampu :
1. Mengidentifikasi Sebagai data dasar intervensi

kemampuan yang selanjutnya.

dimiliki klien Memberikan kepada klien untuk

2. Menyediakan mengekspresikan niatnya.

fasilitas untuk klien

melakukan

kegiatan

3. Mendorong klien

melakukan

kegiatan

4. Memuji klien saat

klien dapat
melakukan

kegiatan

5. Membantu melatih

klien

6. Membantu

menyusun jadwal

kegiatan klien

7. Membantu

perkembangan

klien
Sebagai dasar intervensi

selanjutnya

Memberikan kesempatan kepada

klien untuk berinteraksi sosial

dengan memberikan

kepercayaan.
Sebagai bahan dasar intervensi

yang akan diberikan

Menambah pengetahuan untuk

merawat klien sesuai keadaan

klien saat ini.

Memberikan kesempatan kepada

keluarga untuk merawat klien

secara langsung.

Anda mungkin juga menyukai