Anda di halaman 1dari 33

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi sehat emosional, psikologis, dan sosial

yang terlihat dari hubungan interpersonal yang terlihat dari hubungan interpersonal

yang memuaskan, perilaku dan koping yang efektif, konsep diri yang positif, dan

kestabilan emosional. Kesehatan jiwa memiliki banyak komponen dan dipengaruhi

oleh berbagai faktor (Johnson, 1997 dalam Videbeck, 2008). Kesehatan jiwa adalah

suatu kondisi sehat emosional, psikologis, dan sosial yang terlihat dari hubungan

interpersonal yang memuaskan, perilaku dan koping yang efektif, konsep diri yang

positif, dan kestabilan emosional. Kesehatan jiwa memiliki banyak komponen dan

dipengaruhi oleh berbagai faktor (Johnson, 1997 dalam Videbeck, 2008).

Pemutusan proses hubungan terkait erat ketidakmampuan individu terhadap

proses hubungan yang disebabkan oleh kurangnya pesan sert, respon lingkungan

yang negatif. Ketidakmampuan individu di dalam mepertahankan hubungan

interpersonal yang positif dapat mengakibatkan terjadinya stress. Stress yang

meningkat dapat mengakibatkan reaksi yang negatif dan dapat mengakibatkan

terjadinya gangguan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dapat menurunkan

produktifitas individu tersebut, hal ini dapat mengakibatkan munculnya gejala

gangguan kesadaran dan gangguan perhatian. Kupulan tanda dan gejala tersebut

disebut sebagai gangguan psikiatri atau gangguan jiwa (Stuart&Sundeen dalam

Dali,2009).

Gangguan jiwa merupakan suatu kondisi terjadinya gangguan pada fungsi

kejiwaan seperti proses pikir, emosi, kemauan, dan perilaku psikomotorik. Gangguan

jiwa menurut Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) III diartikan

sebagai kelompok gejala atau perilaku yang ditemukan secara klinis disertai adanya

1
2

stress yang berkaitan dengan terganggunya fungsi psikologis seseorang

(Suliswati, 2005) Faktor yang menyebabkan gangguan jiwa juga dapat dipandang

dalam tiga kategori. Faktor individual meliputi struktur biologis, ansietas, kekhawatiran

dan ketakutan, ketidakharmonisan dalam hidup, dan kehilangan arti hidup (Seaward,

1997 dalam Viedbeck, 2008) Riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2013 menunjukan

bahwa prevalensi Gangguan Jiwa yang berada di Indonesia sebanyak (1,7% per mil).

Jumlah penderita gangguan jiwa di Jawa Barat sebanyak (1,6% per mil). Dengan kata

lain dari 1000 penduduk Indonesia adalah 1 sampai 2 diantaranya menderita

gangguan jiwa berat (Riskesdas, 2013)

Klien yang menderita skizofrenia dan gangguan terkait dapat menunjukan

campuran tanda dan gejala. Manifestasi gejala dapat bersifat kronik dan progresif.

Gejala biasanya muncul saat klien masih muda, biasanya saat remaja, dan jarang

setelah berusia paruh bayah. Tanda dan gejala dibagi dua yaitu pertama gejala positif

seperti halusinasi dan waham menunjukan gangguan fungsi otak. Klien dapat salah

mengartikan persepsi atau pengalaman mereka. Kedua gejala negtatif seperti afek

datar, alogia, avolition, anhedonia dan masalah perhatian. Klien yang menunjukan

afek datar memiliki ekspresi wajah yang tidak bergerak,seperti topeng, tidak responsif,

dan klien tersebut juga memiliki kontak mata yang kurang. Klien alogia berespon

singkat, dan pola bicara spontan mereka terbatas; isi pikiran, yang tercemin dalam

bicara yang tidak lancar dan penggunaan bahasa yang tidak memadai, menurun. Klien

yang mengalami avolotion tidak mampu memulai dan menyelesaikan aktifitas yang

memiliki tujuan dan dan dapat mengalami masalah dalam melakukan aktifitas serta

menyelesaikan tugas. Klien anhedonia mengalami ketidakmampuan menikmati dan

merasakan kesenangan dalam aktivitas yang biasanya menyenangkan (O’Brien,

2007).

Tanda dan gejala negatif, isolasi sosial termasuk dalam tanda dan gejala

skizofrenia. Isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang merupakan

mekanisme individu terhadap sesuatu yang mengancam dirinya dengan cara


3

menghindari interaksi dengan orang lain dan lingkungan. Tanda dan gejala pada klien

pada isolasi sosial diantaranya apatis, ekspresi wajah sedih, afek tumpul, menghindar

dari orang lain, komunikasi kurang. Klien tampak tidak bercakap-cakap dengan klien

lain atau perawat, klien lebih sering menunduk, berdiam diri dikamar, menolak

berhubungan dengan orang lain, tidak melakukan kegiatan sehari-hari, meniru posisi

janin pada saat lahir (Dalami,2009).

Isolasi sosial adalah keadaan seorang individu yang mengalami penurunan

atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya.

Pasin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian dan tidak mampu membina hubungan

yang berarti dengan orang lain disekitarnya (Keliat, 2011). Prevalensi gangguan jiwa

berat pada penduduk Indonesia 1,7 permil. Gangguan jiwa berat terbanyak di

Yogyakarta, Aceh, Sulawesi Selatan, Bali, dan Jawa Tengah. Proporsi Rumah

Tangga (RT) yang pernah memasung Anggota Rumah Tangga (ART) gangguan

jiwa berat 14,3 persen dan terbanyak pada penduduk yang tinggal di perdesaan

(18,2%), serta pada kelompok penduduk dengan kuintil indeks kepemilikan

terbawah (19,5%). Prevalensi gangguan mental emosional pada penduduk

Indonesia 6,0 persen. Provinsi dengan prevalensi ganguan mental emosional

tertinggi adalah Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, DI Yogyakarta, dan

Nusa Tenggara Timur (Riskesdes, 2013). Berdasarkan Undang Undang No. 18 tahun

2014 tentang kesehatan jiwa, kesehatan jiwa adalah suatu kondisi dimana seorang

individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu

tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja,

secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi pada komunitasnya. Menurut

WHO, masalah gangguan jiwa di seluruh dunia sudah menjadi masalah yang sangat

serius. WHO menyatakan paling tidak ada 1 dari 4 orang di dunia mengalami masalah

mental, diperkirakan ada sekitar 450 juta orang di dunia yang mengalami gangguan

kesehatan jiwa. Permasalahan gangguan jiwa tidak hanya berpengaruh terhadap

produktivitas manusia, juga berkaitan dengan kasus bunuh diri. Temuan WHO
4

menunjukkan, diperkirakan 873.000 orang bunuh diri setiap tahun. Lebih dari 90%

kasus bunuh diri berhubungan dengan gangguan jiwa seperti Depresi, Skizofrenia,

dan ketergantungan terhadap alkohol. ( Febriani, 2008 ) . Kemampuan individu dalam

kelompok dan lingkungannya dalam berinteraksi dengan orang lain sebagai cara untuk

mencapai kesejahteraan, perkembangan yang optimal, dengan menggunakan

kemampuan mental yang dimilikinya ( kognisi, afeksi, relasi ) memiliki prestasi individu

serta kelompoknya konsisten dengan hukum yang berlaku. ( Australian Health

Minister, Mental health nursing Practice, 1996. dalam Yosep, 2011 halaman 1 ).

American Nurses Association (ANA) tentang keperawatan jiwa, keperawatan jiwa

adalah area khusus dalam praktek keperawatan yang menggunakan ilmu dan tingkah

laku manusia sebagai dasar dan menggunakan diri sendiri secara terapeutik dalam

meningkatkan, mempertahankan, serta memulihkan kesehatan mental klien dan

kesehatan mental masyarakat dimana klien berada. Selain keterampilan teknik dan

alat klinik, perawat juga berfokus pada proses terapeutik menggunakan diri sendiri

(use seltherapeutic) (Kusumawati F dan Hartono Y, 2010).

Kedua solusi diatas dapat berlangsung baik jika dapat ditunjang dengan keterlibatan

dan peran serta aktif keluarga agar pasien dapat segara sembuh dan dapat kembali

hidup secara produktif dimasyarakat.

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Tujuan dari Karya Tulis Ilmiah ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai

asuhan keperawatan pada klien dengan isolasi sosial pendekatan proses

keperawatan.

2. Tujuan Khusus

Setelah melakukan asuhan keperawatan penulis mampu :

a. Mampu melakukan pengkajian pada klien dengan Isolasi Sosial.

b. Menggambarkan analisa data berdasarkan hasil pengkajian pada klien dengan

Isolasi Sosial.
5

c. Dapat merumuskan diagnosis keperawatan jiwa sesuai dengan analisa data.

d. Menggambarkan implementasi pada klien dengan Isolasi Sosial.

e. Menggambarkan evaluasi tindakan keperawatan pada klien dengan Isolasi

Sosial.

f. Melakukan analisa proses asuhan keperawatan pada klien dengan Isolasi

Sosial.

g. Mendokumentasikan tindakan keperawatan yang telah dilakukan pada klien

dengan Isolasi Sosial.

C. Kerangka Penulisan

1. Pengumpulan Data

Penulisan dalam Karya Tulis Ilmiah ini menggunakan metoda deskriptif dengan

pendekatan studi kasus (case study). Adapun pengumpulan data menggunakan

teknik sebagai berikut:

a. Observasi

Observasi yang dilakukan pada klien untuk mengetahui perkembangan

kesehatan jiwa.

b. Wawancara

Wawancara dilakukan pada klien dengan keluarga. Wawancara

dilakukan untuk mengetahui kondisi kesehatan klien dan perkembangan

kesehatan klien.

c. Studi Kepustakaan

Pengumpulan data yang dilakukan melalui beberapa sumber secara

langsung untuk memenuhi jawaban mengenai proses asuhan

keperawatan.

d. Studi dokumentasi

Kejadian yang ada hubungannya dengan kasus yang diterangkan pada

klien Isolasi Sosial.


6

2. Tempat dan Waktu

Pelaksanaan pengambilan data yang dimulai dari pengkajian sampai dengan

evaluasi di lakukan di RSJ Provinsi Jawa Barat.

D. Manfaat Penulisan

a. Teoriti

Merupakan sumbangan ilmu pengetahuan khususnya dalam asuhan

keperawatan jiwa pada klien dengan skizofrenia hebefrenik akibat Isolasi

Sosial.

b. Praktis

1) Bagi Profesi Keperawatan

Menggambarkan asuhan keperawatan jiwa pada klien dengan skizofrenia

hebefrenik akibat Isolasi Sosial yang sesuai dengan teori yang ada.

2) Bagi Institusi Pendidikan

Untuk menambah bahan dan referensi bacaan dalam bidang Ilmu

Keperawatan Jiwa khususnya dalam penanganan klien dengan skizofrenia

hebefrenik akibat Isolasi Sosial.

3) Bagi Penulis Lain

Mengaplikasikan mata kuliah keperawatan jiwa dengan pemberian asuhan

keperawatan jiwa pada klien dengan skizofrenia hebefrenik akibat Isolasi

Sosial.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. SKIZOFRENIA
1. Pengertian
Skizofrenia adalah sebagai penyakit neurologis yang mempengaruhi

persepsi klien, cara berpikir, bahasa dan emosi dan perilaku soasialnya (Yosef,

2009)

Skizofrenia adalah suatu penyakit yang memengaruhi otak dan

menyebabkan timbulnya fikiran, persepsi, emosi, gerakan dan perilaku yang

aneh dan terganggu. Skizofrenia tidak dapat didefiniskan sebagai penyakit

tersendiri, melainkan diduga sebagai suatu sindrom atau proses penyakit yang

mencakup banyak jenis dengan berbagai gejala (Videbeck, 2008)

Skizofrenia adalah gangguan jiwa yang memiliki berbagai tanda dan

gejala dan skizofrenia merupakan penyakit yang dapat dipengaruhi dengan

obat (Videbeck, 2008)

2. Etiololgy
Menurut (Iman, 2015) faktor-faktor yang beresiko untuk terjadinya Skizofrenia
adalah sebagai berikut :
a. Somatogenesis
1) Genetik
2) Biochemistry (ketidak seimbangan kimiawi otak)
3) Neurianatomy (abnormalitas struktur otak)
b. Psikogenesis
1) Pandangan British Object Relations Theory
Salah satu alasan mengapa Skizofrenia dianggap penyakit
yang sangat berat adalah karena Skizofrenia mengakibatkan
kerusakan pada nilai-nilai paling mendasar dari kemanusiaan
itu sendiri.
Skizofrenia memutuskan relasi penderitanya dari orang-orang
lain. Pasien Skizofrenia dikatan hidup di dunianya sendiri, dunia

7
8

yang tak dikenal orang lain selain dirinya, dunia di mana tak ada
orang lain selain dirinya , yaitu dunia tanpa relasi dengan orang
lain.
2) Pandangan Thomas H. Ogden
Konflik utama pasien Skizofrenia adalah antara keinginan untuk
mempertahankan keadaan psikologis di mana makna bisa ada,
dan keinginan untuk menghancurkan makna dan pikiran, dan
kapasitas untuk menciptakan pengalaman dan berfikir.
c. Kombinasi
1) Konstitusi schizoid
Menurut Manfred Bleuler, konstitusi dengan kepribadian
premoid berbentuk schizoid, yang mempunyai ciri isolasi diri,
pendiam dan tidak komunikatif, pencuriga, mudah tersinggung,
sering tidak memperhitungkan akibat yang merugikan, yang
menyebabkan pada perbuatannya, kejam dan dingin, sifat
paranoid, pemalu, dan menarik diri, fanatic dan sukar dibelokan,
serta eksentrik. Penderita sckofrenia pernah pernah
menunjukan salah satu ciri di atas.
2) Sindrom Skifrenia
Sindrom ini dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti
misalnya keturunan, pendidikan yang salah, maladaptasi,
tekanan jiwa, dan penyakit lain yang belum diketahui.
d. Sosiogenik
Banyak skizofrenia dijumpai pada golongan sosial ekonomi rendah,
terutama karena kemiskinan.
The Diagnostic and Statiscal Manual Disorders, Fourth Edition, Text
Revision (DSM-IV-TR) membagi skizofrenia atas sub tipe secara klinik
(O’Brien,2008). Pembagian ini meliputi:
1) Tipe paranoid, ditandai dengan waham kebesaran, waham curiga,
waham agama, halusinasi, dan perilaku agresif atau bermusuhan.
2) Tipe hebefrenik, ditandai dengan awitan usia dini, biasanya saat
pubertas, dan kepribadian yang lebih. Gambaran utama mencakup
inkhoren, asosiasi buruk, dan disorganisasi perilaku yang sangat
parah. Afek klien tampak tumpul dan labil.
3) Tipe katatonik, ditandai dengan ketidak bergerakannya motorik,
aktivitas motorik yang berlebihan, sama sekali tidak mau
9

berkomunikasi, gerakan-gerakan yang tak terkendali dan


mengulang ucapan orang lain.
4) Tipe erotomnia, ditandai dengan meyakini bahwa orang lain, yang
tidak dapat ia dekati, jatuh cinta kepadana. Keyakinan ini memiliki
komponen romantic dan dapat memiliki aspek spiritual. Orang yang
dicintainya biasanya orang penting, seperti aktor, polisi, atau
atasan di tempat kerja.
5) Tipe residual, ditandai dengan setidaknya satu episode skizofrenia
sebelumnya, tetapi saat ini psikotik, menarik diri dari masyarakat,
afek datar, serta asosisasi longgar.
3. Tanda dan Gejala

Skizofrenia secara umum terdiri dari dua kategori gejala, yaitu gejala positif

dan gejala negatif.

a. Gejala positif

Fungsi berlebihan atau distorsi fungsi otak yang normal, biasanya

responsif terhadap semua kategori obat antipsikotik.

Gangguan Jiwa terkait Berfikir

Waham (Paranoid, somatik, kebesaran, agama, nihilistik, atau

persekutori, siar piker, sisip pikir, atau kontrol pikir). Halusinasi

(pendengaran, penglihatan, sentuhan, pengecapan, penciuman).

Disorganisasi Bicara dan Perilaku

Gangguan berfikir positif formal (inkhoren, word salad, derailment, tidak

logis, loose associations, tangentiality, circumstantiality, pressured

speech, distractible speech, atau miskin bicara).(Stuar,2013).

b. Gejala Negatif

Sebuah penurunan atau hilangnya fungsi otak yang normal; biasanya

tidak responsif terhadap antipsikotik tradisional dan lebih responif

terhadap antipsikotik dan lebih responsif terhadap antipsikotik atipikal

Masalah Emosi
10

Afek datar terbatas jngkauan dan intensitas ekspresi emosional,

anhedonia/asociality ketidakmampuan untuk mengalami kesenangan

atau mempertahankan kontak sosial.

Gangguan Pengambilan Keputusan

Alogia: pembatasan berfikir dan berbicara. Avoilition/apatis: kurangnya

inisiasi perilaku yang diarahkan pada tujuan, gangguan perhatian:

ketidakmampuan mental untuk fokus dan mempertahankan

perhatian.(Stuart,2013).

5. Patofisiologi Skizofrenia

Di dialam otak terdapat sambungan sel. Setiap sambungan sel

menjadi tempat untuk meneruskan maupun menerima pesan dari

sambungan sel yang lain. Sambungan sel tersebut melepaskan zat

kimia yang disebut neurotransmitter yang membawa pesan dari ujung

sambungan sel yang satu ke sambungan sel yang lain. Di dalam otak

yang terserang skizofrenia (schizophrenia), terdapat kesalahan atau

kerusakan pada sistem komunikasi tersebut.

Bagi keluarga dengan penderita skizofrenia di dalamnya, akan

mengerti dengan jelas apa yang dialami penderita skizofrenia dengan

membandingkan otak dengan telepon. Pada orang normal, sistem

switch pada otak bekerja dengan normal. Sinyal-sinyal persepsi yang

datang dikirim kembali dengan sempurna tanpa ada gangguan

sehingga menghasilkan perasaan, pemikiran, dan akhirnya melakukan

tindakan sesuai kebutuhan saat itu. Pada otak klien skizofrenia, sinyal-

sinyal yang dikirim mengalami gangguan sehingga tidak berhasil

mencapai sambungan sel yang dituju.

Skizofrenia (schizophrenia) terbentuk secara bertahap dimana

keluarga maupun klien tidak menyadari ada sesuatu yang tidak beres

dalam otaknya dalam kurun waktu yang lama. Kerusakan yang


11

perlahan-lahan ini yang akhirnya menjadi skizofrenia yang tersembunyi

dan berbahaya. Gejala yang timbul secara perlahan-lahan ini bisa saja

menjadi schizophrenia acute. Periode skizofrenia akut adalah

gangguan yang sangat singkat dan kuat, yang meliputi halusinasi,

penyesatan pikiran (delusi), dan kegagalan berpikir. Kadang kaya

skizofrenia menyerang scara tiba-tiba. Perubahan perilaku yang sangat

dramatis terjadi dalam beberapa hari atau minggu. Serangan yang

mendadak selalu memicu terjadinya periode akut secara tepat.

Beberapa penderita mengalami gangguan seumur hidup, tapi banyak

juga bisa kembali hidup secara normal dalam periode akut tersebut.

kebanyakan didapati bahwa mereka dikucilkan, menderita depresi yang

hebat , dan tidak dapat berfungsi sebagaimana layaknya orang normal

dan lingkungannya. Dalam beberapa kasus serangan dapat meningkat

menjadi apa yang disebut skizofrenia kronis. Klien menjadi buas,

kehilangan karakter sebagai manusia dalam kehidupan sosial, tidak

memiliki motivasi sama sekali dan tidak memiliki kepekaan tentang

perasaannya sendiri (Yosep, 2010).

B. ISOLASI SOSIAL

1. Pengertian

Suatu sikap dimana individu menghindari diri dari interaksi dengan

orang lain. Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak

mempunyai kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran, prestasi atau

kegagalan. Ia mempunyai kesulitan untuk berhubungan secara spontan

dengan orang lain, tidak ada perhatian dan tidak sanggup membagi

pengamatan dengan orang lain (Balitbang, 2007 dalam Fitria, 2009).

Merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain,

menghindari hubungan maupun komunikasi dengan orang lain (Rawlins, 1993

dalam Fitria, 2009).


12

Kerusakan interaksi sosial merupakan suatu gangguan hubungan

interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang

menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam

hubungan sosial (Depkes RI, 2000 dalam Fitria, 2009).

Merupakan upaya menghindari suatu hubungan komunikasi dengan

orang lain karena merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai

kesempatan untuk berbagi rasa, pikiran dan kegagalan. Klien mengalami

kesulitan dalam berhubungan secara spontan dengan orang lain yang

dimanifestasikan dengan mengisolasi diri, tidak ada perhatian dan tidak

sanggup berbagi pengalaman (Balitbang, 2007 dalam Fitria, 2009).

2. Proses Terjadinya Isolasi Sosial

Perilaku ini biasanya disebabkan karena seseorang menilai dirinya

rendah, sehingga timbul perasaan malu untuk berinteraksi dengan orang lain.

Bila tidak dilakukan intervensi lebih lanjut, maka akan menyebabkan

peruabahan persepsi sesori: halusinasi dan resiko tinggi mencederai diri,

orang lain bahkan lingkungan. Perilaku yang tertutup dengan orang lain juga

bisa menyebabkan intoleransi aktivitas yang akhirnya bisa berpengaruh

terhadap ketidakmampuan untuk melakukan perawatan secara mandiri.

Seseorang yang mempunyai harga diri rendah awalnya disebabkan oleh

ketidakmampuan untuk menyelesaikan masalah dalam hidupnya, sehingga

orang tersebut berperilaku tidak normal (koping individu tidak efektif). Peranan

keluarga cukup besar dalam mendorong klien agar mampu menyelesaikan

masalah. Oleh karena itu, bila sistem pendukungnya tidak baik (koping

keluarga tidak efektif) maka akan mendukung seseorang memiliki harga diri

rendah (Fitria, 2009).

a. Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi (Fitria,2009)


13

Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas perkembangan

yang harus dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial. Bila

tugas-tugas dalam perkembangan ini tidak terpenuhi maka akan menghambat

fase perkembangan sosial yang nantinya akan dapat menimbulkan masalah.

Tabel 2.1 Tugas perkembangan berhubungan dengan pertumbuhan interpersonal

Tahap Perkembangan Tugas

Masa bayi Menetapkan rasa percaya

Masa bermain Mengembangkan otonomi dan awal perilaku mandiri

Belajar menunjukkan inisiatif, rasa tanggung jawab,


Masa pra sekolah
dan hati nurani

Belajar berkompetisi, bekerja sama dan


Masa sekolah
berkompromi

Menjalin hubungan intim dengan teman sesama


Masa pra remaja
jenis kelamin

Menjadi intim dengan teman lawan jenis atau


Masa remaja
bergantung pada orang tua

Menjadi saling bergantung antara orang tua dan

Masa dewasa muda teman, mencari pasangan, menikah dan mempunyai

anak

Masa tengah baya Belajar menerima hasil kehidupan yang sudah dilalui

Berduka karena kehilangan dan mengembangkan


Masa dewasa tua
perasaan ketertarikan dengan budaya

(Stuart, 2006; Stuart dan Sundeen, 1995 dalam Fitria, 2009)

Faktor komunikasi dalam keluarga


14

Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung terjadinya

gangguan dalam hubungan sosial. Dalam teori ini yang termasuk masalah dalam

berkomunikasi sehingga meninmbulkan ketidakjelasan (double bind) yaitu suatu

keadaan di mana seseorang anggota keluarga menerima pesan yang saling

bertentangan dalam waktu bersamaan atau ekspresi emosi yang tinggi dalam

keluarga yang menghambat untuk berhubungan dengan lingkungan di luar keluarga.

Faktor sosial budaya

Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial merupakan suatu faktor

pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Hal ini disebabkan oleh

norma-norma yang salah dianut oleh keluarga, di mana setiap anggota keluarga yang

tidak produktif seperti usia lanjut, berpenyakit kronis dan penyandang cacat diasingkan

dari lingkungan sosialnya.

Faktor biologis

Faktor biologis juga merupakan salah satu faktor pendukung terjadinya gangguan

dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang dapat mempengaruhi terjadinya gangguan

hubungan sosial adalah otak, misalnya pada klien skizofrenia yang mengalami

masalah dalam hubungan sosial memiliki struktur yang abnormal pada otak seperti

atrofi otak, serta perubahan ukuran dan bentuk sel dalam limbik dan daerah kortikal.

b. Faktor Presipitasi

Terjadinya gangguan hubungan sosial dapat ditimbulkan oleh faktor internal dan

eksternal seseorang. Faktor stresor presipitasi dapat dikelompokan sebagai berikut.

Faktor Eksternal

Stress sosiokultural

Stress dapat ditimbulkan oleh karena menurunnya stabilitas unit keluarga seperti

perceraian, berpisah dari orang yang berarti, kehilangan pasangan pada usia tua,
15

kesepian karena ditinggal jauh dan dirawat dirumah sakit. Semua ini dapat

menimbulka isolasi sosial.

Faktor Internal

Stress Psikologis

Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan dengan keterbatasan

kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk berpisah dengan orang dekat atau

kegagalan orang lain untuk memenuhi kebutuhan dan ketergantungan dapat

menimbulkan ansietas dengan tingkat tinggi.

3. Tanda dan Gejala Isolasi Sosial

Menurut Towsend M.C (1998:192-193) dan Carpenito,L.J. (1998:381) Isolasi sosial :

menarik diri sering ditemukan adanya tanda dan gejala sebagai berikut : kurang

spontan, apatis, ekspresi wajah tidak berseri, tidak memperhatikan kebersihan diri,

komunikasi verbal kurang, menyendiri, tidak peduli lingkungan, asupan makanan

terganggu, retensi urine dan feses, aktivitas menurun, posisi baring seperti fetus,

menolak berhubungan dengan orang lain.

4. Rentang Respon Sosial

Rentang Respon Sosial

Respon adaptif Respon maladaptif

Solitut Kesepian Manipulasi

Otonomi Menarik diri Impulsif

Kebersamaan Ketergantungan Saling ketergantungan

Gambar.2.1 Rentang respon sosial, (Stuart and Sundeen, 1998).

Keterangan dari rentang respon sosial :


16

a) Solitut (Menyendiri)

Solitut atau menyendiri merupakan respon yang dibutuhkan seorang

untuk merenung apa yang telah dilakukan di lingkungan sosialnya dan

suatu cara untuk menentukan langkahnya.

b) Otonomi

Kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide,

pikiran, perasaan dalam hubungan sosial.

c) Kebersamaan (Mutualisme)

Perilaku saling ketergantungan dalam membina hubungan

interpersonal.

d) Saling ketergantungan (Interdependent)

Suatu kondisi dalam hubungan interpersonal dimana hubungan

tersebut mampu untuk saling memberi dan menerima.

e) Kesepian

Kondisi dimana seseorang merasa sendiri, sepi, tidak danya perhatian

dengan orang lain atau lingkungannya.

f) Menarik diri

Kondisi dimana seseorang tidak dapat mempertahankan hubungan

dengan orang lain atau lingkungannya.

g) Ketergantungan (Dependent)

Suatu keadaan individu yang tidak menyendiri, tergantung pada orang

lain.

h) Manipulasi

Individu berinteraksi dengan pada diri sendiri atau pada tujuan bukan

berorientasi pada orang lain. Tidak dapat dekat dengan orang lain.

i) Impulsive

Keadaan dimana individu tidak mampu merencanakan sesuatu.

Mempunyai penilaian yang buruk dan tidak dapat diandalkan.


17

j) Narkisme

Secara terus menerus berusaha mendapatkan penghargaan dan

pujian. Individu akan marah jika orang lain tidak mendukungnya.

(Townsend M.C,1998)

5. Mekanisme Koping

Mekanisme koping digunakan klien sebagai usaha mengatasi kecemasan

yang merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya. Kecemasan

koping yang sering digunakan adalah regresi, represi dan isolasi. Sedangkan

contoh sumber koping yang dapat digunakan misalnya keterlibatan dalam

hubungan yang luas dalam keluarga dan teman, hubungan dengan hewan

peliharaan, menggunakan kreativitas untuk mengekspresikan stress

interpersonal seperti kesenian, musik, atau tulisan (Stuart and Sundeen,

1998:349)

6. Pohon Masalah

Resiko perubahan sensori persepsi : Halusinasi

Isolasi sosial : Menarik diri Core problem

Gangguan konsep diri : Harga diri rendah

Koping Keluarga tidak Efektif


18

C. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

keliat (dalam Dalami, 2009) menyatakan pengkajian merupakan tahap awal

dan dasar utama dari proses keperawatan, tahap pengkajian terdiri atas

pengumpulan data dan perumusan masalah. Data yang dikumpulkan meliputi

data biologis, psikologis, sosial dan spirituan. Dalam melakukan pengkajian

Asuhan Keperawatan, penulisan menggunakan format pengkajian Asuhan

Keperawatan baku dari Prof.Budi Anna Keliat. Pengumpulan data pengkajian

ini meliputi aspek identitas klien, alasan masuk, faktor predisposisi,

pemeriksaan fisik, psikososial, status mental, kebutuhan periapan pulang,

mekanisme koping, maslah psikososial dan lingkungan, pengetahuan dan

aspek medik.

2. Masalah Keperawatan dan Data Fokus Pengkajian

Fitria (2009) menyatakan masalah keperawtan dan data fokus pengkajian klien

dengan isolasi sosial adalah berikut:

Masalah keperawatan Data yang perlu ditambahkan

Subjektif

 Klien mengatakan malas

bergaul dengan orang lain

 Klien mengatakan dirinya tidak

Isolasi sosial ingin ditemani perawat dan

meminta untuk sendirian

 Klien mengatakan tidak mau

berbicara dengan orang lain

 Tidak mau berkomunikasi


19

 Data tentang klien biasanya

didapat dari keluarga yang

mengetahui keterbatasan klien

(suami, istri, anak, ibu, ayah

atau teman dekat)

Objektif

 Kurang spontan

 Apatis (acuh terhadap

lingkungan)

 Ekspresi wajah kurang berseri

 Tidak merawat diri dan tidak

memperhatikan kebersihan diri

 Tidak ada atau kurang

komunikasi verbal

 Mengisolasi diri

 Tidak atau kurang sadar

terhadap lingkungan

sekitarnya

 Asupan makanan dan

minuman terganggu

 Retensi urin dan feses

 Aktivitas menurun

 Kurang berenergi atau

bertenaga
20

 Rendah diri

 Postur tubuh berubah

(misalnya sikap fetus/janin

khususnya pada posisi tidur)

Tabel 2.2 Masalah Keperawatan dan Data Fokus Pengkajian

3. Diagnosa Keperawatan

Isolasi Sosial

4. Rencana Tindakan Keperawatan Isolasi Sosial

Menurut O’Brien (2014) Perencanaan adalah proses mengidentifikasi

intervensi yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan, tujuan harus dapat

diukur, realistik, dapat dimengerti dan sesuai prioritas, perencanaan

memberikan kontinuitas asuhan mencerminkan praktik keperawatan psikiatrik

saat ini dan dapat mencakup tujuan umum dan tujuan khusus Tujuan umum

yaitu berfokus pada penyelesaian permasalahan dari diagnosis keperawatan

dan dapat dicapai jika serangkaian tujuan khusus tercapai. Tujuan khusus

merupakan rumusan kemampuan klien yang perlu dicapai atau dimiliki.

Kemampuan ini dapat berpariasi sesuai dengan masalah dan kebutuhan klien.
21

Tabel 2.3 Rencana Tindakan Keperawatan

Tabel 2.3 Rencana Tindakan Keperawatan


N Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
T Klien mampu : Setelah ...x pertemuan 1 SP 1 Mengetahui penyebab isolasi

- Menyadari klien mampu : Identifikasi kemampuan sosial dan memudahkan

penyebab - Membina positif yang dimiliki : dalam intervensi selanjutnya.

isolasi hubungan saling - Identifikasi Apersiasi dengan pasien dan

sosial percaya penyebab menambah pengetahuan

- Berinterak - Menyadari - Siapa yang satu pasien dan menambah

si dengan penyebab isolasi rumah dengan pengetahuan pasien tentang

orang lain sosial, keuntungan pasien keuntungan dan kerugian tidak

dan kerugian - Siapa yang dekat berinteraksi.

berinteraksi dengan pasien Pengetahuan dan

dengan orang lain - Siapa yang tidak keterampilan pasien dalam

- Melakukan dekat dengan berkenalan dengan orang lain.

interaksi dengan pasien Mendisiplinkan dan melatih

pasien untuk terus berkenalan.


22

orang llain secara - Tanyakan

bertahap keuntungan dan

kerugian

berinteraksi

dengan orang lain

- Tanyakan

pendapat pasien

tentang kebiasaan

berinteraksi

dengan orang lain

- Tanyakan apa

yang

menyebabkan

pasien tidak ingin

berinteraksi

dengan orang lain


23

- Diskusikan

keuntungan bila

pasien memiliki

banyak teman dan

bergaul akrab

dengan mereka

- Diskusikan

kerugian bila

pasien hanya

mengurung diri dan

tidak bergaul

dengan orang lain

- Jelaskan pengaruh

isolasi sosial

terhadap

kesehatan fisik

pasien
24

- Latih berkenalan

- Jelaskan kepada

klien cara

berinteraksi

dengan orang lain

- Berikan contoh

cara berinteraksi

dengan orang lain

- Beri kesempatan

pasien

memperkenalkan

cara berinteraksi

dengan orang lain

yang dilakukan

dihadapan perawat

- Mulailah bantu

pasien berinteraksi
25

dengan satu orang

teman/anggota

keluarga

- Bila pasien sudah

menunjukan

kemajuan,

tingkatkan dengan

2,3,4 orang dan

seterusnya

- Beri ujian untuk

setiap kemajuan

interaksi yang telah

dilakukan oleh

pasien

- Siap

mendengarkan

ekspresi perasaan
26

pasien setelah

berinteraksi

dengan orang lain,

mungkin pasien

akan

mengungkapkan

kegagalannya,

berikan dorongan

terus menerus agar

pasien semangat

Setelah dilakukan...x meningkatkan

pertemuan keluarga interaksinya

mampu menjelaskan: - Masukan dalam

- Masalah isolasi jadwal kegiatan

Keluarga mampu sosial dan pasien

merawat klien dampaknya pada

dengan harga diri pasien


27

rendah dirumah - Penyebab isolasi Sp 2 : Mengetahui perkembangan

dan menjadi sosial - Evaluasi SP 1 pasien dan data dasar untuk

sistem - Sikap keluarga - Latih berhubungan intervensi selanjutnya.

pendukung yang untuk membantu sosial secara Menumbuhkan keterbiasaan dan

efektif bagi klien. pasien mengatasi bertahap motivasi untuk berinteraksi

isolasi sosial - Masukan dalam dengan orang yang lebih banyak.

- Pengobatanya jadwal kegiatan Mendisiplinkan dan melatih

yang berkelanjutan pasien pasien untuk berkenalan.

dan mencegah SP 3 : Mengetahui perkembangan

putus obat tempat - Evaluasi SP 1 dan pasien dan data dasar untuk

rujukan dan 2 intervensi selanjutnya.

fasilitas kesehatan - Latih cara Menumbuhkan keterbiasaan dan

yang tersedia bagi berkenalan dengan motivasi untuk berinteraksi

pasien 2 orang atau lebih dengan orang yang lebih banyak.

Mendisiplinkan dan melatih

pasien untuk berkenalan.


28

SP 1:

- Identifikasi

masalah yang

dihadapi keluarga

dalam merawat

pasien

- Penjelasan isolasi

sosial

- Cara merawat

isolasi sosial

- Latih (stimulasi)

- RTL

keluarga/jadwal

keluarga untuk

merawat pasien
29

SP 2:

- Evaluasi Sp 1

- Latih (langsung

ke pasien)

- RTL

keluarga/jadwal

keluarga untuk

merawat klien

SP 3:

- Evaluasi Sp1

dan Sp 2

- Latih (langsung

ke pasien)

- RTL

keluarga/jadwal

keluarga untuk

merawat klien
30

SP 4 :

Setelah ...x pertemuan - Evaluasi

keluarga mampu : kemampuan

1. Mengidentifikasi keluarga

kemampuan yang - Evaluasi

dimiliki klien kemampuan klien

2. Menyediakan - Rencana tindak

fasilitas untuk klien lanjut

melakukan  Follow up

kegiatan  Rujukan

3. Mendorong klien

melakukan

kegiatan

4. Memuji klien saat

klien dapat

melakukan

kegiatan
31

5. Membantu melatih

klien

6. Membantu

menyusun jadwal

kegiatan klien

7. Membantu

perkembangan

klien
32

Anda mungkin juga menyukai