BAB I
DEINISI
Pelayanan pasien dengan risiko tinggi merupakan pelayanan pasien dengan
peralatan bhd, penyakit menular atau imunosuppressed, peralatan dialysis, peralatan
pengikat atau restraint, ketergantungan bantuan dan pengobatan kemoterapi.
BAB II
RUANG LINGKUP
Rumah sakit memberi pelayanan bagi berbagai variasi pasien denganberbagai
variasi kebutuhan pelayanan kesehatan. Beberapa pasien yang digolongkan risiko-tinggi
karena umur, kondisi, atau kebutuhan yang bersifatkritis. Anak dan lanjut usia umumnya
dimasukkan dalam kelompok ini karenamereka sering tidak dapat menyampaikan
pendapatnya, tidak mengerti proses asuhan dan tidak dapat ikut memberi keputusan
tentang asuhannya. Demikian pula, pasien yang ketakutan, bingung atau koma tidak
mampu memahami prosesasuhan bila asuhan harus diberikan secara cepat dan efisien.
Rumah sakit juga menyediakan berbagai variasi pelayanan, sebagian termasuk
yang berisiko tinggi karena memerlukan peralatan yang kompleks, yang diperlukan untuk
pengobatan penyakit yang mengancam jiwa (pasien dialisis), sifat pengobatan
(penggunaan darah atau produk darah), potensi yang membahayakan pasien atau efek
toksik dari obat berisiko tinggi (misalnya kemoterapi). Untuk pelayanan kemoterapi
belum bisa dialksanakan di Rumah Sakit Islam Magelang..
Kebijakan dan prosedur merupakan alat yang sangat penting bagi staf untuk
memahami pasien tersebut dan pelayanannya dan memberi respon yang cermat,
kompeten dan dengan cara yang seragam. Pimpinan bertanggung jawab untuk :
1. Mengidentifikasi pasien dan pelayanan yang dianggap berisiko tinggi di rumah
sakit;
2. Menggunakan proses kerjasama (kolaborasi) untuk mengembangkan kebijakan
dan prosedur yang sesuai;
3. Melaksanakan pelatihan staf dalam mengimplementasikan kebijakan dan
prosedur.
BAB III
PENATALAKSANAAN
dipengaruhi oleh rasa takut atau kecemasan mengenai operasi (dimensi afektif),
yang dapat meningkatkan persepsi individu terhadap intensitas nyeri (dimensi
sensorik).
Meskipun semua pasien postoperasi mengalami sensasi rasa nyeri, ada
perbedaan dalam ekspresi atau reaksi nyeri (dimensi perilaku), latar belakang
budaya (dimensi sosio kultural) (Suza,2007). Individu yang merasakan nyeri
merasa tertekan atau menderita danmencari upaya untuk menghilangkan nyeri.
Perawat menggunakan berbagai intervensi untuk menghilangkan nyeri atau
mengembalikan kenyamanan.
Perawat tidak dapat melihat atau merasakan nyeri yang klien rasakan. Nyeri
bersifat subjektif, tidak ada dua individu yang mengalami nyeri yang sama
menghasilkan respons atau perasaan yang identik pada seorang individu (Potter &
Perry, 2006).
B. Kebijakan
1. Klasifikasi Nyeri
Nyeri dapat diklasifikasikan berdasarkan tempat, sifat, berat ringannya nyeri,
dan waktu lamanya serangan (Asmadi, 2008).
a. Nyeri berdasarkan tempatnya:
1) Pheriperal pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh misalnya
pada kulit, mukosa.
2) Deep pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh yang lebih
dalam atau pada organ-organ tubuh visceral.
3) Refered pain, yaitu nyeri dalam yang disebabkan karena penyakit
organ/struktur dalam tubuh yang ditransmisikan ke bagian tubuh
didaerah yang berbeda, bukan daerah asal nyeri.
4) Central pain, yaitu nyeri yang terjadi karena perangsangan pada sistem
saraf pusat, spinal cord, batang otak, talamus.
b. Nyeri berdasarkan sifatnya:
1) Incidental pain, yaitu nyeri yang timbul sewaktu-waktu lalu
menghilang.
2) Steady pain, yaitu nyeri yang timbul dan menetap serta dirasakan dalam
waktu yang lama.
3) Paroxymal pain, yaitu nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan
kuat sekali. Nyeri tersebut biasanya menetap ± 10-15 menit, lalu
menghilang, kemudian timbul lagi.
c. Nyeri berdasarkan berat ringannya
1) Nyeri ringan, yaitu nyeri dengan intensitas yang rendah
2) Nyeri sedang, yaitu nyeri yang menimbulkan reaksi
3) Nyeri berat, yaitu nyeri dengan intensitas yang tinggi.
d. Nyeri berdasarkan waktu lamanya serangan
1) Nyeri akut, yaitu nyeri yang dirasakan dalam waktu yang singkat dan
berakhir kurang dari enam bulan, sumber dan daerah nyeri diketahui
dengan jelas.
2) Nyeri kronis, yaitu nyeri yang dirasakan lebih dari enam bulan. Pola
nyeri ada yang nyeri timbul dengan periode yang diselingi interval
bebas dari nyeri lalu nyeri timbul kembali. Adapula pola nyeri kronis
yang terus- menerus terasa makin lama semakin meningka
tintensitasnya walaupun telah diberikan pengobatan. Misalnya, pada
nyeri karena neoplasma.
2. Penyebab Rasa Nyeri
Penyebab rasa nyeri menurut Asmadi (2008) antara lain:
a. Fisik: Trauma (trauma mekanik, termis, kimiawi, maupun
elektrik),neoplasma, peradangan, gangguan sirkulasi darah. Trauma
mekanik menimbulkan nyeri karena ujung-ujung saraf bebas mengalami
kerusakan akibat benturan, gesekan, ataupun luka. Trauma termis
menimbulkan nyeri karena ujung saraf reseptor mendapat rangsangan
akibat panas, dingin. Trauma elektrik dapat menimbulkan nyeri karena
pengaruh aliran listrik yang kuat mengenai reseptor rasa nyeri. Nyeri pada
peradangan terjadi karena kerusakan ujung-ujung saraf reseptor akibat
adanya peradangan atau terjepit oleh pembengkakan.
b. Psikis: Trauma psikologis
psikososial, spiritual dan budaya yang berkaitan dengan kematian dan proses
kematian. Keluarga dan pemberi pelayanan dapat diberikan kelonggaran dalam
melayani anggota keluarga pasien yang sakit terminal atau membantu meringankan
rasa sedih dan kehilangan.
Kondisi Terminal adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh cedera atau
penyakit dimana terjadi kerusakan organ multiple yang dengan pengetahuan dan
teknologi kesehatan terkini tak mungkin lagi dapat dilakukan perbaikan sehingga
akan menyebabkan kematian dalam rentang waktu yang singkat. Pengaplikasian
terapi untuk memperpanjang/mempertahankan hidup hanya akan berefek dan
memperlama proses penderitaan/sekarat pasien.
Pasien Tahap Terminal adalah pasien dengan kondisi terminal yang makin
lama makin memburuk
Pasien adalah penerima jasa pelayanan kesehatan di rumah sakit baik dalam
keadaan sehat maupun sakit.
Mati Klinis adalah henti nafas (tidak ada gerak nafas spontan) ditambah
henti sirkulasi (jantung) total dengan semua aktivitas otak terhenti, tetapi tidak
ireversibel.
Mati Biologis adalah proses mati/ rusaknya semua jaringan, dimulai dengan
neuron otak yang menjadi nekrotik setelah kira-kira 1 jam tanpa sirkulasi, diikuti
oleh jantung, ginjal, paru dan hati yang menjadi nekrotik selama beberapa jam atau
hari.
Mati Batang Otak adalah keadaan dimana terjadi kerusakan seluruh isi
saraf/neuronal intrakranial yang tidak dapat pulih termasuk batang otak dan
serebelum.
Alat Bantu Napas (Ventilator) adalah alat yang digunakan untuk membantu
sebagian atau seluruh proses ventilasi untuk mempertahankan oksigenasi.
Witholding life support adalah penundaan bantuan hidup
Withdrowing life support adalah penghentian bantuan hidup
Mengelola Akhir Kehidupan (End of Life) adalah pelayanan tindakan
penghentian bantuan hidup(Withdrowinglife support) atau penundaan bantuan
hidup (Witholding life support).
D. TATA LAKSANA
1. Aspek keperawatan
a. Assesmen Keperawatan
Perawat dapat berbagi penderitaan pasien menjelang ajal dan mengintervensi
dengan melakukan assesmen yang tepat sebagaiberikut :
1) Assmen tingkat pemahaman pasien dan keluarga
a) Closed awareness : pasien dan atau keluarga percaya bahwa
pasien akan segera sembuh.
b) Mutual pretense : keluarga mengetahui kondisi terminal pasien
dan tidak membicarakannya lagi, kadang – kadang keluarga menghindari
percakapan tentang kematian demi menghindarkan dari tekanan.
c) Open awareness : keluarga telah mengetahui tentang proses kematian dan tidak merasa
keberatan untuk mempebincangkannya walaupun terasa sulit dan sakit. Kesadaran ini
membuat keluarga mendapatkan kesempatan untuk menyelesaikan masalah – masalah,
bahkan dapat berpartisipasi dalam merencanakan pemakaman. Pada tahapan ini, perawat
atau dokter dapat menyampaikan isu yang sensitive bagi keluarga seperti autopsi atau
donasi organ.
b. Assesmen factor fisik pasien
Pada kondisi terminal atau menjelang ajal pasien dihadapkan pada
5) Pencernaan (bowel)
a) Bagaimana nafsu makan, apakah baik atau menurun.
b) Bagaimana porsi makan, habis atau tidak.
c) Minum berapa cc/hari, dengan jenis cairan apa.
d) Apakah mulut bersih, kotor dan berbau.
e) Buang air besar berapa kali sehari, apakah teratur atau tidak,bagaimana konsistensi,
warna dan bau feses.
6) Musculoskeletal / Intergumen
a) Bagaimana kemampuan pergerakan sendi, bebas, atau terbatas.
b) Bagaimana warna kulit, apakah ikterus, sianotik, kemerahan pucat atau
hiperpigmentasi .
c) Apakah ada odema atau tidak, bila ada dimana lokasinya.
d) Apakah ada dekubitus atau tidak, bila ada dimana lokasinya.
e) Apakah ada luka atau tidak bila ada dimana lokasinya dan apa jenis lukanya.
f) Apakah ada kontraktur atau tidak, bila ada dimana lokasinya.
g) Apakah ada fraktur atau tidak, bila ada dimana lokasinya dan apa jenis frakturnya.
h) Apakah ada jalur infus atau tidak bila ada dimana lokasinya.
c. Assesmen tingkat nyeri pasien
Lakukan asesmen rasa nyeri pasien.Bila nyeri sangat mengganggu, maka segera lakukan
menajemen nyeri yang memadai.
d. Assesmen faktor kulturpsikososial
1) Tahap Denial: Asesmen pengetahuan pasien, kecemasan pasien danpenerimaan pasien
terhadap penyakit, pengobatan dan hasilnya.
2) Tahap Anger: pasien menyalahkan semua orang, emosi tidak terkendali, komunikasi
ada dan tiada, orientasi pada diri sendiri.
3) Tahapan Bargaining: pasien mulai menerima keadaan dan berusaha untuk mengulur
waktu, rasa marah sudah berkurang.
4) Tahapan Depresi: Asesmen potensial bunuh diri, gunakan kalimat terbuka untuk
mendapatkan data dari pasien.
5) Tahapan Acceptance:Asesmen keinginan pasien untukistirahat/menyendiri.
e. Assessment faktor spiritual
BAB IV
DOKUMENTASI
SRI HARSO