Anda di halaman 1dari 16

Pedoman Pelayanan Unit Gawat Darurat

BAB I
DEINISI
Pelayanan pasien dengan risiko tinggi merupakan pelayanan pasien dengan
peralatan bhd, penyakit menular atau imunosuppressed, peralatan dialysis, peralatan
pengikat atau restraint, ketergantungan bantuan dan pengobatan kemoterapi.

BAB II
RUANG LINGKUP
Rumah sakit memberi pelayanan bagi berbagai variasi pasien denganberbagai
variasi kebutuhan pelayanan kesehatan. Beberapa pasien yang digolongkan risiko-tinggi
karena umur, kondisi, atau kebutuhan yang bersifatkritis. Anak dan lanjut usia umumnya
dimasukkan dalam kelompok ini karenamereka sering tidak dapat menyampaikan
pendapatnya, tidak mengerti proses asuhan dan tidak dapat ikut memberi keputusan
tentang asuhannya. Demikian pula, pasien yang ketakutan, bingung atau koma tidak
mampu memahami prosesasuhan bila asuhan harus diberikan secara cepat dan efisien.
Rumah sakit juga menyediakan berbagai variasi pelayanan, sebagian termasuk
yang berisiko tinggi karena memerlukan peralatan yang kompleks, yang diperlukan untuk
pengobatan penyakit yang mengancam jiwa (pasien dialisis), sifat pengobatan
(penggunaan darah atau produk darah), potensi yang membahayakan pasien atau efek
toksik dari obat berisiko tinggi (misalnya kemoterapi). Untuk pelayanan kemoterapi
belum bisa dialksanakan di Rumah Sakit Islam Magelang..
Kebijakan dan prosedur merupakan alat yang sangat penting bagi staf untuk
memahami pasien tersebut dan pelayanannya dan memberi respon yang cermat,
kompeten dan dengan cara yang seragam. Pimpinan bertanggung jawab untuk :
1. Mengidentifikasi pasien dan pelayanan yang dianggap berisiko tinggi di rumah
sakit;
2. Menggunakan proses kerjasama (kolaborasi) untuk mengembangkan kebijakan
dan prosedur yang sesuai;
3. Melaksanakan pelatihan staf dalam mengimplementasikan kebijakan dan
prosedur.

Rumah Sakit Islam Kota Magelang 1


Pedoman Pelayanan Unit Gawat Darurat

Pasien dan pelayanan yang diidentifikasikan sebagai kelompok pasienrisiko tinggi


dan pelayanan risiko tinggi, apabila ada di dalam rumah sakit maka dimasukkan dalam
daftar prosedur. Rumah sakit dapat pula melakukan identifikasi risiko sampingan sebagai
akibat dari suatu prosedur atau rencana asuhan (contoh, perlunya pencegahan trombosis
vena dalam, ulkus dekubitus danjatuh). Bila ada risiko tersebut, maka dapat dicegah
dengan cara melakukan pelatihan staf dan mengembangkan kebijakan dan prosedur yang
sesuai. Yang termasuk pasien risiko tinggi dan pelayanan risiko tinggi:
1. Pasien dengan tindakan resusitasi
2. Pasien dengan pemberian darah dan komponen darah
3. Pasien yang menggunakan alat bantu hidup dasar atau yang koma
4. Pasien dengan penyakit menular atau mereka daya tahannya rendah
5. Pasien dengan dialisis atau cuci darah
6. Pasien yang menggunakan alat penghalang ( restrain )
7. Pasien usia lanjut, mereka yang cacat, anak anak dan populasi yang berisiko
disiksa
8. Pasien dengan kasus emergency
9. Pada pelayanan pasien dengan kemotherapi belum bisa dilaksanakan di
Rumah Sakit Islam Kota Magelang

BAB III
PENATALAKSANAAN

I. PENGELOLAAN PELAYANAN RASA NYERI


A. Pengertian
Menurut International Association for the Study of Pain (IASP),nyeri adalah
suatu pengalaman sensori, emosional serta kognitif yang tidak menyenangkan
akibat dari kerusakan jaringan aktual maupun potensial yang dapat timbul tanpa
adanya injuri (Ardinata, 2007). Nyeri post operasi adalah nyeri yang dirasakan
akibat dari hasil pembedahan. Kejadian, intensitas, dan durasi nyeri post operasi
berbeda beda.Lokasi pembedahan mempunyai efek yang sangat penting yang
hanya dapat dirasakan oleh pasien. Nyeri pascaoperasi tidak hanya terjadi setelah
operasi besar, tetapi juga setelah operasi kecil.Selain faktor fisiologis, nyeri juga

Rumah Sakit Islam Kota Magelang 2


Pedoman Pelayanan Unit Gawat Darurat

dipengaruhi oleh rasa takut atau kecemasan mengenai operasi (dimensi afektif),
yang dapat meningkatkan persepsi individu terhadap intensitas nyeri (dimensi
sensorik).
Meskipun semua pasien postoperasi mengalami sensasi rasa nyeri, ada
perbedaan dalam ekspresi atau reaksi nyeri (dimensi perilaku), latar belakang
budaya (dimensi sosio kultural) (Suza,2007). Individu yang merasakan nyeri
merasa tertekan atau menderita danmencari upaya untuk menghilangkan nyeri.
Perawat menggunakan berbagai intervensi untuk menghilangkan nyeri atau
mengembalikan kenyamanan.
Perawat tidak dapat melihat atau merasakan nyeri yang klien rasakan. Nyeri
bersifat subjektif, tidak ada dua individu yang mengalami nyeri yang sama
menghasilkan respons atau perasaan yang identik pada seorang individu (Potter &
Perry, 2006).
B. Kebijakan
1. Klasifikasi Nyeri
Nyeri dapat diklasifikasikan berdasarkan tempat, sifat, berat ringannya nyeri,
dan waktu lamanya serangan (Asmadi, 2008).
a. Nyeri berdasarkan tempatnya:
1) Pheriperal pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh misalnya
pada kulit, mukosa.
2) Deep pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh yang lebih
dalam atau pada organ-organ tubuh visceral.
3) Refered pain, yaitu nyeri dalam yang disebabkan karena penyakit
organ/struktur dalam tubuh yang ditransmisikan ke bagian tubuh
didaerah yang berbeda, bukan daerah asal nyeri.
4) Central pain, yaitu nyeri yang terjadi karena perangsangan pada sistem
saraf pusat, spinal cord, batang otak, talamus.
b. Nyeri berdasarkan sifatnya:
1) Incidental pain, yaitu nyeri yang timbul sewaktu-waktu lalu
menghilang.

Rumah Sakit Islam Kota Magelang 3


Pedoman Pelayanan Unit Gawat Darurat

2) Steady pain, yaitu nyeri yang timbul dan menetap serta dirasakan dalam
waktu yang lama.
3) Paroxymal pain, yaitu nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan
kuat sekali. Nyeri tersebut biasanya menetap ± 10-15 menit, lalu
menghilang, kemudian timbul lagi.
c. Nyeri berdasarkan berat ringannya
1) Nyeri ringan, yaitu nyeri dengan intensitas yang rendah
2) Nyeri sedang, yaitu nyeri yang menimbulkan reaksi
3) Nyeri berat, yaitu nyeri dengan intensitas yang tinggi.
d. Nyeri berdasarkan waktu lamanya serangan
1) Nyeri akut, yaitu nyeri yang dirasakan dalam waktu yang singkat dan
berakhir kurang dari enam bulan, sumber dan daerah nyeri diketahui
dengan jelas.
2) Nyeri kronis, yaitu nyeri yang dirasakan lebih dari enam bulan. Pola
nyeri ada yang nyeri timbul dengan periode yang diselingi interval
bebas dari nyeri lalu nyeri timbul kembali. Adapula pola nyeri kronis
yang terus- menerus terasa makin lama semakin meningka
tintensitasnya walaupun telah diberikan pengobatan. Misalnya, pada
nyeri karena neoplasma.
2. Penyebab Rasa Nyeri
Penyebab rasa nyeri menurut Asmadi (2008) antara lain:
a. Fisik: Trauma (trauma mekanik, termis, kimiawi, maupun
elektrik),neoplasma, peradangan, gangguan sirkulasi darah. Trauma
mekanik menimbulkan nyeri karena ujung-ujung saraf bebas mengalami
kerusakan akibat benturan, gesekan, ataupun luka. Trauma termis
menimbulkan nyeri karena ujung saraf reseptor mendapat rangsangan
akibat panas, dingin. Trauma elektrik dapat menimbulkan nyeri karena
pengaruh aliran listrik yang kuat mengenai reseptor rasa nyeri. Nyeri pada
peradangan terjadi karena kerusakan ujung-ujung saraf reseptor akibat
adanya peradangan atau terjepit oleh pembengkakan.
b. Psikis: Trauma psikologis

Rumah Sakit Islam Kota Magelang 4


Pedoman Pelayanan Unit Gawat Darurat

Nyeri yang disebabkan faktor psikologis merupakan nyeri yang dirasakan


akibat trauma psikologis dan pengaruhnya terhadap fisik.
3. Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri
Faktor yang mempengaruhi nyeri menurut Potter & Perry (2006) adalah:
a. Usia
Merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri, khususnya pada
anak-anak dan lansia. Anak yang masih kecil mempunyai kesulitan
memahami nyeri dan prosedur yang dilakukan perawat yang menyebabkan
nyeri. Kemampuan klien lansia untuk menginterpretasikan nyeri dapat
mengalami komplikasi dengan keberadaan berbagai penyakit disertai
gejala samar-samar yang mungkin mengenai bagian tubuh yang sama.
b. Jenis kelamin
Secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam
berespons terhadap nyeri. Beberapa kebudayaan yang mempengaruhi jenis
kelamin. Misalnya, menganggap bahwa seorang anak laki-laki harus
berani dan tidak boleh menangis, sedangkan anak perempuan boleh
menangis dalam situasi yang sama.
c. Kebudayaan, keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara
individu mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan
apa yang diterima oleh kebudayaan mereka. Hal ini meliputi bagaimana
bereaksi terhadap nyeri.
d. Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat
menimbulkan suatu perasaan ansietas. Apabila rasa cemas tidak mendapat
perhatian maka rasa cemas dapat menimbulkan suatu masalah
penatalaksanaan nyeri yang serius. Nyeri yang tidak cepat hilang akan
menyebabkan psikosis dan gangguan kepribadian.
e. Pengalaman sebelumnya, pengalaman nyeri sebelumnya tidak selalu
berarti bahwa individu tersebut akan menerima nyeri dengan lebih mudah
pada masa yang akan datang.
f. Keletihan dapat meningkatkan persepsi nyeri. Rasa kelelahan
menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan

Rumah Sakit Islam Kota Magelang 5


Pedoman Pelayanan Unit Gawat Darurat

koping. Nyeri seringkali lebih berkurang setelah individu mengalami suatu


periode tidur yang lelap dibandingkan pada akhir hari yang melelahkan.
C. Strategi Penatalaksanaan Nyeri
Strategi penatalaksanaan nyeri mencakup baik secara farmakologis maupun
secara nonfarmakologis.
1. Penatalaksanaan nyeri secara farmakologis.
Penatalaksanaan nyeri secara farmakologis yaitu kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian analgesik dan anestesi. Analgesik merupakan metode yang umum
untuk mengatasi nyeri. Anestesi lokal dan regional, anestesi lokal adalah suatu
keadaan hilangnya sensasi pada lokalisasi bagian tubuh. Analgesia Epidural
adalah suatu anestesia lokal dan terapi yang efektif untuk menangani nyeri
pascaoperasi akut, nyeri persalian dan melahirkan, dan nyeri kronik, khususnya
yang berhubungan dengan kanker (Potter & Perry, 2006)
2. Penatalaksanaan nyeri secara nonfarmakologis
Metode pereda nyeri nonfarmakologi biasanya mempunyai resiko yang sangat
rendah. Metode ini diperlukan untuk mempersingkat episode nyeri yang
berlangsung hanya beberapa detik atau menit (Smeltzer & Bare, 2002)

Penatalaksanaan nyeri secara nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri terdiri


dari beberapa teknik diantaranya adalah:
1. Distraksi
Distraksi adalah mengalihkan perhatian klien ke hal yang lain dan dengan
demikian menurunkan kewaspadaan terhadap nyeri bahkan meningkatkan
toleransi terhadap nyeri (Potter & Perry, 2006).
2. Relaksasi
Teknik relaksasi adalah tindakan relaksasi otot rangka yang dipercaya dapat
menurunkan nyeri dengan merelaksasikan ketegangan otot yang mendukung rasa
nyeri (Tamsuri, 2007). Teknik relaksasi dapat dilakukan dengan cara melakukan
teknik relaksasi napas.
Teknik relaksasi adalah suatu bentuk tindakan keperawatan yang mana perawat
mengajarkan kepada pasien bagaimana cara melakukan napas dalam untuk

Rumah Sakit Islam Kota Magelang 6


Pedoman Pelayanan Unit Gawat Darurat

mengurangi nyeri. Pasien dapat memejamkan matanya dan bernapas dengan


perlahan dan nyaman. Irama yang konstan dapat dipertahankan dengan
menghitung dalam hati dan lambat bersama setiap inhalasi (“hirup, dua, tiga) dan
ekshalasi (hembuskan, dua, tiga). Pada saat perawat mengajarkan teknik ini, akan
sangat membantu bila menghitung dengan keras bersama pasien pada awalnya.
Ada tiga hal yang utama yang diperlukan dalam relaksasi yaitu posisi yang tepat,
pikiran beristirahat, lingkungan yang tenang. Posisi pasien diatur senyaman
mungkin dengan semua bagian tubuh disokong (misal bantal menyokong leher),
persendian fleksi, dan otot-otot tidak tertarik (misal tangan dan kaki tidak
disilangkan). Untuk menenangkan pikiran pasien dianjurkan pelan-pelan
memandang sekeliling ruangan.Untuk melestarikan muka, pasien dianjurkan
sedikit tersenyum atau membiarkan geraham bawahkendor (Priharjo, 2002).
Menurut Potter & Perry (2006) efek relaksasi antara lain: Penurunan
nadi, tekanan darah, dan pernapasan, penurunan konsumsi oksigen, penurunan
ketegangan otot, peningkatan kesadaran global, kurang perhatian terhadap
stimulus lingkungan, tidak ada perubahan posisi yang volunteer, perasaan damai
dan sejahtera, periode kewaspadaan yang santai, terjaga, dan dalam
3. Imajinasi terbimbing
Imajinasi terbimbing adalah menggunakan imajinasi seseorang dalam suatu cara
yang dirancang secara khusus untuk mencapai efek
positif tertentu (Smeltzer & Bare, 2002)
4. Hipnosis
Hipnosis efektif dalam meredakan nyeri atau menurunkan jumlah analgesik yang
dibutuhkan pada nyeri akut dan kronis (Smeltzer & Bare, 2002)

II. PELAYANAN PADA TAHAP TERMINAL (AKHIR HIDUP)


A. Pengertian
Pasien yang menuju akhir hidupnya, dan keluarganya, memerlukan asuhan
yang terfokus akan kebutuhan mereka yang unik. Pasien dalam tahap terminal
dapat mengalami gejala yang berhubungan dengan proses penyakit atau terapi
kuratif atau memerlukan bantuan yang berhubungan dengan masalah-masalah

Rumah Sakit Islam Kota Magelang 7


Pedoman Pelayanan Unit Gawat Darurat

psikososial, spiritual dan budaya yang berkaitan dengan kematian dan proses
kematian. Keluarga dan pemberi pelayanan dapat diberikan kelonggaran dalam
melayani anggota keluarga pasien yang sakit terminal atau membantu meringankan
rasa sedih dan kehilangan.
Kondisi Terminal adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh cedera atau
penyakit dimana terjadi kerusakan organ multiple yang dengan pengetahuan dan
teknologi kesehatan terkini tak mungkin lagi dapat dilakukan perbaikan sehingga
akan menyebabkan kematian dalam rentang waktu yang singkat. Pengaplikasian
terapi untuk memperpanjang/mempertahankan hidup hanya akan berefek dan
memperlama proses penderitaan/sekarat pasien.
Pasien Tahap Terminal adalah pasien dengan kondisi terminal yang makin
lama makin memburuk
Pasien adalah penerima jasa pelayanan kesehatan di rumah sakit baik dalam
keadaan sehat maupun sakit.
Mati Klinis adalah henti nafas (tidak ada gerak nafas spontan) ditambah
henti sirkulasi (jantung) total dengan semua aktivitas otak terhenti, tetapi tidak
ireversibel.
Mati Biologis adalah proses mati/ rusaknya semua jaringan, dimulai dengan
neuron otak yang menjadi nekrotik setelah kira-kira 1 jam tanpa sirkulasi, diikuti
oleh jantung, ginjal, paru dan hati yang menjadi nekrotik selama beberapa jam atau
hari.
Mati Batang Otak adalah keadaan dimana terjadi kerusakan seluruh isi
saraf/neuronal intrakranial yang tidak dapat pulih termasuk batang otak dan
serebelum.
Alat Bantu Napas (Ventilator) adalah alat yang digunakan untuk membantu
sebagian atau seluruh proses ventilasi untuk mempertahankan oksigenasi.
Witholding life support adalah penundaan bantuan hidup
Withdrowing life support adalah penghentian bantuan hidup
Mengelola Akhir Kehidupan (End of Life) adalah pelayanan tindakan
penghentian bantuan hidup(Withdrowinglife support) atau penundaan bantuan
hidup (Witholding life support).

Rumah Sakit Islam Kota Magelang 8


Pedoman Pelayanan Unit Gawat Darurat

Informed Consent dalam profesi kedokteran adalah pernyataan


setuju(consent) atau ijin dari seseorang (pasien) yang diberikan secara
bebas,rasional, tanpa paksaan (voluntary) terhadap tindakan kedokteran yang akan
dilakukan terhadapnya sesudah mendapatkan informasi yang cukup(informed)
tentang kedokteran yang dimaksud.
Donasi Organ adalah tindakan memberikan organ tubuh dari donor kepada
resipien.
Perawatan Paliatif adalah upaya medik untuk meningkatkan atau
mepertahankan kualitas hidup pasien dalam kondisi terminal.
B. Tujuan
Pasien yang dalam proses kematian mempunyai kebutuhan khusus untuk
dilayani dengan penuh hormat dan kasih. Untuk mencapai ini semua staf harus
sadar akan uniknya kebutuhan pasien dalam keadaan akhir kehidupannya. Perhatian
terhadap kenyamanan dan martabat pasien mengarahkan semua aspek asuhan slama
stadium akhir hidup. Asuhan akhir kehidupan yang diberikan rumah sakit termasuk:
A. Pemberian pengobatan yang sesuai dengan gejala dan keinginan pasien
dan keluarga
B. Menyampaikan isu yang sensitive seperti autopsy dan donasi organ
C. Menghormati nilai yang dianut pasien, agama dan preferensi budaya
D. Mengikutsertakan pasien dan keluarganya dalam semua aspek pelayanan
E. Memberikan respon pada masalah – masalah psikologis, emosional,
spiritual dan budaya dari asien dan keluarganya.
Untuk mencapai tujuan ini semua staf harus menyadari akan kebutuhan
pasien yang unik pada akhir hidupnya (lihat juga HPK 2.5, Maksud dan
Tujuan). Rumah Sakit mengevaluasi mutu asuhan akhir – kehidupan,
berdasarkan evaluasi (serta persepsi) keluarga dan staf, terhadap asuhan yang diberikan.
Masalah yang melingkupi kondisi terminal pasien, yaitu mulai dari titik
yang aktual dimana pasien dinyatakan kritis sampai diputuskankan
meninggal dunia atau mati. Seseorang dinyatakan meninggal/ mati apabila
fungsi jantung dan paru berhenti, kematian sistemik atau kematian sistem
tubuh lainnya terjadi dalam beberapa menit, dan otak merupakan organ besar

Rumah Sakit Islam Kota Magelang 9


Pedoman Pelayanan Unit Gawat Darurat

pertama yang menderita kehilangan fungsi yang ireversibel, selanjutnya


organ-organ lain akan mati. Respon pasien dalam kondisi terminal sangat
individual tergantung kondisi fisik, psikologis, sosial yang dialami, sehingga
dampak yang ditimbulkan pada tiap individu juga berbeda.Hal ini
mempengaruhi tingkat kebutuhan dasar yang ditunjukan oleh pasien
terminal. Menurut Elisabeth Kübler-Ross, M.D., ada 5 fase menjelang
kematian, yaitu :
1. Denial (fase penyangkalan / pengingkaran diri)
Dimulai ketika orang disadarkan bahwa ia menderita penyakit yang
parah dan dia tidak dapat menerima informasi ini sebagai kebenaran dan
bahkan mungkin mengingkarinya. Penyangkalan ini merupakan Mekanis
pertahanan yang acap kali ditemukan pada hampir setiap pasien pada
saat pertama mendengar berita mengejutkan tentang keadaan dirinya.
2. Anger ( fase kemarahan )
Terjadi ketika pasien tidak dapat lagi mengingkari kenyataan bahwa ia
akan meninggal. Masanya tiba dimana ia mengakui, bahwa kematian
memang sudah dekat. Tetapi kesadaran ini seringkali disertai dengan
munculnya ketakutan dan kemarahan. Kemarahan ini seringkali
sembuh,sehingga mereka akan memberikan perhatian dan kasih sayang
diakhir kehidupan pasien tersebut.
C. Aspek Medis
Kebanyakan kalangan dalam dunia kedokteran dan hukum sekarang ini
mendefinisikan kematian dalam pengertian mati otak (MO) walaupun
jantung mungkin masih berdenyut dan ventilasi buatan (ventilator)
dipertahankan.Akan tetapi banyak pula yang memakai konsep mati batang
otak (MBO)sebagai pengganti MO dalam penentuan mati.Dengan
meningkatnya ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang kedokteran maka
banyak pilihan pengobatan yang berguna memberi bantuan hidup terhadap
pasien tahap terminal. Pilihan ini seringkali menimbulkan dilemma terutama
bagi keluarga pasien karena mereka menyadari bahwa tindakan tersebut
bukan upaya penyembuhan dan hanya akan menambah penderitaan pasien.

Rumah Sakit Islam Kota Magelang 10


Pedoman Pelayanan Unit Gawat Darurat

Keluarga menginginkan sebuah proses di mana berbagai intervensi medis


(misalnya pemakaian ventilator) tidak lagi diberikan kepada pasien dengan
harapan bahwa pasien akan meninggal akibat penyakit yangmendasarinya.
Ketika keluarga/ wali meminta dokter menghentikan bantuan hidup
(withdrowing life support)atau menunda bantuan hidup (withholding life
support )terhadap pasien tersebut, maka dokter harus menghormati pilihan
tersebut. Pada situasi tersebut, dokter memiliki legalitas dimata hukum
dengan syarat sebelum keputusan penghentian atau penundaan bantuan
hidup dilaksanakan, tim dokter telah memberikan informasi kepada
keluarga pasien tentang kondisi terminal pasien dan pertimbangan keputusan
keluarga / wali tertulis dalam informed consent.

D. TATA LAKSANA
1. Aspek keperawatan
a. Assesmen Keperawatan
Perawat dapat berbagi penderitaan pasien menjelang ajal dan mengintervensi
dengan melakukan assesmen yang tepat sebagaiberikut :
1) Assmen tingkat pemahaman pasien dan keluarga
a) Closed awareness : pasien dan atau keluarga percaya bahwa
pasien akan segera sembuh.
b) Mutual pretense : keluarga mengetahui kondisi terminal pasien
dan tidak membicarakannya lagi, kadang – kadang keluarga menghindari
percakapan tentang kematian demi menghindarkan dari tekanan.
c) Open awareness : keluarga telah mengetahui tentang proses kematian dan tidak merasa
keberatan untuk mempebincangkannya walaupun terasa sulit dan sakit. Kesadaran ini
membuat keluarga mendapatkan kesempatan untuk menyelesaikan masalah – masalah,
bahkan dapat berpartisipasi dalam merencanakan pemakaman. Pada tahapan ini, perawat
atau dokter dapat menyampaikan isu yang sensitive bagi keluarga seperti autopsi atau
donasi organ.
b. Assesmen factor fisik pasien
Pada kondisi terminal atau menjelang ajal pasien dihadapkan pada

Rumah Sakit Islam Kota Magelang 11


Pedoman Pelayanan Unit Gawat Darurat

berbagai masalah menurunya fisik, perawat harus mampu mengenali


perubahan fisik yang terjadi pada pasien terminal meliputi :
1) Pernafasan (breath)
a) Apakah teratur atau tidak teratur.
b) Apakah ada suara napas tambahan seperti ronki, wheezing,
stridor, crackles, dll.
c) Apakah terjadi sesak nafas.
d) Apakah ada batuk , bila ada apakah produktif atau tidak.
e) Apakah ada sputum, bila ada bagaimana jumlah warna, bau,
dan jenisnya.
f) Apakah memakai ventilasi mekanik (ventilator) atau tidak
2) Kardio varkuler (blood)
a) Bagaimana irama jantung, apakah regular atau ireguler.
b) Bagaimana akral, apakah hangat, kering, merah, dingin, basah dan pucat.
c) Bagaimana pulsasi, apakah sangat kuat, kuat teraba, lemah teraba, hilang timbul
atau tidak teraba.
d) Apakah ada perdarahan atau tidak, bila ada dimana lokasinya.
e) Apakah ada CVC atau tidak, bila ada berapa ukurannya dalam Cm H2O.
f) Berapa tensi dan MAP dalam ukuran mmHg.
g) Lain – lainnya bila ada.
3) Persyarafan (brain)
a) Bagaimana ukuran GCS dan total untuk mata, verbal, motoric dan kesadaran pasien.
b) Berapa ukuran ICP dalam Cm H2O.
c) Apakah ada tanda TIK seperti nyeri kepala atau muntah proyektil.
d) Bagaimana konjungtiva, apakah anemia atau kemerahan.
4) Perkemihan (blader)
a) Bagaimana area genital, apakah bersih atau kotor.
b) Berapa jumlah cairan masuk dalam hitungan cc/hari.
c) Bagaimana cara buang air kecil, apakah spontan atau dengan bantuan dower kateter.
d) Bagaimana produksi urine, berapa jumlah cc/jam, bagaimana warnannya,
bagaimana baunya.

Rumah Sakit Islam Kota Magelang 12


Pedoman Pelayanan Unit Gawat Darurat

5) Pencernaan (bowel)
a) Bagaimana nafsu makan, apakah baik atau menurun.
b) Bagaimana porsi makan, habis atau tidak.
c) Minum berapa cc/hari, dengan jenis cairan apa.
d) Apakah mulut bersih, kotor dan berbau.
e) Buang air besar berapa kali sehari, apakah teratur atau tidak,bagaimana konsistensi,
warna dan bau feses.
6) Musculoskeletal / Intergumen
a) Bagaimana kemampuan pergerakan sendi, bebas, atau terbatas.
b) Bagaimana warna kulit, apakah ikterus, sianotik, kemerahan pucat atau
hiperpigmentasi .
c) Apakah ada odema atau tidak, bila ada dimana lokasinya.
d) Apakah ada dekubitus atau tidak, bila ada dimana lokasinya.
e) Apakah ada luka atau tidak bila ada dimana lokasinya dan apa jenis lukanya.
f) Apakah ada kontraktur atau tidak, bila ada dimana lokasinya.
g) Apakah ada fraktur atau tidak, bila ada dimana lokasinya dan apa jenis frakturnya.
h) Apakah ada jalur infus atau tidak bila ada dimana lokasinya.
c. Assesmen tingkat nyeri pasien
Lakukan asesmen rasa nyeri pasien.Bila nyeri sangat mengganggu, maka segera lakukan
menajemen nyeri yang memadai.
d. Assesmen faktor kulturpsikososial
1) Tahap Denial: Asesmen pengetahuan pasien, kecemasan pasien danpenerimaan pasien
terhadap penyakit, pengobatan dan hasilnya.
2) Tahap Anger: pasien menyalahkan semua orang, emosi tidak terkendali, komunikasi
ada dan tiada, orientasi pada diri sendiri.
3) Tahapan Bargaining: pasien mulai menerima keadaan dan berusaha untuk mengulur
waktu, rasa marah sudah berkurang.
4) Tahapan Depresi: Asesmen potensial bunuh diri, gunakan kalimat terbuka untuk
mendapatkan data dari pasien.
5) Tahapan Acceptance:Asesmen keinginan pasien untukistirahat/menyendiri.
e. Assessment faktor spiritual

Rumah Sakit Islam Kota Magelang 13


Pedoman Pelayanan Unit Gawat Darurat

Asesmen kebutuhan pasien akan bimbingan rohani atau seseorang


yangdapat membantu kebutuhan spiritualnya, biasanya pada saat
pasien sedang berada di tahapan bargaining.
23
2. Aspek medis
a. Intervensi Medis Ketika pasien mengalami cedera berat atau sakit yangserius,maka
beberapa intervensi medis dapat memperpanjang hidup pasien, sebagai berikut:
1) Tindakan Resusitasi Jantung Paru Otak (RJPO)
Pemberian bantuan hidup dasar dan lanjut kepada pasien yang mengalami henti napas
atau henti jantung. RJPO diindikasikanuntuk pasien yang tidak bernapas dan tidak
menunjukan tanda–tanda sirkulasi, dan tanpa instruksi DNR di rekam medisnya.
2) Pemakaian Alat Ventilasi Mekanik (Ventilator)
Pemakaian ventilator,ditujukan untuk keadaan tertentu karena penyakityang berpotensi
atau menyebabkan gagal napas.
3) Pemberian Nutrisi
a) Feeding Tube, Seringkali pasien sakit terminal tidak bisa mendapatkan makanan lewat
mulut langsung, sehingga perlu dilakuan pemasangan feeding tube untuk memenuhi
nutrisi pasien tersebut.
b) Parenteral Nutrition, adalah sebuah upaya untuk mengirim nutrisi secara langsung
ke dalam pembuluh darah, yang berguna untuk menjaga kebutuhan nutrisi pasien
4) Tindakan Dialisis
Tindakan dialysis diberikan pada pasien terminal yang mengalami penurunan fungsi
ginjal, baik yang akut maupun yang Kronik dengan LFG < 15 mL/menit. Pada keadaan
ini fungsi ginjal sudah sangat menurun sehingga terjadi akumulasi toksin dalam tubuh
yang disebut sebagai uremia.
5) Pemberian Antibiotik
Pasien terminal, memiliki risiko infeksi berat 5-10 kali lebih tinggi dibandingkan pasien
lainnya. Infeksi berat ini paling sering ditemukan pada saluran pernapasan,
salurankemih,peredaran darah, atau daerah trauma/operasi. Infeksi tersebut menyebabkan
peningkatan morbiditas dan mortalitas, pemanjangan masa perawatan, dan
pembengkakan biaya perawatan. Penyebab meningkatnya risiko infeksi ini

Rumah Sakit Islam Kota Magelang 14


Pedoman Pelayanan Unit Gawat Darurat

bersifat multifaktorial,meliputi penurunan fungsi imun, gangguan fungsi barrier


usus,penggunaan antibiotik spectrum luas, katekolamin, penggunaan preparat darah, atau
dari alat kesehatan yang digunakan (sepertiventilator).
Pasien menderita penyakit terminal dengan prognose yang buruk hendaknya
diinformasikan lebih dini untuk menolak atau menerima bila dilakukan resusitasi maupun
ventilator.
b. Withdrawing life support dan with holding life support
Pengelolaan akhir kehidupan meliputi penghentian bantuan hidup (withdrawing life
support) dan penundaan bantuan hidup (withholdinglife support) yang dilakukan pada
pasien yang dirawat di ruang rawat intensif care). Keputusan withdrawing / withholding
adalahkeputusan medis dan etis yang dilakukan oleh 3 (tiga) dokter yaitu dokter spesialis
anestesiologi atau dokter lain yang memiliki kompetensi dan 2 (dua)orang dokter lain
yang ditunjuk oleh komite medis rumah sakit.Adapun persyaratan withdrawing life
support &withholding life support sebagai berikut :
1. Informed Consent Pada keadaan khusus, dimana perlu
adanyatindakanpenghentian/penundaan bantuan hidup (withdrawing/withholding
lifesupport) pada seorang pasien, maka harus mendapat persetujuan keluarga terdekat
pasien.Persetujuan penghentian/penundaan bantuan hidup oleh keluarga terdekat pasien
harus diberikan secara tertulis (written consent) dalam bentuk pernyataan yang tertuang
dalam Formulir Pernyataan Pemberian Informasi Kondisi Terminal yang disimpan dalam
rekam medis pasien, dimana pernyataan tersebut diberikan setelah keluarga mendapat
penjelasan dari tim DPJP yang bersangkutanmengenai beberapa hal sebagai berikut:
2. Diagnosis : Temuan klinis dan hasil pemeriksaan medis sampai saat tersebut.

Rumah Sakit Islam Kota Magelang 15


Pedoman Pelayanan Unit Gawat Darurat

BAB IV
DOKUMENTASI

Proses pendokumentasian ditulis pada form yang sudah disediakan. Penulisan


hasil tindakan pada lembar catatan perkembangan pasien terintegrasi ( cppt ) .

DIREKTUR RSUD TIDAR KOTA


MAGELANG

SRI HARSO

Rumah Sakit Islam Kota Magelang 16

Anda mungkin juga menyukai