Anda di halaman 1dari 24

FARMASI RUMAH SAKIT

“ Formularium Hipertensi Esensial Berat“

Disusun oleh :
Nama : Reyvi Denira
NPM : 2017000111
Kelas : C

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PANCASILA
2017/2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. Definisi Hipertensi
The Joint National Community on Preventation, Detection evaluation and
treatment of High Blood Preassure dari Amerika Serikat dan badan dunia WHO dengan
International Society of Hipertention membuat definisi hipertensi yaitu apabila tekanan
darah seseorang tekanan sistoliknya 140 mmHg atau lebih atau tekanan diastoliknya 90
mmHg atau lebih atau sedang memakai obat anti hipertensi.
Pada anak-anak, definisi hipertensi yaitu apabila tekanan darah lebih dari 95
persentil dilihat dari umur, jenis kelamin, dan tinggi badan yang diukur sekurang-
kurangnya tiga kali pada pengukuran yang terpisah.

Klasifikasi tekanan darah


Klasifikasi tekanan darah oleh JNC 7 untuk pasien dewasa (umur ≥ 18 tahun)
berdasarkan rata-rata pengukuran dua tekanan darah atau lebih pada dua atau lebih
kunjungan klinis2 (Tabel 2). Klasifikasi tekanan darah mencakup 4 kategori,
dengan nilai normal pada tekanan darah sistolik (TDS) < 120 mm Hg dan tekanan darah
diastolik (TDD) < 80 mm Hg. Prehipertensi tidak dianggap sebagai kategori penyakit
tetapi mengidentifikasi pasien-pasien yang tekanan darahnya cendrung meningkat ke
klasifikasi hipertensi dimasa yang akan datang. Ada dua tingkat (stage) hipertensi ,
dan semua pasien pada kategori ini harus diberi terapi obat.

Tek darah sistolik, Tek darah diastolic,


Klasifikasi tekanan darah
mm Hg mm Hg
Normal <120 dan <80
Prehipertensi 120-139 atau 80-89
Hipertensi stage 1 140-159 atau 90-99
Hipertensi stage 2 ≥ 160 atau ≥ 100

Tabel 1. Klasifikasi tekanan darah untuk dewasa umur ≥ 18 tahun menurut JNC 7.2

Krisis hipertensi merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan darah yang
sangat tinggi yang kemungkinan dapat menimbulkan atau telah terjadinya kelainan
organ target. Biasanya ditandai oleh tekanan darah >180/120 mmHg; dikategotikan
sebagai hipertensi emergensi atau hipertensi urgensi. Pada hipertensi emergensi
tekanan darah meningkat ekstrim disertai dengan kerusakan organ target akut yang
bersifat progresif, sehingga tekanan darah harus diturunkan segera (dalam hitungan
menit – jam) untuk mencegah kerusakan organ target lebih lanjut.
Hipertensi urgensi adalah tingginya tekanan darah tanpa disertai kerusakan organ target
yang progresif. Tekanan darah diturunkan dengan obat antihipertensi oral ke nilai
tekanan darah pada tingkat 1 dalam waktu beberapa jam s/d beberapa hari.

B. Etiologi
Hipertensi merupakan suatu penyakit dengan kondisi medis yang beragam.
Pada kebanyakan pasien etiologi patofisiologi-nya tidak diketahui (essensial atau
hipertensi primer). Hipertensi primer ini tidak dapat disembuhkan tetapi dapat di
kontrol. Kelompok lain dari populasi dengan persentase rendah mempunyai penyebab
yang khusus, dikenal sebagai hipertensi sekunder. Banyak penyebab hipertensi
sekunder; endogen maupun eksogen. Bila penyebab hipertensi sekunder dapat
diidentifikasi, hipertensi pada pasien-pasien ini dapat disembuhkan secara potensial.

Hipertensi primer (essensial)


Lebih dari 90% pasien dengan hipertensi merupakan hipertensi essensial (hipertensi
primer). Literatur lain mengatakan, hipertensi essensial merupakan 95% dari seluruh
kasus hipertensi. Beberapa mekanisme yang mungkin berkontribusi untuk terjadinya
hipertensi ini telah diidentifikasi, namun belum satupun teori yang tegas
menyatakan patogenesis hipertensi primer tersebut. Hipertensi sering turun temurun
dalam suatu keluarga, hal ini setidaknya menunjukkan bahwa faktor genetik memegang
peranan penting pada patogenesis hipertensi primer. Menurut data, bila ditemukan
gambaran bentuk disregulasi tekanan darah yang monogenik dan poligenik mempunyai
kecenderungan timbulnya hipertensi essensial. Banyak karakteristik genetik dari gen-
gen ini yang mempengaruhi keseimbangan natrium, tetapi juga di dokumentasikan
adanya mutasi-mutasi genetik yang merubah ekskresi kallikrein urine, pelepasan nitric
oxide, ekskresi aldosteron, steroid adrenal, dan angiotensinogen.
C. Patofisiologi
Tekanan darah arteri
Tekanan darah arteri adalah tekanan yang diukur pada dinding arteri dalam millimeter
merkuri. Dua tekanan darah arteri yang biasanya diukur, tekanan darah sistolik (TDS)
dan tekanan darah diastolik (TDD). TDS diperoleh selama kontraksi jantung dan TDD
diperoleh setelah kontraksi sewaktu bilik jantung diisi. Banyak faktor yang mengontrol
tekanan darah berkontribusi secara potensial dalam terbentuknya hipertensi; faktor-
faktor tersebut adalah (gambar 1 ):
1. Meningkatnya aktifitas sistem saraf simpatik (tonus simpatis dan/atau
variasi diurnal), mungkin berhubungan dengan meningkatnya respons terhadap
stress psikososial dll
2. Produksi berlebihan hormon yang menahan natrium dan vasokonstriktor
3. Asupan natrium (garam) berlebihan
4. Tidak cukupnya asupan kalium dan kalsium
5. Meningkatnya sekresi renin sehingga mengakibatkan meningkatnya produksi
angiotensin II dan aldosterone
6. Defisiensi vasodilator seperti prostasiklin, nitrik oxida (NO), dan peptide
natriuretic
7. Perubahan dalam ekspresi sistem kallikrein-kinin yang mempengaruhi tonus
vaskular dan penanganan garam oleh ginjal
8. Abnormalitas tahanan pembuluh darah, termasuk gangguan pada pembuluh
darah kecil di ginjal
9. Diabetes mellitus
10. Resistensi insulin
11. Obesitas
12. Meningkatnya aktivitas vascular growth factors
13. Perubahan reseptor adrenergic yang mempengaruhi denyut jantung,
karakteristik inotropik dari jantung, dan tonus vascular
14. Berubahnya transpor ion dalam sel
Gambar 1: Mekanisme patofisiologi dari hipertensi.

D. Penyebab Hipertensi secara Epidemiologi


Hipertensi adalah masalah kesehatan masyarakat. Hipertensi yang tidak
terkontrol dapat memicu timbulnya penyakit degeneratif, seperti gagal jantung
congestive, gagal ginjal, dan penyakit vaskuler. Hipertensi disebut “silent killer” karena
sifatnya asimptomatik dan setelah beberapa tahun menimbulkan stroke yang fatal atau
penyakit jantung. Meskipun tidak dapat diobati, pencegahan dan penatalaksanaan dapat
menurunkan kejadian hipertensi dan penyakit yang menyertainya.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, diketahui hampir
seperempat (24,5%) penduduk Indonesia usia di atas 10 tahun mengkonsumsi makanan
asin setiap hari, satu kali atau lebih. Sementara prevalensi hipertensi di Indonesia
mencapai 31,7% dari populasi pada usia 18 tahun ke atas. Dari jumlah itu, 60%
penderita hipertensi berakhir pada stroke. Sedangkan sisanya pada jantung, gagal
ginjal, dan kebutaan. Pada orang dewasa, peningkatan tekanan darah sistolik sebesar 20
mmHg menyebabkan peningkatan 60% risiko kematian akibat penyakit kardiovaskuler.
Berdasarkan American Heart Association (AHA, 2001), terjadi peningkatan
rata-rata kematian akibat hipertensi sebesar 21% dari tahun 1989 sampai tahun 1999.
Secara keseluruhan kematian akibat hipertensi mengalami peningkatan sebesar 46%.
Data Riskesdas menyebutkan hipertensi sebagai penyebab kematian nomor 3 setelah
stroke dan tuberkulosis, jumlahnya mencapai 6,8% dari proporsi penyebab kematian
pada semua umur di Indonesia.
Hipertensi perlu diwaspadai karena merupakan bahaya diam-diam. Tidak ada
gejala atau tanda khas untuk peringatan dini bagi penderita hipertensi. Selain itu,
banyak orang merasa sehat dan energik walaupun memiliki hipertensi. Berdasarkan
hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, sebagian besar kasus hipertensi di
masyarakat belum terdiagnosis.
Tekanan darah adalah kekuatan yang ditimbulkan oleh jantung yang
berkontraksi seperti pompa, sehingga darah terus mengalir dalam pembuluh darah.
Kekuatan itu mendorong dinding pembuluh arteri atau nadi. Tekanan darah diperlukan
agar darah tetap mengalir dan mampu melawan gravitasi serta hambatan dalam dinding
arteri. Tanpa adanya kekuatan secara terus – menerus dalam sistem peredaran, darah
segar tidak dapat terbawa ke otak dan jaringan seluruh tubuh.
Tekanan darah yang paling rendah terjadi saat tubuh dalam keadaan istirahat
atau tidur dan akan naik sewaktu latihan atau berolahraga. Hal ini disebabkan dalam
latihan atau olahraga diperlukan aliran darah dan oksigen yang lebih banyak untuk otot
– otot.3 Jika terdapat hambatan misalnya karena penyempitan pembuluh arteri, tekanan
darah akan meningkat dan tetap pada tingkat yang tinggi,3,4 semakin besar hambatan
tekanan darah akan semakin tinggi.

E. Gejala Klinis
Peninggian tekanan darah kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala pada
hipertensi esensial dan tergantung dari tinggi rendahnya tekanan darah, gejala yang
timbul dapat berbeda-beda. Kadang-kadang hipertensi esensial berjalan tanpa gejala,
dan baru timbul gejala setelah terjadi komplikasi pada organ target seperti pada ginjal,
mata, otak dan jantung.
Perjalanan penyakit hipertensi sangat berlahan. Penderita hipertensi mungkin
tidak menunjukkan gejala selama bertahun – tahun. Masa laten ini menyelubungi
perkembangan penyakit sampai terjadi kerusakan organ yang bermakna. Bila terdapat
gejala biasanya hanya bersifat spesifik, misalnya sakit kepala atau pusing. Gejala lain
yang sering ditemukan adalah epistaksis, mudah marah, telinga berdengung, rasa berat
di tungkuk, sukar tidur, dan mata berkunang-kunang. Apabila hipertensi tidak diketahui
dan dirawat dapat mengakibatkan kematian karena payah jantung, infark miokardium,
stroke atau gagal ginjal. Namun deteksi dini dan parawatan hipertensi dapat
menurunkan jumlah morbiditas dan mortalitas.
Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut:
1) Sakit kepala
2) Kelelahan
3) Mual
4) Muntah
5) sesak nafas
6) gelisah
7) pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak,
mata, jantung dan ginjal.

F. Diagnosis
Evaluasi hipertensi
Ada 3 tujuan evaluasi pasien dengan hipertensi:
1. Menilai gaya hidup dan identifikasi faktor-faktor resiko kardiovaskular atau
penyakit penyerta yang mungkin dapat mempengaruhi prognosis sehingga
dapat memberi petunjuk dalam pengobatan
2. Mencari penyebab tekanan darah tinggi
3. Menetukan ada tidaknya kerusakan organ target dan penyakit kardiovaskular
Data diperoleh melalui anamnesis mengenai keluhan pasien, riwayat penyakit
dahulu dan penyakit keluarga, pemeriksaan fisik, tes laboratorium rutin, dan
prosedur diagnostik lainnya.
Pemeriksaan fisik termasuk pengukuran tekanan darah yang benar, pemeriksaan
funduskopi, perhitungan BMI (body mass index) yaitu berat badan (kg) dibagi dengan
tinggi badan (meter kuadrat), auskultasi arteri karotis, abdominal, dan bruit arteri
femoralis; palpasi pada kelenjar tiroid; pemeriksaan lengkap jantung dan paru-paru;
pemeriksaan abdomen untuk melihat pembesaran ginjal, massa intra abdominal,
dan pulsasi aorta yang abnormal; palpasi ektremitas bawah untuk melihat adanya edema
dan denyut nadi, serta penilaian neurologis. Hipertensi seringkali disebut sebagai
“silent killer” karena pasien dengan hipertensi esensial biasanya tidak ada gejala
(asimptomatik). Penemuan fisik yang utama adalah meningkatnya tekanan darah.
Pengukuran rata-rata dua kali atau lebih dalam waktu dua kali kontrol ditentukan
untuk mendiagnosis hipertensi. Tekanan darah ini digunakan untuk mendiagnosis dan
mengklasifikasikan sesuai dengan tingkatnya.

G. Komplikasi Hipertensi
Tekanan darah tinggi dalam jangka waktu lama akan merusak endothel arteri dan
mempercepat atherosklerosis. Komplikasi dari hipertensi termasuk rusaknya organ
tubuh seperti jantung, mata, ginjal, otak, dan pembuluh darah besar. Hipertensi adalah
faktor resiko utama untuk penyakit serebrovaskular (stroke, transient ischemic
attack), penyakit arteri koroner (infark miokard, angina), gagal ginjal, dementia, dan
atrial fibrilasi. Bila penderita hipertensi memiliki faktor-faktor resiko kardiovaskular
lain, maka akan meningkatkan mortalitas dan morbiditas akibat gangguan
kardiovaskularnya tersebut. Menurut Studi Framingham, pasien dengan hipertensi
mempunyai peningkatan resiko yang bermakna untuk penyakit koroner, stroke,
penyakit arteri perifer, dan gagal jantung.
BAB II
PENATALAKSANAAN

A. Tujuan terapi.
Tujuan umum pengobatan hipertensi adalah :
1. Penurunan mortalitas dan morbiditas yang berhubungan dengan hipertensi.
Mortalitas dan morbiditas ini berhubungan dengan kerusakan organ target
(misal: kejadian kardiovaskular atau serebrovaskular, gagal jantung, dan
penyakit ginjal)
2. Mengurangi resiko merupakan tujuan utama terapi hipertensi, dan pilihan
terapi obat dipengaruhi secara bermakna oleh bukti yang menunjukkan
pengurangan resiko.
Target nilai tekanan darah yang di rekomendasikan dalam JNC VII.2
• Kebanyakan pasien < 140/90 mm Hg
• Pasien dengan diabetes < 130/80 mm Hg
• Pasien dengan penyakit ginjal kronis < 130/80 mm Hg

Pendekatan secara umum


Walaupun hipertensi merupakan salah satu kondisi medis yang umum dijumpai, tetapi
kontrol tekanan darah masih buruk. Kebanyakan pasien dengan hipertensi tekanan
darah diastoliknya sudah tercapai tetapi tekanan darah sistolik masih tinggi.
Diperkirakan dari populasi pasien hipertensi yang diobati tetapi belum terkontrol,
76.9% mempunyai tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan tekanan darah diastolic
≤90 mmHg. Pada kebanyakan pasien, tekanan darah diastolik yang diinginkan akan
tercapai apabila tekanan darah sistolik yang diiginkan sudah tercapai. Karena
kenyataannya tekanan darah sistolik berkaitan dengan resiko kardiovaskular dibanding
tekanan darah diastolik, maka tekanan darah sistolik harus digunakan sebagai
petanda klinis utama untuk pengontrolan penyakit pada hipertensi.
Modifikasi gaya hidup saja bisa dianggap cukup untuk pasien dengan
prehipertensi, tetapi tidak cukup untuk pasien-pasien dengan hipertensi atau untuk
pasien-pasien dengan target tekanan darah ≤130/80 mmHg (DM dan penyakit
ginjal). Pemilihan obat tergantung berapa tingginya tekanan darah dan adanya indikasi
khusus. Kebanyakan pasien dengan hipertensi tingkat 1 harus diobati pertama-tama
dengan diuretik tiazid. Pada kebanyakan pasien dengan tekanan darah lebih tinggi
(hipertensi tingkat 2), disarankan kombinasi terapi obat, dengan salah satunya diuretik
tipe tiazid. Algoritme untuk pengobatan hipertensi dapat dilihat pada gambar 2.
Terdapat enam indikasi khusus dimana kelas-kelas obat antihipertensi tertentu
menunjukkan bukti keuntungan yang unik.

Gambar 2: Algoritme Pengobatan Hipertensi Apabila Target Tekanan Darah Yang


Diinginkan Tidak Tercapai (Jnc 7)
B. Penatalaksanaan Hipertensi
Penatalaksanaan hipertensi dapat dilakukan dengan:
1. Terapi nonfarmakologi
Menerapkan gaya hidup sehat bagi setiap orang sangat penting untuk mencegah
tekanan darah tinggi dan merupakan bagian yang penting dalam penanganan
hipertensi. Semua pasien dengan prehipertensi dan hipertensi harus
melakukan perubahan gaya hidup. Perubahan yang sudah terlihat menurunkan
tekanan darah dapat terlihat pada tabel 4 sesuai dengan rekomendasi dari JNC
VII. Disamping menurunkan tekanan darah pada pasien-pasien dengan
hipertensi, modifikasi gaya hidup juga dapat mengurangi berlanjutnya tekanan
darah ke hipertensi pada pasien-pasien dengan tekanan darah prehipertensi.
Modifikasi gaya hidup yang penting yang terlihat menurunkan tekanan
darah adalah mengurangi berat badan untuk individu yang obes atau
gemuk; mengadopsi pola makan DASH (Dietary Approach to Stop
Hypertension) yang kaya akan kalium dan kalsium; diet rendah natrium;
aktifitas fisik; dan mengkonsumsi alkohol sedikit saja. Pada sejumlah pasien
dengan pengontrolan tekanan darah cukup baik dengan terapi satu obat
antihipertensi; mengurangi garam dan berat badan dapat membebaskan pasien
dari menggunakan obat.
Program diet yang mudah diterima adalah yang didisain untuk menurunkan
berat badan secara perlahan-lahan pada pasien yang gemuk dan obes disertai
pembatasan pemasukan natrium dan alkohol. Untuk ini diperlukan pendidikan
ke pasien, dan dorongan moril.
Fakta-fakta berikut dapat diberitahu kepada pasien supaya pasien mengerti
rasionalitas intervensi diet:
a) Hipertensi 2 – 3 kali lebih sering pada orang gemuk dibanding orang
dengan berat badan ideal
b) Lebih dari 60 % pasien dengan hipertensi adalah gemuk (overweight)
c) Penurunan berat badan, hanya dengan 10 pound (4.5 kg) dapat
menurunkan tekanan darah secara bermakna pada orang gemuk.
d) Obesitas abdomen dikaitkan dengan sindroma metabolik, yang juga
prekursor dari hipertensi dan sindroma resisten insulin yang dapat
berlanjut ke DM tipe 2, dislipidemia, dan selanjutnya ke penyakit
kardiovaskular.
e) Diet kaya dengan buah dan sayuran dan rendah lemak jenuh dapat
menurunkan tekanan darah pada individu dengan hipertensi.

JNC VII menyarankan pola makan DASH yaitu diet yang kaya dengan
buah, sayur, dan produk susu redah lemak dengan kadar total lemak dan lemak
jenuh berkurang. Natrium yang direkomendasikan < 2.4 g (100 mEq)/hari.
Aktifitas fisik dapat menurunkan tekanan darah. Olah raga aerobik secara
teratur paling tidak 30 menit/hari beberapa hari per minggu ideal untuk
kebanyakan pasien. Studi menunjukkan kalau olah raga aerobik, seperti
jogging, berenang, jalan kaki, dan menggunakan sepeda, dapat
menurunkan tekanan darah. Keuntungan ini dapat terjadi walaupun tanpa
disertai penurunan berat badan. Pasien harus konsultasi dengan dokter untuk
mengetahui jenis olah-raga mana yang terbaik terutama untuk pasien dengan
kerusakan organ target.
Merokok merupakan faktor resiko utama independen untuk penyakit
kardiovaskular. Pasien hipertensi yang merokok harus dikonseling
berhubungan dengan resiko lain yang dapat diakibatkan oleh merokok.

Modifikasi Rekomendasi Kira-kira


penurunan tekanan
Penurunan berat badan Pelihara berat badan normal 5-20 mmHg/10-
darah, range
(BB) (BMI 18.5 – 24.9) kg penurunan BB
Adopsi pola makan Diet kaya dengan buah, sayur, 8-14 mm Hg16
13
dan produk susu rendah lemak
DASH
Diet rendah sodium Mengurangi diet sodium, tidak 2-8 mm Hg
lebih dari 100meq/L (2,4 g
sodium atau 6 g sodium
Aktifitas fisik klorida) 4-9 mm Hg
Regular aktifitas fisik aerobik
seperti jalan kaki 30
beberapa hari/minggu
menit/hari,
Minum alkohol sedikit Limit minum alkohol tidak 2-4 mm Hg
dari 2/hari (30 ml etanol
saja lebih
[mis.720 ml beer, 300ml wine)
untuk laki-laki dan 1/hari
perempuan
untuk
Tabel 4. Modifikasi Gaya Hidup untuk Mengontrol Hipertensi*
2. Terapi farmakologi
Ada 9 kelas obat antihipertensi. Diuretik, penyekat beta, penghambat enzim
konversi angiotensin (ACEI), penghambat reseptor angiotensin (ARB), dan
antagonis kalsium dianggap sebagai obat antihipertensi utama (tabel 5). Obat-
obat ini baik sendiri atau dikombinasi, harus digunakan untuk mengobati
mayoritas pasien dengan hipertensi karena bukti menunjukkan keuntungan
dengan kelas obat ini. Beberapa dari kelas obat ini (misalnya diuretik dan
antagonis kalsium) mempunyai subkelas dimana perbedaan yang bermakna dari
studi terlihat dalam mekanisme kerja, penggunaan klinis atau efek samping.
Penyekat alfa, agonis alfa 2 sentral, penghambat adrenergik, dan vasodilator
digunakan sebagai obat alternatif pada pasien-pasien tertentu disamping obat
utama.
Evidence-based medicine adalah pengobatan yang didasarkan atas bukti
terbaik yang ada dalam mengambil keputusan saat memilih obat secara sadar,
jelas, dan bijak terhadap masing-masing pasien dan/atau penyakit. Praktek
evidence-based untuk hipertensi termasuk memilih obat tertentu
berdasarkan data yang menunjukkan penurunan mortalitas dan morbiditas
kardiovaskular atau kerusakan target organ akibat hipertensi. Bukti ilmiah
menunjukkan kalau sekadar menurunkan tekanan darah, tolerabilitas, dan
biaya saja tidak dapat dipakai dalam seleksi obat hipertensi. Dengan
mempertimbangkan faktor-faktor ini, obat-obat yang paling berguna adalah
diuretik, penghambat enzim konversi angiotensin (ACEI), penghambat reseptor
angiotensin (ARB), penyekat beta, dan antagonis kalsium (CCB).
Pengobatan Hipertensi
1) Diuretic{Tablet Hydrochlorothiazide (HCT), Lasix (Furosemide)}
Merupakan golongan obat hipertensi dengan proses pengeluaran cairan
tubuh via urine. Tetapi karena potasium berkemungkinan terbuang
dalam cairan urine, maka pengontrolan konsumsi potasium harus
dilakukan.
2) Beta-blockers {Atenolol (Tenorim), Capoten (Captopril)}.Merupakan
obat yang dipakai dalam upaya pengontrolan tekanan darah melalui
prose memperlambat kerja jantung dan memperlebar (vasodilatasi)
pembuluh darah.
3) Calcium channel blockers {Norvasc (amlopidine),
Angiotensinconverting enzyme (ACE)}. Merupakan salah satu obat
yang biasa dipakai dalam pengontrolan darah tinggi atau Hipertensi
melalui proses rileksasi pembuluh darah yang juga memperlebar
pembuluh darah.

Mencapai Tekanan Darah pada masing-masing pasien


Kebanyakan pasien dengan hipertensi memerlukan dua atau lebih obat
antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah yang diinginkan.
Penambahan obat kedua dari kelas yang berbeda dimulai apabila pemakaian
obat tunggal dengan dosis lazim gagal mencapai target tekanan darah. Apabila
tekanan darah melebihi 20/10 mm Hg diatas target, dapat dipertimbangkan
untuk memulai terapi dengan dua obat. Yang harus diperhatikan adalah
resiko untuk hipotensi ortostatik, terutama pada pasien-pasien dengan
diabetes, disfungsi autonomik, dan lansia.

Terapi Kombinasi
Rasional kombinasi obat antihipertensi:
Ada 6 alasan mengapa pengobatan kombinasi pada hipertensi dianjurkan:
a. Mempunyai efek aditif
b. Mempunyai efek sinergisme
c. Mempunyai sifat saling mengisi
d. Penurunan efek samping masing-masing obat
e. Mempunyai cara kerja yang saling mengisi pada organ target tertentu
f. Adanya “fixed dose combination” akan meningkatkan kepatuhan
pasien

Fixed-dose combination yang paling efektif adalah sebagai berikut:


a. Penghambat enzim konversi angiotensin (ACEI) dengan diuretik
b. Penyekat reseptor angiotensin II (ARB) dengan diuretik
c. Penyekat beta dengan diuretik
d. Diuretik dengan agen penahan kalium
e. Penghambat enzim konversi angiotensin (ACEI) dengan antagonis
kalsium
f. Agonis α-2 dengan diuretik
g. Penyekat α-1 dengan diuretic

Menurut European Society of Hypertension 2003, kombinasi dua obat


untuk hipertensi ini dapat dilihat pada gambar 3 dimana kombinasi
obat yang dihubungkan dengan garis tebal adalah kombinasi yang paling
efektif.

Gambar 3. Kombinasi yang memungkinkan dari kelas yang berbeda untuk


obat- obat antihipertensi
BAB IV
FORMULARIUM – FARMAKOTERAPI

A. DIURETIK
1. Furosemide
Nama paten : Cetasix, farsix, furostic, Lasix, uresix.
Sediaan obat : Tablet, capsul, injeksi
Mekanisme kerja : mengurangi reabsorbsi aktif NaCl dalam lumen tubuli
ke dalam intersitium pada ascending limb of henle.
Indikasi : Edema paru akut, edema yang disebabkan penyakit
jantung kongesti, sirosis hepatis, nefrotik sindrom,
hipertensi.
Kontraindikasi : wanita hamil dan menyusui
Efek samping : pusing. Lesu, kaku otot, hipotensi, mual, diare.
Interaksi obat : indometasin menurunkan efek diuretiknya, efek
ototoksit meningkat bila diberikan bersama
aminoglikosid. Tidak boleh diberikan bersama asam
etakrinat. Toksisitas silisilat meningkat bila diberikan
bersamaan
Dosis : Dewasa 40 mg/hr. Anak 2 – 6 mg/kgBB/hr

2. HCT (Hydrochlorothiaside)
Sediaan obat : Tablet
Mekanisme kerja : Mendeplesi (mengosongkan) simpanan natrium
sehingga volume darah, curah jantung dan tahanan
vaskuler perifer menurun.
Farmakokinetik : diabsorbsi dengan baik oleh saluran cerna. Didistribusi
keseluruh ruang ekstrasel dan hanya ditimbun dalam
jaringan ginjal.
Indikasi : digunakan untuk mengurangi udema akibat gagal
jantung, cirrhosis hati, gagal ginjal kronis, hipertensi.
Kontraindikasi : hypokalemia, hypomagnesemia, hyponatremia,
hipertensi pada kehamilan.
Dosis : Dewasa 25 – 50 mg/hr
Anak 0,5 – 1,0 mg/kgBB/12 – 24 jam

B. ANTAGONIS RESEPTOR BETA


1. Asebutol (Beta bloker)
Nama Paten : sacral, corbutol,sectrazide.
Sediaan obat : tablet, kapsul.
Mekanisme kerja : menghambat efek isoproterenol, menurunkan aktivitas
renin, menurunka outflow simpatetik perifer.
Indikasi : hipertensi, angina pectoris, aritmia,feokromositoma,
kardiomiopati obtruktif hipertropi, tirotoksitosis.
Kontraindikasi : gagal jantung, syok kardiogenik, asma, diabetes
mellitus, bradikardia, depresi.
Efek samping : mual, kaki tangan dingin, insomnia, mimpi buruk, lesu
Interaksi obat : memperpanjang keadaan hipoglikemia bila diberi
bersama insulin. Diuretic tiazid meningkatkan kadar
trigleserid dan asam urat bila diberi bersaa alkaloid ergot.
Depresi nodus AV dan SA meningkat bila diberikan
bersama dengan penghambat kalsium
Dosis : 2 x 200 mg/hr (maksimal 800 mg/hr).

2. Atenolol (Beta bloker)


Nama paten : Betablok, Farnomin, Tenoretic, Tenormin, internolol.
Sediaan obat : Tablet
Mekanisme kerja : pengurahan curah jantung disertai vasodilatasi perifer,
efek pada reseptor adrenergic di SSP, penghambatan
sekresi renin akibat aktivasi adrenoseptor di ginjal.
Indikasi : hipertensi ringan – sedang, aritmia
Kontraindikasi : gangguan konduksi AV, gagal jantung tersembunyi,
bradikardia, syok kardiogenik, anuria, asma, diabetes.
Efek samping : nyeri otot, tangan kaki rasa dingin, lesu, gangguan tidur,
kulit kemerahan, impotensi.
Interaksi obat : efek hipoglikemia diperpanjang bila diberikan bersama
insulin. Diuretik tiazid meningkatkan kadar trigliserid
dan asam urat. Iskemia perifer berat bila diberi bersama
alkaloid ergot.
Dosis : 2 x 40 – 80 mg/hr

3. Metoprolol (Beta bloker)


Nama paten : Cardiocel, Lopresor, Seloken, Selozok
Sediaan obat : Tablet
Mekanisme kerja : pengurangan curah jantung yang diikuti vasodilatasi
perifer, efek pada reseptor adrenergic di SSP,
penghambatan sekresi renin akibat aktivasi adrenoseptor
beta 1 di ginjal.
Farmakokinetik : diabsorbsi dengan baik oleh saluran cerna. Waktu
paruhnya pendek, dan dapat diberikan beberapa kali
sehari.
Farmakodinamik : penghambat adrenergic beta menghambat
perangsangan simpatik, sehingga menurunkan denyut
jantung dan tekanan darah.Penghambat beta dapat
menembus barrier plasenta dan dapat masuk ke ASI.
Indikasi : hipertensi, miokard infard, angina pectoris
Kontraindikasi : bradikardia sinus, blok jantung tingkat II dan III, syok
kardiogenik, gagal jantung tersembunyi
Efek samping : lesu, kaki dan tangan dingin, insomnia, mimpi
buruk, diare
Interaksi obat : reserpine meningkatkan efek antihipertensinya
Dosis : 50 – 100 mg/kg

4. Propranolol (Beta bloker)


Nama paten : Blokard, Inderal, Prestoral
Sediaan obat : Tablet
Mekanisme kerja : tidak begitu jelas, diduga karena menurunkan curah
jantung, menghambat pelepasan renin di ginjal,
menghambat tonus simpatetik di pusat vasomotor otak.
Farmakokinetik : diabsorbsi dengan baik oleh saluran cerna. Waktu
paruhnya pendek, dan dapat diberikan beberapa kali
sehari. Sangat mudah berikatan dengan protein dan akan
bersaing dengan obat – obat lain yang juga sangat mudah
berikatan dengan protein.
Farmakodinamik : penghambat adrenergic beta menghambat
perangsangan simpatik, sehingga menurunkan denyut
jantung dan tekanan darah. Penghambat beta dapat
menembus barrier plasenta dan dapat masuk ke ASI.
Indikasi : hipertensi, angina pectoris, aritmia jantung, migren,
stenosis subaortik hepertrofi, miokard infark,
feokromositoma
Kontraindikasi : syok kardiogenik, asma bronkial, brikadikardia dan
blok jantung tingkat II dan III, gagal jantung kongestif.
Hati – hati pemberian pada penderita biabetes mellitus,
wanita haminl dan menyusui.
Efek samping : bradikardia, insomnia, mual, muntah, bronkospasme,
agranulositosis, depresi.
Interaksi obat : hati – hati bila diberikan bersama dengan reserpine
karena menambah berat hipotensi dan kalsium antagonis
karena menimbulkan penekanan kontraktilitas miokard.
Henti jantung dapat terjadi bila diberikan bersama
haloperidol. Fenitoin, fenobarbital, rifampin
meningkatkan kebersihan obat ini. Simetidin
menurunkan metabolism propranolol. Etanolol
menurukan absorbsinya.
Dosis : dosis awal 2 x 40 mg/hr

C. ANTAGONIS KALSIUM
1. Diltiazem (kalsium antagonis)
Nama paten : Farmabes, Herbeser, Diltikor.
Sediaan obat : Tablet, kapsul
Mekanisme kerja : menghambat asupan, pelepasan atau kerja kalsium
melalui slow cannel calcium.
Indikasi : hipertensi, angina pectoris, MCI, penyakit vaskuler
perifer.
Kontraindikasi : wanita hamil dan menyusui, gagal jantung.
Efek samping : bradikardia, pusing, lelah, edema kaki, gangguan
saluran cerna.
Interaksi obat : menurunkan denyut jantung bila diberikan bersama
beta bloker. Efek terhadap konduksi jantung dipengaruhi
bila diberikan bersama amiodaron dan digoksin.
Simotidin meningkatkan efeknya.
Dosis : 3 x 30 mg/hr sebelum makan

2. Nifedipin (antagonis kalsium)


Nama paten : Adalat, Carvas, Cordalat, Nifecard
Sediaan obat : Tablet, kaplet
Mekanisme kerja : menurunkan resistensi vaskuler perifer, menurunkan
spasme arteri coroner.
Indikasi : hipertensi, angina yang disebabkan vasospasme
coroner, gagal jantung refrakter.
Kontraindikasi : gagal jantung berat, stenosis berat, wanita hamil dan
menyusui.
Efek samping : sakit kepala, takikardia, hipotensi, edema kaki.
Interaksi obat : pemberian bersama beta bloker menimbulkan hipotensi
berat atau eksaserbasi angina. Meningkatkan digitalis
dalam darah. Meningkatkan waktu protombin bila
diberikan bersama antikoagulan. Simetidin
meningkatkan kadarnya dalam plasma.
Dosis : 3 x 10 mg/hr

3. Verapamil (Antagonis kalsium)


Nama paten : Isoptil
Sediaan obat : Tablet, injeksi
Mekanisme kerja : menghambat masuknya ion Ca ke dalam sel otot
jantung dan vaskuler sistemik sehingga menyebabkan
relaksasi arteri coroner, dan menurunkan resistensi
perifer sehingga menurunkan penggunaan oksigen.
Indikasi : hipertensi, angina pectoris, aritmia jantung, migren.
Kontraindikasi : gangguan ventrikel berat, syok kardiogenik, fibrilasi,
blok jantung tingkat II dan III, hipersensivitas.
Efek samping : konstipasi, mual, hipotensi, sakit kepala, edema, lesu,
dipsnea, bradikardia, kulit kemerahan.
Interaksi obat : pemberian bersama beta bloker bias menimbulkan efek
negative pada denyut, kondiksi dan kontraktilitas
jantung. Meningkatkan kadar digoksin dalam darah.
Pemberian bersama antihipertensi lain menimbulkan
efek hipotensi berat. Meningkatkan kadar karbamazepin,
litium, siklosporin. Rifampin menurunkan
efektivitasnya. Perbaikan kontraklitas jantung bila diberi
bersama flekaind dan penurunan tekanan darah yang
berate bila diberi bersama kuinidin. Fenobarbital
nemingkatkan kebersihan obat ini.
Dosis : 3 x 80 mg/hr

D. ACE INHIBITOR (penghambat enzim konversi angiotensin)


1. Kaptopril
Nama paten : Capoten
Sediaan obat : Tablet
Mekanisme kerja : menghambat enzim konversi angiotensin sehingga
menurunkan angiotensin II yang berakibat menurunnya
pelepasan renin dan aldosterone.
Indikasi : hipertensi, gagal jantung.
Kontraindikasi : hipersensivitas, hati – hati pada penderita dengan
riwayat angioedema dan wanita menyusui.
Efek samping : batuk, kulit kemerahan, konstipasi, hipotensi,
dyspepsia, pandangan kabur, myalgia.
Interaksi obat : hipotensi bertambah bila diberikan bersama diuretika.
Tidak boleh diberikan bersama dengan vasodilator
seperti nitrogliserin atau preparat nitrat lain. Indometasin
dan AINS lainnya menurunkan efek obat ini.
Meningkatkan toksisitas litium.
Dosis : 2 – 3 x 25 mg/hr.
2. Lisinopril
Nama paten : Zestril
Sediaan obat : Tablet
Mekanisme kerja : menghambat enzim konversi angiotensin sehingga
perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II
terganggu, mengakibatkan menurunnya aktivitas
vasopressor dan sekresi aldosterone.
Indikasi : hipertensi
Kontraindikasi : penderita dengan riwayat angioedema, wanita hamil,
hipersensivitas.
Efek samping : batuk, pusing, rasa lelah, nyeri sendi, bingung,
insomnia, pusing.
Interaksi obat : efek hipotensi bertambah bila diberikan bersama
diuretic. Indomitasin meningkatkan efektivitasnya.
Intoksikasi litium meningkat bila diberikan bersama.
Dosis : awal 10 mg/hr
Formularium Hipertensi Esensial Berat (Dengan Kombinasi)
Kekuatan dan
No. Golongan Kandungan Nama Paten
bentukSediaan
-Tablet :
-Lasix
20,40,80mg
1. Diuretik Furosemid -Furosix
-Injeksi : 10mg/ml
-Urosix
(2,4,8mL)
Angiotensin -Lifezar -Tablet : 50mg,
2. Losartan
Reseptor Bloker -Angioten 100mg
Tablet
Kombinasi Valsartan+HCT Co-Diovan
3. 160/12.5mg
(Diuretik+ARB)
Candersatan+HCT Blopress Plus Tablet 16/12,5mg
-Dexacap
Tablet : 12.5mg,
4. ACEI Captopril -Captensin
25mg, 50mg.
-Metopril
-Amlodipine
Besylate SOHO Tablet : 5mg,
5. CCB Amlodipine
-Norvaks 10mg
-Lodipas
Tablet :
Kombinasi Amlodipine+Valsart -5/80mg
6. -Exforge
(ARB+CCB) an -5/160mg
10/160mg
-Propanolol Tablet : 10mg,
Propanolol
-Inderal 40mg
7. Beta Bloker -Betablok
Tablet : 50mg,
Atenolol -Hiblok
100mg
-Lotenac
DAFTAR PUSTAKA

Jakarta : Almatsier, Sunita. 2004. Penuntun Diet edisi baru,Gramedia

Depkes, Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik, Ditjen Bina Kefarmasian
Dan Alat Kesehatan. Pharmaceutical care untuk Penyakit Hipertensi. 2006

Goodman, Cathrine Cavallaro .1998. Pathology Implication for The Physical


Therapist. US : W. B. Saunders company

Dr. Theodorus. Penuntun Praktis Peresepan Obat. Penerbit Buku Kedokteran EKG. Jakarta
1996.

Katzung G. Bertram. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 1. Salemba Medika.

The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection,


Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. 2003. US. DEPARTMENT
OF HEALTH AND HUMAN SERVICES. National Institutes of Health
National Heart, Lung, and Blood Institute.

Anda mungkin juga menyukai