Disusun oleh :
Nama : Reyvi Denira
NPM : 2017000111
Kelas : C
A. Definisi Hipertensi
The Joint National Community on Preventation, Detection evaluation and
treatment of High Blood Preassure dari Amerika Serikat dan badan dunia WHO dengan
International Society of Hipertention membuat definisi hipertensi yaitu apabila tekanan
darah seseorang tekanan sistoliknya 140 mmHg atau lebih atau tekanan diastoliknya 90
mmHg atau lebih atau sedang memakai obat anti hipertensi.
Pada anak-anak, definisi hipertensi yaitu apabila tekanan darah lebih dari 95
persentil dilihat dari umur, jenis kelamin, dan tinggi badan yang diukur sekurang-
kurangnya tiga kali pada pengukuran yang terpisah.
Tabel 1. Klasifikasi tekanan darah untuk dewasa umur ≥ 18 tahun menurut JNC 7.2
Krisis hipertensi merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan darah yang
sangat tinggi yang kemungkinan dapat menimbulkan atau telah terjadinya kelainan
organ target. Biasanya ditandai oleh tekanan darah >180/120 mmHg; dikategotikan
sebagai hipertensi emergensi atau hipertensi urgensi. Pada hipertensi emergensi
tekanan darah meningkat ekstrim disertai dengan kerusakan organ target akut yang
bersifat progresif, sehingga tekanan darah harus diturunkan segera (dalam hitungan
menit – jam) untuk mencegah kerusakan organ target lebih lanjut.
Hipertensi urgensi adalah tingginya tekanan darah tanpa disertai kerusakan organ target
yang progresif. Tekanan darah diturunkan dengan obat antihipertensi oral ke nilai
tekanan darah pada tingkat 1 dalam waktu beberapa jam s/d beberapa hari.
B. Etiologi
Hipertensi merupakan suatu penyakit dengan kondisi medis yang beragam.
Pada kebanyakan pasien etiologi patofisiologi-nya tidak diketahui (essensial atau
hipertensi primer). Hipertensi primer ini tidak dapat disembuhkan tetapi dapat di
kontrol. Kelompok lain dari populasi dengan persentase rendah mempunyai penyebab
yang khusus, dikenal sebagai hipertensi sekunder. Banyak penyebab hipertensi
sekunder; endogen maupun eksogen. Bila penyebab hipertensi sekunder dapat
diidentifikasi, hipertensi pada pasien-pasien ini dapat disembuhkan secara potensial.
E. Gejala Klinis
Peninggian tekanan darah kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala pada
hipertensi esensial dan tergantung dari tinggi rendahnya tekanan darah, gejala yang
timbul dapat berbeda-beda. Kadang-kadang hipertensi esensial berjalan tanpa gejala,
dan baru timbul gejala setelah terjadi komplikasi pada organ target seperti pada ginjal,
mata, otak dan jantung.
Perjalanan penyakit hipertensi sangat berlahan. Penderita hipertensi mungkin
tidak menunjukkan gejala selama bertahun – tahun. Masa laten ini menyelubungi
perkembangan penyakit sampai terjadi kerusakan organ yang bermakna. Bila terdapat
gejala biasanya hanya bersifat spesifik, misalnya sakit kepala atau pusing. Gejala lain
yang sering ditemukan adalah epistaksis, mudah marah, telinga berdengung, rasa berat
di tungkuk, sukar tidur, dan mata berkunang-kunang. Apabila hipertensi tidak diketahui
dan dirawat dapat mengakibatkan kematian karena payah jantung, infark miokardium,
stroke atau gagal ginjal. Namun deteksi dini dan parawatan hipertensi dapat
menurunkan jumlah morbiditas dan mortalitas.
Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut:
1) Sakit kepala
2) Kelelahan
3) Mual
4) Muntah
5) sesak nafas
6) gelisah
7) pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak,
mata, jantung dan ginjal.
F. Diagnosis
Evaluasi hipertensi
Ada 3 tujuan evaluasi pasien dengan hipertensi:
1. Menilai gaya hidup dan identifikasi faktor-faktor resiko kardiovaskular atau
penyakit penyerta yang mungkin dapat mempengaruhi prognosis sehingga
dapat memberi petunjuk dalam pengobatan
2. Mencari penyebab tekanan darah tinggi
3. Menetukan ada tidaknya kerusakan organ target dan penyakit kardiovaskular
Data diperoleh melalui anamnesis mengenai keluhan pasien, riwayat penyakit
dahulu dan penyakit keluarga, pemeriksaan fisik, tes laboratorium rutin, dan
prosedur diagnostik lainnya.
Pemeriksaan fisik termasuk pengukuran tekanan darah yang benar, pemeriksaan
funduskopi, perhitungan BMI (body mass index) yaitu berat badan (kg) dibagi dengan
tinggi badan (meter kuadrat), auskultasi arteri karotis, abdominal, dan bruit arteri
femoralis; palpasi pada kelenjar tiroid; pemeriksaan lengkap jantung dan paru-paru;
pemeriksaan abdomen untuk melihat pembesaran ginjal, massa intra abdominal,
dan pulsasi aorta yang abnormal; palpasi ektremitas bawah untuk melihat adanya edema
dan denyut nadi, serta penilaian neurologis. Hipertensi seringkali disebut sebagai
“silent killer” karena pasien dengan hipertensi esensial biasanya tidak ada gejala
(asimptomatik). Penemuan fisik yang utama adalah meningkatnya tekanan darah.
Pengukuran rata-rata dua kali atau lebih dalam waktu dua kali kontrol ditentukan
untuk mendiagnosis hipertensi. Tekanan darah ini digunakan untuk mendiagnosis dan
mengklasifikasikan sesuai dengan tingkatnya.
G. Komplikasi Hipertensi
Tekanan darah tinggi dalam jangka waktu lama akan merusak endothel arteri dan
mempercepat atherosklerosis. Komplikasi dari hipertensi termasuk rusaknya organ
tubuh seperti jantung, mata, ginjal, otak, dan pembuluh darah besar. Hipertensi adalah
faktor resiko utama untuk penyakit serebrovaskular (stroke, transient ischemic
attack), penyakit arteri koroner (infark miokard, angina), gagal ginjal, dementia, dan
atrial fibrilasi. Bila penderita hipertensi memiliki faktor-faktor resiko kardiovaskular
lain, maka akan meningkatkan mortalitas dan morbiditas akibat gangguan
kardiovaskularnya tersebut. Menurut Studi Framingham, pasien dengan hipertensi
mempunyai peningkatan resiko yang bermakna untuk penyakit koroner, stroke,
penyakit arteri perifer, dan gagal jantung.
BAB II
PENATALAKSANAAN
A. Tujuan terapi.
Tujuan umum pengobatan hipertensi adalah :
1. Penurunan mortalitas dan morbiditas yang berhubungan dengan hipertensi.
Mortalitas dan morbiditas ini berhubungan dengan kerusakan organ target
(misal: kejadian kardiovaskular atau serebrovaskular, gagal jantung, dan
penyakit ginjal)
2. Mengurangi resiko merupakan tujuan utama terapi hipertensi, dan pilihan
terapi obat dipengaruhi secara bermakna oleh bukti yang menunjukkan
pengurangan resiko.
Target nilai tekanan darah yang di rekomendasikan dalam JNC VII.2
• Kebanyakan pasien < 140/90 mm Hg
• Pasien dengan diabetes < 130/80 mm Hg
• Pasien dengan penyakit ginjal kronis < 130/80 mm Hg
JNC VII menyarankan pola makan DASH yaitu diet yang kaya dengan
buah, sayur, dan produk susu redah lemak dengan kadar total lemak dan lemak
jenuh berkurang. Natrium yang direkomendasikan < 2.4 g (100 mEq)/hari.
Aktifitas fisik dapat menurunkan tekanan darah. Olah raga aerobik secara
teratur paling tidak 30 menit/hari beberapa hari per minggu ideal untuk
kebanyakan pasien. Studi menunjukkan kalau olah raga aerobik, seperti
jogging, berenang, jalan kaki, dan menggunakan sepeda, dapat
menurunkan tekanan darah. Keuntungan ini dapat terjadi walaupun tanpa
disertai penurunan berat badan. Pasien harus konsultasi dengan dokter untuk
mengetahui jenis olah-raga mana yang terbaik terutama untuk pasien dengan
kerusakan organ target.
Merokok merupakan faktor resiko utama independen untuk penyakit
kardiovaskular. Pasien hipertensi yang merokok harus dikonseling
berhubungan dengan resiko lain yang dapat diakibatkan oleh merokok.
Terapi Kombinasi
Rasional kombinasi obat antihipertensi:
Ada 6 alasan mengapa pengobatan kombinasi pada hipertensi dianjurkan:
a. Mempunyai efek aditif
b. Mempunyai efek sinergisme
c. Mempunyai sifat saling mengisi
d. Penurunan efek samping masing-masing obat
e. Mempunyai cara kerja yang saling mengisi pada organ target tertentu
f. Adanya “fixed dose combination” akan meningkatkan kepatuhan
pasien
A. DIURETIK
1. Furosemide
Nama paten : Cetasix, farsix, furostic, Lasix, uresix.
Sediaan obat : Tablet, capsul, injeksi
Mekanisme kerja : mengurangi reabsorbsi aktif NaCl dalam lumen tubuli
ke dalam intersitium pada ascending limb of henle.
Indikasi : Edema paru akut, edema yang disebabkan penyakit
jantung kongesti, sirosis hepatis, nefrotik sindrom,
hipertensi.
Kontraindikasi : wanita hamil dan menyusui
Efek samping : pusing. Lesu, kaku otot, hipotensi, mual, diare.
Interaksi obat : indometasin menurunkan efek diuretiknya, efek
ototoksit meningkat bila diberikan bersama
aminoglikosid. Tidak boleh diberikan bersama asam
etakrinat. Toksisitas silisilat meningkat bila diberikan
bersamaan
Dosis : Dewasa 40 mg/hr. Anak 2 – 6 mg/kgBB/hr
2. HCT (Hydrochlorothiaside)
Sediaan obat : Tablet
Mekanisme kerja : Mendeplesi (mengosongkan) simpanan natrium
sehingga volume darah, curah jantung dan tahanan
vaskuler perifer menurun.
Farmakokinetik : diabsorbsi dengan baik oleh saluran cerna. Didistribusi
keseluruh ruang ekstrasel dan hanya ditimbun dalam
jaringan ginjal.
Indikasi : digunakan untuk mengurangi udema akibat gagal
jantung, cirrhosis hati, gagal ginjal kronis, hipertensi.
Kontraindikasi : hypokalemia, hypomagnesemia, hyponatremia,
hipertensi pada kehamilan.
Dosis : Dewasa 25 – 50 mg/hr
Anak 0,5 – 1,0 mg/kgBB/12 – 24 jam
C. ANTAGONIS KALSIUM
1. Diltiazem (kalsium antagonis)
Nama paten : Farmabes, Herbeser, Diltikor.
Sediaan obat : Tablet, kapsul
Mekanisme kerja : menghambat asupan, pelepasan atau kerja kalsium
melalui slow cannel calcium.
Indikasi : hipertensi, angina pectoris, MCI, penyakit vaskuler
perifer.
Kontraindikasi : wanita hamil dan menyusui, gagal jantung.
Efek samping : bradikardia, pusing, lelah, edema kaki, gangguan
saluran cerna.
Interaksi obat : menurunkan denyut jantung bila diberikan bersama
beta bloker. Efek terhadap konduksi jantung dipengaruhi
bila diberikan bersama amiodaron dan digoksin.
Simotidin meningkatkan efeknya.
Dosis : 3 x 30 mg/hr sebelum makan
Depkes, Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik, Ditjen Bina Kefarmasian
Dan Alat Kesehatan. Pharmaceutical care untuk Penyakit Hipertensi. 2006
Dr. Theodorus. Penuntun Praktis Peresepan Obat. Penerbit Buku Kedokteran EKG. Jakarta
1996.