Salah satu syari’at Islam yang menjadi sumber dana kegiatan masyarakat
Islam adalah zakat. Ibadah zakat ini selain mempunyai dimensi ketakwaan bagi
yang menunaikannya juga merupakan manifestasi solidaritas sosial dari kaum
muslimin yang memperoleh rizki lebih dari Allah kepada saudara-saudaranya
seiman yang tidak mampu
Ditinjau dari segi bahasa, menurut lisan orang arab, kata zakat merupakan
kata dasar (masdar) dari zakat yang berarti suci, berkah, tumbuh, dan terpuji,
yangsemua arti ini digunakan didalam menerjemahkan Al-Qur’an dan hadits.
Menurut terminologi syariat (istilah), zakat adalah nama bagi sejumlah harta
tertentu yang telah mencapai syarat tertentu yang diwajibkan oleh Allah
untuk dikeluarkan dan diberikan kepada yang berhak menerimanya dengan
persyaratan tertentu pula.
“Jika kamu menampakkan sedekah (kamu), maka adalah baik sekali. Dan jika
kamu menyembunyikannya itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan
dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu dan Allah maha mengetahui apa yang
kamu kerjakan” (Q.S. Al-Baqarah : 271).
”Berinfaklah kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah,
mereka tidak dapat (berusaha) di bumi, orang yang tidak tahu menyangka mereka
orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan
melihat sifat-sifat. Mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa
saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (dijalan) Allah, maka sesungguhnya
Allah Maha mengetahui” (Q.S. Al-Baqrah: 273).
Ayat tersebut di atas menunjukkan bahwa orang-orang faqir yang sengsara itu
harus diperhatikan. Kefakiran itu perlu diperangi dan dihilangkan, karena bisa
merusak iman (aqidah), sebagimana sabda Nabi saw. “Kefakiran itu dekat sekali
dengan kekufuran”. Ayat mengenai orang miskin di kemukakan juga dalam
beberapa ayat
Masih banyak lagi ayat-ayat lain yang pada dasarnya sangat peduli dan
sangat mementingkan nasib orang yang melarat. Sebagaimana halnya kefakiran,
maka kemiskinanpun perlu diperangi dan dihapuskan dengan berbagai cara yang
telah diisyaratkan oleh Al-Qur’an. Jalan yang bisa ditempuh adalah menyantuni
mereka dengan memberikan dana (zakat) yang sifatnya konsumtif atau
memberikan modal yang sifatnya produktif untuk diolah dan dikembangkan.
Anak-anak yatim yang belum bisa berusaha dan mandiri, orang jompo atau orang
dewasa yang tidak bisa bekerja karena sakit atau cacat, maka zakat konsuntif tidak
bisa dihindari, mereka wajib disantuni dari sumber-sumber zakat dan infaq
lainnya. Lain halnya dengan yang kuat bekerja dan bisa mandiri dalam
menjalankan usaha, maka hal tersebut dapat ditempuh dengan memberi modal
kepada perorangan atau kepada perusahaan yang dikelola secara kolektif.
Zakat adalah potensi ekonomi dan sumber dana yang amat besar yang
berasal dari masyarakat Islam sendiri. Potensi ekonomi yang masih terpendam ini
perlu digali dan dikembangkan untuk membiyai aneka sektor pembangunan
seperti sosial, pendidikan, mental dan peningkatan produktivitas. Jika masyarakat
Islam Indonesia mengeluarkan zakat fitrah saja maka bisa menghasilkan trilyunan
rupiah. Apalagi bila ditambah dengan zakat mall itu lebih tinggi lagi nilainya baik
dari sektor jasa industri, perseroan, pertanian, perkebunan, peternakan,
perdagangan dan lain-lain. Apabila zakat fitrah dan zakat maal dikelola dengan
manajemen yang baik, maka dapat dipastikan bahwa zakat-zakat tersebut menjadi
kekuatan ekonomi dikalangan umat Islam Indonesia. Yang fakir sudah bisa
diangkat kehidupannya menjadi lebih baik, demikian pula yang miskin, ibnu sabil
dan lain-lain. Memang potensi zakat dikalangan umat Islam Indonesia sangat
besar, dan bisa membiayai kepentingan umat Islam dalam berbagai bidang
kehidupan dan kemasyarakatan. Maka jelaslah korelasi antara kewajiban zakat
dengan peningkatan ekonomi umat, yaitu dengan berjalannya kewajiban zakat dan
pendistribusian zakat yang baik dapat meningkatkan ekonomi umat.
DAFTAR PUSTAKA