B. GAMBARAN KLINIS
Pada keadaan normal kadar urat serum pada laki-laki mulai
meningkat setelah pubertas. Pada perempuan kadar urat tidak
meningkat sampai setelah menopause karena esterogen
meningkatkan eksresi asam urat melalui ginjal. Setelah
menopause, kadar urat serum meningkat seperti pada pria.
Gout jarang ditemukan pada perempuan. Sekitar 95% kasus
adalah pada laki-laki. Gout dapat ditemukan di seluruh dunia,
pada semua ras manusia. Ada prevalensi familial dalam penyakit
gout yang mengesankan suatu dasar genetic dari penyakit
ini.namun, ada sejumlah factor yang agaknya memengaruhi
timbulnya penyakit ini, termasuk diet, berat badan dan gaya
hidup.
Gambar 74-1. Respons yang khas pada gout terjadi pada ibu
jari kaki. Ini adalah lokasi gout akut yang paling sering. (Dari
Arthritis Divion, UniversityHospital, University of Michigan)
Terdapat empat tahap perjalanan klinis dari penyakit gout
yang tidak diobati. Tahap pertama adalah hiperurisemia
asimtomatik. Nilai normal asam urat serum pada laki-laki 5,1 ±
1,0 mg/dl, dan pada perempuan adalah 4,0 ± 1,0 mg/dl. Nilai-
nilai ini meningkat sampai 9-10 mg/dl pada seseorang dengan
gout. Dalam tahap ini pasien tidak menunjukkan gejala-gejala
selain dari peningkatan asam urat serum. Hanya 20% dari pasien
hiperurisemia asimtomatik yang berlanjut menjadi serangan gout
akut.
Tahap kedua adalah artritis gout akut. Pada tahap ini terjadi
awitan mendadak pembengkakan dan nyeri yang luar biasa,
biasanya pada sendi ibu jari kaki dan sendi metatarsophalangeal
(Gbr. 74-1).
Artritis bersifat monoartikular dan menunjukkan tanda-tanda
peradangan local. Mungkin terdapat demam dan peningkatan
jumlah leukosit. Serangan dapat dipicu dengan pembedahan,
trauma, obat-obatan, alcohol, atau stress emosional. Tahap ini
biasannya mendorong pasien untuk mencari pengobatan segera.
Sendi-sendi lain dapat terserang, termasuk sendi jari-jari tangan,
lutut, mata kaki, pergelangan tangan, dan siku. Serangan gout
akut biasanya pulih tanpa pengobatan, tetapi dapat memakan
waktu 10 sampai 14 hari.
Perkembangan dari serangan akut gout umumnya mengikuti
serangkaian peristiwa sebagai berikut. Mula-mula terjadi
hipersaturasi dari urat plasma dan cairan tubuh. Selanjutnya
diikuti oleh penimbunan didalam dan sekeliling sendi-sendi.
Mekanisme terjadinya kristalisasi urat setelah keluar dari serum
masih belum jelas dimengerti. Serangan gout seringkali terjadi
sesudah trauma local atau reptura tofi (timbunan natrium urat),
yang mengakibatkan peningkatan cepat konsentrasi asam urat
lokal. Tubuh mungkin tidak dapat mengatasi peningkat ini
dengan baik, sehingga terjadi pengendapan asam urat diluar
serum. Kristalisasi dan penimbunan asam urat akan memicu
serangan gout. Kristal-kristal asam urat memicu respon fagositik
oleh leukosit, sehingga leukosit memakan kristal-kristal urat dan
memicu mekanisme respons peradangan lainnya. Respons
peradangan ini dapat dipengaruhi oleh lokasi dan banyaknya
timbunan Kristal asam urat. Reaksi peradangan dapat meluas dan
bertambah sendiri, akibat dari penambahan timbunan kristal
serum.
Tahap ketiga setelah serangan gout akut, adalah tahap
interkritis. Tidak terdapat gejala-gejala pada tahap ini, yang dapat
berlangsung dari beberapa bulan sampai tahun. Kebanyakan
orang mengalami serangan gout berulang dalam waktu kurang
dari 1 tahun jika tidak diobati.
Tahap keempat adalah tahap gout kronik, dengan timbunan
asam urat yang terus bertambah dalam beberapa tahun jika
pengobatan tidak dimulai. Peradangan kronik akibat kristal-
kristal asam urat mengakibatkan nyeri, sakit, dan kaku, juga
pembesaran dan penonjolan sendi yang bengkak. Serangan akut
artritis gout dapat terjadi dalam tahap ini. Tofi terbentuk pada
masa gout kronik akibat insolubilitas relatif asam urat. Awitan
dan ukuran tofi secara proporsional mungkin berkaitan dengan
kadar asam urat serum. Busa olecranon, tendon Achilles,
permukaan ekstensor lengan bawah, bursa infrapatelar, dan heliks
telinga adalah tempat-tempat yang sering dihinggapi tofi. Secara
klinis tofi ini mungkin sulit dibedakan dengan nodul reumatik.
Pada masa kini tofi jarang terlihat dan akan menghilang dengan
terapi yang tepat.
Gout dapat merusak ginjal, sehingga ekskresi asam urat akan
bertambah buruk. Kristal-kristal dapat terbentuk dalam
interstitium medula, papilla, dan piramid, sehingga timbul
proteinuria dan hipertensi ringan. Batu ginjal asam urat juga
dapat terbentuk sebagai akibat sekunder dari gout. Batu biasanya
berukuran kecil, bulat, dan tidak terlihat pada pemeriksaan
radiografi.
Gambar 74-2. Tofi banyak terdapat pada pasien gout ini. Satu
bentuk tofus yang asimetrik pada jari kelingking mengalami
ulserasi. Tofi juga terdapat pada kedua bursa olekranon; tempat
ini adalah tempat tofi sering timbul. Juga terdapat pembengkakan
pada beberapa sendi akibat sinovitis. (Dari the Arthritis
Foundation, New York, 1972).
C. ETIOLOGI
Gejala artritis akut disebabkan oleh reaksi inflamasi jaringan
terhadap pembentukan kristal monosodium urat monohidrat.
Karena itu, dilihat dari penyebabnya, penyakit ini termasuk
dalam golongan kelainan metabolik. Kelainan ini berhubungan
dengan gangguan kinetik asam urat yaitu hiperurisemia.
Hiperurisemia pada penyakit ini terjadi karena :
1. Pembentukan asam urat yang berlebihan
a. Gout primer metabolik, disebabkan sintesis langsung yang
bertambah.
b. Gout sekunder metabolik, disebabkan pembentukan asam
urat berlebihan karena penyakit lain seperti leukemia,
terutama bila diobati dengan sitostatika, psoriasis,
polisitemia vera, dan mielofibrosis
2. Kurangnya pengeluaran asam urat melalui ginjal
a. Gout primer rental, terjadi karena gangguan ekskresi asam
urat di tubuli distal ginjal yang sehat. Penyebabnya tidak
diketahui
b. Gout sekunder rental, disebabkan oleh kerusakan ginjal,
misalnya pada glomerulonefritis kronik atau gagal ginjal
kronik.
3. Perombakan dalam usus yang berkurang. Namun, secara
klinis hal ini tidak penting
D. KRITERIA DIAGNOSTIK
Gout harus dipertimbangkan pada setiap pasien laki-laki yang
mengalami artritis monoartikular, terutama pada ibu jari kaki,
yang awitannya terjadi secara akut. Peningkatan kadar asam urat
serum sangat membantu dalam membuat diagnosis tetapi tidak
spesifik, karena ada sejumlah obat-obatan yang juga dapat
meningkatkan kadar asam urat serum. Demikian pula, cukup
banyak orang yang mengalami hiperurisemia asimtomatik.
Suatu pemeriksaan lain untuk mendiagnosis gout adalah
dengan melihat respon dari gejala-gejala pada sendi terhadap
pemberian kolkisin. Kolkisin adalah obat yang menghambat
aktivitas fagositik leukosit sehingga memberikan perubahan yang
dramatis dan cepat meredakan gejala-gejala. Perubahan
radiologik selain dari pembengkakan jaringan lunak juga biasa
ditemukan pada tahap awal gout. Adanya kristal-kristal asam urat
dalam cairan sinovial sendi yang terserang juga dapat dianggap
bersifat diagnostik (Gbr. 74-4).
F. MANIFESTASI KLINIK
Secara klinik ditandai dengan adanya artritis, tofi, dan batu
ginjal. Yang penting diketahui bahwa asam urat sendiri tidak
akan mengakibatkan apa-apa. Yang menimbulkan rasa sakit
adalah terbentuk dan mengendapnya kristal monosodium urat.
Pengendapannya dipengaruhi oleh suhu dan tekanan. Oleh sebab
itu, sering terbentuk tofi pada daerah-daerah telinga, siku, lutut,
dorsum pedis, dekat tendon Aschilles pada metatarsofalangeal
digiti I, dan sebagainya.
Pada telinga misalnya, karena permukaannya yang lebar dan
tipis serta mudah tertiup angin, kristal-kristal tersebut mudah
mengendap dan menjadi tofi. Demikian pula di dorsum pedis,
kalkaneus, dan sebagainya karena sering tertekan oleh sepatu.
Tofi itu sendiri terdiri dari kristal-kristal urat yang dikelilingi
oleh benda-benda asing yang meradang, termasuk sel-sel raksasa.
Serangan sering kali terjadi pada malam hari. Biasanya sehari
sebelumnya pasien tampak segar bugar tanpa keluhan. Tiba-tiba
tengah malam terbangun oleh rasa sakit yang hebat sekali.
Daerah khas yang sering mendapat serangan adalah pangkal
ibu jari kaki sebelah dalam, disebut podagra. Bagian ini tampak
membengkak, kemerahan dan nyeri sekali bila disentuh. Rasa
nyeri berlangsung beberapa hari sampai satu minggu, lalu
menghilang. Sedangkan tofi itu sendiri tidak sakit, tapi dapat
merusak tulang. Sendi lutut juga merupakan tempat predileksi
kedua untuk serangan ini.
Tofi merupakan penimbunan asam urat yang dikelilingi reaksi
radang pada sinovia, tulang rawan, bursa, dan jaringan lunak.
Sering timbul di tulang rawan telinga sebagai benjolan keras.
Tofi ini merupakan manifestasi lanjut dari gout yang timbul 5-10
tahun setelah serangan artritis akut pertama.
Pada ginjal akan timbul sebagai berikut :
a) Mikrotofi, dapat terjadi di tubuli ginjal dan menimbulkan
nefrosis
b) Nefrolitiasis karena endapan asam urat
c) Pielonefritis kronis
d) Tanda-tanda aterosklerosis dan hipertensi
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar asam urat
yang tinggi dalam darah (>6 mg%). Kadar asam urat normal
dalam serum pada pria 8 mg% dan pada wanita 7 mg%.
Pemeriksaan kadar asam urat ini akan lebih tepat lagi bila
dilakukan dengan cara enzimatik. Kadang-kadang didapatkan
leukositosis ringan dan LED meninggi sedikti. Kadar asam urat
dalam urin juga sering tinggi (500 mg% / Liter per 24 jam).
Disamping pemeriksaan tersebut, pemeriksaan cairan tofi
juga penting untuk menegakkan diagnosis. Cairan tofi adalah
cairan berwarna putih seperti susu dan kental sekali sehingga
sukar diaspirasi. Diagnosis dapat dipastikan bila ditemukan
gambaran kristal asam urat (berbentuk lidi) pada sediaan
mikroskopik.
H. PENATALAKSANAAN
1. PENATALAKSANAAN SERANGAN AKUT
Ada beberapa hal yang harus diperhatiakn dalam
pelaksanaan pasien dengan serangan akut artritis gout. Yang
pertama bahwa pengobatan serangan akut dengan atau tanpa
hiperurisemia tidak berbeda. Juga diperhatikan agar
penurunan kadar asam urat serum tidak dilakukan tergesa-
gesa karena penurunan secara mendadak sering kali
mencetuskan serangan lain atau mempersulit penyembuhan.
Obat yang diberikan pada serangan akut antara lain :
- Kolkisin, merupakan obat pilihan utama dalam
pengobatan serangan artritis gout maupun pencegahannya
dengan dosis lebih rendah. Efek samping yang sering
ditemui diantaranya sakit perut, diare, mual, atau diare
hilang. Kemudian obat dihentikan, biasanya pada dosis 4-
6 mg, maksimal 8 mg. Kontraindikasi pemberian oral jika
terdapat inflammatory bowel disease. Dapat diberikan
intravena pada pasien yang tidak dapat menelan dengan
dosis 2-3 mg/hari, maksimal 4 mg. Hati-hati karena
potensi toksisitas berat. Kontraindikasinya pada pasien
dengan gangguan ginjal atau hati. Dosis profilaksis 0,5-1
mg/hari. Hasil dari obat ini sangat baik bila diberikan
segera setelah serangan.
- OAINS, semua jenis OAINS dapat diberikan, yang paling
sering digunakan adalah indometasin. Dosis awal
indometasin 25-50 mg setiap 8 jam, diteruskan sampai
gejala menghilang (5 – 10 hari). Kontraindikasinya jika
terdapat ulkus peptikum aktif, gangguan fungsi ginjal, dan
riwayat alergi terhadap OAINS. Kolkisisn dan OAINS
tidak dapat mencegah akumulasi asam urat, sehingga tofi,
batu ginjal, dan artritis gout menahun yang dekstruktif
dapat terjadi setelah beberapa tahun.
- Kortikosteroid, untuk pasien yang tidak dapat memakai
OAINS oral, jika sendi yang terserang monoartikular,
pemberian intraratikular sangat efektif, contohnya
triamsinolon 10-40 mg intraartikular. Untuk gout
poliartikular, dapat diberikan secara intravena (metil
prednisolon 40 mg/hari, tapering off 7 hari) atau oral
(prednisolon 40-60 mg/hari, tapering off 7 hari).
Mengingat kemungkinan terjadi artritis gout bersamaan
dengan artritis septik, maka harus dilakukan aspirasi
sendi, dan sediaan apus Gram dari cairan sendi sebelum
diberikan kortikosteroid.
- Analgesik, diberikan bila rasa nyeri sangat berat. Jangan
diberikan aspirin, karena dalam dosis rendah akan
menghambat ekskresi asam urat dari ginjal dan
memperberat hiperurisemia.
- Tirah baring, merupakan suatu keharusan dan diteruskan
sampai 24 jam setelah serangan menghilang. Artritis gout
dapat kambuh bila terlalu capek bergerak.
I. PROGNOSIS
Tanpa terapi yang adekuat, serangan dapat berlangsung
berhari-hari, bahkan beberapa minggu. Periode asimtomatik akan
memendek apabila penyakit menjadi progresif. Semakin muda
usia pasien pada saat mulainya penyakit, maka semakin besar
kemungkinan menjadi progresif. Artritis tofi kronik terjadi
setelah serangan akut berulang tanpa terapi yang adekuat. Pada
pasien gout ditemukan peningkatan insidens hipertensi, penyakit
ginjal, diabetes melitus, hipertrigliseridemia, dan aterosklerosis.
Penyebab belum diketahui.
Berikut adalah gbr. 74-5 patofisiologi gout dan kerja obat-obatannya. (dari Weiner MB,
Pepper GA: Clinical Pharmacology and therapeutics in nursing, ed 2, New york, 1985,
McGraw-Hill)
1) KOLKISIN
Kolkisin adalah suatu anti-inflamasi yang unik, yang
terutama diindikasikan pada penyakit pirai. Obat ini
merupakan alkaloid Colchicum autumnale, sejenis bunga leli.
FARMAKODINAMIK
Sifat antiradang kolkisin spesifik terhadap penyakit
pirai dan beberapa artritis lainnya sedang sebagai
antiradang umum kolkisin tidak efektif. Kolkisin tidak
memiliki efek analgesik.
Pada penyakit pirai, kolkisin tidak meningkatkan
ekskresi, sintesis atau kadar asam urat dalam darah. Obat
ini berikatan dengan protein mikrotubular dan
menyebabkan depolimerasi dan menghilangnya
mikrotubul fibrilar granulosit dan sel bergerak lainnya.
Hal ini menyebabkan penghambatan migrasi granulosit ke
tempat radang sehingga penglepasan mediator inflamasi
juga dihambat dan respons inflamasi ditekan. Peneliti lain
juga memperlihatkan juga bahwa kolkisin mencegah
penglepasan glikoprotein dari leukosit yang pada pasien
gout menyebabkan nyeri dan radang sendi.
FARMAKOKINETIK
Absorpsi melalui saluran cerna baik. Obat ini
didistribusikan secara luas dalam jaringan tubuh; volume
distribusinya 49,5 ± 9,5 L. Kadar tinggi didapat di ginjal,
hati, limpa dan saluran cerna; tetapi tidak terdapat di otot
rangka, jantung dan otak. Sebagian besar obat ini
diekskresi dalam bentuk utuh melalui tinja, 10-20%
diekskresi melalui urin. Pada pasien penyakit hati
eliminasinya berkurang dan lebih banyak diekskresi lewat
urin. Kolkisin dapat ditemukan dalam leukosit dan urin
sedikitnya untuk 9 hari setelah suatu suntikan IV.
INDIKASI
Kolkisin adalah obat terpilih untuk penyakit pirai.
Pemberian harus dimulai secepatnya pada awal serangan
dan diteruskan sampai gejala hilang atau timbul efek
samping yang mengganggu. Gejala penyakit umumnya
menghilang 24-48 jam setelah pemberian obat. Bila terapi
terlambat efektivitas obat kurang. Kolkisin juga berguna
untuk profilaktik serangan pirai atau mengurangi beratnya
serangan. Obat ini juga dapat mencegah serangan yang
dicetuskan oleh obat urikosurik dan alopurinol. Untuk
profilaksis, cukup diberikan dosis kecil. Pasien yang
mendapat dosis profilaksis memberikan respons terhadap
dosis kecil sewaktu serangan, sehingga efek samping tidak
mengganggu.
Dosis kolkisin 0,5-0,6 mg tiap jam atau 1,2 mg sebagai
dosis awal diikuti 0,5-0,6 mg tiap 2 jam sampai gejala
penyakit hilang atau gejala saluran cerna timbul. Mungkin
perlu diberikan sampai dosis maksimum 7-8 mg tetapi
umumnya pasien tidak dapat menerima dosis ini. Untuk
profilaksis diberikan 0,5-1 mg sehari.
Pemberian IV: 1-2 mg dilanjutkan dengan 0,5 mg tiap
12-24 jam. Dois jangan melebihi 4 mg dengan satu
regimen pengobatan. Untuk mencegah iritasi akibat
ekstravasi sebaiknya larutan 2 mL diencerkan menjadi 10
mL dengan larutan faal.
EFEK SAMPING
Efek samping kolkisin yang paling sering adalah muntah,
mual, dan kadang-kadang diare, terutama dengan dosis
maksimal. Bila efek ini terjadi, pengobatan harus dihentikan
walaupun efek terapi belum tercapai. Gejala saluran ini tidak
terjadi pada pemberian IV dengan dosis terapi, tetapi bila
terjadi ekstravasasi dapat menimbulkan peradangan dan
nekrosis kulit serta jaringan lemak.
Depresi sum-sum tulang, purpura, meuritis perifer,
miopati, anuria, alopesia, gangguan hati, reaksi alergi, dan
kolitis hemoragik jarang terjadi. Reaksi ini umumnya terjadi
pada dosis berlebihan pada pemberian IV, gangguan ekskresi
akibat keruskan ginjal dan kombinasi keadaan tersebut.
Koagulasi intravaskular diseminata merupakan manifestasi
keracunan kolkisin yang berat; timbul dalam 48 jam dan
sering bersifat fatal. Kolisin harus diberikan dengan hati-hati
pada pasien usia lanjut, lemah atau pasien dengan gangguan
ginjal, kardiovaskular dan saluran cerna.
2) ALOPURINOL
Alopurinol berguna untuk mengobati penyakit pirai
karena menurunkan kadar asam urat. Pengobatan jangka
panjang mengurangi frekuensi serangan, menghambat
pembentukan tofi, memobilisasi asam urat dan mengurangi
besarnya tofi. Mobilisasi asam urat ini dapat ditingkatkan
dengan memberikan urikosurik. Obat ini terutama berguna
untuk mengobati penyakit pirai kronik dengan insufisiensi
ginjal dan batu urat dalam ginjal, tetapi dosis awal harus
dikurangi. Berbeda dengan probenesid, efek alopurinol tidak
dilawan oleh salisilat, tidak berkurang pada insufisinesi ginjal
dan tidak menyebabkan batu urat. Alopurinol berguna untuk
pengobatan pirai sekunder akibat polisitemia vera, metaplasia
mieloid, leukemia, limfoma, psoriasis, hiperurisemia akibat
obat, dan radiasi. Obat ini bekerja dengan menghambat xantin
oksidase, enzim yang mengubah hipoxantin menjadi xantin
dan selanjutnya menjadi asam urat. Melalui mekanisme
umpan balik alopurinol menghambat sintesis purin yang
merupakan prekursor xantin. Alopurinol sendiri mengalami
biotransformasi oleh enzim xantin oksidase menjadi aloxantin
yang masa paruhnya lebih panjang daripada alopurinol, itu
sebabnya alopurinol yang masa paruhnya pendek cukup
diberikan satu kali sehari.
Efek samping yang sering timbul ialah reaksi kulit. Bila
kemerahan kulit timbul, obat harus dihentikan karena
gangguan mungkin menjadi lebih berat. Reaksi alergi berupa
demam, menggigil, leukopenia atau leukositosis, eosinofilia,
artralgia dan pruritus juga pernah dilaporkan. Gangguan
saluran GI dapat terjadi. Alopurinol dapat meningkatkan
frekuensi serangan sehingga sebaiknya pad awal terapi
diberikan juga kolkisin. Serangan biasanya menghilang
setelah beberapa bulan pengobatan. Karena alopurinol
menghambat oksidasi merkaptopurin, dosis merkaptopurin
harus dikurangi sampai 25-35% bila diberikan bersamaan.
Dosis untuk penyakit pirai ringan 200-400 mg sehari, 400-
600 mg, untuk penyakit yang lebih berat. Untuk pasien
gangguan fungsi ginjal, dosis cukup 100-200 mg sehari. Dosis
untuk hiperurisemia sekunder 100-200 mg sehari. Untuk anak
6-10 tahun; 300 mg sehari dan anak dibawah 6 tahun; 150 mg
sehari.
3) PROBENESID
Probenesid berefek mencegah dan mengurangi kerusakan
sendi serta pembentukan tofi pada penyakit pirai, tidak efektif
untuk mengatasi serangan akut. Probenesid juga berguna
untuk pengobatan hiperurisemia sekunder. Probenesid tidak
berguna bila laju filtrasi glomerulus kurang dari 30 mL/menit.
Efek samping probenesid yang paling sering ialah,
gangguan GI, nyeri kepala dan reaksi alergi. Gangguan
saluran cerna lebih ringan daripada yang disebabkan oleh
sulfinpirazon tetapi tetap harus digunakan dengan hati-hati
pada pasien dengan riwayat ulkus peptik. Salisilat
mengurangi efek probenesid. Probenesid menghambat
ekskresi renal dari sulfinpirazon, indometasin, penisilin, PAS,
sulfonamid dan juga berbagai asam organik, sehingga dosis
obat tersebut harus disesuaikan bila diberikan bersamaan.
Dosis probenesid 2 kali 250 mg/hari selama seminggu, diikuti
dengan 2 kali 500 mg perhari.
4) SULFINPIRAZON
Sulfinpirazon mencegah dan mengurangi kelainan sendi
dan tofi pada penyakit pirai kronik berdasarkan hambatan
reabsorpsi tubular asam urat. Kurang efektif menurunkan
kadar asam urat, dibandingkan dengan alopurinol dan tidak
berguna mengatasi serangan pirai akut, malah dapat
meningkatkan frekuensi pada awal terapi. 10-15% pasien
yang mendapat sulfinpirazon mengalami gangguan saluran
cerna, kadang-kadang perlu dihentikan pengobatannya;
sulfinpirazon tidak boleh diberikan kepada pasien dengan
riwayat ulkus peptik. Anemia, leukopenia, agranulositosis
dapat terjadi. Sulfinpirazon mengurangi ekskresi tubuli dari
asam aminohipurat dan fenolsulfonftalein, sehingga uji
diagnostik yang berdasarkan pengukuran zat tersebut tidak
berguna diberikan pada pasien yang mendapat sulfinpirazon.
Seperti fenilbutazon, dan oksifenbutazon, sulfinpirazon dapat
meningkatkan efek insulin dan obat hipoglikemik oral,
sehingga harus diberikan dengan pengawasan ketat, bila
diberikan secara bersamaan. Sulfinpirazon secara kimia
sangat mirip fenilbutazon, dan oksifenbutazon sehingga dapat
menyebabkan reaksi alergi silang dengan obat tersebut. Dosis
sulfinpirazon 2 kali 100-200 mg sehari, ditingkatkan sampai
400-800 mg kemudian dikurangi sampai dosis efektif
minimal.
5) KETOROLAK
Ketorolak merupakan analgetik poten dengan efek anti-
inflamasi sedang. Ketorolak merupakan satu dari sedikit
AINS yang tersedia untuk pemberian parenteral. Absorpsi
oral dan IM berlangsung cepat mencapai puncak dalam 30-50
menit. Bioavailabilitas oral 80% dan hampir seluruhnya
terikat protein plasma.
Ketorolak IM sebagai analgetik pasca bedah
memperlihatkan efektifitas sebanding morfin/meperidin efek
sampingnya lebih ringan. Obat ini dapat diberikan per oral.
Dosis IM 30-60 mg; IV 15-30 mg dan oral 5-30 mg. Efek
sampingnya berupa nyeri ditempat suntikan, gangguan
saluran cerna, kantuk, pusing dan sakit kepala, yang
dilaporkan terjadi kira-kira 2 kali plasebo.
6) EKTODOLAK
Ektodolak merupakan AINS kelompok asam
piranokarboksilat. Obat ini merupakan AINS yang lebih
selektif COX-2 dibanding AINS pada umumnya. Tidak jelas
perbedaan efektifitas dibanding AINS lainnya. Masa kerjanya
pendek sehingga harus diberikan 304 kali sehari. Berguna
untuk analgesik pasca bedah misalnya bedah koroner. Dosis
200-400 mg, 3 sampai 4 kali sehari.
L. PEMILIHAN OBAT
Hal berikut dapat dijadikan patokan penggunaan praktis.
Pertama harus dimengerti bahwa belum ada AINS yang ideal.
Tidak semua AINS yang tersedia dipasar perlu digunakan. Pilih 4
AINS, sesuai yang dikemukan terdahulu dan pilih salah satu yang
sesuai dengan kondisi pasien. Yang terakhir, mulailah dengan
dosis kecil tingkatkan bertahap sampai dosis maksimal yang
dianjurkan, bial respons tidak memuaskan baru ganti ganti
dengan salah satu dari 3 AINS yang telah dikenal.
Petunjuk umum untuk memilih obat penyakit pirai :
1. Untuk mengatasi nyeri akut termasuk proses inflamasi yang
akut, sebaiknya diberikan dari pilihan kolkisin atau obat
AINS yang memiliki daya anti-inflamasi yang kuat dan
bekerja cepat.
2. Untuk mengontrol kadar asam urat pilihan ada antara obat
urikosurik atau obat yang menghambat produksi asam urat
(urikostatik).
3. Pada pasien tipe over-producer yakni dimana ekskresi asam
urat mencapai > 600 mg/hari, sebaiknay diberikan obat tipe
urikostatik (contoh : Alopurinol) pada pasien tipe dimana
ekskresi asam urat <600 mg/hari, pilihan dicari kelompok
obat urikosurik (contoh : probenesid dan sulfinpirazon).