Anda di halaman 1dari 19

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diuretik adalah senyawa ataupun obat-obatan yang dapat

menyebabkan suatu keadaan meningkatnya aliran urin. Obat-obat ini

merupakan penghambat transpor ion yang menurunkan reabsorbsi Na+

pada bagian-bagian nefron yang berbeda.

Walaupun kerjanya pada ginjal, diuretik bukanlah obat ginjal, artinya

senyawa ini tidak dapat memperbaiki atau menyembuhkan penyakit ginjal,

diuretik bekerja dengan cara meningkatkan eskresi ion-ion tertentu

terutama ion natrium dan klorida, dan dengan ini bersamaan akan

meningkatnya eskresi air.

Kebanyakan diuretik bekerja dengan mengurangi reabsorbsi natrium,

sehingga pengeluarannya lewat kemih dan demikian juga dari air yang

diperbanyak. Obat-obat ini bekerja khusus terhadap tubulus-tubulus, tetapi

juga ditempat lain yakni di tubulus proksimal, ansa henle, tubulus distal,

dan saluran pengumpul.

Diuretik memiliki kegunaan klinis utama yaitu penatalaksanaan

gangguan yang melibatkan retensi cairan abnormal (edema) atau

mengobati hipertensi yang kerja diuretiknya menyebabkan penurunan

volume darah, mengakibatkan tekanan darah.

Adapun yang melatar belakangi dilakukannya percobaani ini yaitu

untuk mengetahui secara langsung efek farmakologi yang ditimbulkan


2

oleh obat-obat diuretik terhadap hewan coba. Obat-obat tersebut antara

lain Hidroklorotiazid dan Spironolakton.

B. Maksud Praktikum

Maksud dari praktikum ini yaitu untuk mengetahui efek farmakologi

dari obat diuretik yaitu Hidroklorotiazid dan Spironolakton pada hewan

coba tikus (Rattus norvegicus) berdasarkan parameter pengukuran

volume urin.

C. Tujuan Praktikum

Tujuan dari praktikum ini yaitu untuk menentukan efektivitas dari obat

diuretik yaitu Hidroklorotiazid dan Spironolakton pada hewan coba tikus

(Rattus norvegicus) berdasarkan parameter pengukuran volume urin.

D. Prinsip Praktikum

Prinsip dari praktikum ini yaitu penentuan efek farmakologi dari obat

diuretik yaitu Hydrochlorotiazid dan Spironolakton pada hewan coba tikus

(Rattus norvegicus) berdasarkan parameter pengukuran volume urin yang

diamati pada menit ke 30, 60, dan 90.


3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori

Diuretik merupakan obat yang bekerja pada ginjal untuk

meningkatkan ekskresi air dan natrium klorida. Secara normal, reabsorbsi

garam dan air dikendalikan masing-masing oleh aldosteron dan

vasopresin. Sebagian besar diuretik bekerja dengan menurunkan

reabsorbsi eletrolit oleh tubulus (atas). Ekskresi elektronit yang meningkat

diikuti oleh peningkatan ekskresi air, yang penting untuk mempertahankan

keseimbangan osmotik (Neal, 2006).

Golongan diuretik tiazid bekerja merendahkan tekanan darah, dimulai

dengan peningkatan sekresi Na+ dan air. Ini menurunkan volume ekstrasel

menimbulkan pengurangan isi sekuncup jantung dan aliran darah ginjal.

Contoh obatnya yaitu Hidroklorotiazid. Sedangkan diuretic loop, bekarja

cepat pada pasien contoh obatnya Furosemid. Menyebabkan penurunan

resisitensi vaskuler ginjal. Meningkatkan isi kadar kalsium urine

sedangkan diuretika tiazid menurunkan konsentrsi kalsium pada urine

(Harvey, 2013).

Diuretik dapat menambah kecepatan pembentukan urin. Dimana

istilah diuresis mempunyai dua pengertian, pertama menunjukkan adanya

penambahan volume urin yang diproduksi dan yang kedua menunjukkan

jumlah pengeluaran (kehilangan) zat- zat terlarut dan air. Fungsi utama

diuretik adalah untuk memobilisasi cairan udema, yang berarti mengubah


4

keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstrasel

kembali menjadi normal (Marjono, 2004).

Pada umumnya diuretik dibagi menjadi beberapa kelompok yakni

(Gunawan, 2007):

1. Diuretik kuat (High-ceiling diuretics)

Diuretik kuat mencakup sekelompok diuretik yang efeknya sangat

kuat dibandingkan dengan diuretik lain. Tempat kerja utamanya

dibagian epitel tebal ansa henle bagian asenden, kelompok ini disebut

juga sebagai loop diuretics. Dengan mekanisme kerja yaitu

penghambatan terhadap kontranspor Na+/K+/Cl-. Yang termasuk

kelompok ini adalah furosemid, torsemid, asam etakrinat dan

bumetamid.

2. Benzotiadiazid

Benzotiadiazid atau tiazid bekerja menghambat simporter Na +, Cl-

di hulu tubulus distal. Sistem transpor ini dalam keadaan normal

berfungsi membawa Na+ dan Cl- dari lumen ke dalam sel epitel

tubulus. Na+ selanjutnya dipompakan ke luar tubuulus dan ditukar

dengan K+, sedangkan Cl- dikeluarkan melalui kanal klorida. Yang

termasuk golongan ini adalah chlorothiazide, chlorthalidone,

hydrochlorothiazide, indapamide dan metolazone.

3. Diuretik hemat kalium

Yang termasuk golongan dalam kelompok ini ialah antagonis

aldosteron yaitu spironolakton dan eplerenon, triamteren dan amilorid.

Mekanisme kerja dari antagonis aldosteron adalah penghambatan

kompetitif terhadap aldosteron. Triamteren dan amilorid dapat


5

memperbesar eksresi natrium dan klorida sedangkan kalium

berkurang dan eksresi bikarbonat tidak mengalami perubahan.

Dibandingkan dengan triamteren, amilorid jauh lebih mudah larut

dalam air sehingga banyak diteliti.

4. Diuretik osmotik

Diuretik osmotik biasanya dipakai untuk zat bukan elektrolit yang

mudah dan cepat dieksresi oleh ginjal. Contoh golongan obat ini

adalah manitol, urea, gliserin dan isosorbid. Adanya zat tersebut

dalam lumen tubuli, meningkatkan tekanan osmotik, sehingga jumlah

air dan elektrolit yang dieksresi bertambah besar.

5. Penghambat karbonik anhidrase

Acetazolamide menghambat enzim karbonik anhidrase pada

tubulus proksimal sel-sel epitel. Penghambat karbonik anhidrase lebih

sering digunakan karena kerja farmakologisnya yang lain dan bukan

efek diuretiknya karena obat ini kurang efektif dibandingkan tiazid atau

loop diuretic (Harvey, 2013).

Spironolakton merupakan steroid sintesis yang mengantagonis

aldosterone pada lokasi reseptor sitoplasmik intraseluler. Obat ini

mencegah transkolasi kompleks reseptor menjadi nukleus pada sel targer,

dengan demikian kompleks ini tidak berikatan dengan DNA. Protein

mediator ini, secara normal merangsang situs pertukaran Na +/K+ yang ada

pada tubulus koligens (Harvey, 2013).

Diuretik tiazid, mekanisme kerjanya adalah bekerja dalam tubulus

distal untuk menurunkan reabsorbsi natrium dengan menghambat

kotransporter natrium/kalsium pada membran luminal tubulus kontortus


6

distal, obat ini meningkatkan konsentrasi natriun dan kalsium dalam cairan

tubular (Harvey dan Champe, 2013).

Obat-obat yang termasuk diuretik tiazid adalah cholorotiazide,

chlorothalidone, hydrochlorothiazide, indapamide, metalazone (Harvey

dan Champe, 2013).


7

B. Uraian Bahan dan Obat

1. Uraian Bahan

1) Na-CMC (Ditjen POM, 1979)

Nama Resmi : NATRII CARBOXYMETHYLCELLULOSUM

Nama Lain : Natrium karboksilmetilselulosa

Pemerian : Serbuk atau butiran, putih atau kuning gading,

tidak berbau dan hampir tidak berbau,

higroskopik.

Kelarutan : Mudah mendispersi dalam air, membentuk

suspensi koloidal, tidak larut dalam etanol

(95%) P, dalam eter P,dalam pelarut organik

lain.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

Kegunaan : Sebagai pelarut

2. Uraian Obat

1) Hidroklorotiazid (Medscape)

Nama Generik : Hidroklorthiazid

Golongan : Diuretik tiazid

Nama Dagang : Hidroklorthiazid

Indikasi : Penanganan hipertensi ringan sampai

sedang, edema pada gagal jantung dan

sindrom nefrotik

Farmakodinamik : Efek farmakodinamik tiazid ialah

meningkatnya ekskresi natrium klorida akan

sejumlah air, efek navigasi ini disebabkan


8

oleh penghambatan mekanisme reabsorbsi

elektrolit pada tubulus distal.

Farmakokinetik : Absorbsi : waktu puncak plasma 1-2,5 jam,

bioavabilitas 65-75%; Distribusi : volume

distribusi 3,6-7,8 L/kg; Metabolisme :

minimal dimetabolisme; Eliminasi : waktu

paruh 5,6-14,8 jam; eskresi di urin.

Dosis : 12,5 mg; 25 mg; 50 mg tablet / kapsul.

2) Spironolactone (Medscape)

Golongan Obat : Diuretik

Indikasi : Hipertensi esensial, edema pada gagal jantung

kongestif, edema yang disertai peningkatan

kadar aldosteron dalam darah, misalnya pada

sindrom nefrotik atau sirosis hati, juga

digunakan dalam diagnosis maupun

pengobatan pada hiperal dosteronisme primer.

Farmakokinetik : Absorbsi : Bioavabilitas 73% (tablet), onset 2-

4 jam (tablet), durasi 2-3 hari (tablet) ;

Distribusi : ikatan protein 90%; Metabolisme di

hati dan di ginjal ; Eliminasi : waktu paruh 1,3-

1,4 jam, eskresi (tablet) : urin (47-57%), feses

(35-41%).

Farmakodinamik :Penghambatan kompetitif terhadap aldosteron.

Dosis : 25 mg; 50 mg; 100 mg. Suspensi PO 5

mg/mL.
9

C. Uraian Hewan Coba

1. Klasifikasi hewan coba

Tikus (itis.gov)

Kingdom : Animalia

Filum : Cordata

Class : Mamalia

Sub Class : Theria

Infra Class : Eutheria

Ordo : Rodentia

Familia : Muridae

Genus : Rattus

Spesies : Rattus norvegicus

2. Karakteristik Hewan Coba (Malole, 1989)

Berat badan dewasa : Jantan: 20 – 40g, betina: 18 – 35g

Mulai dikawinkan : 8 minggu (jantan dan betina)

Lama kehamilan : 19 – 21 hari

Jumlah pernapasan : 140-180/menit, turun menjadi 80 dengan

panestesi, naiksampai 230 dalam stress.

Tidal volume : 0,09 - 0,23

Detak jantung : 600-650/menit, turunpmenjadi 350 dengan

anestesi, naiksampai 750 dalam stress.

Volume darah : 76-80 ml/kg

Tekanandarah : 130-160 siistol; 102-110 diastol, turunmenjadi

110 sistol, 80 diastoldengananestesi.

Kolesterol : 26,0-82,4 mg/100 mL


10

BAB III

METODOLOGI KERJA

A. Alat dan Bahan

A. Alat yang digunakan

Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini adalah gelas

kimia, kanula tikus, kandang metabolisme, labu ukur 10 ml, dan spoit.

B. Bahan yang digunakan

Adapun bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah

Hidroklorotiazid®, Na-CMC 1%, dan Spironolakton®.

B. Prosedur Kerja

A. Penyiapan Bahan

Pembuatan Na-CMC 1% b/v

a) Disiapkan alat dan bahan

b) Ditimbang Na-CMC sebanyak 1 gram

c) Dipanaskan hingga 700C 100 mL air suling

d) Disuspensikan Na-CMC dengan air suling yang telah dipanaskan

sedikit demi sedikit sambil di aduk.

e) Dimasukkan suspensi Na-CMC dalam wadah dan di simpan dalam

lemari pendingin.

B. Penyiapan Obat

a. Hidroklorotiazid®

1) Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.

2) Ditimbang hidroklorothiazid® sebanyak 6,196 mg


11

3) Dimasukkan ke dalam gelas kimia 10 mL, lalu dicukupkan

dengan Na CMC.

4) Dipipet sebanyak 1,239 mL, dimasukkan ke labu ukur 10 mL

5) Dicukupkan volumenya dengan Na-CMC 1% sampai batas

tanda

6) Dihomogenkan lalu diberi etiket.

b. Spironolakton®

1) Disiapkan alat dan bahan.

2) Ditimbang spironolakton® sebanyak 26,935 mg.

3) Dimasukkan kedalam gelas kimia 10 mL lalu dicukupkan

dengan Na CMC.

4) Dipipet sebanyak 5,385 mL, dimasukkan kedalam labu ukur 10

mL

5) Dicukupkan dengan Na CMC sampai batas tanda.

6) Dihomogenkan lalu diberi etiket

C. Perlakuan Hewan Coba

1) Disiapkan alat dan bahan

2) Disiapkan 2 ekor tikus kemudian dibagi menjadi 2 kelompok

3) Tikus I (166 gram) diberikan obat spironolakton sebanyak 4,15

mL secara oral, dan tikus ke II (272 gram) diberikan obat

Hidroklorotiazid sebanyak 6,8 mL secara oral.

4) Diukur volume urine setelah menit ke 30, 60 dan 90

5) Dicatat volume urin dari masing-masing tikus


12

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Pada percobaan ini telah dilakukan pengujian obat-obat diuretik

yang meliputi Hidroklorotiazid® dan Spironolakton® yang dapat dilihat

pada tabel dibawah ini.

Volume urine
Obat BB VP
30 60 90

Spironolakton 166 gram 4,15 mL - 1,9 mL 3,8 mL

Hidroklorotoazid 272 gram 6,8 mL - 3,9 mL 7,7 mL


13

B. Pembahasan

Pada praktikum ini digunakan obat-obat diuretik yaitu diuretik tiazid

(hidroklorotiazid) dan diuretik hemat-kalium (spironolakton) terhadap

hewan coba tikus (Rattus novergicus).

Tujuan dilakukannya percobaan ini yaitu untuk menentukan efek

dari obat diuretik yakni golongan diuretik tiazid (hidroklorotiazid) dan

diuretik hemat-kalium (spironolakton) yang diujikan pada hewan coba tikus

(Rattus novergicus).

Percobaan ini digunakan 2 hewan coba yakni tikus putih yang

masing-masing diinduksikan air hangat terlebih dahulu. Setelah itu

masing-masing tikus diberikan obat Spironolakton sebanyak 4,15 mL dan

hidroklorotiazid sebanyak 6,8 mL. Setelah diberikan masing-masing obat,

kedua tikus dimasukkan kedalam kandang metabolisme. Kemudian diukur

volume urin tikus pada menit ke 30, 60, dan 90.

Pada tikus I diberikan obat Spironolakton. Spironolakton

merupakan diuretik penghemat kalium. Aldosteron menstimulasi

reabsorpsi natrium dan sekresi kalium, proses ini di hambat secara

kompetitif (saingan) oleh antagonis aldosteron. Jadi obat ini

mengakibatkan eksresi natrium kurang dari 5% dan retensi kalium. Daya

diuretiknya agak lemah.

Pada percobaan ini tikus dengan berat 166 gram diberikan obat

Spironolakton secara oral sebanyak 4,15 mL. Didapatkan bahwa tikus

memiliki volume urine 1,9 mL pada menit ke 60, dan 3,8 mL pada menit ke

90. Berdasarkan hasil dari data tersebut dapat dilihat bahwa obat
14

spironolakton memiliki efek yang dapat mempercepat ekskresi urin pada

hewan coba tikus.

Pada tikus II diberikan obat hidroklorotiazid. Mekanisme kerja obat

hidroklorotiazid adalah bekerja dalam tubulus distal untuk menurunkan

reabsorbsi natrium dengan menghambat kotransporter natrium/kalsium

pada membran luminal tubulus kontortus distal, obat ini meningkatkan

konsentrasi natrium dan kalsium dalam cairan tubular.

Pada percobaan ini tikus dengan berat badan 272 gram yang

diberikan hidroklorotiazid sebanyak 6,8 mL secara oral didapatkan bahwa

pada menit ke 60 volume urin tikus sebanyak 3,9 mL, dan pada menit ke

90 volume urin tikus sebanyak 7,7 mL. Berdasarkan hasil dari data

tersebut dapat dilihat bahwa obat hidroklorotiazid memiliki efek

mempercepat eskresi urin pada hewan coba tikus.


15

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa percobaan

diuretik, dengan pemberian obat hidroklorotiazid dan spironolakton pada

hewan tikus (Rattus norvegicus) berdasarkan parameter pengukuran

volume urinnya telah memberikan efek yakni mempercepat dan

meningkatkan eskresi urin pada hewan coba tikus.

B. Saran

Saran kepada asisten pendamping kelompok agar tetap

mempertahankan cara membimbingnya terhadap praktikan, jika perlu

ditingkatkan lagi.
16

DAFTAR PUSTAKA

Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen


Kesehatan: Jakarta.

Gunawan, Sulistia Gan. 2007. Farmakologi dan Terapi. FKUI: Jakarta.

Harvey, dan Champe C.C. 2013. Farmakologi Ulasan Bergambar.


Lippincott’s Illustrated Reviews: Farmacology. Penerjemah Azwar
Agoes Edisi 4. Widya Medika: Jakarta.

Malole, Sri Utami Pramono, C. 1989. Penggunaan Hewan-hewan Coba di


Laboratorium. Institut Pertanian Bogor : Jawa Barat.

Marjono, Mahar. 2004. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. UI Press: Jakarta.

Neal, M.J.,2006. At a Glance Farmakologi Medis. Erlangga: Jakarta.


17

LAMPIRAN

A. Skema Kerja

2 ekor tikus

Diberikan air hangat

Spironolakton Hidroklorotiazid

Diukur volume urine setelah menit 30, 60 dan 90


18

B. Perhitungan Dosis

a. Spironolakton

Dosis obat = 100 mg

Berat etiket = 100 mg

Berat rata-rata = 655,5 mg

Penyelesaian:

100mg
 Dosis umum manusia = = 1,666 mg/kgBB
60kgBB

37
 Dosis umum tikus = 1,666mg/kgBB× = 10,273 mg/kgBB
6

10,273mg
 Dosis max tikus = × 200 g = 2,054 mg
1000 gr

10 mL
 Larutan stok = × 2,054 mg = 4,108 mg/10 mL
5mL

4,1092mg
 Berat yang ditimbang = × 655,5 = 26,927 mg
100mg

 Pengenceran

50 mg add 10 mL ( 50 mg/10 mL)

X 10 mL(26,927 mg/10 mL)

V 1 x M1 = V2 x M2

V1 X 50 mg= 10 mL x 26,927 mg

V1 = 5,385 mL

b. Hidroklorotiazid

Dosis obat = 25 mg

Berat etiket = 25 mg

Berat rata-rata = 150,975 mg


19

Penyelesaian:

25mg
 Dosis umum manusia = = 0,416 mg/kgBB
60kgBB

37
 Dosis umum tikus = 0,416 mg/kgBB× = 2,565 mg/kgBB
6

2,565mg
 Dosis max tikus = × 200 gr = 0,513 mg
1000 gr

10 mL
 Larutan stok = × 0,513 mg = 1,026 mg/10 mL
5mL

1,026mg
 Berat yang ditimbang = × 150,975 = 6,196 mg
25mg

 Pengenceran

50 mg add 10 mL ( 50 mg/10 mL)

X 10 mL(6,196mg/10 mL)

V 1 x M1 = V2 x M2

V1 X 50 mg= 10 mL x 6,196 mg

V1 = 1, 239mL

Anda mungkin juga menyukai