Anda di halaman 1dari 6

TUGAS

BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN LAINNYA

“PERMODALAN DAN KEPEMILIKAN”

Oleh

LUSIANI PRATIWI
13101155110334

KELAS : A2

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PUTRA INDONESIA “YPTK”

PADANG

2016
1. BANK UMUM
A. Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM)
Peraturan Bank Indonesia No.15/12/PBI/2013 tanggal 12 Desember 2013
tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum :
1. Bank wajib menyediakan modal inti (Tier 1) paling rendah sebesar 6%
(enam persen) dari ATMR dan modal inti utama (Common Equity Tier 1)
paling rendah sebesar 4,5% (empat koma lima persen) dari ATMR baik
secara individual maupun secara konsolidasi dengan Perusahaan Anak.
2. Bank yang memenuhi kriteria tertentu wajib membentuk tambahan modal
sebagai penyangga (buffer) di atas kewajiban penyediaan modal minimum
sesuai profil risiko yang ditetapkan sebagai berikut:
a. Capital Conservation Buffer sebesar 2,5% (dua koma lima persen) dari
ATMR untuk Bank yang tergolong dalam Bank Umum Kegiatan Usaha
(BUKU) 3 dan BUKU 4 yang pemenuhannya secara bertahap;
b. Countercyclical Buffer dalam kisaran sebesar 0% (nol persen) sampai
dengan 2,5% (dua koma lima persen) dari ATMR bagi seluruh Bank;
dan
c. Capital Surcharge untuk D-SIB dalam kisaran sebesar 1% (satu persen)
sampai dengan 2,5% (dua koma lima persen) dari ATMR untuk Bank
yang ditetapkan berdampak sistemik.
3. Jangka waktu penyesuaian rasio permodalan, pemberlakuan komponen
modal, dan pembentukan tambahan modal sebagai penyangga (buffer)
adalah sebagai bekriut:
4. Peraturan Bank Indonesia ini mulai berlaku tanggal 1 Januari 2014.

B. Modal Pendirian Bank Umum


a. Modal disetor untuk mendirikan Bank ditetapkan sekurang-kurangnya
sebesar Rp 3.000.000.000,00 (tiga triliun rupiah);
b. Modal disetor bagi Bank yang berbentuk hukum Koperasi adalah
simpanan pokok, simpanan wajib, dan hibah sebagaimana diatur dalam
undang-undang tentang Perkoperasian;
c. Modal disetor yang berasal dari warga Negara asing dan/atau badan
hukum asing, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka (2) huruf b
setinggi-tingginya sebesar 99 % (Sembilan puluh sembilah persen) dari
modal disetor bank.

C. Kepemilikan
Dalam Pasal 15 dijabarkan siapa saja yang dapat menjadi pemilik bank:
1. Yang dapat menjadi pemilik Bank adalah pihak-pihak yang:
 Tidak termasuk dalam daftar orang tercela di bidang perbankan sesuai
dengan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia;
 Menurut penilaian Bank Indonesia yang bersangkutan memiliki integritas
yang baik.
2. Pemilik Bank yang memiliki integritas yang baik sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) huruf b, antara lain adalah pihak-pihak yang:
 Memiliki akhlak dan moral yang baik;
 Mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku;
 Memiliki komitmen yang tinggi terhadap perkembangan operasional bank
yang sehat;
 Dinilai layak dan wajar untuk menjadi pemegang saham Bank.

2. BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR)


A. Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM)
1. BPR wajib menyediakan modal minimum sebesar 12% (dua belas
perseratus) dari aset tertimbang menurut risiko (ATMR).
2. BPR wajib menyediakan modal inti paling rendah sebesar 8% (delapan
perseratus) dari ATMR.
3. Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 terdiri atas :
a. Modal inti (Tier 1) yang meliputi :
1. Modal inti utama;
2. Modal inti tambahan; dan
b. Modal pelengkap (Tier 2).
4. Modal pelengkap sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat
diperhitungkan setinggi-tingginya sebesar 100% (seratus perseratus) dari
modal inti.

B. Modal Pendirian BPR


1. Modal disetor untuk mendirikan BPR ditetapkan sekurang-kurangnya
sebesar :
a. Rp. 2.000.000.000 (Dua Milyar Rupiah) untuk BPR yang didirikan
diwilayah Daerah Khusus Ibukota jakarta Raya dan
Kabupaten/Kotamadya Tanggerang, Bekasi, dan Karawang;
b. Rp. 1.000.000.000 (Satu Milyar Rupiah) untuk BPR yang didirikan di
wilayah ibukota propinsi diluar wilayah tersebut pada huruf a;
c. Rp. 500.000.000 (lim ratus juta rupiah) untuk BPR yang didirikan di
luar wilayah tersebut pada huruf a dan huruf b.
2. Modal disetor bagi BPR yang berbentuk hukum Koperasi adalah simpanan
pokok, simpanan wajib, dan hibah sebagaimana diatur dalam undang-undang
tentang perkoperasian;
3. Bagian dari modal disetor BPR yang digunakan untuk modal kerja sekurang-
kurangnya berjumlah 50% (lima puluh perseratus).

C. Kepemilikan
Menurut pasal 13 siapa saja yang dapat mendirikan Bank Perkreditan rakyat
a. Kepentingan BPR oleh Badan Hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal
3 ayat (2) setinggi-tingginya sebesar modal sendiri bersih Badan Hukum
yang bersangkutan;
b. Modal sendiri bersih sebagaimana dimaksud ayat (1) merupakan :
 Penjumlahan dari modal disetor, cadangan, cadangan dan laba,
dikurangi penyertaan dan kerugian, bagi badan hokum perseroan
terbatas/perusahaan daerah; atau
 Penjumlahan dari simpanan pokok, simpanan wajib, hibah, modal
pernyertaan, dana cadangandan sisa hasil usaha dikurangi
penyertaan dan kerugian, bagi badan hukum koperasi.
Selanjutnya dalam pasal 15 disebutkan: Yang dapat menjadi pemilik BPR adalah
pihak-pihak :
1. Tidak termasuk dalam daftar orang tercela dibidang perbankan sesuai dengan
yang diterapkan oleh Bank Indonesia.
2. Menurut penilaian Bank Indonesia yang bersangkutan memiliki integritas,
antara lain :
 Memiliki akhlak dan moral yang baik;
 Mematuhi peraturan-peraturan perundang-undangan yang berlaku;
 Bersedia mengembangkan BPR yang sehat.

3. ARSITEKTUR PERBANKAN INDONESIA (API)


Arsitektur Perbankan Indonesia (API) merupakan suatu kerangka dasar
sistem perbankan Indonesia yang bersifat menyeluruh dan memberikan arah,
bentuk, dan tatanan industri perbankan untuk rentang waktu lima sampai
sepuluh tahun ke depan. Arah kebijakan pengembangan industri perbankan di
masa datang yang dirumuskan dalam API dilandasi oleh visi mencapai suatu
sistem perbankan yang sehat, kuat dan efisien guna menciptakan kestabilan
sistem keuangan dalam rangka membantu mendorong pertumbuhan ekonomi
nasional.
Berpijak dari adanya kebutuhan blue print perbankan nasional dan
sebagai kelanjutan dari program restrukturisasi perbankan yang sudah berjalan
sejak tahun 1998.
Bank Indonesia pada tanggal 9 Januari 2004 telah meluncurkan API
sebagai suatu kerangka menyeluruh arah kebijakan pengembangan industri
perbankan Indonesia ke depan. Peluncuran API tersebut tidak terlepas pula dari
upaya Pemerintah dan Bank Indonesia untuk membangun kembali
perekonomian Indonesia melalui penerbitan buku putih Pemerintah sesuai
dengan Inpres No. 5 Tahun 2003, dimana API menjadi salah satu program utama
dalam buku putih tersebut.
Bertitik tolak dari keinginan untuk memiliki fundamental perbankan yang
lebih kuat dan dengan memperhatikan masukan-masukan yang diperoleh dalam
mengimplementasikan API selama dua tahun terakhir.
Bank Indonesia merasa perlu untuk menyempurnakan program-program
kegiatan yang tercantum dalam API. Penyempurnaan program-program
kegiatan API tersebut tidak terlepas pula dari perkembangan-perkembangan
yang terjadi pada perekonomian nasional maupun internasional.
Penyempurnaan terhadap program-program API tersebut antara lain mencakup
strategi-strategi yang lebih spesifik mengenai pengembangan perbankan syariah,
BPR, dan UMKM ke depan sehingga API diharapkan memiliki program kegiatan
yang lebih lengkap dan komprehensif yang mencakup sistem perbankan secara
menyeluruh terkait Bank umum dan BPR, baik konvensional maupun syariah,
serta pengembangan UMKM.

Anda mungkin juga menyukai