PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Negara harus menjamin hak dan kewajiban warga negara dan rakyatnya dalam konstitusi
negara sebagai konsekuensi dari negara hukum yang dianut di Indonesia. Hal ini dilakukan
dengan pencantuman hak dan kewajiban warga negara di dalam konstitusi, maka membawa
konsekuensi bagi negara untuk mengakui, menghormati dan menghargai hak-hak setiap
warga negara dan rakyatnya, termasuk pemenuhan hak-hak asasi tersebut dalam kehidupan
nyata. Kewajiban ini tertuang dalam ketentuan Pasal 28 UUD 1945 yang menentukan bahwa
perlindungan; pemajuan; penegakkan; dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung
jawab negara, terutama pemerintah.
Salah satu hak asasi yang harus diakui, dipenuhi, dan dijamin perlindungannya oleh
negara adalah hak asasi dibidang ketenagakerjaan, yakni hak untuk bekerja dan memperoleh
pekerjaan. Hal ini diatur dalam ketentuan Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang menentukan
bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan. Selain itu juga diatur dalam ketentuan Pasal 28D ayat (2) UUD 1945 yang
menentukan bahwa setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan pengakuan
yang adil dan layak dalam hubungan kerja. Berdasarkan ketentuan Pasal 27 ayat (2) dan Pasal
28D ayat (2) UUD 1945 dapat disimpulkan bahwa, pemerintah harus memenuhi kebutuhan
masyarakat akan haknya terutama dalam bidang pekerjaan dan penghidupan yang layak serta
pengakuan yang adil dalam hubungan kerja.
Upaya untuk mewujudkan pemenuhan dan perlindungan hukum terhadap hak seseorang
untuk memperoleh pekerjaan dan bekerja dilakukan pada tahun 2003, yaitu dengan
dikeluarkannya UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, disebutkan bahwa pekerja
anak adalah anak-anak yang berusia di bawah 18 tahun. Anak-anak boleh dipekerjakan
dengan syarat mendapat izin orang tua dan bekerja maksimal 3 jam sehari. Ketentuan Pasal
68 menentukan bahwa pengusaha dilarang memperkerjakan anak. Hal ini sudah diatur dalam
UU Ketenagakerjaan yang erat kaitannya dengan upaya perlindungan hak asasi anak.
Ketentuan yang melarang mempekerjakan anak juga diatur dalam ketentuan Pasal 68 UU
Ketenagakerjaan yang sejalan dengan ketentuan Pasal 52 ayat (1) UU No. 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia (HAM), yang menentukan bahwa setiap anak berhak atas
perlindungan oleh orang tua, keluarga, masyarakat, dan negara. Selanjutnya dalam ayat (2)
mengatur mengenai hak anak sebagai hak asasi manusia dan untuk kepentingannya hak anak
itu diakui dan dilindungi oleh hukum bahkan sejak dalam kandungan. Selain itu, larangan
menelantarkan anak juga diatur dalam UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Orang tua dapat dikenakan sanksi hukuman kurungan yang cukup berat, termasuk perusahaan
yang mempekerjakan anak di bawah umur. Oleh karena itu, secara filosofis larangan
mempekerjakan anak ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan perlindungan hukum
terhadap anak demi pengembangan harkat dan martabatnya dalam rangka persiapan menuju
masa depannya.
Pekerja anak adalah masalah sosial yang telah menjadi isu global setiap bangsa di dunia,
tak terkecuali di Indonesia. Selain itu juga dapat dilihat dari hasil penelitian Nandi (2006)
bahwa permasalahan ketenagakerjaan di Indonesia akan bertambah dengan adanya
pengeksploitasian dan keberadaan pekerja anak. Menurutnya, pekerja anak adalah sebuah
istilah untuk mempekerjakan anak kecil atas tenaga mereka, keamanannya, kesehatan, dan
prospek masa depan. Kebanyakan dari para pekerja anak tidak sempat lagi menikmati masa
bermain atau bersekolah sebagaimana anak-anak yang lain.
Menurut BPS, usia yang dapat dikategorikan pekerja anak adalah mereka yang berumur
10-14 tahun. Jika kategori yang dipakai lebih luas sesuai dengan instrumen internasional
tentang anak, yaitu usia 0-18 tahun, jumlah pekerja anak di Indonesia akan jauh lebih besar.
Kecenderungan meningkatnya jumlah pekerja anak dapat dilihat dari meningkatnya anak
jalanan setiap tahunnya. Jika dilihat dari berbagai kasus, anak-anak yang masuk ke pasar
kerja merupakan rasionalisasi untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga yang tergolong
miskin.
Jumlah pekerja anak paling banyak di negara-negara berkembang yang mencakup seluruh
Asia, Afrika, dan Amerika Latin seperti yang dijelaskan dari hasil penelitian ILO (1996)
dalam Journal of Bussines Ethics (Hindman, 1999):
“61% (of child workers) are found in Asia, 32% in Africa, and 7% in Latin America.
Although Asia has the largest number of child workers, Africa has the highest incidence at
around 40%, of children between 5 and 14 years old.”
Berdasarkan hasil Survei Pekerja Anak (SPA) yang dilakukan oleh BPS bekerjasama
dengan International Labor Organization (ILO) menemukan bahwa pada tahun 2009 di
Indonesia terdapat lebih dari 58,8 juta anak yang berusia 5-17 tahun dan sekitar 1,7 juta jiwa
menjadi pekerja anak. Dari jumlah keseluruhan pekerja anak tersebut, terdapat sekitar 48,1
juta yang bersekolah; 24,3 juta terlibat dalam pekerjaan rumah; dan 6,7 juta tergolong ‘idle’
yaitu tidak bersekolah, tidak membantu di rumah, dan tidak bekerja. Mereka yang tergolong
pekerja anak bekerja 35,1 jam per minggu. Berdasarkan laporan tersebut, pekerja anak
umumnya masih bersekolah, bekerja tanpa dibayar sebagai anggota keluarga, serta terlibat
dalam bidang pekerjaan pertanian, jasa, dan manufaktur. .
Kehadiran pekerja anak di tempat kerja sangat erat kaitannya dengan tingkat kemiskinan
masyarakat Indonesia saat ini, di mana kondisi ekonomi orang tua yang rendah menyebabkan
anak dikorbankan untuk bekerja guna menambah pendapatan keluarga. Menurut hasil
penelitian yang dilakukan oleh Endrawati (2011) bahwa implementasi upaya perlindungan
hukum terhadap anak yang bekerja tersebut dalam praktiknya mengalami banyak hambatan,
diantaranya faktor ekonomi, faktor budaya, faktor peran serta masyarakat, serta lemahnya
koordinasi dan kerja sama, serta keterbatasan aparatur pemerintah yang bertugas melakukan
pengawasan.
Dilihat dari data-data tersebut dapat diperkirakan bahwa kondisi pekerja anak di Indonesia
sangatlah buruk. Hal ini disebabkan beberapa faktor pendorong anak untuk bekerja. Menurut
Husnaini (2011) bahwa keikutsertaan anak dalam kegiatan perekonomian keluarga
disebabkan oleh faktor ekonomi, faktor lingkungan, dan faktor teman sebaya. Berdasarkan
hasil penelitiannya, kemiskinanlah yang menjadi penyebab utama anak bekerja untuk
keluarganya. Pemahaman tentang nilai anak dalam konteks keluarga pada dasarnya tidak
dapat dipisahkan dari konteks budaya masyarakat setempat, sehingga lingkungan sangat
berpengaruh terhadap individunya. Anak-anak yang hidup dalam lingkungan teman-teman
yang bekerja, akan menyukai bekerja daripada sekolah meskipun orang tuanya cukup untuk
membiayai sekolah mereka. Berdasarkan kondisi demikian, mereka mempunyai banyak
kesamaan seperti usia, selera, penalaran terhadap sesuatu sehingga mereka akan lebih cocok
apabila mereka hidup sesuai dengan nilai-nilai yang ada di lingkungan teman-teman
sebayanya.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kertati (2013) menunjukkan bahwa Kota
Semarang merupakan kota dengan jumlah penduduk miskin terendah di Jawa Tengah.
Rendahnya penduduk miskin ini bukan berarti Kota Semarang tidak memiliki masalah
terhadap kemiskinan. Salah satunya adalah masalah ketenagakerjaan. Di Semarang sendiri
jumlah pekerja anak cukup besar yaitu mencapai 57,74 persen atau sekitar 59.258 jiwa dari
total keseluruhan 102.630 jiwa (PPLS, 2012). Oleh karena itu, jika dilihat dari latar belakang
permasalahan di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang peran disnakertrans dalam
upaya penanganan pekerja anak di Kota Semarang.
METODE PENELITIAN
3.3 Desain Penelitian
Desain penelitian menggunakan pendekatan kualitatif fenomenologis. Desain tersebut
digunakan dengan maksud untuk mengetahui fenomena sosial tertentu. Namun, tidak hanya
terbatas pada pengumpulan dan penyusunan data, tetapi juga meliputi analisis dan interpretasi
tentang data.
Alasan penggunaan pendekatan ini adalah permasalahan yang jelas, holistik, kompleks,
dinamis dan penuh makna sehingga tidak mungkin data pada situasi sosial tersebut diperoleh
dengan menggunakan metode penelitian kuantitatif. Selain itu, peneliti juga bermaksud
memahami situasi sosial secara mendalam, menemukan pola, dan teori.
3.2 Latar Penelitian
Tempat penelitian dilakukan di kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota
Semarang. Adapun alasan dipilihnya tempat tersebut karena diyakini bahwa tempat tersebut
dapat memberikan informasi untuk menjawab rumusan masalah dan tujuan penelitian ini,
yaitu mengenai peran Disnakertrans terhadap penanganan pekerja anak.
3.3 Subjek dan Objek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah petugas Disnakertrans bidang Ketenagakerjaan Kota
Semarang. Sedangkan objek penelitian ini berupa program penanggulangan pekerja anak,
orientasi hasil yang sudah dicapai, serta solusi dalam penanganan pekerja anak di Kota
Semarang.
3.4 Sumber Data
Penentuan sumber data terhadap orang yang diwawancarai dilakukan secara purposive
yaitu dipilih dengan pertimbangan dan tujuan tertentu (Sugiyono, 2010). Adapun sumber data
pada penelitian ini adalah petugas Disnakertrans bidang Ketenagakerjaan Kota Semarang.
3.5 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan yaitu anggota tim peneliti sendiri atau human
instrument. Kategori instrumen yang baik dalam penelitian kualitatif adalah instrumen yang
memiliki pemahaman yang baik akan metodelogi penelitian, penguasaan wawasan terhadap
bidang yang diteliti, kesiapan untuk memasuki objek penelitian, baik secara akademik
maupun logistiknya. Hal ini dilakukan agar instrumen yang digunakan mampu menetapkan
fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data,
menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data, dan membuat kesimpulan atas
temuannya (Sugiyono, 2010). Selain itu juga dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain
daripada menjadikan manusia sebagai instrumen penelitian utama (Nasution dalam Sugiyono,
2010:306)
3.6 Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah wawancara mendalam dan studi
dokumentasi. Wawancara dilakukan dengan mengajukan beberapa pertanyaan terkait dengan
penanganan pekerja anak di Kota Semarang. Adapun jenis wawancara yang digunakan adalah
wawancara terstruktur.
Wawancara dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan informasi tentang kebijaksanaan
Disnakertrans dalam menanggulangi pekerja anak, mengetahui hasil-hasil yang sudah dicapai
Disnakertrans, dan mengetahui solusi Disnakertrans dalam menanggulangi pekerja anak.
Teknik studi dokumentasi digunakan dengan tujuan untuk mendapatkan data-data pekerja
anak di Kota Semarang selama tiga tahun terakhir; dan mendapatkan data-data mengenai
program penanggulangannya baik yang sudah berjalan, sedang berjalan ataupun yang akan
dijalankan.
Reduksi data adalah kegiatan merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada
hal-hal yang penting, mencari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu baik itu dari
hasil wawancara, observasi, maupun dokumentasi.
Penyajian data dilakukan dalam bentuk uraian singkat atau teks naratif, bagan,
hubungan antar kategori, flowchart, atau sejenisnya.
c. Conclusion Drawing/Verification
Tahapan yang terakhir adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal
yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah apabila tidak ditemukan
bukti-bukti yang kuat dan dapat mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Hal
ini berbeda ketika kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal dapat didukung oleh bukti-
bukti yang valid dan konsisten sehingga kesimpulan yang dikemukakan merupakan
kesimpulan yang kredibel.
b. Triangulasi waktu
Waktu juga mempengaruhi kredibilitas data. Misalnya data yang dikumpulkan dengan
teknik wawancara dipagi hari saat narasumber masih segar dan belum banyak masalah, maka
akan memberikan data yang lebih valid sehingga lebih kredibel. Oleh karena itu, dalam
penelitian ini akan menggunakan waktu yang berbeda untuk menguji keabsahan data.
Sedangkan member check adalah proses pengecekan data yang diperoleh peneliti
kepada pemberi data (Sugiyono, 2010). Pelaksanaan member check dapat dilakukan setelah
satu periode pengumpulan data selesai. Caranya yaitu peneliti menanyakan kembali pada
subjek hasil wawancara antara peneliti dengan subjek, baik mengenai konten ataupun tata
bahasa.
DAFTAR PUSTAKA
Bagong. 1999. Analisis Situasi Pekerja Anak dan Permasalahan Pendidikan Dasar di Jawa
Timur. Surabaya: Universitas Airlangga Press.
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI. 2005. Modul Penanganan Pekerja Anak.
Endrawati, Netty. “Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Anak di Sektor Informal (Studi
Kasus Di Kota Kediri)”. Jurnal Dinamika Hukum. Vol. 12 No. 2. Mei 2012. Kediri:
Universitas Islam Kediri.
Hindman, Hugh D., Smith, Charles G., “Cross-Cultural Ethics and the Child Labor Problem”.
Journal of Bussines Ethics. Vol. 19 No. 1. Maret 1999. Arts & Humanities Full Text pg. 21.
http://disnakertrans-kotasemarang.or.id/2014/index.php/web/profil/index/1 (diunduh pada
tanggal 27-11-2015, pukul 08.30)
Husnaini, Zahratul. 2011. Pekerja Anak Dibawah Umur (Studi Kasus: Enkulturasi Keluarga
Pekerja Anak di Kota Padang). Skripsi Universitas Andalas.
Kertati, Indra. 2013. Analisis Kemiskinan Kota Semarang Berdasarkan Data Pendataan
Program Perlindungan Sosial (PPLS). Riptek Vol. 7, No. 1, Hal. 27-38.
Kertonegoro. 1997. Penduduk Angkatan Kerja dan Kesempatan Kerja Trend Global Menuju
Abad 21. Jakarta: CV Intermedia.
Nandi. “Pekerja Anak dan Permasalahannya”. Jurnal GEA. Vol. 6 No. 2. Oktober 2006.
Bandung: FPIPS UPI.