Oleh :
Arliyandi (1504305026)
Puji dan syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat dan rahmatnya yang telah memberikan saya kesehatan dan rezeki
sehingga saya dapat menyelesaikan pembuatan paper ini tentang materi
Geopolitik dan Wawasan Nusantara Indonesia.
Saya ucapkan terima kasih kepada Bapak I Gusti Bagus Wirya Agung,
SPSI. MBA. selaku dosen pengampu mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan
yang telah memberikan tema yang saya dapatkan, sehingga saya dapat belajar dan
menambah wawasan saya. Saya menyadari bahwa paper saya ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun selalu saya harapkan demi kesempurnaan paper ini.
Akhir kata, saya sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan paper ini dari awal sampai akhir. Semoga paper
ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.4 Manfaat
1. Mengetahui penyebab munculnya mafia.
2. Mengetahui cara mengatasi dan menghapus mafia dari NKRI.
3. Mengetahui cara menjaga wilayah kedaulatan NKRI.
4. Mengetahui cara meningkatkan rasa nasionalisme. 3
BAB II
PEMBAHASAN
2.2 Solusi
Untuk menjaga perbatasan negara yang begitu luas, Indonesia memerlukan
teknologi yang canggih serta alutsista dan armada militer yang kuat. Dengan
armada militer yang kuat dan alutsiata yang canggih negara tetangga akan segan
dan tidak lagi meremehkan negara Indonesia. Satelite penjaga perbatasan juga
sangat membantu untuk mendeteksi dengan cepat jika ada kapal atau pesawat
asing tidak berizin memasuki wilayah kedaulatan NKRI, sehingga petugas
keamanan bisa secepatnya untuk mencegat. Sistem ini bisa mengantisipasi
masuknya narkotika, terorisme, kapal asing pencuri ikan, serta barang seludupan
lainnya yang tidak diharapkan.
Indonesia perlu membuat suatu sistem manajemen yang terintegrasi dan
trasparan, dengan sistem ini masyarakat dan antar lembaga pemerintah bisa saling
mengawasi satu sama lain tentang kebijakan yang dibuat. Dengan begitu, mafia
tidak akan bisa berkutik sama sekali, sehingga diharapkan mafia akan punah
dengan sendirinya. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi seharusnya
bisa pemerintah manfaatkan untuk mengembangkan pendidikan dan menanamkan
wawasan nusantara Indonesia kepada para generasi penerus bangsa Indonesia
untuk menumbuhkan dan meningkatkan rasa nasionalisme.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Pemerintah bisa memberi contoh kepada para generasi Indonesia untuk
mandiri dengan memberikan peluang kepada mereka untuk memajukan teknologi
Indonesia, menggunakan teknologi yang canggih untuk menjaga perbatasan
negara, membuat alutsista yang canggih dan kuat untuk menjaga wilayah
kedaulatan NKRI, memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi
untuk mengembangkan pendidikan dan menanamkan wawasan nusantara
Indonesia kepada para generasi penerus bangsa Indonesia untuk menumbuhkan
dan meningkatkan rasa nasionalisme.
3.2 Saran
Sebaiknya pemerintah Indonesia harus secepatnya mengembangkan serta
meningkatkan kualitas, mutu dan kemampuan teknologi melalui karya putra putri
bangsa Indonesia sendiri. Sebab, teknologi sangat berpengaruh terhadap kemajuan
suatu negara. Tidak perlu menunggu negara lain yang mengembangkan teknologi
lalu mereka mengajarkan kepada kita, ayo kita mulai sendiri untuk mandiri tanpa
harus menunggu-nunggu. Putra putri Indonesia cukup cerdas untuk memproduksi
dan mengembangkan sendiri Alutsista Negara, Sistem manajemen terintegrasi
berbasis online, teknologi sarana dan prasarana pendidikan, teknologi pemantau
perbatasan berbasis monoeye, dll.
DAFTAR PUSTAKA
Lampiran Artikel 2
Nasionalisme Pemuda Rendah, Masa Depan Bangsa Terancam
Masa depan bangsa Indonesia terancam suram akibat rendahnya rasa
nasionalisme di kalangan pemuda. Kian tahun, momentum peringatan Sumpah
Pemuda yang menjadi awal lahirnya nasionalisme dikalangan pemuda semakin
diabaikan. Hanya sedikit kaum muda yang peduli , bahkan itu pun lebih bersifat
ceremonial saja. Rasa kebangsaan, nasionalisme dan patriotisme telah tergusur
oleh budaya hura-hura yang menyesatkan. “Pemuda seharusnya menjadi pelopor
dalam membangun semangat perjuangan, tetapi justru kenyataannya kini justru
jatuh ke jurang materialisme yang tak terkontrol,” kata Ketua Umum PMII,
Muhammad Bukrata kepada Hminews, Kamis(29/10)
Menurut Bukrata sumpah pemuda yang telah diperjuangkan oleh berbagai
elemen pemuda pada Kongres Pemuda II di Gedung Katholieke Jongenlingen
Bond (KJB), Jakarta Pusat pada tanggal 28 Oktober 1928 lalu perlahan-lahan
mulai punah.” Saat ini anak muda sudah tidak peduli lagi dengan nilai sumpah
pemuda”,Ujarnya. Bukrata juga sangat menyayangkan banyaknya pemuda
Indonesia yang perlahan-lahan mulai meninggalkan kebudayaan Indonesia.
“Sangat sedikit kalangan pemuda yang menaruh perhatian pada masalah bangsa,
karena mereka lebih tertarik pada kehidupan hedonis”, cetusnya. ”Kita bisa
melihat banyak pemuda yang tidak perduli dengan kondisi keterpurukan yang
melanda bangsa ini,bahkan dengan mudah kita membiarkan kebudayaan bangsa
kita diambil oleh bangsa lain, kalangan pemuda semestinya sadar, masa depan
negara ini tergantung pada kita, apa jadinya negara ini jika kita tak peduli,
tambahnya lagi dengan nada kecewa,” Bukrata mengajak berbagai kalangan
pemuda untuk lebih memaknai sumpah pemuda dengan membangkitkan kembali
nasionalisme sekaligus jiwa kepeloporan pemuda yang disertai dengan nilai-nilai
agama. Menurutnya bangsa kita sangat membutuhkan generasi muda yang cerdas
dan setia kepada bangsa dan negara. Selain itu, dia juga berpesan kepada seluruh
aktivis pemuda dan mahasiswa agar benar-benar menjalankan komitmennya untuk
menjadi generasi penerus bangsa yang akan mencurahkan seluruh jiwa raganya
untuk kemajuan bangsa dan negara.
Sementara itu, Ahmad Husni, aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI
DIPO), menyatakan saat ini telah terjadi pergeseran nasionalisme. menurutnya
pemuda Indonesia kurang memahami wawasan kebangsaan. Itu semua terjadi
karena pemerintah tidak memberikan ruang gerak yang cukup kepada para
pemuda. “Pemuda Indonesia masih cukup potensial untuk membangun bangsa ini,
akan tetapi kita tidak diberikan kesempatan oleh pemerintah, saya berharap di
moment peringatan sumpah pemuda ini, pemerintah mulai membuka kesempatan
bagi generasi muda untuk melestarikan kembali nilai nasionalismem,” uja Husni.
(Rita)
Lampiran Artikel 3
Pencaplokan, Kegagalan Bangun Perbatasan
Politikindonesia - Bergesernya patok wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang menguntungkan negara tetangga, lebih diakibatkan oleh gagalnya
program pembangunan di wilayah perbatasan. Sebab itu, tak dapat disalahkan jika
masyarakat atau bahkan tentara penjaga perbatasan memilih diam melihat
bergesernya patok tersebut, lantaran memperoleh tawaran kehidupan yang lebih
baik. Setidaknya, pendapat itulah yang dikemukan oleh Peneliti Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI) Jaleswari Pramodhawardani, menyikapi kasus
bergesernya patok wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang
menguntungkan Malaysia, di Kalimantan Barat. “Bergesernya patok perbatasan
bukan merupakan sebab dari hilangnya wilayah kita. Penyebabnya adalah
ketidakjelasan program pembangunan di daerah perbatasan.”
Masyarakat maupun anggota TNI yang bertugas disana, ujar Jaleswari,
tidak bisa disalahkan karena mereka hanya mencari kehidupan yang lebih baik.
Bagaimana mereka bisa mencintai Indonesia, kalau pemerintah tidak
memperhatikan mereka. “Pembangunan di perbatasan masih bukan prioritas.
Keamanan dan kesejahteraan masyarakat perbatasan, harus bisa berjalan paralel,“
ujar peneliti LIPI yang akrab disapa Dani ketika dihubungi, Senin (10/10).
Pembangunan daerah perbatasan, sambung Dani, seharusnya tidak lagi
hanya merupakan wacana. Ketika bangsa ini bicara bahwa pembangunan daerah
perbatasan adalah satu hal penting, namun tidak diterjemahkan dalam program
dan perencanan di lapangan, sama saja bohong. “Bagaimana kita mau dihargai
oleh negara lain, kalau kita saja tidak bisa menghargai masyarakat dan prajurit
kita sendiri di perbatasan. Lihat saja, bagaimana masyarakat perbatasan
mendapatkan kebutuhannya dari Malaysia dan lihat juga bagaimana kesejahteraan
TNI, lihat juga bagaimana fasilitas TNI diperbatasan? Semuanya sangat minim.”
Dani melanjutkan, “Tidak usah bicara mengenai tentara Malaysia yang
tidak takut pada TNI, kapal asing saja tidak takut dengan penjaga perbatasan kita.
Seharusnya memang perbatasan itu mendapatkan fasilitas yang lebih baik karena
rentan, serta untuk menguatkan diplomasi kekuatan.” Selama ini, ujar dia, bangsa
ini selalu reaktif terhadap akibat dari persoalan yang terjadi. Akan tetapi, jarang
sekali melihat sebab dan akar persoalan mengapa hal itu terus terjadi. Akibat dari
sikap yang reaktif tersebut, maka hasilnya menjadi parsial dan hanya berorientasi
jangka pendek. “Permasalahan jangan selalu dijawab reaktif. Tidak pernah ada
kerangka atau grand design bagaimana seharusnya membangun wilayah
perbatasan. Maka tidak usah heran jika patok itu berpindah terus dan masih akan
terus terjadi dikemudian hari,” tambahnya. Kata Dani, masalah pergeseran patok
batas wilayah ini harus diselesaikan baik dengan melibatkan dan
mengkoodinasikan semua elemen masyarakat maupun pemerintahan. Tugas
menjaga keutuhan wilayah Indonesia, tambahnya, bukan hanya menjadi tugas
Departemen Pertahanan, namun juga seluruh elemen seperti seluruh kementrian di
bawah koordinator Kementerian Kesra, Kemenko Polhukam dan Kemenko
Perekonomian dengan berkoordinasi bersama pemerintah daerah setempat.
“Seluruh kementerian harusnya terlibat dan bertanggungjawab, bukan hanya
kementerian Pertahanan. Pemerintah daerah juga dilibatkan. Anggaran untuk
daerah perbatasan baik dari APBN dan APBD, saya yakin mencukupi, namun
karena tidak adanya koordinasi dan sinergi diantara pihak yang terkait maka
implementasinya tidak dirasakan masyarakat perbatasan,” tegasnya. Jika dibiarkan
terus seperti ini, Dani khawatir, kasus pencaplokan wilayah tersebut terus akan
berulang. “Zaman Bung Karno dikobarkan armada militer yang tangguh, bukan
membeli segala hal-hal yang tidak penting seperti mobil dinas para pejabat
negara. Wilayah yang hilang itu, karena ketidakpedulian kita dengan wilayah.
Muaranya pada ketegasan kepemimpinan nasional kita.”
Pemerintah harus memandang penting keutuhan wilayah dan keselamatan
bangsa. “APBN yang hanya seribuan triliun adalah jumlah yang kecil untuk
membangun Indonesia. Seharusnya, anggaran itu tidak diboroskan untuk hal yang
tidak mendasar. Jangan pula sampai bocor seperti sekarang ini,” tandasnya.