Anda di halaman 1dari 6

4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu


Curah hujan dan hutan merupakan salah satu komponen pengatur tata air. Hasil
penelitian Zaini (2005) tentang “Program Pengelolaan Perlindungan Sumber Air Baku
PDAM Menang Mataram Provinsi Nusa Tenggara Barat” menunjukkan bahwa dalam
kaitannya dengan fungsi hutan sebagai pengatur tata air diketahui bahwa hutan
mempunyai fungsi menyerap air melalui proses fotosintesis dan menyimpannya dalam
perakaran di dalam tanah. Dalam hasil penelitiannya menunjukkan adanya hubungan
yang lurus dan nyata antara keberadaan hutan dengan jumlah titik sumber mata air.
Berkurangnya hutan diikuti dengan berkurangnya jumlah titik mata air. Berkurangnya
mata air pada akhirnya akan berdampak pada berkurangnya aliran dasar di sungai.
Penelitian Nurfatriani (2006) berjudul “Peran dan Nilai Manfaat Kawasan
Lindung Sebagai Pengatur Tata Air (Studi Kasus DAS Brantas Hulu)” menyatakan
bahwa banyak kalangan menyangsikan peran nyata hutan terhadap ketersediaan dan
kesinambungan pengaturan dan produksi air. Tetapi alam menunjukkan dan manusia
merasakan seiring dengan berkurangnya luas tutupan hutan dan bertambahnya DAS
kritis, semakin sering terjadi bencana seperti banjir, longsor, dan kekeringan dengan
tingkat kerusakan yang semakin besar. Kerusakan hutan dan DAS meningkat setiap
tahunnya. Sebagai bukti pada tahun 1984 terdapat 22 DAS dalam keadaan kritis dengan
luas sekitar 9,69 juta hektar, pada tahun 1994 meningkat menjadi 39 DAS kritis dengan
luas sekitar 12,52 juta hektar, pada tahun 2000 meningkat lagi menjadi 42 DAS kritis
dengan luas sekitar 23,71 juta hektar, dan terus meningkat sampai tahun 2006 menjadi
65 DAS kritis.
Atas pertimbangan di atas, pengaruh hutan terhadap pengaturan tata air seperti
produksi air, aliran permukaan serta luas hutan yang ditinggalkan agar kebutuhan air
terpenuhi perlu diketahui. Dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam mengalokasikan
sumber daya alam yang semakin langka dan sebagai sumber informasi bagi para
pengelola hutan untuk menentukan suatu rekomendasi tertentu pada kegiatan
perencanaan pengelolaan hutan lindung.
Menurut Asdak (1995) vegetasi hutan sangat berperan dalam daur hidrologi
sebagai penahan air sebelum mencapai permukaan tanah untuk kemudian diserap dalam
5

proses infiltrasi. Dengan demikian keberadaan hutan sangat krusial dalam satu siklus
hidrologi yang tergambar dalam kondisi tata air di wilayah DAS.

2.2. Daerah Aliran Sungai dan Ekosistemnya


Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu kesatuan wilayah tata air yang
terbentuk secara alamiah, dimana semua air hujan yang jatuh ke daerah ini akan mengalir
melalui sungai dan anak sungainya yang bersangkutan. Definisi lain yaitu suatu daerah
tertentu yang bentuk dan sifat alamnya sedemikian rupa, sehingga merupakan satu kesatuan
dengan sungai dan anak sungainya yang melalui daerah tersebut dalam fungsinya untuk
menampung air yang berasal dari air hujan dan sumber-sumber air lainnya yang
penyimpanannya serta perngalirannya dihimpun dan ditata berdasarkan hukum-hukum alam
sekelilingnya demi keseimbangan daerah tersebut. Daerah sekitar sungai meliputi punggung
bukit atau gunung yang merupakan tempat sumber air dan semua curah hujan yang mengalir
ke sungai sampai daerah dataran dan muara sungai (Ditjen Tata Ruang dan Pengembangan
Wilayah, 2002). Dalam Undang-Undang Sumber Daya Air Nomor 7 tahun 2004, DAS
didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai
dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air
yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alamiah.
Ekosistem DAS hulu merupakan bagian yang penting karena mempunyai fungsi
perlindungan terhadap seluruh bagian DAS. Perlindungan ini antara lain dari segi fungsi tata
air. Oleh karena itu, DAS hulu menjadi fokus perencanaan pengelolaan DAS mengingat
bahwa dalam suatu DAS, daerah hulu dan hilir mempunyai suatu ketertarikan biofisik
melalui daur hidrologi.

2.3. Siklus Hidrologi


Pembahasan aliran dasar “base flow” tidak terlepas dari siklus hidrologi, karena aliran
dasar merupakan bagian dari siklus hidrologi. Pada dasarnya siklus hidrologi dapat dimulai
dari mana saja, akan tetapi untuk mudahnya dimulai dari penguapan. Penguapan merupakan
proses alami berubahnya molekul cairan menjadi molekul uap. Penguapan dapat terjadi dari
semua permukaan air, seperti: rawa, danau dan lautan. Akibat penguapan ini terkumpul
massa uap air yang dalam kondisi atmosfir tertentu dapat membentuk awan. Awan dalam
keadaan ini yang kalau masih mempunyai butir-butir air yang berdiameter lebih kecil dari 1
mm, masih akan melayang-layang di udara karena berat butir tersebut masih lebih kecil
daripada gaya tekan ke atas udara. Akibat berbagai sebab klimatologis, awan tersebut dapat
6

menjadi awan potensial yang menimbulkan hujan, yang biasanya terjadi bila butir-butir
berdiameter lebih besar dari pada 1 mm. Bila terjadi hujan, masih besar kemungkinan air
teruapkan kembali sebelum sampai ke permukaan bumi, karena keadaan atmosfir tertentu.
Hujan baru disebut sebagai hujan apabila telah sampai di permukaan bumi dan dapat diukur.
Air hujan yang jatuh di permukaan terbagi menjadi dua bagian. Pertama sebagai air limpasan
dan kedua sebagai air yang terinfiltrasi. Jumlah air yang mengalir sebagai aliran limpasan
dan yang terinfiltrasi tergantung dari banyak faktor. Makin besar bagian air hujan yang
mengalir sebagai aliran limpasan, maka bagian air yang terinfiltrasi akan menjadi makin
kecil, demikian pula sebaliknya. Aliran limpasan selanjutnya dapat mengisi tampungan
cekungan. Apabila ini telah terpenuhi, air akan menjadi limpasan permukaan yang
selanjutnya ke laut. Air yang terinfiltrasi, bila keadaan formasi geologi memungkinkan,
sebagian dapat mengalir lateral di lapisan tidak jenuh air sebagai aliran antara. Sebagian
yang lain mengalir vertikal, perkolasi yang akan mencapai lapisan jenuh air. Air dalam akifer
ini akan mengalir dalam aliran air tanah sebagai aliran dasar yang mengalir ke sungai atau ke
tampungan dalam.
Siklus hidrologi seperti yang diuraikan tersebut merupakan suatu siklus yang menerus
dan tidak terputus, meskipun tidak selalu mengikuti siklus yang lengkap. Masing-masing
unsur aliran dipengaruhi dan mempengaruhi unsur aliran lainnya dan tergantung dari faktor-
faktor tertentu yang bersifat khas.

2.4. Curah Hujan


Hujan dapat terjadi di sembarang tempat asalkan terdapat udara lembab dan sarana
meteorologis yang dapat mengangkat masa udara tersebut untuk berkondensasi. Hujan
terjadi akibat massa udara yang menjadi dingin, mencapai suhu di bawah titik embunnya dan
terdapat inti higroskopik yang dapat memulai pembentukan molekul air (Harto, 1993).
Hujan merupakan komponen masukan yang paling penting dalam proses hidrologi,
karena nilai curah hujan ini yang akan diproses menjadi aliran di sungai, baik melalui
limpasan permukaan, aliran antara maupun aliran dasar. Pengukuran curah hujan yang
dilakukan pada setiap stasiun hujan merupakan data hujan yang terjadi pada satu tempat saja.
Sedangkan untuk analisa pada umumnya yang dibutuhkan adalah data-data hujan rata-rata
DAS.
7

2.5. Aliran Dasar


Aliran sungai merupakan aliran air yang berasal dari air hujan yang masuk ke sungai
dalam bentuk aliran permukaan, aliran bawah permukaan, aliran air bawah tanah/aliran dasar
atau air hujan yang langsung masuk ke dalam sungai.
Chow (1964) menyatakan bahwa air dalam aliran sungai bersumber dari aliran
langsung dan aliran air bawah tanah/aliran dasar. Aliran langsung merupakan gabungan dari
aliran permukaan dan aliran bawah permukaan cepat. Aliran air bawah tanah/aliran dasar
merupakan air bawah tanah yang bergerak menuju sungai atau badan air lainnya yang terjadi
karena adanya tambahan air perkolasi yang masuk ke dalam groundwater storage. Secara
rinci penentuan aliran dasar dari suatu hidrograf adalah:
1. Straight Line Method (Constant Discharge Method)
Metode ini paling mudah dibuat. Aliran dasar dipisahkan dengan membuat garis lurus
antara titik debit terendah sebelum kejadian hujan sampai pada suatu titik pada kurva
resesi dimana aliran langsung berakhir. Untuk DAS yang kecil, interflow tidak
memberikan kontribusi yang besar.
2. Fixed Base Length Method (Constant Slope Method)
Metode ini biasanya digunakan pada DAS yang besar, dimana runoff akan berhenti
setelah beberapa hari setelah puncak aliran permukaan. Aliran dasar dipisahkan dengan
membuat garis lurus dari aliran dasar sebelum kejadian hujan sampai inflection point.
Inflection point merupakan titik pada kurva resesi dimana bentuk hidrograf berubah dari
konkav menjadi konvex atau laju penurunan > 1 barubah menjadi < 1.
3. Variabel Slope Method (Concave Method)
Aliran dasar menurun selama kejadian hujan sampai terjadi puncak aliran permukaan.
Aliran dasar dipisahkan dengan membuat garis mengikuti recession sebelum kejadian
hujan hingga mencapai debit aliran maksimum yang kemudian diteruskan menuju titik
pertemuan garis tegak lurus inflection point dan kurva resesi aliran dasar setelah
kejadian hujan. Metode ini dianggap lebih realistis.

2.6. Pengolahan Peta Rupa Bumi


Pengolahan peta rupa bumi bertujuan untuk memperoleh gambaran tata guna lahan
yang pada akhirnya untuk menghitung luas hutan. Peta rupa bumi skala 1:25.000 yang
diterbitkan oleh Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) dari hasil
foto udara periode 1992/1993, untuk DAS Mamak akan dijadikan dasar dalam pelaksanaan
pemutakhiran peta. Layer penggunaan lahan peta rupa bumi belum berupa poligon, maka
8

perlu diolah topologinya menjadi poligon-poligon tata guna lahan.


Langkah-langkah pengolahan peta rupa bumi menjadi peta tata guna lahan adalah:
1. Proses konversi data
2. Pembuatan data atribut
3. Editing dan validasi data
4. Penggabungan data

2.7. Pengolahan Data Citra Satelit Aster


Pengolahan data citra satelit bertujuan untuk memperoleh peta tata guna lahan untuk
tahun 2016 yang pada akhirnya untuk mengetahui luas areal hutan di DAS Mamak.
Langkah-langkah pengolahan data citra satelit adalah:
1. Digitasi peta Bakosurtanal
2. Import data
3. Koreksi geometri citra
4. Pengolahan digital citra
5. Klasifikasi citra satelit
6. Pemutakhiran informasi spasial
7. Survei lapangan
8. Reinterpreasi dan editing
9. Edge matching
10. Kartografi digital dan produksi
11. Penyusunan dan pemodelan basis data

2.8. Analisis Statistik


Analisis data digunakan untuk menjawab rumusan masalah yang telah ditentukan.
Bentuk rumusan masalah yang ditentukan akan menentukan teknik statistik yang akan
digunakan. Analisis data untuk mengetahui signifikansi hubungan pengurangan luas
hutan dan curah hujan terhadap aliran dasar dilakukan analisis korelasi ganda dengan uji
F. Analisis korelasi ganda berfungsi untuk mencari besarnya pengaruh atau hubungan
antara dua variabel bebas (X) atau lebih secara simultan dengan variabel terikat (Y).
Untuk mengetahui nilai korelasi ganda dapat menggunakan persamaan 2.1.

.................................................................. (2.1)
9

Dengan:
r : nilai koefisien korelasi
X1 : luas hutan (Ha)
X2 : curah hujan rata-rata (mm)
Y : debit aliran dasar rata-rata (m3/dt)
n : jumlah responden

Nilai koefisien korelasi berkisar antara -1 sampai dengan 1. Apabila r = -1 berarti


korelasinya negatif sempurna, jika r = 0 artinya tidak ada korelasi dan jika r = 1 berarti
korelasinya sangat kuat.

2.9. Hipotesis
Pengurangan hutan dapat mengurangi debit aliran dasar walaupun hal ini tidak
berlaku di semua tempat. Hal ini menarik untuk diteliti di daerah DAS Mamak apakah
pengurangan luasan wilayah hutan juga akan diikuti oleh pengurangan debit aliran
dasar? Walaupun masih banyak faktor yang menentukan selain luas hutan misalnya
kondisi geoligi, koefisien aliran permukaan dan curah hujan yang terjadi pada daerah
tersebut.

Anda mungkin juga menyukai