Anda di halaman 1dari 6

Pasal 6

(1) Kepesertaan Jaminan Kesehatan bersifat wajib dan


mencakup seluruh penduduk Indonesia.
(2) Kepesertaan Jaminan Kesehatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) mulai tanggal 1 Januari 2014 paling sedikit
meliputi:
a. PBI Jaminan Kesehatan;
b. Anggota TNI/Pegawai Negeri Sipil di lingkungan
Kementerian Pertahanan dan anggota keluarganya;
c. Anggota Polri/Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Polri dan
anggota keluarganya;
d. Peserta asuransi kesehatan Perusahaan Persero (Persero)
Asuransi Kesehatan Indonesia (ASKES) dan anggota
keluarganya; dan
e. Peserta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Perusahaan
Persero (Persero) Jaminan Sosial Tenaga Kerja
(JAMSOSTEK) dan anggota keluarganya.
(3) Kewajiban melakukan pendaftaran kepesertaan Jaminan
Kesehatan selain Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), bagi:
a. Pemberi Kerja pada Badan Usaha Milik Negara, usaha
besar, usaha menengah, dan usaha kecil paling lambat
tanggal 1 Januari 2015;
b. Pemberi Kerja pada usaha mikro paling lambat tanggal 1
Januari 2016; dan
c. Pekerja bukan penerima upah dan bukan Pekerja paling
lambat tanggal 1 Januari 2019.
(4) BPJS Kesehatan mulai tanggal 1 Januari 2014 tetap
berkewajiban menerima pendaftaran kepesertaan yang
diajukan oleh Pemberi Kerja serta Pekerja Bukan Penerima
Upah dan bukan Pekerja sebagaimana dimaksud pada ayat
(3).
5. Diantara Pasal 6 dan Pasal 7 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni
Pasal 6A sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 6A
Penduduk yang belum termasuk sebagai Peserta Jaminan
Kesehatan dapat diikutsertakan dalam program Jaminan
Kesehatan pada BPJS Kesehatan oleh pemerintah daerah
provinsi atau pemerintah daerah kabupaten/kota.
6. Ketentuan Pasal 11 ayat (1) diubah, diantara ayat (2) dan ayat (3)
disisipkan 2 (dua) ayat, yakni ayat (2a) dan ayat (2b), sehingga
Pasal 11 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 11
(1) Pemberi Kerja sesuai ketentuan Pasal 6 ayat (3) dan ayat (4)
wajib mendaftarkan dirinya dan Pekerjanya sebagai Peserta
Jaminan Kesehatan kepada BPJS Kesehatan dengan
membayar iuran.
(2) Dalam hal Pemberi Kerja secara nyata-nyata tidak
mendaftarkan Pekerjanya kepada BPJS Kesehatan, Pekerja
yang bersangkutan berhak mendaftarkan dirinya sebagai
Peserta Jaminan Kesehatan.
(2a) Pekerja yang mendaftarkan dirinya sebagai Peserta Jaminan
Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), iurannya
dibayar sesuai ketentuan Peraturan Presiden ini.
(2b) Dalam hal Pekerja belum terdaftar pada BPJS Kesehatan,
Pemberi Kerja wajib bertanggung jawab pada saat Pekerjanya
membutuhkan pelayanan kesehatan sesuai dengan Manfaat
yang diberikan oleh BPJS Kesehatan.
(3) Setiap Pekerja Bukan Penerima Upah wajib mendaftarkan
dirinya dan anggota keluarganya secara sendiri-sendiri atau
berkelompok sebagai Peserta Jaminan Kesehatan pada BPJS
Kesehatan dengan membayar iuran.
(4) Setiap orang bukan Pekerja wajib mendaftarkan dirinya dan
anggota keluarganya sebagai Peserta Jaminan Kesehatan
kepada BPJS Kesehatan dengan membayar iuran.
7. Di antara ayat (1) dan ayat (2) Pasal 16 disisipkan 1 (satu) ayat,
yakni ayat (1a), di antara ayat (3) dan ayat (4) Pasal 16 disisipkan
1 (satu) ayat, yakni ayat (3a), ketentuan ayat (4) dihapus,
sehingga Pasal 16 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 16
(1) Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta PBI Jaminan
Kesehatan dibayar oleh Pemerintah.
(1a) Iuran Jaminan Kesehatan bagi penduduk yang didaftarkan
oleh Pemerintah Daerah dibayar oleh Pemerintah Daerah.
(2) Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Penerima
Upah dibayar oleh Pemberi Kerja dan Pekerja.
(3) Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Bukan
Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja dibayar oleh
Peserta yang bersangkutan.
(3a) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak
berlaku bagi:
a. penerima pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (5) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d; dan
b. Veteran dan Perintis Kemerdekaan.
(4) Dihapus.

Himbauan bagi Peserta Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja agar melakukan
pembayaran iuran tepat waktu sehingga terhindar dari sanksi denda keterlambatan dan sanksi
tidak mendapat pelayanan publik tertentu.

Peraturan Presiden No. 86 Tahun 2013 Pasal 9


ayat 2

Sanksi tidak mendapat Pelayanan Publik tertentu yang dikenai kepada setiap orang, selain
pemberi kerja, pekerja, dan penerima bantuan iuran yang memenuhi persyaratan kepesertaan
dalam program jaminan sosial meliputi :

a. Izin Mendirikan Bangunan (IMB);


b. Surat Izin Mengemudi (SIM);
c. Sertifikat Tanah;
d. Paspor ; atau
e. Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK). Awalnya saya tidak terlalu memperhatikan isi
secara mendetail, tapi ketika membaca sepintas yang agak menyudutkan BPJS Kesehatan,
terlepas dari pro kontra yang ada, saya pun nyeletuk iseng, mengingatkan yang bersangkutan
akan sangat mencurigakan apabila info semacam ini dibagikan oleh seorang agen asuransi
ternama. Hehehe…
Sambil berbagi cerita tentang perbedaan pemanfaatan asuransi BPJS dengan Non BPJS
seperti yang pernah saya share berseri terdahulu disini.

Makin penasaran ketika menelaah satu persatu kalimatnya yang menurut saya pribadi agak
aneh juga, kok bisa ya pemerintah bisa berupaya mempersulit masyarakat begini ?
Tapi kalo kalian mau browsing dikit-dikit, mungkin bisa nemu apa dan mengapanya.
Misalkan saja dari halaman pasienbpjs.com disini.

Rupanya alasan pemberlakuan 1 virtual akun untuk 1 keluarga (boleh yang mana saja),
berangkat dari kesulitan membayar berkali kali bagi mereka yang membayar per satu bulan
masing-masing anggota keluarganya.
Keluhan yang manusiawi dan sempat pula terpikirkan oleh saya di awal dulu. Bakalan ribet
urusannya kalo bayar satu-satu mah. Inginnya sih bayar sekali untuk semua. dan rupanya
sudah terjawab oleh BPJS.
Maksudnya untuk membayar iuran bagi Bapak dan Ibu yang menjadi satu dalam Kartu
Keluarga saya, sebelumnya musti dua kali input di ATM, dengan menggunakan 2 nomor
virtual akun yang berbeda. Sempat kena komplain orang yang antre di belakang karena saya
lama banget berada di dalam bilik ATM. Persoalannya adalah sistem pembayaran kerap gagal
saat proses pengiriman. Sudah gitu, karena gak hafal semua nomor va nya, musti liatin layar
ponsel bergantian dengan layar atm.
Sempat membathin gitu pas diteriaki orang.
Tapi karena ngeles bahwa Ibu saya gawat darurat di RS karena saya nunggak setahun lebih
BPJS, rangorang jadi maklum gitu dan ndak marah lagi.
Aduh maaf yah… tapi sejatinya Ibu pas itu mau kontrol mata gegara katarak, dan gak bisa
diambil penanganan karena saya belum bayar.
Belum bayarnya ini terjadi karena saya salah kira, kalau iuran BPJS untuk orang tua bisa
potong gaji langsung. Eh ternyata yang bisa potong gaji hanya tanggungan anak dan istri.
He…

Balik ke soal Virtual Akun untuk 1 Keluarga, andai saja nunggak 1 bulan, maka saya harus
bayar sebesar 80ribu dikalikan 2. Tanpa denda infonya.
Eh iya, soal ndak kena denda akibat terlambat bayar bisa dibaca disini.
Akan tetapi kalo ndak bayar setahun, tinggal dikalikan 12. Sangat wajar juga kalimat ‘Jadi
jangan kaget kalau cek tagihan bisa sampai jutaan’
kalo seumpama keluarga yang ikutan BPJS ini bukan berasal dari kalangan pns, dengan
tambahan Istri dan tiga anak seperti saya misalkan. Ada 6 orang yang ditanggung sebulannya
dengan nilai 480 ribu, BPJS Mandiri kelas I.
Lumayan ya ?
Tapi jika disandingkan dengan iuran Asuransi Non BPJS, angka segitu hanya cukup untuk
bayar 1 anggota keluarga saja. He…
dan Angka Jutaan bakalan bisa kalian temukan ketika nunggak BPJSnya hingga hitungan 3
bulan dan seterusnya untuk 6 anggota tertanggung.
Begitu kan ya ?
Coba tadi disandingkan dengan pengeluaran Non BPJS per satu bulannya terlepas dari
pertanggungan dan lainnya.

Lanjut kalimat selanjutnya yang ‘Digunakan atau tidak BPJS, tetap wajib bayar.’
Ya Benar sekali. Akan amat sangat tidak berguna apabila kalian dalam tidak dalam kondisi
Sakit. Tapi bukankah semua Asuransi termasuk Non BPJS juga begitu ?
Cuma memang ada dalam jangka waktu tertentu sih ya, sementara BPJS kan seumur hidup ?
Yang kalau mau dihitung, pembayaran BPJS sebesar 80ribu sebulan setara dengan
seperempat pembayaran Asuransi Non BPJS kategori minimal yang 350ribu. Ini
perbandingan kasar loh ya. Dengan nilai pembayaran Asuransi Non BPJS selama 10 Tahun
setara pengeluaran Asuransi BPJS selama 40 Tahun. Edan kan ? Itu kalo nilai iuran Asuransi
Non BPJS kalian hanya sebesar 350ribu sebulannya. Kalo lebih besar yang tinggal dikalikan.
Ini terlepas dari jenis pertanggungannya masing-masing loh ya.

Soal besaran ‘Denda Paling Tinggi sebesar 30 juta’ sebenarnya ditujukan pada kalian yang
menunggak dari angka 30 juta hingga lebih. Sedangkan besaran Denda tertentu kalo ndak
salah diluar keterlambatan tadi hanya sebesar 2,5% saja.
Jangan jangan berprasangka bahwa terlambat bayar sebulan juga dikenakan 30 juta.
Wealah…

Lalu soal sub kelima pada poin 1, soal ‘Tagihan BPJS akan berhenti jika meninggal dengan
SYARAT melaporkan ke BPJS dan melunasi tunggakan jika ada.’
Kalo untuk Asuransi lainnya kira-kira gimana ya ?
Apakah Tagihan akan otomatis berhenti jika nasabah meninggal (selama masa wajib bayar
iuran) tanpa ada laporan ke Agen Asuransi ?
Ada yang bisa menjawabnya ?

Lanjut untuk poin yang ke-2, masih melanjutkan soal penghentian keanggotaan JKN akan
bisa dilakukan apabila yang bersangkutan mengalami kematian dan dilaporkan.
Kira-kira nih ya, kalo untuk Asuransi lain, tanpa melepas Agen untuk melakukan penagihan
door to door, misalkan seperti saya yang Asuransi Non BPJSnya didebet dari Rekening,
seumpama tidak ada keluarga yang melaporkan masuk ke data Asuransi tersebut, masih
melanjutkan keanggotaan atau otomatis terhenti ?
Mampukah kalian melakukan itu ?
Hmmm… Katrok kali pemikirannya.

Lanjut Poin ke-3, soal Sanksi tidak mendapat layanan publik apabila tidak ikut kepesertaan
hingga 1 Januari 2018, mencakup sim dan lainnya berdasarkan peraturan presiden nomor
86 tahun 2013.
Widiiih… ngeri ya ? Mosok Pemerintah sejahat itu ?
Tapi kalau boleh dicermati, sebenarnya yang dimaksud peraturan terkait adalah Peraturan
Pemerintah (bukan Presiden), nomor yang sama, tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi
Administratif kepada Pemberi Kerja selain dst.
Ingat kata kunci ‘Pemberi Kerja’. Jadi yang dimaksudkan disini adalah sekelasnya
perusahaan baik kelompok maupun perorangan. Yang apabila mereka tidak memberikan
Jaminan Kesehatan pada pekerjanya, sanksi dimaksud akan dikenakan sesuai aturan dan
itupun akan diberlakukan sosialisasi hingga 1 Januari 2019.
Tahun 2019 loh ya, bukan Tahun 2018 yang sudah masuk dalam hitungan bulanan.
Yo wes, makin Katrok lah pemikiran kalian kalo mempercayai poin ke-3 ini.
Sudah salah comot, ngarang pula.

Kepala Departemen Komunikasi Eksternal dan Humas BPJS Kesehatan, Irfan Humaidi,
mengatakan informasi terkait sanksi perorangan bagi mereka yang tidak terdaftar BPJS
Kesehatan tersebut tidak seluruhnya benar. Informasi itu juga tidak dikeluarkan oleh BPJS
Kesehatan.

Untuk sanksi tidak bisa mengurus IMB hingga SIM atau paspor ini bisa dilihat dalam
Peraturan Presiden (PP) No.86 Tahun 2013.

"Bisa dicek di PP No.86 Tahun 2013, pasal 9 ayat 1 dan 2," kata Irfan kepada detikFinance,
Jumat (26/8/2016).

Dalam PP tersebut dikatakan, bagi pekerja bukan penerima upah (masyarakat informal),
mulai 1 Januari 2019 bila tidak mendaftarkan diri dan anggota keluarganya menjadi ke BPJS
Kesehatan, maka tidak akan mendapatkan pelayanan umum, meliputi:

 Izin Mendirikan Bangunan (IMB)


 Surat Izin Mengemudi (SIM)
 Sertifikat Tanah
 Paspor
 Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK)
Sanksi di atas ini hanya berlaku bagi mereka yang bukan pemberi kerja, pekerja, dan
penerima bantuan iuran yang memenuhi persyaratan kepesertaan dalam program jaminan
sosial.

Jadi untuk pegawai atau pekerja, bila dia tidak terdaftar sebagai anggota BPJS Kesehatan,
yang akan terkena sanksi adalah pemberi kerjanya.

Sanksi untuk pemberi kerja ini tertulis dalam pasal 9 ayat 1, yaitu tidak mendapatkan
pelayanan publik tertentu, meliputi:

 Perizinan terkait usaha


 Izin yang diperlukan dalam mengikuti tender proyek
 Izin memperkerjakan tenaga kerja asing
 Izin perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh
 Izin Mendirikan Bangunan

Terkait sanksi penghentian pelayanan kesehatan bila terlambat membayar iuran, Irfan juga
menyatakan informasi yang beredar salah.

"Yang benar, jadi bila pada tanggal 10 peserta tidak membayarkan iuran, maka pelayanan
kesehatan bagi anggota tersebut dihentikan pada tanggal 11 bulan selanjutnya," tutur Irfan.
(wdl/ang)

Menanggapi hal itu redaksi PRFM mencoba mengkonfirmasi langsung kepada Rahmanto Fauzi selaku
Kaunit Kepesertaan BPJS KCU Bandung. Rahmanto menegaskan informasi atau pesna berantai
tersebut bukan berasal dari BPJS Kesehatan namun informasinya memang benar.

Menurut Rahmanto, informasi nomor 1 memang benar dan sudah berlaku sejak September 2016.

“Tidak ada keanehan dalam berita ini. Sesuai Perpres 19 dan 28 tahun 2016, Denda dihitung dari
biaya pelayanan kesehatan,” kata Rahmanto kepada redaksi PRFM, Senin (24/7/2017).

Cara melihat persepsinya, kata Rahmanto, Pemerintah mendorong masyarakat untuk tertib
membayar iuran tepat waktu sehingga terhindar dari denda dan jangan hanya membayar iuran saat
sakit saja.

Selanjutnya informasi nomor 2 juga dibenarkan oleh Rahmanto. Ia mengatakan, sangat dianjurkan
sebelum mendaftar untuk menyadari kemampuan membayar iuran dan jangan hanya mendaftar
karena perlu berobat setelah itu tidak pernah membayar iuran lagi.

Rahmanto juga membenarkan poin ketiga dalam pesan berantai tersebut. Namun ia mengatakan
saat ini hal tersebut belum berlaku, dan bakal berlaku mulai 1 januari 2019.

“Isinya benar asalkan dilihat dari persepsi yang positif, yaitu untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat dalam membayar iuran. Jangan sampai dijadikan alat untuk menyudutkan BPJS, karena
tidak mau bayar iuran karena dianggap memberatkan,” tandas Rahmanto.

Anda mungkin juga menyukai