Anda di halaman 1dari 34

PRESENTASI KASUS

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS PADA LAKI-LAKI PARUH


BAYA DENGAN OVERWEIGHT YANG BEKERJA SEBAGAI JURU
PARKIR DENGAN KELUARGA DISFUNGSIONAL SEDANG DALAM
RUMAH TANGGA YANG TIDAK BERPERILAKU HIDUP BERSIH DAN
SEHAT.

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Kedokteran Keluarga Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

PUSKESMAS TEGALREJO

Disusun oleh
SYAHIDATUL ARIFA
20120310272

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KEDOKTERAN KELUARGA


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017

i
HALAMAN PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS
PUSKESMAS TEGALREJO YOGYAKARTA

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS PADA LAKI-LAKI PARUH


BAYA DENGAN OVERWEIGHT YANG BEKERJA SEBAGAI JURU
PARKIR DENGAN KELUARGA DISFUNGSIONAL SEDANG DALAM
RUMAH TANGGA YANG TIDAK BERPERILAKU HIDUP BERSIH DAN
SEHAT..

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu KedokteranKeluarga Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Syahidatul Arifa
20120310272

Telah dipresentasikan pada tanggal 11 September 2017

Dokter Pembimbing Fakultas Dokter Pembimbing Puskesmas

dr. Iman Permana, M.Kes, Ph.D dr.Widyastuti

Mengetahui
Kepala PuskesmasTegalrejo

dr. Prie Aka Mahdayanti

ii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan yang
Maha Esa, yang telah memberikan hidayah dan anugerah-Nya sehingga presentasi
kasus dengan judul “PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS PADA
LAKI-LAKI PARUH BAYA DENGAN OVERWEIGHT YANG BEKERJA
SEBAGAI JURU PARKIR DENGAN KELUARGA DISFUNGSIONAL
SEDANG DALAM RUMAH TANGGA YANG TIDAK BERPERILAKU
HIDUP BERSIH DAN SEHAT.” ini dapat terselesaikan dengan baik. Shalawat
serta salamselalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga serta
para sahabat, tabiin, tabi’it tabiin dan pengikutnya hingga akhir zaman.
Presentasi kasus ini diajukan untuk memenuhi sebagian syarat mengikuti
ujian kepaniteraan Ilmu Kedokteran KeluargaFakultas Kedokteran dan Ilmu
KesehatanUniversitas Muhammadiyah Yogyakarta di Puskesmas Tegalrejo.Pada
kesempatan ini, izinkan penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak
yang telah berperan serta dalam membantu penyelesaian presentasi kasussekaligus
laporan home visit ini. Ucapan terima kasih diberikan kepada:
1. Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan kesehatan dan kesempatan
sehingga penulis dapat menyelesaikan presentasi kasus ini
2. Dr. dr. Wiwik Kusumawati, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
3. dr. Iman Permana, M.Kes,Ph.D. selaku dokter pembimbing fakultas
kedokteran yang telah memberikan banyak masukan dan pertimbangan guna
menyempurnakan penulisan presentasi kasus ini
4. dr. Widyastuti selaku dokter pembimbing Puskesmas yang telah memberikan
pengarahan dan bimbingan
5. dr. Prie Aka Mahdayanti Kepala Puskesmas Tegalrejo Yogyakarta yang telah
bersedia memberi kami kesempatan untuk belajar banyak di puskesmas ini.

3
6. Seluruh karyawan Puskesmas Tegalrejo yang telah membantu kelancaran
home visit kasus ini
7. Pasien Tn. W, yang telah bersedia menjadi pasien dan meluangkan waktunya
untuk home visite
8. Semua pihak yang telah membantu dalam kelancaran penyelesaian presentasi
kasus ini yang tidak dapat penulis ucapkan satu persatu.
Penulis menyadari, bahwa dalam penyusunan presentasi kasus ini masih belum
sempurna. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun, agar
dikemudian hari penulis dapat mempersembahkan suatu hasil yang lebih baik.
Akhir kata, penulis mengharapkan presentasi kasus ini dapat bermanfaat
bagi pembaca dan menambah khasanah ilmu pengetahuan terutama ilmu
kedokteran.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Yogyakarta, September 2017
Penyusun

4
DAFTAR ISI

halaman Pengesahan ......................................................................................... ii


Kata Pengantar ...................................................................................................3
Daftar Isi .............................................................................................................5
Laporan Kasus ....................................................................................................6
A. Identitas Pasien..............................................................................................6
B. Anamnesis Penyakit (Disease)......................................................................6
C. Anamnesis Pengalaman Sakit (Illness) .........................................................8
D. Pemeriksaan Fisik .........................................................................................8
E. Pemeriksaan Penunjang ..............................................................................10
F. Data Anggota Keluarga Inti (Keluarga Asal)..............................................10
G. Data Anggota Keluarga Yang Tinggal Serumah ........................................11
H. Instrumen Penilaian Keluarga (Family Assesment Tools) ..........................12
I. Rumah Dan Lingkungan Sekitar .................................................................15
J. Indikator Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat(Phbs) .....................................17
K. Diagnosis Holistik .......................................................................................17
L. Pengelolaan Komprehensif .........................................................................17
Analisa Kasus ....................................................................................................20
Tinjauan Pustaka .............................................................................................24
A. Kriteria Diagnosis Penyakit Paru Obstruktif Kronis ...................................24
B. Penatalaksanaan Penyakit Paru Obstruktif Kronis ......................................27
C. Rehabilitasi Medik Ppok .............................................................................30
Daftar Pustaka ..................................................................................................34

5
BAB I

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama Lengkap : Bp.W
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : 31 Desember 1953
Usia : 63 th
Alamat : Sudogaran Tr III No106 RW 10 RT 38 Tegalrejo
Pekerjaan Juru Parkir
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : Tidak Lulus SD
Status Perkawinan : Menikah
Jaminan Kesehatan : BPJS PBI

B. ANAMNESIS PENYAKIT (DISEASE)


1. Keluhan Utama
Batuk lama
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Puskesmas Tegalrejo dengan keluhan batuk lama
yang tidak kunjung sembuh. Batuk telah dirasakan lebih dari tiga tahun
(pasien tidak ingat pasti). Batuk dirasakan kadang muncul kadang hilang.
Terkadang batuk disertai dengan dahak berwarna putih. Selain itu pasien
juga mengeluh adanya rasa sesak nafas sehingga pasien sering merasa
mudah lelah. Keluhan dirasakan terutama saat malam hari dan saat
bangun tidur. Pasien mengaku juga merasa badan panas dingin yang
hilang timbul terutama saat malam hari disertai keluar keringat sehingga
mengganggu pasien untuk tidur. Pasien sudah berobat ke beberapa
tempat sejak beberapa tahun terakhir namun ia merasa batuknya tak
kunjung sembuh. Pasien mengaku tidak mencoba alternatif pengobatan
lain selain ke dokter.

6
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengaku memiliki asma saat kecil. Riwayat penyakit
diabetes, hipertensi sebelumnya disangkal.

4. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat keluarga dengan penyakit yang sama disangkal. Riwayat
asma pada keluarga disangkal. Namun dari alloanamnesis anak pasien
diketahui bahwa anak pasien tersebut terkadang batuk-batuk namun tidak
dihiraukannya karena merasa tidak mengganggu aktivitas.

5. Riwayat Personal Sosial


 Riwayat Pendidikan : Pasien tidak lulus SD, sekolah hanya
sampai kelas 4 SD.
 Riwayat Pernikahan : Pasien menikah dengan istri pada tahun
1976. Memiliki anak pertama pada tahun 1977, anak kedua pada
1982, dan anak ketiga pada 1992.
 Riwayat Pekerjaan : dulu pasien bekerja sebagai pedagang pada
tahun 1970an di Bantul kemudian menjadi Buruh parkir sejak
belasan tahun terakhir.
 Gaya hidup
 Pola makan : Pasien 3 kali sehari, untuk menu tidak menentu
selalu makan sayur setiap hari.
 Pola aktivitas: pasien rutin berjalan berkeliling setelah sholat
subuh di masjid. Kemudian sehari-hari bekerja sebagai buruh
parkir. Dan kadang keluar pada malam hari untuk memancing.
 Pola istirahat: Pada malam hari pasien biasa tidur pukul 10.00
bila tidak ada kegiatan memancing.
 Managemen stress : Pasien senang memancing.
 Konsumsi rokok sejak kelas 3 SD baru berhenti sejak 3 tahun
terakhir
6. Review Sistem

7
Sistem Saraf Pusat : tidak ada keluhan
Sistem Integumentum : tidak ada keluhan
Sistem Muskuloskletal : tidak ada keluhan
Sistem Gastrointestinal : tidak ada keluhan
Sistem Urinaria : BAK normal
Sistem Respiratoria : batuk, sesak
Sistem Kardiovaskular : tidak ada keluhan

C. ANAMNESIS PENGALAMAN SAKIT (ILLNESS)


1. Pikiran : Pasien kurang mengetahui keadaan sakit sebenarnya yang
dialaminya dialaminya selama ini.
2. Perasaan : Pasien tidak merasa khawatir dengan keadaannya.
3. Efek pada fungsi: pasien masih dapat melakukan aktivitas sehari-hari
meski terkadang lebih cepat merasa lelah
4. Harapan : Pasien ingin sembuh seperti sedia kala.

D. PEMERIKSAAN FISIK
Kesan Umum : Cukup
Kesadaran : Compos mentis
GCS E4 V5 M6
Vital sign : Tekanan darah :130/90 mmHg
Nadi : 86x/menit
Pernafasan : 22 x/menit
Suhu badan :Afebris
Antropometri : Tinggi Badan: 159 cm
Berat Badan : 60kg
Status Gizi : Overweight
Indeks Massa Tubuh (IMT): 23.73 kg/m2
Pemeriksaan : normocephal, rambut warna hitam dan putih, distribusi
Kepala tidak merata.

8
- Mata: Konjungtiva anemis (-/-), dan sklera ikterik(-/-).
- Telinga: secret (-), perdarahan (-)
- Hidung: secret (-), epistaksis (-), tidak ada deviasi
septum
- Mulut: sianosis (-), lidah kotor (-), pharing hiperemis (-
), gigi hilang (-)
- Bibir: kering (-), sianosis (-), bibir berawarna gelap
Pemeriksaan : - Kelenjar tiroid : Pembesaran (-)
Leher - Kelenjar limfonodi: Pembesaran (-)
Pemeriksaan : Bentuk dada: simetris (+)
dada
Pemeriksaan : Inspeksi: ictus cordis tidak terlihat
Jantung Palpasi : ictus cordis teraba pada sela igake 5 line
midclaviclaris.
Perkusi : Batas jantung
 Kanan atas : SIC II linea para sternalis kanan
 Kiri atas: SIC II linea para sternalis kiri
 Kanan bawah: SIV IV linea para sternalis kanan
 Kiri bawah:SIC V linea midclavicularis kiri
Auskultasi: Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop
(-).
Pemeriksaan :
Kanan Kiri
paru-paru
Tampak simetris
Tampak simetris
retraksi subcostalis (-)
retraksi subcostalis (-)
Inspeksi retraksi intercostalis
retraksi intercostalis (-)
(-)
ketinggalan gerak (-)
ketinggalan gerak (-)
Ketinggalan gerak (-) Ketinggalan gerak (-)
Palpasi
deformitas (-) deformitas (-)

9
Sonor pada seluruh Sonor pada seluruh
Perkusi
lapang paru lapang paru
Suara dasar vesicular Suara dasar vesicular
Auskultasi ronkhi (+) ronkhi (+)
wheezing (-) wheezing (-)
Pemeriksaan : Inspeksi : distensi (-), meteorismus (-),
perut darm contour (-).
Auskultasi : BU (+) normal
Palpasi : NT (-) hepar dan lien tidak teraba.
Perkusi : Timpani

Pemeriksaan : Superior : Deformitas (-), oedema (-),


ekstremitas akral hangat (+).
Inferior : Deformitas (-), oedema (-),
akral hangat (+).

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium:
BTA S/P/S : -/-/-
2. Radiologi: -
3. Spirometri : -

F. DATA ANGGOTA KELUARGA INTI (KELUARGA ASAL)


No. Nama Jenis Tgl Lahir/ Pekerjaan No.HP Status
Kelamin Umur Kesehatan
1. Wasiman L 63 tahun Juru Parkir - batuk
2. Dasiyem P 56 tahun Serabutan - Cukup baik
3. Yunanto L 40 tahun Pedagang di - Cukup baik
jakarta
4. Darmanto L 35 tahun Pedagang - Cukup baik

10
5. Trihadi L 25 tahun Kerja - Cukup baik
serabutan dan
membuat
gorden

G. DATA ANGGOTA KELUARGA YANG TINGGAL SERUMAH


No. Nama Jenis Tgl Lahir/ Pekerjaan No.HP Status
Kelamin Umur Kesehatan
1. Wasiman L 63 tahun Juru Parkir - batuk
2. Dasiyem P 56 tahun Serabutan - Cukup baik
3. Trihadi L 25 tahun Kerja Cukup baik
serabutan dan
membuat
gorden

11
H. INSTRUMEN PENILAIAN KELUARGA (FAMILY ASSESMENT
TOOLS)
1. Genogram Keluarga
Keluarga Bp.W 06/09/17

BL

B/D C

55
Bp.W Ny.D
63th 56th

Perokok aktif

Tn.Y Tn.D Tn.T


40th 35th 25th
Tn.Y Tn.Y Tn.Y
40th 40th 40th

Keterangan:B: Breadwinner C:Caregiver D:Decision Maker


: Laki-laki : Pasien :
Tinggal serumah
: Perempuan : Meninggal BL : Batuk Lama

1. Bentuk Keluarga ( Family Structure)


Keluarga besar (extended family) Keluarga yang disamping terdiri dari
suami, istri, dan anak-anak kandung, juga sanak saudara lainnya, baik
menurut garis vertikal (ibu, bapak, kakek, nenek, mantu, cucu, cicit),
maupun menurut garis horizontal (kakak, adik, ipar) yang berasal dari
pihak suami atau pihak isteri. (berdasarkan Goldenberg, 1980)

12
2. Tahapan Siklus Keluarga (Family Life Cycle)
Siklus keluarga pada pasien ini termasuk tahap keluarga dengan anak-anak
meninggalkan rumah.

3. Peta Keluarga ( Family Map)


Keluarga Bp.W 6/09/2017

Tn. Y
40 th
(ANAK 1)

Tn. D Tn. W Tn. T


35 th 63 th 25 th
(ANAK 2) (pasien) (ANAK 3)

Ny. D
56th

Keterangan :
= Fungsional
≠ Disfungsional

APGAR Keluarga ( Family APGAR)


Hampir
Hampir Kadang-
tidak
APGAR Keluarga selalu kadang
pernah
(2) (1)
(0)
1. Saya merasa puas karena saya dapat
meminta pertolongan kepada keluarga saya V
ketika saya menghadapi permasalahan
2. Saya merasa puas dengan cara keluarga
saya membahas berbagai hal dengan saya V
dan berbagi masalah dengan saya.
3. Saya merasa puas karena keluarga saya
V
menerima dan mendukung keinginan-

13
keinginan saya untuk memulai kegiatan
atau tujuan baru dalam hidup saya.
4. Saya merasa puas dengan cara keluarga
saya mengungkapkan kasih sayang dan
V
menanggapi perasaan-perasaan saya,
seperti kemarahan, kesedihan dan cinta.
5. Saya merasa puas dengan cara keluarga
V
saya dan saya berbagi waktu bersama.
Skor Total 6 (Disfungsional sedang)

Skala pengukuran: Skor: Contoh:


Hampir selalu = 2 8-10 = Sangat fungsional Jumlah = 6 poin.
Kadang-kadang = 1 4-7 = Disfungsional sedang Keluarga disfungsional
sedang
Hampir tidak pernah = 0 0-3 = Disfungsional berat

4. SCREEM Keluarga (Family SCREEM)


Aspek Sumber Daya Patologis
SCREEM
Social Interaksi dan komunikasi pasien
dengan keluarga serta tetangga
baik
Cultural Pasienmerupakan seseorang
yang menganut budaya jawa,
sama dengan kultur lingkungan
setempat.
Religious Pasien rajin ke masjid setiap
subuh dan magrib
Educational Pasien tidak lulus SD, hanya
sampai kelas 4 SD.
Economic Pasien bekerja sebagai juru Penghasilan anak ke-3
parkir dan anaknya yang tinggal ±Rp40.000/hari. merokok 1
satu bekerja serabutan bungkus (Rp20.000)/hari
Medical Menggunakan BPJS PBI. Akses
untuk layanan kesehatab mudah
dijangkau oleh pasien.

5. Perjalanan Hidup Keluarga (Family Life Line)


Tahun Usia Life Events/ Crisis Severity of Illness
1962 Pasien mulai merokok

14
1976 Pasien menikah dengan Istri
1977 Pasien memiliki anak pertama
1982 Pasien memiliki anak kedua
1992 Pasien memiliki anak ketiga
2012 Pasien mengeluhkan batuk yang tidak
kunjung sembuh, pasien memeriksakan
keadaannya.
2014 Pasien berhenti merokok
2015 Pasien didiagnosis flek
2017 BTA SPS -/-/-
Pasien masih rutin minum obat

I. RUMAH DAN LINGKUNGAN SEKITAR


a. Lokasi Rumah :
Rumah pasien terletak di Sudagaran, RT.38/RW10, Tegalrejo,
Yogyakarta. Rumah tersebut terletak di kawasan padat penduduk, dan
berdempetan dengan tetangga sebelahnya.
b. Kondisi Rumah :
Bangunan permanen, berdinding tembok, lantai semen, atap dari
genteng dan tidak ada langit-langit.
c. Luas Rumah :
Luas rumah ± 4m x 3m = 12 m2 , jumlah penghuni dalam rumah
ada tiga orang yaitu pasien dan istri serta anak ke tiga.
d. Pembagian Ruangan :
Ruangan dalam rumah tersebut terdiri dari 1 kamar tidur, dapur dan
ruang tv.
e. Pencahayaan :
Cahaya yang masuk ke ruangan sangat kurang, jendela jarang
dibuka, pasien jarang menyalakan lampu pada siang hari. Pencahayaan
diukur dengan cara manual yaitu pemeriksaan kemampuan membaca di

15
dalam ruangan tanpa menggunakan alat bantu penerangan. Terdapat
lampu yang dapat dinyalakan berwarna kuning terang.
f. Kebersihan dan Tata Letak dalam Ruangan :
Kebersihan rumah kurang terawat dan kurang tertata rapi.
g. Sanitasi Dasar :
Kebutuhan air untuk sehari-hari menggunakan air sumur. Penghuni
rumah menggunakan kamar mandi umum dengan jamban cemplung di
belakang rumah bersama tetangga lainnya.
h. Lain-lain :
 Halaman  rumah pasien berhadapan dengan lapangan
bulutangkis.
 Rumah Tetangga  rumah pasien dan tetangga saling
berdempetan, hanya dipisahkan oleh dinding.
 Denah Rumah :

Dapur kamar tidur

9m

4m Ruang tv dan ruang tamu

HALAMAN RUMAH (TERAS)

3m

16
J. INDIKATOR PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT(PHBS)
No. Indikator PHBS Jawaban
Ya Tidak
1. Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan V
2. Pemberian ASI eksklusif pada bayi usia 0 - 6 bulan V
3. Menimbang berat badan balita setiap bulan V
4. Menggunakan air bersih yang memenuhi syarat kesehatan V
5. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun V
6. Menggunakan jamban sehat V
7. Melakukan pemberantasan sarang nyamuk di rumah dan V
lingkungannya sekali seminggu
8. Mengkonsumsi sayuran dan atau buah setiap hari V
9. Melakukan aktivitas fisik atau olahraga V
10 Tidak merokok di dalam rumah V
Kesimpulan: Keluarga tidak berprilaku hidup bersih dan sehat

K. DIAGNOSIS HOLISTIK
1. Diagnosis Klinis:
PPOK
2. Diagnosis Holistik (Klinis-Psiko-Sosial-Kultural-spritual)
Penyakit paru obstruktif kronis pada laki-laki paruh baya dengan
overweight yang bekerja sebagai juru parkir dengan keluarga
disfungsional sedang dalam rumah tangga yang tidak berperilaku
hidup bersih dan sehat..

L. PENGELOLAAN KOMPREHENSIF
1. Upaya Promotif
o Memberikan edukasi kepada keluarga dan pasien tentang bahaya
rokok pada perokok aktif dan pasif.
o Memberikan edukasi kepada keluarga dan pasien mengenai etika
batuk.

17
o Memberikan edukasi kepada keluarga dan pasien tentang hal-hal
yang harus dilakukan bila terjadi serangan eksaserbasi serta apasaja
yang dapat meningkatkan dan meringankan keadaan sakit pasien.
2. Upaya Preventif
Modifikasi gaya hidup pada pasien
 Konsumsi makanan dengan nutrisi seimbang antara protein
lemak dan karbohidrat, dapat diberikan dalam porsi kecil tetapi
sering
 Aktivitas fisik ringan yang bisa dilakukan seperti berjalan
keliling sekitaran rumah sekitar 30menit/hari
 Istirahat cukup pada malam hari 6-8jam
 Management stress dengan melakukan kegiatan yang digemari
seperti memancing namun tidak sampai larut malam.
 Melakukan kontrol rutin setiap bulan
 Mendapatkan konseling CEA untuk mengatasi kesalahpahaman
pasien terkait penyakit
 Konseling 5A untuk anggota keluarga pasien yang masih
merokok
 Menggunakan masker atau kain penutup hudung saat bekerja
 Melakukan perilaku hidup bersih dan sehat

18
3. Upaya Kuratif
R/ Salbutamon tab mg 2 no X
S 2 dd tab I

R/ ambroxol
S 3 dd CI

R/ paracetamol tab mg 500 no VI


S 3 dd tab I prn

4. Upaya Rehabilitatif
Fisioterapi
o Latihan ekspektorasi
o Latihan otot pernapasan dan ekstremitas
o Latihan bernapas dengan pursed Lip breathing
5. Upaya Paliatif
Belum perlu dilakukan

19
BAB II

ANALISA KASUS

A. ANALISA KASUS
Diagnosis klinis pada pasien ini adalah penyakit paru obstruktif kronis
dengan prehipertensi. Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang.
Diagnosa tegak berdasarkan adanya gejala sesak nafas yang
mengganggu aktivitas fisik serta keluhan batuk yang terjadi kronis. Selain itu
pasien memiliki faktor risiko adanya riwayat perokok, pekerjaan sebagai juru
parkir, asma sebelumnya serta anggota keluarga yang masih menjadi perokok
aktif. Pemeriksaan spirometri, foto polos thorax ataupun analisis gas darah
tidak dapat dilakukan mengingat keterbatasan fasilitas.
Semenjak terdiagnosis DM selama kurang lebih 3 tahun, pasien telah
melakukan perubahan gaya hidup yakni berhenti merokok. Pasien sama sekali
tidak merokok sejak tahun 2014. Namun pasien ttinggal bersama anaknya
yang merokok satu hingga dua bungkus sehari. Selain itu pasien tidak
mengenakan masker maupun penutup pada saat bekerja sebagai juru parkir.
Pola makan pasien baik, setiap hari mengkonsumsi sayur namun tidak selalu
mengkonsumsi buah karena keterbatasan ekonomi. Pasien istirahat dengan
baik 6 sampai 8 jam sehari kecuali bila pasien melakukan aktivitas
memancingnya, ia akan terjaga hingga larut. Pasien berjalan kaki setiap hari
setelah sholat subuh di masjid.
Pasien datang ke puskesmas rutin setiab sebukan sekali untuk
mengobati batuk dan sesaknya. Pasien mendapatkan terapi farmakologi
bronkodilator β2 agonist short acting (salbutamol) dan agen mukolotik
(ambroxol). Prinsip kerja dari β2 agonis adalah relaksasi otot polos jalan napas
dengan menstimulasi reseptor β2 adrenergik dengan meningkatkan C-AMP
dan menghasilkan antagonisme fungsional terhadap bronkokontriksi. Efek
bronkodilator dari short acting β2 agonist biasanya dalam waktu 4-6 jam.

20
Penggunaan β2 agonis secara reguler akan memperbaiki FEV1 dan gejala
(Evidence B). Penggunaan dosis tinggi short acting β2 agonist pro renata
pada pasien yang telah diterapi dengan long acting broncodilator tidak
didukung bukti dan tidak direkomendasikan. Mukolitik (mukokinetik,
mukoregulator) dan antioksidan: Ambroksol, erdostein, carbocysteine, ionated
glycerol dan N-acetylcystein dapat mengurangi gejala eksaserbasi.
Dari perangkat penilaian keluarga family SCREEM, pasien memiliki
sumber daya yang tidak cukup kuat, karena terdapat kondisi patologis dari
beberapa komponen, seperti dari sisi ekonomi, dan pendidikan Dari sisi
pendidikan, Pasien tidak lulus SD, hanya sampai kelas 4 SD sehingga pasien
kurang bisa memahami tentang sakit yang dideritanya. Dari sisi ekonomi,
pasien saat ini pemasukan keluarga dari pekerjaan pasien sebagai juru parkir
dan anaknya yang bekerja serabutan. Selain itu pekerjaan pasien dapat
meningkatkan faktor risiko dari keadaan sakit pasien.
Dalam penilaian kesehatan keluarga,pasien termasuk kategori dalam
perilaku hidup tidak bersih dan sehat karena indikator PHBS tidak terpenuhi.
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada pasien harus ditingkatkan lagi.
Dari segi psikososial, pasien memiliki anggota keluarga yang perokok
aktif. Anak ketiga pasien yang tinggal bersama merupakan perokok aktif sejak
usia belasan. Ia mengaku menghabiskan satu hingga dua bungkus rokok
perhari. Permasalahan ini dapat diatasi dengan menerapkan menejemen
komprehensif seperti yang dijabarkan pada BAB I khususnya preventif berupa
konseling 5A. Setelah dilakukan konseling 5A pasien mulai mendapatkan
solusi dari permasalahannya
Pada pasien ini dilakukan manajemen komprehensif mulai dari
promotif, preventif, serta kuratif. Manajemen promotif dan preventif sekunder
ini bertujuan agar pasien yang sudah menderita Penyakit Paru Obstruktif
Kronis tidak mengalami komplikasi dari penyakitnya. Untuk manajemen
kuratif pada pasien ini diberikan pengobatan farmakologi yang diminum oleh
pasien secara rutin setiap harinya. Untuk manajemen rehabilitatif beberapa

21
manajemen fisio terapi dapat diberikan untuk meningkatkan kualitas hidup
pasien. Manajemen paliatif pada pasien ini belum dibutuhkan.
Penerapan Prinsip Kedokteran Keluarga

1. Primary care
Prinsip ini sudah diterapkan pada pasien ini, dimana pasien datang periksa
ke pelayanan primer terlebih dahulu yaitu puskesmas. Pasien mendapat
terapi brokodilator salbutamol 2mg dan ambroxol 30mg
2. Person center care
Dalam pelayanan personal, penulis mencoba melakukan hubungan
komunikasi dokter-pasien. Penulis berkunjung ke rumah pasien dan
melakukan anamnesis-pemeriksaan fisik. Semua perkataan pasien
berusaha penulis dengar seluruhnya karena pasien cukup senang bercerita.
Pasien terbuka dengan segala pertanyaan dan pernyaan yang dilontarkan
3. Holistic care
Saat menegakan diagnosis, memandang pasien pada kasus ini tidak hanya
dari segi klinisnya tetapi juga enanyakan dari segi psikis adalah masalah
atau beban pikiran serta dari riwayat social yang mungkin mempengaruhi
dari perjalan panyakit pada pasien ini
4. Comprehensive care
Dalam menangani kasus pada pasien ini dilakukan penatalaksanaan
menyeluruh mulai dari promotif, yaitu bertujuan memberikan edukasi
pasien tentang penyakitnya sehingga pasien bisa meminimalisasi dan
mencegah komplikasi terkait penyakit pasien, edukasi tentang pentingnya
modifikasi gaya hidup, pengendalian berat badan, serta pentingnya
kegiatan fisik dalam mengendalikan penyakit pasien ini. Pada segi
preventif diberikan edukasi untuk menerapkan pola makan yang baik dan
pasien diberikan edukasi agar rutin monitoring kadar gula dalam darah
sebulan sekali. Pada segi kuratif lebih ditekankan pada aspek farmakologis
dan non farmakologis untuk mengontrol penyakitnya. Dari segi
rehabilitative dan paliatif belum diperlukan pada pasien ini.

22
5. Continuing care
Dilakukan home visit pada tanggal 6 September 2017 untuk meonitor
keadaan pasien dilingkungan rumah, serta menggali informasi yang lebih
lengkap mengenai kondisi keseluruhan dari pasien yang dipandang dari
aspek bio-psiko-sosio-kultural.

23
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kriteria Diagnosis Penyakit Paru Obstruktif Kronis


Gejala
Gejala yang paling sering terjadi pada pasien PPOK adalah sesak napas.
Sesak napas juga biasanya menjadi keluhan utama pada pasien PPOK karena
terganggunya aktivitas fisik akibat gejala ini. Sesak napas biasanya menjadi
komplain ketika FEV1 <60% prediksi. Pasien biasanya mendefinisikan sesak
napas sebagai peningkatan usaha untuk bernapas, rasa berat saat bernapas,
gasping, dan air hunger. Batuk bias muncul secara hilang timbul, tapi biasanya
batuk kronis adalah gejala awal perkembangan PPOK. Gejala ini juga biasanya
merupakan gejala klinis yang pertama kali disadari oleh pasien.10 Batuk kronis
pada PPOK bias juga muncul tanpa adanya dahak. Faktor risiko PPOK berupa
merokok, genetik, paparan terhadap partikel berbahaya, usia, asmjta/
hiperreaktivitas bronkus, status sosioekonomi, dan infeksi.
Pemeriksaan Fisik
Pada awal perkembangannya, pasien PPOK tidak menunjukkan
kelainan saat dilakukan pemeriksaan fisik. Pada pasien PPOK berat biasanya
didapatkan bunyi mengi dan ekspirasi yang memanjang pada pemeriksaan
fisik. Tanda hiperinflasi seperti barrel chest juga mungkin ditemukan. Sianosis,
kontraksi otot-otot aksesori pernapasan, dan pursed lips breathing biasa
muncul pada pasien dengan PPOK sedang sampai berat. Tanda-tanda penyakit
kronis seperti muscle wasting, kehilangan berat badan, berkurangnya jaringan
lemak merupakan tanda-tanda saat progresifitas PPOK. Clubbing finger bukan
tanda yang khas pada PPOK, namun jika ditemukan tanda ini maka klinisi
harus memastikan dengan pasti apa penyababnya.
Spirometri merupakan pemeriksaan penunjang definitif untuk diagnosis
PPOK seperti yang sudah dijelaskan, dimana hasil rasio pengukuran FEV1/
FVC < 0,7.19 Selain spirometri, bisa juga dilakukan Analisis Gas Darah untuk

24
mengetahui kadar pH dalam darah, radiografi bisa dilakukan untuk
membantumenentukan diagnosis PPOK, dan Computed Tomography (CT)
Scan dilakukan untuk melihat adanya emfisema pada alveoli. Beberapa studi
juga menyebutkan bahwa kekurangan α-1 antitripsin dapat diperiksa pada
pasien PPOK maupun asma.
Klasifikasi PPOK berdasarkan hasil pengukuran FEV dan FVC dengan
spirometri setelah pemberian bronkodilator dibagi menjadi GOLD 1, 2, 3, dan
4. Pengukuran spirometri harus memenuhi kapasitas udara yang dikeluarkan
secara paksa dari titik inspirasi maksimal (Forced Vital Capacity (FVC)),
kapasitas udara yang dikeluarkan pada detik pertama (Forced Expiratory
Volume in one second (FEV1)), dan rasio kedua pengukuran tersebut
(FEV1/FVC). Pada tabel 1 diperlihatkan klasifikasi tingkat keparahan
keterbatasan aliran udara pada pasien PPOK.

Combined COPD Assessment


Combined COPD Assessment melakukan penilaian efek PPOK terhadap
masing-masing penderitanya berdasarkan assessment terhadap gejala yang
dialami, klasifikasi spirometri berdasarkan GOLD dan kejadian
eksaserbasi.

25
Klasifikasi pasien berdasarkan Combined COPD Assessment:
1. Kelompok A – Rendah Risiko, Sedikit Gejala Pasien dengan klasifikasi
GOLD 1 atau 2, mengalami eksaserbasi paling banyak 1 kali dalam setahun
dan tidak pernah mengalami perawatan rumah sakit akibat eksaserbasi,
serta hasil penilaian CAT score<10 atau mMRC grade 0-1.
2. Kelompok B – Rendah Risiko, Banyak Gejala Pasien dengan klasifikasi
GOLD 1 atau 2, mengalami eksaserbasi paling banyak 1 kali dalam setahun
dan tidak pernah mengalami perawatan rumah sakit akibat eksaserbasi,
serta hasil penilaian CAT score ≥10 atau mMRC grade ≥2.1
3. Kelompok C – Tinggi Risiko, Sedikit Gejala Pasien dengan klasifikasi
GOLD 3 atau 4, dan/atau mengalami eksaserbasi sebanyak ≥2 kali per
tahun atau ≥1 kali mengalami perawatan rumah sakit akibat eksaserbasi,
serta hasil penilaian CAT score<10 atau mMRC grade 0-1.
4. Kelompok D – Tinggi Risiko, Banyak Gejala Pasien dengan klasifikasi
GOLD 3 atau 4, dan/atau mengalami eksaserbasi sebanyak ≥2 kali per
tahun atau ≥1 kali mengalami perawatan rumah sakit akibat eksaserbasi,
serta hasil penilaian CAT score ≥10 atau mMRC grade ≥2.

26
B. Penatalaksanaan Penyakit Paru Obstruktif Kronis
Prinsip penatalaksanaan PPOK diantaranya adalah sebagai berikut :
 Berhenti Merokok
 Terapi farmakologis dapat mengurangi gejala, mengurangi frekuensi
dan beratnya eksaserbasi dan memperbaiki status kesehatan dan
toleransi
aktivitas.

27
 Regimen terapi farmakologis sesuai dengan pasien spesifik, tergantung
beratnya gejala, risiko eksaserbasi, availabilitas obat dan respon pasien.
 Vaksinasi Influenza dan Pneumococcal
 Semua pasien dengan napas pendek ketika berjalan harus diberikan
rehabilitasi yang akan memperbaiki gejala, kualitas hidup, kualitas fisik
dan emosional pasien dalam kehidupannya sehari-hari.
Terapi farmakologi
A. Bronkodilator
Bronkodilator adalah pengobatan yang berguna untuk meningkatkan
FEV1 atau mengubah variable spirometri dengan cara mempengaruhi
tonus otot polos pada jalan napas.
β2Agonist (short-acting dan long-acting)
Prinsip kerja dari β2 agonis adalah relaksasi otot polos jalan napas dengan
menstimulasi reseptor β2 adrenergik dengan meningkatkan C-AMP dan
menghasilkan antagonisme fungsional terhadap bronkokontriksi. Efek
bronkodilator dari short acting β2 agonist biasanya dalam waktu 4-6 jam.
Penggunaan β2 agonis secara reguler akan memperbaiki FEV1 dan gejala
(Evidence B). Penggunaan dosis tinggi short acting β2 agonist pro renata
pada pasien yang telah diterapi dengan long acting broncodilator tidak
didukung bukti dan tidak direkomendasikan. Long acting β2 agonist
inhalasi memiliki waktu kerja 12 jam atau lebih. Formoterol dan
salmeterol memperbaiki FEV1 dan volume paru, sesak napas, health
related quality of life dan frekuensi eksaserbasi secara signifikan
(Evidence A), tapi tidak mempunyai efek dalam penurunan mortalitas dan
fungsi paru. Salmeterol mengurangi kemungkinan perawatan di rumah
sakit (Evidence B). Indacaterol merupakan Long acting β2 agonist baru
dengan waktu kerja 24 jam dan bekerja secara signifikan memperbaiki
FEV1, sesak dan kualitas hidup pasien (Evidence A). Efek samping
adanya stimulasi reseptor β2 adrenergik dapat menimbulkan sinus
takikardia saat istirahat dan mempunyai potensi untuk mencetuskan

28
aritmia. Tremor somatic merupakan masalah pada pasien lansia yang
diobati obat golongan ini.
Antikolinergik
Obat yang termasuk pada golongan ini adalah ipratropium, oxitropium dan
tiopropium bromide. Efek utamanya adalah memblokade efek asetilkolin
pada reseptor muskarinik. Efek bronkodilator dari short acing
anticholinergic inhalasi lebih lama disbanding short acting β2 agonist.
Tiopropium memiliki waktu kerja lebih dari 24 jam. Aksi kerjanya dapat
mengurangi eksaserbasi dan hospitalisasi, memperbaiki gejala dan status
kesehatan (Evidence A), serta memperbaiki efektivitas rehabilitasi
pulmonal (Evidence B). Efek samping yang bisa timbul akibat penggunaan
antikolinergik adalah mulut kering. Meskipun bias menimbulkan gejala
pada prostat tapi tidak ada data yang dapat membuktikan hubungan
kausatif antara gejala prostat dan penggunaan obat tersebut.
B. Methylxanthine
Contoh obat yang tergolong methylxanthine adalah teofilin. Obat ini
dilaporkan berperan dalam perubahan otot-otot inspirasi. Namun obat ini
tidak direkomendasikan jika obat lain tersedia.
C. Kortikosteroid
Kortikosteroid inhalasi yang diberikan secara regular dapat memperbaiki
gejala, fungsi paru, kualitas hidup serta mengurangi frekuensi eksaserbasi
pada pasien dengan FEV1<60% prediksi.
D. Phosphodiesterase-4 inhibitor
Mekanisme dari obat ini adalah untuk mengurangi inflamasi dengan
menghambat pemecahan intraselular C-AMP. Tetapi, penggunaan obat ini
memiliki efek samping seperti mual, menurunnya nafsu makan, sakit
perut, diare, gangguan tidur dan sakit kepala.
Terapi Farmakologis Lain
 Vaksin: vaksin pneumococcus direkomendasikan untuk pada pasien
PPOK usia > 65 tahun

29
 Alpha-1 Augmentation therapy: Terapi ini ditujukan bagi pasien usia
muda dengan defisiensi alpha-1 antitripsin herediter berat. Terapi ini
sangat mahal, dan tidak tersedia di hamper semua negara dan tidak
direkomendasikan untuk pasien PPOK yang tidak ada hubungannya
dengan defisiensi alpha-1 antitripsin.
 Antibiotik: Penggunaannya untuk mengobati infeksi bakterial yang
mencetuskan eksaserbasi
 Mukolitik (mukokinetik, mukoregulator) dan antioksidan: Ambroksol,
erdostein, carbocysteine, ionated glycerol dan N-acetylcystein dapat
mengurangi gejala eksaserbasi.
 Immunoregulators (immunostimulators, immunomodulator)
 Antitusif: Golongan obat ini tidak direkomendasikan.
 Vasodilator

C. Rehabilitasi Medik PPOK


Komponen Rehabilitasi Paru
1. Edukasi
2. Latihan dan terapi fisik
3. Terapi perilaku dan psikososial

30
4. Penanganan nutrisi
Edukasi
Edukasi merupakan proses rehabilitasiyang sangat penting. Pasien diberikan
pemahaman tentang penyakit dan pencegahan eksaserbasi, terapi (obat-obat)
termasuk program rehabilitasi serta target yang akan dicapai sehingga
diharapkan pasien mematuhi program.
Edukasi juga berisi tentang teknik-teknik konservasi energi. Dengan begitu,
diharapkan pasien dapat menyederhanakan setiap aktivitasnya terutama yang
berhubungan dengan aktivitas kehidupan sehari-hari. Seperti berjalan, makan,
mandi, berpakaian sampai dengan aktivitas pekerjaanya.
Latihan dan Terapi Fisik
Latihan dasar dari program rehabilitasi paru. Secara umum, latihan
terdiri dari latuhan pernafasan dan latihan rekondisi. Jenis latihan pernafasan
tergantung dari gangguan paru obstruktif atau restriktif. Selain itu , diajarkan
juga teknik-teknik pernafasan untuk mendapatkan pola nafas yang baik dan
ventilasi yang maksimal.
Macam-macam Latihan Permafasan:
 Latihan pernafasan diafragmatik untuk meningkatkan gerakan pengembangan
dinding dada
 Latihan pernafasan pursed lip untuk mengurangi kolaps paru, dyspneu dan
frekuensi pernafasan.
 Latihan posisi tubuh tertentu untuk meningkatkan ventilasi dan relaksasi,
misalnya duduk dengan posisi tubuh mendatar ke depan (eaning forward).
 Latihan rekondisi dilakukan untuk mempertahankan dan meningkatkan
kebugaran fisik terutama bagi penderita yang telah mengalami deconditioning.
Latihan dapat berupa senam ringan, latihan fleksibilitas (streching) dan
kekuatan alat gerak atas dan bawah, latihan cardiopulmonal endurance atau
latihan khusus untuk otot-otot pernafasan. Intensitas latihan dimulai dari yang
paling ringan. Jenis latihan endurance dapat berupa berjalan, ergocycle (sepeda
statis) atau treadmill. Lama waktu setiap latihan adalah 30 menit dengan
frekuensi latihan minimal tiga kali seminggu.

31
Berdasarkan bukti ilmiah efek fisiologis atau keuntungan dari latihan baru
dapat tercapai dengan durasi latihan enam minggu. Terapi fisik diperlukan saat
keadaan kondisi akut (rawat inap) maupun rawat jalan. Terapi fisik dada (chest
physical therapy) biasanya diberikan untuk masalah sekret atau dahak dan
saluran nafas.
Bentuk terapi ini antara lain, pertama postural drainage. Dengan memposisikan
penderita sesuai dengan letak retensi sekret. Dilakukan perkusi atau vibrasi
untuk membantu pengeluaran sekret. Kedua, batuk. Apabila penderita dalam
keadaan sadar diberikan teknik-teknik batuk untuk mengeluarkan dahak.
Terapi fisik lain dapat berupa latihan relaksasi otot-otot pernafasan dengan
tujuan membantu mempercepat relaksasi otot bantu nafas karena beban kerja
yang terus menerus. Terapi fisik juga diperluka untuk melakukan koreksi
postur abnormal yang sering terjadi pada penderita paru akronik.
Terapi Perilaku dan Psikososial
Gejala-gejala yang dialami pasien sekian lama akan menimbulkan
kecemasan atau depresi. Kondisi ini akan menambah berat kondisi dan
berpotensi untuk membuat pasien jatuh dalam keadaan deconditioning.
Pemeriksaan khusus psikologis diperlukan untuk penampisan kecemasan atau
depresi.
Bentuk terapi yang diperlukan dapat berupa edukasi atau latihan seperti
latihan relaksasi untuk mengurangi kecemasan maupun relaksasi otot-otot
pernafasan agar beban kerja berkurang dan tidak mudah terjadi fatigue.
Penderita dapat lebih percaya diri untuk melakukan aktivitas.
Depresi akan menghambat kepatuhan pasien terhadap program
terutama untuk latihan sehingga diperlukan suatu psikoterapi. Keluarga juga
dapat terkena dampak dampak dari ketidakmampuan penderita beraktivitas.
Tenaga psikolog diharapkan dapat memberika konseling, sehingga keluarga
dapat memberikan dorongan kepada penderita. Terapi perilaku dan psikososial.
Gejala-gejala yang dialami pasien sekiaan lama akan menimbulkan
kecemasan atau depresi. Gejala-gejala yang dialami pasien sekian lama akan
menimbulkan kecemasan atau depresi. Kondisi ini akan menambah berat

32
kondisi dan berpotensi untuk membuat pasien jatuh dalam keadaan
deconditioning. Pemeriksaan khusus psikologis diperlukan untuk penampisan
kecemasan atau depresi. Bentuk terapi yang diperlukan dapat berupa edukasi
atau latihan seperti latihan relaksasi untuk mengurangi kecemasan maupun
relaksasi otot-otot pernafasan agar beban kerja berkurang dan tidak mudah
terjadi fatigue. Penderita dapat lebih percaya diri untuk melakukan aktivitas.
Penderita paru kronik tidak hanya memerlukan terapi obat-obatan tetapi
juga memerlukan program rehabilitasi paru. Tujuan utama program ini adalah
untuk mengembalikan penderita kepada tingkat kapsitas fungsional yang
terbaik yang masih dimiliki.
Penderita dibantu untuk kembali aktif secara fisik dan memahami
penyakitnya. Terapi dan cara untuk mengahadapi penyakit paru kronik yang
ada pada dirinya. Untuk keberhasilan program ini diperlukan suatu kerjasama
tim multidisiplin mulai dari dokter, fisoterapis, perawat, terapis okupasi,
psikolog, nutrisionis, sampai dengan tenaga sosial.
Kerjasama yang baik dengan penderita serta keluarga dibutuhkan untuk
mendukung program. Selain itu, untuk mencapai keberhasilan dibutuhkan
motivasi dari penderita untuk mematuhi dan mengikuti program karena bersifat
jangka panjang (minimal enam minngu dengan pengawasan di pusat-pusat
rehabilitasi medik). Program tidak akan berhasil tanpa motivasi daro penderita
penyakit paru kronik.
(Soeroto dan Suryadinata 2014)
(Sharma 2010)
(Kronik 2013)
(Disease 2017)

33
DAFTAR PUSTAKA

Disease, Global Initiative for Chronic Obstructive Pulmonary. Global Strategy


For Diagnosis Management ans Prevention of COPD. Guideline,
Wisconsin: GOLD, 2017.

Kronik, Rehabilitasi Medik Pada Penyakit Paru. RS Paru Dr. H. A. Rotinsulu.


April 2, 2013. http://rsparurotinsulu.org/detailpost/rehabilitasi-medik-pada-
penyakit-paru-kronik (accessed Sepetember 9, 2017).

Sharma, Anita. COPD in Primary Care. Boca Raton: CRC Press, 2010.

Soeroto, Arto Yuwono, and Hendarsyah Suryadinata. "Penyakit Paru Obstruktif


Kronik." Ina J Chest Crit and Emerg Med, 2014: 83-88.

34

Anda mungkin juga menyukai