Tugas Bu Mira Hiv
Tugas Bu Mira Hiv
TUGAS 2
2. Diagnosis
a. Pemeriksaan Laboratorium Dahak
1) Mikroskopis
Pada ODHA meskipun sulit menemukan kasus TB paru hanya dengan
mengandalkan pemeriksaan mikroskopis dahak karena dahak dari
ODHA yang menderita TB paru biasanya BTA negatif, namun
pemeriksaan mikroskopis dahak tetap perlu dilakukan. Pemeriksaan
mikroskopis dahak cukup dilakukan dengan dua spesimen dahak
(Sewaktu dan Pagi = SP) dan bila minimal salah satu spesimen dahak
hasilnya BTA positif maka diagnosis TB dapat ditegakkan.
2) Biakan
Pemeriksaan biakan dahak merupakan baku emas untuk mendiagnosis
TB. Ada dua macam media yang digunakan dalam pemeriksaan biakan
yaitu media padat dan media cair. Waktu pemeriksaan dengan media
cair lebih singkat dibandingkan dengan media padat. Namun, kuman TB
merupakan kuman yang lambat dalam pertumbuhan sehingga biakan
memerlukan waktu sekitar 6 – 8 minggu. Pemeriksaan biakan
memerlukan waktu cukup lama sehingga bila penegakan diagnosis TB
pada ODHA hanya mengandalkan pada pemeriksaan biakan maka dapat
mengakibatkan angka kematian TB pada ODHA meningkat.
b) BTA negatif
Lakukan foto toraks pada pasien TB paru BTA negatif.
Penyakit non-infeksi
Karsinoma bronkus
Penyakit jaringan kolagen
Penyakit paru akibat kerja
3. Pengobatan
Prinsip pengobatan OAT pada TB-HIV pada dasarnya sama dengan
pengobatan TB tanpa HIV/AIDS, yaitu kombinasi beberapa jenis obat dengan
dosis dan waktu yang tepat. Kategori pengobatan TB tidak dipengaruhi oleh
status HIV pada pasien TB tetapi mengikuti Buku Pedoman Nasional Program
Pengendalian TB (BPN PPTB). Pada prinsipnya pengobatan TB pada infeksi
TB HIV harus diberikan segera sedangkan pengobatan ARV dimulai setelah
pengobatan TB dapat ditoleransi dengan baik, dianjurkan diberikan paling
cepat 2 minggu dan paling lambat 8 minggu. HIV yang tidak mendapatkan
respon pengobatan, harus dipikirkan adanya resistensi atau malabsorbsi obat
sehingga dosis yang diterima tidak cukup untuk terapi (Kemenkes RI, 2012).
Terapi dengan Anti Retro Viral (ARV) dapat menurunkan laju sampai sebesar
90% pada tingkat individu dan sebesar 60% pada tingkat populasi, selain itu
mampu menurunkan rekurensi TB sebesar 50%. Pada pemeriksaan HIV
penderita TB yang memberikan hasil positif, rekomendasi penggunaan terapi
ARV adalah:
a. Mulai terapi ARV sesegera mungkin setelah terapi TB dapat ditoleransi.
Secepatnya 2 minggu dan tidak lebih dari 8 minggu, berapapun jumlah
CD4.
b. Gunakan EFV sebagai pilihan NNRTI ada pasien yang memulai terapi
ARV selama dalam terapi TB. Rifampisin dapat menurunkan kadar
nelfinavir dan nevirapin. Obat yang dapat digunakan AZT atau TDF + 3TC
+ EFV. Setelah OAT selesai, EFV dapat diganti dengan NVP.
4. Pencegahan
a. Meningkatkan Pelayanan TB-HIV Secara Terpadu
Seringkali penderita TB terdeteksi terkena HIV apabila sudah mengidap TB
terlebih dahulu, sedangkan ODHA dapat dengan mudah terkena TB apabila
berinteraksi dengan orang yang terkena TB positif sehingga pelayanan TB-
HIV secara terpadu perlu dilakukan. Pelayanan ini meliputi penyediaan
fasilitas kesehatan misalnya klinik TB-HIV, kemudahan akses untuk
mendeteksi dini, tersedianya sumber daya manusia dalam bidang medis
untuk menangani serta tersedia kebijakan serta peraturan yang menaungi.
Misalnya pasien TB-HIV dapat mengunjungi satu klinik saja untuk
konsultasi maupun melakukan pengobatan; terdapat pelayanan yang cepat
berkat tersedianya tenaga medis yang memadai sehingga dapat mengurangi
interaksi ODHA dengan pasien TB lainnya begitu pula sebaliknya sehingga
resiko penularan menjadi minim; kemudian apabila pasien TB dicurigai
terinfeksi HIV maka segera diberi rujukan untuk melakukan tes HIV.
Kecenderungannya adalah pasien terdeteksi HIV positif setelah terinfeksi
TB sehingga upaya pencegahan menjadi terhambat. Maka upaya
pendeteksian dini secara terpadu pada satu fasilitas kesehatan diharapkan
dapat meminimalisir interaksi kedua penyakit tersebut.
b. Memastikan pelayanan optimal bagi pasien terdiagnosis TB-HIV
Bagi pasien yang sudah terdiagnosis TB-HIV perlu diberikan pelayanan
yang optimal dengan dukungan pengobatan HIV melalui pemberian
Krotimoksasol dan ARV. Pelayanan yang optimal tidak berhenti hanya
sampai pada pemberian obat saja. Pemantauan ketika pasien TB-HIV
mengkonsumsi OAT maupun ART juga perlu dilakukan. ODHA yang
terinfeksi TB maupun sebaliknya akan mengkonsumsi obat yang banyak
sekaligus yaitu OAT dan ARV yang seringkali menimbulkan efek samping.
Efek samping ini kadang sulit untuk diketahui dari obat yang mana karena
beban obat dapat terlalu besar sehingga diperlukan pemantauan terhadap
konsumsi kedua jenis obat agar pasien tidak merasakan terbebani dengan
memperhatikan waktu serta besarnya infeksi dari masing-masing penyakit.
Yayasan Spiritia. (2006). Seri Buku Kecil HIV dan TB. Jakarta: Yayasan Spiritia.