Anda di halaman 1dari 2

CISILLIYA TANDRAINI

(362015712269)

Farmakoterapi

Nomor 1 :

Dari studi kasus yang ada dapat dikatakan bahwasannya pasien menderita penyakit ulkus
duodenum. Gejala yang khas pada penderita ulkus duodenum adalah peningkatan asam lambung
pada keadaan basal dan meningkatnya asam lambung pada stimulasi atau lamanya peningkatan
asam setelah makan. Selain itu terlihat peningkatan motilitas di samping efek pepsin dan asam
empedu yang bersifat toksik pada mukosa duodenum. Pasien memiliki keluhan nyeri epigastrium
meskipun diobati dengan antacid dan inhibitor pompa proton (PPI) disertai dengan tes organism
serupa campylobacter (CLO) positif sehingga artinya pasien positif terinfeksi HP, terapinya
adalah:

1. Membasmi kuman HP atau Campylobakter


2. Menyembuhkan ulkus

Pendekatan Umum Terapi Ulkus Peptikum


Terapi penyakit ulkus peptikum pada dasarnya adalah dengan membasmi pertumbuhan
HP dan mengurangi resiko ulkus akibat AINS. Obat-obatan yang berupa antibiotika
(klaritromisin, metronidazole, amoksisilin dan garam-garam bismut) dan antisekretori seperti
pompa proton inhibitor (PPIs) dan H2 Reseptor antagonist (H2RAs) digunakan untuk
meringankan dan menyembuhkan ulkus serta membasmi bakteri HP.

Terapi untuk Menyembuhkan/menjaga Penyembuhan Ulkus


Manifestasi klinis infeksi Campylobakter sangat bervariasi, dari asimtomatis sampai
sindroma disentri. Masa inkubasi selama 24 -72 jam setelah organisme masuk. Diare dan
demam timbul pada 90% pasien, dan nyeri abdomen dan feses berdarah hingga 50-70%.
Gejala lain yang mungkin timbul adalah demam, mual, muntah dan malaise. Masa
berlangsungnya penyakit ini 7 hari.
Pulasan feses menunjukkan lekosit dan sel darah merah. Kultur feses dapat ditemukan
adanya Kampilobakter. Kampilobakter sensitif terhadap eritromisin dan quinolon, namun
pemakaian antibiotik masih kontroversi. Antibiotik diindikasikan untuk pasien yang berat
atau pasien yang nyata-nyata terkena sindroma disentri. Jika terapi antibiotik diberikan,
eritromisin 500 mg 2 kali sehari secara oral selama 5 hari cukup efektif. Seperti penyakit
diare lainnya, penggantian cairan dan elektrolit merupakan terapi utama.

Nomor 3:
Berdasarkan gejala yang dialami oleh pasien dinyatakan bahwa pasien mengalami
gastroenteritis atau diare akut. Pendekatan pasien dewasa dengan diare akut:

1. Melakukan penilaian awal.


2. Terapi dehidrasi.
3. Mencegah dehidrasi pada pasien tanpa tanda dehidrasi menggunakan cairan atau larutan
rehidrasi oral:
a) Rehidrasi pasien dengan dehidrasi sedang menggunakan larutan rehidrasi oral
dan koreksi dehidrasi berat dengan larutan intravena yang tepat,
b) Memberikan hidrasi menggunakan larutan rehidrasi oral,
Dengan gejala pasien telah buang air besar sembilan kali dalam waktu 24 jam tanpa
disertai keluhan yang lain sehingga dehidrasi yang dialami oleh pasien masih tergolong dehidrasi
ringan, bukan dehidrasi sedang maupun dehidrasi berat. Oleh karena itu pengobatan untuk
dehidrasi ringan yaitu dengan rehidrasi oral, anti-muntah dan pulang ke rumah.

Nomor 3:

Pengobatan yang paling tepat untuk mengatasi masalah yang telah dipaparkan adalah
dengan pemberian kodein fosfat dengan dosis 15-60 mg 3 kali sehari. Digunakannya pengobatan
ini karena dapat menghambatpropulsi, peningkatan absorbsi cairan sehingga dapat memperbaiki
konsistensi feses dan mengurangi frekwensi diare.Bila diberikan dengan cara yang benar obat ini
cukup aman dan dapat mengurangi frekwensi defekasi sampai 80%.

Nomor 4:

Pilihan terapi yang paling tepat untuk kasus tersebut adalah dengan memberikan
Metronidazol secara oral. Karena setelah sampel feses dikumpulkan dan pemeriksaan
mikroskopik, biakan dansensivitas mengungkapkan adanya toksin Clostridium difficile. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami diare yang disebabkan oleh toksin dari bakteri
Clostridium difficile. Maka pasien dapat diberikan obat Metronidazol dengan dosis 250-500 mg
4 kali sehari selama 7-14 hari secara oral atau IV

Anda mungkin juga menyukai