Anda di halaman 1dari 15

Laporan Kasus Rawat Jalan Rawat Jalan

SMF/Bagian Ilmu Kesehatan Anak


RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang
Fakultas Kedokteran
Universitas Nusa Cendana

PENYAKIT JANTUNG REMATIK

Disusun Oleh

Siegfrid C. A. Manoeroe, S. Ked

(1208015006)

Pembimbing :

dr. Samuel Nalley, Sp.A

dr. Debora Shinta Liana, Sp.A

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA
RSUD PROF. DR. W. Z. JOHANNES
KUPANG
2017

1
LAPSUS RAWAT JALAN
PENYAKIT JANTUNG REMATIK
Siegfrid Claudio Antonio Manoeroe, S. Ked
Bagian Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang
Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana

I. Pendahuluan

Penyakit jantung rematik adalah komplikasi paling serius dari demam rematik. Sebanyak
39% pasien dengan demam rematik akut dapat berkembang menjadi pankarditis yang
dihubungkan dengan insufisiensi katup, gagal jantung, perikarditis dan akhirnya dapat
menyebabkan kematian. Demam rematik (DR) adalah suatu penyakit yang diakibatkan oleh
respons imunologis lambat yang terjadi setelah infeksi kuman Streptokokkus hemolitikus grup A.
Pada PJR yang kronik, pasien dapat mengalami stenosis katup, dengan berbagai tingkat kelainan
mulai dari regurgitasi, dilatasi atrial, aritmia, dan disfungsi ventrikel. 1,2

PJR masih merupakan masalah kesehatan yang besar dan sering dijumpai. PJR yang
kronik dapat ditemukan pada 5-30 juta anak dan dewasa muda, 90.000 orang dapat meninggal tiap
tahunnya akibat penyakit ini. Kelainan ini paling sering ditemukan pada anak usia 6-15 tahun.
Mortalitas penyakit ini di dunia adalah sebesar 1-10%. Diperkirakan prevalensi PJR di Indonesia
sebesar 0,3-0,8 anak sekolah 5-15 tahun. Penyakit jantung rematik terutama mengenai katup mitral
(75%), katup aorta (25%), jarang mengenai katup trikuspid dan tidak pernah menyerang katup
pulmonal. 1,3

2
II. Laporan Kasus

Kontrol Poliklinik tanggal 16 November 2017

 Identitas pasien
Nama : An. ARRL
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir/Umur : 1 Agustus 2004/ 13 tahun
Agama : Islam
Alamat : Kuanino
No. MR : 279439

 Identitas Orang Tua


Nama Ayah : Tn. SJ
Pekerjaan Ayah : Swasta
Nama Ibu : Ny. ND
Pekerjaan Ibu : IRT

a. Anamnesis ( autoanamnesis dan alloanamnesis : ayah kandung pasien) dilakukan pada


tanggal 16 November 2017
- Keluhan Utama : kontrol poli
- Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien diantar ayahnya ke Poliklinik Anak RSUD
Prof. Johannes Kupang untuk kontrol rutin atas penyakit infeksi pada jantung,
diketahui pasien telah melakukan pengobatan rutin tiap bulannya sejak tahun 2013.
Saat ini pasien tidak memiliki keluhan apapun.
- Riwayat penyakit dahulu : 4 tahun yang lalu pasien mengeluhkan nyeri dada sebelah
kiri.. Nyeri dirasakan seperti tertusuk-tusuk dan dirasakan terus menerus, tidak
menjalar ke bagian lain. Pasien juga mengeluhkan jantung berdebar-debar dan batuk,
serta sesak napas, saat batuk maka sesak napas semakin berat. Batuk tidak berdahak,
pilek (-), jantung berdebar-debar. Nafsu makan berkurang, minum baik, BAK dan
BAB baik. Tidak ada penurunan berat badan. Selain itu, pasien juga mengeluh sakit
kepala, kemudian diikuti demam, lalu kemudian pasien sesak napas dan jantung
berdebar-debar. Saat berada di kelas 2 SD yaitu saat pasien berusia 8 tahun, pasien
pernah mengalami nyeri pada lutut, siku serta pergelangan kaki dan tangan. Saat itu
pasien juga mengalami demam. Orang tua membawa pasien ke puskesmas dan pasien
diberikan obat asam mefenamat sehingga nyeri hilang, selanjutnya ketika muncul

3
nyeri lagi maka diberikan asam mefenamat. Riwayat batuk pilek saat sebelum nyeri
pada kaki tangan diakui oleh ayah pasien.
- Riwayat kehamilan : Pasien adalah anak tunggal. Selama sakit ibu rutin periksa
kehamilan di Puskesmas sebanyak enam kali. Penyakit berat selama kehamilan tidak
ada.
- Riwayat persalinan : Ibu melahirkan secara normal di RSUD Prof.W.Z. Johannes,
cukup bulan, bayi segera menangis, BBL 2800gram.
- Riwayat Imunisasi : Pasien telah mendapat imunisasi dasar lengkap yaitu Hep B,
BCG, Polio, DPT, Hib, dan Campak.
- Riwayat ASI : Mendapat ASI saja sejak lahir sampai berusia 6 bulan, lalu
dilanjutkan bersama MPASI sampai usia 1,5 tahun.
- Riwayat Perkembangan : saat ini pasien dalam perkembangan yang normal, tidak
ada keterbelakngan mental. Pasien mulai bisa mengucapkan kata mama/papa saat
usia 1 tahun dan mulai bisa berjalan saat usia 1 tahun 6 bulan.
b. Pemeriksaan Fisik
 Keadaan umum : Baik
 Kesadaran : Compos Mentis
 Antropometri : BB :45 kg, TB : 155 cm
Status Gizi : Grafik pertumbuhan CDC  BBI % : 100%  Gizi baik
TB/U  percentile 50
BB/U  percentile 50
IMT/U percentile 50  gizi baik

 Tanda vital :
Tekanan Darah : 100/60 mmHg
Nadi = 96x/menit, regular, kuat angkat
Respiratory Rate (RR) = 24 x/menit
Suhu = 36,70C
 Kulit : pucat (-), ikterik (-), sianosis (-), edema (-).
 Kepala : Simetris, rambut hitam, lurus, tidak mudah dicabut
 Wajah : Simetris, edema (-)

4
 Mata : sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis (-/-), simetris, reflex cahaya +/+,
pupil isokor (+/+)
 Telinga : deformitas (-/-), otorea (-/-)
 Hidung : rhinore (-/-),nafas cuping hidung(-/-),epistaksis (-/-), deviasi septum (-/-).
 Mulut : mukosa lembab, bibir warna merah muda, tonsil (T1/T1), hiperemis (-/-)
 Leher : massa (-), pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)
 Dada : gerakan nafas simetris, penggunaan otot bantu nafas (-)
 Cor :
Inspeksi : ictus cordis terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba (thrill) pada ICS V linea midclavicularis sinistra.
Perkusi : Batas atas : ICS II linea parasternalis dextra
Batas bawah : ICS V linea midclavicularis sinistra
Batas kiri : ICS V 2 cm dari linea midclavicularis sinistra
Batas kanan : ICS III linea parasternalis dextra
Auskultasi : S1/S2 tunggal, reguler, murmur (+) sistolik pada apex jantung, gallop (-)
 Pulmo : vesikuler (+/+), Ronchi (-/-), wheezing (-/-)
 Abdomen : tampak datar, distensi (-), bising usus (+) kesan normal, supel, hepar dan
lien tidak teraba, nyeri tekan (-),turgor <2 detik.
 Ekstremitas : akral hangat, edema (-), CRT<3 detik.

c. Pemeriksaan Penunjang
 Hasil pemeriksaan laboratoium (17 Desember 2013)
Hasil Satuan Nilai rujukan Ket
Hemoglobin 9,50 g.dL 12-16 L
Eritrosit 3,82 10^6/uL 4,50-6,20 x 10 L
Hematrokrit 30,3 % 35-45 L
MCV 79,4 fl 75-91 N
MCH 24,9 Pg 25-33 L
Leukosit 16,2 10^3/uL 5-11 H
Eosinofil 0,146 10^3/uL 0.00-0,40 N

5
Basofil 0,207 10^3/uL 0,00-0,10 H
Neutrofil 9,49 10^3/uL 1,50-7,00 H
Limfosit 4,88 10^3/uL 1,00-3,70 H
Monosit 1,50 10^3/uL 0,00-0,70 H
Trombosit 465 10^3/ul 150-400 H
Natrium 131 mmol/L 132-147 L
darah
Kalium darah 3,4 mmol/L 3,5-4,5 L
Klorida darah 102 mmol/L 90-111 N
Glukosa 126 mg/Dl Mg/dL 70-150 N
Sewaktu
ASTO 200 IU/ml <200 H

 Foto thorax

Hasil foto thorax (17-12-2013)


Jantung membesar, pinggang jantung melurus, double counter (+), pulmo normal
Kesimpulan : Cardiomegali.

6
 EKG

d. Resume
Anak laki-laki usia 13 tahun datang ke Poliklinik Anak RSUD Prof. Johannes Kupang
untuk kontrol rutin atas penyakit infeksi pada jantung, diketahui pasien telah melakukan
pengobatan rutin tiap bulannya sejak tahun 2013. Saat ini pasien tidak memiliki keluhan
apapun. 4 tahun yang lalu pasien mengeluhkan nyeri dada sebelah kiri, jantung berdebar-
debar dan batuk, serta sesak napas, saat batuk maka sesak napas semakin berat. Nafsu
makan berkurang, minum baik, BAK dan BAB baik. Tidak ada penurunan berat badan.
Selain itu, pasien juga mengeluh sakit kepala, kemudian diikuti demam, lalu kemudian
pasien sesak napas dan jantung berdebar-debar. Saat berada di kelas 2 SD yaitu saat pasien
berusia 8 tahun, pasien pernah mengalami nyeri pada lutut, siku serta pergelangan kaki dan
tangan. Saat itu pasien juga mengalami demam. Orang tua membawa pasien ke puskesmas
dan pasien diberikan obat asam mefenamat sehingga nyeri hilang, selanjutnya ketika
muncul nyeri lagi maka diberikan asam mefenamat. Riwayat batuk pilek saat sebelum nyeri
pada kaki tangan diakui oleh ayah pasien.

e. Diagnosis kerja
- Penyakit Jantung Rematik
f. Terapi
Inj. Benzathine Penicillin G 1,2 juta IU (pro skin test)

7
III. Pembahasan
Penyakit jantung rematik (PJR) merupakan kelainan jantung yang menetap akibat demam
reumatik akut sebelumnya. Demam rematik akut (DRA) merupakan penyakit reaksi autoimun
lambat terhadap Streptococcus grup A (SGA). DRA dan PJR terjadi sebagian besar di negara yang
sedang berkembang, lingkungan padat, sosial ekonomi rendah, keadaan malnutrisi, dan fasilitas
kesehatan terbatas. Insidens puncak terjadi pada usia 8 tahun (rentang usia 6 – 15 tahun). Pada
kasus, anak laki-laki usia 15 tahun didiagnosa menderita PJR. Pasien memiliki status gizi buruk
yang menjadi salah satu faktor risiko menderita PJR. 2,3,4
Demam rematik terjadi dari respon humoral dan cellular-mediated immune (CMI) yang
terjadi 1-3 minggu setelah terjadinya faringitis yang disebabkan streptokokkus. Protein dari
streptokokkus menunjukkan penyamaran molekul yang dikenali oleh sistem imun, terutama
bakteri M-protein dan human cardiac antigen seperti myosin dan endothelium dari katup.
Antibody antimyosin mengenali laminin, sebuah protein ekstraseluler matriks alpha-helix, yang
merupakan bagian dari struktur membran basalis katup jantung.5
Diagnosa PJR didasarkan pada kriteria Jones(revisi) 2002-2003.2,3,4
Kriteria Jones untuk pedoman dalam diagnosis reumatik:
Manifestasi mayor Manifestasi minor
1. Karditis 1. Klinis
2. Poliartritis Migrans  Artralgia
3. Khorea  Demam
4. Eritema marginatum 2. Laboratorium
5. Nodulus subkutan  Peningkatan reaktan
fase akut (laju endap
darah, C-reactive
protein)
 Pemanjangan interval
PR pada EKG
Tabel 1. Kriteria Jones
Ditambah dengan ;
- Bukti infeksi streptokokus grup A sebelumnya
- Kultur usap tenggorok atau rapid streptococcal antigen test positif

8
- Titer antibodi streptokokus di atas nilai normal atau meningkat

Dasar diagnosis penyakit rematik :2


1. 2 mayor atau 1 mayor + 2 minor, disertai bukti infeksi Streptococcus beta hemolyticus
group A
2. ASTO ↑ atau kultur positif meragukan, 2 mayor, 1 mayor + 2 minor, dan Tidak terdapat
bukti infeksi Streptococcus beta hemolyticus group A.
3. Exception (perkecualian): diagnosis DRA dapat ditegakkan bila hanya ditemukan khorea
saja atau karditis indolen saja.
Pada tahun 2003, WHO mengeluarkan rekomendasi untuk melanjutkan penggunaan
kriteria Jones yang diperbaharui (tahun 1992) untuk demam rematik serangan pertama dan
serangan rekuren DR pada pasien yang diketahui tidak mengalami PJR. Untuk serangan rekuren
DR pada pasien yang sudah mengalami penyakit jantung rematik, WHO merekomendasikan
penggunaan minimal dua kriteria minor dengan disertai bukti infeksi Streptokokkus Grup A
sebelumnya. Kriteria diagnostik PJR ditujukan untuk pasien yang datang pertama kali dengan
mitral stenosis murni atau kombinasi stenosis mitral dan insufisiensi mitral dan/atau penyakit
katup aorta. Untuk chorea rematik tidak diperlukan kriteria mayor lainnya atau bukti infeksi SGA
sebelumnya (WHO, 2004).2
Kriteria demam rematik menurut WHO tahun 2002-2003 dapat dilihat pada tabel berikut:2
Kategori Diagnostik Kriteria
Demam Rematik serangan 2 major atau 1 major dan 2 minor ditambah dengan bukti
pertama adanya infeksi SGA sebelumnya
Demam Rematik serangan 2 major atau 1 major dan 2 minor ditambah dengan bukti
rekuren tanpa PJR infeksi SGA sebelumnya
Demam Rematik serangan 2 minor ditambah dnegan bukti infeksi SGA sebelumnya
rekuren dengan PJR
Rematik Korea. Rematik karditis Tidak diperlukan kriteria major lainnya atau bukti infeksi
dengan onset tersembunyi SGA
Lesi katup kronis pada PJR Tidak diperlukan kriteria lainnya untuk mendiagnosis
(stenosis mitral murni atau sebagai PJR
kombinasi dengan insufisiensi

9
mitral dan/atau gangguan katup
aorta)

Tabel 2. Kriteria demam rematik WHO


Pada anamnesis pasien didapatkan adanya riwayat demam, batuk, nyeri pada siku, lutut,
pergelangan kaki dan pergelangan tangan. Saat ini anak mengeluhkan nyeri dada tertikam sudah
berkurang, sesak napas yang memberat sudah tidak lagi. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan
adanya bunyi murmur sistolik pada apex jantung. Pada pasien juga dilakukan beberapa
pemeriksaan penunjang diantaranya, foto thorax dan EKG. Dari hasil foto thorax didapatkan
adanya kardiomegali. Pada kasus ini tanda manifestasi mayor yang ditemukan yaitu karditis,
karena pada rontgen toraks ditemukan gambaran kardiomegali. Karditis dapat dibagi menjadi
karditis ringan, karditis sedang dan karditis berat. Dikatakan karditis ringan adalah apabila
diragukan adanya kardiomegali, karditis sedang apabila terdapat kardiomegali ringan dan karditis
berat adalah apabila didapatkan adanya kardiomegali yang nyata atau gagal jantung. Pada pasien
ini kemungkinan terjaadi karditis sedang karena pada foto rontgen terlihat gambaran kardiomegali
ringan. Selain itu pasien juga pernah mengalami atralgia, karena pasien pernah mengeluh nyeri
sendi pada kedua lutut dan siku.6,7 Pada pasien juga dilakukan pemeriksaan ASTO (Anti
Streptolissin Titer O), dan didapatkan hasil ASTO meningkat. Titer antistreptolisin O (ASTO)
merupakan pemeriksaan diagnostik standar untuk demam rematik, sebagai salah satu bukti yang
mendukung adanya infeksi Streptokokus.4
Artritis merupakan manifestasi mayor yang paling sering dikeluhkan oleh pasien demam
rematik pada serangan awal, yaitu pada lebih dari 75% pasien. Artritis ini menjadi keluhan yang
pertama dikeluhkan pada pasien demam rematik. Keterlibatan sendi pada demam rematik bisa
diartikan sebagai atralgia dan dapat menyingkirkan diagnosa artritis. Sendi yang nyeri tanpa
adanya penemuan objektif tidak dapat diklasifikasikan sebagai krietria mayor karena bersifat tidak
spesifik. 3,4 Pada pasien, diketahui bahwa saat pasien berumur 8 tahun pasien pernah mengalami
nyeri pada lutut, siku, pergelangan kaki dan pergelangan tangannya, nyeri itu membuat pasien
tidak bisa bermain seperti biasa. Saat itu tidak diketahui adanya tanda-tanda inflamasi dan pasien
hanya dibawa ke puskesmas dan diberikan obat asam mefenamat yang menurut pasien keluhan
berkurang setelah minum obat tersebut. Carditis dan artriris umumnya dapat dialami secara
bersamaan oleh pasien demam rematik. Hasil penelitian suatu studi misalnya mendapatkan bahwa

10
carditis yang berat dapat disertai 10% dengan artritis, 33% artralgia, dan 50% tidak ada keluhan
sendi. 3,4
Penyakit jantung rematik terutama mengenai katup mitral (75%), katup aorta (25%),
jarang mengenai katup tricuspid. Sesuai temuan klinis bahwa murmur terdapat pada bagian apex
dari jantung sehingga pasien ini kemungkinan mengalami kelainan katup mitral khususnya
regurgitasi mitral. Regurgitasi mitral adalah kelainan katup tersering pada remaja yang mengalami
PJR. Pada regurgitasi mitral yang kronik, terjadi volume overload pada ventrikel kiri dan atrium
kiri, yang mana pada kasus yang berat dapat menyebabkan penurunan yang progresif dari fungsi
kontraksi sistolik. Pasien dengan regurgitasi mitral yang ringan dan sedang dapat asimtomatik
untuk beberapa tahun. Pada keadaan adanya regurgitasi aorta menandakan adanya volume dan
tekanan yang overload pada ventrikel kiri. Pada keadaaan kronis, pasien akan terlihat
asimptomatik, walaupun memiliki regurgitasi yang sedang dan berat. Pada keadaan yang
simptomatik, maka pasien akan mengeluhkan sesak napas saat beraktivitas, angina dan gagal
jantung. 3,4
Decompensasi cordis atau gagal jantung adalah sindrom klinis (sekumpulan tanda dan
gejala), ditandai oleh sesak napas dan fatik (saat istirahat atau saat beraktivitas) yang disebabkan
oleh kelainan struktur atau fungsi jantung. Gejala pada gagal jantung yaitu sesak napas terutama
saat berktivitas, tidur telentang, mudah lelah, batuk atau wheezing terutama saat beraktivitas atau
berbaring, bengkak pada kaki. Klasifikasi gagal jantung menurut New York Heart Association
(NYHA) :
1.
Tidak ada pembatasan aktivitas fisik. Aktivitas fisik biasa tidak menyebabkan kelelahan
berlebihan, palpitasi, dispneu atau nyeri angina.
2.
Pembatasan aktivitas fisik. Merasa nyaman saat beristirahat. Hasil dari aktivitas normal
fisik kelelahan, palpitasi, dispneu dan nyeri angina.
3.
Pembatasan aktivitas fisik, aktifitas fisik ringan menyebabkan kelelahan, palpitasi,
dispneu atau nyeri angina. Merasa nyaman saat istirahat.
4.
Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas fisik apapun. Gejala gagal jantung dapat
muncul saat istirahat.
Pada pasien tidak terdapat gejala decompensasi cordis, seperti sesak napas saat beraktivitas
dan saat pasien berbaring, mudah lelah. Semua pasien yang suspect demam rematik akut (baik
serangan pertama ataupun rekuren) sebaiknya dirawat di rumah sakit. Hal ini bertujuan untuk

11
menegakkan diagnosis, menentukan tata laksana yang tepat dan dapat sekaligus memberikan
edukasi kepada pasien dan orang tua pasien. Penanganan untuk pasien dengan penyakit jantung
rematik antara lain : 2,3, 8

1. Tirah baring
Lama dan tingkat tirah baring tergantung sifat dan keparahan serangan sebagai berikut :3
Aktivitas Arhtritis Karditis minimal Karditis sedang Karditis Berat
Tirah Baring 1 – 2 minggu 2 – 4 minggu 4 – 6 minggu 2 – 4 bulan atau
gagal jantung (-)
Aktivitas dalam 1 – 2 minggu 2 – 4 minggu 4 – 6 minggu 2 - 3 bulan
rumah
Aktivitas luar 2 minggu 2 – 4 minggu 1 – 3 bulan 2 – 3 bulan
rumah
Aktivitas penuh Setelah 6 – 10 Setelah 6 – 10 Setelah 3 – 6 Bervariasi
minggu minggu bulan

Tabel 4. Panduan Aktivitas pada PJR


2. Pemusnahan Streptokokkus dan Pencegahan
Antibiotik digunakan untuk terapi inisiasi dari SGA faringitis untuk mencegah serangan
pertama demam reumatik (profilaksis primer), untuk faringitis streptokokkus berulang, dan
untuk terapi berkelanjutan untuk pencegahan rekurensi demam rematik dan PJR (
profilaksis sekunder). 7
Rekomendasi untuk pencegahan streptokok dari tonsil dan faring sama dengan
rekomendasi yang dianjurkan untuk pengobatan faringitis streptokok, yaitu benzantin
penicillin G, dengan dosis 0,6-1,2 juta IU secara IM yang juga berfungsi sebagai
pencegahan dosis pertama. Terapi infeksi pada pasien dengan infeksi streptococcus adalah
penggunaan penisilin G.1,10
Jika alergi terhadap benzantin penisilin G, dapat diberikan eritromisin 40mg/kgbb/hari
dibagi 2-4 dosis selama 10 hari, Alternatif lain: penisilin V 4 X 250 mg p.o. selama 10
hari.1,7

12
Pada pencegahan sekunder dapat diberikan benzatin benzyl penisilin (benzatin penilisilin
G) dengan ketentuan dosis, bila BB > 30 kg :1,2 juta IU, dan bila BB< 30 kg : 600.000 IU,
diberikan secara injeksi intramuskular setiap 3-4 minggu.Pilihan lainnya pada pencegahan
sekunder adalah penisilin V 2x 250 mg setiap hari atau eritromisin 2x250 mg setiap hari.
1,10

3. Pengobatan anti nyeri dan anti inflamasi


Manifestasi demam rematik akut (termasuk karditis) biasanya berespon dengan
pemberian terapi anti inflamasi. Aspirin, dengan dosis antiinflamasi merupakan pilihan
utama. Prednisone digunakan ketika terbukti adanya carditis yang memberat dan gagal
jantung terdeteksi. 7

Artritis Karditis ringan Karditis sedang Karditis berat


Prednison - - 2-4 minggu 2-6 minggu
Aspirin 1-2 minggu 2-4 minggu 6-8 minggu 2-4 bulan

Tabel 5. Panduan Obat Anti Inflamasi


Adapun dosis obat anti inflamasi ini adalah :1
Prednison : 2 mg/kgbb/hari dibagi 4 dosis.
Aspirin :100 mg/kgbb/hari, dibagi 4-6 dosis.
Dosis prednison di tappering off pada minggu terakhir pemberian dan mulai diberikan
aspirin. Setelah minggu ke-2 dosis aspirin diturunkan menjadi 60 mg/kgbb/hari.1
Pada pasien diberikan terapi ampisilin 4 x 750 mg IV selama 10 hari (tahun 2013), yang
kemudian dilanjutkan dengan Benzatin Peniliciln G 1,2 juta IU/ IM tiap bulan. Pasien juga di
berikan prednisone oral 70 mg/hari selama 10 hari dibagi dalam 4 dosis, yaitu 4 tablet di pagi hari,
4 tablet di siang hari, 3 tablet di sore hari dan 3 tablet di malam hari (tahun 2013).
Tujuan utama dari manajemen jangka panjang PJR adalah mencegah terjadinya rekurensi,
dan dengan demikian mencegah progresi, dan pada banyak kasus terjaadi resolusi dari penyakit
jantung. Hal ini bisa dicapai dengan pemberian profilaksis sekunder jangka panjang yaitu penisilin
G yang diberikan IM setiap 28 hari. Karditis pada episode pertama demam rematik biasanya ringan
dan pada profilaksis sekunder tidak terjadi atau terdeteksi penyakit setelah 5-10 tahun atau setelah
mencapai 21 tahun. Mereka dengan presentasi karditis sedang hingga berat memiliki hasil akhir

13
yang juga buruk, dan butuh intervensi bedah. Profilaksis sekunder ini butuh tingkat kepatuhan
yang tinggi karena harus diberikan setiap bulan.2 Pasien pada kasus ini menggunakan terapi
benzantin penisilin 1,2 juta IU/IM yang diberikan setiap 1 bulan. Sebenarnya bisa juga pasien
diterapi dengan penisilin prokain namun pasien harus diterapi setiap hari. Dengan
mempertimbangkan kenyamanan pasien dan tingkat kepatuhan maka diputuskan untuk diberikan
benzantin penisilin untuk profilaksis sekunder pasien.
Pasien PJR yang menunjukan gejala klinis gagal jantung dapat diberikan captopril dan
furosemid. Dapat juga diberikan terapi vasodilator, untuk mengurangi dilatasi ventrikel kiri, dan
fraksi dari regurgitasi, juga mengurangi progresifitas dilatasi ventrikel kiri, serta dapat membantu
mengurangi risiko pembedahan. Dosis furosemide adalah 0,5-1 mg/KgBB/hari diberikan 1-3 kali
pemberian. Sedangkan dosis captopril yaitu initial dose 0,1 mg/kgBB/hari diberikan dalam 1-2
pemberian, kemudian dinaikkan secara bertahap setelah 2 minggu menjadi 0,5-1 mg/kgBB/kali
dalam 2-3 kali pemberian.
Prognosis demam rematik akut tergantung pada beratnya kerusakan jantung yang
permanen. Karditis dapat sembuh spontan, terutama pada episode pertama dan jika pemberian
profilaksis dipatuhi. Tingkat keparahan kelainan jantung bertambah setiap kali ada serangan ulang
demam rematik. Prognosis pada pasien ini adalah dubia ad bonam, akibat serangan karditis adalah
episode pertama, dan pada pasien tidak terjadi decompensasi cordis. 1
IV. Kesimpulan
Telah dilaporkan kasus penyakit jantung rematik pada anak laki-laki usia 13 tahun.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Saat ini pasien sudah menerima pengobatan di Poli anak RSUD W.Z Johannes dan diterapi dengan
benzantin penisilin 1,2 juta IU/IM yang harus dilakukan sekali tiap 28 hari.

DAFTAR PUSTAKA

14
1. Rahmawaty NK, dkk. Faktor Risiko Serangan Berulang Demam Rematik/Penyakit Jantung
Rematik. Sari Pediatri. , Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. 2012
2. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Demam Rematik Akut. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan
Dokter Anak Indonesia. Jakarta. 2011
3. Jonathan C, dkk. The Australian guideline for prevention, diagnosis and management of
acute rheumatic fever and rheumatic heart disease. 2nd ed. Australia. 2012
4. Turi BS. Rheumatic fever. Braunwald’s heart disease a textbook of cardiovascular
medicine. Saunders Elsevier .Philadelphia. 2007
5. Samik W. Kardiologi anak: penyakit jantung kongenital yang tidak sianotik. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta. 2009
6. Kliegman RM, dkk. Rheumatic heart disease. Nelson text book of pediatric. Edisi ke-19.
Saunders Elsevier. Philadelphia. 2011
7. Chin KT. Pediatric Rheumatic Heart Disease. 2017
8. Durke A. Pathology of Rheumatic Heart Disease. 2015

15

Anda mungkin juga menyukai