Anda di halaman 1dari 33

Presentasi Kasus

G3P2A0 hamil 38 minggu inpartu kala I fase laten dengan ketuban


pecah dini 11 jam janin tunggal hidup presentasi kepala

Oleh:
Chandra Gunawan Sihombing, S.Ked

Pembimbing:
Dr. Dian Difla Riani, Sp.OG

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RSUD DR. M. YUNUS BENGKULU
UNIVERSITAS BENGKULU
2017
2

HALAMAN PENGESAHAN

Presentasi Kasus

Judul
G3P2A0 hamil 38 minggu inpartu kala I fase laten dengan ketuban pecah dini
11 jam janin tunggal hidup presentasi kepala

Oleh :

Chandra Gunawan Sihombing, S. Ked

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Obstetri dan Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Bengkulu Rumah Sakit Dr. M. Yunus Bengkulu

Bengkulu, November 2017

Dr. Dian Difla Riani, Sp. OG


3

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus
dengan judul “G3P2A0 hamil 38 minggu inpartu kala I fase laten dengan
ketuban pecah dini 11 jam janin tunggal hidup presentasi kepala”. Di
kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada Dr. Dian Difla Riani, Sp.OG selaku pembimbing yang telah membantu
penyelesaian penyusunan laporan kasus ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini
masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, semua
saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.
Demikianlah penulisan laporan kasus ini, semoga bermanfaat untuk
penulis dan orang lain.

Bengkulu, November 2017

Penulis
4

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL …………………………………………………… 1


LEMBAR PENGESAHAN ……………………………………………. 2
KATA PENGANTAR………………………………………………….. 3
DAFTAR ISI …………………………………………………………… 4
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………. 5
BAB II STATUS PASIEN ……………………………………………... 7
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………. 13
BAB IV ANALISIS KASUS …………………………………………… 31
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………… 33
5

BAB I
PENDAHULUAN

Salah satu target Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015 adalah
menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB) dan menurunkan Angka Kematian Ibu
(AKI). Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia tercatat sebesar 22 per 1.000
kelahiran hidup, sedangkan AKI tercatat sebesar 132 per 100.000 kelahiran hidup.
Di Provinsi Bengkulu sendiri, AKI pada tahun 2015 masih di atas rata-rata
nasional sebesar 162 per 100.000.1
Ketuban pecah dini (KPD) merupakan masalah penting dalam obstetri
berkaitan dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya infeksi
korioamnionitis sampai sepsis, yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas
perinatal dan menyebabkan infeksi ibu.2 Ketuban pecah dini (KPD) atau ketuban
pecah sebelum waktunya (KPSW) atau Premature Rupture of The Membrane
(PROM) adalah ketuban yang pecah spontan 1 jam atau lebih sebelum dimulainya
persalinan.3
Insidensi ketuban pecah dini terjadi 10% pada semua kehamilan. Pada
kehamilan aterm insidensinya bervariasi 6-19%, sedangkan pada kehamilan
preterm insidensinya 2% dari semua kehamilan. Hampir semua ketuban pecah
dini pada kehamilan preterm akan lahir sebelum aterm atau persalinan akan terjadi
dalam satu minggu setelah selaput ketuban pecah. 70% kasus ketuban pecah dini
terjadi pada kehamilan cukup bulan, sekitar 85% morbiditas dan mortalitas
perinatal disebabkan oleh prematuritas, ketuban pecah dini berhubungan dengan
penyebab kejadian prematuritas dengan insidensi 30-40%.3
Ada tiga komplikasi utama yang terjadi pada ketuban pecah dini adalah
peningkatan morbiditas dan mortalitas neonatal oleh karena prematuritas,
komplikasi selama persalinan dan kelahiran yaitu resiko resusitasi, dan yang
ketiga adanya risiko infeksi baik pada ibu maupun janin. Risiko infeksi karena
ketuban yang utuh merupakan barier atau penghalang terhadap masuknya
penyebab infeksi.1 Kejadian ketuban pecah dini dapat menimbulkan beberapa
6

masalah bagi ibu maupun janin, misalnya pada ibu dapatmenyebabkan infeksi
puerperalis/masa nifas, dry labour/partus lama, dapat pula menimbulkan
perdarahan post partum, morbiditas dan mortalitas maternal bahkan kematian.4
Winkjosastro mengatakan penatalaksanaan ketuban pecah dini tergantung
pada umur kehamilan dan tanda infeksi intrauterin. Pada umumnya lebih baik
untuk membawa semua pasien dengan ketuban pecah dini ke rumah sakit dan
melahirkan bayi yang usia gestasinya > 37 minggu dalam 24 jam dari pecahnya
ketuban untuk memperkecil resiko infeksi intrauterin.5
7

BAB II
STATUS PASIEN

I. IDENTIFIKASI
a. Nama : Ny. S
b. No. RM : 753757
c. MRS : 03 Oktober 2017 (03.00 WIB)
d. Umur : 32 tahun
e. Alamat : Pagar Dewa Kota Bengkulu
f. Suku : Sumatera
g. Bangsa : Indonesia
h. Agama : Islam
i. Pekerjaan : Ibu rumah tangga
j. Pendidikan : SMP

II. ANAMNESIS
Keluhan utama
Mau melahirkan dengan keluar air-air

Riwayat perjalanan penyakit


Sejak ± 11 jam SMRS,pasien mengeluh perut mules menjalar ke pinggang
hilang timbul, makin lama makin sering dan kuat, riwayat keluar air-air dari
kemaluan (+), keruh (+), bau (-), banyaknya ±3 kali ganti kain basah,
riwayat keluar darah dan lendir (-), riwayat keputihan (+), bau (-), gatal (-),
warna putih. Riwayat trauma (-), riwayat post coital (+) 1 minggu yang lalu,
riwayat sakit gigi (-) gusi bengkak (-), riwayat demam (-), BAK sedikit (+),
riwayat nyeri saat berkemih (+), tidak ada keluhan BAB, riwayat minum
obat dan jamu (-). Pasien mengaku hamil cukup bulan dan gerakan janin
masih dirasakan.
8

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat darah tinggi : tidak ada
Riwayat kejang di kehamilan sebelumnya. : tidak ada
Riwayat asma : tidak ada
Riwayat kencing manis : tidak ada
Riwayat penyakit jantung : tidak ada
Riwayat operasi : tidak ada

Riwayat Penyakit dalam Keluarga


Riwayat darah tinggi : tidak ada
Riwayat kejang pada kehamilan . : tidak ada
Riwayat asma : tidak ada
Riwayat kencing manis : tidak ada
Riwayat penyakit jantung : tidak ada

Status sosial ekonomi : sedang


Status reproduksi : menarche 15 tahun, siklus teratur, 28 hari, lama 5
hari, HPHT 5 Januari 2017
Status perkawinan : menikah 1x lama 14 tahun
Status persalinan :
1. 2004, laki-laki, bidan, spontan, BBL 3500 g, sehat.
2. 2010, laki-laki, bidan, spontan, BBL 3200 g, sehat.
3. Hamil ini

III. PEMERIKSAAN FISIK


a. Status generalis
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah :120/80 mmHg
Resp rate : 20 x/menit
Nadi : 80 x/menit
9

BB : 65 kg
TB : 160 cm
Suhu : 36,5ºC

b. Keadaan khusus
Kepala : normochepali
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Mulut : bibir pucat (-)
Leher : pembesaran KGB(-), JVP 5-2 cmH20, massa (-)
Paru
Inspeksi : gerakan dada simetris kanan dan kiri
Palpasi : stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : vesikuler (+) normal, wheezing (-), ronki (-)
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordi tidak teraba
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : BJ I-II normal, HR 80x/menit, ,murmur (-), gallop
(-)
Abdomen
Status Obstetri
- Pemeriksaan Luar : FUT 3 jbpx (31cm), memanjang, puka, kepala,
penurunan 5/5, his 2x/10’/25”, DJJ 144 x/menit, TBJ 2705 g
- VT: portio lunak, medial, eff 50%, Ø 3 cm, kepala, H I-II, ketuban
(-), jernih, bau (-), lakmus tes (+) merah ke biru, E/L/P (-)
- Inspekulo : portio livide, OUE terbuka 3 cm, fluor (-), fluksus (+),
ketuban tak ada, E/L/P (-)
10

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


USG:
- Tampak JTH preskep
- Biometri: BPD: 9,2 cm AC: 34,14 EFW: 2825 gram
HC: 31,5 cm FC: 7,24
- Ketuban cukup, AFI 8,5 cm
- Plasenta di corpus anterior
Kesimpulan: Hamil 38 minggu JTH preskep

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hematologi
Haemoglobin 10.00 g/dl 11.40-15.00
Leukosit 15.600 mm3 4700-10000
Trombosit 306.000 uL 189.000-436.000
Hematokrit 30 % 35-45

V. DIAGNOSIS AWAL
G3P2A0 hamil 38 minggu inpartu kala I fase laten dengan ketuban pecah dini
11 jam janin tunggal hidup presentasi kepala.

VI. TERAPI AWAL


Observasi tanda vital ibu, DJJ, HIS
Inj. Cefotaxim 1 gram/12 jam IV
IVFD RL + oksitosin 10 IU (drip akselerasi) XXV tpm
Evaluasi dengan partograf WHO modifikasi (fase aktif)
Cek lab H2TL
Rencana partus pervaginam
11

LAPORAN PERSALINAN
Tanggal 3 Oktober 2017
Pukul 08.30 WIB Bukaan lengkap, ibu tampak ingin mengedan kuat
Pimpin persalinan
08.40 WIB Lahir neonatus hidup, ♂, BBL 2900 gr, PB 49 cm, A/S 8/9
FTAGA
08.45 WIB Plasenta lahir lengkap

VII. FOLLOW UP
3/10/2017 S : habis melahirkan Th/
09.00 WIB O : Status present - Observasi tanda vital ibu,
KU : sedang kontraksi, perdarahan
Kes: Compos mentis - Cek lab post partum
TD: 110/70 mmHg - IVFD RL XX gtt/m
N : 78 x/m - Cefadroxil 2 x 500 mg tab PO
P : 24 x/m - Asam Mefenamat 3 x 500 mg
S : 36,8oC tab PO
- Vit. B kompleks 1 x 1 tab PO
PL : fundus uteri 2 jari di - Mobilisasi dini
bawah pusat, kontraksi uterus - ASI on demand
baik, perdarahan aktif (-), - Vulva hygiene pagi dan sore
lokhia rubra (+), vulva tenang.

A/ P3A0 post partus spontan,


neonatus lahir hidup laki-laki,
BBL 2900 gr, PB 49 cm, A/S
8/9 FTAGA
4/10/2017 S : habis melahirkan - Aff infus
10.00 WIB O : Status present - Cefadroxil 2 x 500 mg tab PO
KU : sedang - Asam Mefenamat 3 x 500 mg
HB: 9,9gr/dl Kes: Compos mentis tab PO
TD: 110/70 mmHg - Vit B kompleks 1 x 1 tab PO
N : 80 x/m - ASI on demand
P : 20 x/m - Vulva hygiene pagi dan sore
S : 36,7oC

PL : fundus uteri 2 jari di


bawah pusat, kontraksi uterus
baik, perdarahan aktif (-),
lokhia rubra (+), vulva tenang.

A/ P3A0 post partus spontan,


neonatus lahir hidup laki-laki,
BBL 2900 gr, PB 49 cm, A/S
12

8/9 FTAGA

KU pasien baik, pasien boleh


pulang

VIII. PROGNOSIS
Ibu : Dubia ad bonam
Janin : Dubia ad bonam
13

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Selaput Ketuban


3.1.1 Anatomi dan histologi
Selaput ketuban (selaput janin) terdiri dari amnion dan korion. Amnion
adalah membran janin paling dalam dan berdampingan dengan cairan amnion.
Struktur avaskular khusus ini memiliki peran penting dalam kehamilan pada
manusia. Amnion adalah jaringan yang menentukan hampir semua kekuatan
regang membran janin. Dengan demikian, pembentukan komponen-komponen
amnion yang mencegah ruptur atau robekan sangatlah penting bagi keberhasilan
kehamilan.4 Lapisan amnion tidak mengandung saraf dan pembuluh darah,
sehingga bahan nutrisi yang dibutuhkan janin disediakan oleh cairan ketuban.
Walaupun lapisan amnion hanya mengisi sekitar 20% ketebalan selaput ketuban,
namun sangat dominan dalam respon mekanik selaput ketuban.6

Gambar 1. Anatomi selaput ketuban


14

Gambar 2. Lapisan selaput ketuban

3.1.2 Amnion
Selaput amnion manusia dapat dibedakan menjadi lima lapisan yaitu: (1)
epithelium amnoinic, (2) basement membrane, (3) compact layer, (4) fibroblas
layer, dan (5) Spongy layer. Lapisan paling dalam adalah epitel amnion; berada
paling dekat dengan janin. Sel epitel mensekresi kolagen tipe III, IV serta
glikoprotein non-kolagen yaitu laminin, nidogen, fibronektin. Kolagen
daricompact layer disekresi oleh sel-sel mesenkim pada fibroblast layer, yaitu tipe
III, V, VI. Lapisan fibroblast (fibroblast layer) adalah lapisan paling tebal pada
amnion, terdiri dari sel-sel mesenkim dan sebaran sel makrofag dalam matriks
ekstraseluler. Spongy layer/intermediate layer terletak di antara amnion dan
korion dan kaya akan proteoglikan serta mengandung kolagen tipe I, III, dan IV.
Tebal lapisan epithelium amnoinic adalah 20-30 µm, sedangkan tebal lapisan
basement membrane, compact layer, fibroblast layer (amnionic mesoderm) adalah
15-30 µm.8
15

3.1.3 Korion
Korion terdiri dari lapisan lapisan retikuler dan basal membran. Korion
menyerupai membran epitel yang khas dengan polaritas mengarah ke bagian
desidua maternal. Pada kehamilan yang lebih lanjut, vili trofoblas pada lapisan
korion akan mengalami regresi. Di bawah lapisan sitotrofoblas terdapat basal
membran dan jaringan ikat chorionic yang kaya akan fibril kolagen. Kolagen pada
lapisan retikular dan basal membran adalah kolagen tipe I, III, IV, V, dan VI.
Walaupun lapisan korion lebih tebal daripada amnion, namun amnion mempunyai
daya regang yang lebih tinggi dibandingkan korion. Tebal dari lapisan chorionic
mesoderm adalah 15-20µm.8

3.1.3 Volume cairan amnion


Volume cairan amnion pada hamil aterm sekitar 1000-1500 ml, warna
putih , agak keruh, serta mempunyai bau yang khas, agak amis dan manis. Cairan
ini dengan berat jenis 1080, terdiri atas 98% air, sisanya terdiri atas garam
anorganik serta bahan organik dan bila diteliti benar, terdapat rambut lanugo, sel-
sel epitel dan verniks kaseosa.2

3.2 Ketuban Pecah Dini


3.2.1 Definisi
Ketuban pecah dini (amniorrhexis - Premature Rupture of Membrane,
PROM) merupakan keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum terjadi proses
persalinan. Namun, apabila ketuban pecah dini sebelum usia kehamilan 37
minggu, maka disebut sebagai ketuban pecah dini pada kehamilan prematur atau
Preterm Premature Rupture of Membrane (PPROM) – preterm amniorrhexis.2
Beberapa definisi terkait tentang ketuban pecah dini adalah sebagai
berikut:3
a. Ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW) atau ketuban pecah dini
(KPD) atau ketuban pecah prematur (KPP) adalah keluarnya cairan
dari jalan lahir/vagina sebelum proses persalinan.
16

b. Ketuban pecah prematur atau pecahnya membran khorio-amniotik


sebelum onset persalinan atau disebut juga Premature Rupture of
Membrane/Prelabour Rupture of Membrane / PROM.
c. Ketuban pecah prematur pada preterm yaitu pecahnya membran
khorio-amniotik sebelum onset persalinan pada usia kehamilan kurang
dari 37 minggu atau disebut juga Preterm Premature Rupture of
Membrane / Preterm Prelabour Rupture of Membrane / PPROM.

3.2.2 Epidemiologi
Ketuban pecah dini adalah salah satu komplikasi kehamilan yang paling
sering ditemui. Dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan, angka kejadian
ketuban pecah dini didapatkan hasil yang bervariasi.Insiden terjadinya ketuban
pecah dini sekitar 10% sampai 12% dari semua kehamilan dan didapatkan 20%
dari kehamilan tersebut bayinya prematur.2
Namun, penelitian lain menyatakan bahwa insiden terjadinya ketuban
pecah dini adalah 6%-19% dari semua kehamilan, dengan yang ketuban pecah
dini usia kehamilan prematur/PPROM adalah sebesar 2% kehamilan.3

3.2.3 Etiologi
Meskipun banyak publikasi tentang ketuban pecah dini (KPD), namun
penyebabnya secara langsung masih belum diketahui dan tidak dapat ditentukan secara
pasti. Beberapa laporan menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat dengan
ketuban pecah dini, namun faktor-faktor yang lebih berperan sulit diketahui. Faktor-
faktor predisposisi itu antara lain adalah:
1. Inkompetensia serviks
Inkompetensia serviks adalah istilah untuk meyebutkan kelainan pada
otot-otot leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah,
sehingga sedikit membuka di tengah-tengah kehamilan karna tidak
mampu menahan desakan janin yang semakin besar. Serviks memiliki
suatu kelainan antomi yang nyata, yang bisa disebabkan laserasi
sebelumnya melalui ostium uteri atau merupakan suatu kelainan
17

kongenital pada serviks sehingga memungkinkan terjadinya dilatasi


berlebihan tanpa perasaan nyeri dan mules dalam masa kehamilan
trimester kedua atau awal trimester ketiga yang diikuti dengan
penonjolan dan robekan selaput janin serta keluarnya hasil konsepsi.8
2. Peninggian tekanan intrauterin
Tekanan intrauterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan
dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini, misalnya:
a. Trauma: hubungan seksual, pemeriksaan dalam, amniosintesis
Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual saat hamil baik dari
frekuensi yang lebih dari 3 kali seminggu, posisi koitus yaitu suami
diatas dan penetrasi penis yang sangat dalam sebesar 37,50% memicu
terjadinya ketuban pecah dini, pemeriksaan dalam, maupun
amnosintesis dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini karena
biasanya disertai infeksi.
b. Gamelli.
Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dua janin atau lebih.
Pada kehamilan gamelli terjadi distensi uterus berlebihan,
sehingga menimbulkan adanya ketegangan rahim secara
berlebihan. Hal ini terjadi karena jumlahnya berlebih, isi rahim
yang lebih besar dan kantung (selaput ketuban) relatif kecil
sedangkan di bagian bawah tidak ada yang menahan sehingga
mengakibatkan selaput ketuban tipis dan mudah pecah.9
3. Hidramnion
Fisiologi selaput ketuban yang abnormal atau bisa juga karena
volume air ketuban yang abnormal, misalnya pada kasus
hidramnion/polihidramnion yaitu jumlah cairan ketuban lebih dari
2000 cc. Pada keadaan normal, jumlah rata-rata cairan ketuban adalah
1.000 cc. Hidramnion bisa terjadi bila pengaliran air ketuban
bertambah, bisa juga bila pengaliran air ketuban terganggu atau
kedua-duanya. Air ketuban dibentuk dari sel-sel amnion. Air ketuban
yang dibentuk, secara rutin dikeluarkan dan diganti dengan yang baru.
18

Salah satu cara pengeluaran air ketuban ialah ditelan oleh janin,
diabsorpsi oleh usus kemudian dialirkan ke plasenta untuk akhirnya
masuk peredaran darah ibu. Ekskresi air ketuban akan terganggu bila
janin tidak bisa menelan seperti pada atresia esophagus atau tumor-
tumor plasenta. Hidramnion dapat memungkinkan ketegangan rahim
meningkat, sehingga membuat selaput ketuban pecah sebelum
waktunya.
4. Makrosomia
Makrosomia adalah berat badan neonatus >4000 gram. Kehamilan
dengan makrosomia menimbulkan distensi uterus yang meningkat
atau over distensi dan menyebabkan selaput tekanan pada intrauerin
bertambah sehingga menekan selaput ketuban, menyebabkan selaput
ketuban menjadi teregang, tipis, dan kekuatan membran menjadi
berkurang, menimbulkan selaput ketuban mudah pecah.9
5. Kelainan letak
Kelainan letak misalnya lintang, sehingga tidak ada bagian terendah
yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi
tekanan terhadap membran bagian bawah.8
6. Penyakit infeksi
Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun
ascenden dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa
menyebabkan terjadinya KPD. Penelitian menunjukkan infeksi
sebagai penyebab utama ketuban pecah dini. Membrana
khorioamniotik terdiri dari jaringan viskoelastik. Apabila jaringan ini
dipacu oleh persalinan atau infeksi maka jaringan akan menipis dan
sangat rentan untuk pecah disebabkan adanya aktivitas enzim
kolagenolitik. Infeksi merupakan faktor yang cukup berperan pada
persalinan preterm dengan ketuban pecah dini. Grup B streptococcus
mikroorganisme yang sering menyebabkan amnionitis.8
19

7. Riwayat ketuban pecah dini sebelumnya


Riwayat ketuban pecah dini sebelumnya beresiko 2-4 kali mengalami
ketuban pecah dini kembali. Wanita yang mengalami ketuban pecah dini
pada kehamilan atau menjelang persalinan maka pada kehamilan berikutnya
wanita yang telah mengalami ketuban pecah dini akan lebih beresiko
mengalaminya kembali antara 3-4 kali dari pada wanita yang tidak
mengalami ketuban pecah dini sebelumnya, karena komposisi membran
yang menjadi mudah rapuh dan kandungan kolagen yang semakin menurun
pada kehamilan berikutnya.4
8. Stres maternal dan stres fetal
Beban psikologik yang ditanggung oleh ibu dapat mengakibatkan
gangguan perkembangan janin. Stresor yang banyak baik stresor
internal maupun stresor eksternal dapat mengakibatkan depresi pada
ibu hamil, maka kemungkinan besar motivasi ibu untuk menjaga
kehamilannya juga akan merurun.11
Perlakuan seperti itu terhadap kehamilan sudah dapat dipastikan akan
menimbulkan banyak masalah dan komplikasi salah satunya adalah
terjadinya persalinan prematur. Stres pada ibu dapat meningkatkan
kadar katekolamin dan kortisol yang akan mengaktifkan placental
corticotrophin releasing hormone dan mempresipitasi persalinan
melalui jalur biologis. Stres juga mengganggu fungsi imunitas yang
dapat menyebabkan reaksi inflamasi atau infeksi intraamnion dan
akhirnya merangsang proses persalinan.12

3.2.4 Patogenesis
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi
uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah
tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior
rapuh, bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh. Perubahan struktur, jumlah sel,
dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas kolagen berubah dan
menyebabkan selaput ketuban pecah.13
20

Salah satu faktor resiko terjadinya ketuban pecah dini adalah berkurangnya
asam askorbik sebagai komponen kolagen atau kekurangan tembaga dan asam
askorbik yang berakibat pertumbuhan struktur yang abnormal. Degradasi kolagen
dimediasi oleh MMP yang dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor
protease.
Mendekati waktu persalinan, keseimbangan antara MMP dan TIMP-1
mengarah pada degradasi proteolitik dari matriks ekstraselular dan membran janin.
Aktivitas degradasi proteolitik ini meningkat menjelang persalinan. Pada penyakit
periodontitis dengan adanya peningkatan MMP, cenderung akan terjadi ketuban
pecah dini.13
Beberapa faktor klinis yang dapat menyebabkan terjadinya degradasi
kolagen adalah :
1. Infeksi
Infeksi urogenitalia merupakan salah satu infeksi yang dapat
mengakibatkan rupturnya selaput ketuban. Infeksi intrauterin akan memicu
degradasi matriks ekstraselular oleh protease yang melemahkan selaput
ketuban dan menimbulkan respon inflamasi dari host. Kedua proses ini
merangsang produksi prostaglandin pada selaput ketuban sehingga terjadi
iritabilitas uterus. Dari beberapa penelitian didapatkan bahwa penyebab
infeksi urogenitalia terbanyak disebabkan oleh E.coli. Ada beberapa jalur
penyebaran bakteri yang mengawali ketuban pecah dini adalah secara
ascenden dari saluran urogenital melalui serviks, secara hematogen
melalui plasenta dan secara iatrogenik melalui pemeriksaan amniosintesis.
21

Gambar 3. Mekanisme persalinan prematur akibat infeksi

Gambar 4. Mekanisme reaksi inflamasi pada selaput ketuban

2. Hormonal14
Mengidentifikasi peran dari progesteron dan estradiol dalam menghambat
pembentukan ulang matriks ekstraseluler jaringan reproduksi yang
22

dilakukan pada babi dan kelinci. Progesteron dan estradiol dapat


menurunkan konsentrasi MMP-1 dan MMP-3 serta dapat meningkatkan
konsentrasi TIMP pada fibroblas kelinci.
Hormon progesteron dalam konsentrasi yang tinggi dapat menurunkan
produksi fibroblas babi tetapi progesteron dan estradiol dalam konsentrasi
rendah dapat merangsang pembentukan kolagen pada babi yang hamil.

3. Kematian sel yang terprogram (apoptosis)


Kematian sel yang terprogram atau apoptosis telah diimplikasikan pada
pembentukan kembali jaringan reproduksi termasuk serviks dan uterus.
Pada tikus yang hamil 21 hari, sel-sel epitel amniotik mengalami apoptosis
pada awal persalinan. Kematian sel ini timbul mengikuti awal terjadinya
degradasi matriks ekstraselular. Hal ini menunjukkan bahwa apoptosis
merupakan akibat dan bukan merupakan sebab terjadinya katabolisme
matriks ekstraselular. Pada kehamilan aterm dengan KPD, amnion dan
korion banyak mengandung sel-sel apoptosis terutama di daerah yang
berdekatan dengan tempat ruptur dibandingkan daerah membran yang lain.
Respon imun dapat mempercepat terjadinya kematian sel pada membran
janin.15
Pada ketuban pecah dini aterm ditemukan sel-sel yang mengalami
kematian sel terpogram (apoptosis) di amnion dan korion terutama
disekitar robekan selaput ketuban. Pada korioamnionitis telihat sel yang
mengalami apoptosis melekat dengan granulosit, yang menunjukkan
respon imunologis mempercepat terjadinya kematian sel. Kematian sel
yang terprogram ini terjadi setelah proses degradasi matriks ekstraseluler
dimulai yang menunjukkan bahwa apoptosis merupakan akibat dan bukan
penyebab degradasi tersebut. Namun, mekanisme regulasi dari apoptosis
ini belum diketahui dengan jelas.
Peningkatan apoptosis sel amnion pada ibu hamil yang menyebabkan
terjadinya ketuban pecah dini kemungkinan besar disebabkan oleh adanya
infeksi dan berhubungan dengan endonuclease-G karena adanya hambatan
23

pada jalur caspade dependent. Pada keadaan sel yang mengalami infeksi
atau stres, biasanya jalur apoptosis klasik atau caspade dependent pathway
tidak berjalan, sehingga diduga mekanisme apoptosis yang terjadi melalui
jalur yang lain yang disebut caspade independent pathway. Parameter
yang digunakan untuk mengetahui terjadinya peningkatan apoptosis
melalui jalur caspade independent pathway adalah endonuclease-G , hal
ini disebabkan faktor endonuclease-G ini muncul paling awal dan
dominan sebagai bentuk respon adanya apoptosis melalui caspade
independent.16

4. Keregangan membran
Overdistensi uterus terutama pada polihidramnion dan kehamilan
multifetus menyebabkan keregangan membran serta meningkatkan resiko
ketuban pecah dini. Mekanisme keregangan membran janin mengatur
beberapa faktor amniotik termasuk PGE2 dan IL-8. Keregangan ini juga
dapat meningkatkan aktivitas MMP-1 pada membran. Prostaglandin E2
meningkatkan iritabilitas uterus, mengurangi sintesa kolagen membran
janin, dan meningkatkan produksi MMP-1 dan MMP-3. Interleukin-8
dihambat oleh progesteron pada trimester kedua kehamilan. Produksinya
dalam cairan amnion akan meningkat selama trimester ketiga.
Produksi kedua substrat ini diakibatkan oleh perubahan biokimia pada
membran janin yang dimulai oleh keregangan membran.15
Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Pada trimester ketiga
selaput ketuban mudah pecah. Melemahnya kekuatan selaput ketuban ada
hubungannya dengan pembesaran uterus, kontraksi rahim, dan gerakan
janin. Pada trimester terakhir terjadi perubahan biokimia pada selaput
ketuban. Pecahnya ketuban pada kehamilan aterm merupakan hal
fisiologis.13
24

3.1.5 Gejala Klinis


Tanda dan gejala yang selalu ada ketika terjadi ketuban pecah dini adalah
keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina, cairan vagina berbau amis dan tidak
seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut masih merembes atau menetes, disertai
dengan demam/menggigil, juga nyeri pada perut, keadaan seperti ini dicurigai mengalami
amnionitis.9
Ada pula tanda dan gejala yang tidak selalu ada (kadang-kadang) timbul pada
ketuban pecah dini seperti ketuban pecah secara tiba-tiba, kemudian cairan tampak
diintroitus dan tidak adanya his dalam satu jam. Keadaan lain seperti nyeri uterus, denyut
jantung janin yang semakin cepat serta perdarahan pervaginam sedikit tidak selalu
dialami ibu dengan kasus ketuban pecah dini. Namun, harus tetap diwaspadai untuk
mengurangi terjadinya komplikasi pada ibu maupun janin.9

3.1.6 Diagnosis
Mendiagnosis ketuban pecah dini dapat dengan berbagai cara. Pertama,
dengan melakukan anamnesis yang baik dan teliti kapan mulai keluar air,
jumlahnya, merembes atau tiba-tiba banyak, konsistensinya encer atau kental dan
baunya.
Gejala klinis dan diagnosis dapat juga ditegakkan dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik antara lain16:
1. Anamnesis:
a. Kapan keluarnya cairan, warna dan baunya
b. Adakah partikel-partikel dalam cairan (lanugo dan verniks).
2. Inspeksi: keluar cairan pervaginam
3. Inspekulo: bila fundus uteri ditekan atau bagian terendah
digoyangkan, keluar cairan dari osteum uteri internum (OUI).
4. Pemeriksaan dalam:
a. Ada cairan dalam vagina.
b. Selaput ketuban sudah pecah.
Catatan:
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada ketuban pecah dini adalah:
25

1. Saat ketuban pecah ditentukan berdasarkan anamnesis diketahui pasti


kapan ketuban pecah.
2. Bila anamnesis tidak dapat memastikan kapan ketuban pecah, maka
saat ketuban pecah adalah saat penderita masuk rumah sakit.
Bila berdasarkan anamnesis pasti bahwa ketuban sudah pecah > 12
jam, maka dikamar bersalin dilakukan observasi selama dua jam. Bila
setelah dua jam tidak ada tanda-tanda inpartu dilakukan terminasi
kehamilan16

Kemudian dengan melakukan pemeriksaan fisik, sebagai berikut16:


- Semua wanita dengan keluhan keluar air pervaginam harus dilakukan
pemeriksaan inspekulo steril. Pemeriksaan serviks mungkin
memperlihatkan keluarnya cairan amnion dari lubang serviks.
- Jika meragukan apakah cairan berasal dari lubang serviks atau cairan
pada forniks posterior vagina, dilakukan pemeriksaan pH dari cairan
tersebut (cairan amnion akan merubah lakmus menjadi berwarna biru
karena bersifat alkalis). Cairan vagina dalam keadaan normal bersifat
asam. Perubahan pH dapat terjadi akibat adanya cairan amnion, adanya
infeksi bahkan setelah mandi. Tes nitrazine kuning dapat menegaskan
diagnosa dimana indikator pH akan berubah berwarna hitam, walaupun
urine dan semen dapat memberikan hasil positif palsu.
- Melihat cairan yang mengering di bawah mikroskop, cairan amnion
akan menunjukkan fern-like pattern (gambaran daun pakis), walaupun
tes ini sedikit rumit dan tidak dilakukan secara luas.
- Batasi pemeriksaan dalam untuk mencegah ascending infection.
Lakukan vaginal swab tingkat tinggi. Jika curiga terjadi infeksi,
periksa darah lengkap, CRP, dan kultur darah. Berikan antibiotika
spektrum luas.
- Pemeriksaan lebih lanjut seperti USG digunakan untuk melihat organ
interna dan fungsinya, juga menilai aliran darah uteroplasenta. USG
yang menunjukkan berkurangnya volume likuor pada keadaan ginjal
26

bayi yang normal, tanpa adanya IUGR sangat mengarah pada


terjadinya ketuban pecah dini, walaupun volume cairan yang normal
tidak mengeksklusi diagnosis.
- Pada masa yang akan datang, tes seperti cairan prolaktin atau alpha-
fetoprotein, dan penghitungan fibronektin bayi mungkin dapat
menentukan dengan lebih tepat adanya ketuban pecah dini.

3.1.7 Penatalaksanaan
Lakukan penilaian awal pada ibu hamil dan janin, yaitu:
 Memastikan diagnosis
 Menentukan usia kehamilan
 Evaluasi infeksi maternal atau janin, pertimbangkan butuh antibiotik
atau tidak terutama ketuban pecah sudah lama
 Dalam kondisi inpartu ada gawat janin atau tidak

Tatalaksana pada kasus ketuban pecah dini dapat dibagi menjadi dua,
yaitu secara konservatif dan secara aktif.2
a. Konservatif
Jika terjadi PPROM sangat disarankan untuk dirawat di rumah sakit
selama minimal 48 jam untuk diobservasi. Hal ini dikarenakan 48-72
jam merupakan waktu yang rentan untuk terjadi korio-amnionitis. Ada
beberapa pilihan langkah konservatif pada pasien dengan ketuban
pecah dini berdasarkan usia kehamilannya yaitu sebagai berikut :
 Usia gestasi <32 minggu, disarankan dirawat inap, jika air
ketuban masih keluar. Tunggu hingga berhenti, berikan steroid,
antibiotik: observasi kondisi ibu dan janin.
 Usia gestasi 32-37 minggu
o Belum inpartu: steroid, profilaksis antibiotik, observasi tanda
infeksi, dan kesejahteraan janin.
o Sudah ada tanda inpartu: berikan steroid, antibiotik
intrapartum profilaksis, induksi setelah 24 jam.
27

 Usia gestasi >37 minggu, evaluasi infeksi, pertimbangkan


pemberian antibiotik jika ketuban pecah sudah lama, terminasi
kehamilan (pertimbangkan pemberian induksi).

b. Aktif
Kehamilan >37 minggu, induksi dengan oksitosin. Bila gagal lakukan
seksio sesaria. Dapat juga diberikan misoprostol 25µg-50µg
intravaginal setiap 6 jam maksimal 4 kali. Bila ada tanda-tanda infeksi
berikan antibiotik dosis tinggi dan persalinan diakhiri.
1. Bila skor Bishop/ skor pelvik <5, lakukan pematangan serviks,
kemudian induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan
seksio sesaria.
2. Bila skor Bishop/ skor pelvik >5 dilakukan induksi persalinan.

Pemberian antibiotik
Pemberian antibiotik, terutama pada usia gestasi37 minggu, dapat
mengurangi resiko terjadinya korioamnionitis, mengurangi jumlah
kelahiran bayi, dalam 2-7 hari, dan mengurangi morbiditas neonatus. Salah
satu rekomendasi mengenai pemilihan antibiotik antepartum yaitu:
 Ampisilin 1-2 gram IV, setiap 4-6 jam, selama 48 jam
 Eritromisin 250 mg IV, setiap 6 jam, selama 8 jam
 Kemudian lanjutkan dengan 2 terapi oral selama 5 hari, amoksisilin
dan eritromisin (4x250 mg PO). Pada pasien yang alergi penisilin,
diberikan terpai tunggal klindamisin 3x600 mg PO. Sumber lain
mengatakan bahwa pemberian eritromisin pada PPROM hingga 10
hari.

Tokolisis
Tidak direkomendasikan pemberian tokolisis padaa pasien yang
mengalami ketuban pecah dini di usia gestasi <37 minggu (di atas 34
minggu). Pada beberapa penelitian, pemberian tokolitik tidak
28

memperpanjang periode laten (ketuban pecah-persalinan), meingkatkan


luaran janin, atau mengurangi morbiditas neonatus. Pemberian tokolitik di
usia gestasi ≤34 minggu, berfungsi untuk pematangsn paru.

Tatalaksana KPD menurut Manuaba (2012) adalah sebagai berikut:17


1. Mempertahankan kehamilan sampai cukup bulan khususnya maturitas
paru sehingga mengurangi kejadian kegagalan perkembangan paru
yang sehat pada bayi.
2. Dengan perkiraan janin yang sudah cukup besar dan persalinan
diharapkan berlangsung dalam waktu 72 jam dapat diberikan
kortikosteroid sehingga kematangan paru-paru janin dapat terjamin
dengan baik.
3. Pada umur kehamilan 24-32 minggu yang menyebabkan harus
menunggu berat janin agar cukup, perlu dipertimbangkan untuk
melakukan induksi persalinan dengan kemungkinan janin tidak dapat
diselamatkan.
4. Dalam menghadapi kasus KPD, diberikan penjelasan yang sebaik-
baiknya kepada ibu dan pihak keluarga agarpada saat dilakukan
tindakan yang mendadak bisa memberikan pertimbangan untuk
menyelamatkan ibu atau harus mengorbankan janin yang ada
dikandungan ibu.Waktu terminasi pada kehamilan aterm dapat
dianjurkan selang waktu 6-24 jam bila tidak terjadi his spontan
29

Gambar 5. Alur Tatalaksana KPD

3.1.8 Komplikasi
Ada tiga komplikasi utama yang terjadi pada ketuban pecah dini adalah
peningkatan morbiditas dan mortalitas neonatal oleh karena prematuritas,
komplikasi selama persalinan dan kelahiran yaitu resiko resusitasi, dan yang
ketiga adanya risiko infeksi baik pada ibu maupun janin. Risiko infeksi karena
ketuban yang utuh merupakan barrier atau penghalang terhadap masuknya
penyebab infeksi.2
Sekitar tiga puluh persen kejadian mortalitas pada bayi preterm dengan ibu
yang mengalami ketuban pecah dini adalah akibat infeksi, biasanya infeksi saluran
pernafasan (asfiksia). Selain itu, akan terjadi prematuritas. Sedangkan, prolaps tali
pusat dan malpresentrasi akan lebih memperburuk kondisi bayi preterm dan
prematuritas.18
30

Selain itu juga dapat dijumpai perdarahan postpartum, infeksi puerpuralis


(nifas), peritonitis, atonia uteri dan septikemia, serta dry-labor. Ibu akan merasa
lelah karena berbaring di tempat tidur, partus akan menjadi lama, maka suhu
badan naik, nadi cepat dan tampaklah gejala-gejala infeksi.8
31

BAB IV
ANALISIS KASUS

Pasien ini merupakan Ny. S 32 tahun masuk RS tanggal 03 Oktober 2017


dengan keluhan utama mau melahirkan dengan keluar air-air. Sejak ± 11 jam
SMRS, pasien mengeluh perut mules menjalar ke pinggang hilang timbul, makin
lama makin sering dan kuat, riwayat keluar air-air dari kemaluan (+), keruh (+),
bau (-), banyaknya ± 3 kali ganti kain basah, riwayat keluar darah dan lendir (-),
riwayat keputihan (+), bau (-), gatal (-), warna putih. Riwayat trauma (-), riwayat
post coital (+) 1 minggu yang lalu, riwayat sakit gigi (-) gusi bengkak (-), riwayat
demam (-), BAK sedikit (+), riwayat nyeri saat berkemih (+), tidak ada keluhan
BAB, riwayat minum obat dan jamu (-). Pasien mengaku hamil cukup bulan dan
gerakan janin masih dirasakan.
Pada pemeriksaan obstetrikus didapatkan pada pemeriksaan luar : FUT 3
jbpx (31 cm), memanjang, puka, kepala, penurunan 5/5, his 2x/10’/25”, DJJ 144
x/menit, TBJ 2705 gram dan pada pemeriksaan dalam didapatkan portio lunak,
medial, eff 50%, Ø 3 cm, kepala, H I-II, ketuban (-), jernih, bau (-), lakmus tes (+)
merah ke biru, E/L/P (-)
Pada anamnesis didapatkan pasien datang dengan keluhan nyeri perut
menjalar sampai ke pinggang dengan keluar air-air 11 jam SMRS, pasien sudah
inpartu fase laten dengan pembukaan Ø 3 cm. Sesuai dengan pengertian KPD
yaitu keluarnya cairan dari jalan lahir/vagina sebelum proses persalinan, jadi
pasien ini sudah dapat disebut mengalami KPD. Pemeriksaan tambahan dengan
tes lakmus yang menunjukkan perubahan warna merah ke biru juga membuktikan
bahwa pasien ini mengalami KPD.
Ny. S memiliki riwayat masalah dalam BAK yaitu air kencing yang sedikit
dan nyeri saat berkemih. Pada kasus ini, kemungkinan pasien mengalami infeksi
urogenitalia yang merupakan salah satu infeksi yang dapat mengakibatkan
rupturnya selaput ketuban. Membran khorioamniotik terdiri dari jaringan
viskoelastik. Apabila jaringan ini dipacu oleh persalinan atau infeksi maka
32

jaringan akan menipis dan sangat rentan untuk pecah disebabkan adanya aktivitas
enzim kolagenolitik. Infeksi intrauterin akan memicu degradasi matriks
ekstraselular oleh protease yang melemahkan selaput ketuban dan menimbulkan
respon inflamasi dari host. Kedua proses ini merangsang produksi prostaglandin
pada selaput ketuban sehingga terjadi iritabilitas uterus. Pada pasien ini juga
didapatkan riwayat demam. Demam merupakan bentuk reaksi yang menandakan
adanya infeksi didalam tubuh. Riwayat post-coital dalam 1 minggu terakhir juga
menjadi salah satu faktor resiko yang menyebabkan KPD karena dapat
menyebabkan trauma yang menyebabkan inflamasi sehingga prostaglandin
terproduksi, atau infeksi yang mungkin dibawa/disebabkan oleh alat kelamin pria.
Penanganan KPD yang dilakukan pertama observasi tanda vital ibu, DJJ,
dan His untuk selalu memantau kondisi ibu dan janin karena pada ibu dengan
KPD rentan terjadi infeksi yang nantinya bila tidak di observasi dengan baik bisa
menyebabkan kematian bagi ibu dan janin sendiri. Selanjutnya, pemberian Injeksi
Cefotaxim 1 gram/12 jam IV (ST) diperlukan untuk profilaksis terjadinya infeksi
pada ibu dan janin, juga diberikan cairan IVFD RL + oksitosin 10 IU (drip
akselerasi) pemberian drip oksitosin dalam RL perlu untuk akselerasi persalinan
karena pasien sudah dalam kondisi kehamilan aterm sehingga harus segera
diterminasi untuk menghindari komplikasi yang mungkin terjadi akibat KPD.
Selanjutnya, lakukan evaluasi dengan partograf WHO modifikasi dan cek lab DR.
Seharusnya, perlu ditambahkan pemeriksaan penunjang urin rutin, CRP, dan
leukosit esterase yang biasanya bermakna pada KPD.
Prognosis ibu dan bayi pada kasus ini dubia ad bonam karena belum ada
ditemukan komplikasi pada ibu dan bayi. Apabila ditangani dengan baik sesuai
dengan prosedur maka bayi dan ibu dapat diselamatkan.
33

DAFTAR PUSTAKA

1. RMOL Bengkulu. Edisi 04 Agustus 2016; 23:48 WIB. Angka Kematian Ibu
di Bengkulu Diatas Rata Rata Nasional.
http://www.rmolbengkulu.com/read/2016/08/04/1602/. diakses pada tanggal
29 Oktober 2017.
2. Soewarto S. Ketuban Pecah Dini. dalam Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan.
Bagian Ketiga: Patologi Kehamilan, Persalinan, Nifas dan Bayi Baru Lahir.
Edisi Keempat. Cetakan Kedua. Jakarta. PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. 2009. Hal 677-82
3. Oxorn, Harry., Forte, William R. 2003. Ilmu Kebidanan: Patologi dan
Fisiologi Persalinan. Yogyakarta : Penerbit ANDI Hal: 592-604
4. Cunningham, F.Gary, et al. 2007. Williams Obstetrics. 22nd Edition. New
York: McGraw-Hill.p.142
5. Wiknjosastro, GH, Saifuddin, AB dan Rachimhadhi, T. 2006. Ilmu Kebidanan.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, Jakarta
6. Oyen M.L., S.E. Calvin, and R.F. 2004. Cook: Uniaxial stress-relaxation and
stress-strain responses of human amnion. J. Mater. Sci.-Mater. Med. 15, 619
7. Baergen, R.N. 2005. Developmentand histology of the nonvillous portions of
the placenta. In: Baergen, R.N. (ed) Man. Benirschke Kaufmann’s Pathology
of the human placeta. Springer, New York. pp 107-134
8. Manuaba I.B.G., Chandranita Manuaba I.A., Fajar Manuaba I.B.G. (eds).
Pengantar Kuliah Obstetri. Bab 6: Kompilkasi Umum Pada Kehamilan.
Ketuban
9. Saifuddin. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: YBPSP
10. Maria. 2007. Ketuban Pecah Dini Berhubungan Erat dengan Persalinan
Preterm dan Infeksi Intrapartum. Jakarta: EGC
11. Mochtar, Rustam. 2013. Sinopsis Obstetri. Jakarta: Penerbit: EGC . Hal:177;
178.
12. Krisna, dkk. 2009. Prematuritas. Bandung: Refika Aditama
13. Prawirohardjo, Winkjosastro. 2007. Ilmu Kebidanan. Yogyakarta: Yayasan
Bina Pustaka
14. Karat, C., Madhivanan, P., Krupp, K., et al. 2006. The clinical and
microbiological correlates of premature rupture of membranes. Indian J Med
Micro, 24 (4): 283-5
15. Menon, R. 2007. Infection and the role of inflammation in preterm premature
rupture of the membranes. Bpract Res Clin Obstet Gyn, 21(3): 467-478
16. Suwiyoga IK, Budayasa AA, Soetjiningsih. Peranan Faktor Risiko Ketuban
Pecah Dini terhadap Insidens Sepsis Neonatorum Dini pada Kehamilan
Aterm. Cermin Dunia Kedokteran, No 151. 2006. p: 14-17
17. Manuaba, IAC., Manuaba, IBGF., Manuaba, IBG. 2012. Ilmu Kebidanan,
Penyakit Kandungan, dan KB. Edisi 2. Jakarta: EGC. Hal. 281
18. Depkes RI. 2007. Buku Acuan & Panduan Asuhan Persalinan Normal &
Inisiasi Menyusu Dini. Jakarta: JNPK-KR

Anda mungkin juga menyukai