Oleh:
Chandra Gunawan Sihombing, S.Ked
Pembimbing:
Dr. Dian Difla Riani, Sp.OG
HALAMAN PENGESAHAN
Presentasi Kasus
Judul
G3P2A0 hamil 38 minggu inpartu kala I fase laten dengan ketuban pecah dini
11 jam janin tunggal hidup presentasi kepala
Oleh :
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Obstetri dan Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Bengkulu Rumah Sakit Dr. M. Yunus Bengkulu
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus
dengan judul “G3P2A0 hamil 38 minggu inpartu kala I fase laten dengan
ketuban pecah dini 11 jam janin tunggal hidup presentasi kepala”. Di
kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada Dr. Dian Difla Riani, Sp.OG selaku pembimbing yang telah membantu
penyelesaian penyusunan laporan kasus ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini
masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, semua
saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.
Demikianlah penulisan laporan kasus ini, semoga bermanfaat untuk
penulis dan orang lain.
Penulis
4
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu target Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015 adalah
menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB) dan menurunkan Angka Kematian Ibu
(AKI). Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia tercatat sebesar 22 per 1.000
kelahiran hidup, sedangkan AKI tercatat sebesar 132 per 100.000 kelahiran hidup.
Di Provinsi Bengkulu sendiri, AKI pada tahun 2015 masih di atas rata-rata
nasional sebesar 162 per 100.000.1
Ketuban pecah dini (KPD) merupakan masalah penting dalam obstetri
berkaitan dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya infeksi
korioamnionitis sampai sepsis, yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas
perinatal dan menyebabkan infeksi ibu.2 Ketuban pecah dini (KPD) atau ketuban
pecah sebelum waktunya (KPSW) atau Premature Rupture of The Membrane
(PROM) adalah ketuban yang pecah spontan 1 jam atau lebih sebelum dimulainya
persalinan.3
Insidensi ketuban pecah dini terjadi 10% pada semua kehamilan. Pada
kehamilan aterm insidensinya bervariasi 6-19%, sedangkan pada kehamilan
preterm insidensinya 2% dari semua kehamilan. Hampir semua ketuban pecah
dini pada kehamilan preterm akan lahir sebelum aterm atau persalinan akan terjadi
dalam satu minggu setelah selaput ketuban pecah. 70% kasus ketuban pecah dini
terjadi pada kehamilan cukup bulan, sekitar 85% morbiditas dan mortalitas
perinatal disebabkan oleh prematuritas, ketuban pecah dini berhubungan dengan
penyebab kejadian prematuritas dengan insidensi 30-40%.3
Ada tiga komplikasi utama yang terjadi pada ketuban pecah dini adalah
peningkatan morbiditas dan mortalitas neonatal oleh karena prematuritas,
komplikasi selama persalinan dan kelahiran yaitu resiko resusitasi, dan yang
ketiga adanya risiko infeksi baik pada ibu maupun janin. Risiko infeksi karena
ketuban yang utuh merupakan barier atau penghalang terhadap masuknya
penyebab infeksi.1 Kejadian ketuban pecah dini dapat menimbulkan beberapa
6
masalah bagi ibu maupun janin, misalnya pada ibu dapatmenyebabkan infeksi
puerperalis/masa nifas, dry labour/partus lama, dapat pula menimbulkan
perdarahan post partum, morbiditas dan mortalitas maternal bahkan kematian.4
Winkjosastro mengatakan penatalaksanaan ketuban pecah dini tergantung
pada umur kehamilan dan tanda infeksi intrauterin. Pada umumnya lebih baik
untuk membawa semua pasien dengan ketuban pecah dini ke rumah sakit dan
melahirkan bayi yang usia gestasinya > 37 minggu dalam 24 jam dari pecahnya
ketuban untuk memperkecil resiko infeksi intrauterin.5
7
BAB II
STATUS PASIEN
I. IDENTIFIKASI
a. Nama : Ny. S
b. No. RM : 753757
c. MRS : 03 Oktober 2017 (03.00 WIB)
d. Umur : 32 tahun
e. Alamat : Pagar Dewa Kota Bengkulu
f. Suku : Sumatera
g. Bangsa : Indonesia
h. Agama : Islam
i. Pekerjaan : Ibu rumah tangga
j. Pendidikan : SMP
II. ANAMNESIS
Keluhan utama
Mau melahirkan dengan keluar air-air
BB : 65 kg
TB : 160 cm
Suhu : 36,5ºC
b. Keadaan khusus
Kepala : normochepali
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Mulut : bibir pucat (-)
Leher : pembesaran KGB(-), JVP 5-2 cmH20, massa (-)
Paru
Inspeksi : gerakan dada simetris kanan dan kiri
Palpasi : stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : vesikuler (+) normal, wheezing (-), ronki (-)
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordi tidak teraba
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : BJ I-II normal, HR 80x/menit, ,murmur (-), gallop
(-)
Abdomen
Status Obstetri
- Pemeriksaan Luar : FUT 3 jbpx (31cm), memanjang, puka, kepala,
penurunan 5/5, his 2x/10’/25”, DJJ 144 x/menit, TBJ 2705 g
- VT: portio lunak, medial, eff 50%, Ø 3 cm, kepala, H I-II, ketuban
(-), jernih, bau (-), lakmus tes (+) merah ke biru, E/L/P (-)
- Inspekulo : portio livide, OUE terbuka 3 cm, fluor (-), fluksus (+),
ketuban tak ada, E/L/P (-)
10
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hematologi
Haemoglobin 10.00 g/dl 11.40-15.00
Leukosit 15.600 mm3 4700-10000
Trombosit 306.000 uL 189.000-436.000
Hematokrit 30 % 35-45
V. DIAGNOSIS AWAL
G3P2A0 hamil 38 minggu inpartu kala I fase laten dengan ketuban pecah dini
11 jam janin tunggal hidup presentasi kepala.
LAPORAN PERSALINAN
Tanggal 3 Oktober 2017
Pukul 08.30 WIB Bukaan lengkap, ibu tampak ingin mengedan kuat
Pimpin persalinan
08.40 WIB Lahir neonatus hidup, ♂, BBL 2900 gr, PB 49 cm, A/S 8/9
FTAGA
08.45 WIB Plasenta lahir lengkap
VII. FOLLOW UP
3/10/2017 S : habis melahirkan Th/
09.00 WIB O : Status present - Observasi tanda vital ibu,
KU : sedang kontraksi, perdarahan
Kes: Compos mentis - Cek lab post partum
TD: 110/70 mmHg - IVFD RL XX gtt/m
N : 78 x/m - Cefadroxil 2 x 500 mg tab PO
P : 24 x/m - Asam Mefenamat 3 x 500 mg
S : 36,8oC tab PO
- Vit. B kompleks 1 x 1 tab PO
PL : fundus uteri 2 jari di - Mobilisasi dini
bawah pusat, kontraksi uterus - ASI on demand
baik, perdarahan aktif (-), - Vulva hygiene pagi dan sore
lokhia rubra (+), vulva tenang.
8/9 FTAGA
VIII. PROGNOSIS
Ibu : Dubia ad bonam
Janin : Dubia ad bonam
13
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1.2 Amnion
Selaput amnion manusia dapat dibedakan menjadi lima lapisan yaitu: (1)
epithelium amnoinic, (2) basement membrane, (3) compact layer, (4) fibroblas
layer, dan (5) Spongy layer. Lapisan paling dalam adalah epitel amnion; berada
paling dekat dengan janin. Sel epitel mensekresi kolagen tipe III, IV serta
glikoprotein non-kolagen yaitu laminin, nidogen, fibronektin. Kolagen
daricompact layer disekresi oleh sel-sel mesenkim pada fibroblast layer, yaitu tipe
III, V, VI. Lapisan fibroblast (fibroblast layer) adalah lapisan paling tebal pada
amnion, terdiri dari sel-sel mesenkim dan sebaran sel makrofag dalam matriks
ekstraseluler. Spongy layer/intermediate layer terletak di antara amnion dan
korion dan kaya akan proteoglikan serta mengandung kolagen tipe I, III, dan IV.
Tebal lapisan epithelium amnoinic adalah 20-30 µm, sedangkan tebal lapisan
basement membrane, compact layer, fibroblast layer (amnionic mesoderm) adalah
15-30 µm.8
15
3.1.3 Korion
Korion terdiri dari lapisan lapisan retikuler dan basal membran. Korion
menyerupai membran epitel yang khas dengan polaritas mengarah ke bagian
desidua maternal. Pada kehamilan yang lebih lanjut, vili trofoblas pada lapisan
korion akan mengalami regresi. Di bawah lapisan sitotrofoblas terdapat basal
membran dan jaringan ikat chorionic yang kaya akan fibril kolagen. Kolagen pada
lapisan retikular dan basal membran adalah kolagen tipe I, III, IV, V, dan VI.
Walaupun lapisan korion lebih tebal daripada amnion, namun amnion mempunyai
daya regang yang lebih tinggi dibandingkan korion. Tebal dari lapisan chorionic
mesoderm adalah 15-20µm.8
3.2.2 Epidemiologi
Ketuban pecah dini adalah salah satu komplikasi kehamilan yang paling
sering ditemui. Dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan, angka kejadian
ketuban pecah dini didapatkan hasil yang bervariasi.Insiden terjadinya ketuban
pecah dini sekitar 10% sampai 12% dari semua kehamilan dan didapatkan 20%
dari kehamilan tersebut bayinya prematur.2
Namun, penelitian lain menyatakan bahwa insiden terjadinya ketuban
pecah dini adalah 6%-19% dari semua kehamilan, dengan yang ketuban pecah
dini usia kehamilan prematur/PPROM adalah sebesar 2% kehamilan.3
3.2.3 Etiologi
Meskipun banyak publikasi tentang ketuban pecah dini (KPD), namun
penyebabnya secara langsung masih belum diketahui dan tidak dapat ditentukan secara
pasti. Beberapa laporan menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat dengan
ketuban pecah dini, namun faktor-faktor yang lebih berperan sulit diketahui. Faktor-
faktor predisposisi itu antara lain adalah:
1. Inkompetensia serviks
Inkompetensia serviks adalah istilah untuk meyebutkan kelainan pada
otot-otot leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah,
sehingga sedikit membuka di tengah-tengah kehamilan karna tidak
mampu menahan desakan janin yang semakin besar. Serviks memiliki
suatu kelainan antomi yang nyata, yang bisa disebabkan laserasi
sebelumnya melalui ostium uteri atau merupakan suatu kelainan
17
Salah satu cara pengeluaran air ketuban ialah ditelan oleh janin,
diabsorpsi oleh usus kemudian dialirkan ke plasenta untuk akhirnya
masuk peredaran darah ibu. Ekskresi air ketuban akan terganggu bila
janin tidak bisa menelan seperti pada atresia esophagus atau tumor-
tumor plasenta. Hidramnion dapat memungkinkan ketegangan rahim
meningkat, sehingga membuat selaput ketuban pecah sebelum
waktunya.
4. Makrosomia
Makrosomia adalah berat badan neonatus >4000 gram. Kehamilan
dengan makrosomia menimbulkan distensi uterus yang meningkat
atau over distensi dan menyebabkan selaput tekanan pada intrauerin
bertambah sehingga menekan selaput ketuban, menyebabkan selaput
ketuban menjadi teregang, tipis, dan kekuatan membran menjadi
berkurang, menimbulkan selaput ketuban mudah pecah.9
5. Kelainan letak
Kelainan letak misalnya lintang, sehingga tidak ada bagian terendah
yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi
tekanan terhadap membran bagian bawah.8
6. Penyakit infeksi
Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun
ascenden dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa
menyebabkan terjadinya KPD. Penelitian menunjukkan infeksi
sebagai penyebab utama ketuban pecah dini. Membrana
khorioamniotik terdiri dari jaringan viskoelastik. Apabila jaringan ini
dipacu oleh persalinan atau infeksi maka jaringan akan menipis dan
sangat rentan untuk pecah disebabkan adanya aktivitas enzim
kolagenolitik. Infeksi merupakan faktor yang cukup berperan pada
persalinan preterm dengan ketuban pecah dini. Grup B streptococcus
mikroorganisme yang sering menyebabkan amnionitis.8
19
3.2.4 Patogenesis
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi
uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah
tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior
rapuh, bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh. Perubahan struktur, jumlah sel,
dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas kolagen berubah dan
menyebabkan selaput ketuban pecah.13
20
Salah satu faktor resiko terjadinya ketuban pecah dini adalah berkurangnya
asam askorbik sebagai komponen kolagen atau kekurangan tembaga dan asam
askorbik yang berakibat pertumbuhan struktur yang abnormal. Degradasi kolagen
dimediasi oleh MMP yang dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor
protease.
Mendekati waktu persalinan, keseimbangan antara MMP dan TIMP-1
mengarah pada degradasi proteolitik dari matriks ekstraselular dan membran janin.
Aktivitas degradasi proteolitik ini meningkat menjelang persalinan. Pada penyakit
periodontitis dengan adanya peningkatan MMP, cenderung akan terjadi ketuban
pecah dini.13
Beberapa faktor klinis yang dapat menyebabkan terjadinya degradasi
kolagen adalah :
1. Infeksi
Infeksi urogenitalia merupakan salah satu infeksi yang dapat
mengakibatkan rupturnya selaput ketuban. Infeksi intrauterin akan memicu
degradasi matriks ekstraselular oleh protease yang melemahkan selaput
ketuban dan menimbulkan respon inflamasi dari host. Kedua proses ini
merangsang produksi prostaglandin pada selaput ketuban sehingga terjadi
iritabilitas uterus. Dari beberapa penelitian didapatkan bahwa penyebab
infeksi urogenitalia terbanyak disebabkan oleh E.coli. Ada beberapa jalur
penyebaran bakteri yang mengawali ketuban pecah dini adalah secara
ascenden dari saluran urogenital melalui serviks, secara hematogen
melalui plasenta dan secara iatrogenik melalui pemeriksaan amniosintesis.
21
2. Hormonal14
Mengidentifikasi peran dari progesteron dan estradiol dalam menghambat
pembentukan ulang matriks ekstraseluler jaringan reproduksi yang
22
pada jalur caspade dependent. Pada keadaan sel yang mengalami infeksi
atau stres, biasanya jalur apoptosis klasik atau caspade dependent pathway
tidak berjalan, sehingga diduga mekanisme apoptosis yang terjadi melalui
jalur yang lain yang disebut caspade independent pathway. Parameter
yang digunakan untuk mengetahui terjadinya peningkatan apoptosis
melalui jalur caspade independent pathway adalah endonuclease-G , hal
ini disebabkan faktor endonuclease-G ini muncul paling awal dan
dominan sebagai bentuk respon adanya apoptosis melalui caspade
independent.16
4. Keregangan membran
Overdistensi uterus terutama pada polihidramnion dan kehamilan
multifetus menyebabkan keregangan membran serta meningkatkan resiko
ketuban pecah dini. Mekanisme keregangan membran janin mengatur
beberapa faktor amniotik termasuk PGE2 dan IL-8. Keregangan ini juga
dapat meningkatkan aktivitas MMP-1 pada membran. Prostaglandin E2
meningkatkan iritabilitas uterus, mengurangi sintesa kolagen membran
janin, dan meningkatkan produksi MMP-1 dan MMP-3. Interleukin-8
dihambat oleh progesteron pada trimester kedua kehamilan. Produksinya
dalam cairan amnion akan meningkat selama trimester ketiga.
Produksi kedua substrat ini diakibatkan oleh perubahan biokimia pada
membran janin yang dimulai oleh keregangan membran.15
Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Pada trimester ketiga
selaput ketuban mudah pecah. Melemahnya kekuatan selaput ketuban ada
hubungannya dengan pembesaran uterus, kontraksi rahim, dan gerakan
janin. Pada trimester terakhir terjadi perubahan biokimia pada selaput
ketuban. Pecahnya ketuban pada kehamilan aterm merupakan hal
fisiologis.13
24
3.1.6 Diagnosis
Mendiagnosis ketuban pecah dini dapat dengan berbagai cara. Pertama,
dengan melakukan anamnesis yang baik dan teliti kapan mulai keluar air,
jumlahnya, merembes atau tiba-tiba banyak, konsistensinya encer atau kental dan
baunya.
Gejala klinis dan diagnosis dapat juga ditegakkan dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik antara lain16:
1. Anamnesis:
a. Kapan keluarnya cairan, warna dan baunya
b. Adakah partikel-partikel dalam cairan (lanugo dan verniks).
2. Inspeksi: keluar cairan pervaginam
3. Inspekulo: bila fundus uteri ditekan atau bagian terendah
digoyangkan, keluar cairan dari osteum uteri internum (OUI).
4. Pemeriksaan dalam:
a. Ada cairan dalam vagina.
b. Selaput ketuban sudah pecah.
Catatan:
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada ketuban pecah dini adalah:
25
3.1.7 Penatalaksanaan
Lakukan penilaian awal pada ibu hamil dan janin, yaitu:
Memastikan diagnosis
Menentukan usia kehamilan
Evaluasi infeksi maternal atau janin, pertimbangkan butuh antibiotik
atau tidak terutama ketuban pecah sudah lama
Dalam kondisi inpartu ada gawat janin atau tidak
Tatalaksana pada kasus ketuban pecah dini dapat dibagi menjadi dua,
yaitu secara konservatif dan secara aktif.2
a. Konservatif
Jika terjadi PPROM sangat disarankan untuk dirawat di rumah sakit
selama minimal 48 jam untuk diobservasi. Hal ini dikarenakan 48-72
jam merupakan waktu yang rentan untuk terjadi korio-amnionitis. Ada
beberapa pilihan langkah konservatif pada pasien dengan ketuban
pecah dini berdasarkan usia kehamilannya yaitu sebagai berikut :
Usia gestasi <32 minggu, disarankan dirawat inap, jika air
ketuban masih keluar. Tunggu hingga berhenti, berikan steroid,
antibiotik: observasi kondisi ibu dan janin.
Usia gestasi 32-37 minggu
o Belum inpartu: steroid, profilaksis antibiotik, observasi tanda
infeksi, dan kesejahteraan janin.
o Sudah ada tanda inpartu: berikan steroid, antibiotik
intrapartum profilaksis, induksi setelah 24 jam.
27
b. Aktif
Kehamilan >37 minggu, induksi dengan oksitosin. Bila gagal lakukan
seksio sesaria. Dapat juga diberikan misoprostol 25µg-50µg
intravaginal setiap 6 jam maksimal 4 kali. Bila ada tanda-tanda infeksi
berikan antibiotik dosis tinggi dan persalinan diakhiri.
1. Bila skor Bishop/ skor pelvik <5, lakukan pematangan serviks,
kemudian induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan
seksio sesaria.
2. Bila skor Bishop/ skor pelvik >5 dilakukan induksi persalinan.
Pemberian antibiotik
Pemberian antibiotik, terutama pada usia gestasi37 minggu, dapat
mengurangi resiko terjadinya korioamnionitis, mengurangi jumlah
kelahiran bayi, dalam 2-7 hari, dan mengurangi morbiditas neonatus. Salah
satu rekomendasi mengenai pemilihan antibiotik antepartum yaitu:
Ampisilin 1-2 gram IV, setiap 4-6 jam, selama 48 jam
Eritromisin 250 mg IV, setiap 6 jam, selama 8 jam
Kemudian lanjutkan dengan 2 terapi oral selama 5 hari, amoksisilin
dan eritromisin (4x250 mg PO). Pada pasien yang alergi penisilin,
diberikan terpai tunggal klindamisin 3x600 mg PO. Sumber lain
mengatakan bahwa pemberian eritromisin pada PPROM hingga 10
hari.
Tokolisis
Tidak direkomendasikan pemberian tokolisis padaa pasien yang
mengalami ketuban pecah dini di usia gestasi <37 minggu (di atas 34
minggu). Pada beberapa penelitian, pemberian tokolitik tidak
28
3.1.8 Komplikasi
Ada tiga komplikasi utama yang terjadi pada ketuban pecah dini adalah
peningkatan morbiditas dan mortalitas neonatal oleh karena prematuritas,
komplikasi selama persalinan dan kelahiran yaitu resiko resusitasi, dan yang
ketiga adanya risiko infeksi baik pada ibu maupun janin. Risiko infeksi karena
ketuban yang utuh merupakan barrier atau penghalang terhadap masuknya
penyebab infeksi.2
Sekitar tiga puluh persen kejadian mortalitas pada bayi preterm dengan ibu
yang mengalami ketuban pecah dini adalah akibat infeksi, biasanya infeksi saluran
pernafasan (asfiksia). Selain itu, akan terjadi prematuritas. Sedangkan, prolaps tali
pusat dan malpresentrasi akan lebih memperburuk kondisi bayi preterm dan
prematuritas.18
30
BAB IV
ANALISIS KASUS
jaringan akan menipis dan sangat rentan untuk pecah disebabkan adanya aktivitas
enzim kolagenolitik. Infeksi intrauterin akan memicu degradasi matriks
ekstraselular oleh protease yang melemahkan selaput ketuban dan menimbulkan
respon inflamasi dari host. Kedua proses ini merangsang produksi prostaglandin
pada selaput ketuban sehingga terjadi iritabilitas uterus. Pada pasien ini juga
didapatkan riwayat demam. Demam merupakan bentuk reaksi yang menandakan
adanya infeksi didalam tubuh. Riwayat post-coital dalam 1 minggu terakhir juga
menjadi salah satu faktor resiko yang menyebabkan KPD karena dapat
menyebabkan trauma yang menyebabkan inflamasi sehingga prostaglandin
terproduksi, atau infeksi yang mungkin dibawa/disebabkan oleh alat kelamin pria.
Penanganan KPD yang dilakukan pertama observasi tanda vital ibu, DJJ,
dan His untuk selalu memantau kondisi ibu dan janin karena pada ibu dengan
KPD rentan terjadi infeksi yang nantinya bila tidak di observasi dengan baik bisa
menyebabkan kematian bagi ibu dan janin sendiri. Selanjutnya, pemberian Injeksi
Cefotaxim 1 gram/12 jam IV (ST) diperlukan untuk profilaksis terjadinya infeksi
pada ibu dan janin, juga diberikan cairan IVFD RL + oksitosin 10 IU (drip
akselerasi) pemberian drip oksitosin dalam RL perlu untuk akselerasi persalinan
karena pasien sudah dalam kondisi kehamilan aterm sehingga harus segera
diterminasi untuk menghindari komplikasi yang mungkin terjadi akibat KPD.
Selanjutnya, lakukan evaluasi dengan partograf WHO modifikasi dan cek lab DR.
Seharusnya, perlu ditambahkan pemeriksaan penunjang urin rutin, CRP, dan
leukosit esterase yang biasanya bermakna pada KPD.
Prognosis ibu dan bayi pada kasus ini dubia ad bonam karena belum ada
ditemukan komplikasi pada ibu dan bayi. Apabila ditangani dengan baik sesuai
dengan prosedur maka bayi dan ibu dapat diselamatkan.
33
DAFTAR PUSTAKA
1. RMOL Bengkulu. Edisi 04 Agustus 2016; 23:48 WIB. Angka Kematian Ibu
di Bengkulu Diatas Rata Rata Nasional.
http://www.rmolbengkulu.com/read/2016/08/04/1602/. diakses pada tanggal
29 Oktober 2017.
2. Soewarto S. Ketuban Pecah Dini. dalam Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan.
Bagian Ketiga: Patologi Kehamilan, Persalinan, Nifas dan Bayi Baru Lahir.
Edisi Keempat. Cetakan Kedua. Jakarta. PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. 2009. Hal 677-82
3. Oxorn, Harry., Forte, William R. 2003. Ilmu Kebidanan: Patologi dan
Fisiologi Persalinan. Yogyakarta : Penerbit ANDI Hal: 592-604
4. Cunningham, F.Gary, et al. 2007. Williams Obstetrics. 22nd Edition. New
York: McGraw-Hill.p.142
5. Wiknjosastro, GH, Saifuddin, AB dan Rachimhadhi, T. 2006. Ilmu Kebidanan.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, Jakarta
6. Oyen M.L., S.E. Calvin, and R.F. 2004. Cook: Uniaxial stress-relaxation and
stress-strain responses of human amnion. J. Mater. Sci.-Mater. Med. 15, 619
7. Baergen, R.N. 2005. Developmentand histology of the nonvillous portions of
the placenta. In: Baergen, R.N. (ed) Man. Benirschke Kaufmann’s Pathology
of the human placeta. Springer, New York. pp 107-134
8. Manuaba I.B.G., Chandranita Manuaba I.A., Fajar Manuaba I.B.G. (eds).
Pengantar Kuliah Obstetri. Bab 6: Kompilkasi Umum Pada Kehamilan.
Ketuban
9. Saifuddin. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: YBPSP
10. Maria. 2007. Ketuban Pecah Dini Berhubungan Erat dengan Persalinan
Preterm dan Infeksi Intrapartum. Jakarta: EGC
11. Mochtar, Rustam. 2013. Sinopsis Obstetri. Jakarta: Penerbit: EGC . Hal:177;
178.
12. Krisna, dkk. 2009. Prematuritas. Bandung: Refika Aditama
13. Prawirohardjo, Winkjosastro. 2007. Ilmu Kebidanan. Yogyakarta: Yayasan
Bina Pustaka
14. Karat, C., Madhivanan, P., Krupp, K., et al. 2006. The clinical and
microbiological correlates of premature rupture of membranes. Indian J Med
Micro, 24 (4): 283-5
15. Menon, R. 2007. Infection and the role of inflammation in preterm premature
rupture of the membranes. Bpract Res Clin Obstet Gyn, 21(3): 467-478
16. Suwiyoga IK, Budayasa AA, Soetjiningsih. Peranan Faktor Risiko Ketuban
Pecah Dini terhadap Insidens Sepsis Neonatorum Dini pada Kehamilan
Aterm. Cermin Dunia Kedokteran, No 151. 2006. p: 14-17
17. Manuaba, IAC., Manuaba, IBGF., Manuaba, IBG. 2012. Ilmu Kebidanan,
Penyakit Kandungan, dan KB. Edisi 2. Jakarta: EGC. Hal. 281
18. Depkes RI. 2007. Buku Acuan & Panduan Asuhan Persalinan Normal &
Inisiasi Menyusu Dini. Jakarta: JNPK-KR