Anda di halaman 1dari 28

1

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Proses pengeringan pada prinsipnya menyangkut proses pindah panas dan
pindah massa yang terjadi secara bersamaan (simultan). Pertama panas harus di
transfer dari medium pemanas ke bahan. Selanjutnya setelah terjadi penguapan air,
uap air yang terbentuk harus dipindahkan melalui struktur bahan ke medium
sekitarnya. Proses ini akan menyangkut aliran fluida di mana cairan harus di transfer
melalui struktur bahan selama proses pengeringan berlangsung. Jadi panas harus di
sediakan untuk menguapkan air dan air harus mendifusi melalui berbagai macam
tahanan agar supaya dapat lepas dari bahan dan berbentuk uap air yang bebas. Lama
proses pengeringan tergantung pada bahan yang di keringkan dan cara pemanasan
yang digunakan (Rahmawan, 2001).
Salah satu penyebab kerusakan bahan dan produk agroindustri adalah
kerusakan mikrobiologis. Kerusakan ini disebabkan karena banyaknya sumber energi
yang terkandung dalam bahan pertanian, seperti protein dan karbohidrat. Kedua
sumber energi ini yang memicu tumbuhnya mikroba. Selain itu faktor kandungan air
yang terkandung dalam bahan juga salah satu keadaan yang disukai oleh
mikroorganisme. Pertumbuhan mikroorganisme dapat dihambat, bahkan beberapa
jenis dimatikan karena mikroorganisme seperti umumnya jasad hidup yang lain
membutuhkan air untuk proses metabolismenya. Mikroorganisme hanya dapat hidup
dan melangsungkan pertumbuhannya pada bahan dengan kadar air tertentu
Bahan makanan akan mengalami kebusukan ketika tidak dikurangi kadar
airnya, sehingga perlu dilakukannya proses pengeringan. Pengeringan bahan pangan
dapat dilakukan dengan cara penjemuran. Penjemuran adalah pengeringan dengan
menggunakan sinar matahari secara langsung sebagai energi panas. Penjemuran
memerlukan tempat pengeringan yang luas, waktu pengeringan yang lama dan waktu
pengeringan bahan yang dikeringkan tergantung cuaca.
2

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarakan latar belakang yang didapati serta keselarasan praktikum yang
dilakukan, maka penulis mendapati rumusan masalah sebagai berikut.
1. Bagaimana mekanisme proses pengeringan pada bahan pangan (singkong) dan
briket?
2. Bagaimana menentukan jumlah kadar air dari proses pengeringan ?
3. Bagaimana cara menentukan kecepatan penguapan kadar air pada bahan pangan
(singkong) dan briket
1.3 Tujuan dan Manfaat
Dengan berjalanannya praktikum teknologi pengeringan , maka diharapkan
tercapainya tujuan dan manfat sebagai berikut
1.3.1 Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui prinsip dasar pengeringan
2. Mahasiwa dapat mengetahui cara untuk mencari jumlah kadarair dari suatu
bahan dengan melakukan uji pengeringan
3. Mahasiswa dapat mengetahui kadar air dalam bahan pangan
1.3.2 Manfaat
1. Mahasiswa dapat mengetahui prosedur dari proses pengeringan
2. Mahasiswa dapat menghitung jumlah kadar air saat proses pengeringan
3. Mahasiswa dapat mengetahui sifat dari bahan makanan setelah dan sebelu
dilakukan proses pengeringan
3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Pengeringan


Pengeringan merupakan proses penghilangan sejumlah air dari material.
Dalam pengeringan, air dihilangkan dengan prinsip perbedaan kelembaban antara
udara pengering dengan bahan makanan yang dikeringkan. Material biasanya
dikontakkan dengan udara kering yang kemudian terjadi perpindahan massa air dari
material ke udara pengering (Rohman, S., 2008).
Mekanisme pengendalian proses pengeringan bahan pangan bergantung pada
struktur bahan beserta parameter pengeringan; kadar air, dimensi produk, suhu
medium pemanas, berbagai laju perpindahan pada permukaan dan kesetimbangan
kadar air. Kesetimbangan kadar air ini bergantung kepada sifat alami bahan padat
yang dikeringkan dan kondisi udara pengering. Operasi ini mengikuti hukum difusi
II Fick’s law . Kemampuan udara pengering memindahkan air dari produk yang
dikeringkan bergantung kepada suhu dan jumlah uap air yang berada atau dikandung
oleh udara tersebut atau dikenal dengan istilah kelembaban mutlak udara ( absolute
humidity ). Pengeringan bahan pangan dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu
penjemuran, pengeringan buatan menggunakan alat pengering dan pengeringan
secara pembekuan
2.1.1 Penjemuran
Penjemuran adalah pengeringan dengan menggunakan sinar matahari secara
langsung sebagai energi panas. Penjemuran memerlukan tempat pengeringan yang
luas, waktu pengeringan yang lama dan waktu pengeringan bahan yang dikeringkan
tergantung cuaca.
2.1.2 Pengeringan buatan
Pengeringan buatan adalah pengeringan menggunakan alat pengering. Suhu
kelembaban udara, kecepatan pengaliran udara dan waktu pengeringan dapat diatur
dan diawasi.
4

2.2.3 Pengeringan secara pembekuan (freeze drying).


Pengeringan ini menerapkan prinsip tekanan dan suhu. Metode ini
membutuhkan tekanan dan suhu yang sangat rendah. Untuk menurunkan tekanan
maka bahan dimasukkan kedalam ruang vakum sebelum dimasukkan kedalam
freezer untuk menurunkan suhu. Hasil pengeringan dengan metode ini sangat
menarik, karena citarasa bahan pangan tidak berubah sama sekali hanya tekstur yang
berubah menjadi renyah.
Makin tinggi suhu dan kecepatan aliran udara pengeringan makin cepat pula
proses pengeringan berlangsung. Makin tinggi suhu udara pengering, makin besar
energi panas yang di bawa udara sehingga makin banyak jumlah massa cairan yang
di uapkan dari permukaan bahan yang dikeringkan. Jika kecepatan aliran udara
pengering makin tinggi maka makin cepat massa uap air yang dipindahkan dari bahan
ke atmosfer. Kelembaban udara berpengaruh terhadap proses pemindahan uap air.
Pada kelembaban udara tinggi, perbedaan tekanan uap air didalam dan diluar bahan
kecil, sehingga pemindahan uap air dari dalam bahan keluar menjadi terhambat
(Rahmawan, 2001).
Pada pengeringan dengan menggunakan alat umumnya terdiri dari tenaga
penggerak dan kipas, unit pemanas (heater) serta alat-alat kontrol. Sebagai sumber
tenaga untuk mengalirkan udara dapat digunakan motorbakar atau motor listrik.
Sumber energi yang dapat digunakan pada unit pemanas adalah gas, minyak bumi,
batubara, dan elemen pemanas listrik (Rahmawan, 2001).
Proses utama dalam pengeringan adalah proses penguapan air maka perlu
terlebih dahulu diketahui karakteristik hidratasi bahan pangan yaitu sifat-sifat bahan
yang meliputi interaksi antara bahan pangan dengan molekul air yang dikandungnya
dan molekul air di udara sekitarnya. Peranan air dalam bahan pangan dinyatakan
dengan kadar air dan aktivitas air (aw), sedangkan peranan air di udara dinyatakan
dengan kelembaban relatif (RH) dan kelembaban mutlak (H) (Rahmawan, 2001).
Bahan pangan yang dikeringkan pada umumnya berubah warnanya menjadi
coklat. Perubahan warna tersebut disebabkan reaksi browning, baik enzimatik
maupun non-enzimatik. Reaksi browning non-enzimatik yang paling sering terjadi
adalah reaksi antara asam amino dan gula reduksi.
5

Reaksi asam asam amino dengan gula pereduksi dapat menurunkan nilai gizi protein
yang terkandung di dalamnya. (Winarno et al., 1993).
Hal itu berbanding lurus dengan tujuan pengeringan untuk memperpanjang
umur simpan produk melalui pengurangan water activity. Pengurangan ini dilakukan
dengan cara menghambat pertumbuhan mikroba dan aktivitas enzim, tanpa harus
menginaktifkannya. Di sisi lain, pengeringan menyebabkan sifat asli bahan
mengalami perubahan, penurunan mutu dan memerlukan penanganan tambahan
sebelum digunakan yaitu rehidrasi (Muchtad 1989).

2.2 Mekanisme Pengeringan


Udara yang terdapat dalam proses pengeringan mempunyai fungsi sebagai
pemberi panas pada bahan, sehingga menyebabkan terjadinya penguapan air. Fungsi
lain dari udara adalah untuk mengangkut uap air yang dikeluarkan oleh bahan yang
dikeringkan. Kecepatan pengeringan akan naik apabila kecepatan udara ditingkatkan.
Kadar air akhir apabila mulai mencapai kesetimbangannya, maka akan membuat
waktu pengeringan juga ikut naik atau dengan kata lain lebih cepat (Muarif, 2013).
Faktor yang dapat mempengaruhi pengeringan suatu bahan pangan adalah
(Buckle et al, 1987):
1. Sifat fisik dan kimia dari bahan pangan.
2. Pengaturan susunan bahan pangan.
3. Sifat fisik dari lingkungan sekitar alat pengering.
4. Proses pemindahan dari media pemanas ke bahan yang dikeringkan melalui dua
tahapan proses selama pengeringan yaitu:
a. Proses perpindahan panas terjadinya penguapan air dari bahan yang dikeringkan.
b. Proses perubahan air yang terkandung dalam media yang dikeringkan menguapkan
air menjadi gas.
Prinsip pengeringan biasanya akan melibatkan dua keajdian yaitu panas harus
diberikan pada bahan yang akan dikeringkan, dan air harus dikeluarkan dari dalam
bahan. Dua fenomena ini menyangkut perpindahan panas kedalam dan perpindahan
massa keluar. Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam kecepatan pengeringan
adalah :
6

2.2.1 Luas permukaan


Pada umumnya, bahan pangan yang dikeringkan mengalami pengecilan
ukuran, baik dengan cara diiris, dipotong, atau digiling. Proses pengecilan ukuran
dapat mempercepat proses pengeringan dengan mekanisme sebagai berikut :
1. Pengecilan ukuran memperluas permukaan bahan. Luas permukaan bahan yang
tinggi atau ukuran bahan yang semakin kecil menyebabkan permukaan yang dapat
komtak dengan medium pemanas menjadi lebih baik.
2. Luas permukaan yang tinggi juga menyebabkan air lebih mudah berdifusi atau
menguap dari bahan pangan sehingga kecepatan penguapan air lebih cepat dan
bahan menjadi lebih cepat kering.
3. Ukuran yang kecil menyebabkan penurunan jarak yang harus ditempuh oleh panas.
panas harus bergerak menuju pusat bahan pangan yang dikeringkan. Demikian
juga jarak pergerakan air dari pusat bahan pangan ke permukaan bahan menjadi
lebih pendek.

2.2.2 Perbedaan suhu sekitar


Pada umumnya, semakin besar perbedaan suhu antara medium pemanas
dengan bahan pangan semakin cepat pindah panas ke bahan pangan dan semakin
cepat pula penguapan air dari bahan pangan. Semakin tinggi suhu udara, semakin
banyak uap air yang dapat ditampung oleh udara tersebut sebelum terjadi kejenuhan.
Dapat disimpulkan bahwa udara bersuhu tinggi lebih cepat mengambil air dari bahan
pangan sehingga proses pengeringan lebih cepat.

2.2.3 Kecepatan aliran udara


Udara yang bergerak atau bersirkulasi akan lebih cepat mengambil uap air
dibandingkan udara diam. Pada proses pergerakan udara, uap air dari bahan akan
diambil dan terjadi mobilitas yang menyebabkan udara tidak pernah mencapai titik
jenuh. Semakin cepat pergerakan atau sirkulasi udara, proses pengeringan akan
semakin cepat. Prinsipini yang menyebabkan beberapa proses pengeringan
menggunakan sirkulasi udara
7

2.2.4 Kelembaban Udara


Kelembaban udara menentukan kadar air akhir bahan pangan setelah
dikeringkan. Bahan pangan yang telah dikeringkan dapat menyerap air dari udara di
sekitarnya. Jika udara disekitar bahan pengering tersebut mengandung uap air tinggi
atau lembab, maka kecepatan penyerapan uap air oleh bahan pangan tersebut akan
semakin cepat. Proses penyerapan akan terhenti sampai kesetimbangan kelembaban
nisbi bahan pangan tersebut tercapai. Kesetimbangan kelembaban nisbi bahan pangan
adalah kelembaban pada suhu tertentu dimana tidak terjadi penguapan air dari bahan
pangan ke udara dan tidak terjadi penguapan air dari bahan pangan ke udara dan tidak
terjadi penyerapan uap air dari udara oleh bahan pangan.
2.2.5 Lama Pengeringan
Lama pengeringan menentukan lama kontak bahan dengan panas. Karena
sebagian besar bahan pangan sensitif terhadap panas maka waktu pengeringan yang
digunakan harus maksimum, yaitu kadar air bahan akhir yang diinginkan telah
tercapai dengan lama pengeringan yang pendek. Pengeringan dengan suhu yang
tinggi dan waktu yang pendek dapat lebih menekan kerusakan bahan pangan
dibandingkan dengan waktu pengeringan yang lebih lama dan suhu lebih rendah.
Misalnya, jika kita akan mengeringkan kacang-kacangan, pengeringan dengan
pengering rak pada suhu 800°C selama 4 jam akan menghasilkan kacang kering yang
mempunyai kualitas yang lebih baik dibandingkan penjemuran selama 2 hari.

2.3 Jenis-Jenis Alat Pengering


Pemilihan jenis pengeringan yang sesuai untuk suatu produk pangan
ditentukan oleh kualitas produk akhir yang diinginkan, sifat bahan pangan yang
dikeirngkan, dan biaya produksi atau pertimbangan ekonomi. Beberapa jenis
pengeringan telah digunakan secara komersial, dan jenis pengeringan tertentu cocok
untuk produk pangan yang lain. Berdasarkan bahan yang akan dipisahkan, dryer
terdiri dari:
8

2.3.1 Pengering untuk Zat Padat dan Tapal


1. Rotary Dryer (Pengering Putar)
Alat pengering ini berbentuk silinder yang bergerak pada porosnya. Silinder
ini dihubungkan dengan alat pemutar dan letaknya agak miring.

Gambar 2.1 : Rotary Dryer


(Sumber : DIDION International Inc)

Permukaan dalam silinder dilengkapi dengan penggerak bahan yang berfungsi


untuk mengaduk bahan.Udara panas mengalir searah dan dapat pula berlawanan arah
jatuhnya bahan kering pada alat pengering

2. Screen Conveyor Dryer


Lapisan bahan yang akan dikeringkan diangkut perlahan-lahan diatas logam
melalui kamar atau terowongan pengering yang mempunyai kipas dan pemanas
udara.

Gambar 2.2 : Screen Conveyor Dryer


(Sumber : Workhorse Products)
9

3. Tower Dryer (Pengering Menara)


Pengering menara terdiri dari sederetan talam bundar yang dipasang bersusun
keatas pada suatu poros tengah yang berputar. Zat padat itu menempuh jalan seperti
melalui pengering, sampai keluar sebagian hasil yang kering dari dasar menara.

Gambar 2.3 Tower Dryer (Pengering Menara)


(Sumber : www.nara-m.co.jp)

4. Screw Conveyor Dryer (Pengering Konveyor Sekrup)


Pengering konveyor sekrup adalah suatu pengering kontinyu kalor tak
langsung, yang pada pokoknya terdiri dari sebuah konveyor sekrup horizontal
(konveyor dayung) yang terletak di dalam selongsong bermantel berbentuk silinde

Gambar 2.4 Screw Conveyor Dryer


(Sumber : Ashoka Machines)

e. Alat Pengering Tipe Rak (Tray Dryer)


Tray dryer atau alat pengering tipe rak, mempunyai bentuk persegi dan
didalamnya berisi rak-rak, yang digunakan sebagai tempat bahan yang akan
dikeringkan.
10

Pada umumnya rak tidak dapat dikeluarkan. Beberapa alat pengering jenis ini
rak-raknya mempunyai roda sehingga dapat dikeluarkan dari alat pengeringnya.
Bahan diletakan di atas rak (tray) yang terbuat darilogam yang berlubang. Kegunaan
lubang-lubang tersebut untuk mengalirkan udara panas.
Ukuran yang digunakan bermacam-macam, ada yang luasnya 200 cm² dan ada
juga yang 400 cm². Luas rak dan besar lubang-lubang rak tergantung pada bahan yang
dikeringkan. Apabila bahan yang akan dikeringkan berupa butiran halus, maka
lubangnya berukuran kecil

Gambar 2.5 Tray Dryer


(Sumber : tokomesin.com)

Pada alat pengering ini bahan selain ditempatkan langsung pada rak-rak dapat
juga ditebarkan pada wadah lainnya misalnya pada baki dan nampan. Kemudian pada
baki dan nampan ini disusun diatas rak yang ada di dalam pengering. Selain alat
pemanas udara, biasanya juga digunakan juga kipas (fan) untuk mengatur sirkulasi
udara dalam alat pengering. Udara yang telah melewati kipas masuk ke dalam alat
pemanas, pada alat ini udara dipanaskan lebih dulu kemudian dialurkan diantara rak-
rak yang sudah berisi bahan. Arah aliran udara panas didalam alat pengering bisa dari
atas ke bawah dan bisa juga dari bawah ke atas, sesuai dengan dengan ukuran bahan
yang dikeringkan. Untuk menentukan arah aliran udara panas ini maka letak kipas
juga harus disesuaikan (Unari Taib, dkk, 2008).
11

2.3.2 Pengeringan Larutan dan Bubur

1. Spray Dryer (Pengering Semprot)

Pada proses pengeringan semprot, cairan disemprotkan melalui nozel pada


udara panas.

Pada spray dryer, bahan cair berpartikel kasar (slurry) dimasukkan lewat pipa saluran
yang berputar dan disemprotkan ke dalam jalur yang berudara bersih, kering, dan
panas dalam suatu tempat yang besar, kemudian produk yang telah kering
dikumpulkan dalam filter kotak, dan siap untuk dikemas.

Gambar 2.6 Spray Dryer


(Sumber : IndiaMART)

Ada dua tipe pengering semprot, yaitu tipe horizontal dan tipe vertical.
Kontruksi alat pengering semprot secara umum terdiri dari:
a. Pemanas dengan satu atau lebih kipas untuk menghasilkan udara panas
dengan suhu dan kecepatan tertentu.
b. Atomizer, nozel, atau jet untuk menghasilkan partikel-partikel cairan
dengan ukuran tertentu.
c. Chamber atau wadah pengering dimana partikel-partikel kontak dengan
udara pengering.
d. Wadah penampung untuk menampung produk yang sudah dikeringkan.
12

2. Thin Film Dryer (Pengering Film Tipis)


Saingan Spray dryer dalam beberapa penerapan tertentu adalah pengering
film tipis yang dapat menanganani zat padat maupun bubur dan menghasilkan hasil
padat yang kering dan bebas mengalir.

Gambar 2.7 Thin Film Dryer


(Sumber : m.indonesian.alibaba.com)

Efesiensi termal pengering film tipis biasanya tinggi dan kehilangan zat
padatnya pun kecil. Alat ini relatif lebih mahal dan luas permukaan perpindahan kalornya
terbatas (Unair Thaib, dkk).

2.4 Klasifikasi Pengering


Pengeringan dimana zat padat bersentuhan langsung dengan gas panas
(biasanya udara) disebut pengeringan adiabatik (adiabatic dryer) atau pengeringan
langsung (direct dryer). Bila perpindahan kalor berlangsung dari suatu medium luar
dinamakan pengering nonadiabatik atau pengering tak langsung. Pada beberapa unit
terdapat gabungan pengeringan adiabatic dan nonadiabatik, pengering ini biasa
disebut pengering langsung-tak-langsung (direct-indirect-dryer).
Berdasarkan cara penanganan zat padat didalam pengering, klasifikasi pengeringan
dikelompokkan menjadi :
2.4.1 Pengering Adiabatik
Dalam pengeringan adiabatik, zat padat kontak langsung dengan gas panas
dibedakan atas : (McCabe,1985)
13

1. Gas ditiup melintas permukaan hamparan atau lembaran zat padat, atau melintas
pada satu atau kedua sisi lembaran. Proses ini disebut pengeringan dengan
sirkulasi silang
2. Zat padat disiramkan kebawah melaui suatu arus gas yang bergerak perlahan-lahan
keatas. Proses ini disebut penyiraman didalam pengering putar.
3. Gas dialirkan melalui zat padat dengan kecepatan yang cukup untuk
memfluidisasikan hamparan.
4. Zat padat seluruhnya dibawah ikut dengan arus gas kecepatan tinggi dan diangkut
secara pneumatic dari piranti pencampuran kepemisah mekanik

2.4.2 Pengering Non Adiabatik


Dalam pengering non adiabatik, satu-satunya gas yang harus dikeluarkan ialah
uap air atau uap zat pelarut, walaupun kadang-kadang sejumlah kecil “gas penyapu”
(biasanya udara atau nitrogen) dilewatkan juga melalui unit itu. (McCabe,1985).
Pengering-pengering adiabatik dibedakan terutama menurut zat padat yang kontak
dengan permukaan panas atau sumber panas kalor lainnya yang terbagi atas :
a. Zat padat dihamparkan diatas suatu permukaan horizontal yang stasioner atau
bergerak lambat. Pemanasan permukaan itu dapat dilakukan dengan listrik atau
dengan fluida perpindahan kalor seperti uap air panas. Pemberian kalor itu dapat
pula dilakukan dengan pemanas radiasi yang ditempatkan diatas zat padat itu.
b. Zat padat itu bergerak diatas permukaan panas, yang biasanya berbentuk silinder,
dengan bantuan pengaduk atau konveyor sekrup (Screw Conveyor).
c. Zat padat menggelincir dengan gaya gravitasi diatas permukaan panas yang miring
atau dibawa naik bersama permukaan itu selama selang waktu tertentu dan
kemudian diluncurkan lagi ke suatu lokasi yang baru.

2.5 Kadar Air


Air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan
berdasarkan berat basah (wet basis) atau berdasarkan berat kering (dry basis). Kadar
air berat basah mempunyai batas maksimum teoritis sebesar 100%, sedangkan kadar
air berdasarkan berat kering dapat lebih dari 100 % (Syarif dan Halid, 1993).
14

Kadar air merupakan pemegang peranan penting, kecuali temperatur


maka aktivitas air mempunyai tempat tersendiri dalam proses pembusukan dan
ketengikan. Kerusakan bahan makanan pada umumnya merupakan proses
mikrobiologis, kimiawi, enzimatik atau kombinasi antara ketiganya. Berlangsungnya
ketiga proses tersebut memerlukan air dimana kini telah diketahui bahwa hanya air
bebas yang dapat membantu berlangsungnya proses tersebut (Tabrani,1997).
Kadar air suatu bahan biasanya dinyatakan dalam persentase berat bahan
basah, misalnya dalam gram air untuk setiap 100 gr bahan disebut kadar air berat
basah. Berat bahan kering adalah berat bahan setelah mengalami pemanasan beberapa
waktu tertentu sehingga beratnya tetap (konstan). Pada proses pengeringan air yang
terkandung dalam bahan tidak dapat seluruhnya diuapkan. (Kusumah, dan
Andarwulan, 1989).
Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang
dinyatakan dalam persen. Kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat penting
pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan cita
rasa pada bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan kesegaran
dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar air yang tinggi mengakibatkan
mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak, sehingga akan terjadi
perubahan pada bahan pangan (Winarno, 1997).
Penentuan kadar air untuk berbagai bahan berbeda-beda metodenya tergantung
pada sifat bahan. Misalnya:
1. Untuk bahan yang tidak tahan panas, berkadar gula tinggi, berminyak dan lain- lain
penentuan kadar air dapat dilakukan dengan menggunakan oven vakum dengan
suhu rendah.
2. Untuk bahan yang mempunyai kadar air tinggi dan mengandung senyawa volatil
(mudah menguap) penentuan kadar air dilakukan dengan cara destilasi dengan
pelarut tertentu yang berat jenisnya lebih rendah daripada berat jenis air. Untuk
bahan cair yang berkadar gula tinggi, penentuan kadar air dapat dilakukan dengan
menggunakan reflaktometer,dsb.(Winarno, 1997). Kandungan air dalam bahan
bahan ikut menentukan kesegaran dan daya tahan bahan itu sendiri.
15

Sebagian besar dari perubahan-perubahan bahan makanan terjadi dalam media


air yang ditambahkan atau berasal dari bahan itu sendiri. Menurut derajat keterikatan
air dalam bahan makanan atau bound water dibagi menjadi 4 tipe, antara lain :
a. Tipe I adalah tipe molekul air yang terikat pada molekul-molekul air melalui
suatu ikatan hydrogen yang berenergi besar. Molekul air membentuk hidrat
dengan molekul-molekul lain yang mengandung atomatom O dan N seperti
karbohidrat, protein atau garam.
b. Tipe II adalah tipe molekul-molekul air membentuk ikatan hydrogen dengan
molekul air lain, terdapat dalam miro kapiler dan sifatnya agak berbeda dari
air murni.
c. Tipe III adalah tipe air yang secara fisik terikat dalam jaringan matriks bahan
seperti membran, kapiler, serat dan lain-lain. Air tipe inisering disebut
dengan air bebas.
d. Tipe IV adalah tipe air yang tidak terikat dalam jaringan suatu bahan atau
air murni, dengan sifat-sifat air biasa (Winarno, 1999).
Sifat-sifat kadar air keseimbangan atau Equilibrium of Moisture Content
(EMC) dari bahan pangan sangat penting dalam penyimpanan dan pengeringan.
Kadar air keseimbangan didefinisikan sebagai kandungan air pada bahan pangan
yang seimbang dengan kandungan air udara sekitarnya. Hal tersebut merupakan satu
faktor yang menentukan sampai seberapa jauh suatu bahan dapat dikeringkan pada
kondisi lingkungan tertentu (aktivitas air tertentu) dan dapat digunakan sebagai tolak
ukur pencegahan kemampuan berkembangnya mikroorganisme yang menyebabkan
terjadinya kerusakan bahan pada saat penyimpanan.
Kadar air keseimbangan (equilibrium moisture content) adalah kadar air
minimum yang dapat dicapai pada kondisi udara pengeringan yang tetap atau pada
suhu dan kelembaban relatif yang tetap. Suatu bahan dalam keadaan seimbang
apabila laju kehilangan air dari bahan ke udara sekelilingnya sama dengan laju
penambahan air kebahan dari udara di sekelilingya. Kadar air pada keadaan seimbang
disebut juga dengan kadar air keseimbangan atau keseimbangan higroskopis untuk
menentukan kadar air keseimbangan (Henderson, 1952).
16

Pengukuran kandungan air yang berada dalam bahan ataupun sediaan yang
dilakukan dengan cara yang tepat diantaranya cara titrasi, destilasi atau gravimetrik
yang bertujuan memberikan batasan minimal atau rentang tentang besarnya
kandungan air dalam bahan , dimana nilai maksimal atau rentang yang diperbolehkan
terkait dengan kemurniaan dan kontaminasi (Dirjen POM, 2000).

2.6 Periode Laju Pengeringan


Menurut Henderson dan Perry (1995), proses pengeringan mempunyai dua
periode utama yaitu periode pengeringan dengan laju pengeringan tetap dan periode
pengeringan dengan laju pengeringan menurun. Kedua periode utama ini dibatasi
oleh kadar air kritis.
Simmonds et al (1953) menyatakan bahwa kadar air kritis adalah kadar air
terendah saat mana laju air bebas dari dalam bahan ke permukaan sama dengan laju
pengambilan uap air maksimum dari bahan. Pada biji-bijian umumnya kadar air
ketika pengeringan dimulai lebih kecil dari kadar air kritis. Dengan demikian
pengeringan yang terjadi adalah pengeringan dengan laju pengeringan menurun.
Perubahan dari laju pengeringan tetap ke laju pengeringan menurun terjadi pada
berbagai tingkatan kadar air yang berbeda untuk setiap bahan.(D.B, et al 1992)
Henderson dan Perry (1955) menyatakan bahwa pada periode pengeringan
dengan laju tetap, bahan mengandung air yang cukup banyak, dimana pada
permukaan bahan berlangsung penguapan yang lajunya dapat disamakan dengan laju
pengaupan pada permukaan air bebas. Laju penguapan sebagian besar tergantung
pada keadaan sekeliling bahan, sedangkan pengaruh bahannya sendiri relatif kecil.
Laju pengeringan akan menurun seiring dengan penurunan kadar air selamaa
pengeringan. Jumlah air terikat makin lama semakin berkurang. Perubahan dari laju
pengeringan tetap menjadi laju pengeringan menurun untuk abahan yang bebrbeda
akan terjadi pada kadar air yang berbeda pula.
Pada periode laju Pengeringan menurun permukaan partikel bahan yang
dikeringkan tidak lagi ditutupi oleh lapisan air. Selama periode laju pengeringan
menurun, energi panas yang diperoleh bahan digunakan untuk menguakan sisa air
bebas yang sedikit seklai jumlahnya. Laju pengeringan menurun terjadi setelah laju
pengeringan konstan dimana kadar air bahan lebih kecil daripada kadar air kritis.
17

Periode laju pengeringan menurun meliputi dua proses yaitu : perpindahan dari dalam
ke permukaan dan perpindahan uap air dari permukaan bahan ke udara sekitarnya,
seperti yang ditunjukkan pada grafik dibawah ini.

Gambar 2.8 Grafik hubungan kadar air dengan waktu


(Sumber : www.Lintasilmu.com)
Keterangan
AB = Periode Pemanasan
BC = Periode laju pengeringan konstan
CD = Periode laju pengeringan menurunpertama
DE = Periode laju pengeringan menurun kedua

2.7 Efisiensi Pengeringan


Efisiensi pengeringan adalah hasil perbandingan antara panas yang secara
teoritis dibutuhkan dengan penggunaan panas yang sebenarnya dalam pengeringan.
Jumlah kalor (panas) yang digunakan untuk pengeringan dapat dihitung dengan
menggunakan rumus berikut :

Q = Q1 + Q2 + Q3.
18

Dimana Q1 (jumlah panas yang digunakan untuk memanaskan bahan) didapat dari:

Q1 = mk . cp . (Tp – T~)

Q2 (Panas sensible air) yaitu panas yang digunakan untuk menaikkan suhu air di
dalam bahan yang didapat dari rumus :

Q2 = ma . ca . (Tp – T~).

Q3 (Panas laten penguapan air) yaitu jumlah panas yang digunakan untuk
menguapkan air bahan yang didapat dari :

Q3 = mw . hfg

Untuk menentukan banyaknya kalor (panas) yang diberikan oleh udara panas pada
bahan yang dikeringkan digunakan rumus sebagai berikut:

q = r . V . cu (T1 – T2)

Untuk menentukan efisiensi pengeringan dapat digunakan rumus :

𝑄
ɳ= 𝑥 100%
𝑞

2.8 Kinetika Pengeringan


Setiap material yang akan dikeringkan memiliki karakteristik kinetika
pengeringan yang berbeda-beda bergantung terhadap struktur internal dari material
yang akan dikeringkan. Kinetika pengeringan memperlihatkan perubahan kandungan
air yang terdapat dalam material untuk setiap waktu saat dilakukan proses
pengeringan. Dari kinetika pengeringan dapat diketahui jumlah air dari material yang
telah diuapkan, waktu pengeringan, konsumsi energi. Parameterparameter dalam
proses pengeringan untuk mendapatkan data kinetika pengeringan adalah;

2.8.1 Moisture Content Moisture Content (X)


Moisture Content Moisture Content (X) menunjukkan kandungan air yang
terdapat dalam material untuk tiap satuan massa padatan. Moisture content (X) dibagi
dalam 2 macam yaitu basis kering dan basis basah.
19

Moisture content basis kering menunjukkan rasio antara kandungan air dalam
material terhadap berat material kering. Sedangkan moisture content basis basah
menunjukkan rasio antara kandungan air (kg) dalam material terhadap berat material
basah .
2.8.2 Drying rate
Drying rate (N, kg/m2.s ) menunjukkan laju penguapan air untuk tiap satuan
luas dari permukaan yang kontak antara material dengan fluida panas. Laju
pengeringan secara matematis ditulis

𝑊₁ − 𝑊₂
𝑅
𝐴(𝑡₂ − 𝑡₁)
Dimana :
A = Luas permukaan bahan
R = Laju pengeringan
W₁-W₂ = Selisih berat bahan
t₂-t₁ = Selisih waktu pengeringan

2.9 Psychometric Chart


Psikrometrik adalah bidang yang mempelajari tentang bagaimana
menentukan sifat-sifat fisis dan termodinamika suatu gas yang didalamnya terdapat
campuran antara gas-uap. Sebagai contoh adalah menentukan sifat-sifat dari
campuran udara dan uap air. Adapun sifat-sifat tersebut anatara lain; Dry Bulb
Temperature, Wet Bulb Temperature, Dew Point, Relative Humidity, Humidity
Ratio, Enthalpy, Volume Spesific.Berikut adalah penjelasan dari masing-masing sitat-
sifat tersebut

2.9.1 Dry Bulb temperature (DBT),


Dry Bulb temperature (DBT), yaitu suhu yang ditunjukkan dengan
thermometer bulb biasa dengan bulb dalam keadaan kering. Satuan untuk suhu ini
bias dalam celcius, Kelvin, fahrenheit. Seperti yang diketahui bahwa thermometer
menggunakan prinsip pemuaian zat cair dalam thermometer.
20

Jika kita ingin mengukur suhu udara dengan thermometer biasa maka terjadi
perpindahan kalor dari udara ke bulb thermometer. Karena mendapatkan kalor maka
zat cair (misalkan: air raksa) yang ada di dalam thermometer mengalami pemuaian
sehingga tinggi air raksa tersebut naik. Kenaikan ketinggian cairan ini yang di
konversika dengan satuan suhu (celcius, Fahrenheit, dll).

Gambar 2.9 Bulb Thermometer


(Sumber: (sumber gambar: thebeerkag.co.za)

2.9.2 Wet Bulb Temperature (WBT)


Wet Bulb Temperature (WBT),yaitu suhu bola basah. Sesuai dengan namanya
“wet bulb”, suhu ini diukur dengan menggunakan thermometer yang bulbnya (bagian
bawah thermometer) dilapisi dengan kain yang telah basah kemudian dialiri udara
yang ingin diukur suhunya. Perpindahan kalor terjadi dari udara ke kain basah
tersebut. Kalor dari udara akan digunakan untuk menguapkan air pada kain basah
tersebut, setelah itu baru digunakan untuk memuaikan cairan yang ada dalam
thermometer.
Untuk menjelaskan apa itu wet bulb temperature, dapat kita gambarkan jika
ada suatu kolam dengan panjang tak hingga diatasnya ditutup. Kemudian udara
dialirka melalui permukaan air. Dengan adanya perpindahan kalor dari udara ke
permukaan air maka terjadilah penguapan. Udara menjadi jenuh diujung kolam air
tersebut. Suhu disinilah yang dinamakan Wet Bulb temperature.
21

Gambar 2.10 Penjelasan Perbedaan Dry Bulb dan Wet Bulb temperature
(Sumber: (sumber gambar: thebeerkag.co.za)
Untuk mengukur dua sifat (Dry and Wet bulb temperature) ini sekaligus
biasanya menggunkan alat yang namanya sling, yaitu dua buah thermometer yang di
satukan pada sebuah tempat yang kemudian tempat tersebut dapat diputar. Satu
thermometer biasa dan yang lainnya thermometer dengan bulb diselimuti kain basah.

Gambar 2.11 Sling


(sumber : meted.ucar.edu)
1. Dew Point, yaitu suhu dimana udara telah mencapai saturasi (jenuh). Jika
udara tersebut mengalami pelepasan kalor sedikit saja, maka uap air dalam
udara akan mengembun.
2. Humidity Ratio (w), yaitu ukuran massa uap air yang ada dalam satu satuan
udara kering (Satuan International: gram/kg).
22

3. Relative Humidity (RH), Perbandingan antara fraksi mol uap dengan fraksi
mol udara basah pada suhu dan tekanan yang sama (satuannya biasanya dalam
persen (%)).
4. Volume Spesifik (v), yaitu besarnya volume udara dalam satu satuan massa.
(SI: m3/kg)
5. Enthalpy (h), yaitu banyaknya kalor (energy) yang ada dalam udara setiap
satu satuan massa. Enthalpy ini merupakan jumlah total energi yang ada
dalam udara terebut, baik dari udara maupun uap air yang terkandung
didalamnya.

KARTA PSIKROMETRIK (PSYCHROMETRIC CHART)


Karta psikrometrik merupakan sebuah diagram yang didalamnya terdapar
sifat-sifat dari udara. Dengan sebuah karta psikrometrik dapat diketahui sifat-sifat
udara dengan mengetahui setidaknya 2 sifat udara yang lainnya. Sebagai contoh:
disebuah ruangan kita ukur suhu WBT dan DBT dengan sling, dengan mengetauhui
dua suhu tersebut maka kita dapat menentukan sifat-sifat lainnya (RH,volume
spesifik, humidity ratio, enthalpy). Sifat-sifat udara lainnya itu dapat ditentuka
dengan cara mencari titik perpotongan garis dua besaran yang telah diketahui. Di titik
tersebut dapat dilihat sifat-sifat lainnya.
23

Gambar 2.12 Karta Psikometrik


(sumber: wikipedia.org)

2.10 Briket Arang


Briket arang merupakan bahan bakar padat yang mengandung karbon,
mempunyai nilai kalori yang tinggi, dan dapat menyala dalam waktu yang lama.
Bioarang adalah arang yang diperoleh dengan membakar biomassa kering tanpa
udara (pirolisis). Sedangkan biomassa adalah bahan organik yang berasal dari jasad
hidup. Biomassa sebenarnya dapat digunakan secara langsung sebagai sumber energi
panas untuk bahan bakar,tetapi kurang efisien. Nilai bakar biomassa hanya sekitar
3000 kal, sedangkan bioarang mampu menghasilkan 5000 kal (Seran, 1990). Briket
bioarang mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan arang biasa (konvensional),
antara lain:
1. Panas yang dihasilkan oleh briket bioarang relatif lebih tinggi dibandingkan
dengan kayu biasa dan nilai kalor dapat mencapai 5.000 kalori (Soeyanto, 1982).
24

2. Briket bioarang bila dibakar tidak menimbulkan asap maupun bau, sehingga bagi
masyarakat ekonomi lemah yang tinggal di kota-kota dengan ventilasi
perumahannya kurang mencukupi, sangat praktis menggunakan briket bioarang.
3. Setelah briket bioarang terbakar (menjadi bara) tidak perlu dilakukan pengipasan
atau diberi udara.
4. Teknologi pembuatan briket bioarang sederhana dan tidak memerlukan bahan
kimia lain kecuali yang terdapat dalam bahan briket itu sendiri.
5. Peralatan yang digunakan juga sederhana, cukup dengan alat yang ada dibentuk
sesuai kebutuhan (Soeyanto, 1982).

Gambar 2.13 Briket arang


(Sumber : alibaba.com)
2.10.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat briket arang
Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat briket arang adalah berat jenis bahan
bakar atau berat jenis serbuk arang, kehalusan serbuk, suhu karbonisasi, dan tekanan
pada saat dilakukan pencetakan. Selain itu, pencampuran formula dengan briket juga
mempengaruhi sifat briket (Erikson 2011). Adapun faktor- faktor yang perluh
diperhatikan dalam pembuatan briket atara lain:
1. Bahan baku
Briket dapat dibuat dari bermacam–macam bahan baku, seperti ampas tebu,
sekam padi, serbuk gergaji kayu, dan bahan limbah pertanian. Bahan utama yang
terdapat bahan baku adalah selulosa. Semakin tinggi kandungan selulosa maka
semakin baik kualitas briket, briket yang mengandung zat terbuang terlalu tinggi
cenderung mengeluarkan asap dan bau tidak sedap.
25

2. Bahan perekat
Untuk merekatkan partikel-partikel zat bahan baku pada proses pembuatan
briket maka diperlukan zat perekat sehingga dihasilkan briket yang kompak. Bahan
perekat dapat dibedakan atas 3 jenis:
a. Perekat organik
Perekat organik yang termaksud jenis ini adalah sodium silika, magnesium,
semen dan sulfit. Kerugian dari pengunaan perekat ini adalah sifatnya
meninggalkan abu sekam pembakaran.
b. Bahan perekat tumbuh-tumbuhan
Jumlah bahan perekat yang dibutuhkan untuk jenis ini jauh lebih sedikit
bila dibandingkan dengan perekat hidrokarbon. Kerugian yang dapat ditimbul-
kan adalah arang cetak (briket) yang dihasilkan kurang tahan kelembaban.
c. Hidrokarbon dengan berat melekul besar
Bahan perekat jenis ini seringkali dipergunakan sebagai bahan perekat
untuk pembuatan arang cetak batu bara cetak. Dengan pemakaian bahan
perekat maka tekanan akan jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan briket
tanpa memakai perekat (Josep dan Hislop dalam Noldi, 2009). Dengan adanya
penguanaan bahan perekat maka ikatan antar partikel semakin kuat, butiran-
butiran arang akan saling mengikat yang menyebabkan air terikat pada pori-
pori arang (Komarayati dan Gusmailian dalam Noldi, 2009).

2.10.2 Syarat dan Kriteria Briket yang Baik


Syarat briket yang baik menurut Nursyiwan dan Nuryeti dalam Erikson
(2011) adalah briket yang permukaannya halus dan tidak meninggalkan bekas hitam
ditangan. Selain itu, sebagai bahan bakar, briket juga harus memenuhi kriteria sebagai
berikut:
1. Mudah dinyalakan
2. Tidak mengeluarkan asap
3. Emisi gas hasil pembakaran tidak mengandung racun
4. Kedap air dan hasil pembakaran tidak berjamur bila disimpan pada waktu lama
5. Menunjukkan upaya laju pembakaran (waktu, laju pembakaran, dan suhu
pembakaran) yang baik.
26

BAB 3 METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Mengukur Kecepatan Pengeringan Bahan Pangan


3.2 1 Alat
Alat yang digunakan dari pengujian pengeringan bahan pangan ini adalah
1. Mesin pengering sederhana
2. Thermometer
3. Thermocoper
4. Penggaris
5. Timbangan
6. Pisau
7. Wadah ( loyang )
8. Alat Tulis

2.3.2 Bahan
Bahan yang digunakan dari pengujian pengeringan bahan pangan ini adalah
1. Ubi Jalar

2.3.2 Prosedur Kerja


1. Persiapkan alat dan bahan yang digunakan dalam kegiatan praktikum ini
2. Kupas ubi jalar yang masih segar
3. Bentuk ubi jalar dalam potongan dengan bentuk balok dan melintang (bundar).
Timbang masing-masing berat sampel ini ( Berat Awal )
4. Lakukan pengeringan/Penjemuran dengan sinar matahari selama 4 jam
5. Lakukan Penimbangan setiap 60 menit sekali terhadap sampel yang
dikeringkan/dijemur dengan sinar matahari
6. Tulis di dalam tabel data
7. Hitung kadar air sampel tersebut dengan rumus yang ada
8. Ukur suhu bahan, ukur suhu ruangan dengan thermometer suhu bola kering,
Ukur suhu ruangan dengan thermometer suhu bola basah
9. Tulis dalam tabel
27

3.2.3 Tugas
1. Hitung berapa banyak air dalam persen yang berhasil menguap
2. Buatlah grafik antara berat terhadap waktu
3. Buatlah grafik antara kadar air basis basah dan kadar air basis kering terhadap
waktu
4. Terangkan kecepatan penguappan dari masing-masing sampel
5. Dengan tabel psychometric chart carilah : rasio kelembapannya , kelembapan
relatif dan energi (enalpy) yang dibutuhkan untuk pengeringan tersebut
6. Buatah grafik eltalpy terhadap waktu

3.2 Mengukur Nilai Kalor Briket Arang


3.2.1 Alat
Alat yang digunakan dari pengujian mengukur nilai kalor briket arang adalah
1. Alat pengering
2. Timbangan
3. Wadah (Loyang)
4. Pisau
5. Penggaris
6. Termometer suhu bola kering
7. Termometer suhu bola basah
8. Sling psychometer
9. Psychometric Chart

3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan dari pengujian mengukur nilai kalor briket arang
adalah
1. Arang kayu yang sudah dihaluskan 40%
2. Serbuk kayu 40%
3. Lem kanji 20%
28

3.2.3 Prosedur Kerja


1. Ambil serbuk kayu dan keringkan dibawah sinar matahari
2. Lakukan pengeringan/penjemuran dengan sinar matahari sampai kering
3. Lakukan penimbangan pada awal dan akhir sampel. Catat bobot masing-masing
sampel
4. Tulis didalam tabel
5. Hitung kadar air sampel tersebut dengan menggunakan rumus yang ada
6. Setelah serbuk kayu kering, ambil lem dan arang kayu
7. Campur serbuk kayu, arang kayu dan lem
8. Cetak briket dengan alat pencetak , lalu keringkan dibawah sinar matahari
9. Lakukan penimbangan pada awal dan akhir sampel, catat bobot masing-masing
sampel
10. Tulis didalam tabel data
11. Hitung kadar air sampel tersebut dengan menggunakan rumus yang sudah ada
12. Stelah kering lakukan pengukuran nilai kalor briket dengan cara
a. Ambil kompor briket
b. Ambil briket, lalu timbang briket tersebut dan catat
c. Letakkan briket kedalam kompor
d. Ambil panci, timbanglah dan catat beratnya
e. Isi panci dengan air, timbang dan catat beratnya
f. Lakukan pembakaran briket yang ada di kompor briket
g. Setelah briket terbakar letakkan panci berisi air diatasnya
h. Catat perubahan suhu air yang ada dalam panci setiap 3 menit
i. Setelah 15 menit matikan kompor briket
j. Timbanglah air serta briket yang tersisa

3.2.4 Tugas
1. Hitung berapa banyak air dalam persen yang menguap (untuk briket)
2. Buatlah grafik antara suhu terhadap waktu
3. Hitung panas yang dibutuhkan untuk menguapkan air dengan rumus Q = m cp
delta T
4. Hitung nilai kalor briket

Anda mungkin juga menyukai