Anda di halaman 1dari 29

BAGIAN OBSTETRI & GINEKOLOGI LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN MEI 2016

UNIVERSITAS HASANUDDIN

Kehamilan Ektopik

OLEH:

Nor Afiqah binti Alias

C11111843

PEMBIMBING

dr. Risna Pasaribu

SUPERVISOR

Dr. dr. Isharyah Sunarno, Sp. OG(K)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2016

1
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa:

Nama : Nor Afiqah binti Alias

NIM : C 111 11 843

Judul Referat : Kehamilan Ektopik

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu Obstetri dan
Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, Mei 2016

Konsulen, Pembimbing,

Dr. dr. Isharyah Sunarno, Sp.OG(K) dr. Risna Pasaribu

Mengetahui,
Koordinator Pendidikan Mahasiswa
Bagian Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Dr. dr. Sharvianty Arifuddin, Sp.OG(K)

2
BAB I
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS
Nama : Ny. S
Umur : 29 tahun
No. Rekam Medik : 752345
Masuk RS : 11 April 2016
Paritas : Gravida 2, Paritas 0, Abortus 1
HPHT : 19 Februari 2016
Umur Kehamilan : 7 minggu 3 hari

II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama

Keluar darah dari jalan lahir

B. Anamnesis Terpimpin

Pasien datang dengan keluhan adanya perdarahan dari jalan lahir yang
dirasakan pasien sejak 1 minggu terakhir. Perdarahansedikit-sedikit berupa bercak
merah kecoklatan. Pasien juga menyatakan haidnya terlambat sejak kurang 1ebih 1
bulan yang lalu. Nyeri perut tidak ada. Demam tidak ada. Nyeri pada bahu tidak ada.
Rasa penuh pada payudara tidak ada. Mual dan muntah tidak ada. Nyeri saat
senggama tidak ada. Riwayat senggama terakhir 2 minggu yang lalu. Riwayat
pingsan tidak ada.

Riwayat berobat di RS Wahidin Sudirohusodo dengan diagnosis blighted


ovum pada Januari 2016 ada dan dilakukan kuretase. Riwayat keputihan keputihan
ada sejak kehamilan terakhir tetapi tidak diobati. Riwayat penggunaan kontrasepsi
tidak ada. Riwayat menarche umur 12 tahun, siklus teratur 28 hari, lama haid 4-6
hari, ganti pembalut 2-3x per hari. Riwayat keluar gumpalan jaringan atau gumpalan
seperti mata ikan dari jalan lahir disangkal. Riwayat hipertensi, diabetes melitus,
alergi dan asma tidak ada. Riwayat merokok tidak ada.

BAB : Biasa, lancar, tidak nyeri

3
BAK : Biasa, lancar

Riwayat Obstetri :

I: Januari 2016, blighted ovum, kuretase, RS Wahidin Sudirohusodo


II: April 2016, kehamilan sekarang

III. PEMERIKSAAN FISIK (11-04-2016)

A. Status Generalis

 Keadaan umum : Baik


 Kesadaran : Compos mentis
 Tanda Vital : TD : 110/70 mmHg
N : 88 x/menit, regular, kuat angkat
RR : 20 x/menit, tipe torakal
S : 36.5°C
B. Status Lokalis:
1. Kepala
Konjungtiva : anemis (-)
Sklera : ikterus (-)
Bibir : pucat (-)
Gusi : perdarahan (-)
Mata : pupil bulat, isokor, Ø2,5mm/2,5mm, RC +/+

2. Leher
Kelenjar getah bening : tidak terdapat pembesaran
Deviasi trakea : tidak ada
Massa tumor : tidak ada
Nyeri tekan : tidak ada

3. Paru-paru
Inspeksi : simetris kiri dan kanan, tidak tampak kelainan
Palpasi :nyeri tekan tidak ada, massa tumor tidak ada, fremitus raba
kiri=kanan
Perkusi : sonor kiri = kanan

4
Auskultasi : bunyi pernafasan vesikuler, ronchi -/- , wheezing -/-

4. Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V midclavicularis (S)
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : bunyi jantung I dan II murni dan reguler, bising tidak ada

5. Abdomen
Inspeksi : datar, ikut gerak napas, warna kulit sama sekitarnya.
Auskultasi : peristaltik ada, kesan normal.
Palpasi : nyeri tekan tidak ada.
Perkusi : timpani. Ascites tidak ada, undulasi tidak ada.

C. Pemeriksaan Obstetri
Pemeriksaan Luar
Tinggi fundus uteri : tidak teraba
Massa tumor : tidak teraba
Nyeri tekan : tidak ada
Fluksus : tidak ada

Pemeriksaan Dalam Vagina


Vulva / Vagina : tidak ada kelainan
Portio : kenyal, permukaan licin, nyeri goyang portio tidak ada
Ostium Uteri Eksterna : tertutup
Ostium Uteri Interna : tertutup
Uterus : kesan normal
Adneksa perimetrium : teraba massa pada adneksa kiri ukuran 2cm x1cm,
adneksa kanan tidak ada kelainan
Kavum Douglasi : tidak menonjol
Pelepasan : tidak ada

5
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium (08-04-2016)

Pemeriksaan Hasil Nilai normal

WBC 5.100 4000-10000/mm3

RBC 4.400.000 Pr : 4,0jt - 4,8jt/mm3

HGB 11.8 Pr : 12,0 - 14,0 gr/dl

HCT 37 Pr : 37,0 - 43,0 %

PLT 378.000 150.000-400.000.mm3

CT 7.30 7-14 menit

BT 3.00 1-4 menit

Plano Test (+) positif

USG Abdomen (08-04-2016)

Hasil :

Gambaran gestasional sac umur 6-7 minggu kesan pada adnexa kiri sugestif kehamilan
ektopik

6
V. RESUME

Dialami sejak kurangl lebih 1 minggu yang lalu berupa bercak-bercak merah
kecoklatan. Awalnya pasien terlambat haid selama kurang lebih 1 bulan, kemudian
muncul bercak-bercak merah kecoklatan. Namun pasien tidak mengeluhkan adanya
nyeri perut suprapubik.

Riwayat berobat di RS Wahidin Sudirohusodo dengan diagnosis blighted


ovum pada Januari 2016 dan dilakukan kuretase Riwayat keputihan ada sejak
kehamilan terakhir tetapi tidak diobati. Riwayat KB tidak ada. Riwayat menarche
umur 12 tahun. Riwayat buang air besar biasa, lancar, tidak ada tenesmus. Hari
Pertama Haid Terakhir (HPHT) : 19 Februari 2016.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, compos mentis, TFU
tidak teraba. Dari hasil pemeriksaan luar didapatkan uterus tidak teraba, nyeri tekan
tidak ada, fluxus tidak ada. Pada pemeriksaan dalam vagina didapatkan nyeri goyang
porsio tidak ada, OUE/OUI tertutup/tertutup, teraba massa pada adneksa kiri ukuran
2cmx1cm. Cavum douglasi dalam batas normal.

Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan urinalisis urin kehamilan


(HCG) positif . USG tampak gambaran gestasional sac umur 6-7 minggu kesan pada
adnexa kiri sugestif kehamilan ektopik.

Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, pasien


didiagnosis dengan kehamilan ektopik.

VI. DIAGNOSIS

Kehamilan Ektopik

VII. PENATALAKSANAAN
Rencana laparaskopi operatif

VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam

7
BAB II

PEMBAHASAN

I. Menegakkan diagnosis
A. Diagnosis Klinis
a. Anamnesis

Pada kasus ini, pasien datang dengan keluhan:

 Adanya perdarahan pervaginam yang sudah dirasakan sejak


kurang lebih 1 minggu terakhir berupa bercak-bercak merah
kecoklatan.
 Pasien menyangkal adanya nyeri perut suprapubik.
 Pasien mengatakan telat haid. Haid terakhirnya 19 Februari
2016 dan muncul bercak-bercak mulai 5 April 2016 hingga saat
ini.
 Pasien tidak megeluhkan adanya nyeri pada bahu, tidak ada
rasa penuh pada payudara, tidak ada mual dan muntah ataupun
nyeri pada saat bersenggama.

Daripada teori, gambaran klinik kehamilan tuba yang belum


terganggu tidak khas, dan penderita maupun dokternya biasanya tidak
mengetahui adanya kelainan dalam kehamilan, sampai terjadi abortus
atau ruptur tuba.1

Berdasarkan anamnesis diatas, gejala yang disampaikan pasien


tersebut sesuai dengan gejala perdarahan pada kehamilan muda. Ada
tiga penyebab perdarahan pada kehamilan dini yaitu abortus,
kehamilan ektopik, dan molahidatidosa. Pada kasus abortus, misalnya
pada abortus imminens diagnosis biasanya diawali dengan keluhan
perdarahan pervaginam pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu.
Perdarahan lebih banyak dan lebih merah sesudah amenore, rasa nyeri
yang berlokasi di sekitar median dan bersifat mules lebih menunjukkan
kearah abortus imminens atau permulaan abortus insipiens. Pada kasus

8
mola hidatidosa, dari anamnesis terdapat gejala-gejala hamil muda
yang kadang-kadang lebih nyata dari kehamilan biasa, terdapat
perdarahan yang sedikit atau banyak, tidak teratur, warna tengguli tua
atau kecoklatan, pasien merasakan pembesaran rahim yang tidak
sesuai (lebih besar) bila dibandingkan dengan usia kehamilan
seharusnya, keluar jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan
(tidak selalu ada) yang merupakan diagnosa pasti. Penyebab lain
perdarahan pervaginam pada kehamilan dini yaitu kehamilan ektopik.

Daripada teori, gambaran klinik kehamilan tuba yang belum


terganggu tidak khas, dan penderita maupun dokternya biasanya tidak
mengetahui adanya kelainan dalam kehamilan, sampai terjadi abortus
atau ruptur tuba. Pada kehamilan ektopik terganngu, pasien
mengeluhkan adanya nyeri perut di daerah bawah yang dirasakan
secara tiba-tiba diikuti oleh perdarahan pervaginam berupa bercak-
bercak dapat berwarna merah ataupun kecoklatan. Namun, pada pasien
ini tidak ada nyeri perut supra pubik sehingga diagnosis kehamilan
ektopik terganggu bias dieksklusikan dari kehamilan ektopik. Selain
itu ditemukan juga tanda-tanda kehamilan dimana haid biasanya
terlambat untuk beberapa waktu dan kadang-kadang terdapat gejala
subjektif kehamilan, misalnya mual dan muntah, payudara terasa
penuh, nyeri bahu, nyeri perut bagian bawah, hingga tenesmus.1

Membandingkan teori dan hasil anamnesis yang diperoleh,


keluhan pasien sesuai dengan suatu kehamilan ektopik yaitu
perdarahan pada kehamilan muda dimana ditemukan perdarahan
pervaginam dan amenore disertai tanda-tanda kehamilan. Beberapa
derajat bercak vagina atau perdarahan dilaporkan oleh 60 sampai 80
persen wanita dengan kehamilan tuba.3 Pada pasien ini tidak
ditemukan adanya nyeri perut suprapubik yang mana megnkgsklusikan
kriteria trias dari kehamilan ektopik terganggu. Pasien yang datang
sebelum ruptur atau sebelum kehamilan ektopiknya terganggu
keluhannya tidak khas.1

9
Adapun tanda-tanda kehamilan yang ditemukan pada pasien
tidak jelas. Pasien mengeluhkan haid terlambat kurang lebih 1 bulan
disertai cepat lelah namun tanda adanya mual dan muntal, rasa penuh
pada payudara, nyeri saat bersenggama, ataupun tenesmus disangkal.2

Pada pasien ini, ditemukan faktor resiko untuk terjadinya


kehamilan ektopik. Faktor resiko yang dapat mendukung terjadinya
kehamilan ektopik pada pasien.

 Pasien mengeluhkan adanya keputihan sejak Februari 2016 dan


tidak pernah diobati

Riwayat keputihan pada pasien mengindikasikan kemungkinan


adanya penyakit radang panggul. Penyakit radang panggul adalah
infeksi pada alat genitalia atas. Proses penyakitnya dapat meliputi
endometrium, tuba Fallopii, ovarium, miometrium, parametria, dan
peritoneum panggul.1 Adhesi perituba akibat infeksi dapat
menyebabkan tuba menjadi kusut/berbelit dan lumen tuba menyempit,
sehingga risiko kehamilan tuba pun meningkat.1

b. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien yang dicurigai


kehamilan ektopik sangat bervariasi dan terkadang tidak terlalu
membantu.

Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan fisik menyeluruh dari


kepala hingga kaki. Dari hasil pemeriksaan fisik yang bermakna
didapatkan:
1. Tanda Vital dalam batas normal
TD : 110/70 mmHg
N : 88 x/menit
RR : 20 x/menit
S : 36.5°C
2. Sklera : Tidak anemis

10
3. Pada pemeriksaan abdomen tidak teraba adanya massa di perut
bagian bawah. Nyeri tekan tidak ada.
4. Pada pemeriksaan luar, tinggi fundus uteri tidak teraba, massa
tumor tidak ada, nyeri tekan pada bagian bawah serta fluksus tidak.
5. Pada pemeriksaan dalam vagina pasien ini vulva/vagina tidak
ditemukan kelainan, portionya kenyal, permukaan licin dan tidak
ada nyeri goyang portio. Baik ostium uteri eksterna ataupun interna
tertutup, uterus dalam batas normal, teraba massa pada adneksa
kiri ukuran 2cm x 1cm, tidak ada nyeri, cavum douglasi tidak
menonjol dan tidak ada pelepasan darah.

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang telah


dilakukan, maka diagnosis klinis pasien adalah suspek kehamilan
ektopik.

B. Diagnosis Masuk

Untuk mengetahui diagnosis masuk pasien, maka selain anamnesis


dan pemeriksaan fisik, pada pasien akan dilakukan beberapa pemeriksaan
penunjang.
1. Pencitraan
Pencitraan yang dilakukan pada pasien ini ketika datang ke
poliklinik obstetrik dan ginekologik adalah pemeriksaan USG whole
abdomen. Dari hasil pemeriksaannya didapatkan tampak lesi
hipoechoic bentuk bulat dengan ukuran 2,09cm x 1,62cm x 2,89cm
suggestif gestational sac kesan pada adnexa kiri. Dari uraian hasil
pemeriksaan gambaran gestasional sac umur 6-7 minggu kesan pada
adnexa kiri sugestif kehamilan ektopik.

Pencitraan ultrasonografi dapat dilakukan perabdominal atau


pervaginam.6,10 Identifikasi hasil konsepsi di dalam tuba sulit
dilakukan dengan USG abdomen maka dari itu biasanya pada kasus
dengan kecurigaan kehamilan ektopik terganggu langsung dilakukan
pemeriksaan USG transvaginal. Jika menggunakan USG

11
transabdominal, dengan tidak ditemukannya kehamilan intrauterin,
hasil tes kehamilan positif, cairan dalam cul-de-sac, dan massa pelvis
yang abnormal, diagnosis kehamilan ektopik hampir dapat ditegakkan.
Kehamilan intrauterin biasanya tidak tampak pada pemeriksaan USG
abdomen hingga 5-6 minngu setelah menstruasi terakhir.10,11 Denyut
jantung janin yang tampak jelas di luar kavum uteri merupakan bukti
nyata adanya kehamilan ektopik.10
Penggunaan transduser USG transvaginam memungkinkan
deteksi kehamilan dalam uterus 1 minggu setelah haid terakhir. Ketika
kadar β-hCG serum melebihi 1000 mlU/mL, kantong gestasi dapat
terlihat. Termasuk dalam kriteria adalah identifikasi ukuran kantong
gestasi 1-3 mm atau lebih, terletak secara eksentrik dalam uterus, dan
dikelilingi oleh suatu reaksi desidua-korionik. Nodus fetal dalam
kantong gestasi dapat mengonfirmasi adanya kehamilan, terutama jika
ditemukan pula gerak jantung janin. USG vaginal juga digunakan
untuk mendeteksi massa adneksa. Namun demikian, pemeriksaan
mungkin gagal mendeteksi kehamilan ektopik jika massa tuba
berukuran kecil atau dikaburkan oleh gambaran usus. Sensitivitas
pemeriksaan USG transvaginal dilaporkan sangat bervariasi, dari 20%
hingga 80%. Cairan yang tampak di dalam cul-de-sac meningkatkan
kemungkinan diagnosis kehamilan ektopik.10,11
Gambaran lain yang dapat ditemukan pada kehamilan ektopik
adalah ukuran uterus yang normal atau mengalami pembesaran yang
tidak sesuai usia kehamilan. Endometrium menebal secara ekogenik
akibat adanya reaksi desidua. Kavum uteri biasanya terisi cairan
eksudat yang diproduksi oleh sel-sel desidua, yang tampak seperti
cincin anekoik yang disebut juga sebagai kantong gestasi palsu
(pseudogestational sac);6,11

12
Gambar 1. Gambar ultrasonografi tranvaginal pada kehamilan intrauterin dan
kehamilan ektopik. (A) Kehamilan intrauterine pada usia 6 minggu. Area yang hitam
ditengah adalah kantong gestasi intrauterine dan antar kantong tersebut ada struktur
bulat seperti cincin yang merupakan yolk sac.(B) Kehamilan ektopik. Ke arah kanan
dari gambar tersebut adalah uterus yang normal dan pada bagian kiri dari uterus
tersebut adalah kehamilan ektopik yang berbentuk seperti donut.9

Selain pemeriksaan USG, pencitraan lain yang dapat dilakukan


untuk mendeteksi kehamilan ektopik adalah MRI dan CT Scan. MRI
dilakukan apabila hasil pemeriksaan USG masih tidak jelas dan
keadaan pasien stabil secara hemodinamik. Keuntungan MRI
dibandingkan USG adalah memberikan gambaran multiplanar, radiasi
ionizingnya tidak ada, kontras untuk jaringan lunaknya lebih besar, dan
lebih spesifik terhadap jaringan dan cairan. Selain itu, pencitraan
contrast-enhanced berguna untuk mengevaluasi lesi vaskular dan
lokasi perdarahan pembuluh darah pelvik, begitu juga dengan
perdarahan aktif yag tejadi sebagaimana ditunjukkan dari ekstravasasi
kontras.
2. Laboratorium
Pada pasien ini dilakukan satu kali pemeriksaan darah, yaitu
pemeriksaan darah lengkap. Hasil pemeriksaan darah lengkap pasien
menunjukkan kadar hemoglobin 11.8 gr/dL hanya sedikit berkurang
dari angka normal yaitu 12 gr/dL sedangkan beta-hCG dalam darah
adalah 6, 302.000mIU/ml pada 4 April 2016 13.336.00mIU/ml pada 6

13
April 2016, meningkat sekali dari paras normal yaitu kurang dari
1mIU/ml.
Berdasarkan teori, pada kasus kehamilan ektopik terganggu
perlu dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, dan sel
darah merah. Hemoglobin dan hematokrit diperiksa secara serial
sebanyak 3 kali dengan jarak antarp emeriksaan selama 1 jam.6
Namun pada beberapa kasus, hemoglobin dan hematokrit dapat tetap
normal atau hanya sedikit berkurang, meskipun terdapat
hemoperitoneum yang cukup berat. Berbeda dengan kehamilan
ektopik, biasanya tidak didapatkan gangguan pada pemeriksaan kadar
10,11
hemoglobin, hematokrit, dan sel darah merah Selain itu pada
pemerikasaan darah dapat dilakukan juga pemeriksaan hCG (kualitatif)
ataupun beta-hCG (kuantitatif). Pemeriksaan beta-hCG dalam darah
dapat menunjukkan berapa tepatnya level hCG dalam darah walaupun
jumlahnya masih sedikit. Level beta-hCG yang rendah menandakan
janin yang tidak sehat atau adanya keguguran ataupun kehamilan
ektopik. Pemeriksaan -hCG serum naik 2 kali lipat tiap 2 hari selama
kehamilan. Peningkatan kadar -hCGsecara kuantitatif adalah standar
diagnostik untuk mendiagnosa kehamilan ektopik. Sedangkan hCG
(kualitatif) sama dengan yang dilakukan pada urinalisa, hanya
mendeteksi adanya hCG pada darah. Pemeriksaan hCG (human
chorionic gonadotropin) pada kehamilan ektopik tujuannya untuk
menentukan apakah penderita benar-benar sedang hamil atau tidak.
Pemeriksaan laboratorium lain yang harusnya dilakukan adalah
pemeriksaan kadar progesterone yang juga dapat digunakan untuk
menentukan adanya kehamilan normal atau ektopik. Pada wanita
dengan gejala klinis nyeri abdomen dan/atau perdarahan pervaginam,
pemeriksaan ini dapat membedakan kehamilan normal dan ektopik, di
mana kadar progesteron lebih dari 25 mg/mL mengindikasikan
kehamilan normal. Kadar progesteron dibawah 5 mg/mL ditemukan
hanya pada 0.3% kehamilan normal. Oleh karena itu, kadar yang
rendah tersebut mengindikasikan adanya kehamilan intrauterin dengan
janin yang telah mati atau suatu kehamilan ektopik;10,11 Namun kadar

14
progesteron sendiri jarang digunakan untuk menentukan kehamilan
ektopik atau tidak.

Uji Diagnostik Sensitivitas Spesifisitas


(%) (%)
USG transvaginal dengan 67-100 100
kadar beta-hCG > 1.500
mIU per ml (1.500 IU per
l)

Kadar beta-hCG tidak 36 63-71


meningkat secara tepat

Kadar progesteron 15
tunggal untuk
membedakan kehamilan
ektopik dari nonektopik

Kadar Progesteron 95 40
tunggal untuk
membedakan kegagalan
kehamilan dari kehamilan
intrauterin yang mampu
hidup

Tabel 1. Pemeriksaan untuk mendeteksi kehamilan ektopik6

3. Pemeriksaan Lain
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan apabila untuk membedakan
kehamilan ektopik dengan kehamilan ektopik terganggu diantaranya:
a. Kuldosintesis

Untuk mengetahui apakah terdapat darah pada kavum douglasi


dapat dilakukan kuldosintesis. Cara ini sangat berguna dalam
1
membantu membuat diagnosis kehamilan ektopik terganggu.
Kuldosintesis adalah teknik simple yang biasa digunakan untuk
mengetahui hemopentoneum. Servix ditarik keluar dan ke tas
mengarah ke simpisis dengan tenakulum, dan jarum panjang 18
gauge dimasukkan melalui fornox posterior ke daerah cul-de-sac
retrouterin. Jika ada, maka cairna dapat diaspirasi. Cairan yang
mengandung bekuan lama atau darah yang tidak membeku sesuai

15
dengan diagnosis hemoperitoneum. Sebaliknya, jika sampel
darahnya membeku, mungkin saja berasal dari pembuluh darah yang
terkena. 10

Gambar 2. Kuldosintesis pada daerah cul-de-sac10

b. Dilatase dan Kuretase (D & C)


Dilatase dan kuratase dapat digunakan untuk
menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik dengan
menentukan adanya vili korionik. Ketika kehamilan yang
abnormal telah didiagnosis dengan pemeriksaan kadar hormon
dan USG, tetapi lokasi kehamilan belum dapat dipastikan,
maka dapat dilakukan dilatasi dan kuretase diagnostik untuk
membedakan kehamilan intrauterin yang gagal dan kehamilan
ektopik. Jika vili korionik ditemukan pada pemeriksaan
makroskopik maupun histologik, maka diagnosis kehamilan
ektopik secara virtual dapat disingkirkan. Jika tidak ditemukan
hasil konsepsi, maka pasien dapat disuspek mengalami
kehamilan ektopik atau abortus spontan komplit. Kekuranganya
adalah apabila terdapat kehamilan intrauterin, maka kehamilan
itu akan menjadi abortus11

16
c. Laparoskopi diagnostik

Laparoskopi hanya digunakan sebagai alat bantu


diagnostik terakhir untuk kehamilan ektopik apabila hasil
1
penilaian prosedur diagnostik lain meragukan. Dengan
laparoskopi, organ-organ reproduksi (uterus, ovarium, tuba
fallopi, kavum Douglasi, dan ligamentum latum uteri) dapat
dinilai secara langsung. Dibandingkan dengan laparotomi,
laparoskopi lebih hemat biaya dan memiliki masa
penyembuhan postoperatif yang lebih singkat;6,10

Gambar 3. (A) Kehamilan ektopik tuba kiri pada laparaskopi.


(B)Kehamilan ektopik telah dikeluarkan dengan selpingektomi.9

d. Laparotomi diagnostik
Jika di dalam rongga pelvis ditemukan terlalu banyak
darah yang mempersulit visualisasi laparoskopi, maka
laparotomi dapat dilakukan. Laparotomi dipilih ketika
penderita mengalami ketidakstabilan hemodinamik atau ketika
laparoskopi tidak dapat dilakukan. Jika pada saat dilakukan
laparoskopi didapatkan perdarahan intraabdominal yang jelas,
maka laparotomi harus segera dilakukan.6,10

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan


penunjang berupa pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan
ultrasonografi pada pasien, maka diagnosis masuk pasien adalah
Kehamilan Ektopik.

17
Laporan operasi

Nama Ahli Bedah: Dr. Eddy Hartono, Sp.OG(K)

Diagnosis Pre operasi Kehamilan Ektopik

Diagnosis Post operasi Kehamilan Ektopik (Tuba Abortion)

Tanggal Jam operasi dimulai Jam operasi selesai

12/04/2016 08.40 09.25

Tindakan /macam operasi Laparaskopi Operatif (Salpingektomi Kiri + Kuretase)

Laporan operasi

 Pasien berbaring dalam posisi litotomi dibawah pengaruh General Anestesi


 Prosedur asepsis dan drapping
 Pasang uterus manipulator, panjang uterus 7cm
 Insisi umbilikus 0,5cm, masukkan trokar, lakukan insuflasi dengan CO2
 Insisi perut kiri dan kanan, masukkan trokar
 Identifikasi uterus dan ovarium, tampak kehamilan ektopik di Tuba Fallopi pars
ampularis.
 Lakukan salpingektomi kiri, kontrol perdarahan dengan koagulasi.
 Identifikasi ovarium kiri dan kanan kesan normal
 Lakukan kuretase endometrium
 Kontrol perdarahan
 Operasi selesai
Terapi post-Operasi

Cefadroxil 500mg/8jam/oral

Asam mefenamat 500mg/12jam/oral

Sulfas ferosus 300mg/24jam/oral

Mobilisasi bertahap

Cek Hb post op

18
C. Diagnosis Keluar

Pada tanggal 12/4/2016 jam 08.40 WITA dilakukan operasi laparaskopi


operatif terhadap pasien. Berdasarkan hasil operasi laparaskopi operatif
didapatkan diagnosis keluar pasien sebagai Kehamilan Ektopik tuba
pars ampullaris kiri.

II. Membuat Rujukan yang Tepat

Pada tanggal 08/1/2016 pasien yang berasal dari Biringkinaya masuk ke Poli RS
Wahidin Sudirohusodo. Pasien tidak memiliki rujukan tetapi memilih untuk
langsung datang dari Biringkinaya ke Makassar. Hal ini merupakan tindakan yang
kurang tepat dari pasien. Sarana Pelayanan Kesehatan telah membuat daftar ibu-
ibu hamil ke dalam beberapa kelompok dan kehamilan ektopik merupakan bagian
dari kelompok A.

 kelompok A yaitu ibu-ibu yang mengalami masalah dalam kehamilan saat


pemeriksaan kehamilan (ANC) dan diprediksi akan mempunyai masalah
dalam persalinan yang perlu dirujuk secara terencana. Kasus-kasus
tersebut antara lain: 3
o Gangguan pada kehamilan dini
 Abortus iminens
 Abortus inkomplit dan missed abortion
 Mola hidatidosa
 Kehamilan ektopik
o Hipertensi dalam kehamilan
 Hipertensi dalam kehamilan
 Preeklampsia dan eklampsia
o Hiperemesis Gravidarum
o Perdarahan pada trimester 3
o Gangguan dan penyakit lain yang memerlukan manajemen khusus
 Decompensatio cordis pada kehamilan
 Penyakit lain sebagai komplikasi kehamilan yang
mengancam nyawa (seperti asma dan diabetes)

19
 Kehamilan dengan penyakit penyerta (seperti tuerculosis,
malaria, gizi buruk, HIV/AIDS), anemia
o Pertumbuhan janin terhambat (PJT): tinggi fundus tidak sesuai
kehamilan
o Kelainan kehamilan (hubungana abnormal antara janin dan
panggul)
 Gemelli
 Kelainan letak, posisi, DKP

20
Gambar 4. Alur Pelayanan ibu hamil kelompok A3

A. Detail Pelayanan Umum Ibu Hamil Kelompok A3


1. Sarana pelayanan kesehatan melaporkan daftar ibu-ibu dalam kelompok A ke
Dinas Kesehatan melalui laporan K1-K4.
2. Dinas Kesehatan menyerahkan data ibu-ibu kelompok A ke RS PONEK 24
jam untuk persiapan pelayanan medis sesuai pedoman pelayanan klinis
(PPK) atau clinical guidelines yang dikembangkan oleh tim klinik.

21
3. Dilakukan perencanaan persalinan di RS PONEK oleh tim rujukan.
Pertemuan perencanaan minimal dilakukan sebulan sekali, sekaligus sebagai
monitoring.
4. Perencanaan persalinan dilakukan berdasarkan jenis penyulit yang ada di
Jampersal.
5. Dilakukan koordinasi dengan Dr.Spesialis yang memimpin rapat-rapat teknis
medik di RS untuk menyiapkan tindakan ke ibu-ibu yang akan masuk ke RS.
6. Dinas Kesehatan menyiapkan sumber dana untuk pengelolaan ibu-ibu
kelompok A ini dari berbagai sumber: APBN, APBD, dan masyarakat.
Dengan demikian Dinas Kesehatan bertindak seperti travel agent yang
mengelola ibu-ibu hamil bermasalah untuk sampai ke rumahsakit dan
menjamin pembiayaannya.
7. Pada hari yang ditentukan ibu-ibu yang bermasalah diantar sehingga ibu-ibu
ini dapat sampai di rumahsakit dan mendapat pelayanan. DI Masyarakat
perlu ada tim pengantar. Tim pengantar ini sebaiknya didanai oleh
masyarakat. Bidan desa akan mengantar sampai ke rumahsakit dan
melakukan serah terima.
8. Setelah mendapat pelayanan persalinan di rumahsakit, ibu dan bayi yang
selamat akan kembali ke rumah dengan pengantaran dari rumahsakit atau
dijemput kembali oleh masyarakat.
9. Dengan demikian Ibu-ibu yang termasuk ke dalam kelompok A perlu
mendapat rujukan terencana, karena merupakan kasus yang telah diprediksi
dapat menimbulkan komplikasi apabila ditangani di fasilitas kesehatan
primer atau oleh bidan.
10. Kelompok A dapat pula bersalin dengan normal, apabila ternyata tidak
terjadi komplikasi yang telah diprediksi sebelumnya.

B. Kehamilan Ektopik / Kehamilan Ektopik Terganggu


Berikut adalah alur detail penanganan rujukan pasien dengan kehamilan ektopik.

NO Pelayanan Medik Sumber Kegiatan pendukung Sumber


(detail clinical guideline Anggaran* dan Pelayanan Non Anggaran*
tidak perlu ditampilkan tapi Medik
cukup dibuat link ke
file/referensi terkait)

22
1. Sarana Pelayanan Sarana pelayanan
Kesehatan mengidentifikasi kesehatan membuat
kehamilan ektopik laporan kepada Dinas
terganggu saat ANC Kesehatan
2. Sarana Pelayanan Dinas Kesehatan
Kesehatan merujuk pasien meneruskan laporan
ke RS PONEK dan berkoordinasi
(lampiran SOP stabilisasi dengan RS PONEK
pasien rujukan) Sarana pelayanan
(lampiran manual dan form kesehatan memberikan
informed consent) surat rujukan yang
sesuai dengan standar
pelayanan medik,
(lampiran
SOP/mekanisme
rujukan, form rujukan)
3. RS PONEK memberikan Sarana pelayanan
pelayanan rawat inap untuk kesehatan merujuk
tindakan konservatif pasien dan keluarga
SOP / manual klinis dengan didampingi
penanganan kehamilan oleh staf (klinisi)
ektopik secara konservatif
4. RS PONEK memberikan Dinas Kesehatan
pelayanan persalinan menyediakan rumah
dengan laparotomi, apabila tunggu bagi keluarga
diindikasikan pasien apa bila
SOP / manual klinis diperlukan (termasuk
penanganan KET dengan menyediakan makan)
laparotomi Persiapan transfusi
(lampiran/link SOP darah, mobilisasi
transfusi darah) donor/melakukan
donor darah (sesuai
indikasi medis)
5. RS PONEK memberikan Dinas Kesehatan
pelayanan pasca laparotomi mengkoordinir cara
transportasi/rujukan
kembali ke daerah asal
6. RS PONEK merujuk Dinas Kesehatan
kembali ibu kepada sarana membuat laporan
pelayanan kesehatan asal
untuk kontrol

23
* Diisi berdasarkan hasil diskusi pada tim rujukan di tingkat kab/kota, sumber dana dapat
berasal dari: Jampersal; Jamkesda; APBD; Bansos; CSR PERUSAHAAN; Sumbangan

Tabel 2. Detail rujukan pasien dengan Kehamilan Ektopik Terganggu3

III. Tindak Lanjut Paska Rujukan


Pada pasien ini dilakukan operasi laparaskopi operatif dan salpingektomi kiri.
Pasien-pasien yang telah dioperasi memiliki penanganan tersendiri, yaitu:
a. Kontrol
Pasien yang telah di operasi laparatomi dapat datang kontrol 1 minggu setelah
operasi ke puskesmas terdekat untuk mengganti verban, tetapi apabila pasien
merasakan adanya keluhan maka pasien dapat datang ke RS Ponek untuk
mengkonsultasikan keluhan tersebut dengan dokter yang lebih ahli. Biasanya
luka besar operasi sembuh sekitar 6 minggu dan biasanya pasien diminta
untuk kontrol lagi setelah 6 minggu. Setelah operasi berikut adalah hal-hal
yang mungkin dirasakan pasien namun masih dalam batas normal:
 Perdarahan pervaginam ringan ataupun spotting merupakan hal yang
normal hingga mingu ke 6 paska operasi laparatomi. Sedikit drainase
dari luka insisi merupakan hal yang biasa.
 Pasien harus menghindari mengangkat yang berat melebihi 10-15 lbs
ataupun melakukan gerakan yang menarik perut selama 6 minggu.
 Fatigue merupakan hal yang biasa terjadi. Pasien dapat naik dan turun
tangga, tetapi tidak boleh dipaksakan. Tidak boleh melakukan aktivitas
fisik berat selama 4-6 minggu tetapi pasien tidak boleh berbaring terus
di tempat tidur.
 Selera makan yang kurang merupakan hal yang biasa. Coba makan
sedikit-sedikit tapi sering dan minum banyak air tanpa kafein. Apabila
pasien tidak merasakan adanya peristaltik usus, pasien disarankan
untuk meminum banyak cairan dan menggunakan pelunak feses seperti
yang diresepkan.
 Pasien dapat mandi dengan normal. Tetapi harus menjaga agar luka
insisinya bersih dan kering.
 Pasien juga akan diberikan obat anti-nyeri yang dapat diminum apabila
pasien merasa nyeri pada luka bekas operasi.

24
 Bersenggama dan penggunaan tampon sebaiknya dihindari setidaknya
4 minggu setelah operasi.
Tetapi apabila terdapat tanda-tanda dibawah ini, pasien harus segera kembali
ke RS Ponek dan mendapatkan perwatan luka yang lebih baik.
 Perdarahan pervaginam lebih dari 1 pembalut/hari
 Mual dan muntah yang persisten
 Nyeri perut yang makin memburuk
 Bengkak pada salah satu kaki (betis)
 Sesak
b. Rawat luka post-operasi
Pemantauan Post Operasi mencakup hal-hal sebagai berikut :
1. Monitor
- Keseimbangan cairan elektrolit
- Bunyi paru dan respirasi
- Distensi abdomen
- Nyeri tungkai bawah
- Pembalut luka
- Tanda-tanda infeksi
2. Anjurkan latihan nafas setiap 2-4 jam sampai pasien aktif.
3. Beri obat-obat untuk nyeri secara teratur selama 3 hari post operasi,
selanjutnya sesuai kebutuhan.
4. Untuk nyeri karena abdomen gembung (gas) beri kompres panas pada
abdomen, anjurkan ambulasi
5. Cegah tromboplebilitis
6. Beri support mental terus-menerus
7. Anjurkan pasien sebagai berikut :
a. Hindari kerja berat yang menyebabkan kongesti pembuluh darah
pelvic seperti: angkat barang, jalan cepat, loncat, jogging, selama 6-8
minggu post operasi.
b. Latihan aktifitas seksual post operasi
c. Resume hubungan seksual selama 4-6 minggu
d. Lapor dokter segera jika terdapat tanda-tanda tromboemboli
e. Batasi aktifitas sehari-hari
f. Kembali ke RS untuk evaluasi terhadap pengobatan.

25
Perawatan luka post operasi dapat dilakukan di puskesmas yang memiliki alat
aseptik yang baik. Prosedur perawatan luka pada pasien ini dapat dilakukan
dengan cara:
 Megatur posisi pasien senyaman mungkin
 Penolong mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir
menggunakan tujuh langkah efektif
 Gunakan bak instrumen steril dan handscoon.
 Membuka plester dan kasa dengan menggunakan pinset. Sebelumnya
pleseter dibasahi dengan lidi wotton yang sebelumnya diberi
alcoho/wash, dengan tujuan agar mudah da tidka sakit pada saat plester
dibuka. Angkat secara perlahan dan buang ke nierbekken.
 Kaji keadaan luka. Tekan daerah sekitar luka, lihat lukanya sudah
kering/basah, keluar pus/cairan dari tempat luka serta penutupan kulit
dan integritas kulit.
 Bersihkan luka dengan NaCl. Menggunakan kasa terpisah untuk setiap
area luka yang dibersihkan.
 Berkan obat luka. Gunakan kasa baru.
 Tutup luka dengan kasa steril dan memasang plester. Perhatikans serat
kasa jangan sampai ada yang menempel di permukaan luka.
Tetapi apabila saat luka dibuka dan ditemukan tanda-tanda:
 Luka membengkak dan nyeri
 Luka memerah
 Terdapat nanah pada bekas luka
 Demam melebihi 38.0C
 Nyeri yang berlebihan pasa luka bekas operasi

Maka pada luka pasien mungkin telah terjadi infeksi sehingga perlu
diberikan pengobatan yang lebih adekuat, apabila di puskesmas tersedia
pemeriksaan laboratorium dan obat-obatan maka pasien dapat dilakukan
pemeriksaan darah rutin terlebih dulu untuk menilai leukosit apakah
meningkat atau tidak. Selain itu pemberian antibiotik, analgetik dan seta
resusitas cairan diperlukan untuk penanganan pasien dengan luka infeksi
post operasi. Penanganan lebih lanjut di RS dengan fasilitas yang lebih

26
lengkap juga disarankan. Misalnya saja pasien di rujuk ke RS tipe C
dimana tersedia pelayanan dokter spesialis terbatas ditingkat kabupaten.

c. Kontrasepsi
Berdasarkan Medical Eligibility criteria for contraceptive use (MEC),
pasien yang pernah mengalami kehamilan ektopik dapat menggunakan
kombinasi oral kontrasepsi, Levanogestrel (LNG), ataupun Ulipristal acetate
(UPA) tanpa adanya larangan. (Kategori MEC 1) Sehingga pada pasien ini
direkomendasikan untuk menggunakan salah satu metode kontrasepsi diatas.
Untuk lebih amannya pasien juga dapat menggunakan metode barrier dengan
menggunakan kondom ataupun diafragma.4
MEC categories for contraceptive eligibility

1 A condition for which there


is no restriction for the use
of the contraceptive method

2 A condition where the


advantages of using the
method generally outweigh
the theoretical or proven
risks

3 A condition where the


theoretical or proven risks
usually outweigh the
advantages of using the
method

4 A condition which
represents an unacceptable
health risk if the
contraceptive method is
used.
Table 3. Kategori MEC4

d. Prognosis
Pada kasus kehamilan ektopik dengan salpingektomi seperti pada pasien
ini, sebagian ibu menjadi steril (tidak dapat mempunyai keturunan) setelah
mengalami keadaan tersebut, namun dapat juga mengalami kehamilan ektopik
lagi pada sisi tuba yang lain.1 Pasien yang telah menjalani salpingektomi pada
salah satu tubanya berarti hanya memiliki 1 tuba yang sehat. Hal ini
menyebabkan kemungkinan untuk hamil lagi masih ada namun tuba

27
kontralateral yang tidak sehat dapat mempengaruhi tuba yang sehat sehingga
infertilitas pada pasien post salpingektomi sering terjadi.
Seorang wanita yang telah mengalami kehamilan ektopik memiliki
kesempatan yang lebih rendah untuk hamil lagi. Selain itu, kesempatannya
memiliki kehamilan ektopik lain yang lebih tinggi. Untungnya, lebih dari
setengah dari wanita yang mengalami kehamilan ektopik akan memiliki bayi
yang sehat kadang-kadang di masa depan. Wanita dengan 2 atau lebih
kehamilan ektopik mungkin memiliki penyakit tuba dan mungkin ingin
mempertimbangkan IVF. Namun, masih ada sekitar kesempatan 2% dari
kehamilan ektopik dengan IVF.6
Kesempatan hamil intrauterin setelah tindakan salpingektomi
menunjukkan angka yang sama dengan tindakan salpingotomi, walaupun
6
risiko kehamilan ektopik berulang lebih besar pada tindakan salpingotomi.
Untuk fertilitas pasien berdasarkan teknik operasi yang digunakan, beberapa
menemukan risiko yang lebih tinggi untuk kambuh pada mereka yang
dilakukan salpingotomi laparoskopi, namun penelitian lain mengatakan tidak
ada perbedaan signifikan antara salpingotomi dan salpingektomi. 9

28
Daftar Pustaka

1. Hadijato, Bantuk. Perdarahan pada Kehamilan Muda dalam: Ilmu Kebidanan.


Edisi Keempat. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2012. p474-487
2. Sivalingam, Vanitha N. Duncan, W Colin. Shephard, Lucy A. et all. Diagnosis and
management of ectopic pregnancy. British Medical Journal. 2016. p1-10
3. Murray, Heather. Bakkdah, Hanadi. Bardell, Trevor. Tulandi, Togas. Diagnosis
and Treatment of Ectopic Pregnancy. Canadian Medical Association Journal.
2015. p905-12
4. World Health Organization. Medical Eligibility Criteria for contraceptive use.
Fifth Edition. 2015.
5. PKMK FK UGM. Kebijakan Kesehatan Indonesia: Proses rujukan ibu hamil
kelompok A. 2011.
6. Ectopic Pregnancy A Guide For Patients. American Society For Reproductive
Medicine. 2014. p1-14
7. Sherwood, L. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem. Edisi Keenam. Jakarta: EGC.
2011. p846-850
8. Rachimhadi, Trijatmo. Anatomi Alat Reproduksi dalam: Ilmu Kebidanan. Edisi
Keempat. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2012. p115-29
9. Li J, Jiang K, Zhao F. Fertility outcome analysis after surgical management of
tubal ectopic pregnancy: a retrospective cohort study. British Medical Journal.
2015. p1-5
10. Cunningham, F.Gary. Leveno, Kenneth J. Bloom, Steven L.et all. Williams
obstetrics. 24th edition. New York: McGraw-Hill Education. 2014. p179-189
11. Barash, Joshua H. Buchanan, Edward M. Hillson, Christina. Diagnosis and
Management of Ectopic Pregnancy. Americam Family Physicians. 2014. p34-40

29

Anda mungkin juga menyukai