UNIVERSITAS HASANUDDIN
Kehamilan Ektopik
OLEH:
C11111843
PEMBIMBING
SUPERVISOR
MAKASSAR
2016
1
LEMBAR PENGESAHAN
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu Obstetri dan
Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Konsulen, Pembimbing,
Mengetahui,
Koordinator Pendidikan Mahasiswa
Bagian Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
2
BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Nama : Ny. S
Umur : 29 tahun
No. Rekam Medik : 752345
Masuk RS : 11 April 2016
Paritas : Gravida 2, Paritas 0, Abortus 1
HPHT : 19 Februari 2016
Umur Kehamilan : 7 minggu 3 hari
II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
B. Anamnesis Terpimpin
Pasien datang dengan keluhan adanya perdarahan dari jalan lahir yang
dirasakan pasien sejak 1 minggu terakhir. Perdarahansedikit-sedikit berupa bercak
merah kecoklatan. Pasien juga menyatakan haidnya terlambat sejak kurang 1ebih 1
bulan yang lalu. Nyeri perut tidak ada. Demam tidak ada. Nyeri pada bahu tidak ada.
Rasa penuh pada payudara tidak ada. Mual dan muntah tidak ada. Nyeri saat
senggama tidak ada. Riwayat senggama terakhir 2 minggu yang lalu. Riwayat
pingsan tidak ada.
3
BAK : Biasa, lancar
Riwayat Obstetri :
A. Status Generalis
2. Leher
Kelenjar getah bening : tidak terdapat pembesaran
Deviasi trakea : tidak ada
Massa tumor : tidak ada
Nyeri tekan : tidak ada
3. Paru-paru
Inspeksi : simetris kiri dan kanan, tidak tampak kelainan
Palpasi :nyeri tekan tidak ada, massa tumor tidak ada, fremitus raba
kiri=kanan
Perkusi : sonor kiri = kanan
4
Auskultasi : bunyi pernafasan vesikuler, ronchi -/- , wheezing -/-
4. Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V midclavicularis (S)
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : bunyi jantung I dan II murni dan reguler, bising tidak ada
5. Abdomen
Inspeksi : datar, ikut gerak napas, warna kulit sama sekitarnya.
Auskultasi : peristaltik ada, kesan normal.
Palpasi : nyeri tekan tidak ada.
Perkusi : timpani. Ascites tidak ada, undulasi tidak ada.
C. Pemeriksaan Obstetri
Pemeriksaan Luar
Tinggi fundus uteri : tidak teraba
Massa tumor : tidak teraba
Nyeri tekan : tidak ada
Fluksus : tidak ada
5
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium (08-04-2016)
Hasil :
Gambaran gestasional sac umur 6-7 minggu kesan pada adnexa kiri sugestif kehamilan
ektopik
6
V. RESUME
Dialami sejak kurangl lebih 1 minggu yang lalu berupa bercak-bercak merah
kecoklatan. Awalnya pasien terlambat haid selama kurang lebih 1 bulan, kemudian
muncul bercak-bercak merah kecoklatan. Namun pasien tidak mengeluhkan adanya
nyeri perut suprapubik.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, compos mentis, TFU
tidak teraba. Dari hasil pemeriksaan luar didapatkan uterus tidak teraba, nyeri tekan
tidak ada, fluxus tidak ada. Pada pemeriksaan dalam vagina didapatkan nyeri goyang
porsio tidak ada, OUE/OUI tertutup/tertutup, teraba massa pada adneksa kiri ukuran
2cmx1cm. Cavum douglasi dalam batas normal.
VI. DIAGNOSIS
Kehamilan Ektopik
VII. PENATALAKSANAAN
Rencana laparaskopi operatif
VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
7
BAB II
PEMBAHASAN
I. Menegakkan diagnosis
A. Diagnosis Klinis
a. Anamnesis
8
mola hidatidosa, dari anamnesis terdapat gejala-gejala hamil muda
yang kadang-kadang lebih nyata dari kehamilan biasa, terdapat
perdarahan yang sedikit atau banyak, tidak teratur, warna tengguli tua
atau kecoklatan, pasien merasakan pembesaran rahim yang tidak
sesuai (lebih besar) bila dibandingkan dengan usia kehamilan
seharusnya, keluar jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan
(tidak selalu ada) yang merupakan diagnosa pasti. Penyebab lain
perdarahan pervaginam pada kehamilan dini yaitu kehamilan ektopik.
9
Adapun tanda-tanda kehamilan yang ditemukan pada pasien
tidak jelas. Pasien mengeluhkan haid terlambat kurang lebih 1 bulan
disertai cepat lelah namun tanda adanya mual dan muntal, rasa penuh
pada payudara, nyeri saat bersenggama, ataupun tenesmus disangkal.2
b. Pemeriksaan Fisik
10
3. Pada pemeriksaan abdomen tidak teraba adanya massa di perut
bagian bawah. Nyeri tekan tidak ada.
4. Pada pemeriksaan luar, tinggi fundus uteri tidak teraba, massa
tumor tidak ada, nyeri tekan pada bagian bawah serta fluksus tidak.
5. Pada pemeriksaan dalam vagina pasien ini vulva/vagina tidak
ditemukan kelainan, portionya kenyal, permukaan licin dan tidak
ada nyeri goyang portio. Baik ostium uteri eksterna ataupun interna
tertutup, uterus dalam batas normal, teraba massa pada adneksa
kiri ukuran 2cm x 1cm, tidak ada nyeri, cavum douglasi tidak
menonjol dan tidak ada pelepasan darah.
B. Diagnosis Masuk
11
transabdominal, dengan tidak ditemukannya kehamilan intrauterin,
hasil tes kehamilan positif, cairan dalam cul-de-sac, dan massa pelvis
yang abnormal, diagnosis kehamilan ektopik hampir dapat ditegakkan.
Kehamilan intrauterin biasanya tidak tampak pada pemeriksaan USG
abdomen hingga 5-6 minngu setelah menstruasi terakhir.10,11 Denyut
jantung janin yang tampak jelas di luar kavum uteri merupakan bukti
nyata adanya kehamilan ektopik.10
Penggunaan transduser USG transvaginam memungkinkan
deteksi kehamilan dalam uterus 1 minggu setelah haid terakhir. Ketika
kadar β-hCG serum melebihi 1000 mlU/mL, kantong gestasi dapat
terlihat. Termasuk dalam kriteria adalah identifikasi ukuran kantong
gestasi 1-3 mm atau lebih, terletak secara eksentrik dalam uterus, dan
dikelilingi oleh suatu reaksi desidua-korionik. Nodus fetal dalam
kantong gestasi dapat mengonfirmasi adanya kehamilan, terutama jika
ditemukan pula gerak jantung janin. USG vaginal juga digunakan
untuk mendeteksi massa adneksa. Namun demikian, pemeriksaan
mungkin gagal mendeteksi kehamilan ektopik jika massa tuba
berukuran kecil atau dikaburkan oleh gambaran usus. Sensitivitas
pemeriksaan USG transvaginal dilaporkan sangat bervariasi, dari 20%
hingga 80%. Cairan yang tampak di dalam cul-de-sac meningkatkan
kemungkinan diagnosis kehamilan ektopik.10,11
Gambaran lain yang dapat ditemukan pada kehamilan ektopik
adalah ukuran uterus yang normal atau mengalami pembesaran yang
tidak sesuai usia kehamilan. Endometrium menebal secara ekogenik
akibat adanya reaksi desidua. Kavum uteri biasanya terisi cairan
eksudat yang diproduksi oleh sel-sel desidua, yang tampak seperti
cincin anekoik yang disebut juga sebagai kantong gestasi palsu
(pseudogestational sac);6,11
12
Gambar 1. Gambar ultrasonografi tranvaginal pada kehamilan intrauterin dan
kehamilan ektopik. (A) Kehamilan intrauterine pada usia 6 minggu. Area yang hitam
ditengah adalah kantong gestasi intrauterine dan antar kantong tersebut ada struktur
bulat seperti cincin yang merupakan yolk sac.(B) Kehamilan ektopik. Ke arah kanan
dari gambar tersebut adalah uterus yang normal dan pada bagian kiri dari uterus
tersebut adalah kehamilan ektopik yang berbentuk seperti donut.9
13
April 2016, meningkat sekali dari paras normal yaitu kurang dari
1mIU/ml.
Berdasarkan teori, pada kasus kehamilan ektopik terganggu
perlu dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, dan sel
darah merah. Hemoglobin dan hematokrit diperiksa secara serial
sebanyak 3 kali dengan jarak antarp emeriksaan selama 1 jam.6
Namun pada beberapa kasus, hemoglobin dan hematokrit dapat tetap
normal atau hanya sedikit berkurang, meskipun terdapat
hemoperitoneum yang cukup berat. Berbeda dengan kehamilan
ektopik, biasanya tidak didapatkan gangguan pada pemeriksaan kadar
10,11
hemoglobin, hematokrit, dan sel darah merah Selain itu pada
pemerikasaan darah dapat dilakukan juga pemeriksaan hCG (kualitatif)
ataupun beta-hCG (kuantitatif). Pemeriksaan beta-hCG dalam darah
dapat menunjukkan berapa tepatnya level hCG dalam darah walaupun
jumlahnya masih sedikit. Level beta-hCG yang rendah menandakan
janin yang tidak sehat atau adanya keguguran ataupun kehamilan
ektopik. Pemeriksaan -hCG serum naik 2 kali lipat tiap 2 hari selama
kehamilan. Peningkatan kadar -hCGsecara kuantitatif adalah standar
diagnostik untuk mendiagnosa kehamilan ektopik. Sedangkan hCG
(kualitatif) sama dengan yang dilakukan pada urinalisa, hanya
mendeteksi adanya hCG pada darah. Pemeriksaan hCG (human
chorionic gonadotropin) pada kehamilan ektopik tujuannya untuk
menentukan apakah penderita benar-benar sedang hamil atau tidak.
Pemeriksaan laboratorium lain yang harusnya dilakukan adalah
pemeriksaan kadar progesterone yang juga dapat digunakan untuk
menentukan adanya kehamilan normal atau ektopik. Pada wanita
dengan gejala klinis nyeri abdomen dan/atau perdarahan pervaginam,
pemeriksaan ini dapat membedakan kehamilan normal dan ektopik, di
mana kadar progesteron lebih dari 25 mg/mL mengindikasikan
kehamilan normal. Kadar progesteron dibawah 5 mg/mL ditemukan
hanya pada 0.3% kehamilan normal. Oleh karena itu, kadar yang
rendah tersebut mengindikasikan adanya kehamilan intrauterin dengan
janin yang telah mati atau suatu kehamilan ektopik;10,11 Namun kadar
14
progesteron sendiri jarang digunakan untuk menentukan kehamilan
ektopik atau tidak.
Kadar progesteron 15
tunggal untuk
membedakan kehamilan
ektopik dari nonektopik
Kadar Progesteron 95 40
tunggal untuk
membedakan kegagalan
kehamilan dari kehamilan
intrauterin yang mampu
hidup
3. Pemeriksaan Lain
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan apabila untuk membedakan
kehamilan ektopik dengan kehamilan ektopik terganggu diantaranya:
a. Kuldosintesis
15
dengan diagnosis hemoperitoneum. Sebaliknya, jika sampel
darahnya membeku, mungkin saja berasal dari pembuluh darah yang
terkena. 10
16
c. Laparoskopi diagnostik
d. Laparotomi diagnostik
Jika di dalam rongga pelvis ditemukan terlalu banyak
darah yang mempersulit visualisasi laparoskopi, maka
laparotomi dapat dilakukan. Laparotomi dipilih ketika
penderita mengalami ketidakstabilan hemodinamik atau ketika
laparoskopi tidak dapat dilakukan. Jika pada saat dilakukan
laparoskopi didapatkan perdarahan intraabdominal yang jelas,
maka laparotomi harus segera dilakukan.6,10
17
Laporan operasi
Laporan operasi
Cefadroxil 500mg/8jam/oral
Mobilisasi bertahap
Cek Hb post op
18
C. Diagnosis Keluar
Pada tanggal 08/1/2016 pasien yang berasal dari Biringkinaya masuk ke Poli RS
Wahidin Sudirohusodo. Pasien tidak memiliki rujukan tetapi memilih untuk
langsung datang dari Biringkinaya ke Makassar. Hal ini merupakan tindakan yang
kurang tepat dari pasien. Sarana Pelayanan Kesehatan telah membuat daftar ibu-
ibu hamil ke dalam beberapa kelompok dan kehamilan ektopik merupakan bagian
dari kelompok A.
19
Kehamilan dengan penyakit penyerta (seperti tuerculosis,
malaria, gizi buruk, HIV/AIDS), anemia
o Pertumbuhan janin terhambat (PJT): tinggi fundus tidak sesuai
kehamilan
o Kelainan kehamilan (hubungana abnormal antara janin dan
panggul)
Gemelli
Kelainan letak, posisi, DKP
20
Gambar 4. Alur Pelayanan ibu hamil kelompok A3
21
3. Dilakukan perencanaan persalinan di RS PONEK oleh tim rujukan.
Pertemuan perencanaan minimal dilakukan sebulan sekali, sekaligus sebagai
monitoring.
4. Perencanaan persalinan dilakukan berdasarkan jenis penyulit yang ada di
Jampersal.
5. Dilakukan koordinasi dengan Dr.Spesialis yang memimpin rapat-rapat teknis
medik di RS untuk menyiapkan tindakan ke ibu-ibu yang akan masuk ke RS.
6. Dinas Kesehatan menyiapkan sumber dana untuk pengelolaan ibu-ibu
kelompok A ini dari berbagai sumber: APBN, APBD, dan masyarakat.
Dengan demikian Dinas Kesehatan bertindak seperti travel agent yang
mengelola ibu-ibu hamil bermasalah untuk sampai ke rumahsakit dan
menjamin pembiayaannya.
7. Pada hari yang ditentukan ibu-ibu yang bermasalah diantar sehingga ibu-ibu
ini dapat sampai di rumahsakit dan mendapat pelayanan. DI Masyarakat
perlu ada tim pengantar. Tim pengantar ini sebaiknya didanai oleh
masyarakat. Bidan desa akan mengantar sampai ke rumahsakit dan
melakukan serah terima.
8. Setelah mendapat pelayanan persalinan di rumahsakit, ibu dan bayi yang
selamat akan kembali ke rumah dengan pengantaran dari rumahsakit atau
dijemput kembali oleh masyarakat.
9. Dengan demikian Ibu-ibu yang termasuk ke dalam kelompok A perlu
mendapat rujukan terencana, karena merupakan kasus yang telah diprediksi
dapat menimbulkan komplikasi apabila ditangani di fasilitas kesehatan
primer atau oleh bidan.
10. Kelompok A dapat pula bersalin dengan normal, apabila ternyata tidak
terjadi komplikasi yang telah diprediksi sebelumnya.
22
1. Sarana Pelayanan Sarana pelayanan
Kesehatan mengidentifikasi kesehatan membuat
kehamilan ektopik laporan kepada Dinas
terganggu saat ANC Kesehatan
2. Sarana Pelayanan Dinas Kesehatan
Kesehatan merujuk pasien meneruskan laporan
ke RS PONEK dan berkoordinasi
(lampiran SOP stabilisasi dengan RS PONEK
pasien rujukan) Sarana pelayanan
(lampiran manual dan form kesehatan memberikan
informed consent) surat rujukan yang
sesuai dengan standar
pelayanan medik,
(lampiran
SOP/mekanisme
rujukan, form rujukan)
3. RS PONEK memberikan Sarana pelayanan
pelayanan rawat inap untuk kesehatan merujuk
tindakan konservatif pasien dan keluarga
SOP / manual klinis dengan didampingi
penanganan kehamilan oleh staf (klinisi)
ektopik secara konservatif
4. RS PONEK memberikan Dinas Kesehatan
pelayanan persalinan menyediakan rumah
dengan laparotomi, apabila tunggu bagi keluarga
diindikasikan pasien apa bila
SOP / manual klinis diperlukan (termasuk
penanganan KET dengan menyediakan makan)
laparotomi Persiapan transfusi
(lampiran/link SOP darah, mobilisasi
transfusi darah) donor/melakukan
donor darah (sesuai
indikasi medis)
5. RS PONEK memberikan Dinas Kesehatan
pelayanan pasca laparotomi mengkoordinir cara
transportasi/rujukan
kembali ke daerah asal
6. RS PONEK merujuk Dinas Kesehatan
kembali ibu kepada sarana membuat laporan
pelayanan kesehatan asal
untuk kontrol
23
* Diisi berdasarkan hasil diskusi pada tim rujukan di tingkat kab/kota, sumber dana dapat
berasal dari: Jampersal; Jamkesda; APBD; Bansos; CSR PERUSAHAAN; Sumbangan
24
Bersenggama dan penggunaan tampon sebaiknya dihindari setidaknya
4 minggu setelah operasi.
Tetapi apabila terdapat tanda-tanda dibawah ini, pasien harus segera kembali
ke RS Ponek dan mendapatkan perwatan luka yang lebih baik.
Perdarahan pervaginam lebih dari 1 pembalut/hari
Mual dan muntah yang persisten
Nyeri perut yang makin memburuk
Bengkak pada salah satu kaki (betis)
Sesak
b. Rawat luka post-operasi
Pemantauan Post Operasi mencakup hal-hal sebagai berikut :
1. Monitor
- Keseimbangan cairan elektrolit
- Bunyi paru dan respirasi
- Distensi abdomen
- Nyeri tungkai bawah
- Pembalut luka
- Tanda-tanda infeksi
2. Anjurkan latihan nafas setiap 2-4 jam sampai pasien aktif.
3. Beri obat-obat untuk nyeri secara teratur selama 3 hari post operasi,
selanjutnya sesuai kebutuhan.
4. Untuk nyeri karena abdomen gembung (gas) beri kompres panas pada
abdomen, anjurkan ambulasi
5. Cegah tromboplebilitis
6. Beri support mental terus-menerus
7. Anjurkan pasien sebagai berikut :
a. Hindari kerja berat yang menyebabkan kongesti pembuluh darah
pelvic seperti: angkat barang, jalan cepat, loncat, jogging, selama 6-8
minggu post operasi.
b. Latihan aktifitas seksual post operasi
c. Resume hubungan seksual selama 4-6 minggu
d. Lapor dokter segera jika terdapat tanda-tanda tromboemboli
e. Batasi aktifitas sehari-hari
f. Kembali ke RS untuk evaluasi terhadap pengobatan.
25
Perawatan luka post operasi dapat dilakukan di puskesmas yang memiliki alat
aseptik yang baik. Prosedur perawatan luka pada pasien ini dapat dilakukan
dengan cara:
Megatur posisi pasien senyaman mungkin
Penolong mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir
menggunakan tujuh langkah efektif
Gunakan bak instrumen steril dan handscoon.
Membuka plester dan kasa dengan menggunakan pinset. Sebelumnya
pleseter dibasahi dengan lidi wotton yang sebelumnya diberi
alcoho/wash, dengan tujuan agar mudah da tidka sakit pada saat plester
dibuka. Angkat secara perlahan dan buang ke nierbekken.
Kaji keadaan luka. Tekan daerah sekitar luka, lihat lukanya sudah
kering/basah, keluar pus/cairan dari tempat luka serta penutupan kulit
dan integritas kulit.
Bersihkan luka dengan NaCl. Menggunakan kasa terpisah untuk setiap
area luka yang dibersihkan.
Berkan obat luka. Gunakan kasa baru.
Tutup luka dengan kasa steril dan memasang plester. Perhatikans serat
kasa jangan sampai ada yang menempel di permukaan luka.
Tetapi apabila saat luka dibuka dan ditemukan tanda-tanda:
Luka membengkak dan nyeri
Luka memerah
Terdapat nanah pada bekas luka
Demam melebihi 38.0C
Nyeri yang berlebihan pasa luka bekas operasi
Maka pada luka pasien mungkin telah terjadi infeksi sehingga perlu
diberikan pengobatan yang lebih adekuat, apabila di puskesmas tersedia
pemeriksaan laboratorium dan obat-obatan maka pasien dapat dilakukan
pemeriksaan darah rutin terlebih dulu untuk menilai leukosit apakah
meningkat atau tidak. Selain itu pemberian antibiotik, analgetik dan seta
resusitas cairan diperlukan untuk penanganan pasien dengan luka infeksi
post operasi. Penanganan lebih lanjut di RS dengan fasilitas yang lebih
26
lengkap juga disarankan. Misalnya saja pasien di rujuk ke RS tipe C
dimana tersedia pelayanan dokter spesialis terbatas ditingkat kabupaten.
c. Kontrasepsi
Berdasarkan Medical Eligibility criteria for contraceptive use (MEC),
pasien yang pernah mengalami kehamilan ektopik dapat menggunakan
kombinasi oral kontrasepsi, Levanogestrel (LNG), ataupun Ulipristal acetate
(UPA) tanpa adanya larangan. (Kategori MEC 1) Sehingga pada pasien ini
direkomendasikan untuk menggunakan salah satu metode kontrasepsi diatas.
Untuk lebih amannya pasien juga dapat menggunakan metode barrier dengan
menggunakan kondom ataupun diafragma.4
MEC categories for contraceptive eligibility
4 A condition which
represents an unacceptable
health risk if the
contraceptive method is
used.
Table 3. Kategori MEC4
d. Prognosis
Pada kasus kehamilan ektopik dengan salpingektomi seperti pada pasien
ini, sebagian ibu menjadi steril (tidak dapat mempunyai keturunan) setelah
mengalami keadaan tersebut, namun dapat juga mengalami kehamilan ektopik
lagi pada sisi tuba yang lain.1 Pasien yang telah menjalani salpingektomi pada
salah satu tubanya berarti hanya memiliki 1 tuba yang sehat. Hal ini
menyebabkan kemungkinan untuk hamil lagi masih ada namun tuba
27
kontralateral yang tidak sehat dapat mempengaruhi tuba yang sehat sehingga
infertilitas pada pasien post salpingektomi sering terjadi.
Seorang wanita yang telah mengalami kehamilan ektopik memiliki
kesempatan yang lebih rendah untuk hamil lagi. Selain itu, kesempatannya
memiliki kehamilan ektopik lain yang lebih tinggi. Untungnya, lebih dari
setengah dari wanita yang mengalami kehamilan ektopik akan memiliki bayi
yang sehat kadang-kadang di masa depan. Wanita dengan 2 atau lebih
kehamilan ektopik mungkin memiliki penyakit tuba dan mungkin ingin
mempertimbangkan IVF. Namun, masih ada sekitar kesempatan 2% dari
kehamilan ektopik dengan IVF.6
Kesempatan hamil intrauterin setelah tindakan salpingektomi
menunjukkan angka yang sama dengan tindakan salpingotomi, walaupun
6
risiko kehamilan ektopik berulang lebih besar pada tindakan salpingotomi.
Untuk fertilitas pasien berdasarkan teknik operasi yang digunakan, beberapa
menemukan risiko yang lebih tinggi untuk kambuh pada mereka yang
dilakukan salpingotomi laparoskopi, namun penelitian lain mengatakan tidak
ada perbedaan signifikan antara salpingotomi dan salpingektomi. 9
28
Daftar Pustaka
29