Anda di halaman 1dari 61

MODUL IMUNISASI 2017

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK II

1. AYU NURUL LESTARI


2. DESTI DWI LESTARI
3. DESTI PUTRI ANDARI
4. DEVYANA PERSARI
5. DFI KURMASARI
MODUL IMUNISASI 2017

DAFTAR ISI

Cover ...................................................................................................................... i
Daftar Isi ................................................................................................................ ii
Daftar Gambar ...................................................................................................... iii
Daftar Istilah ......................................................................................................... iv
Bab I Pendahuluan

Bab Ii Konsep Dasar Imunisasi

Bab Iii Jenis-Jenis Imunisasi

Daftar Pustaka
MODUL IMUNISASI
2017

DAFTAR GAMBAR

\\
MODUL IMUNISASI
2017

DAFTAR SINGKATAN

ADS : Auto disable syringe

BCG : Bacillus Calmette Guerin

BIAS : Bulan Imunisasi Anak Sekolah

DPT-HB : Difteri, Pertusis. Tetanus,

DPT-HB : Difteri, Pertusis. Tetanus, Hepatitis B

Dt : Difteri, Tetanus

Hb : Hepatitis B

HbsAg : Hepatitis B Surface Antigen

Hib : Haemophilus Influenza Type B

HPV : Human Papilloma Virus

IC : Intra Cutan

igG : Immunoglobulin G

IM : Intra Muskular

KIA : Kesehatan Ibu dan Anak

KMS : Kartu Menuju Sehat

MMR : Mumps Measles Rubella

Posyandu : Pos Pelayanan Terpadu

SC : Sub Cutan

TBC : Tuberculosis
Td : Tetanus, Difteri

TT : Tetanus Toksoid

VVM : Vaccine Vial Monitor

WHO : World Health Organization

WUS : Wanita Usia Subur


BAB I
PENDAHULUAN
MODUL IMUNISASI 2017

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Imunisasi merupakan salah satu upaya pencegahan kematian pada


bayi dengan memberikan vaksin. Dengan imunisasi, seseorang menjadi kebal
terhadap penyakit khususnya penyakit infeksi. Dengan demikian, angka
kejadian penyakit infeksi akan menurun, kecacatan serta kematian yang
ditimbulkannya akan berkurang (Cahyono, 2010). Vaksin yang pertama kali
dibuat adalah vaksin cacar (smallpox). Pada tahun 1778, Edward Jenner, berhasil
mengembangkan vaksin cacar dari virus cacar sapi atau cowpox. Sebelum
ditemukan vaksin cacar, penyakit ini sangat ditakuti masyarakat karena sangat
mematikan, bahkan penyakit ini sempat menyebar ke seluruh dunia dan
menelan banyak jiwa (Achmadi, 2006). Namun saat ini, kejadian penyakit
cacar jarang ditemukan karena WHO telah berhasil memberantasnya melalui
program imunisasi. Tidak hanya cacar (smallpox), angka kejadian penyakit-
penyakit infeksi lain juga menurun dengan ditemukannya vaksin terhadap
penyakit-penyakit tersebut (Depkes, 2006). Strategisnya imunisasi sebagai alat
pencegahan, menjadikan imunisasi sebagai program utama suatu negara.
Bahkan merupakan salah satu alat pencegahan penyakit yang utama di
dunia.

Di Indonesia, imunisasi merupakan andalan program kesehatan


(Achmadi, 2006). Imunisasi bayi dan anak dipandang sebagai perlambang
kedokteran pencegahan dan pelayanan kesehatan. Angka cakupan imunisasi
sering dipakai sebagai indikator pencapaian pelayanan kesehatan (Marimbi,
2010). Pada tahun 1974, WHO mencanangkan Expanded Programme on
Immunization (EPI) atau Program Pengembangan Imunisasi (PPI) dalam
rangka pencegahan penularan terhadap penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi (PD3I), yaitu dengan cara meningkatkan cakupan imunisasi pada
anak-anak di seluruh belahan dunia. Hasil dari program EPI ini cukup
memuaskan, dimana terjadi peningkatan angka cakupan imunisasi dunia dari 5%
menjadi 80% (Ali, 2003). Di Indonesia, PPI mulai diselenggarakan tahun 1977
dan berfokus pada campak, tuberkulosis, difteri, tetanus, pertusis, polio.
Sementara imunisasi hepatitis B dimasukkan terakhir karena vaksin hepatitis B
baru tersedia pada tahun 1980-an (Depkes, 2005). Salah satu indikator
keberhasilan program imunisasi adalah tercapainya Universal Child
Immunization (UCI).

Pencapaian UCI merupakan gambaran cakupan imunisasi pada bayi


(0-11 bulan) secara nasional hingga ke tingkat pedesaan. WHO dan
UNICEF menetapkan indikator cakupan imunisasi adalah 90% di tingkat
nasional dan 80% di semua kabupaten. Pada tahun 1990, Indonesia telah
mencapai target UCI, dimana paling sedikit 80% bayi di setiap desa telah
mendapatkan imunisasi dasar lengkap sebelum berumur satu tahun (Depkes,
2005). Persentase desa/kelurahan UCI di Indonesia, selama 6 tahun terakhir
belum menunjukkan perkembangan yang bermakna. Pencapaian tertinggi
terjadi pada tahun 2005 yaitu sebesar 76,23%. Capaian tahun 2009 hanya
sebesar 69,76% desa/kelurahan UCI di Indonesia, lebih rendah dibandingkan
tahun 2008 sebesar 74,02%. Angka tersebut juga masih di bawah target UCI
tahun 2009 sebesar 98% dan standar pelayanan minimal yang menetapkan
target 100% desa/kelurahan UCI pada tahun 2010 untuk setiap
kabupaten/kota (Profil Kesehatan Indonesia, 2010). Salah satu faktor yang
berperan penting terhadap pemberian imunisasi dasar secara lengkap pada
bayi adalah orangtua, khususnya ibu.

Menurut penelitian Ningrum (2006), pengetahuan dan motivasi ibu


memiliki hubungan yang signifikan dengan kelengkapan imunisasi dasar
pada bayi. Ibu dengan pengetahuan dan motivasi yang baik akan
meningkatkan kelengkapan imunisasi dasar pada bayi. Riskesdas (2010),
juga menyebutkan bahwa pendidikan, pekerjaan, dan tingkat pengeluaran
per kapita berhubungan dengan persentase anak umur 12-23 bulan yang
mendapatkan imunisasi dasar. Semakin tinggi tingkat pendidikan, pekerjaan,
dan pengeluaran per kapita keluarga maka semakin tinggi cakupan imunisasi
pada anak.

1.2 TUJUAN INSTRUSSIONAL KHUSUS

1. Mengerti pengertian tentang imunisasi

2. Mengetahui kapan pemberian imunisasi dilaksanakan

3. Memahami pentingnya pemberian vaksinasi/imunisasi

1.3 TUJUAN INSTRUKSIONALUMUM

Dapat Mengerti Tentang Imunisasi


BAB II
KONSEP DASAR
IMUNISASI
MODUL IMUNISASI 2017

URAIAN MATERI

A. Tinjauan Teori

1. Imunisasi Dasar

a. Pengertian imunisasi
Imunisasi adalah suatu cara untuk memberikan

kekebalan kepada seseorang secara aktif terhadap penyakit

menular (Mansjoer, 2000). Imunisasi adalah suatu cara untuk

meningkatkan kesehatan seseorang secara aktif terhadap suatu

antigen, sehingga bila kelak ia terpapar antigen yang serupa

tidak pernah terjadi penyakit (Ranuh dkk, 2001).

Imunisasi adalah pemberian vaksin untuk mencegah

terjadinya penyakit tertentu (Theophilus, 2007), sedangkan

yang dimaksud dengan vaksin adalah suatu obat yang diberikan

untuk membantu mencegah suatu penyakit. Vaksin membantu

tubuh untuk menghasilkan antibodi. Antibodi ini berfungsi

melindungi terhadap penyakit (Theophilus, 2007).


Imunisasi adalah usaha untuk memberikan kekebalan

terhadap penyakit infeksi pada bayi, anak dan juga orang

dewasa (Indiarti, 2008). Imunisasi merupakan reaksi antara

antigen dan antibodi- antibodi, yang dalam bidang ilmu

imunologi merupakan kuman atau racun (toxin disebut sebagai

antigen) (Riyadi, 2009).

6
18

Dari pengertian diatas dapat penulis simpulkan bahwa

imunisasi adalah suatu usaha untuk meningkatkan kekebalan

aktif seseorang terhadap suatu penyakit dengan memasukkan

vaksin dalam tubuh bayi atau anak. Imunisasi dasar adalah

pemberian imunisasi awal untuk mencapai kadar kekebalan

diatas ambang perlindungan (Depkes, 2005). Yang dimaksud

dengan imunisasi dasar lengkap menurut Ranuh dkk (2001),

adalah pemberian imunisasi BCG 1x, hepatitis B 3x DPT 3x,

polio 4x dan campak 1x sebelum bayi berusia 1 tahun.

b. Tujuan pemberian imunisasi

Untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada

seseorang dan menghilangkan penyakit tertentu pada

sekelompok masyarakat (populasi) atau bahkan menghilangkan

penyakit tertentu dari dunia seperti pada imunisasi cacar (Ranuh

dkk, 2001).

Memberikan kekebalan terhadap penyakit yang dapat

dicegah dengan imunisasi yaitu Polio, Campak, Difteri,

Pertusis, Tetanus, TBC dan Hepatitis B (Depkes, 2000).

Dari tujuan diatas dapat penulis simpulkan bahwa tujuan

pemberian imunisasi adalah memberikan kekebalan pada bayi

dan anak dengan maksud menurunkan kematian dan kesakitan


18

serta mencegah akibat buruk lebih lanjut dari penyakit yang

dapat dicegah dengan imunisasi.


19

c. Syarat – syarat imunisasi

Ada beberapa jenis penyakit yang dianggap berbahaya

bagi anak, yang pencegahannya dapat dilakukan dengan

pemberian imunisasi dalam bentuk vaksin. Dapat dipahami

bahwa imunisasi hanya dilakukan pada tubuh yang sehat.

Berikut ini keadaaan yang tidak boleh memperoleh imunisasi

yaitu : anak sakit keras, keadaan fisik lemah, dalam masa tunas

suatu penyakit, sedang mendapat pengobatan dengan sediaan

kortikosteroid atau obat imunosupresif lainnya (terutama vaksin

hidup) karena tubuh mampu membentuk zat anti yang cukup

banyak (Huliana, 2003).

Menurut Depkes RI (2005), dalam pemberian imunisasi

ada syarat yang harus diperhatikan yaitu : diberikan pada bayi

atau anak yang sehat, vaksin yang diberikan harus baik,

disimpan di lemari es dan belum lewat masa berlakunya,

pemberian imunisasi dengan teknik yang tepat, mengetahui

jadwal imunisasi dengan melihat umur dan jenis imunisasi

yang telah diterima, meneliti jenis vaksin yang diberikan,

memberikan dosis yang akan diberikan, mencatat nomor batch

pada buku anak atau kartu imunisasi serta memberikan informed

concent kepada orang tua atau keluarga sebelum melakukan


19

tindakan imunisasi yang sebelumnya telah dijelaskan kepada

orang tuanya tentang manfaat dan efek samping atau Kejadian

Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) yang dapat timbul setelah

pemberian imunisasi.
20

d. Macam – macam Imunisasi Dasar Menurut Theophilus (2007)

1) Imunisasi BCG (Bacillus Calmette Guerrin)

Vaksin ini mengandung bakteri Bacillus Calmette

Guerrin hidup yang dilemahkan, diberikan secara intra

cutan dengan dosis 0,05 ml pada insertio muskulus

deltoideus. Kontraindikasi untuk vaksinasi BCG adalah

penderita gangguan sistem kekebalan (misalnya penderita

leukemia, penderita yang menjalani pengobatan steroid

jangka panjang, penderita infeksi HIV). Reaksi yang

mungkin terjadi :

a). Reaksi lokal : 1 – 2 minggu setelah penyuntikan, pada

tempat penyuntikan timbul kemerahan dan benjolan

kecil yang teraba keras. Kemudian benjolan ini berubah

menjadi pustule (gelembung berisi nanah), lalu pecah

dan membentuk luka terbuka (ulkus). Luka ini akhirnya

sembuh secara spontan dalam waktu 8 – 12 minggu

dengan meningkatkan jaringan parut yang disebut scar.

Bila tidak ada scar berarti imunisasi BCG tidak jadi,

maka bila akan diulang dan bayi sudah berumur lebih

dari 2 bulan harus dilakukan uji Mantoux (tuberkulin).

b). Reaksi regional : pembesaran kelenjar getah bening


20

ketiak atau leher tanpa disertai nyeri tekan maupun

demam yang akan menghilang dalam waktu 3 – 6 bulan.


21

Komplikasi yang mungkin timbul


adalah :

a). Pembentukan abses (penimbunan nanah) di tempat

penyuntikan karena penyuntikan yang terlalu dalam.

Abses ini akan menghilang secara spontan. Untuk

mempercepat penyembuhan, bila abses telah matang,

sebaiknya dilakukan aspirasi (pengisapan abses dengan

menggunakan jarum) dan bukan disayat.

b). limfadenis supurativa, terjadi jika penyuntikan

dilakukan terlalu dalam atau dosisnya terlalu tinggi.

Keadaan ini akan membaik dalam waktu 2 – 6 bulan.

2) Imunisasi DPT (Difteri Pertusis dan Tetanus)

Imunisasi DPT adalah suatu vaksin 3 in 1 yang

melindungi terhadap difteri, pertusis, dan tetanus. Difteri

adalah suatu infeksi bakteri yang menyerang tenggorokan

dan dapat menyebabkan komplikasi yang serius atau fatal.

Pertusis (batuk rejan) adalah infeksi bakteri pada saluran

udara yang ditandai dengan batuk hebat yang menetap serta

bunyi pernafasn yang melengking. Pertusis berlangsung

selama beberapa minggu dan dapat menyebabkan serangan

batuk hebat sehingga anak tidak dapat bernafas, makan atau


21

minum. Pertusis juga dapat menimbulkan komplikasi yang

serius seperti pneumonia, kejang dan kerusakan otak.

Tetanus adalah infeksi yang bisa menyebabkan kekakuan

pada rahang serta kejang.


22

Vaksin DPT adalah vaksin 3 in 1 yang bisa

diberikan kepada anak yang berumur kurang dari 7 bulan.

Biasanya vaksin DPT terdapat dalam bentuk suntikan, yang

disuntikkan pada otot paha secara suub cutan dalam.

Imunisasi DPT diberikan sebanyak 3 kali, yaitu pada saat

anak berumur 2 bulan (DPT I), 3 bulan (DPT II), 4 bulan

(DPT III), selang waktu tidak kurang dari 4 minggu dengan

dosis 0,5 ml.

DPT sering menyebabkan efek samping yang ringan

seperti demam ringan atau nyeri di tempat penyuntikan

selama beberapa hari. Efek samping tersebut terjadi karena

adanya komponen pertusis di dalam vaksin. Pada kurang

dari 1% penyuntikan DPT menyebabkan komplikasi

sebagai berikut :

a). Demam tinggi (lebih 40,5

Celcius ) b). Kejang

c). Kejang demam (risiko lebih tinggi pada anak yang

sebelumnya pernah mengalami kejang atau terdapat

riwayat kejang dalam keluarga)

d). Syok (kebiruan, pucat, lemah, tidak memberikan respon)

Kontraindikasi dari pemberian imunisasi DPT


22

adalah jika anak mempunyai riwayat kejang. Pemberian

imunisasi yang boleh diberikan adalah DT, yang hanya

dapat diperoleh di Puskesmas (kombinasi toksoid difteria

dan tetanus (DT) yang mengandung 10


23

– 12 Lf dapat diberikan pada anak yang memiliki

kontraindikasi terhadap pemberian vaksin pertusis)

(Ranuh,dkk, 2005)

1 – 2 hari setelah mendapat suntikan DPT, mungkin

akan terjadi demam ringan, nyeri, kemerahan atau

pembengkakan di tempat penyuntikan. Untuk mengatasi

nyeri dan menurunkan demam, bisa diberikan asetaminofen

atau ibuprofen. Untuk mengurangi nyeri di tempat

penyuntikan juga bisa dilakukan kompres hangat atau lebih

sering menggerak – gerakkan lengan maupun tulang

tungkai yang bersangkutan.

3) Imunisasi Polio

Imunisasi polio memberikan kekebalan aktif

terhadap penyakit poliomyelitis. Polio bisa menyebabkan

nyeri otot dan kelumpuhan pada salah satu maupun kedua

lengan atau tungkai. Polio juga bisa menyebabkan

kelumpuhan pada otot – otot pernafasan dan otot untuk

menelan. Polio bisa menyebabkan kematian. Imunisasi

dasar polio diberikan 4 kali (polio I, II, III dan

IV) dengan interval tidak kurang dari 4 minggu. Vaksin

polio diberikan sebanyak 2 tetes (0,2 mL) langsung ke


23

mulut anak atau dengan menggunakan sendok yang berisi

air gula. Kontraindikasi pemberian vaksin polio :

a). Diare

b). Gangguan kekebalan (karena obat imunosupresan,

kemoterapi, kortikosteroid)
24

c). Kehamilan

Efek samping yang mungkin terjadi berupa kelumpuhan

dan kejang – kejang. Dosis pertama dan kedua

diperlukan untuk menimbulkan respon kekebalan

primer, sedangkan dosis ketiga dan keempat diperlukan

untuk meningkatkan kekuatan antibodi sampai tingkat

yang tertinggi.

4) Imunisasi Campak

Imunisasi campak memberikan kekebalan aktif

terhadap penyakit campak. Imunisasi campak diberikan

sebanyak 1 dosis pada saat anak berumur 9 bulan dan

diulangi 6 bulan kemudian. Vaksin disuntikkan secara

subcutan sebanyak 0,5 mL. Jika terjadi wabah campak, dan

ada bayi yang belum berusia 9 bulan, maka imunisasi

campak boleh diberikan.

Kontra indikasi pemberian vaksin campak adalah sebagai

berikut : a). Infeksi akut yang disertai demam lebih dari

38 Celcius

b). Gangguan system kekebalan

c). Pemakaian obat

imunosupresan d). Alergi


24

terhadap protein telur

e). Hipersensitivitas terhadap kanamisin dan

eritromisin f). Wanita hamil

Efek samping yang mungkin terjadi berupa demam,

ruam kulit, diare, konjungtivitis dan gejala katarak serta

ensefalitis (jarang).
25

5) Imunisasi HB (Hepatitis B)

Imunisasi HB memberikan kekebalan

terhadap hepatitis B. hepatitis B adalah suatu

infeksi hati yang bisa menyebabkan kanker hati

dan kematian. Dosis pertama (HB 0) diberikan

segera setelah bayi lahir atau kurang dari 7 hari

setelah kelahiran. Pada umur 2 bulan, bayi

mendapat imunisasi HB I dan 4 minggu kemudian

mendapat imunisasi HB II. Imunisasi dasar

diberikan sebanyak 3 kali dengan selang waktu 1

bulan. Vaksin disuntikkan pada otot paha secara

subcutan dalam dengan dosis 0,5 ml.

Pemberian imunisasi kepada anak yang

sakit berat sebaiknya ditunda sampai anak benar –

benar pulih. Efek samping dari vaksin HB adalah

efek lokal (nyeri di tempat suntikan) dan sistematis

(demam ringan, lesu, perasaan tidak enak pada

saluran pencernaan), yang akan hilang dalam

beberapa hari.
e. Jadwal Imunisasi 25
Tabel 2.1
Jadwal imunisasi
Vaksin Unsur pemberian imunisasi

Bulan Tahun

Lbr 1 2 3 4 5 6 9 12 15 18 2 3 5 6 19 12

Program Pengembangan Imunisasi ( PPI diwajibkan)

Hepatitis 0 1 2
B

Polio 0 1 2 3 4 5

DPT 1 2 3 4 5

Campak 1
25

f. Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS)

Imunisasi dalah pemberian vaksin dengan tujuan agar


mendapatkan perlindungan (kekebalan) dari penyakit infeksi
yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I).

Tujuan pelaksanaan BIAS adalah mempertahankan Eleminasi Tetanus


Neonaturum, pengendalian penyakit Difteri dan penyakit Campak dalam jangka panjang
melalui imunisasi DT, TT dan Campak pada anak sekolah.

Imunisasi yang diberikan pada BIAS ada tiga jenis yaitu:


1. Campak pada anak kelas I
2. DT pada anak kelas I
3. TT pada anak kelas II dan III

BIAS dilaksanakan 2 kali setahun yaitu pada :


1. Bulan September untuk pemberian imunisasi Campak pada
anak kelas I
2. Bulan Nopember untuk pemberian imunisasi DT pada anak
kelas I, TT pada anak kelas II dan III.

BIAS dilaksanakan di seluruh Sekolah Dasar (SD) dan


Madrasah Ibtidaiyah (MI) negeri dan swasta, Institusi pendidikan
setara SD lainnya (Pondok Pesantren, Seminari, SDLB).
25

Sasaran kegiatan BIAS adalah seluruh anak Sekolah Dasar


(SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) negeri dan swasta, Institusi
pendidikan setara SD lainnya (Pondok Pesantren, seminari,
SDLB) laki-laki dan perempuan.

Untuk anak yang tidak sekolah pada pelaksanaan BIAS


agar diajak ke Puskesmas terdekat untuk mendapatkan imunisasi,
sedangkan untuk anak yang sakit pemberian imunisasi ditunda
dan apabila sembuh agar diajak ke puskesmas terdekat untuk
diimunisasi.
26

Vaksin Pemberian Selang Umur Ket


imunisasi waktu

BCG 1X 0-2
bulan

DPT 3 X ( DPT I, II, 4 minggu 2-6


III ) bulan

Polio 4 X ( I, II, III, IV 4 minggu 0-6


) bulan

Campak 1X 9 bulan

Hepatitis 3 X (Hep B I, II, 4 miggu 0-6


B III ) bulan Untuk bayi yang lahir di
Puskesmas/ RS, Hb, BCG
dan polio dapat segera
diberikan

Sumber : Buku Imunisasi Indonesia (2001)


26

2 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kelengkapan Imunisasi

Banyak faktor yang mempengaruhi kelengkapan imunisasi,


antara

lain :

a. Motivasi

Motivasi adalah suatu tenaga atau faktor yang

terdapat didalam diri manusia, yang menimbulkan,

menggerakkan dan mengorganisasikan tingkah

lakunya. Motivasi dapat diartikan sebagai dorongan

secara sadar dan tidak sadar membuat orang

berperilaku untuk mencapai tujuan yang sesuai

kebutuhannya. Diharapkan dengan motivasi yang

besar untuk melengkapi imunisasi dasar bagi bayinya,

segala penyakit dapat dicegah sedini mungkin dan

kesehatan bayi dapat terpenuhi (Budioro, 2002).


27

b. Letak Geografis

Daerah yang tersedia sarana transportasi berbeda dengan

mereka yang hidup terpencil. Kemudahan tempat yang strategis

dan sarana transportasi yang lengkap akan mempercepat

pelayanan kesehatan (Budioro, 2002).

c. Lingkungan

Lingkungan adalah segala objek baik berupa benda hidup

atau tidak hidup yang ada disekitar dimana orang berada.

Dalam hal ini lingkungan sangat berperan dalam kepatuhan

untuk melengkapi imunisasi dimana apabila lingkungan

mendukung secara otomatis ibu akan patuh untuk melengkapi

imunisasi pada anaknya (Budioro, 2002).

d. Sosial Ekonomi

Sosial ekonomi merupakan faktor yang sangat

berpengaruh terhadap tingkah laku seseorang. Keadaan

ekonomi keluarga yang baik diharapkan mampu mencukupi

dan menyediakan fasilitas serta kebutuhan untuk keluarga,

sehingga seseorang dengan tingkat sosial ekonomi tinggi akan

berbeda dengan tingkat sosial ekonomi rendah. Keluarga

dengan tingkat sosial ekonomi yang tinggi akan mengusahakan

terpenuhinya imunisasi yang lengkap bagi bayi (Budioro,

2002; Notoatmodjo, 2003).


28

e. Pengalaman

Stress adalah salah satu bentuk trauma, merupakan

penyebab kerentanan seseorang terhadap suatu penyakit infeksi

tertentu. Pengalaman merupakan salah satu faktor dalam diri

manusia yang sangat menentukan terhadap penerimaan

rangsang pada proses persepsi berlangsung. Orang yang

mempunyai pengalaman akan selalu lebih pandai dalam

menyikapi segala hal dari pada mereka yang sama sekali tidak

mempunyai pengalaman (Notoatmodjo, 2003).

f. Fasilitas Kesehatan

Fasilitas kesehatan merupakan suatu prasarana dalam hal

pelayanan kesehatan. Apabila fasilitas baik akan mempengaruhi

tingkat kesehatan yang ada, ini terbukti seseorang yang

memanfaatkan fasilitas kesehatan secara baik maka akan

mempunyai taraf kesehatan yang tinggi (Notoatmodjo, 2003).

g. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan seluruh kemampuan individu

untuk berfikir secara terarah dan efektif, sehingga orang yang

mempunyai pengetahuan tinggi akan mudah menyerap

informasi, saran dan nasihat (Budioro, 2002; Notoatmodjo,

2003).

h. Pendidikan

Pendidikan merupakan proses kegiatan pada dasarnya


28

melibatkan tingkah laku individu maupun kelompok. Inti

kegiatan pendidikan adalah proses belajar mengajar. Hasil

dari proses belajar mengajar


29

adalah terbentuknya seperangkat tingkah laku, kegiatan dan

aktivitas. Dengan belajar baik secara formal maupun informal,

manusia akan mempunyai pengetahuan, dengan pengetahuan

yang diperoleh seseorang akan mengetahui manfaat dari saran

atau nasihat sehingga akan termotivasi untuk meningkatkan

status kesehatan. Pendidikan yang tinggi terutama ibu akan

memberikan gambaran akan pentingnya menjaga kesehatan

terutama bagi bayinya.

3. Pengetahuan

a. Pengertian

Pengetahuan merupakan hasil dari tidak tahu menjadi

tahu, ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan

terhadap suatu objek tertentu. Peningkatan terjadi melalui

panca indera manusia yakni indera penciuman, penglihatan,

pendengaran, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan

manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo,

2003).

Pada dasarnya manusia melewati dengan dua cara

sehingga dalam otaknya ada bayangan, mengetahui lewat

indera (perceive) dan mengetahui lewat akal (conscive).


29

Pengetahuan yang diperoleh lewat indera disebut terapan

(perception) dan yang diperoleh lewat akal disebut pengertian

(conception). Pengetahuan persepsi mengacu pada hal-hal

konkrit, sedangkan pengetahuan konsepsi mengacu pada hal-

hal abstrak (Notoatmodjo, 2003).


30

Pengetahuan merupakan faktor penting dalam

menentukan perilaku seseorang karena pengetahuan dapat

menimbulkan perubahan persepsi dan kebiasaan masyarakat.

Pengetahuan yang meningkat dapat mengubah persepsi

masyarakat tentang penyakit. Meningkatnya pengetahuan juga

dapat mengubah kebiasaan masyarakat dari yang positif

menjadi lebih positif, selain itu pengetahuan juga membentuk

kepercayaan (Notoatmodjo,2003).

Pengetahuan tentang keadaan sehat dan sakit adalah

pengalaman seseorang tentang keadaan sehat dan sakitnya

seseorang yang menyebabkan seseorang tersebut bertindak

untuk mengatasi masalah sakitnya dan bertindak untuk

mempertahankan kesehatannya atau bahkan meningkatkan

status kesehatannya. Rasa sakit akan menyebabkan seseorang

bertindak pasif dan atau aktif dengan tahapan- tahapannya

(Irmayanti, 2007).

b. Pentingnya Pengetahuan

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang

sama penting dalam membentuk tindakan seseorang ( over

behavior). Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa

perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng


30

dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan

(Notoatmodjo,2003).
31

c. Tingkat pengetahuan

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain penting

bagi terbentuknya perilaku seseorang. Pengetahuan yang

mencakup domain kognitif mencakup 6 tingkatan

(Notoatmodjo,2003):

1) Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya, termasuk dalam tingkatan ini adalah

mengingat kembali terhadap suatu yang spesifik dari

seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang

diterima, oleh karena itu merupakan tingkatan pengetahuan

yang paling rendah.

2) Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan

dapat diinterpretasikan materi tersebut dengan benar.

3) Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk

menggunakan materi yang telah dipelajari dalam keadaan

yang nyata.

4) Analisis (analysis)
31

Yaitu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu

objek ke dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih

ada kaitannya satu sama lain.


32

5) Sintesis (sinthesis)

Yaitu menunjukkan pada suatu kemampuan untuk

meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam

suatu kemampuan untuk menyusun suatu formulasi-

formulasi yang telah ada.

6) Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan penilaian

terhadap suatu objek atau materi. Penilaian ini ditentukan

untuk suatu kriteria yang ditentukan atau menggunakan

materi yang ada.

Notoatmodjo (2003) mengungkapakn bahwa sebelum

orang mengadopsi perilaku baru, didalam diri orang

tersebut terjadi proses yang berurutan, yaitu:

a) Awarness (kesadaran), dimana oarang tersebut

menyadari dalam arti mengetahu terlebih dahulu

terhadap stimulus (objek).

b) Interest (merasa tertarik), terhadap stimulus atau objek

tersebut, disini sikap subjek sudah mulai timbul.

c) Evaluation (menimbang-nimbang), terhadap baik dan

tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti

sikap responden sudah tidak baik lagi.


32

d) Trial , dimana subjek mulai mencoba melakukan

sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh

stimulus.

e) Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai

dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap

stimulus.
33

d. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

Pengetahuan seseorang termasuk pengetahuan mengenai

kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Irmayanti

(2007) pengetahuan secara tidak langsung dipengaruhi oleh

faktor demografi seperti pendidikan, paparan media massa,

ekonomi, hubungan sosial, pengalaman dan akses layanan

kesehatan.

1) Pendidikan

Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam

memberi respon sesuatu yang datang dari luar orang yang

berpendidikan tinggi akan memberi respon yang lebih

rasional terhadap informasi yang datang dan akan berfikir

sejauh mana keuntungan yang mungkin akan mereka

peroleh dari gagasan tersebut.

2) Paparan media massa (akses informasi)

Melalui berbagai media baik cetak maupun elektronik

berbagai informasi dapat diterima oleh masyarakat sehingga

seseorang yang lebih sering terpapar media massa (TV,

audio, majalah, pamflet dan lain-lain), akan memperoleh

informasi yang lebih banyak dibandingkan dengan orang

yang tidak pernah terpapar informasi media.


33

3) Ekonomi

Dalam memenuhi kebutuhan pokok (primer) maupun

kebutuhan sekunder keluarga dengan status ekonomi baik

akan lebih mudah tercukupi dibanding keluarga dengan

status ekonomi rendah, hal


34

ini akan mempengaruhi pemenuhan kebutuhan akan

informasi pendidikan yang termasuk kebutuhan sekunder.

4) Hubungan sosial (lingkungan sosial budaya)

Manusia adalah makhluk sosial dimana kehidupan

berinteraksi secara kontinyu akan lebih besar terpapar

informasi.

5) Pengalaman

Pengalaman individu tentang berbagai hal bisa, diperoleh

dari tingkat kehidupan dalam proses perkembangannya,

misal sering mengikuti kegiatan-kegiatan yang mendidik

misalnya seminar.

6) Akses layanan kesehatan

Mudah atau sulit mengakses layanan kesehatan tentunya

akan berpengaruh terhadap pengetahuan dalam hal

kesehatan
35

g. Kerangka Teori

Faktor sosial budaya :

 Kebiasaan masyarakat Umur


 Budaya berpantang
Kelengkapan
 Peran tokoh masyarakat imunisasi
dan tokoh agama
dasar

Jarak tempat
Status ekonomi Akses tempat pelayanan
pelayanan kesehatan kesehatan

Karakteristik ibu :

 Pendidikan
 Pengetahuan
 Motivasi
 Pengalaman
 Dan lain-lain

Gambar 2.1 : Skema Kerangka Teori


35

h. Kerangka Konsep

Kerangka konsep dalam penelitian ini


adalah :

Variabel bebas
Pengetahuan ibu tentang
imunisasi dasar

Variabel terikat
Kelengkapan imunisasi dasar
pada bayi

Gambar 2.2 : Skema Kerangka


Konsep
35

BAB III
JENIS JENIS VAKSIN
IMUNISASI
35

MODUL IMUNISASI 2017

URAIAN MATERI

Vaksin adalah sebuah senyawa antigen yang berfungsi untuk


meningkatkan imunitas tubuh terhadap virus. Terbuat dari virus yag telah
dimatikan dengan menggunakan bahan-bahan tambahan lainnya seperti
formalaldehid, thymerosal dan lainnya. Setiap anak sebelum berusia satu tahun,
harus sudah mendapat imunisasi lengkap.

Penyakit ringan seperti batuk, dan pilek, bukan halangan bagi bayi untuk
memperoleh imunisasi. Imunisasi atau vaksinasi adalah tindakan pencegahan
penyakit yang biasanya menular dan sangat berbahaya pada anak-anak.

Imunisasi dilakukan dengan jalan pemberian kuman atau virus yang sudah
di lemahkan ( antigen ). Antigen akan menstimulasi tubuh menghasilkan antibodi
( zat kekebalan ). Apabila pada suatu ketika muncul serangan penyakit secara
mendadak, tubuh bayi sudah kebal.
35

A. Jenis- jenis Vaksin


Ada beberapa jenis vaksin di antaranya meliputi :

1. Vaksin BCG (Bacillus Calmette Guerine)


35

a) Indikasi

Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap tuberculosis

b) Cara pemberian dan dosis

- Sebelum disuntikkan vaksin BCG harus dilarutkan terlebih dahulu.


Melarutkan dengan menggunakan alat-alat suntik steril dan menggunakan cairan
pelarut (NacL 0,9 %) sebanyak 4 cc

- Dosis pemberian 0,05 ml sebanyak 1 kali

- Disuntikkan secara intracutan di daerah lengan kanan atas pada insersio


musculus deltoideus

- Vaksin harus digunakan sebelum lewat 3 jam dan Vaksin akan rusak bila
terkena sinar matahari langsung. Botol kemasan, biasanya terbuat dari bahan yang
berwarna gelap untuk menghindari cahaya karena cahaya atau panas dapat
merusak vaksin BCG sedangkan pembekuan tidak merusak vaksin BCG. Vaksin
BCG di buat dalam vial, di mana kemasannya ada 1 cc dan 2 cc.

c) Kontra indikasi

- Uji Tuberculin > 5 mm


35

- Sedang menderita HIV

- Gizi buruk

- Demam tinggi

- Infeksi kulit luas

- Pernah menderita TBC

d) Efek samping

Imunisasi BCG tidak menyebabkan reaksi umum seperti demam. Setelah


1-2 minggu penyuntikan biasanya akan timbul indurasi dan kemerahan di tempat
suntikan yang akan berubah menjadi pustula dan akan pecah menjadi luka dan hal
ini tidak perlu pengobatan dan akan sembuh spontan dalam 8-12 minggu dengan
jaringan parut. Kadang-kadang terjadi pembesaran kelenjar limfe di ketiak atau
pada leher yang terasa padat dan tidak sakit serta tidak menimbulkan demam.
Reaksi ini normal dan tidak memerlukan pengobatan dan akan hilang dengan
sendirinya.

2. Vaksin DPT-HB-Hib

Vaksin DPT adalah vaksin yang terdiri dari Toksoid Difteri (menyebabkan
penyakit pernafasan), Bakteri pertusis (penyebab batuk rejan) dan tetanus toksoid
35

(menyebabkan penyakit system saraf yang disebut Lockjaw). Difteri disebabkan


oleh bakteri yang menular melalui batuk atau bersin. Jika tidak didiagnosa dan
ditangani dengan benar dapat menimbulkan komplikasi serius yang dihasilkan
bakteri. Pertusis atau batuk rejan adalah penyakit yang sangat menular melalui
kontak personal, batuk atau bersin. Pertusis paling berat berdampak pada anak
kurang dari 1 tahun. Tetanus disebabkan oleh Bakteri yang masuk ke dalam tubuh
melalui luka di kulit. Anak-anak dapat terkena Dan dapat disimpan pada suhu 2-
8˚C.

a) Indikasi

Untuk memberikan kekebalan secara simultan terhadap difteri, pertusis dan


tetanus.

b) Cara Pemberian dan Dosis

- Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar suspensi


menjadi homogen. Disuntikkan secara intramuscular dengan dosis pemberian 0,5
ml sebanyak 3x.

- Dosis pertama diberikan pada umur 2 bulan, dosis selanjutnya diberikan


dengan interval 4 minggu.

c) Kontraindikasi

Gejala-gejala keabnormalan otak pada periode Bayi Baru Lahir atau gejala
serius keabnormalan pada saraf merupakan kontraindikasi pertusis.

Anak yang mengalami gejala-gejala parah pada dosis pertama, untuk yang
kedua komponen pertusis harus dihindarkan dan untuk meneruskan imunisasi
dapat diberiakan DT.

d) Efek samping

Gejala-gejala yang bersifat sementara seperti lemas, demam, kemerahan


pada tempat penyuntikan dapat diberikan analgetik-antipiretik sebanyak 10 mg/kg
BB. Kadang-kadang terjadi gejala berat seperti demam tinggi, iritabilitas yang
terjadi 24 jam setelah imunisasi.

3. Vaksin TT
35

Vaksin TT adalah vaksin yang mengandung Tetanus Toksoid yang telah


dimurnikan dan telah terabsorbsi ke dalam 3 mg/ml aluminium fosfat.
Thimersosal 0,1 mg/ml digunakan sebagai pengawet. 1 dosis 0,5 ml mengandung
potensi sedikitnya 40 unit. Dipergunakn untuk mencegah tetanus pada Bayi Baru
Lahir dengan mengimunisasi WUS atau ibu hamil. Vaksin TT akan rusak bila
kena panas atau apabila dibekukan.

a) Indikasi

Untuk memberikan kekebalan simultan tehadap tetanus

b) Cara pemberian dan dosis

- Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar suspense


menjadi homogen.

- Disuntikkan secara intramuscular atau subcutan dalam(45˚) dengan dosis


0,5 ml. Dianjurkan untuk anak usia 8 tahun. Untuk usia 8 tahun atau lebih
diberikan vaksin DT.

c) Kontraindikasi

Gejala-gejala berat karena dosis pertama TT

d) Efek samping

Efek samping jarang terjadi dan bersifat ringan. Gejala-gejala seperti


lemas dan kemerahan pada lokasi suntikan yang bersifat sementara dan kadang-
kadang gejala demam.

4. Vaksin DT
35

Vaksin ini merupakan vaksin yang mengandung Toksoid Difteri dan


Tetanus yang telah dimurnikan.

a) Indikasi

Untuk pemberian kekebalan simultan terhadap difteri dan tetanus

b) Cara Pemberian dan dosis

- Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar suspensi


menjadi homogeny.

- Disuntikkan secara intramuscular atau Subcutan dalam dengan dosis


pemberian 0,5 ml. Dianjurkan untuk anak usia 8 tahun atau lebih.

c) Kontraindikasi

Gejala-gejala berat karena dosis pertama DT

d) Efek samping

Gejala-gejala seperti lemas dan kemerahan pada lokasi suntikan yang


bersifat sementara dan kadang-kadang gejala demam.

5. Vaksin POLIO
35

Vaksin oral POLIO hidup adalah vaksin POLIO trivalent yang terdiri dari
suspensi virus Poliomielitis tipe 1,2 dan 3 (strain sabin) yang sudah dilemahkan,
dibuat dalam biakan jaringan ginjal kera dan di stabilkan dengan sucrose.
Kemasan sebanyak 1 cc atau 2 cc dalam flakon dilengkapi dengan pipet untuk
meneteskan vaksin. Penyimpanan vaksin POLIO dalam suhu 2-8˚C stabil dalam
waktu 6 minggu. Vaksin POLIO oral sangat mudah dan cepat rusak bila terkena
panas dibandingkan dengan vaksin lainnya.

a) Indikasi

Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap Poliomyelitis

b) Cara pemberian dan dosis


35

- Diberikan secara oral sebanyak 2 tetes di bawah lidah langsung dari botol
tanpa menyentuh mulut bayi. Diberikan 4 x dengan interval waktu minimal 4
minggu

- Setiap membuka vial baru harus menggunakan penetes (dropper) yang


baru.

c) Kontraindikasi

- Pada individu yang menderita imunedeficiency tidak ada efek yang


berbahaya yang timbul akibat pemberian POLIO pada anak yang sedang sakit.
Namun, jika ada keraguan misalnya sedang menderita diare, maka dosis ulangan
dapat di berikan setelah sembuh.

- Pasien yang mendapat imunosupresan

d) Efek samping

Pada umumnya tidak ada efek samping.

6. Vaksin Campak
35

Bibit penyakit yang menyebabkan campak adalah virus Measles. Vaksin


campak merupakan vaksin hidup yang dilemahkan. Kemasan dalam flakon
berbentuk gumpalan-gumpalan yang beku dan kering untuk dilarutkan dalam 5 cc
pelarut aquabidest. Setiap dosis vaksin campak 0,5 ml mengandung kurang lebih
1000 infektive unit virus strain. Vaksin campak mudah rusak oleh panas , vaksin
kering tidak akan rusak pada pembekuan. Vaksin campak disimpan pada suhu 2-
8˚C .

a) Indikasi

Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit campak

b) Cara Pemberian dan Dosis

- Sebelum disuntikkan vaksin campak terlebih dahulu harus dilarutkan


dengan pelarut steril yang telah tersedia berisi 5 ml.

- Dosis pemberian 0,5 ml disuntikkan secara Subcutan dengan sudut 45˚


pada lengan kiri atas.

- Pada usia 9-11 bulan dan ulangan (boster) dalam usia 6-7 tahun (kelas 1
SD).

c) Kontraindikasi

- Individu yang mengidap penyakit immunodeficiency atau individu yang


diduga menderita gangguam respon immune karena leukemia dan limfoma.

- Infeksi akut disertai demam, sedang mendapat terapy immunosupresif,


alergi protein telur, kanamisin dan eritromisin.
35

d) Efek samping

Anak-anak mungkin panas selama 1-3 hari setelah 1 minggu penyuntikan,


kadang-kadang disertai kemerahan seperti penderita CAMPAK ringan dan hal ini
harus diberitahukan kepada ibu agar jika 1 minggu setelah penyuntikan panasnya
tinggi supaya diberi ¼ tablet antipiretik dan beri keyakinan bahwa bila anaknya
terkena penyakit CAMPAK akibatnya jauh lebih berat bila dibandingkan dengan
efek samping vaksinasi CAMPAK.

7. Vaksin Hepatitis B

Vaksin Hepatitis B adalah vaksin virus recombinan yang telah di


inactivasikan dan bersifat non infectious berasal dari HBsAg yang dihasilkan
dalam sel ragi ( Hansenula) Polymorpha menggunakan teknologi DNA
recombinan. Imunisasi Hepatitis B perlu diberikan sedini mungkin setelah lahir.

Depkes RI tahun 2005 memberikan vaksin monovalen (uniject) saat lahir


dilanjutkan dengan vaksin kombinasi DPT HB Combo pada umur 2,3 dan 4 bulan.
Penyimpanan vaksin pada suhu 2-8˚C dan jangan sampai beku.

a) Indikasi

Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap infeksi yang disebabkan oleh


virus Hepatitis B.

b) Cara Pemberian dan Dosis


35

- Sebelum digunakan vaksin dikocok terlebih dahulu agar suspense menjadi


homogeny

- Vaksin disuntikan dengan dosis 0,5 ml secara IM sebaiknya pada


anterolateral paha.

- Pemberian imunisasi Hepatitis B sebanyak 3 x

- Dosis pertama diberikan pada usia 0-7 hari dan selanjutnya dengan interval
waktu minimal 4 minggu.

c) Kontraindikasi

Hipersensitif terhadap komponen vaksin dan penderita infeksi berat yang disertai
kejang.

d) Efek Samping

- Reaksi local seperti rasa sakit, kemerahan dan pembengkakkan disekitar


tempat bekas penyuntikan.

- Reaksi sistemik seperti demam ringan, lesu dan perasaan tidak enak pada
saluran cerna. Reaksi yang terjadi akan hilang dengan sendirinya setelah 2 hari.
35

MODUL IMUNISASI 2017

DAFTAR PUSTAKA

Satgas Imunisasi IDADI. 2011. Pedoman Imunisasi Anak. Jakarta: Badan Penerbit
IDAI.

. Depkes RI. 2005. Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi. Jakarta: Depkes RI


Dinkes, 2002, Buku Kesehatan Ibu Dan Anak. Jakarta.

Aziz. 2009. Asuhan Neonatus, Bayi, dan Balita. Jakarta: EGC

Hidayat, A.Aziz Alimul.2008.Pengantar ilmu Kesehatan anak untuk pendidikan


kebidanan. Jakarta : Salemba Medika

Depkes. RI. 2000. Manajemen Terpadu Balita Sakit. Depkes RI. Jakarta.

Yupi Supartini. 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta :
EGC.

Anda mungkin juga menyukai

  • Kelompok 2
    Kelompok 2
    Dokumen16 halaman
    Kelompok 2
    ayu nurul lestari
    Belum ada peringkat
  • Pms
    Pms
    Dokumen11 halaman
    Pms
    ayu nurul lestari
    Belum ada peringkat
  • Asi Eksklusif
    Asi Eksklusif
    Dokumen10 halaman
    Asi Eksklusif
    ayu nurul lestari
    Belum ada peringkat
  • Farmakologi KLMPK 2
    Farmakologi KLMPK 2
    Dokumen14 halaman
    Farmakologi KLMPK 2
    ayu nurul lestari
    Belum ada peringkat
  • Asi Eksklusif
    Asi Eksklusif
    Dokumen10 halaman
    Asi Eksklusif
    ayu nurul lestari
    Belum ada peringkat
  • Phbs Modul
    Phbs Modul
    Dokumen57 halaman
    Phbs Modul
    ayu nurul lestari
    Belum ada peringkat