Anda di halaman 1dari 31

BAB III

PENDEKATAN TEORI DAN METODOLOGI

3.1. PENDEKATAN PERENCANAAN DAN LANDASAN TEORI DAN


PERANCANGAN KAWASAN

3.1.1. Pendekatan Landasan Teori Perencanaan Batas Wilayah

Identitas merupakan suatu keadaan, sifat, ciri-ciri khusus, jati diri

seseorang atau benda (Poerwadarminta, 1987). Identitas kawasan

merupakan sesuatu yang objektif tentang seperti apa sebenarnya rupa

atau bentuk suatu tempat (Montgomery, 1998). Identitas merupakan

ciri khas suatu tempat, yang menyebabkan adanya perasaan terhadap

suatu tempat. Identitas kawasan bisa terlihat dari bahan apakah yang

dipakai, pola yang terdapat, warna serta apa yang dilakukan masyarakat

ditempat tersebut (Zahnd, 1999).

Perasaan terhadap suatu tempat atau sense of place dapat dirasakan oleh

setiap individu yang memasuki sebuah ruang atau tempat yang memiliki

karakteristik tertentu. Karakteristik tersebut muncul dari sesuatu yang

menonjol dan biasanya berulang kemunculannya. Untuk memasuki sebuah

wilayah atau teritori yang memiliki ciri khas tersebut biasanya melalui

sequence yang tersaji melalui sebuah akses yang biasanya berbentuk

linier. Akses yang melalui ruang atau tempat tersebut bisa berupa jalan.

III - 1
Dalam mempertegas sequence tersebut kejelasan batasan wilayah menjadi

sebuah titik penting disini sebagai sebuah titik orientasi dan titik referensi

dalam memasuki sebuah wilayah. Wujud dari titik dari batasan tersebut

biasanya berupa Gerbang.

A. PENGERTIAN GERBANG, ENTRANCE DAN PINTU

1. Gerbang

Gerbang adalah “a movable framework or solid structure especially one

that swings on hinges, controlling entrance or exit through an opening in a

fence or wall. An opening providing passageway through fence or wall,

with or withoutsuch a structure; gateway”. Simon and Schuster, Webster

New World Dictionary. Gerbang selalu diidentikkan dengan Pintu Masuk

atau biasa di sebut sebagai entrance. Entrance the act or point of entering,

a place for entering. Simon and Schuster, Webster New World Dictionary.

2. Entrance

Entrance adalah tempat untuk memasuki sesuatu. Pintu dan gerbang

merupakan salah satu contoh dari sebuah entrance. Gerbang sebenarnya

merupakan bagian dari entrance. Karena gerbang juga merupakan sebuah

daerah masuk menuju ke suatu area. Namun kehadiran gerbang tidak selalu

bagian dari entrance karena definisi gerbang lebih luas daripada definisi

III - 2
entrance. Dimana entrance adalah tempat untuk memasuki sesuatu

sehingga kegiatannya adalah memasuki.

Sedangkan gerbang menerangkan kegiatan untuk melewati sesuatu. Pada

saat kita melewati sesuatu belum tentu kita memasukinya. Sedangkan pada

saat kita memasuki sesuatu kita sudah pasti melewatinya. Hal ini

menunjukkan gerbang mempunyai cakupan yang lebih luas dibandingkan

dengan entrance. Kemudian kegiatan dalam sebuah gerbang yaitu melewati

bila didefinisikan lebih lanjut bisa jadi memasuki maupun keluar. Sedangkan

entrance hanya melambangkan kegiatan untuk memasuki sesuatu.

3. Pintu

Pintu merupakan sebuah struktur yang dapat bergerak biasanya

mempunyai sumbu atau alur untuk membuka atau menutup menuju suatu

bangunan maupun ruangan. Dilihat dari segi struktur, gerbang bisa jadi

solid atau dapat bergerak namun gerbang tidak harus selalu bisa membuka

atau menutup. Sedangkan door adalah struktur yang dapat bergerak seperti

dapat diayunkan, mempunyai poros, atau bisa digeser pada alurnya dan

merupakan sesuatu yang bisa membuka maupun menutup. Gerbang sendiri

dikaitkan dengan dinding dan pagar sedangkan pintu dikaitkan dengan

akses menuju bangunan atau ruang.

III - 3
“gateway is an opening in a wall, fence or enclosure, a frame or arch in

which a gate is hung or a building at an entrance of some architectural

significance, or for defence.” James Stevens, Encyclopaedia of

Architectural Terms, 1992.

Didalam sebuah kota terdapat identifiable unit mulai dari lingkup terkecil

sampai lingkup yang lebih besar. Semua unit tersebut mendapatkan

identitas yang paling jelas adalah pada waktu orang melewati gerbang

untuk memasuki unit tersebut. Gerbang inilah yang bertindak sebagai

ambang pintu yang menciptakan unit itu. Setiap bagian dari sebuah kota

kecil maupun besar yang diidentifikasikan oleh penduduknya sebagai

daerah mereka, akan diperkuat dan diperjelas jika jalan masuk menuju

daerah tersebut ditandai dengan kehadiran sebuah gerbang pada saat

melewati batas daerah. Jika daerah yang menembus batas ini tidak ditandai

maka orang tidak akan merasa sedang melewati sebuah batasan. Dan pada

dasarnya daerah yang menembus batas ini hanya dapat ditandai dengan

kehadiran gerbang. Hal inilah yang menyebabkan segala bentuk gerbang

dapat memainkan peranan yang penting bagi lingkungannya.

Poin-poin penting dalam pembentukan sebuah gerbang adalah gerbang

dibuat sebagai elemen solid, dapat dilihat dari setiap sudut kedatangan,

melingkungi jalan yang melalui batasan, membuat lubang melewati

III - 4
bangunan, membuat jembatan atau perbedaan level yang jelas, dan diatas

semua itu buatlah gerbang sebagai ‘sesuatu’ yang memberikan peralihan

perasaan bagi orang yang melewatinya dengan menggunakan permainan

lighting, surface, view, crossing water maupun perbedaan level ketinggian.

Eksplorasi tipe gerbang dapat ditentukan dengan form dan teritori yang

mengungkapkan multiple interactions antara form of enclosure dan control

of space. Gerbang itu sendiri terbagi menjadi 2 tipe yakni territorial gates

dan not territorial gates. Territorial gates itu sendiri ada dua yakni

horisontal dan vertikal. Sehingga seperti terlihat pada tabel 1, yakni

terdapat 7 jenis gerbang (Habraken, The Structure of Ordinary).

Tabel III.1
Tabel jenis-jenis gerbang.
Sumber: The Structure of Ordinary

Definisi dari horizontal territorial adalah gerbang yang memiliki hubungan

antar neighbours. Sedangkan vertical territorial adalah gerbang yang

mempunyai hubungan antara ruang publik dan privat. Pengertian inside dan

outside dalam gated space yaitu inside adalah bila dilindungi oleh ‘atap’,

dan outside adalah sebaliknya.

III - 5
Gambar III.1 Gambar III.2 Gambar III.3
Gerbang pada rumah di Gerbang desa di China Town gate di Italia
Amsterdam South Sumber: The Structure of Sumber: The Structure of
Sumber: The Structure of Ordinary Ordinary
Ordinary

B. Pemahaman Teritori

Teritori menurut Leon Pastalan adalah ruang batasan yang dibuat oleh

orang atau grup untuk mempertahankan daerahnya. Ruang tersebut

diidentifikasi secara psikologi, dengan menggunakan simbolmaupun

menaruh objek tertentu di area yang ingin dijaga.

“Teritori dibentuk untuk meminimalisasikan agresi dan memberikan

identitas” Jon Lang, Creating Architectural Theory.

Dalam hal ini gerbang merupakan salah satu bentuk pengidentifikasian dari

sebuah teritori, dimana gerbang dibuat untuk menandakan sebuah teritori.

Gerbang dianggap sebagai sebuah objek yang menampilkan simbol-simbol

tertentu yang ditaruh untuk mengidentifikasikan sebuah tempat sebagai

teritori seseorang atau sekelompok orang, baik berupa masyarakat atau

III - 6
bangsa.

Rasa kepemilikan bisa mempengaruhi bentuk penandaan terhadap teritori

mereka. Besar kecilnya rasa kepemilikan tersebut bergantung dari jenis

teritorinya. Altman (1975) membagi teritori menjadi beberapa macam :

1. Teritori primer merupakan teritori dimana penggunanya mempunyai

kendali dan kontrol penuh dalam jangkawaktu yang lama dan

permanen sehingga rasa kepemilikan pada teritori ini sangat tinggi.

Contoh yang paling mudah dari teritori primerini adalah rumah dan

kantor.

2. Teritori sekunder yang merupakan tempat yang sebenarnya tidak

dimiliki dan penggunanya merupakan orang-orang yang dianggap

memenuhi syarat. Penggunaan pada teritori sekunder ini tidak

permanen. Seorang pengguna hanya mempersonalisasi tempat

tersebut selama ia pakai, dan selesai menggunakannya personalisasi

tersebut akan hilang. Salah satu contoh adalah ruang kelas.

3. Teritori publik dimana setiap orang memiliki hak yang sama dalam

menggunakannya. Teritori publik ini sifatnya tidak dapat dimiliki.

Kontrol terhadap teritori ini akan lebih sulit karena merupakan area

publik dan bisa digunakan oleh setiap orang. Contoh dari teritori

publik adalah Ruang Publik, pantai, taman, dsb.

III - 7
Hubungan gerbang dan jenis teritori ini adalah untuk melihat seberapa jauh

gerbang dapat membentuk teritori baik pada teritori primer, sekunder

maupun publik. Untuk melihat hal tersebutperlu juga diketahui tujuan dari

pembentukan teritori itu sendiri.

Adapun fungsi dari teritori sendiri adalah :

1. Keamanan

Keamanan adalah sesuatu yang berhubungan dengan kontrol. Sebagai

contoh gerbang dapat mengontrol teritorinya melalui batas-batas fisik

ataupun dengan sistem keamanan tertentu. Bentuk gerbang dan

penempatannya juga dapat berpengaruh dengan fungsinya sebagai sistem

keamanan. Seperti penempatan gerbang di bagian dekat jalan raya ataupun

penempatan yang menghadap jalan kecil.

2. Identitas

Untuk fungsi teritori sebagai identitas adalah yang berhubungan dengan

belonging, self-esteem, self-actualization. Menurut Maslow “identity is the

need to know who one isand what role one plays in society ”.Identitas

adalah untuk menunjukkan siapa yang mempunyai teritori tersebut dan apa

yang terdapat di dalamnya.

III - 8
3. Stimulation

Fungsi stimulation ini mengacu pada hal-hal yang berhubungan dengan

self-fulfillment dan self-actualization.

4. Frame of reference

Fungsi teritori sebagai frame-of-reference yaitu mengacu pada hal-hal

yang berhubungan dengan keterlibatan atas pemeliharaan hubungan

komunitas dengan lingkungannya.

Dari setiap fungsi teritori tersebut berkaitan erat dengan komunitas di

dalamnya maupun teritori yang dibentuk. Pembentukan teritori adalah

untuk menunjukkan identitas, untuk mengontrol atau mengamankan teritori,

penandaan kepemilikan atau lambang kekuasaan terhadap suatu wilayah,

maupun sebagai sebuah bentuk kebutuhan fisiologis terhadap kepuasan

estetis. Kemudian fungsi teritori tersebut adalah juga untuk melihat

peranan gerbang sebagai sebuah penanda teritori sehingga kita dapat

mengetahui sejauh mana gerbang tersebut dapat mengakomodasi

teritorinya itu.

III - 9
3.1.2 Landasan Teori Penataan

Beberapa kajian teori perancangan yang dapat menjadi landasan dalam

kegiatan penyusunan Masterplan ini diantaranya menggunakan konsep-

konsep yang dikembangkan oleh Kevin Lynch, Hamid Sirvani, Kenzo

Tange, Yoshinobu Ashihara dan Bentley.

1. HAMID SHIRVANI

Hamid Shirvani (1985) menjabarkan elemen urban design menjadi:

1) Zonning (Land Use)

Pen”zoning”an berkaitan dengan activity support atau elemen

pendukung kegiatan yang berfungsi untuk melayani kegiatan publik

di kota. Activity support dapat aktivitas yang mengarahkan pada

kepentingan pergerakan (importance of movement), kehidupan kota

dan kegembiraan/kesenangan (excitement). Adapun bentuk dari

Activity support ini, yaitu kegiatan penunjang yang menghubungkan

dua atau lebih pusat-pusat kegiatan umum yang ada di kota, antara

lain dapat berupa ruang terbuka atau bangunan yang diperuntukkan

bagi kepentingan umum.

III - 10
Gambar III.4
Activity Support sebagai kegiatan penunjang yang menghubungkan dua atau
lebih pusat-pusat kegiatan umum di kota

2) Urban Open Space

Ruang terbuka kota merupakan bentuk dasar dari ruang terbuka di

luar bangunan, dapat digunakan oleh public (setiap orang), dan

memberi kesempatan untuk bermacam-macam kegiatan. Contohnya

untuk kegiatan jalan-jalan, melepas lelah, duduk dengan santai. Bisa

juga digunakan untuk kampanye, promosi, upacara-upacara resmi,

atau kadang-kadang tempat perdagangan. Ruang terbuka kota (urban

open space) tidak hanya taman-taman umum, plaza dan tempat

bermain, akan tetapi termasuk juga jalan-jalan, muka air

(waterfronts), puncak atap, dan semua ruang komunal (Rustam

Hakim, 1997).

III - 11
Gambar III.5
Ruang Terbuka Kota (urban open space) berupa jalan-jalan, muka air
(waterfronts), ruang yang tinggi dan semua ruang komunal

3) Linkage System

Linkage system lebih diartikan pada sistem jaringan pergerakan

(transport) – seperti parkir, moda angkutan dan pedestrian way –

antara fungsi kegiatan yang satu dengan fungsi kegiatan yang lain;

sekaligus dapat memberikan image/citra visual yang spesifik pada

kawasan kota tertentu, karena dapat menghadirkan identitas lokal.

Gambar III.6
Pedestrian Way yang dilengkapi elemen pendukung seperti tempat duduk,
lampu penerangan, bak bunga dan sebagainya

III - 12
4) Building Form and Massing

Elemen building form and massing merupakan elemen bentuk fisik

kota yang menyangkut aspek konfigurasi (ketinggian bangunan,

kepejalan bangunan, penutup tapak, setback dan pengaruh

lingkungan alam yang dapat membentuk dan menata massa

bangunan) dan aspek penampilan (menyangkut konteks dan kontras

dalam hal tekstur, warna, bahan, gaya yang dapat menampilkan

bentuk dan massa bangunan). Kedua aspek tersebut bertitik tolak

dan didasarkan pada skala, ruang kota dan massa kota yang

merupakan prinsip-prinsip dasar perancangan kota sebagai

pembentuk dan pengarah pola-pola kegiatan kota.

Gambar III.7
Building form and massing menyangkut aspek penampilan dan aspek
konfigurasi sebagai pembentuk dan pengarah pola-pola kegiatan kota

5) Informasi dan Orientasi Kota

Elemen informasi dan orientasi kota dapat berupa sistem penandaan

(signage) yang memiliki fungsi dasar untuk mengidentifikasi,

mengarahkan dan menginformasikan sesuatu yang mengandung

III - 13
pesan tertentu, sehingga masyarakat dapat mengenali kawasan/kota

dengan mudah. Lebih jauh lagi, tanda (sign) berbentuk khusus juga

dapat dijadikan landmark yang berfungsi untuk orientasi. Sims Mitzi

dalam bukunya Sign Design menyatakan bahwa ada beberapa jenis

fungsi pesan dalam tanda (sign) yaitu fungsi orientational atau

menjelaskan lokasi seperti peta dan denah; informational atau

menjelaskan adanya event atau kegiatan tertentu; directional atau

alat navigasi eksplisit seperti sistem lalu lintas; identificational atau

alat pemelihara identifikasi seperti iklan dan tanda bahaya; serta

ornamental atau memperindah penampilan suatu lingkungan seperti

bendera dan banner.

Gambar III.8
Signage berfungsi sebagai media informasi sehingga masyarakat dapat
mengenali kawasan/kota dengan mudah

6) Preservasi dan Konservasi

Preservasi adalah pemeliharaan suatu tempat persis menjadi seperti

aslinya dan mencegah proses kerusakannya; sedangkan konservasi

didefinisikan sebagai semua kegiatan pemeliharaan suatu tempat

III - 14
sedemikian rupa sehingga mempertahankan nilai kulturalnya (Piagam

Burra Charter, 1981). Dengan kata lain preservasi termasuk bagian

dari kegiatan konservasi. Menurut Catanese (1979), Kriteria yang

digunakan untuk menetapkan obyek konservasi yang perlu

dilestarikan, mencakup:

a. Memiliki nilai estetika dan arsitektural yang berkaitan dengan

prestasi khusus atau gaya-gaya sejarah sejarah;

b. Memiliki nilai kejamakan yang dilihat dari keberadaan obyek yang

dapat mewakili kelas/tipe yang spesifik;

c. Memiliki kelangkaan (searcity);

d. Memiliki keluarbiasaan (superlative) karena bentuk yang dominan

dari segi ukuran (tinggi dan besar);

e. Memiliki peranan sejarah perkembangan kota ( historical role);

f. Mampu mempengaruhi/memperkuat citra kawasan di sekitarnya.

2. KEVIN LYNCH

Kevin Lynch menyatakan bahwa identitas suatu lingkungan dibentuk

secara sekuensial oleh unsur- unsur:

1) Paths

Merupakan jalur sirkulasi yang digunakan masyarakat untuk menuju

atau meninggalkan lingkungannya. Paths ini berupa jalan, jalur

III - 15
pejalan kaki, kanal, rel kereta api dan lain sebagainya. Paths akan

akan menentukan bentuk, pola dan struktur fisik suatu kota. Konsep

paths:

a. Sebagai struktur ruang menerus dan tidak terputus – terutama

untuk jalur pedestrian – dan menciptakan kesinambungan antar

magnet;

b. Sebagai aliran pergerakan;

c. Sebagai urban structure (kerangka kawasan).

2) Landmark

Landmark (penonjolan) adalah titik pedoman obyek fisik kota,

ditekankan pada peranannya sebagai titik orientasi visual bagi

masyarakat sekitarnya. Penonjolan dari suatu landuse lebih diartikan

dari segi struktur fisiknya dan bukan dari segi fungsinya. Landmark

bisa berupa fisik natural berupa gunung/bukit, atau berupa fisik

buatan seperti menara, gedung, sculpture, kubah dan lain-lain,

sehingga orang bisa dengan mudah mengorientasikan diri di dalam

suatu kota/kawasan/lingkungan.

Gambar III.9 Landmark sebagai orientasi kota dapat memberikan image/citra


visual yang spesifik pada kawasan kota tertentu

III - 16
3) Node

Merupakan titik kota yang mempunyai peranan sebagai titik orientasi

yang lebih ditekankan pada bentuk kegiatan atau aktivitas rutin yang

sudah dikenal masyarakat. Nodes (titik pemusatan kegiatan)

merupakan area yang menjadi pusat aktivitas dari suatu kawasan,

dimana orang dapat merasakan perubahan aktivitas dari suatu

struktur ruang satu ke struktur ruang yang lain, misalnya tempat

dimana transportasi berhenti, pertemuan network, pusat kegiatan

bisnis dan di ujung jalan.

a. Sebagai ruang transisi antar segmen;

b. Sebagai transisi antar simpul pergerakan;

c. Sebagai pengubah nuansa kawasan;

d. Sebagai pusat aktivitas dan generator kawasan.

Pengertian nodes sering dikaitkan dengan landmark, karena

keduanya merupakan suatu ciri kota yang menonjol dan berperan

sebagai orientasi. Perbedaannya terletak pada kegiatan fungsional

yang ada di sekitarnya dan/atau di dalamnya. Jadi, node dapat

berfungsi juga sebagai landmark, misalnya suatu pasar yang

mempunyai struktur bangunan yang menonjol. Namun, landmark

tidak selalu sebagai node, tergantung sifat atau bentuk kegiatan di

area tersebut.

III - 17
4) Edge

Adalah batas wilayah yang mempunyai peranan sebagai pemutus

suatu kontinuitas. Edges bisa berupa dinding, pantai, hutan kota dan

lain-lain.

a. Merupakan edges atau tepian dari kawasan yang spesifik;

b. Membatasi kawasan perencanaan dari area sekitar yang mungkin

akan mempengaruhi kualitas image kawasan.

5) District

Adalah suatu daerah di dalam kota yang timbul dalam imajinasi

masyarakat yang ditentukan oleh kesamaan karakteristik daerah

bersangkutan. Artinya distrik dikenali karena adanya suatu

karakteristik kegiatan yang sangat spesifik dalam suatu wilayah.

a. Aktivitas yang spesifik pada kawasan;

b. Konfigurasi dan image yang dihadirkan sebagai suatu dominasi

ruang dan kegiatan.

District (kawasan) merupakan integrasi dari berbagai komponen-

komponen kegiatan fungsional, meliputi: Wisma (perumahan), Karya

(daerah tempat kerja), Marga (pergerakan), Suka (rekreasi) dan

Penyempurna (kawasan kegiatan pelayanan soaial dan kebutuhan

spritual). Pada umumnya, kegiatan fungsional tersebut akan memusat

pada kawasan-kawasan tertentu suatu kota; berdasarkan orientasi

III - 18
utama, kepentingan dan peranannya di dalam suatu kota. Namun,

adakalanya kawasan fungsional tertentu ini tidak begitu jelas

perbedaannya dengan kawasan fungsional lainnya. Misalnya,

kawasan perdagangan bercampur dengan fungsi hunian dan fungsi

sosial-budaya .

3. KENZO TANGE

Komposisi kesan lingkungan urban dibentuk dari unsur-unsur berikut:

a. City Gate; merupakan kelompok bangunan yang lokasinya berada

pada pertemuan jalur transportasi utama dengan pusat distrik

perkantoran dan bisnis yang dihubungkan dengan jalan raya dan jalur

kereta api.

b. City Wall; merupakan deretan bangunan-bangunan berlantai banyak

yang ditempatkan di sepanjang as-as utama wilayah perencanaan.

City Wall digunakan untuk melingkupi (meng-enclose) ruang luar

yang diinginkan, antara lain ruang luar yang dibentuk oleh pertemuan

as-as utama.

c. Public Space; merupakan ruang luar yang sangat diperlukan bagi

kehidupan kota, untuk menunjang kegiatan waktu senggang.

III - 19
4. YOSHINOBU ASHIHARA

Ashihara menyebutkan bahwa ruang luar perlu direncanakan dengan

baik dengan memperhatikan unsur-unsur berikut:

1. Fungsi Ruang Luar

Ruang luar harus direncanaakan sesuai dengan fungsi yang

diberikan, apakah sebagai ruang diam (statis) ataukah ruang

bergerak (dimanis).

2. Skala ruang luar

Untuk menghindari kebosanan dalam penataan ruang luar, perlu

dilakukan perubahan kualitas ruang setiap jarak 21-24 meter. Modul

tersebut merupakan skala ruang luar.

3. Hirarki ruang luar

Ruang luar mempunyai hirarki mulai dari tingkatan publik sampai

privat atau sebaliknya. Hirarki ruang tersebut membawa

konsekuensi pada besaran ruang luar dan penyediaan perabot ruang

luar.

4. Pelingkupan (enclose) ruang luar

Ruang luar dapat terbentuk karena adanya pelingkupan ( enclose)

ruang luar yang dibentuk oleh elemen-elemen dinding. Agar dapat

melingkupi dengan baik, elemen ruang luar tersebut setidak-

III - 20
tidaknya harus dapat memutus pandangan mata manusia atau dengan

ketinggian lebih dari tinggi mata manusia (>160 cm).

5. BENTLEY

Bentley (1985) menyatakan bahwa ruang kota yang baik adalah ruang

yang tanggap terhadap kebutuhan penggunanya. Lingkungan yang

tanggap harus mampu memberikan pilihan kepada penggunanya.

Kriteria lingkungan yang tanggap dijabarkan melalui variabel-variabel

berikut:

a. Permeability (permeabilitas)

Kemampuan suatu kawasan dalam memberikan pilihan kemudahan

akses ke dalam atau keluar kawasan. Selain aspek fisik,

permeabilitas juga harus mempertimbangkan aspek visual. Kriteria

permeabilitas suatu tempat dicapai melalui penataan sirkulasi,

pembagian blok pengembangan dan intensitas guna lahan.

III - 21
Gambar III.10
Permeabilitas dalam Kawasan

b. Variety (ragam)

Kemampuan kawasan dalam mengoptimalkan ragam fungsi di dalam

kawasan tersebut. Ragam fungsi akan membentuk ragam bentukan

arsitektur dan ragam aktivitas dalam suatu kawasan, sehingga

memberikan interpretasi yang berbeda dari penggunanya. Ragam

fungsi yang ada harus saling mendukung agar terjalin keterkaitan

dalam kawasan. Penciptaan magnet kawasan diharapkan dapat

membentuk pergerakan dalam kawasan. Keragaman fungsi kawasan

mixed-use dapat melingkupi suatu area tertentu misalnya komersial

hunian maupun fungsi publik dalam radius 500 – 1000 meter.

III - 22
Gambar III.11
Ragam Fungsi dalam Kawasan
(Sumber: Urban Design Qualities Handbook, CABE, Oxford University)

Gambar III.12
Penciptaan Magnet Kawasan untuk Menarik Pergerakan
(Sumber: Urban Design Qualities Handbook, CABE, Oxford University)

c. Legibility (kejelasan)

Kemudahan orang memahami pola dan tata ruang suatu kawasan.

Legibility mencakup dua hal, yaitu bentukan fisik (physical form) dan

pola aktivitas (activity patterns). Legibility dapat dicapai dengan

memaksimalkan elemen-elemen seperti path, node, landmark, edge,

dan district.

III - 23
Gambar III.13
Elemen-Elemen untuk Memperkuat Legibilitas Kawasan
(Sumber: Urban Design Qualities Handbook, CABE, Oxford University)

Penggabungan elemen baru dengan elemen eksisting dapat

memperkuat potensi kejelasan suatu kawasan. Beberapa hal dapat

dilakukan untuk menciptakan kejelasan suatu kawasan, yaitu:

1) Memperkuat path, dengan memberikan karakter yang kuat pada

setiap pathagar mudah dibedakan. Karakter path dapat

dibedakan dengan perbedaan lebar atau derajat ketertutupan

(enclosure).

Gambar III.14
Contoh Penataan yang Memperkuat Path
(Sumber: Urban Design Qualities Handbook, CABE, Oxford University)

III - 24
2) Memperkuat node, diperkuat kejelasannya tergantung dari dua

faktor, yaitu: peran fungsional jalan penghubung dan relevansi

terhadap tingkat aktivitas publik pada bangunan yang berdekatan

dengan node tersebut.

Gambar III.15
Bentuk-Bentuk Node yang diperkuat oleh Ruang Terbuka
(Sumber: Urban Design Qualities Handbook, CABE, Oxford University)

3) Menciptakan marker sequences, diperlukan untuk mengingatkan

pelintas akan posisi mereka dan memberikan nuansa suatu

tempat tertentu.

d. Robustness (kekuatan),

Kemampuan suatu kawasan dalam mengakomodasi kebutuhan setiap

penggunanya. Suatu ruang kota dapat dimanfaatkan secara spasial

untuk berbagai kebutuhan dan kegunaan, serta dapat digunakan baik

jangka pendek maupun jangka panjang. Vitalitas ruang kota dibentuk

III - 25
oleh keterkaitan tata guna lahan, massa bangunan, wajah bangunan,

dan ruang publik. Robustness dapat dicapai melalui :

1) Konfigurasi bangunan yang meliputi akses terhadap bangunan,

lebar bangunan, ketinggian bangunan.

Gambar III.16
Konfigurasi Bangunan Memperlihatkan Akses, Lebar dan Ketinggian
Bangunan
(Sumber: Urban Design Qualities Handbook, CABE, Oxford University)

2) Interface antara wajah bangunan dan ruang publik harus

mengakomodasi dan mengkombinasikan kegiatan indoor dan

outdoor.

Gambar III.17
Ruang Aktif antara Bangunan dan Jalur Pejalan Kaki
(Sumber: Urban Design Qualities Handbook, CABE, Oxford University)

III - 26
3) Ruang jalan mengakomodasi kepentingan penggunanya dengan

adil.

4) Wadah bagi aktivitas luar harus memperhitungkan iklim

setempat.

e. Visual appropriateness (kesesuaian visual),

Kualitas visual yang baik menunjang kejelasan pola dan tata ruang

kawasan, ragam dan kekuatan kawasan. Fasade atau wajah bangunan

secara visual merupakan salah satu komponen penting pembentuk

estetika kota (Sitte: 1968). Penampilan visual akan berdampak

terhadap interpretasi orang terhadap makna tempat ( sense of place)

suatu kawasan, sehingga penampilan visual kawasan harus

memenuhi kriteria:

1) Penampilan visual kawasan harus membantu orang memahami

pola ruang dan fungsi kawasan;

2) Penampilan visual dapat mempengaruhi intepretasi orang

terhadap keragaman di kawasan;

3) Penampilan visual harus mendukung fungsi yang ada pada

kawasan.

Pada bangunan komersial, fasade bangunan seharusnya

bervariasi dan memiliki artikulasi sehingga mampu menarik

III - 27
pejalan kaki secara visual (Calthorpe: 1993). Penggunaan arcade,

serambi dan balkon serta sempadan minimal sangat dianjurkan.

Jalan yang monoton tanpa bangunan dengan artikulasi yang baik

tidak kondusif bagi aktivitas pejalan kaki. Desain bangunan

seharusnya memberikan stimulus visual tanpa menciptakan

kesemrawutan wajah bangunan.

f. Richness (kekayaan)

Kemampuan suatu ruang kota dalam memberikan pengalaman

inderawi, baik secara visual maupun non-visual. Kekayaan

memberikan pengalaman ruang yang berbeda-beda kepada

pengguna. Beberapa prinsip dalam menciptakan pengalaman ruang:

1) Pengolahan kontras visual melalui orientasi, warna, tekstur,

material dan proporsi;

2) Variasi dalam mengamati objek baik dari jarak pandang dan

waktu pandang. Perbandingan ketinggian bangunan dengan ruang

terbuka di depannya mempengaruhi cara pandang orang terhadap

bangunan. Menurut Sitte (1968), perbandingan ideal ketinggian

bangunan (H) dengan ruang terbuka di depannya (D) adalah

1<D/H<2.

III - 28
g. Personalisation

Merupakan ekspresi individual pada wajah bangunan dalam berbagai

skala. Personalisasi merupakan wujud pendekatan partisipasi publik

yang mengharuskan bangunan bersifat antisipasi terhadap

perubahan individual.

Dalam konsep lingkungan yang tanggap, ditambahkan pula lima

kriteria perancangan yang berkelanjutan, yaitu:

1) Freedom from pollution, menciptakan lingkungan yang bersih

dari polusi dengan meminimalisasi sampah dan limbah;

2) Biotic support, dukungan biotik dengan menjaga keragaman

biotik;

3) Resource conservation, konservasi sumber daya seperti air,

udara, tanah, mineral dan energi;

4) Resilience, pembangunan yang berorientasi pada jangka panjang

5) Distinctiveness, kekhasan kawasan baik lansekap maupun

budaya

III - 29
3.2. METODOLOGI

Adapun metodologi yang di gunakan dalam Penyusunan Mater Plan


Pembangunan Tugu Perbatasan antar Kecamatan Se-Kabupaten Tulang
Bawang ini diantaranya yaitu :

A. Metode Pendekatan Studi


Pendekatan yang dilakukan pada pembahasan mengenai strategi
pengembangan Pembangunan Tugu Perbatasan sesuai RTRW Kabupaten
Tulang Bawang, di Wilayah Studi bersifat analisis deskriptif kualitatif yaitu
dengan menganalisis masalah melalui pengumpulan data dan meneliti
secara cermat informasi yang relevan untuk menentukan langkah
penanganan yang tepat untuk diterapkan dalam kawasan studi yang akan
direncanakan. Metodologi penelitian yang akan dilakukan terdiri dari teknik
pengumpulan data dan teknik analisis data.

B. Metode Pengumpulan Data


Pada umumnya dalam suatu penelitian data yang dibutuhkan dikumpulkan
melalui dua cara, yaitu survei primer dan survei sekunder. Survei primer
merupakan survei yang dilaksanakan dimana peneliti berhubungan
langsung dengan responden di lapangan, sedangkan survei sekunder
dilakukan secara tidak langsung, dimana peneliti mendatangi organisasi
atau kantor yang memiliki dokumen-dokumen yang mengandung data atau
informasi yang dibutuhkan untuk penelitian (Trimadi, 1996 : 30). Survei
primer dalam studi ini dilakukan dalam berbagai bentuk diantaranya dengan
observasi visual di lapangan, wawancara dengan instansi dan pengelola
yang berkaitan dengan objek studi dan diskusi kelompok. Berdasarkan
keseluruhan teori metode pengumpulan data yang biasa digunakan dalam
suatu penelitian, maka diputuskan bahwa metode utama yang digunakan

III - 30
untuk memperoleh data adalah wawancara kepada aparat institusi yang
berperan dalam pengembangan wilayah setempat. Pengumpulan data juga
dilengkapi dengan pengamatan visual lokasi studi dan survei sekunder
untuk mengumpulkan dokumen-dokumen yang berhubungan dengan
pengembangan kegiatan pengembangan wilayah terutama yang
berhubungan dengan batasan wilayah Kecamatan di Kabupaten Tulang
Bawang.

C. Metode Analisis
Adapun analisis yang dilakukan antara lain adalah :
1. Dengan melihat keterhubungan jalur-jalur jalan penghubung antar
kecamatan yang memungkinkan untuk terbangunnya sebuah batas
kecamatan yang berwujud gerbang batas wilayah antar kecamatan.
2. Mengidentifikasi karakter dan kelebihan masing-masing kecamatan
sebagai dasar bentuk khas pada masing-masing gerbang yang akan
di bangun.

D. Rekomendasi Studi
Hasil perumusan dan penentuan karakter pada masing-masing kecamatan,
menjadi bentuk tambahan dari bentuk dasar Gerbang batas wilayah yang
akan di rencanakan.

III - 31

Anda mungkin juga menyukai