Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Ketuban pecah dini (KPD) atau Premature Rupture of Membrane (PROM)
merupakan keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Namun,
apabila ketuban pecah dini sebelum usia kehamilan 37 minggu, maka disebut
sebagai ketuban pecah dini pada kehamilan prematur atau Preterm Premature
Rupture of Membrane (PPROM). Pecahnya selaput ketuban tersebut diduga
berkaitan dengan perubahan proses biokimiawi yang terjadi dalam kolagen
matriks ekstraseluler amnion, korion dan apoptosis membran janin.
Etiologi pada sebagian besar kasus dari KPD hingga saat ini masih belum
diketahui. KPD pada kehamilan aterm merupakan variasi fisiologis, namun
pada kehamilan preterm, melemahnya membran merupakan proses yang
patologis. KPD sebelum kehamilan preterm sering diakibatkan oleh adanya
infeksi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bakteri yang terikat pada
membran melepaskan substrat, seperti protease yang menyebabkan
melemahnya membran. Penelitian terakhir menyebutkan bahwa matriks
metaloproteinase merupakan enzim spesifik yang terlibat dalam pecahnya
ketuban oleh karena infeksi.
Menurut hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun
2002- 2003, angka kematian ibu di Indonesia sebesar 307 per 1000 kelahiran
hidup atau setiap jam terdapat 2 orang ibu bersalin meninggal karena berbagai
sebab. Salah satu penyebab langsung kematian ibu adalah karena infeksi
sebesar 20-25% dalam 100.000 kelahiran hidup dan KPD merupakan
penyebab paling sering menimbulkan infeksi pada saat mendekati
persalinan.3 Prevalensi KPD berkisar antara 3-18 % dari seluruh kehamilan.
Saat kehamilan aterm, 8-10 % wanita mengalami KPD dan 30-40 % dari
kasus KPD merupakan kehamilan preterm atau sekitar 1,7% dari seluruh
kehamilan. KPD diduga dapat berulang pada kehamilan berikutnya. Hal ini
juga berkaitan dengan meningkatnya risiko morbiditas pada ibu maupun
janin.
Oleh sebab itu, klinisi yang mengawasi pasien harus memiliki
pengetahuan yang baik mengenai anatomi dan struktur membran fetal, serta
memahami patogenesis terjadinya ketuban pecah dini, sehingga mampu
menegakkan diagnosis ketuban pecah dini secara tepat dan memberikan terapi
secara akurat untuk memperbaiki luaran / outcome dan prognosis pasien
ketuban pecah dini dan bayinya.

1
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1 Apakah pengertian dari Ketuban Pecah Dini?
1.2.2 Apa penyebab terjadinya ketuban pecah?
1.2.3 Apa Epidemiologi Ketuban Pecah Dini?
1.2.4 Apa Patofisiologi dari Ketuban Pecah dini?
1.2.5 Apa Diagnosis dari Ketuban Pecah Dini?
1.2.6 Apa diagnosa banding dari Ketuban Pecah Dini?
1.2.7 Apa penatalaksanaan dari Ketuban Pecah Dini?
1.2.8 Apa saja komlikasi dari Ketuban Pecah Dini?

1.3. Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian dari Ketuban Pecah Dini
1.3.2 Untuk mengetahui penyebab terjadinya ketuban pecah
1.3.3 Untuk mengetahui Epidemiologi Ketuban Pecah Dini
1.3.4 Untuk mengetahui Patofisiologi dari Ketuban Pecah ini
1.3.5 Untuk mengetahui Diagnosis dari Ketuban Pecah Dini
1.3.6 Untuk mengetahui diagnosa banding dari Ketuban Pecah Dini
1.3.7 Untuk mengetahui penatalaksanaan dari Ketuban Pecah Dini
1.3.8 Untuk mengetahui komlikasi dari Ketuban Pecah Dini

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 KETUBAN PECAH DINI (KPD)

2.1.1 Definisi KPD

Ketuban pecah dini atau spontaneus/early/premature rupture of


membrans (PROM) merupakan pecahnya selaput ketuban secara spontan
pada saat belum menunjukkan tanda-tanda persalinan / inpartu (keadaan
inpartu didefinisikan sebagai kontraksi uterus teratur dan menimbulkan
nyeri yang menyebabkan terjadinya efficement atau dilatasi serviks) atau
bila satu jam kemudian tidak timbul tanda-tanda awal persalinan atau
secara klinis bila ditemukan pembukaan kurang dari 3 cm pada
primigravida dan kurang dari 5 cm pada multigravida. Pecahnya selaput
ketuban dapat terjadi kapan saja baik pada kehamilan aterm maupun
preterm. Saat aterm sering disebut dengan aterm prematur rupture of
membrans atau ketuban pecah dini aterm. Bila terjadi sebelum umur
kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini preterm / preterm
prematur rupture of membran (PPROM) dan bila terjadi lebih dari 12 jam
maka disebut prolonged PROM.2

2.1.2 Etiologi KPD

Secara teoritis pecahnya selaput ketuban disebabkan oleh


hilangnya elastisitas yang terjadi pada daerah tepi robekan selaput ketuban
dengan perubahan yang besar. Hilangnya elastisitas selaput ketuban ini
sangat erat kaitannya dengan jaringan kolagen, yang dapat terjadi karena
penipisan oleh infeksi atau rendahnya kadar kolagen. Kolagen pada
selaput terdapat pada amnion di daerah lapisan kompakta, fibroblas serta
pada korion di daerah lapisan retikuler atau trofoblas, dimana sebagaian
bear jaringan kolagen terdapat pada lapisan penunjang (dari epitel amnion
sampai dengan epitel basal korion). Sintesis maupun degradasi jaringan
kolagen dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi intrleukin-1 dan
prostaglandin. Adanya infeksi dan inflamasi menyebabkan bakteri
penyebab infeksi mengeluarkan enzim protease dan mediator inflamasi
interleukin-1 dan prostaglandin. Mediator ini menghasilkan kolagenase
jaringan sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada selaput
korion/amnion menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah
pecah spontan. Selain itu mediator terebut membuat uterus berkontraksi
sehingga membran mudah ruptur akibat tarikan saat uterus berkontraksi.

3
Sampai saat ini penyebab KPD belum diketahui secara pasti, tetapi
ditemukan beberapa faktor predisposisi yang berperan pada terjadinya
ketuban pecah dini, antara lain:

1. Infeksi
Adanya infeksi pada selaput ketuban (korioamnionitis lokal) sudah
cukup untuk melemahkan selaput ketuban di tempat tersebut. Bila
terdapat bakteri patogen di dalam vagina maka frekuensi amnionitis,
endometritis, infeksi neonatal akan meningkat 10 kali. Ketuban pecah
dini sebelum kehamilan preterm sering diakibatkan oleh adanya
infeksi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bakteri yang terikat
pada membran melepaskan substrat seperti protease yang
menyebabkan melemahnya membran. Penelitian terakhir
menyebutkan bahwa matriks metalloproteinase merupakan enzim
spesifik yang terlibat dalam pecahnya ketuban oleh karena infeksi.
2. Defisiensi vitamin C
Vitamin C diperlukan untuk pembentukan dan pemeliharaan
jaringan kolagen. Selaput ketuban (yang dibentuk oleh jaringan
kolagen) akan mempunyai elastisitas yang berbeda tergantung kadar
vitamin C dalam darah ibu.
3. Faktor selaput ketuban
Pecahnya ketuban dapat terjadi akibat peregangan uterus yang
berlebihan atau terjadi peningkatan tekanan yang mendadak di dalam
kavum amnion, di samping juga ada kelainan selaput ketuban itu
sendiri. Hal ini terjadi seperti pada sindroma Ehlers- Danlos, dimana
terjadi gangguan pada jaringan ikat oleh karena defek pada sintesa dan
struktur kolagen dengan gejala berupa hiperelastisitas pada kulit dan
sendi, termasuk pada selaput ketuban yang komponen utamanya
adalah kolagen. Dimana 72% penderita dengan sindroma Ehlers-
Danlos ini akan mengalami persalinan preterm setelah sebelumnya
mengalami ketuban pecah dini preterm.
4. Faktor umur dan paritas
Semakin tinggi paritas ibu akan makin mudah terjadi infeksi cairan
amnion akibat rusaknya struktur serviks akibat persalinan sebelumnya
5. Faktor tingkat sosio-ekonomi
Sosio-ekonomi yang rendah, status gizi yang kurang akan
meningkatkan insiden KPD, lebih-lebih disertai dengan jumlah
persalinan yang banyak, serta jarak kelahiran yang dekat.
6. Faktor-faktor lain
Inkompetensi serviks atau serviks yang terbuka akan menyebabkan
pecahnya selaput ketuban lebih awal karena mendapat tekanan yang
langsung dari kavum uteri. Beberapa prosedur pemeriksaan, seperti

4
amniosintesis dapat meningkatkan risiko terjadinya ketuban pecah
dini. Pada perokok, secara tidak langsung dapat menyebabkan ketuban
pecah dini terutama pada kehamilan prematur. Kelainan letak dan
kesempitan panggul lebih sering disertai dengan KPD, namun
mekanismenya belum diketahui dengan pasti. Faktor-faktor lain,
seperti : hidramnion, gamelli, koitus, perdarahan antepartum,
bakteriuria, pH vagina di atas 4,5, stres psikologis, serta flora vagina
abnormal akan mempermudah terjadinya ketuban pecah dini.
Berdasarkan sumber yang berbeda, penyebab ketuban pecah dini
mempunyai dimensi multifaktorial yang dapat dijabarkan sebagai
berikut :
Serviks inkompeten.
Ketegangan rahim yang berlebihan : kehamilan ganda, hidramnion.
Kelainan letak janin dalam rahim : letak sungsang, letak lintang.
Kemungkinan kesempitan panggul : perut gantung, bagian terendah
belum masuk pintu atas panggul, disproporsi sefalopelvik.
Kelainan bawaan dari selaput ketuban.
Infeksi yang menyebabkan terjadi proses biomekanik pada selaput
ketuban dalam bentuk proteolitik sehingga memudahkan ketuban
pecah.

2.1.3. Epidemiologi KPD


Prevalensi KPD berkisar antara 3-18% dari seluruh kehamilan.
Saat aterm, 8- 10 % wanita hamil datang dengan KPD dan 30-40%
dari kasus KPD merupakan kehamilan preterm atau sekitar 1,7% dari
seluruh kehamilan. KPD diduga dapat berulang pada kehamilan
berikutnya, menurut Naeye pada tahun 1982 diperkirakan 21% rasio
berulang, sedangkan penelitian lain yang lebih baru menduga rasio
berulangnya sampai 32%. Hal ini juga berkaitan dengan
meningkatnya risiko morbiditas pada ibu atau pun janin. Komplikasi
seperti : korioamnionitis dapat terjadi sampai 30% dari kasus KPD,
sedangkan solusio plasenta berkisar antara 4-7%. Komplikasi pada
janin berhubungan dengan kejadian prematuritas dimana 80% kasus
KPD preterm akan bersalin dalam waktu kurang dari 7 hari. Risiko
infeksi meningkat baik pada ibu maupun bayi. Insiden
korioamnionitis 0,5-1,5% dari seluruh kehamilan, 3-15% pada KPD
prolonged, 15-25% pada KPD preterm dan mencapai 40% pada
ketuban pecah dini dengan usia kehamilan kurang dari 24 minggu.
Sedangkan insiden sepsis neonatus 1 dari 500 bayi dan 2-4% pada
KPD lebih daripada 24 jam.
Proporsi KPD di Rumah Sakit Sanglah periode 1 Januari 2005
sampai 31 Oktober 2005 dari 2113 persalinan, proporsi kasus KPD

5
adalah sebanyak 12,92%. Sedangkan proporsi kasus KPD preterm
dari 328 kasus ketuban pecah dini baik yang melakukan persalinan
maupun dirawat secara konservatif sebanyak 16,77% sedangkan
sisanya adalah KPD dengan kehamilan aterm. Kontribusi KPD ini
lebih besar pada sosial ekonomi rendah dibandingkan sosial ekonomi
menengah ke atas.

2.1.4. Patofisiologi KPD


Pecahnya selaput ketuban saat persalinan disebabkan oleh
melemahnya selaput ketuban karena kontraksi uterus dan peregangan
yang berulang. Daya regang ini dipengaruhi oleh keseimbangan antara
sintesis dan degradasi komponen matriks ekstraseluler pada selaput
ketuban.

Gambar 3.1. Gambar skematik struktur selaput ketuban saat aterm.

Pada ketuban pecah dini terjadi perubahan-perubahan seperti


penurunan jumlah jaringan kolagen dan terganggunya struktur
kolagen, serta peningkatan aktivitas kolagenolitik. Degradasi kolagen
tersebut terutama disebabkan oleh matriks metaloproteinase (MMP).
MMP merupakan suatu grup enzim yang dapat memecah komponen-
komponen matriks ektraseluler. Enzim tersebut diproduksi dalam
selaput ketuban. MMP-1 dan MMP-8 berperan pada pembelahan
triple helix dari kolagen fibril (tipe I dan III), dan selanjutnya

6
didegradasi oleh MMP-2 dan MMP-9 yang juga memecah kolagen
tipe IV. Pada selaput ketuban juga diproduksi penghambat
metaloproteinase / tissue inhibitor metalloproteinase (TIMP). TIMP-1
menghambat aktivitas MMP-1, MMP-8, MMP-9 dan TIMP-2
menghambat aktivitas MMP-2. TIMP-3 dan TIMP-4 mempunyai
aktivitas yang sama dengan TIMP-1
Keutuhan dari selaput ketuban tetap terjaga selama masa
kehamilan oleh karena aktivitas MMP yang rendah dan konsentrasi
TIMP yang relatif lebih tinggi. Saat mendekati persalinan
keseimbangan tersebut akan bergeser, yaitu didapatkan kadar MMP
yang meningkat dan penurunan yang tajam dari TIMP yang akan
menyebabkan terjadinya degradasi matriks ektraseluler selaput
ketuban. Ketidakseimbangan kedua enzim tersebut dapat
menyebabkan degradasi patologis pada selaput ketuban. Aktivitas
kolagenase diketahui meningkat pada kehamilan aterm dengan
ketuban pecah dini. Sedangkan pada preterm didapatkan kadar
protease yang meningkat terutama MMP-9 serta kadar TIMP-1 yang
rendah.
Gangguan nutrisi merupakan salah satu faktor predisposisi
adanya gangguan pada struktur kolagen yang diduga berperan dalam
ketuban pecah dini. Mikronutrien lain yang diketahui berhubungan
dengan kejadian ketuban pecah dini adalah asam askorbat yang
berperan dalam pembentukan struktur triple helix dari kolagen. Zat
tersebut kadarnya didapatkan lebih rendah pada wanita dengan
ketuban pecah dini. Pada wanita perokok ditemukan kadar asam
askorbat yang rendah.

Infeksi

Infeksi dapat menyebabkan ketuban pecah dini melalui beberapa


mekanisme. Beberapa flora vagina termasuk Streptokokus grup B,
Stafilokokus aureus dan Trikomonas vaginalis mensekresi protease
yang akan menyebabkan terjadinya degradasi membran dan akhirnya
melemahkan selaput ketuban. Respon terhadap infeksi berupa reaksi
inflamasi akan merangsang produksi sitokin, MMP, dan prostaglandin
oleh netrofil PMN dan makrofag. Interleukin-1 dan tumor nekrosis
faktor α yang diproduksi oleh monosit akan meningkatkan aktivitas
MMP-1 dan MMP-3 pada sel korion. Infeksi bakteri dan respon
inflamasi juga merangsang produksi prostalglandin oleh selaput
ketuban yang diduga berhubungan dengan ketuban pecah dini preterm
karena menyebabkan iritabilitas uterus dan degradasi kolagen
membran. Beberapa jenis bakteri tertentu dapat menghasilkan

7
fosfolipase A2 yang melepaskan prekursor prostalglandin dari
membran fosfolipid. Respon imunologis terhadap infeksi juga
menyebabkan produksi prostaglandin E2 oleh sel korion akibat
perangsangan sitokin yang diproduksi oleh monosit. Sitokin juga
terlibat dalam induksi enzim siklooksigenase II yang berfungsi
mengubah asam arakidonat menjadi prostalglandin. Sampai saat ini
hubungan langsung antara produksi prostalglandin dan ketuban pecah
dini belum diketahui, namun prostaglandin terutama E2 dan F2α telah
dikenal sebagai mediator dalam persalinan mamalia dan prostaglandin
E2 diketahui mengganggu sintesis kolagen pada selaput ketuban dan
meningkatkan aktivitas dari MMP-1 dan MMP-33. Indikasi terjadi
infeksi pada ibu dapat ditelusuri metode skrining klasik, yaitu
temperatur rektal ibu dimana dikatakan positif jika temperatur rektal
lebih 38°C, peningkatan denyut jantung ibu lebih dari 100x/menit,
peningkatan leukosit dan cairan vaginal berbau.
Gejala Frekuensi (%)
Temperature >37,8 ◦ C 100
Denyut jantung ibu 100/ menit 20-80
Denyut jantung janin 169/ menit 40-70
Leukosit/ ML >15.000 70-90
>20.000 3-10
Cairan vagina berbau 5-22
Tabel 3.1 frekuensi gejala yang berhubungan dengan infeksi intra
amnotik

Hormon

Progesteron dan estradiol menekan proses remodeling matriks


ekstraseluler pada jaringan reproduktif. Kedua hormon ini didapatkan
menurunkan konsentrasi MMP-1 dan MMP-3 serta meningkatkan
konsentrasi TIMP pada fibroblas serviks dari kelinci percobaan.
Tingginya konsentrasi progesteron akan menyebabkan penurunan
produksi kolagenase pada babi walaupun kadar yang lebih rendah
dapat menstimulasi produksi kolagen. Ada juga protein hormon
relaxin yang berfungsi mengatur pembentukan jaringan ikat
diproduksi secara lokal oleh sel desidua dan plasenta. Hormon ini
mempunyai aktivitas yang berlawanan dengan efek inhibisi oleh
progesteron dan estradiol dengan meningkatkan aktivitas MMP-3 dan
MMP-9 dalam membran janin. Aktivitas hormon ini meningkat
sebelum persalinan pada selaput ketuban manusia saat aterm. Peran
hormon-hormon tersebut dalam patogenesis pecahnya selaput ketuban
belum dapat sepenuhnya dijelaskan.

8
Kematian Sel Terprogram

Pada ketuban pecah dini aterm ditemukan sel-sel yang


mengalami kematian sel terpogram (apoptosis) di amnion dan korion
terutama disekitar robekan selaput ketuban. Pada korioamnionitis
terlihat sel yang mengalami apoptosis melekat dengan granulosit,
yang menunjukkan respon imunologis mempercepat terjadinya
kematian sel. Kematian sel yang terprogram ini terjadi setelah proses
degradasi matriks ekstraseluler dimulai, menunjukkan bahwa
apoptosis merupakan akibat dan bukan penyebab degradasi tersebut.
Namun mekanisme regulasi dari apoptosis ini belum diketahui dengan
jelas.

Peregangan Selaput Ketuban

Peregangan secara mekanis akan merangsang beberapa faktor di


selaput ketuban seperti prostaglandin E2 dan interleukin-8. Selain itu
peregangan juga merangsang aktivitas MMP-1 pada membran.
Interleukin-8 yang diproduksi dari sel amnion dan korionik bersifat
kemotaktik terhadap neutrofil dan merangsang aktifitas kolegenase.
Hal-hal tersebut akan menyebabkan terganggunya keseimbangan
proses sintesis dan degradasi matriks ektraseluler yang akhirnya
menyebabkan pecahnya selaput ketuban.

9
Gambar 3.2 Mekanisme multi faktorial menyebabkan ketuban pecah
dini

2.1.5 Diagnosis KPD


Menegakkan diagnosis KPD secara tepat sangat penting, karena
diagnosis yang positif palsu berarti melakukan intervensi seperti
melahirkan bayi terlalu awal atau melakukan seksio yang sebetulnya
tidak ada indikasinya. Sebaliknya diagnosis yang negatif palsu berarti
akan membiarkan ibu dan janin mempunyai resiko infeksi yang akan
mengancam kehidupan janin, ibu atau keduanya. Oleh karena itu,
diperlukan diagnosis yang cepat dan tepat. Diagnosis KPD ditegakkan
dengan cara :
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Anamnesa pasien dengan KPD merasa basah pada vagina
atau mengeluarkan cairan yang banyak berwarna putih jernih,
keruh, hijau, atau kecoklatan sedikit- sedikit atau sekaligus
banyak, secara tiba-tiba dari jalan lahir. Keluhan tersebut dapat
disertai dengan demam jika sudah ada infeksi. Pasien tidak sedang
dalam masa persalinan, tidak ada nyeri maupun kontraksi uterus.
Riwayat umur kehamilan pasien lebih dari 20 minggu

10
Pada pemeriksaan fisik abdomen, didapatkan uterus lunak dan
tidak adanya nyeri tekan. Tinggi fundus harus diukur dan
dibandingkan dengan tinggi yang diharapkan menurut hari
pertama haid terakhir. Palpasi abdomen memberikan perkiraan
ukuran janin dan presentasi.
2. Pemeriksaan dengan spekulum
Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD untuk mengambil
sampel cairan ketuban di forniks posterior dan mengambil sampel
cairan untuk kultur dan pemeriksaan bakteriologis.
Tiga tanda penting yang berkaitan dengan ketuban pecah dini
adalah :
1. Pooling : Kumpulan cairan amnion pada fornix posterior.
2. Nitrazine Test : Kertas nitrazin merah akan jadi biru.
3. Ferning : Cairan dari fornix posterior di tempatkan pada
objek glass dan didiamkan dan cairan amnion tersebut akan
memberikan gambaran seperti daun pakis.

Pemeriksaan spekulum pertama kali dilakukan untuk


memeriksa adanya cairan amnion dalam vagina. Perhatikan
apakah memang air ketuban keluar dari ostium uteri eksternum
apakah ada bagian selaput ketuban yang sudah pecah. Gunakan
kertas lakmus. Bila menjadi biru (basa) adalah air ketuban, bila
merah adalah urin. Karena cairan alkali amnion mengubah pH
asam normal vagina. Kertas nitrazine menjadi biru bila terdapat
cairan alkali amnion. Bila diagnosa tidak pasti, adanya lanugo
atau bentuk kristal daun pakis cairan amnion kering (ferning)
dapat membantu. Bila kehamilan belum cukup bulan penentuan
rasio lesitin-sfingomielin dan fosfatidilgliserol membantu dalam
evaluasi kematangan paru janin. Bila kecurigaan infeksi, apusan
diambil dari kanalis servikalis untuk pemeriksaan kultur serviks
terhadap Streptokokus beta group B, Clamidia trachomatis dan
Neisseria gonorea.
3. Pemeriksaan dalam
Pemeriksaan dalam dilakukan untuk menentukan penipisan dan
dilatasi serviks. Pemeriksaan vagina juga mengindentifikasikan
bagian presentasi janin dan menyingkirkan kemungkinan prolaps
tali pusat. Periksa dalam harus dihindari kecuali jika pasien jelas
berada dalam masa persalinan atau telah ada keputusan untuk
melahirkan.
4. Pemeriksaan penunjang
 Dengan tes lakmus, cairan amnion akan mengubah kertas
lakmus merah menjadi biru.

11
 Pemeriksaan leukosit darah, bila meningkat > 15.000 /mm3
kemungkinan ada infeksi.
 USG untuk menentukan indeks cairan amnion, usia
kehamilan, letak janin, letak plasenta, gradasi plasenta serta
jumlah air ketuban.
 Kardiotokografi untuk menentukan ada tidaknya kegawatan
janin secara dini atau memantau kesejahteraan janin. Jika ada
infeksi intrauterin atau peningkatan suhu, denyut jantung
janin akan meningkat.
 Amniosintesis digunakan untuk mengetahui rasio lesitin -
sfingomielin dan fosfatidilsterol yang berguna untuk
mengevaluasi kematangan paru janin.

2.1.6. Diagnosis Banding KPD


Fistula vesiko vaginal pada kehamilan.

2.1.7. Penatalaksanaan KPD


Konservatif
 Rawat di rumah sakit.
 Berikan antibiotik (ampisilin 4 x 500 mg atau eritromisin bila
tidak tahan dengan ampisilin dan metronidazol 2 x 500 mg
selama 7 hari).
 Jika umur kehamilan < 32 – 34 minggu, dirawat selama air
ketuban masih keluar atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.
 Jika umur kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada
infeksi, tes busa negatif : beri deksametason, observasi tanda-
tanda infeksi dan kesejahteraan janin. Terminasi pada
kehamilan 37 minggu.Jika usia kehamilan 32-37 minggu,
sudah in partu, tidak ada infeksi, berikan tokolitik
(salbutamol), deksametason dan induksi sesudah 24 jam.
 Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik
dan lakukan induksi.
 Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi
intrauterin).
 Pada usia kehamilan 32-34 minggu, berikan steroid untuk
memacu kematangan paru janin dan kalau memungkinkan
periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap minggu. Dosis
betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari,
deksametason i.m 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.

12
Aktif

 Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal


pikirkan seksio sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol
50µg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali.
 Bila ada tanda-tanda infeksi, berikan antibiotika dosis tinggi
dan persalinan diakhiri jika :
 Bila skor pelvik < 5, lakukanlah pematangan serviks,
kemudian induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan
seksio sesarea.
 Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus pervaginam

Ketuban Pecah >37 minggu


Infeksi Non infeksi infeksi Non infeksi
 Penisilin  Amiksilin +  Penisilin  lahirkan
 Gentamisin eritromisin  Gentamisin bayi
 Metronidazole untuk 7 hari  Metronidazole  berikan
 Lahirkan bayi  Steroi untuk  Lahirkan bayi penisilin
pematangan atau
baru ampisili
n
Antibiotik setelah persalinan
Profilaksis Infeksi Non-infeksi
Stop antibiotik Lanjutkan untuk 24 jam Tidak perlu
setelah bebas panas antibiotik

13
Gambar 3.3 Alur penatalaksanaan ketuban pecah dini

2.1.8. Komplikasi KPD


Persalinan Prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan.
Periode laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90%
terjadi di dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan aterm
90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan
antara 28-34 minggu 50% persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan
kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.1
Infeksi
Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini.
Pada ibu terjadi korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia,
pneumonia, omfalitis. Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum
janin terinfeksi. Pada ketuban pecah dini prematur, infeksi lebih sering
daripada aterm. Secara umum, insiden infeksi sekunder pada ketuban
pecah dini meningkat sebanding dengan lamanya periode laten.
Hipoksia dan Asfiksia
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan
tali pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan
antara terjadinya gawat janin dan derajat oligohidramnion, semakin
sedikit air ketuban, janin semakin gawat.
Sindroma deformitas janin

14
Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan
pertumbuhan janin terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka
dan anggota badan janin, serta hipoplasia pulmonal.

2.1.9. Prognosis KPD


Ditentukan berdasarkan umur dari kehamilan, penatalaksanaan dan
komplikasi-komplikasi yang mungkin timbul.

15
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Berbagai faktor dapat menjadi penyebab terjadinya ketuban


pecah dini atau ( KPD) dimana salah satunya adalah pasca tindkan
intervensi intra uteri yang dikenal dengan KPD Iatrogenik
tingginya prosedur tersebut sekaligus meningkatkan kejadian KPD
iatrogenik- disamping KPD spontan – yang kemudian mendorong
berbagai upaya “ penyumbatan “ selaput ketuban . salah satu upaya
tersebut yang dianggap paling efetif adalah Amniopatch, yaitu
penggunaan injeksi platelet dan cryoprecipitate kedalam cairan
ketuban , dimana penyembuhan spontan sangat sulit terjadi pada
membran yang miskin vaskularisasi. prinsip dasar Amniopatch
adalah memberikan kesempatan pada platelet untuk menemukan
area yang cedera lalu clot yag trjadi distabilisasi dengan
cryoprecipitate.

3.2 SARAN
Prsedur Amniopatch masih perlu terus dikembangkan
penyempurnaannya untuk menjawab permasalahan PPROM baik
yang iatrogenik ataupun spontan, dengan segala implikasinya

16
DAFTAR PUSTAKA

Soewarto, S. 2009. Ketuban Pecah Dini. Dalam: Winkjosastro H.,


Saifuddin A.B., dan Rachimhadhi T. (Editor). Ilmu Kebidanan.
Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Hal. 677-
680.
Ketuban Pecah Dini. 2011. Diambil dari situs
http://www.scribd.com/doc/6174 2900/Lapsus-KPD-singaraja.html.
diakses pada tanggal 16 Juli 2012.
Ketuban Pecah Dini. 2011. Diambil dari situs
http://www.scribd.com/doc/ 59744828/ketuban-pecah-dini-2.html.
diakses pada tanggal 16 Juli 2012.
Ketuban Pecah Dini. 2011. Diambil dari situs
http://www.scribd.com/doc/ 65772733/KPD.html. diakses pada
tanggal 16 Juli 2012.
Gde Manuaba, I.B. Ketuban Pecah Dini (KPD). Ilmu Kebidanan,
Penyakit Kandungan & Keluarga Berencana. Jakarta: EGC; 2001.
Hal: 229-232.
Ketuban Pecah Dini. 2011. Diambil dari situs
http://www.scribd.com/doc/ 65476803/tinjauan-pustaka-KPD.html.
diakses pada tanggal 16 Juli 2012.
Saifudin A.B. 2006. Ketuban Pecah Dini, Buku Acuan Nasional
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Hal : 218-220.
Ketuban Pecah Dini. 2011. Diambil dari situs
http://www.scribd.com/doc/ 50265897/BAB-I.html. diakses pada
tanggal 16 Juli 2012

17

Anda mungkin juga menyukai