Anda di halaman 1dari 9

TUGAS

FARMASI

Pembimbing :
Dr. dr. Lili Indrawati M.Kes

Disusun Oleh :
Betsheba Yolanda Pandia 1261050249

KEPANITERAAN KLINIK FARMASI


PERIODE 2017 - 2017
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
2017
OBAT HIPERURESEMIA

1. . Kolkisin

a. Farmakodinamik Kolkisin

Sifat anti radang Kolkisin spesifik terhadap penyakit pirai dan beberapa arthiris

lainnya sedang sebagai anti radang umum Kolkisin tidak efektif. Kolkisin tidak memiliki efek

analgesik.

Pada penyakit pirai, Kolkisin tidak meningkatkan ekskresi, sintesis atau kadar asam

urat dalam darah, obat ini berikatan dengan protein mikrotubular dan menyebabkan

depolimerisasi dan menghilangnya mikrotubul fibrilar granulosit dan sel bergerak lainnya.

Hal ini menyebabkan penghambatan migrasi granulosit ke tempat radang sehingga pelepasan

mediator inflamasi juga dihambat dan respon inflamasi ditekan. Peneliti lain juga

memperlihatkan bahwa Kolkisin mencegah pengelupasan glikoprotein dari leukosit yang

pada pasien gout menyebabkan nyeri dan radang sendi.

b. Farmakokinetik Kolkisin
Absorbsi melalui saluran cerna baik. Obat ini didistribusi secara luas dalam jaringan

tubuh; volume distribusinya 49,5 ± 9,5 L. Kadar tinggi didapat di ginjal, hati, limpa, dan

saluran cerna; tetapi tidak terdapat di otot rangka, jantung, dan otak. Sebagian besar obat ini

diekskresi dalam bentuk utuh melalui tinja, 10-20% dieksresi melalui urin. Pada pasien

dengan penyakit hati eliminasinya berkurang dan lebih banyak diekskresi lewat urin. Kolkisin

dapat ditemukan dalam leukosit dan urin sedikitnya untuk 9 hari setelah suatu suntikan IV.

c. Indikasi Kolkisin

Kolkisin adalah obat terpilih untuk penyakit pirai. Pemberian harus dimulai

secepatnya pada awal serangan dan diteruskan sampai gejala hilang atau timbul efek samping

yang mengganggu. Gejala penyakit umumnya menghilang 24-48 jam setelah pemberian obat.

Bila terapi terlambat efektivitas obat berkurang. Kolkisin juga berguna untuk profilaktik

serangan penyakit pirai atau mengurangi beratnya serangan.

d. Kontraindikasi Kolkisin : wanita hamil, gangguan saluran pencernaan, penyakit

ginjal
e. Dosis Kolkisin

Dosis Kolkisin 0,5-0,6mg tiap jam, atau 1,2mg sebagai dosis awal diikuti 0,5-0,6mg

tiap 2 jam sampai gejala penyakit hilang atau gejala saluran cerna timbul. Mungkin perlu

diberikan sampai dosis maksimum 7-8mg tetapi umunya pasien tidak dapat menerima dosis

ini. Untuk profilaksis diberikan 0,5-1mg sehari.

Pemberian IV : 1-2mg dilanjutkan dengan 0,5mg tiap 12-24 jam. Dosis jangan

melebihi 4mg dengan satu regimen pengobatan. Untuk mencegah iritasi akibat ekstravasasi

sebaiknya larutan 2mL diencerkan menjadi 10mL dengan larutan garam faal.

f. Efek Samping :
a) Muntah, mual, diare. → hentikan pengobatan walaupun efek terapi belum

tercapai.
b) Pada pemberian IV dengan dosis terapi, bila terjadi ekstravasasi →

peradangan dan nekrosis kulit serta jaringan lemak.


c) Kolkisin harus diberikan dengan hati-hati pada pasien dengan usia lanjut,

lemah, atau pasien dengan gangguan ginjal, kardiovaskular, dan saluran cerna.
g. Interaksi Obat : Antikuagulan dapat memperpanjang perdarahan

2. Alopurinol

a. Indikasi : mengobati penyakit pirai (terutama berguna untuk mengobati penyakit pirai

kronik dengan insufisiensi ginjal dan batu urat dalam ginjal)


b. Mekanisme Kerja : menurunkan kadar asam urat, mengurangi frekuensi serangan

(penggunaan jangka panjang), menghambat pembentukan tofi, memobilisasi asam

urat dan mengurangi besarnya tofi. Alopurinol menghambat xantin oksidasi (enzim

pengubah hipoxantin → xantin → asam urat. Melalui mekanisme umpan balik

menghambat sintesis purin (prekusor xantin). Alopurinol mengalami biotransformasi

oleh enzim xantin oksidase menjadi aloxantin yang masa paruhnya lebih panjang dari

alopurinol → cukup diberikan 1 x sehari.


c. Interaksi obat : Berbeda dengan probenesid, efek alopurinol tidak dilawan oleh

salisilat, tidak berkurang pada insufisiensi ginjal, dan tidak menyebabkan batu urat.
d. Efek samping : Reaksi kulit. Reaksi alergi berupa demam, menggigil, leukopenia,

eosinophilia, arthralgia, dan pruritus.


Alopurinol dapat meningkatkan frekuensi serangan sehingga sebaiknya pada awal

terapi diberikan kolkisin. (biasanya menghilang setelah beberapa bulan pengobatan)


e. Dosis: 200-400mg sehari (penyakit pirai ringan), 400 -600 mg (berat). Cukup 100 –

200 mg sehari (pasien ganguan fungsi ginjal ). 100 – 200 mg sehari (hiperuresemia

sekunder). Untuk anak 6 – 10 tahun : 300 mg sehari dan anak dibawah 6 tahun : 150

mg sehari.

3. Probenesid

Mencegah dan mengurangi kerusakan sendi serta pembentukan tofi pada

penyakit pirai. Tidak efektif mengatasi serangan akut. Berguna untuk pengobatan

hiperuresemia sekunder.
a. Mekanisme kerja : Probenesid menghambat eksresi renal dan sulfinpirazon,

indometasin, penisilin,PAS, sulfonamide dan juga berbagai asam organik, sehingga

dosis obat tersebut harus disesuaikan bila diberikan bersamaan

b. Efek samping : gangguan saluran cerna, nyeri kepala, dan reaksi alergi. (hati – hati

pada pasien riwayat ulkus peptik).


c. Interaksi obat : Salisilat mengurangi efek probenesid. Probenesid menghambat

ekskresi renal dari sulfinpirazone, indometasin, penisilin, PAS, sulfonamid, dan juga

berbagai asam organik, sehingga dosis obat tersebut harus disesuaikan bila diberikan

bersamaan.
d. Dosis : Probenesid 2 x 250 mg per hari selama seminggu diikuti dengan 2 x 500 mg

perhari.

4. Sulfinoirazon

Mencegah dan mengurangi kelainan sendi dan tofi pada penyakit pirai kronik

berdasarkan hambatan reabsorbsi tubular asam urat. Kurang efektif menurunkan kadar

asam urat dibandingkan dengan alopurinol dan tidak berguna mengatasi serangan

pirai akut.

a. Efek samping : gangguan saluran cerna (hentikan), anemia, leukopenia,

agranulositosis

b. Kontraindikasi : pasien riwayat ulkus peptikum.

c. Interaksi obat: meningkatkan efek insulin dan obat hipoglikemik oral (pengawasan

ketat bila diberikan bersama – sama).

d. Dosis : 2 x 100 – 200mg sehari, ditingkatkan sampai 400 – 800 mg kemudian

dikurangi sampai dosis efektif minimal.

Demam Typoid
1. Kloramfenikol

Mekanisme kerja: bersifat bekterisid dan bektriostatiktergantung pada spesies bak


terinya. Obat ini berkaitan dengan subunit
50S ribosom bakteri secara reversible dan akibatnyamenghambat pembentukan ika
tan peptida. Setelah pemberianoral, kloramfenikol diserap dengan cepat.
Kadar puncak dalamdarah tercapai 2
jam. Untuk anak biasanya diberikan bentuk ester kloramfenikol almitat atau stearat
e yang rasanya tidak pahit.
Masa paruh eliminasi pada orang dewasa kurang lebih 3
jam, pada bayi berumur kurang dari 2 minggu sekitar 24 jam. Kira-
kira 50% kloramfenikol dalam darah terikat dengan albumin dandidistribusikan sec
ara baik ke berbagai jaringan tubuh.
Dalam hati, kloramfenikol mengalami konjugasi dengan asamglukoronat oleh enzi
m glukoronil transferase. Oleh karena ituwaktu paruh kloramfenikol memanjang p
ada pasien gangguanfaal hati. Sebagian kecil kloramfenikol mengalami reduksime
njadi senyawa aril-amin yang tidak aktif lagi. Dalam waktu24 jam, 80 –
90% kloramfenikol yang diberikan oral telahdisekresi melalui ginjal.
Dari seluruh kloramfenikol yang diekskresikan melalui urin, hanya 5 –
10% dalam bentuk aktifyang disekresikan terutama melalui filtrat glomerulus seda
ngkanmetabolitnya dengan sekresi tubulus, sisanya dalam bentukglukoronat atau hi
drolisat lain yang tidak aktif.

Dosis: 4 x 500 mg per hari atau 50 mg/kgBB/hari dapat diberikan secara per
oral atau intravena. Diberikan samapi dengan 7 hari bebas panas. Penyuntikan
intramuscular tidak dianjutkan oleh karena hidrolisis ester initidak dapat diramalka
n dan tempat suntikan terasa nyeri.

Mekanisme kerja: bersifat bekterisid dan bektriostatiktergantung pada spesies bak


terinya. Obat ini berkaitan dengan subunit
50S ribosom bakteri secara reversible dan akibatnyamenghambat pembentukan ika
tan peptida. Setelah pemberianoral, kloramfenikol diserap dengan cepat.
Kadar puncak dalamdarah tercapai 2
jam. Untuk anak biasanya diberikan bentuk ester kloramfenikol almitat atau stearat
e yang rasanya tidak pahit.
Masa paruh eliminasi pada orang dewasa kurang lebih 3
jam, pada bayi berumur kurang dari 2 minggu sekitar 24 jam. Kira-
kira 50% kloramfenikol dalam darah terikat dengan albumin dandidistribusikan sec
ara baik ke berbagai jaringan tubuh.
Dalam hati, kloramfenikol mengalami konjugasi dengan asamglukoronat oleh enzi
m glukoronil transferase. Oleh karena ituwaktu paruh kloramfenikol memanjang p
ada pasien gangguanfaal hati. Sebagian kecil kloramfenikol mengalami reduksime
njadi senyawa aril-amin yang tidak aktif lagi. Dalam waktu24 jam, 80 –
90% kloramfenikol yang diberikan oral telahdisekresi melalui ginjal.
Dari seluruh kloramfenikol yang diekskresikan melalui urin, hanya 5 –
10% dalam bentuk aktifyang disekresikan terutama melalui filtrat glomerulus seda
ngkanmetabolitnya dengan sekresi tubulus, sisanya dalam bentukglukoronat atau hi
drolisat lain yang tidak aktif.

Kontraindikasi: Kloramfenikol tidak boleh diberikan padawanita hamil dan neona


tes. Kloramfenikol tidak dianjurkan padatrimester ke-
3 kehamilan karena dikhawatirkan dapat terjadipartus premature, kematian fetus
intrauterine, dan grey
syndrome pada neonates. Tiamfenikol tidak dianjurkan padatrimester pertama keha
milan karena kemungkinan efekteratogenic terhadap fetus pada manusia belum dap
atdisingkirkan.
Efek sam
ping: mielosupresi, anemia reversible,
neutropenia dantrombositopenia dapat terjadi pada pemberian kronis. Anemia
aplastic yang
fatal jarang terjadi. Neonatis tidak dapatmemetabolisme kloramfenikol dan akibatn
ya dapat timbulsinrim “grey baby” dengan gejala pucat, distensi abdomen, muntah-
muntah dan kolaps.

Interaksi: Dalam dosis terapi, kloramfenikol menghambat


biotransformasi tolbutamide, fenitoin, diklomarol dan obat lain
yang dimetabolisme oleh enzim mikrosom hepar. Dengandemikian toksisitas obat-
obat ini lebih tinggi bila diberikanbersama kloramfenikol. Interaksi obat dengan fe
nobarbital danrifampisin akan memperpendek waktu paruh dari kloramfenikoldeng
an kadar obat ini dalam darah menjadi subterapeutik.

2. Kuinolon dan Florokuinolon

Mekanisme kerja: Kuinolon bersifat bakterisida. Obat inimenghambat DNA


gyrase prokariotik. Enzim ini membungkusDNA menjadi gulungan super dan sang
at penting untuk replikasimaupun perbaikan DNA. Florokuinolon bekerja denganm
ekanisme yang sama dengan kelompok kuinolon terdahulu. Florokuinolon baru me
nghambat topoisomerase II (DNA
gyrase) dan IV pada kuman. Enzim topoisomerase
II berfungsimenimbulkan relaksasi pada DNA yang mengalami positive
supercoiling
(pilinan positif yang berlebihan) ada waktutranskripsi dalam proses replikasi DNA.
Topoisomerase
IV berfungsi dalam pemisahan DNA baru yang terbentuk setelahproses replikasi D
NA kuman selesai. Golongan obat inididistribusi dengan baik pada berbagai organ
tubuh. Dalam urinsemua fluorokuinolon mencapai kadar yang melampaui Kadar H
ambat Minimal untuk kebanyakan kuman pathogen selamaminimal 12 minggu.
Salah satu sifat florokuinolon yang menguntungkan ialah bahwagolongan obat ini
mampu mencapai kadar tinggi dalam jaringanprostat. Selain itu,
masa paruh eliminasinya panjang sehinggaobat cukup diberikan 2
kali sehari. Kebanyakan florokuinolondimetaboilsme di hati dan diekskresikan mel
alui ginjal.
Masa paruh eliminasi ofloksasin akan sangat memanjang dalamkeadaan gagal ginj
al. Sebagian kecil obat akan dikeluarkanmelalui empedu. Hmodialisis hanya sediki
t mengeluarkanflorokuinolon dari tubuh sehingga penambahan dosis umumnyatida
k diperlukan.

Kontraindikasi: Kuinolon tidak boleh diberikan bersamaandengan teofilin karena


sifat toksik teofilin akan meningkat.

Efek samping: Gangguan saluran cerna,


paling sering timbulakibat penggunaan golongan kuinolon (prevalensi sekitar 3-
17%) dan bermanifestasi dalam bentuk mual, muntah, dan rasa tidak enak di perut.
Hipersensitif dan gangguan SSP sepertipusing dan sakit kepala, tapi jarang. Selain
itu bisa juga adahepatotoksisitas, kardiotoksisitas, disglikemia, fototoksisitas danlai
n-lain akan tetapi sangat jarang ditemukan.

Interaksi obat: Golongan kuinolon dan fluorokuinolonberinteraksi dengan bebera


pa obat, misalnya antasid danpreparat besi (Fe). Absorpsi kuinolon dan fluorokuin
olon dapatberkurang hingga 50% atau lebih.
Karena itu pemberian antasiddan preparat besi harus diberikan dengan selang wakt
u3
jam. Selain itu Teofilin, beberapa kuinolon misalnya sepertisiprofloksasin mengha
mbat metabolism teofilin danmeningkatkan kadar teofilin dalam darah sehingga da
pat terjadiintoksikasi dan karena itu pemberian kombinasi kedua golonganobat ini
perlu dihindarkan.

Makrolid
Eritromisin, klaritromisin dan azitromisin merupakan beberapacontoh makrolid.
Mekanisme kerja: Makrolid bersifat bakteriostatik/bakterisida. Obat ini berkaitan
dengan unit
50S dari ribosom bakteri secarareversible, sehingga mencegah translokasi ribosom
sepanjangsumbu mRNA.

Spektrum aktivitas: Eritromisin efektif terhadap kebanyakan


...

Anda mungkin juga menyukai