Anda di halaman 1dari 19

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat taufiq serta hidayah-Nya, terutama
nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat menyeselaikan makalah dengan
judul PENANAMAN MODAL.

Makalah ini disusun dengan tujuan untuk membantu mahasiswa dalam memahami sebuah penanam
modal yang memeng sangat rumit untuk mengetahuinya secara otodidak dan diperlukan keahlian
khusus dalam mengonsep sebuah penanaman modal.

Penulis menyadari betul sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, makalah ini tidak
akan terwujud dan masih jauh dari sempurna, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati
penulis berharap saran dan kritik demi perbaikan-perbaikan lebih lanjut.

Akhirnya penulis berharap, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi yang
membutuhkan.

Pamekasan, 02 Desember 2017

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................i

DAFTAR ISI...............................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN..............................................................1

1.1 Latar Belakang..........................................................................1


1.2 Rumusan Masalah....................................................................2
1.3 Tujuan Penulis..........................................................................2

BAB 2 PEMBAHASAN.................................................................3

2.1 Penanaman Modal..........................................................................................3


2.1.1 Pengertian Penanaman Modal.......................................................................3
2.1.2 Jenis-jenis Penanaman Modal.......................................................................4
2.1.3 Asas dan Tujuan Penanaman Modal..............................................................5
2.2 Penanaman Modal Dalam Negeri...................................................................6
2.2.1 Pengertian Penanaman Modal Dalam Negeri...................................................7
2.2.2 Fasilitas Penanaman Modal Dalam Negeri.......................................................8
2.2.3 Bidang Usaha Penanaman Modal Dalam Negeri..............................................9
2.2.4 Pengesahan, Perizinan dan Tata Cara PMDN.................................................10
2.3 Penanaman Modal Asing................................................................................11
2.3.1 Pengertian Penanaman Modal Asing................................................................11
2.3.2 Fasilitas Penanaman Modal Asing...................................................................12
2.3.3. Bidang Usaha Penanaman Modal Asing...........................................................13
2.3.4 Pelayanan Perizinan Penanaman Modal Asing...................................................14

KESIMPULAN...........................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................17

BAB I
PENDAHULUAN

1. 1.1 Latar Belakang


Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang besar
guna melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar tersebut diperlukan
untuk membangun kembali perekonomian Indonesia yang tertinggal dari negara-negara maju
baik yang ada di kawasan regional maupun kawasan global. Adapun salah satu sumber dana
utama guna memenuhi kebutuhan dana yang cukup besar dalam melaksanakan pembangunan
nasional tersebut diperoleh melalui kegiatan penanaman modal atau investasi. Mengingat
akan begitu besarnya peran penanaman modal atau investasi bagi pembangunan nasional,
maka sudah sewajarnya penanaman modal atau investasi mendapat perhatian khusus dari
pemerintah dan menjadi bagian yang penting dalam penyelenggaraan perekonomian nasional.
Sebab dengan adanya kegiatan penanaman modal atau investasi Indonesia dapat mengolah
segala potensi ekonomi yang ada menjadi kekuatan ekonomi riil.
Bagi negara-negara berkembang, untuk bisa mendatangkan investor setidak-tidaknya
dibutuhkan tiga syarat, yaitu pertama, ada economic opportunity (investasi mampu memberi
keuntungan secara ekonomis bagi investor); kedua, political stability (investasi akan sangat
dipengaruhi stabilitas politik); ketiga, legal certainty atau kepastian hukum.
Dari ketiga faktor diatas dapat dikatakan bahwa faktor kepastian hukum (legal
certainty) merupakan faktor yang paling sering dijadikan dasar pertimbangan utama bagi para
investor dalam mengambil keputusan untuk melakukan kegiatan penanaman modal atau
investasi di suatu negara. Hal ini dikarenakan investor mempunyai kepentingan serta tujuan
dalam menanamkan modalnya dan dalam usaha mempertahankan kepentingan serta tujuan
tersebut instrumen hukum adalah alatnya.
Pembangunan instrumen hukum penanamam modal atau investasi di Indonesia
sebenarnya telah dimulai sejak tahun 1967 yakni dengan diundangkannya Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (UU PMA) Negeri (UU PMDN).
Penggairahan iklim penanaman modal atau investasi pun tidak hanya berhenti disitu saja, hal
ini dapat dilihat dari dilengkapi dan di sempurnakannya kedua undang-undang di atas.
Adapun Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang PMA telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1967 tentang PMA (UU PMA), sedangkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968
tentang PMDN telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970 tentang
Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang PMDN (UU
PMDN).
Semenjak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 jo. Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang PMA (UU PMA) dan Undang-Undang Nomor 6
Tahun 1968 jo. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970 tentang PMDN (UU PMDN), dapat
dikatakan kegiatan penanaman modal atau investasi di Indonesia cenderung meningkat dari
waktu ke waktu. Di dalam perkembangan hukum di Indonesia Undang-Undang Penanaman
Modal Asing (UU PMA) dan Undang-Undang Penanaman Modal Dalam Negeri (UU
PMDN) kini tidak berdiri secara sendiri-sendiri lagi. Pada saat ini pengaturan mengenai
penanaman modal atau investasi telah diatur dalam sebuah undang-undang, yakni Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UU PM), yang disahkan pada
tanggal 26 April 2007.
Perlu diketahui pula bahwa lahirnya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal juga tidak dapat dipisahkan dari keanggotaan Indonesia di Wold Trade
Organization (WTO), dimana Indonesia telah meratifikasi kesepakatan pendirian WTO
melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 yang mewajibkan Indonesia untuk
mengharmonisasikan peraturan perundang-undangan di bidang penanaman modal dengan
kesepakatan-kesepakatan yang ada dalam WTO.
Sejak diundangkan, undang-undang ini telah menimbulkan perbedaan pandangan
yang cukup signifikan dan cenderung bertolak belakang. Pandangan pertama menganggap
undang-undang ini sangat berpihak kepada investor asing dengan adanya jaminan perlakuan
yang sama antara investor asing dan domestik.
Pandangan ini mengarah kepada suatu pendapat yang menganggap bahwa undang-undang ini
tidak berpihak kepada kepentingan rakyat. Pandangan kedua, menganggap undang-undang
ini merupakan salah satu solusi yang tepat mengatasi problema penanaman modal di
Indonesia. Undang-undang ini juga dikatakan telah disesuaikan dengan perubahan
perekonomian global yang semakin terbuka dan tanpa batas serta telah memenuhi kewajiban
internasional Indonesia dalam berbagai kerjasama internasional.
Apabila dipahami secara cermat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal sebenarnya dibangun di atas pendekatan yang sama dengan undang-
undang penanaman modal di negara sedang berkembang pada umumnya. Dimana selain
memberi kesempatan yang lebih luas kepada investor asing dengan menjamin adanya
perlakuan yang sama antara penanam modal asing (PMA) dan penanam modal dalam negeri
(PMDN), undang-undang ini juga membuka ruang yang luas bagi pemerintah untuk
menetapkan persyaratan-persyaratan tertentu kepada penanaman modal asing (PMA) untuk
menjaga kepentingan nasional.

1. 1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang sebagaimana telah diuraikan diatas, maka perlu
dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan Penanaman Modal Dalam Negeri?
2. Apa yang dimaksud dengan Penanaman Modal Asing?
3. Bagaimana Penyelesaian Sengketa Penanaman Modal?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Agar mahasiswa mengetahui Penanaman Modal Asing
2. Agar mahasiswa mengetahui Penanaman Modal Dalam Negeri
3. Agar mahasiswa mengetahui bentuk Penyelesaian Sengketa Penanaman Modal

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Penanaman Modal


2.1.1 Pengertian Penanaman Modal
Penanaman modal diartikan sebagai kegiatan pemanfaatan dana yang dimiliki dengan
menanamkannya ke usaha/proyek yang produktif baik secara langsung maupun tidak
langsung, dengan harapan selain mendapatkan pengembalian modal awalnya dikemudian
hari, tentunya pemilik modal juga akan mendapatkan sejumlah keuntungan dari penanaman
modal dimaksud. Lebih khusus Komaruddin memberikan pengertian penanaman modal
sebagai :
1. Suatu tindakan untuk membeli saham, obligasi atau suatu penyertaan lainnya
2. Suatu tindakan membeli barang modal dan
3. Pemanfaatan dana yang tersedia untuk produksi, dngan pendapatan di masa yang akan datang
Undang-undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal (UUPM) dalam
ketentuan umum Bab I Pasal 1 ayat (1) mendefinisikan Penanaman Modal sebagai :
“ segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanaman modal dalam negeri
maupun penanaman modal asing untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik
Indonesia.”
Bagian penjelasan dari pasal 2 UU No.25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal
tersebut menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan penanaman modal adalah
penanamanmodal langsung dan tidak termasuk penanaman modal tidak langsung atau
portofolio karena merupakan bagian dari Hukum Pasar Modal. Penanaman modal langsung
(direct investment) dilakukan oleh para pemilik modal dengan cara membentuk perusahaan
sendiri, menyediakan dana, dan menjalankan usaha tersebut, sedang penanaman modal tidak
langsung dilakukan oleh pemilik modal dengan cara membeli saham atau obligasi yang
diterbitkan oleh suatu perusahaan atau unit pemerintah. Kedua jenis penanaman modal
tersebut sangat dibutuhkan dalam pembangunan nasional karena sifatnya yang saling
mengisi. Apabila pada suatu saat jumlah penanaman modal langsung tidak menunjukkan
perkembangan yang berarti, kebutuhan modal dalam pembiayaan pembangunan nasional
dapat diisi oleh penanaman modal tidak langsung tersebut.
Landasan hukum penanaman modal di Indonesia diatur dalam peraturan perundang-
undangan dan peraturan lain yang mengikutinya. Diantaranya adalah Undang-undang No.1
Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing jo Undang-undang No. 11 tahun 1970,
Undang-undang No. 6 Tahun 1968 jo Undang-undang No. 12 Tahun 1970 Tentang
Penanaman Modal Dalam Negeri, kemudian diubah dengan Undang-undang No. 25 Tahun
2007 Tentang Penanaman Modal.

2.1.2 Jenis-jenis Penanaman Modal


1. Berdasarkan Subjek
Penanaman modal berdasarkan subjek dapat dikelompokkan menjadi 3 macam :
a. Personal Investment/penanaman modal perorangan yaitu :
Penggunaan kekayaan individual untuk menjalankan suatu usaha yang bertujuan
untuk memperoleh keuntungan, termasuk dalam personal investment ini antara
lain penggunaan modal oleh petani untuk menggarap lahan oleh petani, pedagang untuk
membuka warung atau penanaman modal perseorangan/invesmen ini dapat pula berupa
penggunaan kekayaan individual untuk memasukkan sahamnya ke perusahaan-
perusahaan baik dengan mendirikan perusahaan secara langsung maupun dengan memilih
perusahaan-perusahaan yang maju dalam bidangnya.
b. Interprise Investment yaitu :
Penanaman modal oleh perusahaan dengan menggunakan bagian laba perusahaan
yang tidak dibagikan kepada pemegang saham tetapi digunakan untuk memperluas usahanya
atau untuk membuka cabang-cabang baru
c. Public Investment/Penanaman modal Negara yaitu :
Penggunaan kekayaan Negara untuk menjalankan usaha tertentu dengan membentuk
badan-badan usaha milik Negara ataupun BUMD. Publik Invesment ini pada prinsipnya
digunakan untuk melaksanakan urusan-urusan yang menguasai hajat hidup orang banyak
seperti untuk pengadaan tenaga listrik, air minum, transportasi umum, pos, telekomunikasi
dsbnya. Dewasa ini, usaha-usaha negara ini seperti yang dimaksudkan Pasal 33 ayat 2
UUD’45“cabang-cabang perusahan yang penting bagi Negara dan menguasai hajat hidup
orang banyak dikuasai oleh Negara” artinya diurus langsung oleh Negara setelah
dilaksanakan melalui pembentukan persero seperi pos dan telkom.

2. Berdasarkan Bentuknya
Penanaman modal dapat dikelompokkan menjadi 3 macam :
a. Direct Investment/ Penanaman modal langsung
Penanaman modal memberi kewenangan kepada Investor untuk secara langsung
mengontrol jalannya perusahaan dimana modalnya ditanam dan langsung pula menanggung
resiko atau untung rugi dari penanaman modal tersebut.
b. Port Folio Investment
Penanaman modal yang tidak memberi kewenangan kepada pemilik modal untuk
mengontrol jalannya perusahaan tetapi yang bersangkutan secara langsung menanggung
resiko atau untung rugi dari penanaman modal itu. Port Folio Investment ini dilakukan
dengan cara membeli saham suatu perusahaan kurang dari 50 % sehingga yang bersangkutan
tidak memegang suara mayoritas di dalam RUPS, misalnya dengan membeli saham di bursa
saham suatu perusahaan yang go public hanya menjual sahamnya kurang dari 25 % sehingga
pemilik perusahaan yang asli tetap memegang suara mayoritas agar kendali perusahannya
tidak berpindah kepada pihak lain. Namun demikian, dalam bidang usaha tertentu
berdasarkan perjanjian tertentu dapat saja pemegang saham mayoritas di beri hak kontrol
terhadap jalannya perusahaan.
c. Indirect Invesment/penanaman modal tidak langsung
Penanaman modal yang dilakukan dengan pembelian kredit sehingga si penanam
modal atau kreditur pada asasnya tidak mengontrol jalannya perusahaan dan tidak pula
menanggung resiko atas untung ruginya perusaaan itu. Pihak kreditur sebagai investor hanya
mengharapkan si debitur dapat mengembalikan pinjaman beserta bunganya menurut waktu
yang telah disepakati bersama, kreditur tidak mau tahu apakah kegiatan usaha milik debitur
memperoleh keuntungan atau tidak walaupun debitur mengalami kerugian di dalam
usahanya. Kreditur tetap akan menagih kredit yang telah diberikan beserta bunganya

3. Penanaman Modal berdasarkan Negara asal penanam modal


Ada 2 macam bentuk penanaman modal yaitu :
a. Foreign Investment/penanaman modal asing
Kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara RI yang
dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya
maupun yang berpatungan dengan penanaman modal dalam negeri.
b. Domestic Investment/penanaman modal dalam negeri
Penanaman modal dalam negeri adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan
usaha di wilayah Negara RI yang dilakukan oleh Penanam modal dalam negeri dengan
menggunakan modal dalam negeri.

2.1.3 Asas dan Tujuan Penanaman Modal


Pasal 3 UU No.25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal menyebutkan bahwa asas-
asas penanaman modal dimaksud mencakup hal-hal sebagai berikut :
a. Kepastian hukum
Asas kepastian hukum adalah asas dalam negara hukum yang meletakkan hukum
dan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai dasar dalam setiap kebijakan dan
tindakan dalam bidang penanaman modal.
b. Keterbukaan
Asas keterbukaan adalah asas yang terbuka terhadap hak masyarakat untuk
memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang kegiatan penanaman
modal.
c. Akuntabilitas
Asas akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil
akhir dari penyelenggaraan penananam modal harus dipertanggungjawabkan kepada
masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

d. Perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negara


Asas perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negara adalah asas perlakuan
pelayanan nondiskriminasi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, baik antara
penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing maupun antara penanam modal dari
satu negara asing dan penanam modal dari negara asing lainnya.
e. Kebersamaan
Asas kebersamaan adalah asas yang mendorong peran seluruh penanam modal
secara bersama-sama dalam kegiatan usahanya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.
f. Efisiensi berkeadilan
Asas efisiensi berkeadilan adalah asas yang mendasari pelaksanaan penanaman
modal dengan mengedepankan efisiensi berkeadilan dalam usaha untuk mewujudkan iklim
usaha yang adil, kondusif, dan berdaya saing.
g. Berkelanjutan
Asas berkelanjutan adalah asas yang secara terencana mengupayakan berjalannya
proses pembangunan melalui penanaman modal untuk menjamin kesejahteraan dan kemajuan
dalam segala aspek kehidupan, baik untuk masa kini maupun yang akan datang.
h. Berwawasan lingkungan
Asas berwawasan lingkungan adalah asas penanaman modal yang dilakukan dengan
tetap memperhatikan dan mengutamakan perlindungan dan pemeliharaan lingkungan hidup.
i. Kemandirian
Asas kemandirian adalah asas penanaman modal yang dilakukan dengan tetap
mengedepankan potensi bangsa dan negara dengan tidak menutup diri pada masuknya modal
asing demi terwujudnya pertumbuhan ekonomi nasional.
j. Keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional
Asas keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional adalah asas yang
berupaya menjaga keseimbangan kemajuan ekonomi wilayah dalam kesatuan ekonomi
nasional.

Hal yang mengemuka dan menjadi kekhawatiran masyarakat dengan diundangkannya


UU No.25 tahun 2007 Tentang Penanaman Modal tersebut adalah bahwa asas perlakuan yang
sama/non diskriminasi akan membuka kesempatan berusaha yang seluas-luasnya bagi
penanaman modal asing di Indonesia. Pemberian kesempatan yang sedemikian luas kepada
pemilik modal asing dapat memperlemah daya tahan pemodal nasional yang belum
sepenuhnya pulih pasca krisis moneter pada tahun 1998/1999 yang lalu. Golongan yang tidak
setuju dengan pencantuman asas perlakuan yang sama/non diskriminasi tersebut diatas
berpendapat bahwa meskipun penanaman modal asing sangat bermanfaat bagi
berlangsungnya pembangunan ekonomi, namun dalam beberapa hal dalam pemberian
kesempatan dimaksud masih menimbulkan dampak negative bagi Negara penerima modal
khususnya bagi Negara-negara berkembang. Dengan demikian, pemberlakuan asas non
diskriminasi dimaksud perlu disertai dengan batasan-batasan sebagaimana yang disebutkan
oleh Sunaryati Hartono :
“… bahwa penanaman modal asing itu hanya boleh diperkenankan apabila ia dapat
mendorong dan membantu rakyat Indonesia untuk secara ekonomis dapat berdiri sendiri atas
kekuatannya sendiri, dan/atau penanaman modal asing itu tidak merugikan rakyat khususnya
pengusaha nasional, dalam arti menyaingi secara tidak sehat usaha-usaha pengusaha nasional
kita sendiri sehingga usaha yang ada terpaksa gulung tikar, atau usaha-usaha yang baru tidak
mendapat kesempatan untuk tumbuh dan berkembang secara wajar.”
Pada UU No.1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing dikenal adanya asas
perlakuan yang sama (non diskriminatif). Asas ini baru dikenal pada UU No.25 Tahun 2007,
dimana situasi perdagangan dunia pada waktu penerbitan UU No.25 Tahun 2007 telah
berubah mengikuti arus globalisasi dan kecenderungan keinginan dunia usaha yang
menghendaki perlakuan yang sama bagi semua peserta dalam perdagangan bebas. Pemerintah
Indonesia sendiri telah menandatangani konvensi MIGA yang salah satu klausula didalamnya
adalah bahwa Negara-negara penandatanganan konvensi tidak boleh menciptakan
diskriminasi bagi penanam modal dalam negeri terhadap penanam modal asing. Di dalam
kesepakatan GATT-WTOkhususnya yang berkaitan dengan perdagangan dan investasi yang
disebut dengan Trade Related Investment Measures (TRIMs) ditentukan juga bahwa setiap
Negara penandatanganan persetujuan TRIMs tidak boleh membeda-bedakan antara
penanaman modal dalam negeri dengan penanaman modal asing. Oleh karena itu, peraturan
perundang-undangan Negara-negara peserta GATT-WTO tidak boleh lagi membedakan
adanya modal asing dan modal dalam negeri.
Berkenaan dengan asas-asas penanaman modal sebagaimana yang telah dijelaskan
diatas, dapat dilihat keterkaitannya pada tataran perundang-undangan khususnya peraturan
perundang-undangan yang hierarkinya lebih tinggi. Sejalan dengan pemikiran Mariam Darus
tentang asas-asas hukum, maka asas-asas suatu penanaman modal haruslah bersumber pada
Pancasila sebagai asas idiil (filosofis), UUD 1945 sebagai asas konstitusional (struktural),
Ketetapan MPR sebagai asas konsepsional (politis) dan undang-undang sebagai asas
operasional (teknis). Pancasila sebagai jiwa, pandangan hidup dan dasar Negara Republik
Indonesia merupakan dasar yang lebih bersifat abstrak, yang kemudian dijabarkan secara
lebih konkret ke dalam batang tubuh UUD 1945.
Peraturan perundang-undangan yang merupakan penjabaran dari UUD 1945 tersebut
merupakan konkretisasi dari Pancasila ke dalam aturan-aturan hukum positif, sehingga
dengan demikian Pancasila akan menyentuh kehidupan nyata masyarakat Indonesia. Dengan
demikian, di dalam UUD 1945 akan ditemukan didalamnya asas-asas hukum yang relevan
baik terhadap hukum perdata maupun dengan hukum bisnis dan hukum penanaman modal,
yakni :
1. Asas kesatuan dan persatuan
2. Asas negara hukum
3. Asas persamaan
4. Asas keadilan
5. Asas kerakyatan
6. Asas kemanusiaan
7. Asas kekeluargaan
8. Asas keseimbangan
9. Asas kebebasan yang bertanggung jawab
10. Asas demokrasi ekonomi
11. Asas bhinneka tunggal ika
12. Asas kepentingan nasional
13. Asas kepastian hukum
Dengan membandingkan antara asas-asas penanaman modal yang tercantum pada UU
No.25 tahun 2007 dengan asas-asas yang terkandung dalam UUD 1945, maka akan jelas
kelihatan bahwa asas-asas dalam penanaman modal tersebut adalah sejalan dan tidak
bertentangan dengan asas-asas yang tercantum pada UUD 1945 dan Pancasila. Sepanjang
penanaman modal di Indonesia tidak meliputi bidang-bidang usaha tertentu yang dinyatakan
tidak terbuka untuk semua penanaman modal karena hanya diperuntukkan khusus bagi
pengusaha Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi ( UMKMK) , sehingga asas
perlakuan yang sama kelihatannya tidak diterapkan secara utuh. Selain itu asas perlakuan
yang sama untuk penanaman modal hanyalah sebatas pada hal-hal yang berkaitan dengan
pengurusan perizinan penanaman modal dan belum mencakup perlakuan yang sama terhadap
bidang-bidang usaha yang dapat dimasuki untuk kegiatan penanaman modal.
Tujuan Penyelenggaraan Penanaman Modal
Sebagaimana yang tercantum dalam UU No.25 tahun 2007 menyebutkan bahwa
tujuan penyelenggaraan penanaman modal antara lain untuk :
a. meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional
b. menciptakan lapangan kerja
c. meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan
d. meningkatkan kemampuan daya saing dunia usaha nasional
e. meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional
f. mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan
g. mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan dana yang
berasal baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri, dan
h. meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Berkenaan dengan itu pemerintah telah menetapkan kebijakan dasar tentang
penanaman modal di Indonesia dengan maksud untuk lebih mendorong terciptanya iklim
usaha nasional yang kondusif bagi penanaman modal, sekaligus juga untuk penguatan daya
saing perekonomian nasional yang akhir-akhir ini dirasakan mengalami banyak kemunduran.
Dengan adanya berbagai langkah terencana yang ditempuh oleh pemerintah, diharapkan akan
tercapai percepatan dan peningkatan dalam penanaman modal di Indonesia. Untuk itu
pemerintah menetapkan kebijakan dasar penanaman modal yang bersifat menyeluruh, yang
mencakup :
a. Memberikan perlakuan yang sama bagi penanam modal dalam negeri dan penanam modal
asing dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional.
b. Menjamin kepastian hukum, kepastian berusaha, dan keamanan berusaha bagi penanam
modal.
c. Membuka kesempatan bagi perkembangan dan memberikan perlindungan kepada usaha
mikro, kecil, menengah, dan koperasi (UMKMK)

2.2 Penanaman Modal Dalam Negeri


2.2.1 Pengertian Penanaman Modal Dalam Negeri
Ketentuan yang tercantum pada UU No.25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal
yang menggantikan UU No.1 tahun 1967 dan UU No.6 tahun 1968, memberi rumusan
penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal asing. Pengertian penanaman modal
dalam negeri menurut UU No.25 tahun 2007 adalah kegiatan penanaman modal untuk
melakukan usaha diwilayah negara RI oleh penanam modal dalam negeri
dengan menggunakan modal dalam negeri.Modal dalam negeri adalah modal yang dimiliki
oleh negara Republik Indonesia, perseorangan warga negara Indonesia, atau badan usaha
yang berbentuk badan hukum atau tidak berbadan hukum.
Sejalan dengan pengertian penanaman modal dalam negeri di atas, pengertian
penanam modal dalam negeri menurut pasal 1 ayat (5) UU No.25 tahun 2007 adalah
penanam modal dalam negeri adalah perseorangan warga negara Indonesia, badan usaha
Indonesia, negara Republik Indonesia, atau daerah yang melakukan penanaman modal di
wilayah negara Republik Indonesia.
Jika dilihat dari pengertian diatas maka terdapat dua unsur utama penanaman modal
dalam negeri yaitu :
1. Penanam modal harus berasal dari dalam negeri (domestic investor)
2. Sumber modal (source of funds) tersebut harus berasal dari dalam negeri pula (domestic
fund)
Penetapan kedua unsur tersebut erat kaitannya dengan upaya untuk mendapatkan
kepastian bahwa penanaman modal yang dalam catatan administrasi tergolong sebagai
penanaman modal dalam negeri memang benar-benar murni sebagai penanaman modal dalam
negeri, dan tidak berasal dari sumber-sumber lain.

2.2.2 Fasilitas Penanaman Modal Dalam Negeri


Perbedaan mendasar pada perusahaan PMDN dan PT biasa yaitu PMDN
mendapatkan fasilitas dari pemerintah Indonesia dalam menjalankan usahanya dimana
fasilitas tersebut tidak didapatkan oleh PT biasa. Berdasarkan Pasal 18 ayat (2) UUPM
dijelaskan bahwa fasilitas penanaman modal tersebut dapat diberikan kepada penanaman
modal yang:
1. melakukan perluasan usaha; atau
2. melakukan penanaman modal baru.
Dalam rangka merangsang penanaman modal di Indonesia, pemerintah memberikan
berbagai kemudahan dan fasilitas kepada para penanaman modal, baik bagi penanaman
modal baru maupun bagi penanaman modal yang akan melakukan perluasan usaha.
Pemerintah menetapkan bahwa badan usaha dalam negeri yang akan melakukan penanaman
modal dapat berbentuk badan hukum ataupun bukan badan hukum, sedang untuk penanaman
modal asing wajib diwujudkan dalam bentuk perseroan terbatas berdasarkan hukum
Indonesia, dan berkedudukan di dalam wilayah Negara RI.
Bagi penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing yang akan
melakukan penanaman modal dalam bentuk perseroan terbatas dapat mewujudkan rencana
tersebut dengan cara mengambil bagian saham pada saat perseroan terbatas tersebut
didirikan, membeli saham dari perseroan yang sedang berjalan, maupun dengan melakukan
cara-cara lainnya yang tidak bertentangan dengan ketentuan undang-undang.
Serangkaian aturan telah ditetapkan untuk dipenuhi oleh para penanam modal baru
yang ingin mendapatkan kemudahan-kemudahan. Penanam modal baru tersebut setidak-
tidaknya harus memenuhi salah satu kriteria sebagai berikut:
1. menyerap banyak tenaga kerja
2. termasuk skala prioritas tinggi
3. termasuk pembangunan infrastruktur
4. melakukan alih teknologi
5. melakukan industri pionir
6. berada di daerah terpencil, daerah tertinggal, daerah perbatasan, atau daerah lain yang
dianggap perlu
7. menjaga kelestarian lingkungan hidup
8. melaksanakan kegiatan penelitian, pengembangan, dan inovasi
9. bermitra dengan usaha mikro, kecil, menengah atau koperasi atau
10. industri yang menggunakan barang modal atau mesin atau peralatan yang diproduksi di
dalam negeri
Bentuk fasilitas yang diberikan kepada penanaman modal dapat berupa :
1. Pajak penghasilan melalui pengurangan penghasilan netto sampai tingkat tertentu terhadap
jumlah penanaman modal yang dilakukan dalam waktu tertentu.
2. Pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor barang modal, mesin, atau peralatan
untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di dalam negeri.
3. Pembebasan atau keringanan bea masuk bahan baku dan bahan penolong untuk keperluan
produksi untuk jangka waktu tertentu dan persyaratan tertentu.
4. Pembebesan atau penangguhan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas impor barang modal
atau mesin atau peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di dalam
negeri selama jangka waktu tertentu.
5. Penyusutan yang dipercepat
6. Keringanan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), khususnya untuk bidang usaha tertentu, pada
wilayah atau daerah atau kawasan tertentu

2.2.3 Bidang Usaha Penanaman Modal Dalam Negeri


UU No.25 tahun 2007 menetapkan bahwa setiap penanam modal berhak mendapatkan
kepastian hak, perlindungan hukum, informasi yang terbuka mengenai bidang usaha yang
akan/telah dijalankannya, hak pelayanan serta berbagai bentuk fasilitas kemudahan lainnya.
Untuk penanaman modal dalam negeri, pemerintah juga telah menetapkan bahwa semua
bidang/jenis usaha dinyatakan terbuka, kecuali bidang/jenis usaha yang dinyatakan tertutup.
Penetapan bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal dalam negeri maupun bagi
penanaman modal asing dilakukan berdasarkan kriteria tertentu seperti kriteria kesehatan,
moral, kebudayaan, lingkungan hidup, pertahanan dan keamanan nasional. Sedang penetapan
bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan tertentu dilakukan berdasarkan kriteria
kepentingan nasional, yaitu perlindungan sumber daya alam, perlindungan dan
pengembangan usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi, peningkatan kapasitas teknologi,
serta kerja sama dengan badan usaha yang ditunjuk oleh pemerintah.

2.2.4 Pengesahan, Perizinan dan Tata Cara PMDN


Berdasarkan Pasal 25 ayat (4) UUPM, perusahaan penanam modal, termasuk PMDN,
yang akan melakukan kegiatan usaha wajib memperoleh izin sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan dari instansi yang memiliki kewenangan. Izin sebagaimana
disebutkan sebelumnya diperoleh melalui pelayanan terpadu satu pintu. Pelayananan terpadu
satu pintu ini bertujuan untuk membantu penanam modal dalam memperoleh kemudahan
pelayanan, fasilitas fiskal, dan informasi mengenai penanaman modal, baik penanaman
modal dalam negeri maupun penanaman modal asing.
Tata Cara Penanaman Modal Dalam Negeri
Tata cara Penanaman Modal Dalam Negeri yaitu :
Keppres No. 29/2004 tentang penyelenggaraan penanam modal dalam rangka PMA
dan PMDN melalui sistem pelayanan satu atap :
1. Meningkatkan efektivitas dalam menarik investor, maka perlu menyederhanakan sistem
pelayanan penyelenggaraan penanaman modal dengan metode pelayanan satu atap.
2. Diundangkan peraturan perundang-undnagan yang berkaitan dengan otonomi daerah,
maka perlu ada kejelasan prosedur pelayanan PMA dan PMDN.
3. BKPM. Instansi pemerintah yang menangani kegiatan penanaman modal dalam rangka
PMA dan PMDN.
4. Pelayanan persetujuan, perizinan, fasilitas penanaman modal dalam rangka PMA dan
PMDN dilaksanakan oleh BKPM berdasarkan pelimpahan kewenangan dari Menteri/Kepala
Lembaga Pemerintah Non Dept yang membina bidang-bidang usaha investasi yang
bersangkutan melalui pelayanan satu atap.
5. Gubernur/bupati/walikota sesuai kewenangannya dapat melimpahkan kewenangan
pelayanan persetujuan, perizinan dan fasilitas penanaman modal kepada BKPM melalui
sistem pelayanan satu atap.
6. Kepala BKPM dalam melaksanakan sistem pelayanan satu atap berkoordinasi dengan
instansi yang membina bidang usaha penanaman modal.
7. Segala penerimaan yang timbul dari pemberian pelayanan persetujuan, perizinan dan
fasilitas penanaman modal oleh BKPM diserahkan kepada instansi yang membidangi usaha
penanaman modal.

2.3 Penanaman Modal Asing


2.3.1 Pengertian Penanaman Modal Asing
UU No.25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang telah mencabut ketentuan UU
No.1 tahun 1967, memberikan pengertian penanaman modal asing sebagai kegiatan menanam
modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh
penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang
berpatungan dengan penanam modal dalam negeri.
Penanam modal asing adalah perseorangan warga negara asing, badan usaha asing,
dan/atau pemerintah asing yang melakukan penanaman modal di wilayah negara Republik
Indonesia. Modal asing adalah modal yang dimiliki oleh negara asing, perseorangan warga
negara asing, badan usaha asing, badan hukum asing, dan/atau badan hukum Indonesia yang
sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh pihak asing.
Menurut Hukum Indonesia, badan hukum di bidang usaha ada 2 macam yaitu :
1. PT (perseroan terbatas)
2. Koperasi
Sedangkan dalam prakteknya perusahaan Penanaman Modal Asing selalu berbentuk
PT. Menurut Pasal 5 ayat (2) UU No 25 Tahun 2007 tentang PMA :
“Penanaman modal Asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas berdasarkan hukum
Indonesia dan berkedudukan di dalam wilayah negara Indonesia”.
Menurut Pasal 5 ayat (3) PMA dalam bentuk PT itu dilakukan dengan 3 cara,yaitu :
1. Mengambil bagian saham pada saat pendirian PT.
2. Membeli saham
3. Melakukan cara lain sesuai dengan peraturan per-UU-an

2.3.2 Fasilitas Penanaman Modal Asing


Secara rinci fasilitas yang dapat diberikan kepada penanaman modal asing yang akan
menanamkan modalnya di Indonesia dapat diberikan dalam bentuk :
1. pemberian izin tinggal terbatas bagi penanam modal asing selama 2 (dua) tahun
2. pemberian alih status izin tinggal terbatas bagi penanam modal menjadi izin tinggal tetap
dapat dilakukan setelah tinggal di Indonesia selama 2 (dua) tahun berturut-turut
3. pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi pemegang izin tinggal
terbatas dan dengan masa berlaku 1 (satu) tahun diberikan untuk jangka waktu paling lama 12
(dua belas) bulan terhitung sejak izin tinggal terbatas diberikan
4. pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi pemegang izin tinggal
terbatas dan dengan masa berlaku 2 (dua) tahun diberikan untuk jangka waktu paling lama 24
(dua puluh empat) bulan terhitung sejak izin tinggal terbatas diberikan dan
5. pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi pemegang izin tinggal
tetap diberikan untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan terhitung sejak
izin tinggal tetap diberikan.
Pemberian izin tinggal terbatas bagi penanam modal asing sebagaimana dimaksud
diatas akan dilakukan oleh Direktorat Jenderal Imigrasi atas dasar rekomendasi dari Badan
Koordinasi Penanaman Modal.

2.3.3. Bidang Usaha Penanaman Modal Asing


Mengenai bidang usaha dari perusahaan penanaman modal asing diatur dalam Bab
VII UU No.25 tahun 2007. Pemerintah berdasarkan Peraturan Presiden menetapkan bidang
usaha yang tertutup untuk penanaman modal, baik asing maupun dalam negeri, dengan
berdasarkan kriteria kesehatan, moral, kebudayaan, lingkungan hidup, pertahanan dan
keamanan nasional, serta kepentingan nasional lainnya. Pemerintah menetapkan bidang usaha
yang terbuka dengan persyaratan berdasarkan kriteria kepentingan nasional, yaitu
perlindungan sumber daya alam, perlindungan, pengembangan usaha mikro, kecil, menengah,
dan koperasi, pengawasan produksi dan distribusi, peningkatan kapasitas teknologi,
partisipasi modal dalam negeri, serta kerja sama dengan badan usaha yang ditunjuk
Pemerintah.
Semua bidang usaha atau jenis usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal, kecuali
bidang usaha atau jenis usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan.
Bidang usaha yang tertutup bagi penanam modal asing adalah:
 produksi senjata, mesiu, alat peledak, dan peralatan perang; dan
 bidang usaha yang secara eksplisit dinyatakan tertutup berdasarkan undang-undang.
Berdasarkan pengaturan pengaturan bidang usaha baik oleh UUPM yang lama
maupun UUPM yang baru kita dapat menyimpulkan adanya 4 kategori bidang usaha PM
yaitu :
1. Bidang usaha terbuka bagi seluruh Penanam Modal baik PMA maupun PMDN
non PMA dan non PMDN termasuk usaha mikro, kecil dan menengah
2. Bidang usaha yang tertutup bagi PMA tapi terbuka untuk PMDN non PMDA
dan PMA termasuk pengusaha mikro kecil dan menengah.
3. Bidang Usaha yang tertutup bagi PMA, PMDN tapi hanya terbuka untuk
perusahaan non PMA dan PMDN (Koperasi, pengusaha mikro dan menengah)
4. Bidang usaha yang tertutup sama sekali bagi penanaman modal yaitu bidang
usaha yang berhubungan dengan bidang pertahanan negara.
Bentuk –bentuk Kerja Sama Usaha
Ada beberapa bentuk kerjasama yang dapat dilakukan dalam rangka kegiatan
penanaman modal asing di Indonesia, yaitu :
1. Joint venture
Kerja sama yang dilakukan penanam modal asing dengan pengusaha nasional yang
semata-mata berdasarkan perjanjian/kontrak saja (contractual) tanpa membentuk suatu badan
hukum baru.
2. Joint enterprise
Kerja sama antara penanam modal nasional dan penanaman modal asing dengan
membentuk perusahaan atau badan hukum baru sesuai dengan hukum Indonesia.
3. Kontrak karya
Kerja sama antara penanam modal asing dengan penanam modal nasional dengan
membentuk badan hukum Indonesia, dan badan hukum ini mengadakan perjanjian kerja sama
dengan badan hukum lain yang menggunakan modal nasional.
4. Production sharing
Bentuk kerjasama dimana pihak investor asing memberikan kredit kepada pihak
nasional, dan pokok pinjaman dan bunganya dikembalikan dalam bentuk hasil produksi dari
perusahaan yang bersangkutan dan mewajibkan perusahaan nasional tersebut untuk
mengekspor hasilnya ke negara pemberi kredit.
5. Penanaman Modal dengan DISC-RUPIAH (DISC: Debt Investment Convertion Scheme)
Bentuk kerja sama campuran antara kredit dengan penanaman modal. Pengembalian
kredit dikonversi/diubah menjadi penanaman modal asing. Pelunasan utang yang semula
diperhitungkan berdasarkan valuta asing , tetapi dibayar dengan rupiah. Biasanya dilakukan
untuk tagihan-tagihan kreditor asing yang tidak dijamin oleh pemerintah.
6. Penanaman modal dengan kredit investasi
Dalam praktik penanaman modal ini banyak dilakukan oleh para investor nasional
untuk membiayai proyeknya yang ada di Indonesia. Awalnya berupa kredit investasi dari
dana-dana luar negeri, menjadi model nasional melalui joint-venture.
7. Portofolio investment
Investasi yang dilakukan melalui pembelian saham baik melalui pasar modal maupun
melalui penempatan modal pihak ketiga dalam perusahaan.

2.3.4 Pelayanan Perizinan Penanaman Modal Asing


Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam
modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara
Republik Indonesia. Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007, penanaman modal
dalam negeri dapat dilakukan dalam bentuk badan usaha yang berbentuk badan hukum dan
badan usaha yang tidak berbadan hukum atau usaha perseorangan.
Pelayanan permohonan perizinan penanaman modal di Indonesia dilakukan oleh
Pelayanan Tepadu Satu Pintu ( PTSP) . Kewenangan pelayanan di tingkat pusat dimiliki oleh
PTSP Badan Koordinasi Penanaman Modal ( BKPM) .
PTSP BKPM melayani penyelenggaraan:
1. penyelenggaraan penanaman modal yang ruang lingkupnya lintas provinsi;
2. kepentingan nasional pemerintahan di bidang penanaman modal
3. penanaman modal asing dan penanam modal yang menggunakan modal asing.
Penyelenggaraan PTSP di tingkat provinsi dilaksanakan oleh Perangkat Daerah
Provinsi bidang Penanaman Modal ( PDPPM) . Sementara itu, penyelenggaraan PTSP di
tingkat kabupaten/ kota dilaksanakan oleh Perangkat Daerah Kabupaten/ Kota bidang
Penanaman Modal ( PDKPM). Lebih lanjut dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Penanam modal asing wajib melakukan Pendaftaran untuk melakukan penanaman modal
sementara penanam modal dalam negeri tidak diwajibkan melakukan Pendaftaran kecuali
memang diperlukan.
2. Penanam modal yang akan melakukan penanaman modal dapat langsung mengajukan
permohonan Pendaftaran ke PTSP untuk mendapatkan izin pendaftaran sebelum berstatus
badan hukum perseroan terbatas dan wajib ditindaklanjuti dengan pembuatan akta pendirian
perseroan terbatas.
3. Penanam modal yang akan melakukan penanaman modal dapat mengajukan permohonan
Pendaftaran ke PTSP untuk mendapatkan izin pendaftaran sebelum berstatus badan hukum
perseroan terbatas apabila memiliki akta pendirian perusahaan dari notaris.
4. Penanam modal yang telah disahkan sebagai badan hukum perseroan terbatas oleh
Departemen Hukum Dan Hak Asasi Manusia yang akan melakukan penanaman modal dapat
mengajukan permohonan Pendaftaran ke PTSP untuk mendapatkan izin pendaftaran.
5. Penanam modal yang sudah mendapatkan izin pendaftaran dapat mengajukan Izin
Pelaksanaan konstruksi perusahaan sebelum melakukan kegiatan produksi atau
komersialisasi.
6. Penanam modal yang sudah mendapatkan izin pendaftaran dapat menerima fasilitas non
fiskal seperti :
 Angka Pengenal Importir Produsen ( API-P)
 Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing ( RPTKA)
 Rekomendasi Visa Untuk Bekerja
 Izin Mempekerjakan Tenaga kerja Asing ( IMTA)
7. Perusahaan penanaman modal asing yang telah berstatus badan hukum perseroan terbatas
yang bidang usahanya dapat memperoleh fasilitas dan dalam pelaksanaan penanaman
modalnya membutuhkan fasilitas fiskal, wajib mengajukan permohonan kepemilikan Izin
Prinsip Penanaman Modal. Perusahaan penanaman modal asing yang belum melakukan
Pendaftaran, dapat langsung mengajukan permohonan Izin Prinsip.
8. Perusahaan penanaman modal yang dalam pelaksanaan penanaman modalnya telah siap
melakukan kegiatan/ berproduksi komersial, wajib mengajukan permohonan Izin Usaha
Tertap (IUT) ke PTSP.

2.4 Penyelesaian Sengketa Penanaman Modal


Apabila sengketa yang terjadi antara investor domestik dengan pihak
Pemerintah Indonesia dan masyarakat sekitarnya, hukum yang digunakan adalah hukum
Indonesia. Dalam Pasal 32 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal telah ditentukan cara penyelesaian sengketa yang timbul dalam penanaman modal
antara pemerintah dengan investor domestik. Dalam ketentuan itu, ditentukan empat cara
dalam penyelesaian sengketa dalam penanaman modal. Keempat cara itu, antara lain:
1) Musyawarah dan mufakat;
2) Arbitrase;
3) Alternatif penyelesaian sengketa; dan
4) Pengadilan.
Penyelesaian dengan musyawarah dan mufakat merupakan cara untuk
mengakhiri sengketa yang timbul antara pemerintah dengan investor domestik, dimana
di dalam penyelesaian itu dilakukan pembahasan bersama dengan maksud
untuk mencapai keputusan dan kesepakatan atas penyelesaian sengketa secara bersama-
sama.
Penyelesaian sengketa melalui lembaga arbitrase merupakan cara untuk
mengakhiri sengketa dalam penanaman modal antara pemerintah Indonesia dengan investor
domestik, dimana dalam penyelesaian sengketa itu menggunakan jasa arbiter atau majelis
arbiter. Arbiter atau majelis arbiterlah yang menyelesaikan sengketa penanaman modal
tersebut.
Penyelesaian Sengketa Penanam Modal yang Timbul Antara Pemerintah dengan
Investor Asing dalam Pasal 32 ayat (4) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal dikatakan bahwa:
“Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara Pemerintah dengan
penanam modal asing, para pihak akan menyelesaikan sengketa tersebut melalui arbitrase
internasional yang harus disepakati oleh para pihak.”
Penyelesaian sengketa melalui arbitrase internasional merupakan cara untuk
mengakhiri perselisihan yang timbul antara Pemerintah Indonesia dengan investor asing,
dimana kedua belah pihak sepakat menggunakan lembaga arbitrase atau arbiter perorangan di
luar wilayah hukum Republik Indonesia. Dalam rangka penyelesaian sengketa oleh arbitrase
telah ditetapkan bahwa hukum yang berlaku dan yang menjadi dasar pemakaian oleh dewan
wasit dalam menyelesaikan sengketa tersebut adalah hukum yang dipilih oleh para pihak.
Republik Indonesia meratifikasi Konvensi ICSID dengan Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1968 (Lembaran Negara No. 32 Tahun 1968) yakni undang-undang persetujuan atas
konvensi tentang penyelesaian perselisihan antara negara dan warga negara asing mengenai
penanaman modal.
Dengan telah diratifikasinya konvensi tersebut, secara yuridis Indonesia terikat dengan
ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam konvensi tersebut, sehingga setiap penyelesaian
perselisihan atau penyelesaian sengketa penanaman modal asing
akan dilakukan menurut tata cara dan prosedur yang diatur dalam International Centre
for the Settlement of Investment Dispute (ICSID).
KESIMPULAN

Undang-undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal (UUPM) dalam


ketentuan umum Bab I Pasal 1 ayat (1) mendefinisikan Penanaman Modal sebagai segala
bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanaman modal dalam negeri maupun
penanaman modal asing untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia.
Penanam modal Dalam Negeri dapat dilakukan oleh perseorangan WNI, badan usaha Negeri,
dan/atau pemerintah Negeri yang melakukan penanaman modal di wilayah negara Republik
Indonesia. Kegiatan usaha usaha atau jenis usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal,
kecuali bidang usaha atau jenis usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan
persyaratan dan batasan kepemilikan modal Negeri atas bidang usaha perusahaan diatur
didalam Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2010 Tentang Perubahan Daftar Bidang Usaha
yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman
Modal.
Sedangkan Penanaman Modal Asing (PMA) merupakan bentuk investasi dengan jalan
membangun, membeli total atau mengakuisisi perusahaan.
Penanaman Modal Asing (PMA) lebih banyak mempunyai kelebihan diantaranya sifatnya
jangka panjang, banyak memberikan andil dalam alih teknologi, alih keterampilan
manajemen, membuka lapangan kerja baru. Lapangan kerja ini, sangat penting bagi negara
sedang berkembang mengingat terbatasnya kemampuan pemerintah untuk penyediaan
lapangan kerja.
Apabila terjadi sengketa antara investor domestik dengan pihak
Pemerintah Indonesia dan masyarakat sekitarnya, hukum yang digunakan adalah hukum
Indonesia melalui musyawarah dan mufakat, arbitrase, alternatif penyelesaian sengketa; dan
pengadilan. Sedangkan dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara
Pemerintah dengan penanam modal asing, para pihak akan menyelesaikan sengketa tersebut
melalui arbitrase internasional yang harus disepakati oleh para pihak.

DAFTAR PUSTAKA
Sihombing Jonker, 2009, Hukum penanaman Modal di Indonesia, Bandung : P.T Alumni
Amrizal, 1999, Hukum Bisnis, Risalah dan Praktek, Jakarta : Djambatan
Panjaitan Human, 2002, Hukum Penanaman Modal Asing, Jakarta :Medio

Anda mungkin juga menyukai