Anda di halaman 1dari 14

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Untuk dapat melangsungkan kehidupannya seperti melakukan mobilisasi, proses


pertumbuhan, sintesis biomolekul, transport ion untuk melintasi membran sel setiap makhluk
hidup memerlukan energi. Menghasilkan sejumlah molekul seperti karbohidrat, lipid, asam
amino tersebut melalui jalur metabolisme yang berbeda lalu akan di pecah dan selanjutnya
akan melalui proses oksidasi biologi

Pada hakikatnya oksidasi biologi adalahilmu yang kehidupan yang mencakup


perolehan, penangkapan, pemanfaatan, dan perubahan energi selama melakukan
metabolisme.Senyawa pembawa energy digolongkan menjadi 2, yaitu 1) low energy
phosphates-ADP, AMP, glukosa-1 phosphate- yang bertugas menangkap energy bebas dan
high energy phosphates (HEP)–kreatin fosfat, ATP, karbamoil fosfat, GTP, fosfoenol piruvat
dan CTP- yang membawa energy tinggi untuk diberikan kepada reaksi biokimia. Terdapat tiga
sumber utama senyawa HEP dalam konsevasi energy yaitu dari 1) proses glikolisis, 2) siklus
asam sitrat, dan 3) fosforilasi oksidatif.

NADH yang merupakan hasil dari siklus Krebs yang terjadi dalam mitokondria akan
digunakan dalam reaksi reduksi untuk menghasilkan ATP yang merupakan molekul pembawa
energy melalui proses fosforilasi oksidatif. Banyak manifestasi berkaitan dengan adanya
radikal bebas yang merupakan hasil dari proses oksidasi biologi seperti penuaan dini,
keganasan, namun mekanisme perjalanan penyakit tersebut masih sulit untuk dijelaskan.

Setelah kita mempelajari mengenai oksidasi biologi ini, penulis berharap bahwa
pembaca bisa memahami, mengerti, dan mengetahui akan oksidasi biologi dan hal-hal lain
yeng berkaitan sehingga kita dapat memanfaatkannya dalam kehidupan sehari-hari.

B. TUJUAN

Tujuan di tulisnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas semester pendek sekaligus
untuk pembelajaran bagi mahasiswa mengenai oksidasi biologi sehingga bisa mengetahui
kepentingan oksidasi dalam biomedik dan hal lain yang terkait di dalamnya.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN
Reaksi Oksidasi dapat didefinisikan sebagai peristiwa kehilangan elektron atau
kehilangan hydrogen, sehingga disebut juga reaksi dehidrogenasi.Bila suatu senyawa
dioksidasi maka harus ada senyawa lain yang direduksi, yaitu akan memperoleh elektron atau
memperoleh hydrogen (Sri Widya : 2000). Secara kimiawi, oksidasi di definisikan sebagai
pengeluaran elektron dan reduksi sebagai penangkapan elektron, sebagaimana di lukiskan
oleh oksidasi ion fero menjadi feri e (elektron) Fe2+ ¬ Fe3+. Dengan demikian, oksidasi selalu
disertai reduksi aseptor electron. Prinsip ini osidasi – reduksi ini berlaku pada berbagai sistem
biokimia dan merupakan konsep penting yang melandasi pemahaman sifat oksidasi biologi.

HukumTermodinamika I dan II, yaitu kaidah pertama merupakan hukum


penyimpanan energi, yang berbunyi: energi total sebuah sistem, termasuk energi sekitarnya
adalah konstan. Ini berarti bahwa saat terjadi perubahan di dalam sistem tidak ada energi
yang hilang atau diperoleh. Namun energi dapat dialihkan antar bagian sistem atau dapat
diubah menjadi energi bentuk lain. Contohnya energi kimia dapat diubah menjadi energi
listrik, panas, mekanik dan sebagainya. Kaidah kedua: entropi total sebuah sistem harus
meningkat bila proses ingin berlangsung spontan. Entropi adalah derajat ketidakteraturan
atau keteracakan sistem. Entropi akan mencapai taraf maksimal di dalam sistem seiring
sistem mendekati keadaan seimbang yang sejati.

Dalam kondisi suhu dan tekanan konstan, hubungan antara perubahan energi bebas
(ΔG) pada sebuah sistem yang bereaksi, dengan perubahan entropi (ΔS), diungkapkan dalam
persamaan: ΔG = ΔH – TΔS
Keterangan:
ΔH : perubahan entalpi (panas)

2
T : suhu absolut.
Di dalam kondisi reaksi biokimia, mengingat ΔH kurang lebih sama dengan ΔE, perubahan
total energi internal di dalam reaksi, hubungan di atas dapat diungkapkan dengan
persamaan:
ΔG = ΔE – TΔS

Keterangan :
 Jika ΔG bertanda negatif, reaksi berlangsung spontan dengan kehilangan energi bebas
(reaksi eksergonik). Jika ΔG sangat besar, reaksi benar-benar berlangsung sampai
selesai dan tidak bisa membalik (irreversibel).
 Jika ΔG bertanda positif, reaksi berlangsung hanya jika memperoleh energi bebas
(reaksi endergonik).

Untuk mempertahankan kehidupan, semua organisme harus mendapatkan pasokan


energi bebas dari lingkungannya. Organisme autotrofik melakukan metabolisme dengan
proses eksergonik sederhana, misalnya tumbuhan hijau menggunakan energi cahaya Fe3+.
matahari, bakteri tertentu menggunakan reaksi Fe2+ organisme. Sebaliknya heterotrofik,
memperoleh energi bebasnya dengan melakukan metabolisme yaitu pemecahan molekul
organik kompleks. Adenosin trifosfat (ATP) berperan sentral dalam pemindahan energi bebas
dari proses eksergonik ke proses endergonik. ATP adalah nukleotida trifosfat yang
mengandung adenin, ribosa dan 3 gugus fosfat.
Ada 3 sumber utama yang berperan dalam konservasi atau penangkapan energi :
a. Fosforilasi oksidatif. Fosforilasi oksidatif adalah sumberterbesar dalam organisme
aerobik. Energi bebas untuk menggerakkan proses ini berasal dari oksidasi rantai respirasi di
dalam mitokondria dengan menggunakan oksigen.
b. Glikolisis Dalam glikolisis terjadi pembentukan netto dua yang terjadi akibat
pembentukan laktat.
c. Siklus asam sitrat Dalam siklus asam sitrat satu.

3
B. KEPENTINGAN OKSIDASI DALAM BIOMEDIS
Pada kepentingan biomedis, fosforilasi oksidatif berguna untuk mempelajari proses
obat/racun yg dpt menghambat fosfolirasi oksidatif dan mempelajari kelainan bawaan
(miopati,encepalopati, dll).

Pemanfaatan Enzim Sebagai Alat Diagnosis


Pemanfaatan enzim untuk alat diagnosis secara garis besar dibagi dalam tiga kelompok:
1. Enzim sebagai petandadari kerusakan suatu jaringan atau organ akibat penyakit
tertentu.
Penggunaan enzim sebagai petanda dari kerusakan suatu jaringan mengikuti prinsip
bahwasanya secara teoritis enzim intrasel seharusnya tidak terlacak di cairan ekstrasel
dalam jumlah yang signifikan. Pada kenyataannya selalu ada bagian kecil enzim yang
berada di cairan ekstrasel. Keberadaan ini diakibatkan adanya sel yang mati dan pecah
sehingga mengeluarkan isinya (enzim) ke lingkungan ekstrasel, namun jumlahnya sangat
sedikir dan tetap. Apabila enzim intrasel terlacak di dalam cairan ekstrasel dalam jumlah
lebih besar dari yang seharusnya, atau mengalami peningkatan yang
bermakna/signifikan, maka dapat diperkirakan terjadi kematian (yang diikuti oleh
kebocoran akibat pecahnya membran) sel secara besar-besaran. Kematian sel ini dapat
diakibatkan oleh beberapa hal, seperti keracunan bahan kimia (yang merusak tatanan
lipid bilayer), kerusakan akibat senyawa radikal bebas, infeksi (virus), berkurangnya aliran
darah sehingga lisosom mengalami lisis dan mengeluarkan enzim-enzimnya, atau terjadi
perubahan komponen membrane sehingga sel imun tidak mampu lagi mengenali sel-sel
tubuh dan sel-sel asing, dan akhirnya menyerang sel tubuh (penyakit autoimun) dan
mengakibatkan kebocoran membrane.
Contoh penggunaan enzim sebagai petanda adanya suatu kerusakan jaringan adalah
sebagai berikut:
a. Peningkatan aktivitas enzim renin menunjukkan adanya gangguan perfusi darah ke
glomerulus ginjal, sehingga renin akan menghasilkan angiotensin II dari suatu protein
serum yang berfungsi untuk menaikkan tekanan darah
b. Peningkatan jumlah Alanin aminotransferase (ALT serum) hingga mencapai seratus
kali lipat (normal 1-23 sampai 55U/L) menunjukkan adanya infeksi virus hepatitis,
4
peningkatan sampai dua puluh kali dapat terjadi pada penyakit mononucleosis infeksiosa,
sedangkan peningkatan pada kadar yang lebih rendah terjadi pada keadaan alkoholisme.
c. Peningkatan jumlah tripsinogen I (salah satu isozim dari tripsin) hingga empat ratus
kali menunjukkan adanya pankreasitis akut, dan lain-lain.

2. Enzim sebagai suatu reagensia diagnosis.


Sebagai reagensia diagnosis, enzim dimanfaatkan menjadi bahan untuk mencari
petanda (marker) suatu senyawa. Dengan memanfaatkan enzim, keberadaan suatu
senyawa petanda yang dicari dapat diketahui dan diukur berapa jumlahnya. Kelebihan
penggunaan enzim sebagai suatu reagensia adalah pengukuran yang dihasilkan sangat
khas dan lebih spesifik dibandingkan dengan pengukuran secara kimia, mampu
digunakan untuk mengukur kadar senyawa yang jumlahnya sangat sedikit, serta praktis
karena kemudahan dan ketepatannya dalam mengukur. Contoh penggunaan enzim
sebagai reagen adalah sebagai berikut:
a. Uricase yang berasal dari jamur Candida utilis dan bakteri Arthobacter
globiformis dapat digunakan untuk mengukur asam urat.
b. Pengukuran kolesterol dapat dilakukan dengan bantuan enzim kolesterol-oksidase
yang dihasilkan bakteriPseudomonas fluorescens.
c. Pengukuran alcohol, terutama etanol pada penderita alkoholisme dan keracunan
alcohol dapat dilakukan dengan menggunakan enzim alcohol dehidrogenase yang
dihasilkan oleh Saccharomyces cerevisciae, dan lain-lain.

3. Enzim sebagai petanda pembantu dari reagensia.


Sebagai petanda pembantu dari reagensia, enzim bekerja dengan memperlihatkan
reagensia lain dalam mengungkapkan senyawa yang dilacak. Senyawa yang dilacak dan
diukur sama sekali bukan substrat yang khas bagi enzim yang digunakan. Selain itu, tidak
semua senyawa memiliki enzimnya, terutama senyawa-senyawa sintetis. Oleh karena itu,
pengenalan terhadap substrat dilakukan oleh antibodi. Adapun dalam hal ini enzim
berfungsi dalam memperlihatkan keberadaan reaksi antara antibodi dan antigen. Contoh
penggunaannya adalah sebagai berikut:

5
a. Pada teknik imunoenzimatik ELISA (Enzim Linked Immuno Sorbent Assay), antibodi
mengikat senyawa yang akan diukur, lalu antibodi kedua yang sudah ditandai dengan
enzim akan mengikat senyawa yang sama. Kompleks antibodi-senyawa-antibodi ini lalu
direaksikan dengan substrat enzim, hasilnya adalah zat berwarna yang tidak dapat
diperoleh dengan cara imunosupresi biasa.
b. Pada teknik EMIT (Enzim Multiplied Immunochemistry Test), molekul kecil seperti
obat atau hormon ditandai oleh enzim tepat di situs katalitiknya, menyebabkan antibodi
tidak dapat berikatan dengan molekul (obat atau hormon) tersebut. Enzim yang lazim
digunakan dalam teknik ini adalah lisozim, malat dehidrogenase, dan gluksa-6-fosfat
dehidrogenase.

Pemanfaatan Enzim Di Bidang Pengobatan


1. Penggunaan enzim sebagai obat biasanya mengacu kepada pemberian enzim untuk
mengatasi defisiensi enzim yang seyogyanya terdapat di dalam tubuh manusia untuk
mengkatalis rekasi-reaksi tertentu. Berdasarkan lamanya pemberian enzim sebagai
pengobatan, maka keadaan defisiensi enzim dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu keadaan
defisiensi enzim yang bersifat sementara dan bersifat menetap. Contoh keadaan defisiensi
enzim yang bersifat sementara adalah defisiensi enzim-enzim pencernaan. Seperti yang
diketahui, enzim-enzim pencernaan sangat beragam, beberapa di antaranya adalah protease
dan peptidase yang mengubah protein menjadi asam amino, lipase yang mengubah lemak
menjadi asam lemak, karbohidrase yang mengubah karbohidrat seperti amilum menjadi
glukosa serta nuklease yang mengubah asam nukleat menjadi nukleotida. Adapun defisiensi
enzim yang bersifat menetap menyebabkan banyak kelainan, yang biasanya juga disebut
sebagai kelainan genetic mengingat enzim merupakan protein yang ditentukan oleh gen.
Contoh kelainan akibat defisiensi enzim antara lain adalah hemofilia. Hemofilia adalah suatu
keadaan di mana penderita mengalami kesulitan penggumpalan darah (cenderung untuk
pendarahan) akibat defisiensi enzim-enzim terkait penggumpalan darah. Saat ini telah
diketahui ada tiga belas faktor, sebagian besar adalah protease dalam bentuk proenzim, yang
diperlukan dalam proses penggumpalan darah. Pada penderita hemofilia, terdapat
gangguan/defisiensi pada faktor VIII (Anti-Hemophilic Factor), faktor IX, dan faktor XI.
Kelainan ini dapat diatasi dengan transfer gen yang mengkode faktor IX. Diharapkan gen
6
tersebut dapat mengkode enzim-enzim protease yang diperlukan dalam proses
penggumpalan darah.
2. Enzim sebagai sasaran pengobatan merupakan terapi di mana senyawa tertentu
digunakan untuk memodifikasi kerja enzim, sehingga dengan demikian efek yang merugikan
dapat dihambat dan efek yang menguntungkan dapat dibuat. Berdasarkan sasaran
pengobatan, dapat dibagi menjadi terapi di mana enzim sel individu menjadi sasaran dan
terapi di mana enzim bakteri patogen yang menjadi sasaran.

Contoh penyakit yang dapat diobati dengan terapi ini adalah:


a. Melitus.
Pada penyakit Diabetes Melitus, senyawa yang diinduksikan adalah akarbosa
(acarbose), di mana akarbosa akan bersaing dengan amilum makanan untuk
mendapatkan situs katalitik enzim amilase (pankreatik α-amilase) yang seyogyanya
akan mengubah amilum menjadi glukosa sederhana. Akibatnya reaksi tersebut akan
terganggu, sehingga kenaikan gula darah setelah makan dapat dikendalikan.
b. Penumpukan cairan.
Enzim anhidrase karbonat merupakan enzim yang mengatur pertukaran H dan Na di
tubulus ginjal, di mana H akan terbuang keluar bersama urine, sedangkan Na akan
diserap kembali ke dalam darah. Adalah senyawa turunan sulfonamida, yaitu
azetolamida yang berfungsi menghambat kerja enzim tersebut secara kompetitif
sehingga pertukaran kation di tubulus ginjal tidak akan terjadi. Ion Na akan dibuang
keluar bersama dengan urine. Sifat ion Na yang higroskopis menyebabkan air akan
ikut keluar bersamaan dengan ion Na; hal ini membawa keuntungan apabila terjadi
penumpukan cairan bebas di ruang antar sel (udem). Dengan kata lain senyawa
azetolamida turut berperan dalam menjaga kesetimbangan cairan tubuh.

c. Pengendalian tekanan darah diatur oleh enzim renin-EKA dan angiosintase.


Enzim renin-EKA berperan dalam menaikkan tekanan darah dengan menghasilkan
produk angiotensin II, sedangkan angiosintase bekerja terbalik dengan mengurangi
aktivitas angiotensin II. Untuk menghambat kenaikan tekanan darah, maka
7
manipulasi terhadap kerja enzim khususnya EKA dapat dilakukan dengan pemberian
obat penghambat EKA (ACE Inhibitor).
d. Mediator radang prostaglandin yang dibentuk dari asam arakidonat melibatkan dua
enzim, yaitu siklooksigenase I dan II (cox 1 dan cox II). Ada obat atau senyawa tertentu
yang mempengaruhi kinerja cox 1 dan cox II sehingga dapat digunakan untuk
mengurangi peradangan dan rasa sakit.
e. Penyakit kanker merupakan penyakit sel ganas yang harus dicegah penyebarannya.
Salah satu cara untuk mencegah penyebarannya adalah dengan menghambat mitosis
sel ganas. Seperti yang diketahui, proses mitosis memerlukan pembentukan DNA baru
(purin dan pirimidin). Pada pembentukan basa purin, terdapat dua langkah reaksi
yang melibatkan formilasi (penambahan gugus formil) dari asam folat yang telah
direduksi. Reduksi asam folat ini dapat dihambat oleh senyawa ametopterin sehingga
sintesis DNA menjadi tidak berlangsung. Selain itu penggunaan azaserin dapat
menghambat biosintesis purin yang membutuhkan asam glutamate. 6-
aminomerkaptopurin juga dapat menghambat adenilosuksinase sehingga
menghambat pembentukan AMP (salah satu bahan DNA).

C. ENZIM YANG TERLIBAT DALAM OKSIDASI BIOLOGIS

Enzim yang terlibat dalam proses oksidasi dan reduksi dinamakan oksidoreduktase
dalam uraian berikut, enzim oksidoreduktase dipilah menjadi 4 kelompok, yaitu:
1. Enzim Okidase
Enzim Oksidase Menggunakan Oksigen Sebagai Akseptor Hidrogen
Enzim oksidase mengatalisis pengeluaran hydrogen dari substrat dengan menggunakan
oksigen sebagai akseptor hidrogennya. Enzim-enzim tersebut membetuk air atau
hydrogen peroksida sebagai produk reaksi.Sebagi Oksidase Mengandung Tembaga
Sitokrom oksidase merupakan hemoprotein yang tersebar luas dalam banyak jaringan,
dengan gugus prostetik heme yang secara khas ditemukan dalam mioglobin, hemoglobin,
serta sitrokom lain. Enzim ini merupakan komponem terakhir pada rantai pembawa
(carrier) respiratorik yang ditemukan dalam mitokondria dan dengan demikian
bertanggung jawab atas reaksi pemindahan elektron yang dihasilkan dari oksidasi molekul
8
substrat oleh dehidrogenase kepada akseptornya yang terakhir, yaitu oksigen. Enzim
xantin oksidase tersebar luas dan terdapat didalam susu,usus halus, ginjal, serta hati.
Enzim ini mengandung molibdenum dan mempunyai peranan penting dalam konversi basa
purin menjadi asam urat sebagai produk nitrogenosa akhir utama, bukan saja dari
metabolisme purin, tetapi juga dari katabolisme protein dan asam amino.Aldehid
dehidrogenase merupakan enzim terikat-FAD yang terdapat didalam hati mamalia. Enzim
ini merupakan metaloflavoprotein yang mengandung molibdenum serta besi nonheme
dan bekerja pada senyawa aldehid serta substret N-heterosiklik.
2. Dehidrogenase
Dehidrogenase Tidak Dapat Menggunakan Oksigen Sebagai Akseptor Hidrogen
Ada sejumlah besar enzim didalam kelompok ini. Enzim-enzim tersebut melaksanakan 2
fungsi utama:
a. Pemindahan hidrogen dari substrat yang satu kepada substrat yang lain dalam reaksi
oksidasi-reduksi berpasangan .Enzim dehidrogenase ini bersifat sangat spesifik untuk
substratnya, karena reaksi berlangsung reversibel, sifat-sifat ini memudahkan senyawa
ekuivalen preduksi dipindahkan secara bebas didalam sel.
b. Sebagai komponem dalam rantai respirasi pengangkutan elektron dari substrat ke
oksigen.
3. Hidroperoksidase
Enzim Hidroperoksidase Menggunakan Hidrogen Peroksida Atau Peroksida Organik
Sebagai Substrat. Ada dua tipe enzim yang masuk ke dalam kategori ini : peroksidase dan
katalase. Kedua tipe enzim ini ditemukan baik pada hewan maupun tumbuhan.
4. Oksigenase
Enzim Oksigenase Mengatalisis Pemindahan Langsung Dan Inkorporasi Oksigen Ke Dalam
Molekul Substrat. Enzim oksigenase lebih berhubungan dengan sintesis atau penguraian
berbagai tipe metabolit dibandingkan mengambil bagian dalam reaksi yang bertujuan
memberikan enegi pada sel. Enzim-enzim dlam kelompok ini mengatalisis inkorporasi
(penyatuan) oksigen kedalam molekul substrat.peristiwa ini berlangsung melalui 2 tahap :
a. pengikatan oksigen dengan enzim pada tapak aktif.
b. reaksi saat oksigen yang terikat direduksi atau dipindahkan kepada substrat.

9
Rantai Respirasi Dan Fosforilasi Oksidatif
Mitokondria telah mendapatkan nama yang tepat sebagai “pusat tenaga”sel karena
di dalam organel inilah berlangsung seagaian besar peristiwa penangkapan energy yang
berasal dari oksidasi respiratorik, system daam mitokondria yang memasangkan respirasi
dengan proses pembentukan intermediate berenergi tinggi, ATP di sebut Fosforilasi Oksidatif.
1. Sejumlah Enzim Spesifik bertindak sebagai penanda bagi kompartemen yang dipisahkan
oleh membran Mitokondria. Mitokondra mempunyai membran eksterna yang bersifat
permeabel terhadap sebagian besar metabolit.Membran eksterna yang permeabilitas nya
selektif serta tersusun dalam bentuk lipatan atau Krista, serta matriks di dalam membran
interna tersebut. Membran eksterna dapat di hilangkan melalui reaksi dengan digitonin dan
dikarakterisasi oleh keberadaan monoamine oksidase, asil – koA sintetase, gliserofosfat
asiltransferase, serta fosfolipase A 2. Adenilkinase dan keratin kinase ditemukan dalam ruang
antar membran. Fosfolipid kardiolipid teronsentrasi di dalam membran interna.
2. Rantai Respirasi Mengumpul Dan mengoksidasi Sejumlah Zat Ekvalen Pereduksi. Semua
energy bermanfaat yang di bebaskan selama oksidasi asam lemak serta asam amino, dan
hampir seluruh energy yang di lepaskan dari oksidasi karbohidratterdapat di dalam
mitokondria sebagai unsure ekivalen pereduksi (-H atau electron). Mitokondria mengandung
seri katalisator yang dikenal sebagai rantai respirasi. Yang mengumpulkan, Mengangkut
unsure ekivalen pereduksi dan mengarahkan kepada reaksi dengan oksigen untuk
membentuk air. Yang juga terdapat dalam mitokondria adalah rangkaian mesin untuk
menangkap energy bebas yang di lepas sebagai fosfat berenergi tinggi. Mitokondria juga
mengandung berbagai system enzim yang memang pada dasarnya bertanggaung jawab
memproduksi sebagian besar unsure ekuivalen pereduksi , yaitu enzim – enzim β – oksidasi
dan siklus asam sitrat. Siklus asam sitrat merupakan metabolism umum terakhir untuk
oksidasi semua bahan mekanan utama. Rantai respirasi dalam mitokondria terdiri atas
sejumlah pembawa (carier) redoks yang berjalan dari system dehidrogenase spesifik NAD,
lewat semua substrat berhubungan dengan rantai respirasi melalui dehidrogenase spesifik
NAD; sebagian substrat karena potensial redoksnya lebih positif (missal, fumarat/suksinat)
berhubungan langsungdengan protein flavoprotein dehidrogenase, yang pada giliranya akan
berhubungan dengan enzim sitikrom pada rantai respirasi. Telah jelas bahwa terdapat
sesuatu pembawa tambahan dalam rantai respirasi yang merangkaikan flavoprotein ke
10
sitokrom b, anggota rantai sitokrom yang memiliki potensial redoks paling rendah. Zat ini yang
di namakan ubikuinon atau Q (koenzim Q) terdapat di dalam mitokondria dalam bentuk
kuinon teroksidasi pada keadaan aerob dan dalam bentuk kuinon tereduksi pada keadaan
anaerob. Q merupakan konstituen lipid mitokondria: lipit lipit terutama terdapat dalam
bentuk fosfolipit yang menjadi bagian mitokondria di dalam kloroplas. Semua zat ini dicirikan
oleh rantai sampai piliisoprenoid.
3. Rantai respirasi menyediakan sebagian besar energy yang di tangkap di dalam
metabolisme ADP merupakan molekul yang ditangkap sebagian energy bebas dalam bentuk
fosfat berenergi tinggi, yang di lepas oleh proses katabolisme. ATP yang dihasilkan akan
menghanarkan energi. Jadi, ATP dapat disebut sebagai “penukar” energy pada sel. Pada reaksi
glikolisis, terjadi pengambilan netto langsung dan gugus fosfat berenergi tinggi, yang setara
dengan kurang lebih 103,2 kj/mol glukosa. Kontrol Respiratorik Menjamn Pasokan ATP Yang
Konstan Laju respiratorik mitokondria dapat dikontrol oleh konsentrasi ADP. Hal ini terjadi
karena terjadi oksidasi dan fosforilasi berpasangan secara erat dengan kata lain, oksidasi tidak
dapat berlangsung lewat ranotai respirasi bila pada saat yang bersamaan tidak terjadi
berlangsung lewat rantai respirasi bila pada saat yang bersamaan tidak terjadi fosorilasi ADP.
Chance dan wiliams menyebutkan 5 keadaan yang dapat mengontrol laju respirasi dalam
mitokondria. Umumnya, kebanyakan sel dalam kondisi istirahat berada dalam status 4 dan
respirasi di control oleh ketersediaan ADP. Jika kita menyelenggarakan kerja, ATP diubah
menjadi ADP sehingga memungkinkan terjadinya lebih banyak resprasi yang pada gilirannya
akan memperbaharui persimpanan ATP. Dalam kondisi terentu akan terlihat bahwa
konsentrasi fosfat anorganik dapat pula mempengaruhi kecepatan kerja rantai respirasi.
4. Banyak racun menghambat rantai respirasi Sebagian besar informasi tantang rantai
respirasi diperoleh dari penggunaan inhibitor, dan sebaliknya, hal ini telah memberi
pengetahan mengenai mekanisme kerja beberapa jenis racun . Untuk tujuan deskriptif,
inhibitor dapat dibagi menjadi inhibitor untuk rantai respirasi sendiri, inhibitor fosforilasi
oksidatif, pemutus pasangan fosforilasi oksidatif. Inhibitor yang menghentikan respirasi
dengan menyekat rantai respirasi berkerja pada tiga tempat.
5. Enzim ATP Sintase Yang Terletak Pada Membran Membentuk ATP Selisih potensial
elektro kimia digunakan untuk menggerakkan enzim ATP sintase dimembran yang akan
membentuk ATP pada adanya P1 + ADP dengan demikian tidak ada intermediate berenergi
11
tinggi yang digunakan bersama, baik oleh proses oksidasi maupun fosforilasi seperti di
syaratkan dalam hipotesis kimiawi. Tersebar pada permukaan membran interna adalah
kompleks yang melaksanakan fosforilasi dan bertanggung jawab atas produksi ATP.

BAB III

PENUTUP

12
KESIMPULAN

Reaksi Oksidasi dapat disebut juga reaksi dehidrogenasi peristiwa hilangnya elektron atau
hidrogen pada suatu reaksi kimia. ATP adalah nukleotida trifosfat yang mengandung adenin,
ribosa dan 3 gugus fosfat : Fosforilasi oksidatif, Glikolisis, Siklus asam sitrat Dalam siklus asam
sitrat satu. Pada kepentingan biomedis, fosforilasi oksidatif berguna untuk mempelajari
proses obat/racun yg dpt menghambat fosfolirasi oksidatif dan mempelajari kelainan bawaan
(miopati,encepalopati, dll). Pemanfaatan Enzim Sebagai Alat Diagnosis : Enzim sebagai
petandadari kerusakan suatu jaringan atau organ akibat penyakit tertentu, Enzim sebagai
suatu reagensia diagnosis, Enzim sebagai petanda pembantu dari reagensia. Pemanfaatan
Enzim Di Bidang Pengobatan. Enzim yang terlibat dalam proses oksidasi dan reduksi
dinamakan oksidoreduktase : Enzim Oksidase, Dehidrogenase, Hidroperoksidase, Oksigenase.
Rantai Respirasi Dan Fosforilasi.

Daftar Pustaka

13
Widia, Sri. 2000. Penuntun Praktikum Biokimia(Praktikum Oksidasi Biologi).Jakarta: Widya
Medika

Page,David S. 1997. Prinsip-Prinsip Biokimia. Jakarta: Erlangga

Albert,Bruce,dkk. 1994. Biologi Molekuler Sel. Jakarta: Gramedia

Gernida. 1996. Biokimia. Jakarta: Gramedia

14

Anda mungkin juga menyukai