Anda di halaman 1dari 42

PENUNTUN PRAKTIKUM

KIMIA ANALISA FARMASI KUANTITATIF

Nama Mahasiswa :
NIM :
Kelas / Semester :
Kelompok :
No. Sampel :
Dosen :

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah AWT, atas berkah,


rahmat dan hidayah-nya. Penuntun praktikum ini dipergunakan
pada praktikum Kimia Analisa Farmasi Kuantitatif bagi mahasiswa
Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Muhammadiyah Prof.Dr.Hamka, Jakarta.
Dalam pelaksanaan praktikum Kimia Analisa Kuantitatif,
mahasisw diwajibkan meng8isi lembar kerja hasil praktikum yang
telah disediakan. Diharap pula mahasiswa membaca beberapa
literature lain yang berkaitan dengan materi praktikum.
Kami sadar bahwa penuntun praktikum ini masih terdapat
banyak kekurangan, walaupun demikian kami mengharapkan
penuntun ini dapat memberikan sumbangan bagi semua pihak.

Jakarta, Maret 2008

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................ i


DAFTAR ISI ................................................................. ii

BAB I Pendahuluan..................................................... 1
BAB II Analisa Volumetari.......................................... 4
BAB III Titrasi Asam Basa............................................ 9
BAB IV Titrasi Asidimetri............................................. 11
BAB V Titrasi Alkalimetri........................................... 15
BAB VI Titrasi Permanganometri................................ 18
BAB VII Titrasi Iodimetri.............................................. 23
BAB VIII Titrasi Argentometri....................................... 29
BAB IX Titrasi Kompleksometri................................. 34
BAB X Titrasi Nitrimetri........................................... 39
BAB I
PENDAHULUAN

Kimia analisa adalah bagian dari ilmu kimia yang mempelajari tentang cara-
cara mengenal (identifikasi) dan penetapan kadar suatu zat. Kimia Analisa dapat
dibagi menjadi :

A. Kimia Analisa Kualitatif


Kimia analisa kualitatif membahas tentang identifikasi zat-zat. Untuk
mengetahui unsur atau suatu senyawa apa yang terdapat dalam suatu zat.
1. Cara Fisika
a. Organoleptik
Analisa dilakukan dengan menggunakan panca indra, yang dilihat berupa
sifat-sifat fisiknya warna, bentuk, bau, dan rasa.
b. Tetapan Fisika
Dilakukan dengan mengukur tetapan fisika seperti kelarutan, titik lebur,
titik didih, bobot jenis, indeks bias, rotasi jenis, kekentalan dan lain-lain.
c. Mikroskopik
Mengenal (identifikasi) serbuk kristal atau bentuk kristal dengan
menggunakan mikroskop.
2. Cara Kimia
Dengan menggunakan pereaksi tertentu, suatu zat dapat memberikan reaksi
yang spesifik seperti pembentukan gas, warna atau perubahan-perubahan
tertentu.

B. Kimia Analisa Kuantitatif


Kimia analisa kuantitatif adalah analisa untuk mengetahui berapa banyaknya atau
kadar suatu zat tertentu yang ada dalam sampel.
1. Analisa Volumetri
2. Analisa Gravimetri
3. Analisa Instrumentasi

C. Tahap-tahap Analisa Kimia


1. Pengambilan sampel (sampling)
2. Penyiapan sampel
3. Pemisahan (isolasi) dari bahan yang mengganggu
4. Pengukuran jumlah komponen
5. Perhitungan dan penafsiran hasil
D. Alat-alat yang dipergunakan
1. Neraca (timbangan) analitik, syarat neraca yang baik, adalah sebagai
berikut :
a. Akurat/teliti
b. Stabil
c. Peka
2. Alat ukur volume
Pada analisa volumetri alat ukur volume yang sering diguanakn adalah:
a. Labu tentuker (volumetric flask)
b. Buret, berbentuk tabung dengan garis skala seperti pada pipet ukur
dengan penampang yang sama dari atas kebawah. Dibagin bawah
dilengkapi dengan kran yang terbuat dari gelas atau teflon. Kapasitas
yang sering digunakan 25 dan 50 ml, dengan pembagian skala 0,05 atau
0,1 ml.
Cara pemakaian:
Buret yang telah dicuci dengan air suling, bilas 2-3 kali dengan larutan
yang akan digunakan. Posisi buret harus tegak lurus. Untuk pembacaan
skala digunakan kertas hitam-putih, pegang dibelakang buret sedikit
dibawah permukaan garis lengkungan (miniskus).
Pada buret Schellbach dinding belakang bagian dalam diberi garis biru
diatas dasar putih, pembacaan tepat pada bagian lancip dari garis biru.
Volume terukur disesuaikan dengan kapasitas buret pengukur yang
teliti adalah 20-80% dari kapasitas buret, diluar volume ini ketelitian
sudah berkurang (buret 25 ml dipakai untuk volume 5-20 ml).
c. Pipet, dibagi menjadi dua macam, yaitu:
- Pipet volumetrik (transfer pipette), sering disebut pipet gondok
berbentuk pipa dibagian tengahnya terdapat pipa bulat dan pipa
atas terdapat garis melingkar sebagai batas pengisian.
Pipet ini digunakan untuk pengambilan cairan sebanyak volume
yang diteliti sesuai kapasitas pipet.
- Pipet ukur (graduated / measuring pipette), berbentuk tabung dengan
garis skala seperti pada buret yang menyatakan banyaknya volume
terukur. Titik nol terletak diatas sedang paling bawah menunjukkan
kapasitasnya.

Cara membersihkan alat gelas

Karena alat ukur volume hanya akurat bila dalam keadaan bersih, maka harus bebas
dari pengotoran minyak/lemak. Dapat diuji dengan menuang air suling dari alat,
maka cairan yang tertinggal tidak boleh terputus-putus.

Untuk membersihkan larutan jenuh kalium bikromat 5% dalam asam sulfat pekat,
isikan kedalam alat biarkan selama 1 malam. Kelarutan larutan bilas dengan air kran
dan terakhir dengan air suling lalu keringkan, campuran pencuci setelah dipakai
saring dan simpan.
BAB II

ANALISA VOLUMETRI

Analisa volumetri adalah analisa kuantitatif dimana kadar/komposisi dari zat


uji ditetapkan berdasarkan volume pereaksi yang konsentrasinya diketahui,
ditambahkan kedalam larutan zat uji, hingga komponen yang akan ditetapkan
bereaksi secara kuantitatif dengan pereaksi yang dipakai.

Proses tersebut dikenal dengan nama titrasi, oleh karena itu analisa volumetri
disebut juga analisa Titrimetri.

Analisa titrimetri dapat dipergunakan dengan syarat sebagai berikut:

1. Reaksi harus berlangsung cepat, sehingga waktu titrasi cepat.


2. Reaksi harus sederhana dan diketahui dengan pasti, sehingga didapat.
3. kesetaraan yang pasti dari reaktan.
4. Reaksi harus berlangsung sempurna.

Ada bebrapa kesalahan yang dapat terjadi pada analisa titrimetri, antara lain:
1. Kesalahan pembakuan larutan titer
2. Kesalahan pemipetan
3. Kesalahan pembacaan buret
4. Kesalahan penetapan titik akhir titrasi
5. Indikator ikut bereaksi
6. Pemilihan indikator yang tidak tepat.

Pereaksi (larutan yang berada di buret) disebut dengan titran dan larutan/zat
yang kadarnya akan ditetapkan disebut titrat/analit.

A. Klasifikasi titrasi
1. Berdasarkan macam dari reaksi:
a. Titrasi Asam-Basa
b. Titrasi redoks
c. Titrasi pengendapan
d. Titrasi kompleksometri
2. Berdasarkan titran yang dipakai:
a. Asidimetri
b. Alkalimetri
c. Permanganometri
d. Iodimetri
e. Nitrimetri
3. Berdasarkan cara penetapan titik akhir titrasi:
a. Titrasi Visual
b. Titrasi Elektrometrik
c. Titrasi Fotometrik
4. Berdasarkan konsentrasi dari komponen zat uji:
a. Titrasi Makro
b. Tritrasi Semimikro
c. Titrasi mikro
5. Berdasarkan pelarut yang digunakan:
a. Titrasi bebas air (titrasi non-aqua).
b. Titrasi dengan air
6. Berdasarkan teknik pelaksanaan:
a. Titrasi langsung, zat uji langsung dititrasi dengan titran
b. Titrasi blangko, titrasi dilakukan tanpa menggunakan zat uji. Prosedur
titrasi sama dengan prosedur pada dititrasi dengan zat uji. Produser ini
digunakan untuk mengurangi kesalahan yang disebabkan oleh pereaksi,
pelarut atau kondisi percobaan.
c. Titrasi kembali, dilakukan untuk reaksi titrasi yang berlangsung agak
lambat, apalagi dengan penambahan titra tetes demi tetes.

B. Pembakuan dan baku primer


Bila suatu larutan dibuat dari zat yang kemurniannya tidak pasti, maka
konsentrasi larutan tidak dapat ditetapkan dengan pasti. Olehbkarena itu maka
konsentrasi dinyatakan dengan kekurangan sampai 4 angka yang berarti, maka
larutan tersebut harus dibakukan secara berkala.
Zat yang digunakan untuk pembakuan disebut baku primer. Disamping
itu pembakuan juga dapat dilakukan dengan cara menggunakan larutan yang
sudah dibakukan (baku sekunder).

C. Larutan baku primer


Larutan baku primer adalah larutan yang konsentrasinya dapat diketahui
dengan cara penimbangan zat dengan seksama.
Contoh zat baku primer: Kaliu Biftalat, Na2CO3 anhidrat, Natrium tetra
borat, CaCO3, Kalium Bikromat, AS2O3, Sulfanilamid dan lain-lain.
Baku primer harus memenuhi beberapa syarat, antara lain:
1. Murni atau mudah dimurnikan, dengan kemurnian yang diketahui
(sebaiknya 100% atau mendekati angka 100%).
2. Reaksi dengan zat yang dibakukan harus stokkiometri sehingga dapat
dicapai dasar perhitungan.
3. Mudah ditangani (tidak higroskopis atau dipengaruhi udara)
4. Mempunyai bobot ekivalen yang tinggi, sehingga kesalahan penimbangan
kecil.
5. Mudah didapat.
D. Larutan baku sekunder
Larutan baku sekunder adalah larutan yang konsentrasinya dapat
diketahui dengan cara dibakukan terlebih dahulu. Contoh zat baku sekunder:
NaOH, NaNO2, Na-EDTA, I2, Na2S2O3 dan lain-lain.

E. Titik ekivalen dan titik akhir titrasi


Titik ekivalen adalah saat dimana komponen zat uji habis bereaksi dengan
titran. Titik akhir titrasi (end point) adalah saat dimana terjadi perubahan
warna indikator, oleh sebab itu pemilihan indikator sangat penting dalam titrasi.
Pada titrasi Permanganometri tidak diperlukan indikator, perubahan
warna pada saat titrasi tersebut dianggap sebagai titik akhir titrasi tanpa perlu
penambahan indikator lagi. Titrasi tersebut disebut titrasi dengan
menggunakan autoindikator.

F. Perhitungan dalam analisa Volumetri


1. Titrasi langsung:
Pada titrasi langsung maka titik akhir titrasi terjadi tepat pada titik ekivalen
a. tanpa blangko
mgrek zat uji = mgrek titran
b. dengan blangko
mgrek zat uji = mgrek titran zat uji –mgrek blangko
2. Titrasi kembali
a. tanpa blangko
mgrek zat uji = mgrek pereaksi – mgrek titran
b. dengan blangko
mgrek zat uji = mgrek titran blangko – mgrek titran zat uji

G. Konsentrasi
1. Kemolalan (m) adalah jumlah mol (n) zat terlarut dalam 1 Kg (=1.000g)
pelarut
M = _g___ X 1000 atau m= n

Mr V p

Dimana m = kemolalan larutan ( mol Kg -1)

Mr = Mr/BM zat terlarut

V = bobot/berat pelarut (gram)

n = jumlah mol zat terlarut (g/Mr)

p = massa pelarut (Kg)


2. Normalitas (N)
Satuan ini dipakai pada rekasi asam basa dan redoks, jumlah H+ OH-
pada asam dan basa.
Mol asam jika dikalikan dengan banyaknya H+ maka diperoleh gram
ekivalen (grek) dari asam, dan sebaliknya pula pada basa maka diperoleh
grek dari basa.
grek = mol X Jumlah H+ atau H-

Maka kenormalan dapat didefinisikan sebagai jumlah grek zat terlarut


dalam tiap liter larutan atau jumlah mgrek zat terlarut dalam tiap ml
larutan.
N = grek/liter = mgrek/ml

Atau
N = gram X 1000
BM/BE V (ml)
3. Kemolaran (M) adalah jumlah mol zat terlarut dalam tiap liter larutan
M = mol/liter = mmol/ml
BAB III
TITRASI ASAM-BASA

Titrasi asam-basa adalah penetapan kadar suatu zat (asam atau basa)
berdasarkan atas reaksi asam-basa. Bila sebagai titran digunakan larutan baku asam
maka penetapan kadar tersebut dinamakan Asidimetri, sebaliknya bila sebagai titran
digunakan larutan baku bsa maka penetapan kadar tersebut dinamakan Alkalimetri.

A. Teori Asam Basa


1. Teori Arrhenius
Menurut Arrhenius, asam adalah suatu zat yang bila dilarutkan dalam air akan
berdisosiasi menghasilkan ion (H+) sebagai satu-satunya ion positif.
HCL (asam) (H+) + Cl-
Basa adalah suatu zat yang bila dilarutkan dalam air akan berdisosiasi
menghasilkan ion (OH-) sebagai satu-satunya ion negatif.
NaOH (basa) Na+ + (OH-)
2. Teori Bronstead Lowry
Menurut teori inizat yang cenderung untuk melepaskan proton (donor proton),
sedangkan basa cenderung untuk mengikat proton (dakseptor proton)
CH3COOH CH3COO - + H+
NH3 + H+ NH4+

B. Bobot Ekivalen
Bobot ekivalen suatu zat pada reaksi asam basa adalah banyaknya mol zat tersebut
yang ekivalen dengan 1 mol ion H+ atau 1 mol ion OH –
Contoh :
a. Na2CO3 + HCL Na2CO3 + NaCL
(dengan indikator penolftalein)
BE Na2CO3 = 1 mol
b. Na2CO3 + 2HCL NaCL + H2O +CO2
BE Na2CO3 = 1/2 mol
c. H3PO4 + NaOH NaH2PO4 + CO2
BE H3PO4 = 1 mol
d. H3PO4 + 3 NaOH Na3PO4 + H2O
BE H3PO4 = 1/3 mol

C. Indikator Asam-Basa
Indikator asam-basa adalah asam atau basa organik lemah yang mempunyai
warna molekul (warna asam) berbeda dengan warna ionnya (warna basa).
Daerah transisi perubahan warna indikator meliputi lebih kurang 2 unit pH
dan daerah ini disebut trayek Ph. Beberapa contoh indicator asam-basa trayek
pH dan perubahannya warnanya dapat dilihat pada table berikut:

Perubahan Warna
Indikator Trayek pH
Warna Asam warna Basa
Biru Timol 1,2-2,8 merah kuning
Biru Bromfenol 3,0-4,6 kuning biru
Jingga Metil 3,1-4,4 merah jingga
Merah Metil 4,2-6,3 merah kuning
Lakmus 5,0-8,0 merah biru
Biru Bromtimol 6,0-7,6 kuning biru
Merah Fenol 6,8-8,4 kuning merah
Biru Timol 8,0-9,6 kuning biru
fenolftalein 8,3-10,5 Tidak berwarna Merah jambu

Pemilihan indikator ditentukan oleh pH larutan pada titik ekivalen. Pada


titrasi asam lemah dengan basa kuat, maka pH larutan pada titik ekivalen
diatas 7 (misalnya pH = 9), maka indikator yang dipakai adalah biru timol atau
fenolftalein. Sebaliknya pada titrasi basa lemah dengan asam kuat, maka pH
larutan pada titik ekivalen dibawah 7 (misalnya = 4), maka indikator yang
dapat dipakai adalah biru bromfenol atau jingga metil.
BAB IV
TITRASI ASIDIMETRI

1. Tujuan : untuk mengetahui kadar sampel melalui


titrasi asam (asidimetri).
2. Prinsip Reaksi : Netralisasi
3. Alat dan Bahan :
- buret -erlenmeyer
- kertas perkamen -Na2CO3
-pipet tetes -Indikator
-pipet volume -HCL
-bulp -aqua
4. prosedur:
a. pembuatan larutan liter HCL 0,1 N
Asam klorida pekat, mempunyai Bj: 1,18; BM: 36,5.
Biasanya dipasaran dijual dengan konsentrasi 36%. Bila akan
dibuat sebanyak 1000,0 ml, maka HCL pekat diperlukan adalah
saebanyak:
- _ml X Bj X P (%) = Volume (liter) x N
BM(HCL) X 100
- ml = volume (liter) X N {BM HCL X 100}
Bj X P (%)
b . pembakuan larutan titer HCL 0,1 N
Timbangan seksama 150 mg Na2CO3 anhidrat larutan
dengan 10 ml air. Titrasi dengan asam klorida menggunakan
indikator metil merah. Lakukan pembakuan triplo (tiga kali).
Hitung normalitas larutan.
c. Penetapan Kadar
Timbang seksama 150 mg sampel larutan denga air.
Titrasi dengan asam klorida menggunakan indikator metil
merah. Lakukan penetapan kadar triplo (tiga kali).
5. perhitungan pembuatan larutan liter
ml = volume (liter) x N x {BM HCL x 100}
Bj x P (%)
6. Data Pembakuan

Asam Okasalat (BM: )


Zat + kertas Kertas
perkamen perkamen + Berat Paraf
Volume titran (dosen/assisten)
(mg) sisa zat (mg) zat (mg)
(ml)
A B (A-B)

7. Perhitungan pembakuan
Reaksi:
-Na2CO3 + 2 HC 2 NaCL + H2O + CO2
1 mol Na2CO3 ~ 2 mol H+
½ mol Na2CO3 ~ 1 mol H+
BE Na2CO3 = ½ mol
-mgrek HCL = mgrek Na2CO3
V . N HCL = mgrek Na2CO3
8. Data penetapan kadar

Asam Okasalat (BM: )


Zat + kertas Kertas
perkamen perkamen + Berat Paraf
Volume titran (dosen/assisten)
(mg) sisa zat (mg) zat (mg)
(ml)
A B (A-B)

9. Perhitungan
Reaksi:
BAB V
TITRASI ALKALIMETRI

1. Tujuan : untuk mengetahui kadar sampel melalui


titrasi basa (alkalimetri).
2. Prinsip Reaksi : Netralisasi
3. Alat dan Bahan :
- buret -erlenmeyer
- asam salisilat -kertas perkamen
-pipet tetes -Indikator penolftalein
-pipet volume -H2C2O4
-bulp -NaOH
4. prosedur:
a. pembuatan larutan liter NaOH 0,1 N
V x N = mgrek NaOH
1000 ml x 0,1 N = mgrek/BE
Gram = 100/40
= 4 gram
Larutan 4,0 gram NaOH dalam air bebas CO2 secukupnya
hingga 1000,0 ml.

b.pembakuan larutan titer HCL 0,1 N


Timbang seksama 150 mg asam oksalat larutan dengan 10
ml air. Masukkan dalam erlenmeyer 100 ml, larutan
dengan air bebas CO2. Titrasi dengan NaOH
menggunakan indikator penolftalein, titrasi hingga warna
merah jambu. Lakukan pembakuan triplo (tiga kali).
Hitunglah normalitas larutan.
c. Penetapan Kadar
Timbangan seksama 150 mg Sampel larutakan dengan 10
ml etanol 96% dan air bebas CO2 sampai larut. Titrasi
dengan NaOH menggunakan indikator penolftalein.
Lakukan penetapan kadar triplo (tiga kali).
5. Data Pembakuan

Asam Okasalat (BM: )


Zat + kertas Kertas
perkamen perkamen + Berat Paraf
Volume titran (dosen/assisten)
(mg) sisa zat (mg) zat (mg)
(ml)
A B (A-B)

6. Perhitungan pembakuan
Reaksi:
- C2H2O4 + 2 NaOH Na2H2O4 + 2 H2O
1 mol C2H2O4 ~ 2 mol OH-
½ mol C2H2O4 ~ 1 mol OH-
BE C2H2O 4 = ½ mol

- mgrek NaOH = mgrek C2H2O4


V . N NaOH = mgrek C2H2O4
7. Data Penetapan Kadar

(BM: )
Zat + kertas Kertas
perkamen perkamen + Berat Paraf
Volume titran (dosen/assisten)
(mg) sisa zat (mg) zat (mg)
(ml)
A B (A-B)

8. Perhitungan penetapan kadar


Reaksi:
BAB VI
TITRASI PERMANGANOMETRI

1. Tujuan : penetapan kadar sampel dengan KmnO4


2. Prinsip reaksi : oksidasi-reduksi
3. Teori
Kalium permangatan merupakan oksidator kuat yang dapat
bereaksi dengan cara berbeda-beda tergantung pada pH
larutannya. Titrasi permanganometri digunakan untuk
menetapkan kadar reduktor dalam suasana asam sulfat encer.
endapan coklat yang MnO2 yang menganggu.
a. Dalam asam sulfat encer:
MnO4- + 8 H+ + 5 e Mn2- + 4 H2O
b. Dalam asam lemah :
MnO4- + 4 H+ + 5 e MnO2 + 2 H2O
c. Dalam larutan netral atau bsa :
MnO4- + 2 H2O + 3 e MnO2 + 4 OH-

Pada prinsipnya Titrasi permanganometri dilakukan


dengan bantuan pemanasan (±70º C) untuk mempercepat
reaksi. Pada awal reaksi titrasi warna merah mantap untuk
beberapa saat menandakan reaksi berlangsung lambat.

KmnO4 + 3 H2SO4 K2SO4 + 2 MnSO4 + 3 H2O + 5 On


Pada penambahan titran selanjutnya, warna merah
hilang makin cepat karena ion Mangan (II) yang terjadi
berfungsi untuk mempercepat reaksi. Selanjutnya titran
dapat ditambahkan lebih cepat sampai titik akhir tercapai,
yaitu sampai pada tetsan dimana warna merah jambu pucat
mantap. Titrasi permanganometri tidak memerlukan
indikator karena larutan KMnO4 sendiri sudah berfungsi
sebagai indikator.
4. Alat dan bahan:
-buret -kertas perkamen
-aqua dest -KMnO4
-pipet tetes -H2SO4
-pipet volume -H2C2O4
-bulp
-erlenmeyer

5. Prosedur :
a. Pembuatan larutan titer KMnO4 0,1 N
V X N = mgrek KMnO4
1000 ml x 0,1 = gram/BE x BM
Mg = 100/5 x 158,03
= 3160,6 mg
= 3,161 gram
Masukkan 3,161 gram KMnO4 dalam labu tentukur encerkan
dengan air hingga 1000,0 ml, didihkan selama 15 menit.

b. Pembakuan larutan titer KMnO4 0,1 N


Timbangan seksama 150 mg asam oksalat. Masukkan dalam
erlenmeyer 100 ml, tambahkan dengan 15 ml H2SO4 2 N.
Titrasi dengan KMnO4 0,1 N hingga warna merah jambu
mantap.
Panaskan ± 70º C sampai warna hilang. Lanjutkan titrasi
dengan KMnO4 0,1 N sampai timbul warna merah muda.
Lakukan pembakuan Triplo (tiga kali). Hitung normalitas
larutan.
c. Penetapan kadar
Timbang seksama 150 mg sample, tambahkan 10 ml asam
sulfat encer. Titrasi dengan larutan KMnO4 0,1 N. Lakukan
titrasi triplo. Hitung kadar sampel.
6. Data pembakuan

Asam Oksalat (BM: )


Zat + kertas Kertas
perkamen perkamen + Berat Paraf
Volume titran (dosen/assisten)
(mg) sisa zat (mg) zat (mg)
(ml)
A B (A-B)

7. Perhitungan Pembakuan
Reaksi:
MnO4- + 6 H+ + 5 e Mn2+ + 4 H2O ................ 2X
H2C2O4 2 CO2 + 2H+ + 2 e ...............
5X
________________________________________________________
2 MnO4- + 5 C2O42- + 6H+ 2 Mn2+ + 10CO2 + 8H2O

5 mol H2C2O4 ~ 1O mol e


5/10 mol H2C2O4 ~ 1 mol e
½ mol H2C2O4 ~ 1 mol e
BE H2C2O4 ~ ½ mol e

- Mgrek KMnO4 = mgrek H2C2O4


8. Data penetapan kadar

(BM: )
Zat + kertas Kertas
perkamen perkamen + Berat Paraf
Volume titran (dosen/assisten)
(mg) sisa zat (mg) zat (mg)
(ml)
A B (A-B)

9. Perhitungan penetapan kadar


Reaksi:
BAB VII
TITRASI IODIMETRI

1. Tujuan : penetapan kadar sampel dengan KmnO4


2. Prinsip reaksi : oksidasi-reduksi
3. Teori
Apabila zat uji (reduktor) langsung dititrasi dengan larutan
iodium, maka penetapan kadar ini disebut dengan Iodimetri.
Sebaiknya bila zat uji (reduktor) mula-mula direaksikan dengan
ion iodida berlebihan, kemudian iodium yang terjadi dititrasi
dengan larutan tiosulfat maka cara ini dinamakan iodimetri.
Metode ini dapat digunakan untuk menetapkan kadar oksidator
maupun reduktor, disamping itu cara ini akurat karena titik
akhir titrasi jelas.
Reaksi
Iodimetri : Reduktor Oksidator + e
I2 + 2e 2 I-
Iodimetri : Oksidator + KL I2
I2 + Na2S2O3 2 NaI + Na2S4O4

Atau

I2 + 2 e 2 I-

2 S2O32- S4O62- + 2 e

______________________________________________________

I2 + S2O32- S4O62- + 2 I-
Bila tidak terdapat zat pengganggu yang berwarna, sebenarnya

larutan iodium sendiri dapat berfungsi sebagai indikator meskipun

warna terjadi tidak sejelas KMnO4. Umumnya lebih disukai larutan

kanji sebagai indikator yang dengan larutan iodium memberikan

warna biru cerah. Bobot ekivalen pada iodimetri adalah banyaknya

mol zat yang setara dengan 1 mol I-.

4. Alat dan bahan

- Buret - Erlenmeyer

- Aqu a dest - kertas perkamen

- Pipet tetes - I2

- Pipet volume - Na2S2O3

- Bulp - HCL 2 N

- KI - Indikator kanji

- KIO3

5. Prosedur

a. Pembuatan larutan titer I2 0,1 N

12,69 gram I2 dilarutkan dalam 18 gram KI dalam 100 ml

aquadest, cukupkan volume larutan hingga 1000,0 ml.


b. Pembuatan larutan Na2S2O3 0,1 N

Timbang seksama 26 gram natrium tiosulfat dan 2000,0 mg

natrium karbonat dalam air bebas karbondioksida segar

secukupnya hingga 1000,0 ml.

c. Pembuatan Indikator Kanji

10 gram amylum dalam 100 ml air panas.

d. Pembakuan Na2S2O3

Timbang seksama 100 mg KIO3, tambahkan 300 mg KI dan

10 ml asam sulfat encer. Titrasi dengan Na2S2O3 sampai

warna kuning muda. Tambahkan indikator kanji titrasi

kembali sampai timbul perubahan warna. Lakukan triplo.

Hitung normalitas Na2S2O3.

e. Pembakuan larutan titer I2 dengan Na2S2O3 yang telah

dibakukan, masukkan dalam erlenmeyer tambahkan

indikator kanji, titrasi dengan larutan I2 sampai berwarna

biru. Lakukan triplo. Hitung normalitasnya I2 .

f. Penetapan kadar

Timbang seksama 150 mg sampel, masukkan dalam

erlenmeyer 100 ml tambahkan 5 ml larutan asam sulfat encer,


titrasi dengan I2 0,1 N dengan indikator amylum hingga

warna biru. Lakukan titrasi triplo, tetapkan kadar sampel.

6. Data Pembakuan Larutan Na2S2O3

KIO3 (BM: )
Zat + kertas Kertas
perkamen perkamen + Berat Paraf
Volume titran (dosen/assisten)
(mg) sisa zat (mg) zat (mg)
(ml)
A B (A-B)

7. Perhitungan Normalitas Na2S2O3

Reaksi

- KIO3 + 3 H2SO4 + 5 KI 3 I2 + 3 K2SO4 + 3 H2O

1 mol KIO3 ~ 3 mol I2

1 mol KIO3 ~ 6 mol I-

BE KIO3 = 1/6 mol

- mgrek KIO3 = mgrek Na2S2O3


8. Data Pembakuan I2

Volume lar. Baku Volume titran I2 Paraf

Na2S2O3 (ml) (ml) (dosen/asisten)

9. Perhitungan normalitas I2

Reaksi:

- I2 + Na2S2O3 2 NaI2 + Na2S4O6

- mgrek I2 = mgrek Na2S2O3

V1 X N 1 = V2 X N2
10. Data Penetapan Kadar

(BM: )
Zat + kertas Kertas
perkamen perkamen + Berat Paraf
Volume titran (dosen/assisten)
(mg) sisa zat (mg) zat (mg)
(ml)
A B (A-B)

11. Perhitungan penetapan kadar sampel


Reaksi :
BAB VIII
TITRASI ARGENTOMETRI (TITRASI PENGENDAPAN)

1. Tujuan : untuk mengetahui kadar sampel melalui titrasi Argentometri


2. Prinsip reaksi : pengendapan antara halogen dengan perak nitrat
3. Teori
Titrasi pengendapan adalah penetapan kadar yang didasarkan
atas reaksi pembentukan endapan dari zat uji dengan titran larutan
titer perak nitrat.
Pada Argentometri, ion perak memegang peranan penting dalam
pembentukan halida. Cara ini dipakai untuk penetapan kadar ion
halida, anion yang dapat membentuk endapan garam perak, atau
untuk penetapan kadar perak perak itu sendiri.
Bobot ekivalen suatu zat pada titrasi Argentometri, adalah
banyaknya mol zat itu yang setara dengan 1 mol Ag+.
NaCI + AgNO3 AgCI + NaNO3
BE NaCI = 1 mol

Tergantung dari tujuan penetapan kadar, maka dikenal 3 macam


metode argentometri yaitu :
a. Metode Mohr
Metode ini untuk menetapkan kadar klorida atau bromida
dalam suasana netral atau agak alkalis (Ph = 6,5-9). Indikator
yang digunakan pada penetapan kadar adalah Kalium Kromat
(0,003-0,005 M). Dalam suasan asam, perak kromat larut
karena terbentuk dikromat, dan dalam suasana basa akan
terbentuk dikromat dan dalam suasana basa akan terbentuk
endapan perak hidroksida yang berwarna putih.
Reaksi :
Dalam asam : 2 CrO42- + 2H+ 2 CrO72- + H2O
Dalam basa : 2 Ag+ + 2OH- 2AgOH

AgNO2 H2O

Prinsip penetapan larutan klorida atau bromida dalam suasana


netral atau agak alkalis dititrasi dengan larutan AgNO3
menggunakan indikator kromat. Apabila ion klorida atau
bromida habis diendapkan oleh ion perak, maka ion kromat
akan membentuk endapan perak kromat yang berwarna coklat
merah sebagai titik akhir.
Reaksi:
CI- + Ag+ AgCI
CrO42- + 2 Ag+ AgCrO4 coklat merah

b. Metode Volhard
Metode ini dipakai untuk penetapan kadar perak maupun
halida dalam suasana asam (HNO3), menggunakan indikator
besi (II).
c. Metode Fajans
Metode ini juga dipergunakan pada penetapan kadr halida
menggunakan indikator absorbsi (Fluorescein). Metode ini
dipergunakan pada ion halida dalam larutan dengan keasaman
yang rendah.

4. Alat dan bahan


- buret - kertas perkamen
-Aquadest - erlenmeyer
-pipet tetes - AgNO3
-pipet volume - K2CrO4
-bulp - NaCl
5. Prosedur
a. pembuatan larutan titer AgNO3 0,1 N
17,5 gram AgNO3 dilarutkan air, hingga volume larutan 1000,0 ml.
b. Pembakuan AgNO3
- Timbang seksama 200 mg Nacl larutkan dengan air, tambahkan
indikator K2CrO4 titrasi dengan AgNO3, hingga terbentuk warna
coklat merah yang stabil pada pengocokan. Lakukan triplo. Hitung
normalitas AgNO3.
c. Penetapan kadar sampel
-Timbang seksama 150 mg sampel masukkan dalam erlenmeyer
tambahkan dengan indikator K2CrO4, titrasi dengan AgNO3, hingga
terbentuk warna coklat merah yang stabil pada pengocokan. Lakukan
triplo, hitung kadar sampel.
6. Data Pembakuan Larutan AgNO3

NaCl (BM: )
Zat + kertas Kertas
perkamen perkamen + Berat Paraf
Volume titran (dosen/assisten)
(mg) sisa zat (mg) zat (mg)
(ml)
A B (A-B)

7. Perhitungan Normalitas
Reaksi:
- NaCl + AgNO3 AgCl + NaNO3
BE NaCl = 1 mol
- mgrek NaCl = mgrek sampel
8. Data Penetapan Kadar Sampel

NaCl (BM: )
Zat + kertas Kertas
perkamen perkamen + Berat Paraf
Volume titran (dosen/assisten)
(mg) sisa zat (mg) zat (mg)
(ml)
A B (A-B)

9. Perhitungan penetapan kadar sampel


Reaksi:
- + AgNO3 +
BE = mol
- mgrek AgNO3 = mgrek sampel
BAB IX
KOMPLESOMETRI

1. Tujuan : penetapan kadar ion logam


2. Prinsip reaksi : pembentukan garam kompleks yang larut antara ion
logam dengan zat pembentuk kompleks.
3. Teori
Titrasi kompleksometri adalah titrasi titrasi yang didasarkan
atas pembentukan kompleks yang larut dalam komponen zat uji
dengan titran. Untuk dapat dipakai sebagai dasar dari suatu titrasi,
reaksi pebentukan kompleks disamping harus memenuhi
persyaratan umum untuk titrasi, maka kompleks yang terjadi harus
stabil dan merupakan kompleks 1:1. Titrasi ini biasanya dipakai
untuk penetapan kadar logam polivalen atau senyawanya dengan
menggunakan Natrium Edatet (EDTA) sebagai titran pembentuk
kompleks.
Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, titrasi
kompleksometri adalah titrasi berdasarkan pembentukan senyawa
kompleks antara kation dengan zat pembentuk kompleks. Sebagai
zat pembentuk kompleks yang banyak digunakan garam dinatrium
etilendiamina tetraasetat (dinatrium EDTA).
Titik akhir titrasi ini dinyatakan dengan cara visual
menggunakan indikator pembentuk kompleks yaitu indikator
metalkromik atau indikator metal. Indikator membentuk kompleks
dengan ion metal warna dari kompleks ini berbeda dengan warna
indikator bebas.
Indikator metal tidak hanya membentuk kompleks dengan
logam. Tetapi juga ion H+, sebab indikator ini juga bersifat seperti
asam-basa. Maka pengontrolan pH pada titrasi ini harus dijaga
untuk mempertahankan kestabilan kompleks metal EDTA sehingga
indikator dapat bekerja dengan baik. Indikator yang digunakan
seperti: Kalkon, Asam kalkon Karboksilat, hitam Eriokrom-T dan
jingga xilenol.
Indikator Eriokrom Black T adalah triprotik. Pengaruh pH
terhadap perubahan warna indikator. Kompleks metal Hitam
Eriokrom T berwarna merah. Oleh karna itu agar indikator logam
dapat berfungsi dengan baik maka pH harus berada pada rentang 7-
11.
4. Alat dan bahan :
-buret - Erlenmeyer
-labu tentukur - kertas perkamen
-pipet tetes - NH4Cl
-pipet volume - Na2EDTA
-bulp - NaCl
-Ammonia - EBT
-ZnSO4 - MgSO4
5. Prosedur
a. pembuatan larutan titer Dinatrium Edatet 0,05 M.
Larutkan 18,61 gram Dinatrium Edatet dalam air, hingga volume
larutan 1000,0 ml.
b. Pembuatan larutan Dapar Ammonia/salmiak pH 10
Larutkan 54 gram NH4Cl dalam 100 ml air, tambahkan 350 ml
Ammonia 25% lalu encerkan dengan air hingga 1000,0 ml.
c. pembuatan indikator Na2EDTA 0,05 M
Timbang seksama 150 mg ZnSO4 tambahkan 20 ml air, 10 ml dapar
salmiak dan indikator EBT. Titrasi dengan dinatrium EDT sampai
terjadi warna biru. Lakukan titrasi triplo. Pada saat titrasi pH
harus dijaga. Hitung konsentrasi dinatrium EDTA.
e. Penetapan kadar
Timbang seksama 150mg MgSO4 masukkan dalam erlenmeyer
tambahkan 20 ml air, 10 ml dapar salmiak dan indikator EBT.
Titrasi dengan dinatrium EDTA sampai terjadi warna biru.
Lakukan titrasi triplo. Pada saat titrasi pH harus dijaga. Hitung
kadar sampel.

6. Data pembakuan Larutan Na2EDTA

ZnSO4 (BM: )
Zat + kertas Kertas
perkamen perkamen + Berat Paraf
Volume titran (dosen/assisten)
(mg) sisa zat (mg) zat (mg)
(ml)
A B (A-B)

7. Perhitungan Molaritas EDTA


Reaksi:
- ZnSO4 + Na2(H2Y) Na2 (ZnY) + H2O + CO2
-M EDTA = mmol ZnSO4
ml EDTA
8. Data penetapan kadar

MgSO4 (BM: )
Zat + kertas Kertas
perkamen perkamen + Berat Paraf
Volume titran (dosen/assisten)
(mg) sisa zat (mg) zat (mg)
(ml)
A B (A-B)
9. Perhitungan penetapan kadar sampel
Reaksi:

- Mmol MgSO4 = mmol EDTA


=V . M

- Mg MgSO4 = mmol MgSO4 . BM MgSO4


BAB X
NITRIMETRI

1. Tujuan : penetapan kadar zat-zat yang mempunyai gugus


amina primer aromatik dengan NaNO2
2. Prinsip reaksi : pembentukan garam diazonium
3. Teori
Nitrimetri adalah penetapan kadar suatu zat dengan jalan
titrasi menggunakan larutan natrium nitrit sebagai titran. Titrasi
ini digunakan untuk penetapkan kadar Amin Primer Aromatik
berdasarkan reaksi pembentukan garam diazonium dengan asam
nitrit pada suhu dibawah 15° C.
Reaksi yang terjadi sangat cepat, maka titrasi harus
dilakukan perlahan-lahan. Untuk menjaga kondisi suhu dapat
digunakan bongkahan es atau sirkulator. Diatas suhu 15° C garam
diazonium yang terbentuk akan terhidrolisa menjadi fenol dan
reaksi tidak berlangsung kuantitatif.
Titik akhir titrasi tercapai apabila terjadi warna biru seketika
bila larutan dioleskan pada pasta kanji/kertas kanji iodida akan
menunjukkan hasil yang sama.
4. Alat dan Bahan
-buret - erlenmeyer
-labu tentukur - kertas perkamen
-Pipet tets - KBr
-pipet volume - HCl 10%
-bulp -NaNO2
-indikator pasta kanji - Indikator Tropeolin –oo & metilen
blue
-porselin - tangas es
-pipa kapiler - Asam Sulfanilat/sulfanilamid
-termometer - gelas ukur
5. Prosedur
a. Pembuatan larutan titer 0,1 N
-timbang seksama 7,5 gram NaNO2 larutkan dalam 1000 ml air.
b. pembuatan indikator
-pasta kanji

 750 mg Kl larutkan dalam 5 ml air


 5 gram amylum larutkan dalam 35 ml air
Tuangkan kedua campuran kedalam 100 ml air mendidih,
campurkan hingga ratadan dinginkan. Oleskan pada lemepng
porselin.
-kertas kanji iodida,
Celupkan kertas yang tidak mengkilap ke dalam larutan kanji
yang telah diencerkan dengan larutan Kl 0,4% b/v dengan
perbandingan 1:1.
c. pembakuan larutan titer NaNO2
timbang seksama 100 mg asam sulfanilat/sulfanilamid, masukkan
dalam erlenmeyer. Tambahkan HCl 10% dan 1 gram NaBr,
masukkan dalam penangas es dinginkan sampai suhu kurang
dari 15° C. Tambahkan 20 ml air, aduk hingga larut. Titrasi
dengan NaNO2 sampai terjadi warna biru pada kasta kanji.
Lakukan titrasi triplo, hitung konsentrasi larutan titer.
d. penetapan kadar
Timbang seksama 200 mg sampel, masukkan dalam erlenmeyer.
Tambahkan 20 ml air, aduk hingga larut. Tambahkan HCl 10%
dan 1 gram NaBr, masukkan dalam penangas es dinginkan
sampai suhu 15° C. Titrasi dengan NaNO2 sampai terjadi warna
biru pada pasta kanji. Lakukan titrasi triplo, hitung kadar
sampel.
6. Data penetapan kadar

Asam Sulfanilat (BM: )


Zat + kertas Kertas
perkamen perkamen + Berat Paraf
Volume titran (dosen/assisten)
(mg) sisa zat (mg) zat (mg)
(ml)
A B (A-B)

7. Perhitungan Normalitas larutan NaNO2


Reaksi :

- mgrek NaNO2 = mgrek asam sulfanilat


V x N = mgrek asam sulfanilat
8. Data Pembakuan

Asam Sulfanilat (BM: )


Zat + kertas Kertas
perkamen perkamen + Berat Paraf
Volume titran (dosen/assisten)
(mg) sisa zat (mg) zat (mg)
(ml)
A B (A-B)
9. Perhitungan penetapan Kadar Sampel
Reaksi:

Anda mungkin juga menyukai